UNIVERSITAS PATTIMURA
2017
Dibiayai
i
RINGKASAN
Tanpa kapal rakyat, nyaris tidak terjadi perpindahan manusia antar pulau di Maluku.
Ironisnya jumlah kapal rakyat semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena kecelakaan
yang mengakibatkan kapal tenggelam saat beroperasi. Data dan informasi kecelakaan
berlayar 2005-2014 dari Kesahbandaran Ambon menunjukan adanya satu kelemahan
prinsipil kecelakaan yakni bahwa semua kapal yang tenggelam disebabkan karena
lambung kapal kemasukan air bocor yang sangat banyak tanpa dapat dibendung. Proposal
Penelitian Produk Terapan yang kami usulkan dalam periode waktu 2 tahun ini
dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan prinsipil kapal-kapal rakyat di Maluku yang
telah kami ungkapkan di atas.
Penelitian tahun I bertujuan menemukan disain konstruksi Sekat Kedap Air (SKA)
melintang yakni; Sekat Tubrukan, Sekat Depan Kamar Mesin, dan Sekat Buritan. Juga
menghasilkan Standard Operating Prosedure (SOP) pembuatan dan pemasangan ketiga
sekat SKA dimaksud. Penelitian tahun II bertujuan menghasilkan Kurva Panjang Kapal
(Lpp) vs Letak SKA. Target khusus dari penelitian yang kami lakukan adalah ;
menambah khasanah ilmu perkapalan yang bermanfaat buat dosen dan mahasiswa teknik
perkapalan, mengurangi angka kecelakaan kapal, dan portofolio bagi kebijakan
pemerintah daerah Maluku untuk mengeluarkan peraturan tentang keharusan memasang
Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat yang beroperasi di Maluku. Sekat-sekat Kedap
Air akan membagi kapal atas beberapa Kompartemen Kedap Air sehingga air bocor
hanya akan tertahan dalam kompartemen yang bocor. Kompartemen yang tidak bocor
tetap dipenuhi udara sebagai sumber utama daya apung kapal. Besarnya daya apung dari
setiap Kompartemen Kedap Air dipengaruhi letak relatif SKA satu terhadap yang lain.
Letak setiap Sekat Kedap Air (SKA) dalam lambung kapal ditetapkan menggunkan
metode Krylov melalui perhitungan Panjang Kebocoran yang menghasilkan Kurva
Panjang Kebocoran yang menjelaskan bahwa kompartemen yang dibatasi SKA adalah
aman atau tidak aman ketika kompartemen tersebut kemasukan air bocor sampai penuh.
Dengan kata lain Kurva panjang/batas kebocoran akan menjustifikasi letak SKA
melintang yang credible terhadap insubmersibility, kemampuan kapal untuk bertahan
pada permukaan air meskipun satu atau beberapa kompartemen kapal telah dipenuhi air
bocor. Berdasarkan posisi SKA selanjutnya akan dilakukan identifikasi karakterisik
lambung dalam kapal, tempat dimana setiap SKA tersebut dipasang, juga volume setiap
kompartemen yang tersekat oleh SKA. Hasil identifikasi ini selanjutnya menjadi input
untuk mendesain konstruksi SKA. Disain SKA dilaksanakan terhadap variabel kekuatan
dan kekedapan SKA. Analisa Kekuatan SKA menahan tekanan air bocor adalah
menggunakan softwere SOLIDWORK. Indikator kekuatan adalah tercapainya syarat
kekuatan struktur, max <. Kekedapan SKA diuji dengan menggunakan metode
Hydro Test. Indikator kekedapan adalah air bocor tidak merembes melewati panel SKA
maupun sambungan antara panel dan lambung bagian dalam kapal.
Hasil uji kekuatan akan merekomendasi modulus penampang : papan panel SKA, penguat
vertical, penguat horizontal untuk Sekat Kedap Air. Hasil uji kekedapan akan
merekomendasi sistem sambungan kedap air antara papan-papan panel SKA maupun
antara panel SKA dengan papan lambung dalam kapal.
Kata kunci : Kapal rakyat, Sekat Kedap Air, kurva LPP vs Letak SKA
iii
PRAKATA
Puji syukur kami doakan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
perkenaaNya saja maka penelitian yang kami lakukan telah menyelesaikan 50% dari total
rencana penelitian yang wajib kami lakukan.
Melaksanakan penelitian untuk mendapatkan desain konstruksi sekat kedap air
adalah hal yang penting karena menyangkut keselamatan pelayaran dari moda
transportasi antar pulau yang masih dominan di Maluku.
Waktu yang akan datang penelitian akan dilanjutkan untuk menemukan kurva
hubungan panjang kapal-kapal rakyat di Maluku. Dengan kurva ini pengrajin dan pemilik
kapal akan langsung dapat menentukan jumlah dan letak SKA pada kapalnya.
Pada kesempatan ini ijinkan kami menyampaikan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Ristek
dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2. Prof., DR. M. J. Sapteno, SH., selaku Rektor Universitas Pattimura
3. Prof., DR. D. Male, M.Sc., selaku Kepala LPPM Universitas Pattimura
4. Ir. D. Ilela, BSE., MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Pattimura
5. DR. Ir. E. R. de Fretes, MT., Kajur Tek. Perkapalan Fakultas Teknik Unpatti.
6. Mahasiswa Prodi Teknik Perkapalan yang ikut membantu kelancaran penelitian
7. Semua Pihak yang tak sempat disebutkan satu-persatu pada kesempatan ini
Tim Peneliti menyadari sungguh bahwa Laporan Kemajuan Penelitian ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mohon adanya koreksi yang konstruktif tentunya
untuk perbaikannya maupun penelitian-penelitian selanjutnya.
Semoga Penelitian ini bermanfaat bagi kesejahteraan banyak orang teristimewa
bagi pelaku dan pengguna jasa transportasi kapal-kapal rakyat di Maluku.
Tim Peneliti
iv
DAFTAR ISI
v
E. Evaluasi Insubmersibilitas ……………………………………….. 23
F. Pembuatan Model Kapal dan Sekat Kedap Air …………………… 25
G. Pembuatan SOP Pembangunan dan Pemasangan Sekat Kedap Air . 25
H. Penggambaran Kurva Panjang Kapal (Lpp) VS Letak Sekat Kedap
25
Air ………………………………………………………………….
BAB 6. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA ………………………………... 27
A. Desain Alat Ukur Kapal …………………………………………… 27
B. Survey Ukuran Pokok Kapal ……………………………………… 28
C. Menentukan Pokulasi dan Sampel ………………………………… 28
D. Pengukuran Ordinat Setengah Lebar Dari Setiap Sample ………… 28
E. Menghitung & Menggambar Kurva Panjang Kebocoran Setiap 28
Sampel ……………………………………………………………..
