Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan bagian dari proses kehidupan dan proses tumbuh kembang,

sehingga pemenuhan kebutuhan gizi secara adekuat turut menentukan kualitas

tumbuh kembang. Pemberian zat-zat bergizi melalui makanan perlu diatur terutama

pada bayi dan anak karena bayi dan anak sedang berada dalam masa pertumbuhan

dan perkembangan (Suhandi,1998).

Anak usia 6 bulan sampai dengan 2 tahun sangat membutuhkan makanan yang

mengandung gizi yang cukup dan seimbang sebab ini merupakan masa pertumbuhan

dan perkembangan anak. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan pada anak di

usia ini sangatlah penting terutama pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang bagi

anak karena anak masih sangat bergantung penuh dengan orang tuanya. Namun

untuk memenuhi kebutuhan gizi anak yang cukup dan seimbang tidaklah mudah

sebab upaya pemenuhan gizi bagi anak masih mengalami banyak kendala khususnya

kendala dalam rumah tangga yaitu tingkat pengetahuan orang tua yang masih kurang

tentang pemenuhan gizi pada anak serta ketidakmampuan orang tua dalam

menyediakan dan menyajikan makanan bergizi bagi anak.

Pengetahuan orang tua tentang gizi pada anak sangat dibutuhkan terutama

pengetahuan tentang gizi pada anak yang telah memasuki fase oral khususnya pada

usia 6 bulan sampai 2 tahun. Pada usia ini anak tidak hanya mendapat ASI saja tetapi

anak sudah harus mendapat makanan tambahan/pendamping ASI berupa bubur

saring, nasi tim, sari buah dan makanan selingan yang diberikan antara waktu makan.
Untuk dapat memenuhi semua kebutuhan makanan bergizi pada anak usia ini orang

tua harus betul-betul paham tentang cara menyediakan bahan makanan, cara

pembuatan/pengolahan dan cara menyajikan pada anak. Namun tingkat pengetahuan

orang tua saja tidaklah mudah untuk memenuhi kebutuhan gizi pada anak karena

melihat perkembangan negara kita saat ini yang sebagian besar masyarakatnya masih

dalam golongan ekonomi lemah tentulah merupakan salah satu kendala yang cukup

berat bagi keluarga dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga khususnya kebutuhan

gizi pada anak.

Keadaan sosial ekonomi orang tua juga mempunyai peranan penting dalam

menentukan kebutuhan gizi bagi anak. Walaupun orang tua memiliki pengetahuan

yang baik dan keinginanan yang kuat untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya

namun bila tidak diimbangi dengan kemampuan ekonomi dalam keluarga tentu tidak

akan membawa hasil yang baik. Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan utama

orang tua, industri dalam rumah tangga dan aset-aset yang ada dalam rumah tangga

merupakan pokok utama dalam memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga yakni

salah satunya menyediakan bahan makanan bergizi seimbang untuk anak dan

keluarga. Jika anak mendapat makanan yang tidak sesuai baik mutu dan jumlahnya

maka anak akan menderita penyakit kurang gizi.

Masalah gizi di Indonesia dan di negara-negara berkembang pada umumnya

masih didominasi oleh Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Besi, Gangguan

Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan obesitas

terutama di kota-kota besar. Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP

masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1995 sekitar 35,4%

anak balita di Indonesia menderita KEP (berat menurut umur < 80%). Pada tahun
1997, berdasarkan pemantauan status gizi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi

Masyarakat, prevalensi KEP turun menjadi 23,1%. Keadaan ini tidak dapat bertahan

yaitu pada saat Indonesia mengalami krisis moneter yang berakibat pada krisis

ekonomi yang berkepanjangan. Pada tahun 1998, prevalensi KEP meningkat kembali

menjadi 39,8% (Supariasa, 2001).

Perkembangan masalah gizi di Indonesia yaitu Kurang Energi Protein (KEP)

berdasarkan data SUSENAS tahun 1989,1992 dan 1995 secara keseluruhan

mengalami penurunan prevalensi KEP dari 47,8% (1989) menjadi 41,7% (1992) dan

35,0% (1995). Distribusi prevalensi KEP menurut wilayah sangat bervariasi.

Beberapa propinsi mempunyai angka prevalensi relatif rendah di bawah 30% (target

pelita VI) sedangkan beberapa propinsi lainnya masih relatif tinggi (Paun, 2005).

