Anda di halaman 1dari 17

I.

Jenis Kasus
A. Pengertian
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis,
bronchopneumonia dan community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000).
Menurut Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
biasanya berasal dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2
ISPA antara lain :
1. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di
rumah sakit.\
2. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum, di
rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.
3. Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat,
tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
4. Bukan pneumonia
Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak
perlu antibiotik.
B. Etiologi
Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
1. Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
2. Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
3. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna
kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas
protektif hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-
obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik
tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar
selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pneumonia menurut Mansjoer (2000):
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu,
ekspektorasi sputum, cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi
pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.
3. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub,
nyeri dada karena iritasi pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen
tanpa inflamasi), nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai
diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Sedangkan menurut (Price,2006), yaitu:
1. Pneumonia bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak,
disertai menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna
seperti karat. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan
yang terserang, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris
pernafasan
2. Pneumonia virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan
(bounding)
3. Pneumonia aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat,
hipoksemia, takikardi, demam, tanda infeksi sekunder
4. Pneumonia mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.
D. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada
dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia
bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan
paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi
cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi
pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga
menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang
khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam
ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel
darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang
menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).
E. Pathway Bronchopneumonia (Smeltzer, Suzanne C, 2001)
Jamur, virus, bakteri, protozoa
Pederita sakit berat yang
dirawat di RS
Penderita dengan supresi
sistem kekebalan tubuh
Kontaminasi peralatan RS Saluran napas bagian bawah

Peningkatan produksi Bronchiolus


Stimulasi chemoreseptor
secret
hipotalamus

Alveolus
Akumulasi secret
Set point bertambah
Reaksi peradangan pada
Obstruksi jalan napas bronchus dan alveolus

Fibrosus dan
pelebaran Respon menggigil
Gangguan ventilasi Rangsangan batuk

Atelektasis Reaksi
peningkatan
Bersihan jalan panas tubuh
Nyeri pleuritik
nafas tidak efektif Gangguan
difusi
Hipertermi
Gangguan rasa
Peningkatan nyaman nyeri Gangguan
frekuensi pertukaran
napas gas
Evaporasi
meningkat

Perangsangan RAS Resiko penyebaran O2 kejaringan


menurun Cairan tubuh
infeksi
berkurang

Susah tidur Distensi abdomen Kelemahan


Defisit volume
cairan
Perubahan pola tidur Muntah, anoreksia Intoleransi
aktifitas
Ancaman kehidupan
Metabolisme Kompensasi
meningkat cadangan lemak
digunakan tubuh
Ansietas (orang tua)
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Gangguan tumbang Penurunan status gizi

F. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah:
- abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
- efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
- empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
- gagal nafas,
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
- meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
- pneumonia interstitial menahun,
- atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
- rusaknya jalan nafas
II. Fokus Assessment
A. Pengkajian Primer
1. Airway
a. Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
b. Bunyi napas ronchi
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
b. Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
c. Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
d. Pernafasan cepat dan dangkal
3. Circulation
a. Akral dingin
b. Adanya sianosis perifer
4. Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
5. Exposure
B. Pengkajian Sekunder
1. Wawancara
a. Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir,
usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b. Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan sesak
nafas.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala lain adalah
dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan
terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi
pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu
inspirasi
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula
nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar
bising gesek pleura.
A. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan
antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang
klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau
segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi
akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya
karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular
bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi
pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena S
aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang
diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus
sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan
pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan
memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang
terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto
thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat
alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi
antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil
sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non
bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan
gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita
pneumonia dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang
berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk
Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test
untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.
III.Daftar Masalah
1. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan
bronchopneumoni menurut Wong (2003), adalah sebagai berikut :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
c. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplay
dan kebutuhan oksigen

IV. Intervensi Keperawatan

Diagnosis
Tujuan Intervensi
Keperawatan

Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC :


efektif keperawatan selama .......x Airway Management
berhubungan 24 jam, menunjukan fungsi 1. Buka jalan nafas, guanakan
dengan proses pernapasan normal, dengan teknik chin lift atau jaw thrust
inflamasi kriteria : bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
 Frekuensi napas 20-40 memaksimalkan ventilasi
x/menit (menurut Katreen 3. Identifikasi pasien perlunya
Morgan Speer (2008) pemasangan alat jalan nafas
 Tidak ada penggunaan buatan
otot-otot aksesori 4. Pasang mayo bila perlu
pernapasan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
 Pernapasan teratur perlu
 Anak istirahat dan tidur 6. Keluarkan sekret dengan
dengan baik batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC:


napas tidak keperawatan selama ......x 24 Airway Suction
efektif jam, jalan napas bersih, 1. Pastikan kebutuhan oral /
berhubungan dengan kriteria hasil : tracheal suctioning
dengan akumulasi 2. Auskultasi suara nafas
secret pada  Jalan napas sebelum dan sesudah
Bronkhiolus bersih suctioning
 Suara napas 3. Informasikan pada klien dan
vesikuler keluarga tentang suctioning
 Frekuensi 4. Minta klien nafas dalam
napas 20-40 x/menit sebelum suction dilakukan.
(menurut Katreen Morgan 5. Berikan O2 dengan
Speer (2008) menggunakan nasal untuk
 Tidak ada memfasilitasi suksion
dyspneu nasotrakeal
 Tidak ada 6. Gunakan alat yang steril
ronchi sitiap melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana
cara melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Managemen
1. Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status
O2

Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan NIC :


nyaman : Nyeri perawatan selama .........x24 Pain Management
berhubungan jam, nyeri hilang, dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan proses kriteria hasil : secara komprehensif
inflamasi termasuk lokasi, karakteristik,
 durasi, frekuensi, kualitas dan
Klien tampak tenang faktor presipitasi
 2. Observasi reaksi nonverbal
Klien tidak rewel dari ketidaknyamanan
 3. Gunakan teknik komunikasi
Skala nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

Intoleransi Setelah dilakukan tindakan NIC :


aktifitas perawatan selama .........x24 Activity Therapy
berhubungan jam, terjadi peningkatan 1. Kolaborasikan dengan
dengan toleransi aktifitas, dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidakseimbangan kriteria hasil : dalammerencanakan progran
antara suplay dan terapi yang tepat.
kebutuhan oksigen  Tidak ada dyspneu 2. Bantu klien untuk
 Tanda-tanda vital dalam mengidentifikasi aktivitas
batas normal TD : 86/54 yang mampu dilakukan
mmhg, N : 130 x/menit, 3. Bantu untuk memilih
RR : 20-40 x/menit, aktivitas konsisten yangsesuai
S : 36,5o-37o C dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
4. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
6. Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual

Energy Management
1. Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
2. Dorong anal untuk
mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
3. Kaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan
sumber energi tangadekuat
5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
6. Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien

V. Buku Sumber

Anonim. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2007. Jakarta:
Depkes RI

Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.
1. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta : EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Depkes RI. 2002. Pedoman penanggulangan P2 ISPA. Jakarta: Depkes RI.

Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium.
Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: EGC

Pricee, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN BRONCOPNEUMONI DI RUANG IGD


RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA SEMARANG

DisusunOleh :

Rivati Hanifah

P1337420116011

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2019

Anda mungkin juga menyukai