F. Membuat Regresi Linear Letak SKA Setiap Sampel …………….. 28
G. Menghasilkan Kurva Lpp VS SKA ………………………………. 29
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. 30
A. Kesimpulan ……………….……………………………………….. 30
B. Saran ………………………………………….…………………… 30
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 31
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Teknologi kedap air pada kapal baja ……………………….. 3
Gambar 3a. Teknologi sekat kedap airpada kapal kayu di Cina ………… 5
Gambar 6. Identifikasi dan disain SKA pada kapal purse seiner ………. 8
Gambar 10. Sketsa letak tiga Sekat Kedap Air dalam lambung kapal …... 14
Gambar 12. Rencana Garis (Lines plan) KM. Harapan Mujur-02 ………. 17
Gambar 15. Integral luas, luas penampang, dan lengan kebocoran ……… 20
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Draft Artikel Ilmiah ………………………………………… 32
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Permasalahan Kelemahan Kapal Rakyat
Telah kami jelaskan bahwa karena dibangun secara tradisional maka kapal-kapal
rakyat memiliki banyak kelemahan konstruksi sampai saat ini. Salah satu yang sangat
mendasar yakni kapal-kapal rakyat tidak memiliki sistem untuk membendung air bocor
yang masuk dan menggenangi seluruh ruang dalam lambung kapal. Kelemahan prinsipil
ini dikarenakan sampai saat ini belum ada kajian ilmiah tentang bagaimana mengatasi
masalah tenggelam yang disebabkan oleh faktor teknis konstruksi kapal kayu. Kapal-
kapal kayu adalah kapal yang tidak dikelaskan, sehingga dalam pembuatan dan
pengawasan pengoperasiannya, kapal-kapal kayu tidak melalui suatu skema pemeriksaan
seperti yang dialami oleh kapal-kapal konvensional yang dikelaskan.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sekat kedap air secara vertikal membentuk dinding dalam struktur kapal, mulai dari atas
dasar ganda (double bottom) kapal sampai dek utama atas. Sekat jedap air menghindari
masuknya air dalam kompartemen jika kompartemen yang berdekatan bocor/banjir akibat
kerusakan pada lambung kapal, kerusakan struktur dll.
http://www.marineinsight.com/misc/marine-safety/water-tight-bulkheads-on-ships-
construction-and-arrangement/
Sekat kedap air membantu membagi kapal menjadi sejumlah kompartemen kedap air,
sehingga meningkatkan integritas kedap air kapal. Sekat kedap air juga membantu dalam
meningkatkan kekuatan melintang kappa dan membantu membatasi penyebaran api ke
kompartemen lain ketika terjadi kebakaran dalam lambung kapal. Sekat kedap air dibuat
lebih kuat dan lebih tebal dari sekat-sekat lainnya untuk mempertahankan tekanan air
dalam kasus masuknya air. Sekat kedap air panel sekat besar digabungkan dengan
sejumlah penguat plat yang dilas pada struktur kapal di kulit lambung samping, dasar
ganda, dan dek. Plating yang disusun secara horizontal dan kaku arah vertikal.
3
Gambar 2. Konstruksi Sekat Kedap Air pada kapal baja
(http://www.marineinsight.com/misc/marine-safety/water-tight-bulkheads-on-ships-construction-and-arrangement/)
4
SKA baja dikerjakan dengan berbagai peralatan yang menggunakan tenaga listrik seperti
mesin : las, bor, gerinda dan brander api yang memerlukan LPG dan O2 dalam jumlah
banyak. Kendala teknis lain adalah integrasi SKA baja dengan dinding lambung kapal
yang terbuat dari kayu akan menjadikan teknologi ini sebagai teknologi mahal. SKA baja
akan meningkatkan berat keseluruhan kapal dan secara otomatis mengurangi kemampuan
angkut kapal-kapal rakyat.
Teknologi sekat kedap yang dikembangkan di Cina Selatan Provinsi Fujian yakni
kapal laut dengan kabin kedap air. Jika satu atau dua kompartemen sengaja rusak dalam
perjalanan, air laut tidak akan membanjiri kabin lain dan kapal akan tetap bertahan. Jung
dibuat terutama dari kapur barus, pinus dan kayu cemara, dan dirakit menggunakan alat-
alat tradisional. (http://www.unesco.org/culture/ich/USL/00321)
(a) (b)
Gambar 3a. Teknologi sekat kedap air pada kapal kayu di Cina
3b. Teknologi pengedapan SKA kapal kayu di Cina.
[http://www.unesco.org/culture/ich/USL/00321]
5
Gambar 4. Teknologi sambungan papan SKA dengan gading pada kapal kayu di Cina
[http://www.unesco.org/culture/ich/USL/00321]
Teknologi Sekat Kedap Air pada kapal di Provinsi Fujian-Cina Selatan ini telah
mengarah untuk memenuhi syarat kekuatan dan kekedapan sebagai dua syarat utama
penerapan SKA. Kelemahannya yakni jumlah SKA sangat banyak sehingga membuat
ruangan muat menjadi sempit, berkurannya kemampuan mengangkut muatan, dan
kemampuan akses yang kecil dari satu kompartemen ke kompartemen yang lain. SKA
yang banyak menyebabkan berat dan biaya pembuatan kapal menjadi besar. Disamping
itu SKA yang banyak menyebabkan volume kompartemen kedap air menjadi kecil
sehingga tebal papan SKA tersebut tidak dapat diterapkan pada volume ruangan dan
tekanan air yang besar. Konstruksi SKA di kapal Cina ini diperuntukan pada kapal yang
baru dibangun (kapal baru), tidak dapat diterapkan pada kapal-kapal rakyat di Maluku
yang memiliki gading tidak rata sebagai akibat sambungan tipe pengunci samping
[Frick, 1982].
Studi pendahuluan melalui sceme Penelitian Dosen Muda tahun 2004 menunjukan
efektifitas pemasangan 2 Sekat Kedap Air (SKA) adalah 50% karena 3 dari 6
kemungkinan kebocoran tidak menyebabkan kapal purse-sainer tenggelam, sedangkan
efektifitas 3 SKA adalah 64% seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut :
6
Tabel 1. Simulasi kebocoran 2 SKA (Efektifitas 50%)
Hasil program Vucer tahun 1996 dan 1997 ini merekomendasikan Sekat Kedap
Air (SKA) sebagai pencegah tenggelam pada kapal purse-seiner, dan memanfaatkan
ruang tersekat (kompartemen) sebagai ruang penampung ikan. Membuat kepal lebih
berkualitas dalam hal pengoperasian dan juga terhadap ikan hasil tangkapan yang
terlindung dari panas/hujan. Hasil identifikasi SKA dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
2.68 m
2.96 m 3m
0.37 m 0.37 m 0.37 m
SKA-1, Gading 25
SKA-3, Gading 6 A = 2.83 m2
A = 4.21 m2 SKA-2, Gading 17
1.5 m 1.5 m 1.5 m A = 4.94 m2
Hasil identifikasi menunjukan Sekat Kedap Air pada kapal purse seiner objek
penelitian harus diletakan pada gading teoritis nomor 25 (sekat tubrukan), gading nomor
17 (sekat antara ruang muat), dan sekat nomor 6 (sekat buritan). Berdasarkan identifikasi
dan disain kemudian dilanjutkan dengan pembuatan SKA seperti pada Gbr. 6 berikut ini.