Masyarakat NTT merupakan salah satu propinsi yang terkebelakang di Indonesia.

Dari aspek geografis NTT tergolong daerah kering, sehinggga rendahnya curah hujan

mengakibatkan petani tidak dapat mengolah lahan pertanian secara maksimal. Hal ini

menunjukkan ketahanan pangan keluarga atau masayarakat di NTT sangat rendah di

bandingkan dengan propinsi lain di Indonesia, dengan demikian sangat berpengaruh

terhadap kekurangan gizi bagi anak balita. Dampak krisis ekonomi juga

mempengaruhi perubahan pola konsumsi pangan keluarga dan masyarakat NTT.

Menurut laporan situasi pangan dan gizi dari (SKPG) pusat, tahun 1999-2000,

kabupaten Sumba Timur status gizi kurang 27,32%, kabupaten Ende status gizi

kurang 31,63%, kabupaten Kupang status gisi kurang 45,37%. Selanjutnya

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh GTZ (2002) di kabupaten Sumba

Timur 36,6% dan kabupaten Alor 42,2% (Paun, 2005).


1.2 Perumusan Masalah

Masalah gizi kurang atau gizi buruk pada anak disebabkan karena anak mendapat

makanan yang tidak sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak baik

menurut jumlah maupun mutu makanan. Kekurangan gizi yang terjadi pada anak-

anak di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain konsumsi makanan yang kurang

mengandung kalori dan protein, faktor kemiskinan dan ekonomi, faktor sosial, faktor

pendidikan dan pengetahuan. Oleh karena itu perlu diketahui seberapa besar

pengaruh faktor-faktor tersebut sehingga menimbulkan semakin meningkatnya

masalah gizi khususnya faktor pengetahuan dan status sosial ekonomi. Dari uraian

dan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “ Apakah

ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan faktor sosial ekonomi orang tua

terhadap status gizi anak usia 6 bulan sampai 2 tahun”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan status sosial

ekonomi orang tua terhadap status gizi anak usia 6 bulan – 2 tahun.

1.3.2 Tujuan Khusus

 Mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang kebutuhan gizi pada

anak usia 6 bulan – 2 tahun.

 Mengetahui keadaan sosial ekonomi orang tua yang mempunyai anak usia 6

bulan – 2 tahun.

 Menganalisis tingkat pengetahuan dan keadaan sosial ekonomi orang tua

terhadap status gizi anak usia 6 bulan – 2 tahun.


 Menganalisis kuatnya pengaruh tingkat pengetahuan dan sosial ekonomi

orang tua terhadap status gizi anak usia 6 bulan – 2 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Kesehatan

Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan

khususnya pelayanan perawatan kesehatan yang ditujukan kepada penderita kurang

gizi/kurang energi protein (KEP).

1.4.2 Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan tentang penilaian status gizi pada anak yang

gizinya baik, anak gizi kurang dan anak gizi buruk dan menambah pengalaman

dalam mengidentifikasi masalah penelitian dan manyusun proposal serta melakukan

penelitian.

1.4.3 Bagi Responden

Diharapkan orang tua dapat meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya

pemenuhan gizi yang cukup pada anak dan juga dibutuhkan keseimbangan antara

pengetahuan dan tindakan yang diberikan.

1.4.4 Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan melalui penelitian ini dapat mengembangkan dan meningkatkan

peran serta perawat dalam menaggulangi masalah-masalah yang mengancam

kesehatan guna meningkatkan kualitas pelayanan.


1.5 Keaslian penelitian

Penelitian yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan dan faktor sosial

ekonomi orang tua terhadap status gizi anak usia 6 bulan sampai 2 tahun di

puskesmas Bakunase “ belum pernah dilakukan penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan/kognitif

merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan yaitu :

 Know (Tahu)

Tahu diartikan sebagai suatu materi yang diingat kembali yang telah dipelajari

sebelumnya. Tingkat ini termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari/rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah

 Comprehension (memahami)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

 Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari kedalam situasi yang sebenarnya.


 Analisis

Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggambarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

 Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi.

