PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Hecting adalah : suatu tindakan yang dilakukan untuk pemulihan integritas
fungsional dari kulit dan mengurangi kemungkinan timbulnya jaringan parut. Selain
itu sebagai indikasi pengontrolan perdarahan dan irigasi serta debridement untuk
mengurangi insidensi infeksi ( Jastremski S. Michael, 2000 ).Dalam pelaksanaan
tindakan ini penting diperhatikan teknik aseptik dan antiseptik pada saat melakukan
prosedur hecting. Teknik aseptik adalah suatu metode penjagaan yang digunakan
dalam setiap tindakan yang membawa resiko kemasukan mikroorganisme kedalam
tubuh pasien, setiap barang yang akan dipakai dalam tindakan tersebut harus
disterilisasikan (Suehinchiff, 1999). Dalam hal ini, yang termasuk dalam teknik
aseptik adalah teknik steril yang mana ini merupakan salah satu cara untuk
mengurangi transmisi mikroorganisme yang dapat menghambat proses penyembuhan
luka atau malah dapat memperburuk kondisi luka yang mengakibatkan infeksi pada
luka itu sendiri (Suehinchiff,1999 ). Sedangkan Teknik antiseptik adalah pencegahan
infeksi jaringan atau permukaan tubuh dengan pemakaian zat- zat kimia bukan
antibiotik, dimana yang termasuk dalam teknik antiseptik adalah pembersihan atau
dekontaminasi dan desinfektan yang merupakan suatu cara pembersihan permukaan
kulit dan lingkungan sekitar objek dengan menggunakan sabun, air, gesekan dan
pembunuhan mikroorganisme dengan menggunakan zat kimia cair.
Pada prinsipnya persiapan dan pemeliharaan lingkungan yang steril sangat
dibutuhkan selama prosedur hecting berlangsung dengan tujuan utama untuk
mencegah terjadinya infeksi. Menciptakan lingkungan yang aman dan steril didesain
dengan mengontrol empat sumber utama dari oganisme infeksius yaitu pasien,
personel ( perawat ), peralatan, dan lingkungan. Sumber – sumber infeksi ini dapat
endogen ( didapat dari oganisme dalam tubuh ). Pasien dalam hal ini merupakan
sumber infeksi endogen utama, sedangkan personel ( perawat ), peralatan, dan
lingkungan merupakan sumber infeksi eksogen utama.
Berdasarkan pengamatan seorang dokter ahli kebidanan yang merupakan
pelopor antiseptik Dr Ignas Phillip Semmelweis di Wina, Australia pada abad XIX ia
mengamati bahwa 30 % dari para ibu yang melahirkan di Rumah sakit menderita
demam setelah melahirkan dengan angka kematian sebesar 12, 24 %. Semmeliweis
melihat pula bahwa para dokter muda yang memeriksa para ibu tersebut di Rumah
sakit umumnya tidak mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan. Ia
mewajibkan para dokter yang akan memeriksa pasien agar terlebih dahulu mencuci
tangan mereka dengan cairan kaporit. Dengan cara ini angka kematian para ibu yang
melahirkan di rumah sakit dapat diturunkan sampai 1,27 %. Dan pada akhirnya pada
tahun 1865 ahli Bedah dari inggris Joseph Lister menerapkan cara untuk mencegah
terjadinya infeksi yakni dengan jalan membersihkan luka, perban dan peralatan
dengan cairan asam karbol. Cara yang dilakukannya didasarkan pada penemuan Louis
Pasteur bahwa peragian dan pembusukan terjadi akibat kontak jasad renik dengan
bahan organik. Cara ini kemudian dinamakan antiseptik yaitu membunuh jasad renik
penyebab penyakit yang terdapat pada luka atau peralatan yang digunakan.