Kapal ikan jenis Purse-seiner adalah kapal dengan ukuran dibawah 20 Gross
Tonage (GT). Dibandingkan dengan kapal-kapal rakyat yang mengangkut penumpang
dan barang dengan ukuran hingga 40 GT, maka volume lambung kapal purse-seiner jauh
lebih kecil. Bila ditempatkan Sekat Kedap Air (SKA) maka dimensi konstruksi SKA
kapal purse-seiner pun adalah kecil sehingga berdampak pada sistem konstruksi di kapal
maupun sistem kekedapannya yang juga sederhana. Hal ini tentunya tidak dapat
diaplikasikan pada kapal-kapal penumpang-barang hingga 40 GT.
Tahun 2007 melalui skema Penelitian Fucer kami telah melakukan penelitian
untuk memanfaatkan ruang (compartement) yang tersekat sebagai ruang muat ikan pada
kapal Purse-seiner. Penelitian ini menyumbangkan peningkatan kualitas ikan hasil
tangkapan karena terlindung dari udara bebas, dan temperatur ruang muat dapat mencapai
0oC jika diisi dengan bongkahan es. Sumbangan lain adalah pada olah gerak kapal akibat
titik berat (KG) menjadi lebih rendah seiring dengan pindahnya muatan dari geladak
kapal ke dalam lambung kapal. Periode rolling (TR) semakin cepat yang tentunya
berpengaruh baik bagi keselamatan kapal.
Pasca 2017 kami telah menyiapkan sejumlah penelitian yang semuanya bermuara
pada upaya menghasilkan teknologi anti tenggelam pada kapal-kapal rakyat.
Selengkapnya peta jalan penelitian dari suatu scenario untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas kapal rakyat dapat dilihat pada Peta Jalan Penelitian seperti pada Gbr. 7 berikut.
10
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam periode 2 tahun ini untuk menghasilkan model
konstruksi Sekat Kedap Air melintang pada kapal-kapal rakyat dalam tahun I, sedangkan
pada tahun II akan menghasilkan Kurva Letak Sekat Kedap Air (SKA) vs. Panjang Kapal.
Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pangkalan data kapal rakyat berupa : ukuran pokok, koefisien bentuk,
dan tabel ordinat setengah lebar. Data ini tidak terekam secara baik mengingat
kapal-kapal rakyat tergolong kapal yang tidak dikelaskan dalam kelas Biro
Klasifikasi Indonesia (BKI). Data ini penting sebelum melakukan upaya-upaya
peningkatan kualitas dari kapal rakyat itu sendiri.
2. Mengetahui bagaimana memberikan/mengaplikasi Insubmersibility kepada
kapal-kapal rakyat. Insubmersibility, kemampuan kapal untuk tetap berada di
permukaan air meskipun ruangan dalam lambung kapal telah dipenuhi air, adalah
salah satu ciri kapal yang dikategorikan layak berlayar atau laik-laut. Hal ini
adalah salah satu topik dalam mata kuliah Teori Bangunan Kapal.
3. Mengetahui kekuatan dan kekedapan konstruksi Sekat Kedap Air yang dapat
diterapkan pada kapal-kapal rakyat baik pada kapal baru dibangun maupun kapal
yang telah beroperasi. Pengetahuan dari hasil penelitian ini ikut memberikan
masukan dalam nata kuliah Konstruksi dan Kekuatan Kapal.
4. Mengetahui SOP pengerjaan dan pemasangan SKA pada kapal rakyat di Maluku
adalah salah satu materi yang akan memperkaya khasanah ilmu terkhusus dalam
mata kuliah Pembuatan Kapal.
B. Manfaat Penelitian
1. Melengkapi armada kapal rakyat dengan teknologi tepat guna sedemikian rupa
sehingga moda transportasi penduduk yang masih dominan di Maluku ini akan
lebih terjamin kamanan operasionalnya.
11
2. Menemukan sistem konstruksi Sekat Kedap Air (SKA) yang mampu menahan air
bocor hanya pada kompartemen yang bocor sehingga tidak membanjiri seluruh
ruangan dalam lambung kapal.
3. Menghasilkan Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan dan pemasangan
Sekat Kedap Air (SKA) sehingga memberikan informasi kepada Pemerintah
Daerah cq. Dinas Perhubungan Maluku akan pentingnya SKA dalam hal menjaga
keselamatan pelayaran dan mempertahankan jumlah armada kapal rakyat. SOP
sekaligus akan menjadi referensi teknis bagi Pemda Maluku untuk mengeluarkan
regulasi tentang pemasangan SKA pada kapal-kapal rakyat.
4. Bagi pemilik kapal maupun pihak galangan kapal rakyat, selain SOP akan
memberikan informasi tentang pentingnya penerapan SKA dalam menjaga
keselamatan pelayaran tetapi SOP juga akan menjadi rujukan dalam hal
memprediksi besarnya anggaran dan ongkos pembuatan kapal secara keseluruhan
(bagi pembangunan kapal baru) atau biaya pemasangan SKA pada kapal lama.
5. Teknologi SKA pada kapal-kapal rakyat yang tertuang dalam SOP pembuatan dan
pemasangan SKA dapat dijangkitkan dan diadopsi oleh daerah lain. Hal ini akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana transportasi laut Indonesia.
6. Kapal-kapal yang telah dipasang SKA akan lebih aman untuk digunakan sebagai
sarana transportasi penduduk. Kemungkinan kecelakaan yang membahayakan
jiwa manusi dan harta benda akan semakin kecil.
7. Sekat Kedap Air (SKA) pada kapal-kapal rakyat dapat menambah informasi dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan teristimewa dalam bidang perkapalan.
Dalam bidang perhubungan SKA pada kapal-kapal rakyat akan menjadi satu
terobosan inovatif untuk mencegah tenggelamnya kapal-kapal rakyat.
8. Luaran penelitian berupa Hak Paten atas Sekat Kedap Air akan menjadi dasar
kepemilikan produk bagi terbangunnya industri kapal rakyat yang memiliki
keunggulan dalam hal menjamin keselamatan pelayaran.
9. Investor dan pemilik kapal yang pernah mengalami kehilangan kapal akibat
tenggelam kini disemangati untuk membangun kapal-kapal baru yang lebih aman
dalam pengoperasiannya. Ini akan berdampak pada meningkatnya pendapatan
masyarakat pengrajin kapal rakyat Maluku maupun di daerah lain di seluruh
Indonesia.
12
BAB 4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan kayu govasa (Vitex covassus) dari hutan di Maluku
sebagai bahan utama. Kayu govasa adalah bahan dasar yang biasanya digunakan oleh
pengrajin kapal-kapal tradisional di Maluku untuk pembuatan kapal ikan maupun kapal
penumpang barang seperti objek penelitian ini. Alat dalam penelitian ini adalah
alat/mesin perkakas tersedia di Lab. Pembuatan Model Kapal Fak. Teknik Unpatti.