2.1.2 Kebutuhan zat gizi bayi

 Energi (karbohidrat)

Bayi dan anak menggunakan energi yang di peroleh dari makanan untuk

metabolisme basal, pertumbuhan dan aktivitas. Cara terbaik untuk menilai

kecukupan energi adalah dengan memantau penambahan berat badan dan

panjang badan. Bila energi kurang, misalnya anak diberi susu formula yang

terlalu encer, BB tidak naik atau kenaikannya kurang dibanding sebelumnya.

Sedangkan bila anak diberi susu farmula yang terlalu kental menyebabkan anak

menjadi haus, kemudian menangis, kemudian anak diberikan susu lagi demikian

seterusnya sehingga anak makin bertambah gemuk.

 Protein

Protein ASI dapat dimanfaatkan dengan sempurna oleh bayi, walaupun

kandungan protein ASI kurang dibandingkan susu sapi, jumlahnya mencukupi

untuk bayi sampai usia 6 bulan. Keperluan yang meningkat setelah usia 6 bulan

dicukupi oleh MP-ASI.


 Lemak

Untuk bayi konsumsi lemak yang dianjurkan sekitar 3,8-6 gr/100 kkal. Jumlah ini

terpeni jikalau bayi minum ASI atau susu formula, sedangkan bila bayi minum

susu skim, maka kalori akan berkurang. Kandungan kolesterol dalam ASI tinggi,

sehingga diperkirakan kolesterol sangat penting untuk bayi.

 Air

Air sangat diperlukan bayi terutama untuk mengganti cairan yang hilang melalui

air kemih, tinja, kulit dan paru-paru. Sedangkan hanya sebagian kecil yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan.

 Zat besi

Bayi yang normal mempunyai cadangan zat besi yang cukup sampai BB dua kali

berat lahir. Selama 6 bulan pertama masukan besi di anjurkan sebanyak 10

mg/hari sampai usia 3 tahun. Zat besi dalam ASI mudah diserap, walaupun

demikian bayi yang mendapat ASI dianjurkan mendapatkan suplemen besi

setelah berusia 6 bulan.

 Vitamin

ASI mencukupi semua vitamin kecuali vitamin D sehingga bayi yang hanya

mendapat ASI didaerah kurang sinar matahari memerlukan suplementasi vitamin

D. bayi baru lahir sering kali memerlukan vitamin K karena sering kali dijumpai

hemorrhagic desease of the newborn akibat defisiensi vitamin K.

(Theresia, 2004).
2.1.4 Jadwal pemberian makanan pada anak.

Sesuai dengan bertambahnya umur bayi/anak, perkembangan dan kemampuan

dalam menerima makanan, maka pola pemberian makanan pada bayi/anak umur 6

bulan – 2 tahun yaitu :.

2.1.4.1 Makanan bayi umur 6 – 12 bulan

 Beri ASI sesuai keinginan anak.

 Berikan bubur/nasi lembek ditambah kuning

telur/ayam/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang hijau.

 Makanan tersebut diberikan 3 kali sehari. Setiap kali makan

diberikan sebagai berikut :

Umur 6 bulan : 6 sendok makan

7 bulan : 7 sendok makan

8 bulan : 8 sendok makan

9 bulan : 9 sendok makan

10 bulan : 10 sendok makan

11 bulan : 11 sendok makan

 Beri juga makanan selingan 2 kali sehari seperti : bubur

kacang hijau, pisang, biscuit, nagasari dsb.

 Beri buah-buahan atau sari buah

2.1.4.2 Makanan bayi umur 1– 2 tahun

 Beri ASI sesuai keinginan anak.

 Berikan nasi lembek ditambah kuning

telur/ayam/tempe/tahu/daging sapi/wortel/bayam/kacang hijau.

 Beri makanan tersebut 3 kali sehari.


 Beri juga makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu

makan seperti : bubur kacang hijau, pisang, biscuit dll.

 Beri buah-buahan atau sari buah

 Bantu anak untuk makan sendiri.

(Katalog Dep Kes RI, 2003).

2.1.5 Penilaian status gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan secara :

2.1.5.1 Penilaian status gizi secara langsung

1) Antropometri

 Pengertian

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi.