Pada patofisiologi terjadinya infeksi pada luka dijelaskan bahwa karena
terbentuknya suatu luka baik itu luka terpotong, luka memar, luka jahitan atau luka
hecting dan luka insisi, dimana karena masuknya mikroorganisme pada luka atau
pada kulit sekitar akan berdampak bagi luka itu sendiri karena mikroorganisme
tersebut dapat menyebabkan infeksi. Lebih khuhus pada penanganan pasien dengan
luka hecting merupakan salah satu bentuk terapi medis yang dilakukan untuk
menutup jaringan tubuh yaitu luka tersebut termasuk kulit. Kulit merupakan bagian
yang pertama kali mendapat perlakuan pada saat dilakukan hecting. Salah satu fungsi
kulit yaitu sebagai pertahanan bagi tubuh terhadap masuknya bahan infeksi, oleh
karena itu harus tetap terpelihara integritasnya apabila tindakan hecting harus
dilakukan, diusahakan dengan metode yang tepat dan terjaga kesterilannya sebagai
langkah preventif untuk mencegah kontaminasi atau masuknya mikroorganisme yag
dapat mengaklibatkan infeksi.
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat, kondisi steril tersebut sangat jelas
dan dijadikan sebagai acuan dalam melakukan tindakan perawat terhadap pasien.
Namun dalam penerapannya masih sering dijumpai adanya pelangaran – pelanggaran
dan dianggap tidak memberikan dampak yang berarti. Hal ini harus lebih dicermati
lagi bagi perawat untuk bertindak lebih profesional. Menurut pusdiknakes ( 1989 )
menyatakan bahwa persyaratan yang terpenting suksesnya perawatan luka adalah
melakukan teknik aseptik. RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes kupang memiliki status
sebagai rumah sakit pusat rujukan dan menjalankan fungsinya dengan dukungan
sarana dan prasarana yang memadai sudah seharusnya mampu memberikan pelayanan
yang terbaik dalam hal ini termasuk melindungi pasien terhadap pelayanan yang tidak
profesional, misalnya dengan memberikan atau melakukan perawatan yang tidak
memenuhi standar, dengan alasan kurangnya peralatan yang tersedia, sebenarnya hal
tersebut bisa diatasi dengan pemilihan alternatif salah satunya perawatan peralatan
yaitu peralatan luka terhadap pasien yang dihecting yang memerlukan teknik aseptik
dalam pelaksanaannya. Peralatan luka dengan teknik aseptik merupakan suatu
keharusan bagi perawat sebagai salah satu cara untuk mempercepat penyembuhan
selain itu perlu diperhatikan juga teknik antiseptik yang benar yang dapat
dipertanggung jawabkan secara profesional untuk melindungiu pasien dari
kontaminasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Oleh
karena itu penulis bermaksud melakukan pengamatan segara langsung terhadap
penerapan teknik aseptik dan teknik antiseptik pada pasien yang dihecting yang
dilakukan oleh perawat di IRD RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
B. Perumusan Masalah.
1. Pernyataan Masalah.
Peran perawat dalam menggunakan teknik aseptik dan antiseptik pada
penggunaan alat-alat steril sesuai dengan prinsip dan prosedur dengan teknik
yang benar, dimana kedua teknik ini bertujuan untuk mencegah infeksi post
hecting. Sebenarnya, kedua peran ini harus dilakukan oleh perawat tetapi
sering diabaikan oleh beberapa perawat.
2. Pertanyaan masalah
Melihat pernyataan masalah di atas, maka pertanyaan masalah yang
diangkat pada penelitian ini adalah “Sejauhmana perilaku perawat IRD
RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang dalam menerapkan teknik aseptik
dan antiseptik pada pasien yang di hecting ?”
C. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan penelitian yang diharapkan meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus.
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui sejauhmana perilaku perawat IRD RSUD. Pof. Dr. W.
Z. Johannes Kupang dalam menerapkan teknik aseptik dan antiseptik pada
pasien yang dihecting.
2. Tujuan Khusus :
1. Mengetahui tindakan perawat IRD dalam
menerapkan prinsip aseptik dalam melakukan hecting.
2. Mengetahui tindakan perawat IRD dalam
menerapkan prinsip antiseptik dalam melakukan hecting.