Alat/mesin nantinya digunakan untuk mengerjakan model/maket Sekat Kedap Air
(SKA) yang diintegrasikan ke dalam model lambung kapal berskala 1 : 40. Selain itu
penelitian menggunakan tangki tekan untuk menguji kekuatan dan kekedapan dari sistem
konstruksi yang dikembangkan dalam penelitian ini.
B. Jalan Penelitian
Survei dilakukan untuk mendapatkan data kapal kapal contoh yang akan dijadikan
objek penelitian. Data dimaksud adalah ; ukuran pokok, dan tabel ordinat setengah lebar.
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan karakteristik hidrostatis kapal.
Kemudian dilakukan penggambaran rencana umum, rencana konstruksi. Dari data-data
tersebut kemudian dilakukan perhitungan dan penggambaran Kurva Panjang Lengan
Kebocoran dengan dan tanpa permeabilitas () seperti contoh pada Gbr. 4. Jarak dan
13
jumlah SKA divariasi hingga puncak segitiga-segitiga sama sisi tidak melampaui kurva
batas kebocoran dengan permeabilitas (). Selanjutnya adalah menetapkan letak setiap
SKA diikuti dengan identifikasi karakteristik dari lambung dan geladak kapal pada posisi
penempatan setiap SKA seperti diilustrasikan pada Gbr. 8. Identifikasi dimaksudkan
untuk menetapkan disain konstruksi SKA dan integrasi SKA dengan papan labung
sebelah dalam dari kapal objek penelitian. Ukuran komponen konstruksi SKA ditentukan
menggunakan softwere SAP 2000 setelah menghitung tegangan kerja () yang
ditimbulkan oleh tekanan hidrostatis air dalam kompartemen bocor. Ukuran komponen
konstruksi SKA ditentukan untuk memenuhi persyaratan kekuatan konstruksi , < .
Pengujian kekuatan SKA dilakukan dalam tangki uji tekan seperti pada Gbr. 7.
Miniatur SKA dan dinding kapal dengan skala ukuran dan skala kekuatan 1 : 20
dimasukan ke dalam tangka uji berisi air dan ditekan menggunakan kompresor.
Sekat Tubrukan
Gambar 10. Sketsa letak tiga Sekat Kedap Air dalam lambung kapal rakyat
14
BAB 5
(a) (b)
Gambar 11. (a) Jenis sambungan kayu bibir miring
(b) Jenis sambungan kayu pengunci samping
Balok lajur/senta utama terletak paling dekat dengan geladak melewati sisi dalam
gading. Senta utama tidak terputus. Dibuat dari kayu utuh dan dipasang mulai dari gading
haluan sampai gading buritan. Senta selanjutnya diletakan ke arah dasar kapal dipasang
seperti senta utama hanya saja tidak menerus. Sambungan senta dilakukan tepat di atas
sisi dalam suatu gading baik gading sebelah kiri maupun gading sebelah kanan.
Balok geladak ditempatkan menempel pada ujung-ujung gading sebelah muka
(untuk gading-gading haluan) dan sebaliknya untuk gading-gading buritan balok geladak
ditempatkan menempel di sisi bagian belakang ujung gading dekat geladak.
15
Dari ke empat ciri utama konstruksi kapal kayu yang menjadi sample penelitian
tahun pertama ini, selanjutnya kami menetapkan KM. Harapan Mujur 02 sebagai kapal
objek penelitian untuk mendesain Sekat Kedap Air (SKA). Adapun data KM. Harapan
mujur 02 yang berkaitan langsung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Ukuran Pokok dan Koefisien Bentuk Kapal KM. Harapan Mujur-02
Ukuran Pokok (M) Koefisien Bentuk
Panjang seluruh (LOA) 32.5 Koefisien blok (CB) 0.778
Panjang antara garis tegak (LBP) 28.0 Koefisien gading tengah (CM) 0.896
Labar terbesar (B) 6.25 Koefisien garis air (CW) 1.147
Tinggi geladak (H) 2.50 Koefisien prismatik (CPh) 0.868
Tinggi sarat (T) 1.87 Koevisien prismatik tegak (CPv) 0.678
Data ordinat setengah lebar kapal dari KM. Harapan Mujur 02 hasil pengukuran
langsung di kapal seperti terlihat dalam tabel berikut :
ORDINAT ½ LEBAR
No. Gd Uper
GA-0 GA-0.5 GA-1 GA-2 GA-3 GA-4 GA-5 deck
Bulwark
Transom - - - - - - 0.695 2.521 2.665
AP - - - - - - 1.694 2.699 2.791
1 0.123 0.173 0.199 0.434 0.796 1.447 2.455 2.903 2.955
2 0.123 0.375 0.709 1.545 2.292 2.593 2.829 3.038 3.061
3 0.123 1.248 1.942 2.640 2.918 3.029 3.066 3.090 3.096
4 0.123 1.870 2.466 2.894 3.047 3.109 3.125 3.125 3.125
5 0.123 2.199 2.596 2.954 3.097 3.125 3.125 3.125 3.125
6 0.123 2.017 2.400 2.753 2.943 3.039 3.110 3.125 3.125
7 0.123 1.295 1.828 2.277 2.555 2.743 2.870 3.008 3.095
8 0.123 0.493 1.009 1.459 1.827 2.111 2.310 2.512 2.910
9 0.123 0.222 0.336 0.568 0.823 1.071 1.031 1.801 2.768
FP - - - - - - 0.123 0.672 1.823
16
Gambar 12. Rencana Garis (Lines plan) KM. Harapan Mujur-02
17
Gambar 13. Rencana Umum (General Plan) KM. Harapan Mujur - 02
18
B. Penempatan Sekat Kedap Air
Penentuan letak Sekat Kedap Air dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk
tabulasi seperti dalam contoh Tabel 2 berikut :
Tabel 5. Perhitungan Luas Bidang Gading dari Garis Air 0 sampai Garis Air 1
No. WL 0 0.5 1
0-1 =
F 0.5 2 0.5 F.Y)
2/3.T.FY
No. GD Y Y.F Y Y.F Y Y.F
Transom 0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.374 0.000
AP 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.374 0.000
1 0.123 0.061 0.153 0.306 0.199 0.100 0.467 0.374 0.116
2 0.123 0.061 0.375 0.749 0.709 0.354 1.165 0.374 0.290
3 0.123 0.061 1.248 2.497 1.942 0.971 3.529 0.374 0.880
4 0.123 0.061 1.959 3.918 2.466 1.233 5.213 0.374 1.300
5 0.123 0.061 2.199 4.398 2.596 1.298 5.757 0.374 1.435
6 0.123 0.061 2.017 4.035 2.400 1.200 5.296 0.374 1.321
7 0.123 0.061 1.418 2.836 1.828 0.914 3.811 0.374 0.950
8 0.123 0.061 0.616 1.232 1.009 0.504 1.798 0.374 0.448
9 0.123 0.061 0.225 0.450 0.336 0.168 0.680 0.374 0.170
FP 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.374 0.000
Data Perhitungan Rumus Perhitungan
Hasil perhitungan luas bidang gading akan ditampilkan dalam bentuk kurva luas bidang
gading yang dinamakan “Kurva Bonjean” seperti terlihat dalam gambar 13.