 Penggunaan

Antropometri umumnya digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik

dari proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Kriteria yang digunakan yaitu dengan melihat standar yang ditetapkan oleh WHO

yaitu penilaian status gizi pada anak usia 0-5 tahun baik laki-laki maupun

perempuan menurut umur dan berat badan. Kriterianya yaitu, gizi baik : (-2) SD

sampai (+2) SD, gizi kurang : (-3) SD sampai (-2) SD dan gizi buruk : < (-3) SD.
2.1.6 Faktor-faktor penyebab penyakit kurang gizi (KEP)

2.1.6.1 Peranan diet

Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang

protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan diet

kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan

anak menjadi penderita marasmus. Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh

Gopalan dan Narasnya (1971) menyimpulkan bahwa diet bukan merupakan

faktor yang penting, tetapi ada faktor yang lain yang masih harus dicari untuk

dapat menjelaskan timbulnya gejala tersebut.

2.1.6.2 Peranan faktor sosial

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-

temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Adakalanya pantangan

tersebut didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit diubah. Tetapi jika

pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan pendidikan gizi

yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut masih dapat diatasi. Faktor-

faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya KEP :

1. Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah

mempunyai banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari

nafkah tunggal.

2. Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak

istri dan anak, sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi

cukup makan pada anggota keluarganya yang besar itu.

3. Para ibu yang karena peran sosialnya sehingga harus

maninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengn demikian, bayi tersebut
tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan

tambahan tidak dilakukan dengan semestinya. Alangkah baiknya jika badan-

badan yang bergerak dibidang sosial menampung bayi dan anak-anak kecil

yang ditinggal bekerja seharian penuh dibalai desa, mesjid, daerah atau di

tempat lain untuk dirawat dan diberi makan yang cukup baik.

2.1.6.3 Faktor penyakit infeksi

Infeksi derajad apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi,

walaupun masih ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh

terhadap infeksi. Apabila malnutrisi disertai dengan penyakit infeksi pada

umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar.

2.1.6.4 Faktor kemiskinan

Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama

merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat di negara

tersebut.

2.1.6.5 Faktor kepadatan penduduk

Dengan jumlah penduduk yang padat maka memungkinkan orang tinggal di

gubuk-gubuk kecil sedangkan kamar untuk tidur tidak di lengkapi jendela,

saluran air yang ada merupakan tempat untuk mandi, membuang hajat besar dan

membuang sampah. Bertambahnya jumlah rumah dengan perbaikan keadaan

sanitasi yang tidak memadai dengan angka pertambahan penduduk, di sertai

penghasilan yang minim untuk membeli bahan makanan ini menimbulkan

malnutrisi dan infeksi.

( Solihin, 1990 )
2.1.6.6 Faktor ekonomi

 Pekejaan (pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan)

 Pendapatan keluarga

 Kekayaan yang terlihat

 Pengeluaran (pakaian, makanan,pendidikan,kesehatan dll)

 Harga makanan

2.1.7 Struktur keluarga di Indonesia

struktur keluarga di Indonesia di bagi menjadi 5 tahap yaitu:

2.1.7.1 Keluarga pra sejahtera.

Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu

kebutuhan pengajaran agama, pagan, sandang, papan dan kesehatan atau keluarga

yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera

tahap I.

2.1.7.2 Keluarga sejahtera tahap I

Indikator keluarga sejahtera tahap I :

 Melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang di anut.

 Makan 2 kali sehari atau lebih

 Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.

 Lantai rumah bukan dari tanah

 Kesehatan (anak sakit, PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana kesehatan yang

tersedia.

2.1.7.3 Keluarga sejahtera tahap II

 Melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang di anut.


 Makan 2 kali sehari atau lebih

 Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.

 Lantai rumah bukan dari tanah

 Kesehatan (anak sakit, PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana kesehatan yang

tersedia.

 Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama

masing-masing yang di anut.

 Makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam

seminggu.

 Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir.

 Luas lantai tiap penghuni rumah 8m2 per orang.

 Anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan

fungsinya masing-masing.

 Keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.

 Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah.

 Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini memakai

kontrasepsi.

2.1.7.4 Keluarga sejahtera tahap III

 Melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang di anut.

 Makan 2 kali sehari atau lebih

 Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.

 Lantai rumah bukan dari tanah

 Kesehatan (anak sakit, PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana kesehatan yang

tersedia.
 Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama

masing-masing yang di anut.

 Makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam

seminggu.

 Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir.

 Luas lantai tiap penghuni rumah 8m2 per orang.

 Anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan

fungsinya masing-masing.

 Keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.

 Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah.

 Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini memakai

kontrasepsi.

 Upaya keluarga untuk meningkatkan pengetahuan agama.

 Keluarga mempunyai tabungan.

 Makan bersama paling kurang 1 kali sehari.

 Ikut serta dalam kegiatan masyarakat.

 Rekreasi bersama paling kurang dalam 6 bulan

 Memperoleh berita dari surat kabar, televisi dan majalah.

 Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

2.1.7.5 Keluarga sejahtera tahap III plus

 Melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang di anut.

 Makan 2 kali sehari atau lebih

 Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.


 Lantai rumah bukan dari tanah

 Kesehatan (anak sakit, PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana kesehatan yang

tersedia.

 Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama

masing-masing yang di anut.

 Makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam

seminggu.

 Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir.

 Luas lantai tiap penghuni rumah 8m2 per orang.

 Anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan

fungsinya masing-masing.

 Keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.

 Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah.

 Anak hidup dua atau lebih, keluarga masih PUS, saat ini memakai

kontrasepsi.

 Upaya keluarga untuk meningkatkan pengetahuan agama.

 Keluarga mempunyai tabungan.

 Makan bersama paling kurang 1 kali sehari.

 Ikut serta dalam kegiatan masyarakat.

 Rekreasi bersama paling kurang dalam 6 bulan

 Memperoleh berita dari surat kabar, televisi dan majalah.

 Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

 Memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu), dan suka rela dalam

bentuk material kepada masyarakat.


 Aktif sebagai pengurus yayasan atau panti.

( Suprajidno, 2004)

2.2 Kerangka Konsep

Faktor Langsung A
* Asupan makanan
* Penyakit infeksi
Gizi
baik

Faktor tidak langsung


* Faktor peranan sosial Gizi
* Faktor kemiskinan dan Status gizi kurang
ekonomi
Faktor tingkat
pengetahuan
Gizi
buruk
Faktor kepadatan
penduduk

Gambar 2.2.1 kerangka konseptual

Keterangan :

: Yang diteliti

: Tidak diteliti

2.3 Hipotesis
HO : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan social orang tua

terhadap status gizi anak usia 6 bulan sampai 2 tahun.

H1 : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan social ekonomi orang tua

terhadap status gizi anak usia 6 bulan sampai 2 tahun.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah jenis

penelitian kuantitatif dengan desain penelitian berupa studi korelasi untuk menjawab

pertanyaan penelitian “Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan faktor

sosial ekonomi orang tua terhadap status gizi anak usia 6 bulan sampai 2 tahun di

puskesmas Bakunase ”

3.2 Populasi dan Sample

Populasi dalam penelitian ini adalah : orang tua yang memiliki anak usia 6 bulan

sampai 2 tahun di puskesmas Bakunase.

Sampel dalam penelitian ini adalah : 30 orang responden orang tua yang mempunyai

anak usia 6 bulan – 2 tahun dan anak yang berusia 6 bulan – 2 tahun di puskesmas

Bakunase, yang diambil secara non random sampling dengan tipe Accidental

sampling.
3.3 Variable penelitian

Variable dalam penelitian ini adalah :

Variable dependent : Status gizi

Variable independent : Tingkat pengetahuan dan social ekonomi

3.4 Defenisi operasional

No Variabel Defenisi Indikator Skala Score


operasional
1 Dependent
 Status Gambaran keadaan Menurut BB dan umur: Ordinal  Gizi
gizi anak gizi pada anak yang  Gizi Baik: baik:
diukur melalui berat (-2)SD sampai (+2) SD 3
badan dan umur.  Gizi kurang:  Gizik
-3SD Sampai urang:2
-2SD  Gizib
 Gizi Buruk: < uruk :1
-3 SD

2 Independent Apa yang diketahui Ordinal


 Pengeta oleh respondent  Baik:
huan tentang gizi dan  76%-100%
status gizi pada anak  Cukup:56%-
usia 6 bulan – 2 75%  Baik:
tahun.  Kurang: ≤ 53% 3
 Cuku
3 Penghasilan dalam Ordinal p: 2
Social ekonomi sebulan yang di  Kura
peroleh dari seluruh  Baik : > ng: 1
aset yang yang Rp.1.000.000
dimiliki baik berupa Cukup : Rp.550.000-
barang bergerak Rp.1.000.000
maupun tidak  Kurang : <
bergerak. Rp.550.000  Baik:
3
 Cuku
p: 2
 Kura
ng: 1

3.5 Instrumen penelitian

Instrument penelitian yang digunakan berupa kuisioner yang terdiri dari 37

pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan orang tua tentang gizi pada anak usia

6 bulan – 2 tahun dan pengaruh social ekonomi orang tua terhadap pemenuhan gizi

pada anak usia 6 bulan – 2 tahun. Selain itu juga digunakan alat ukur berupa

timbangan BB anak .