D. Manfaat Penelitian.
1 Untuk institusi pelayanan RS.
merupakan masukan bagi institusi RS, sebagai informasi untuk
mengetahui tindakan perawat dalam menerapkan teknik aseptik dan
antiseptik pada pasien yang dihecting
C. Konsep Hecting.
1 Pengertian.
Hecting ( menjahit luka ) dapat pula disebut sebagai perbaikan laserasi
adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk pemulihan integritas
fungsional dari kulit dan mengurangi kemungkinan timbulnya jaringan
parut selain itu sebagai indikasi pengontrolan perdarahan dan irigasi dan
debridemen untuk mengurangi insidensi infeksi ( Jastremski S. Michael;
2000 ).
2. Indikasi.
Indikasi dari hecting adalah mengontrol perdarahan, irigasi dan
debridement untuk mengurangi insiden infeksi, pemulihan integritas
fungsional dari kulti dan mengurangi kemungkinan timbulnya jaringan
parut.
3. Kontraindikasi.
Tidak terdapat kontraindikasi yang absolut, meskipun demikian
penutupan yang lambat harus diwaspadai pada luka – luka yang sangat
terkontaminasi atau bila terdapat suatu interval yang lama sejak waktu
terjadinya cedera.
4. Komplikasi.
Komplikasi dari hecting adalah : Infeksi, hematoma, luka rapuh,
tertahannya benda asing, dan cedera yang terabaikan pada struktur yang
lebih dalam.
5. Peralatan pada prosedur hecting.
a. Larutan garam fisiologi steril
untuk irigasi
b. Larutan betadine
c. Obat anastesi lokal.
d. Jarum 1½ inci no. 19G dan jarum
1 inci no. 25G
e. Dispo 3 cc atau 5 cc
f. Duk Steril
g. Berbagai macam benang jahit
h. Kasa
i. Skapel dengan mata pisau ukuran
10, 11, 12 atau 15, sebaiknya yang sekali pakai.
j. Pinset sirulgis dan pinset
anatomis
k. Pemegang jarum atau hegar
l. Gunting benang
m. Gunting iris
n. Penjepit atau klem tumpul ukuran
kecil
o. Penjepit atau klem bergerigi
p. Bantalan Kasa ukuran 4 X 4 inci
q. Baskom steril
r. Salep antibiotik topikal
s. Bahan pembalut yang tidak
melekat
t. Plester.
6. Bahan khusus untuk hecting.
Untuk menjahit dilapisan dalam (misal: Subkutis atau fascial ) dipakai
benang yang dapat direabsorbsi ( misal Vicryl/ Dexon ) yang autramatis
dengan jarum berpenampang bulat ukuran 2/ 0 – 4/ 0. Untuk lebih steril
dan praktis digunakan jarum beserta benangnya yang sudah merupakan
kemasan siap pakai ( biasanya sekali pakai ), disediakan juga jarum yang
dapat disterilkan ulang. Harus diperhatikan agar trauma dilakukan sekecil
mungkin . Untuk jahitan kulit dipakai benang sintetis monofile (misal :
prolene ) ukuran 2/ 0 - -6/ 0 dengan jarum yang sesuai.
Benang yang lebih tebal 2/ 0 – 3/ 0 dengan jarum yang lebih kuat. Dipakai
untuk kulit yang keras didaerah kepala, telapak kaki atau telapak tangan.
Juga kulit yang tebal pada pekerja buruh. Sedangkan benang halus 5/ 0 –
6/ 0 dengan jarum yang sesuai dipakai untuk luka di daerah wajah.
Didaerah ektermitas kulit dijahit dengan benang ukuran 4/ 0, panjang
benang harus disesuaikan dengan kebutuhan tergantung besarnya luka.
7. Pemilihan Teknik Penutupan.
a. F
asia
Pada luka di jaringan lunak yang tidak mengenai wajah maka kekuatan
penutupan itu tergantung dari fasia. Karena fasia sembuh perlahan – lahan
maka benang yang digunakan adalah benang dengan kekuatan yang
berlangsung lama. Yang terbaik untuk keperluan ini adalah benang sintesis
yang tidak diserap.