19
Tabel 6. Perhitungan Momen Statis sampai Tinggi Sarat maksimum
M = 1/3*2*ΔL2 = -20.639 m4
V = 1/3*1*ΔL = 82.234 m3
Hasil perhitungan dapat ditampilkan dalam bentuk kurva lengkungan integral luas,
lengkungan luas penampang hingga garis margin, lengkungan volume kebocoran dan
lengkungan kebocoran seperti dalam Gambar 14.
Gambar 15. Lengkungan integral luas, lengkungan luas penampang, volume dan
lengan kebocoran.
20
Berdasarkan Gambar 14 maka kemudian dilukislah kurva batas/panjang kebocoran tanpa
permeabilitas (rasio antara volume isi suatu kompartemen yang tidak tertembus air dengan
volume kompartemen itu sendiri) maupun dengan melibatkan permeabilitas. Hasil
pengukuran dan perhitungan menetapkan permeabilitas () Kamar Mesin = 0.35 ;
permeabilitas ruang muat = 0,0 ; permeabilitas ceruk haluan = 0.20. Kurva tersebut dapat
dilihat pada Gambar 16 berikut ini.
Dari kurva panjang lengan kebocoran di atas dapat dijelaskan bahwa letak Sekat
Kedap Air (SKA) diukur dari After Peak (AP) antara lain ; SKA-01 = 2.8m, SKA-02 =
5.88, SKA-03 = 12.42m, SKA-04 = 19.83 m, SKA-05 = 24.75m. Letak Sekat Kedap Air
ini adalah telah memenuhi ketentuan sehingga apabila terjadi kebocoran pada salah satu
kompartemen, maka panjang dan volume isian (dinyatakan oleh puncak segitiga-segitiga)
tidak melampaui kurva batas kebocoran (merah/biru). Sekat-sekat Kedap Air ini
membentuk enam kompartemen yang masing-masing kompartemen memiliki volume ;
Komp-01 = 65.16m3, Komp-02 = 184.04 m3, Komp-03 = 650.6m3, Komp-04 = 855.3m3,
Komp-05 = 411 m3, Komp-06 = 38.25m3.
Pandangan isometrik
22
Gambar 18. Hasil simulasi Solidwork untuk SKA-01 dan SKA-02
23
Hasil simulasi Solidwork selanjutnya dibandingkan dengan Peraturan Konstruksi
Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1996. Pengujian sistem kekedapan model SKA
(skala 1:20) dalam tangki uji tekanan menunjukan tidak terjadi rembesan SKA ketika
kompartemen kemasukan air. Tabel 7 merupakan rangkuman perbandingan hasil kajian
peraturan konstruksi Sekat Kedap Air dari Biro Klasifikasi Indonesia dengan hasil simulasi
kekuatan menggunakan softwere Solidwork terhadap kapal KM. Harapan Mujur 02.
Tabel 7. Perbandingan Ketentuan Ukuran Minimal Penegar dan Panel SKA menurut BKI
dengan hasil desain Solidwork
E. Evaluasi Insubmersibilitas
Efektifitas (e) SKA dalam hubungan dengan Insubmersibilitas, kemampuan
bertahan dipermukaan air (tidak tenggelam) meskipun satuatau beberapa kompartemen
telah dipenuhi air bocor ditunjukan dalam Tabel 8. Dari 44 kemungkinan kebocoran hanya
4 yang menyebabkan kapal tenggelam. Dengan kata lain 5 unit SKA memiliki efektifitas
sebesar 91% karena 40 dari 44 kemungkinan kebocoran tidak menyebabkan tenggelam.
Tabel berlanjut
24
Lanjutan tabel
Kebocoran Kombinasi 2 Kompartemen
7 Komp 01 dan 02 260.97 2262.80 2001.83 Terapung
8 Komp 01 dan 03 260.97 1784.57 1523.61 Terapung
9 Komp 01 dan 04 260.97 1574.75 1313.79 Terapung
10 Komp 01 dan 05 260.97 2040.43 1779.47 Terapung
11 Komp 01 dan 06 260.97 2143.19 1882.22 Terapung
12 Komp 02 dan 03 260.97 1662.72 1401.75 Terapung
13 Komp 02 dan 04 260.97 1452.90 1191.94 Terapung
14 Komp 02 dan 05 260.97 1918.58 1657.61 Terapung
15 Komp 02 dan 06 260.97 2021.34 1760.37 Terapung
16 Komp 03 dan 04 260.97 974.68 713.71 Terapung
17 Komp 03 dan 05 260.97 1440.35 1179.39 Terapung
18 Komp 03 dan 06 260.97 1543.11 1282.14 Terapung
19 Komp 04 dan 05 260.97 1230.54 969.57 Terapung
20 Komp 04 dan 06 260.97 1333.29 1072.33 Terapung
21 Komp 05 dan 06 260.97 2209.97 1949.01 Terapung
Kebocoran Kombinasi 3 Kompartemen
22 Komp. 01, 02, 03 260.97 2262.80 2001.83 Terapung
23 Komp. 01, 03, 04 260.97 907.89 646.92 Terapung
24 Komp. 01, 04, 05 260.97 1163.75 902.78 Terapung
25 Komp. 01, 05, 06 260.97 1732.18 1471.22 Terapung
26 Komp. 02, 03, 04 260.97 786.04 525.07 Terapung
27 Komp. 02, 04, 05 260.97 1041.90 780.93 Terapung
28 Komp. 02, 05, 06 260.97 1610.33 1349.37 Terapung
29 Komp. 03, 04, 05 260.97 563.67 302.71 Terapung
30 Komp. 03, 05, 06 260.97 1132.11 871.14 Terapung
31 Komp. 04, 05, 06 260.97 922.29 661.32 Terapung
Kebocoran Kombinasi 4 Kompartemen
32 Komp. 01, 02, 03, 04 260.97 719.25 458.29 Terapung
33 Komp. 02, 03, 04, 05 260.97 375.03 114.07 Terapung
34 Komp. 03, 04, 05, 06 260.97 255.42 -5.54 Tenggelam
35 Komp. 04, 05, 06, 01 260.97 1662.72 855.50 Terapung
36 Komp. 04, 05, 06, 02 260.97 733.65 472.68 Terapung
37 Komp. 05, 06, 01, 02 260.97 1543.55 1282.58 Terapung
38 Komp. 05, 06, 01, 03 260.97 1065.32 804.35 Terapung
39 Komp. 05, 06, 02, 03 260.97 943.47 682.50 Terapung
Kebocoran Kombinasi 5 Kompartemen
40 Komp. 01, 02, 03, 04, 05 260.97 308.25 47.28 Terapung
41 Komp. 02, 03, 04, 05, 06 260.97 66.79 -194.18 Tenggelam
42 Komp. 03, 04, 05, 06, 01 260.97 188.64 -72.33 Tenggelam
43 Komp. 04, 05, 06, 01, 02 260.97 666.86 405.90 Terapung
Kebocoran Kombinasi 6 Kompartemen
44 Komp. 01, 02, 03, 04, 05, 06 260.97 0.00 -260.97 Tenggelam
25
F. Pembuatan Model Kapal dan Sekat Kedap Air
Dari hasil simulasi kebocoran maupun kekuatan Sekat Kedap Air selanjutnya
dilakukan pembuatan model/maket kapal KM. Harapan Mujur-02 dilengkapi dengan Sekat
Kedap Air berskala 1:20. Pembuatan Model ini dimaksudkan untuk mengetahui
kesulitan/hambatan yang akan dihadapi saat pekerjaan berlangsung. Selain itu pembuatan
model juga bertujuan mendapat gambaran tentang proses pembuatan SKA.