3.6 Cara pengumpulan data

1. Penelitian akan dilakukan setelah mendapat surat ijin yang di tanda

tangani ketua jurusan keperawatan.

2. Data diperoleh dengan cara menyebarkan kuisioner kepada responden

yang telah setuju menjadi responden.

3. Sebelum menimbang anak hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :

pakaian dibuat semini mungkin, baju, sepatu yang tebal harus ditanggalkan, bayi
ditidurkan dalam kain sarung, setelah itu anak timbangan digeser sampai tercapai

keadaan seimbang/kedua ujung jarum berada pada satu titik dan yang terakhir

lihat angka skala batang dacing yang menunjukkan berat badan bayi.

3.7 Pengolahan dan analisa data

Pada penelitian ini data akan diolah secara deskriptif yaitu untuk

menguraikan/mendeskripsikan apa yang telah diteliti, dan analisis pertama secara

bivariat dengan menggunakan uji statistik regresi logistik sederhana yaitu untuk

mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi serta hubungan

antara sosial ekonomi dan status gizi. Analisis sel;anjutnya secara multivariat yaitu

untuk mengetahui secar bersama-sama hubungan tingkat pengetahuan dan sosial

ekonomi terhadap status gizi.

3.8 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di puskesmas Bakunase.

3.9 Etika Riset

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari ketua jurusan

keperawatan.sebelum penelitian ini dilakukan peneliti juga meminta persetujuan dari

responden, berupa lembaran persetujuan responden yang akan ditanda tangani oleh

responden. Selanjutnya menyebarkan kuisioner untuk di isi oleh responden.

Penelitian ini pun tidak akan di nilai kebenarannya dan tidak menimbulkan bahaya

bagi responden.

4.0 Waktu penelitian

No Jadwal Kegiatan Miggu Ke


Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsul Judul √
2 Penyusunan Proposal √
3 Konsul Proposal √ √
4 Seminar Proposal √
5 Pengumpulan Data
6 Pengolahan Data dan Analisa Data
7 Penyusunan Laporan

4.1 Organisasi peneliti

Organisasi peneliti
Yang manjadi peneliti utama
Nama : Mersiana A. Atitus
Nim : PO.0320103025
Pembimbing : Ina Debora Ratu Ludji, SKp., M.Kes
Nip : 140 249 243

4.2 Biaya penelitian

No Biaya sepenuhnya ditanggung peneliti Jumlah


1 Penyediaan instrumen Rp. 150.000,00
2 Biaya operasional Rp. 100.000,00
3 ATK Rp. 200.000,00
4 Transportasi Rp. 50.000,00

Total : Rp. 500.000,00


DAFTAR PUSTAKA

Katalog, DepKes RI, 2003, “Kesehatan Ibu dan Anak”, JICA : Jakarta.

Notoadmodjo, Soekidjo, 2003, “Ilmu Kesehatan Masyarakat“, Rineke Cipta :


Jakarta.

Solihin 1990, “Ilmu Gizi Klinis pada Anak”. FKUI : Jakarta.

Sahardjo, (2003). “ Berbagai cara Pendidikan Gisi”. Bumi Aksara : Jakarta.

Supriasa, I Dewa. (2001). “ Penilaian Status Gizi “. EGC : Jakarta.

Theresia, flora. (2004) “ Gizi Bayi dan Balita “.: Bapelkes : kupang

Unit Litbangkes Kupang. (2005). “ Jurnal Info Kesehatan “. Politeknik Kesehatan :


Kupang

Suhardjo. (1992). “ Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak “. Kanisius :


Jogjakarta

Sugiyono. (2003). “Statistika untuk Penelitian “. CV. Alfrata : Bandung

Anda mungkin juga menyukai