b. Otot dan lemak
Jaringan ini tidak dapat dijahit dengan baik karena dan penutupan yang
dilakukan hanya untuk menghilangkan ruang kosong. Ruang kosong
terjadi akibat kehilangan jaringan karena trauma, debridemen, atau celah
diantara lapisan subkutan. Penjahitan ruangan kosong ini meningkatkan
kemungkinan trauma jaringan dan nekrosisi serta merupakan
kontraindikasi pada luka terkontaminasi. Bila penjahitan hendak di
lakukan maka harus menggunakan benang sedikit mungkin. Untuk
keperluan tersebut digunakan benang chromic gut salah satu benang
sintetis yang dapat diserap.
c. Kulit
Penutupan kulit dapat dilakukan lapis demi lapis, penjahitan perkutan
menyeluruh diman pemilihan metoda penutupan kulit tergantung dari
kekuatan yang cendrung membuka luka dan apakah diperlukan hasil
kosmetik yang baik. Lebarnya jaringan parut yang terbentuk setelah
penyembuhan, dipengaruhi oleh regangan lokal jaringan sekitarnya. Arah
kekuatan maksimum dari tekanan kulit sesuai dengan pengerutan kulit.
Luka yang mengikuti arah tekanan lokal, selama penyembuhan akan
mengalami regangan yang berkurang sehingga hanya terdapat jaringan
parut yang sukar dilihat sedangakan luka yang menyilang regangan kulit
maksimal selama penyembuhan akan meningkatkan tekanan . Luka ini
sering bertambah lebar dan membentuk jaringan parut hipertrofi.
8. Teknik atau Prosedur Dalam Melakukan Hecting.
a. Menjelaskan perihal tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan
mintalah izin.
b. Perlu melakukan hal – hal berikut
ini :
1. Pemeriksaan terhadap alergi obat.
2. Menanyakan tentang imunisasi tetanus.
3. Melakukan pemeriksan foto rontgen dan lihat apakah
terdapat suatu kemungkinan fraktur dan adanya benda asing.
c. Melakukan pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik sebelum
melakukan anastesi.
d. Pasien dalam posisi berbaring yang nyaman di atas brankar dengan
bagian yang cedera berada pada posisi yang mudah dicapai.
e. Perawat berdiri atau duduk didekat daerah yang cedera.
f. Pastikan daerah yang cedera mendapat cukup sinar.
g. Lakukan desinfektan pada daerah yang cedera dengan menggunakan
betadine dan tutup dengan duk steril.
h. Lakukan anastesi luka menggunakan suatu blok regiopnal atau
infiltrasi lokal kedalam luka. Jika menggunakan infiltrasi lokal., maka
ukuran – ukuran berikut ini dapat mengurangi rasa sakit:
1. Gunakan jarum kecil.
2. Lakukan injeksi yang dalam pada dermis melalui
luka, lebih baik dari pada melalui kulit yang utuh.
3. Injeksi secara perlahan – lahan.
4. Tunggulah beberapa menit sebelum meneruskan tindakan untuk
memastikan bahwa telah terjadi anastesi.
i. Lakukan debridemen jaringan yang mengalami devitalisasi dengan
menggunakan gunting iris.
j. Lakukan irigasi yang cepat terhadap luka dengan menggunakan larutan
garam fisiologi kearah seluruh bagian luka.
k. Perhatikan adanya benda asing pada luka.
l. Jika terjadi laserasi tutup jaringan dengan menggunakan jahitan.
m. Tutuplah kulit :
1. Pilih ukuran benang dan jarum yang
sesuai.
2. Pegang jarum dengan hegar.
3. Lakukan penjahitan atau laserasi.
n. Gunakan bantalan kasa
o. Gunakan salap antibiotik topikal
untuk luka.
p. Balut luka dengan menggunakan
kasa dan plester.
q. Berikan pendidikan kesehatan
pada pasien :
1. Cara merawat luka yang baik.
2. Jelaskan tanda – tanda infeksi.
3. Rencanakan untuk pengangkatan benang.
4. Kolaborasi dalam pemberian resep analgesik dan antibiotik.
C. Kerangka Konsep
Perilaku
tertutup
Perilaku Perawat Penerapan teknik
Aseptik dan
Perilaku Antiseptik dalam Tidak terjadi
terbuka melakukan infeksi
hecting
Faktor Internal:
Tingkat kecerdasan
Emotional
Jenis kelamin
Faktor Eksternal:
Fisik
Sosial
Budaya
Politik
Keterangan :
= variabel yang diteliti.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu petunjuk penelitian dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu
pertanyaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
melalui observasi atau pengamatan langsung. Metode deskriptif adalah metode
yang berusaha mendeskripsi dan menginterpretasi kondisi atau hubungan yang
ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang
sering terjadi atau kecendrungan yang tengah berkembang ( Sumanto, 1990 ).
B. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah : Suatu pendekatan untuk menyusun
pengetahuan dengan menentukan berapa banyak terdapat tingkah laku,
karakteristik atau fenomena yang memperhatikan secara khusus pada obyektivitas
dan kemampuan untuk menyamaratakan atau generalisasi hasil – hasil pada orang
lain ( Brockopp, Y Dorothy, 1999 ).
C. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan obyek yang akan diteliti. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di
IRD yang berjumlah 25 orang yang sedang melakukan prosedur hecting
pada pasien.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian Perawat yang bertugas di
IRD. Besar sampel adalah total populasi dengan teknik samplingnya adalah
Purposive Random Sampling, yang merupakan suatu pertimbangan tertentu
dari peneliti sesuai dengan ciri atau sifat populasi yang diketahui
sebelumnya.
D. VARIABEL PENELITIAN.
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota- anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. variabel dalam
penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu perilaku perawat IRD dalam
menerapkan teknik aseptik dan antiseptik pada pasien yang di hecting.
E. DEFINISI OPERASIONAL.
Variabel Definisi Parameter Alat Skala Score
Penelitian Operasional Ukur
Perilaku Tindakan 1. St Checklist Ordinal Ya : 1
perawat perawat erilisasi alat dan Tidak:0
IRD dalam dalam teknik dalam hecting :
menerapkan menerapkan Set
teknik prinsip steril hecting.
aseptik dan dalam Cuci
antiseptik melakukan tangan.
pada pasien hecting Hand
yang scoon.
dihecting Scort. Checklist Ordinal Ya : 1
Masker. Tidak:0
Pengguna
an alat- alat steril.
2. a.
Dekontaminasi :
Mencuci luka.
Mengeluarkan
benda asing.
b.Penggunaan
desinfektan :
Pada alat
Pada luka dan
kulit sekitar luka.
F. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi
checklist untuk mengetahui tindakan perawat menerapkan teknik aseptik dan
antiseptik dalam melakukan tindakan hecting pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Walton L. Robert, dkk. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran. EGC.
Lampiran I
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Responden, Peneliti,
PAULINA G. LEIJAB
Po. 0320103028
Lampiran II
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Bapak / Ibu Responden
Di Ruangan IRD
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Politeknik
Kesehatan Kupang Jurusan Keperawatan yang telah mengikuti kuliah Riset
Keperawatan :
Nama : Paulina G. Leijab
Nim : Po. 0320103028
Alamat : Politeknik Kesehatan Kupang. Jurusan Keperawatan
Jln. Eltari II Liliba Kupang.
Akan mengadakan penelitian dengan judul : “ Survey Prilaku Perawat IRD Dalam
Menerapkan Teknik Aseptik Dan Antiseptik Pada Pasien Yang di Hecting di Ruang
IRD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang ”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang sejauhmana
prilaku perawat IRD dalam menerapkan teknik aseptik dan antiseptik pada pasien
yang di hecting.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang membahayakan atau
merugikan bapak/ibu sebagai responden. Sebaliknya, penelitian ini membantu
memberikan informasi yang bermanfaat bagi responden. Segala informasi yang
diberikan akan dijaga dengan baik dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian. Identitas bapak/ibu responden pun akan tidak akan disebutkan walaupun
nantinya hasil penelitian ini akan dipublikasikan.
Apabila bapak/ bu menyetujuinya maka saya mohon kesediaannya untuk
menandatangani lembar persetujuan ini dan bersedia untuk diamati atau di observasi
selama melakukan tindakan.
Peneliti,
Paulina G. Lejaib