Pembuatan model dilakukan oleh seorang ahli pembuatan kapal rakyat yang
sengaja disewa untuk mengaplikasikan keahliannya pada pembuatan model, tetapi juga
untuk menjelaskan proses sesungguhnya saat pembuatan kapal berskala 1:1.
26
BAB 6
RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
Tahap berikut dalam hal ini adalah penelitian tahun ke-2 yang akan berlangsung
pada tahun 2018 sebagai rangkaian penelitian peningkatan kualitas kapal-kapal rakyat di
Maluku. Pada tahap ini penelitian akan bertujuan untuk menghasilkan kurva hungunan
antara letak Sekat Kedap Air dengan panjang kapal (Lpp). Kami menyebutnya sebagai
kurva Lpp VS SKA.
Tahapan dalam menghasilkan kurva Lpp VS SKA cukup panjang, yakni
menyangkut aktivitas penelitian sebagai berikut :
1. Mendisain alat pengukur kapal
2. Melakukan survey untuk mendapatkan data ukuran pokok kapal dan tonase
3. Membagi kapal atas beberapa kategori panjang kapal dan tonase sebagai
populasi penelitian.
4. Menentukan sampel kapal dari setiap populasi
5. Melakukan survey atas sampel kapal untuk mendapatkan ordinat setengah
lebar, menggambar rencana garis, rencana umum serta rencana konstruksi,
6. Menghitung dan penggambara kurva panjang lengan kebocoran semua sampel
dari semua populasi.
7. Membuat regresi linear terhadap data kedudukan setiap sekat kedap air dari
masing-masing sampel.
8. Menggambarkan kurva Lpp VS SKA.
27
B. Survey Ukuran Pokok Kapal
Survey awal dilakukan di beberapa kantor Kesahbandaran di Maluku yang
diwakili oleh kantor Kesahbandaran Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Maluku Utara.
Bertujuan untuk mendapatkan data kapal rakyat dalam Buku Register Pengukuran. Dalam
buku tersebut terdapat data utama yakni : nama kapal, panjang, lebar, dalam kapal, tonase
bersih dan tonase kotor.
28
G. Menghasilkan Kurva Lpp VS SKA
Kurva ini adalah output dari penelitian terhadap berbagai kategori ukuran kapal di
Maluku. Kurva yang adalah hasil regresi dari kedudukan sekat-sekat kedap air ini akan
sangat bermanfaat bagi pengrajin kapal karena hanya dengan mengetahui panjang kapal
maka para pengrajin akan langsung menentukan jumlah SKA pada kapal dalam kategori
ukuran tertentu. Bagi Pemilik Kapal kurva ini bermanfaat untuk menentukan jumlah SKA,
menentukan/menganggarkan biaya pembangunan dan pemasangan sekat kedap air.
29
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sampai pada laporan ini disusun, lebih dari 50% pelaksanaan penelitian telah
dilampaui. Sisanya akan dilanjutkan pada akhir Agustus 2017 hingga Nopember 2017.
Adapun yang dapat kami simpulkan dari hasil sementara penelitian pada kapal rakyat
dengan sampel KM. Harapan Mujur-02 ini antara lain :
1. Diperlukan lima SKA yang letaknya (diukur dari FP) antara lain : SKA-01 = 2.80m,
SKA-02 = 5.88 m, SKA-03 = 12.42 m, SKA-04 = 19.83 m, SKA-05 = 24.75 m.
2. Penempatan 5 unit SKA terbukti meningkatkan insubmersibilitas, efektifitas, e =
91% karena 40 dari 44 peluang kebocoran tidak mengakibatkan kapal tenggelam.
3. Volume Kompartemen : Komp-01 = 65.16 m3, Komp-02 = 184.04 m3, Komp-03 =
650.6 m3, Komp-04 = 855.3 m3, Komp-05 = 400.98 m3, Komp-06 = 308.25 m3.
4. Tebal papan panel, 45 mm, lebar penegar, 65mm, tinggi penegar, 90mm.
5. Kekedapan diperoleh dengan menyelipkan paking karet silikon pada sambungan :
gading dengan papan lambung, papan panel SKA, penegar, dan antara papan panel.
6. Sistem kekedapan berfungsi secara baik, terlihat bahwa tidak terjadi rembesan pada
SKA akibat kebocoran kompartemen tersekat saat pengujian pada tangki uji.
A. Saran
1. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat dapat menyetujui penelitian tahun II,
demi menghasilkan kurva Lpp vs SKA.
2. Pemerintah Daerah Maluku untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan
penggunaan Sekat Kedap Air pada semua kapal rakyat yang beroperasi di Maluku.
3. Rektor Universitas Pattimura untuk mengembangkan Sekat Kedap Air demi
meningkatkan kualitas kapal rakyat dan rencana BLU Universitas Pattimura.
30
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta
Thimas L. 2013. The Big Book of Wooden Boat Restoration : Basic Tecniques,
Maintenance, and Repair. Skyhorse Publishing Inc., New York.
Lewis, E.V. 1989, Principles of Naval Architecture Second Revision, The Society of
Idris M. M. at all. 2008. Petunjuk Praktis Sifat-sifat Dasar Jenis Kayu Indonesia. A Hand
Book Selected Indonesia Wood Species . PT. Pustaka Semesta Persada.
Jakarta.
Ahmad M., Nofrizal. 2009. Tentang Pelapukan Kapal Kayu. Jurnal Perikanan dan
31
LAMPIRAN 1
draft
ARTIKEL ILMIAH
32
TEKNOLOGI SEKAT KEDAP AIR PADA KAPAL-KAPAL RAKYAT DI MALUKU
1)
Reico. H. Siahainenia, Tirza Jesica Kakisina, Lexy Matatula
e-mail : reico.siahainenia@fatek.unpatti.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini untuk menghasilkan Kurva Hubungan Panjang Kapal dengan Letak Sekat
Kedap Air (SKA) Melintang pada kapal-kapal rakyat di Maluku. Sekat-sekat Kedap Air akan
membagi kapal atas beberapa kompartemen kedap air. Bila terjadi kebocoran pada satu
atau beberapa kompartemen maka air bocor hanya akan menggenangi kompartemen bocor
tersebut sedangkan kompartemen lain akan mempertahankan kapal tetap terapung pada
permukaan air. Kemampuan mengapung (Insubmersibility) ini dipengaruhi letak relatif SKA
satu terhadap yang lain. Letak setiap SKA dalam lambung kapal dihitung ditentukan dengan
bantuan Kurva Panjang Lengan Kebocoran yang digambar pada panjang antara garis
tegak kapal (LBP). Melalui sejumlah Kurva Panjang Lengan Kebocoran, dari sejumlah kapal
dari berbagai kategori panjang akan diperoleh variasi data Letak SKA terhadap LBP. Data
variasi ini kemudian dibuat hubungan regresi linear untuk menghasilkan Kurva LBP VS
SKA. Kurva yang terakhir ini dapat dipakai oleh pihak industry galangan kapal rakyat dalam
menentukan secara instan jumlah dan letak sekat-sekat kedap air, membantu memprediksi
biaya pembangunan kapal atau biaya pembuatan sekat kedap air. Oleh Pemerintah Daerah
Maluku, Kurva LBP VS SKA menjadi embrio dikeluarkannya peraturan daerah tentang
kewajiban memasang SKA pada semua kapal rakyat yang beroperasi pada perairan Maluku.
Kata kunci : Kapal rakyat, Sekat Kedap Air, kurva LBP vs Letak SKA
3.5 Teknik Pengumpulan Data Gbr. 4 Rencana Garis KM. Harapan Mujur-02
Untuk kepentingan penelitian ini, maka pengumpulan
data dilakukan dengan cara :
Pengambilan data dan keterangan dari pihak galangan
pembangunan kapal-kapal rakyat, ABK, Pihak
ADPEL Ambon, maupun penumpang. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara dan diskusi lepas.
Studi literatur dimana penelitian dilakukan dengan
menggunakan buku-buku referensi yang berhubungan
langsung dengan masalah penelitian, sedangkan untuk
pengecekan insubmersibility kapal-kapal rakyat
digunakan kriteria insubmersibility berdasarkan BKI.
SOP
PEMBUATAN & PEMASANGAN
SEKAT KEDAP AIR
33
1
1. Pengantar
Sekat Kedap air melintang adalah salah satu teknologi tepat guna yang dapat
mengatasi tenggelamnya kapal-kapal rakyat. Mengingat selama ini kapal-kapal
rakyat tidak menggunakan Sekat Kedap Air sekalipun hal itu diwajibkan dalam
peraturan Konstruksi kapal kayu yang dikeluarkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia.
Hal ini juga disebabkan karena umumnya kapal-kapal rakyat yang terbuat dari
material kayu tidak dikelaskan disebabkan panjang kapal rakyat rata-rata
dibawah 40m. Pemasangan Sekat Kedap air akan membantu mempertahankan
jumlah moda transportasi yang masih sangat dominan di kalangab masyarakat
kepulauan.
Buku SOP pembuatan dan pemasangan Sekat Kedap Air ini dibuat berdasarkan
pengetahuan hingga saat ini baik dari hasil survey maupun penelitian yang
dilakukan khusus untuk menerapkan Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat di
Maluku. Diharapkan SOP ini akan mendorong diterbitkannya peraturan
pemerintah Daerah Maluku tentang kewajiban menggunakan Sekat Kedap Air
pada kapal-kapal rakyat. Disisi lain SOP ini akan menjadi panduan pihak
garangan kapal rakyat untuk memproduksi dan memasang Sekat Kedap Air pada
kapal yang sedang dibangun maupun kapal yang telah beroperasi tetapi belum
dilengkapi dengan sekat kedap air.
Pada kesempatan ini ijinkan kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung dalam berbagai
aktivitas survey, penelitian sampai pada penyusunan SOP ini. Kiranya budi baik
Bapak/Ibu/Sdr. Dibalaskan setimpal oleh Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR ISI
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekat-sekat Kedap Air melintang akan membagi ruang dalam lambung kapal
rakyat menjadi beberapa kompartemen kedap air. Kompartemen-kompartemen
kedap air memiliki volume pengisian air bocor yang didesain tidak melampaui
suatu batas/margin sebesar 76 mm di bawah garis geladak. Hal ini yang
dinamakan batas kebocoran.
Batas kebocoran kapal dan dinding-dinding Sekat Kedap air menyebabkan kapal
masih dapat tetap terapung pada permukaan air meskipun telah terjadi beberapa
kompartemen dipenuhi oleh air bocor. Air bocor akan mendesak keluar udara
yang merupakan sumber utama daya apung kapal sampai pada garis margin,
garis batas kebocoran hanya pada ruang/kompartemen yang mengalami
kebocoran sedangakan kompartemen lain yang tidak bocor masih berisi udara.
Kompartemen yang tidak bocor masih tetap memiliki daya apung yang
mempertahankan kapal tetap berada di permukaan air. Dengan demikian jika
salah satu atau beberapa kompartemen bocor sekaligus, kapal masih tetap
bergerak maju untuk mencari daerah aman terdekat demi menyelamatkan
penumpang dan barang serta untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi.
Rancang bangun Sekat Kedap Air pada kapal rakyat pada dasarnya adalah
kegiatan menentukan ukuran modulus penampang dari komponen konstruksi
sedemikian rupa hingga Sekat Kedap Air mampu menahan tekanan air bocor dari
kompartemen bocor yang tersekat. Sedangkan pemasangan Sekat Kedap Air
lebih kepada aktifitas merrekonstruksi Selain itu desain Sekat Kedap Air juga
untuk memberi rekomendasi tentang sistem kekedapan yang dipakai demi
mencegah air merembes ke kompartemen yang tidak bocor.
Untuk mencapai parameter kekuatan dan kekedapan maka pembuatan dan
pemasangan Sekat Kedap Air hendaknya ditetapkan dalam suatu petunjuk teknis
dalam bentuk Prosedur Standard Operasi Pembuatan dan Pemasangan Sekat
Kedap Air pada Kapal-kapal rakyat di Maluku.
1.2. Maksud
Maksud buku panduan SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air
adalah untuk memberikan acuan teknis tentang penerapan Sekat Kedap Air
secara terperinci dalam rangka mencegah tenggelamnya kapal-kapal rakyat bila
mengalami kebocoran. Hal ini tentunya akan bermuara pada upaya-upaya
sistematis peningkatan kualitas kapal-kapal rakyat di Maluku.
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan buku SOP budidaya rumput laut
adalah :
a. Mengetahui cara pembuatan Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat.
b. Mengetahui cara pemasangan Sekat Kedap Air pada Kapal-kapal rakyat
c. Mencegah tenggelam kapal-kapal rakyat.
1). SOP Pembuatan Sekat Kedap Air (SKA) Pada Kapal baru
a. Pengidentifikasian lokasi SKA
b. Pembuatan bingkai SKA
c. Pembuatan penegar vertikal
d. Pembuatan papan panel
e. Pembuatan pintu kedap air
3). SOP Pembuatan Sekat Kedap Air (SKA) Pada Kapal lama
a. Penetapan lokasi sekat kedap air
b. Pengidentifikasian lambung dalam kapal pada lokasi SKA
c. Pembuatan gading SKA
d. Pembuatan penguat vertikal
e. Pembuatan papan panel
f. Pembuatan pintu kedap air
Bab 2
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 1/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
a. Menetapkan lokasi peletakan Sekat Kedap Air yang tidak bertentangan dengan
Peraturan Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Perhitungan Panjang
Lengan Kebocoran.
b. Mengidentifikasi konstruksi dalam lambung tempat meletakan SKA.
c. Mengidentifikasi lengkungan lambung pada tempat pemasangan sekat-sekat
kedap air.
1.1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan Sekat Kedap Air pertama sesuai peraturan BKI.
b. Analisis penentuan Sekat Kedap Air lainnya sesuai kurva batas kebocoran.
c. Analisa penentuan konstruksi dalam lambung sesuai desain SKA
1.2. Definisi
Pengidentifikasian lokasi adalah kegiatan menentukan letak Sekat Kedap Air pada
kapal yang sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI dan kurva panjang lengan
kebocoran serta mengidentifikasi konstruksi dalam lambung kapal tempat
meletakan SKA.
1.3. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Prosedur pembacaan kurva Lpp VS SKA
c. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA
1.6. Verifikasi
Terwujudnya identifikasi letak dan konstruksi lambung kapal tempat memasang
Sekat-sekat Kedap Air yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro
Klasifikasi Indonesia 1976, dan prosedur perhitungan kurva panjang lengan
kebocoran
1.7. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Prosedur pembacaan Kurva Lpp VS SKA.
c. Gambar-gambar konstruksi SKA.
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 2/18
PADA KAPAL BARU
1.2. Tujuan
a. Menetapkan desain gading SKA
b. Membuat Gading SKA
c. Membuat Balok Geladak SKA
1.8. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan ukuran penampang gading SKA sesuai peraturan BKI.
b. Analisis penentuan ukuran penampang balok geladak SKA sesuai peraturan BKI
1.9. Definisi
Pembuatan bingkai SKA adalah aktivitas pembuatan gading dan balok geladak SKA
sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.10. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA
1.11. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat gading dan balok geladak
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 3/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain Penegar SKA
b. Membuat penegar SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan ukuran penampang penegar SKA sesuai peraturan BKI.
b. Analisa penentuan letak penegar SKA sesuai peraturan BKI
1.3. Definisi
Pembuatan penegar SKA adalah kegiatan menentukan ukuran penampang
penegar vertical dan pengerjaan penegar SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat balok penegar vertical SKA
1.6. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal kayu sesuai labar gading dan balok geladak
b. Menentukan lebar kayu sesuai peraturan BKI
c. Memotong tinggi kayu sesuai tinggi balok geladak dari dasar gading
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 4/18
PADA KAPAL BARU
1.2. Tujuan
a. Menetapkan desain Panel SKA
b. Membuat Panel SKA
1.9. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
c. Analisa penentuan tebal papan panel SKA sesuai peraturan BKI
d. Analisa penentuan sistem sambungan antar papan panel pintu kedap air
e. Analisa penentuan sistem sambungan papan panel dengan bingkai SKA (gading
dan balok geladak)
1.10. Definisi
Pembuatan papan panel SKA adalah kegiatan menentukan tebal dan panjang
papan panel, sistem sambungan antar papan maupun dengan gading dan balok
geladak SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.11. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.12. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 5/18
PADA KAPAL BARU
1.3. Tujuan
a. Menetapkan desain pintu kedap air
b. Membuat Pintu Kedap Air
e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
h. Kayu untuk membuat frame dan panel Pintu Kedap Air
i. Metal Stainlessteel pembuat mekanisme buka tutup
1.20. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal papan panel pintu sesuai peraturan BKI
b. Menentukan ukuran penampang frame pintu sesuai peraturan BKI
c. Memotong balok frame sesuai ukuran lobang pintu antara sponeng penegar
kiri-kanan dan atas bawah.
d. Membuat sambungan antara balok frame
e. Mengikat sambungan antara balok frame dengan baut stainlessteel.
f. Membuat sponeng pada frame pintu kedap air tempat peletakan papan panel
g. Membuat sponeng koneksi antar papan panel pintu kedap air
h. Melekatkan lembaran karet pada sponeng frame pintu
i. Memasang papan papan panel pertama diantara sponeng frame pintu yang
telah dilapisi lembaran karet dan mengikat hubungannya menggunakan baut
stainlessteel
j. Memasang papan panel selanjutnya dengan terlebih dulu memasang lembaran
karet diantara sambungan papan panel pintu kedap air.
k. Mengikat setiap papan dengan frame pintu menggunakan baut stainlessteel
l. Memasang konstruksi pengedap pintu dengan frame pintu
m. Memasang mekanisme pengunci pada pintu dan pada frame pintu
n. Menguji fungsi mekanisme pengunci
1.21. Verifikasi
Terwujudnya penegar Pintu Kedap Air sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.22. Dokumen Terkait
c. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
d. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
e. Gambar disain konstruksi dan mekanisme pintu kedap air
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 6/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
a. Memasang Gading SKA
b. Memasang Balok Geladak SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Bingkai SKA meliputi :
a. Implementasi segmen-segmen gading pada tanda kedudukan setiap SKA.
b. Implementasi balok geladak sesuai tanda kedudukan setiap SKA.
1.3. Definisi
Pemasangan bingkai SKA adalah aktivitas pemasangan gading dan balok geladak
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Tanda kedudukan SKA sepanjang sisi dalam lambung kapal
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Baut-mur-ring
d. Mesin skrap portable
e. Mesin bor portable
f. Deser
g. Paku galvanis
h. Pasak kayu/besi
i. Kunci ring-pas
j. Balok geladak SKA
k. Gading SKA
1.6. Langkah – Langkah
a. Melekatkan lembaran karet tegak lurus lunas pada posisi SKA mulai dari dasar
kapal hingga tepi papan teratas
b. Membuat lobang-lobang baut pada gading, karet, dan papan lambung
c. Mengikat hubungan gading dan papan lambung menggunakan baut-mur-ring.
d. Memasang balok geladak dan mengikat sambunga balok geladak dan gading
SKA menggunakan baut-mur-ring.
1.7. Verifikasi
Terpasangnya gading dan balok geladak tempat memasang Sekat-sekat Kedap Air
yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Tanda kedudukan setiap SKA sepanjang kapal
c. Gambar-gambar konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 7/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
Memasang Penegar SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Penegar SKA meliputi Implementasi penegar
vertikal pada bingkai SKA.
1.3. Definisi
Pemasangan Penegar SKA adalah aktivitas pemasangan balok penegar vertikal
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Tanda kedudukan Penegar SKA pada bingkai SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat ukur/meter roll
b. Baut-mur-ring
c. Mesin bor portable
d. Kunci ring-pas
e. Balok penegar
1.6. Langkah – Langkah
a. Melekatkan lembaran karet pada koneksi ujung penegar dengan balok geladak
dan gading SKA
b. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, dan gading SKA
c. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, balok geladak SKA
d. Mengikat hubungan penegar dan balok geladak SKA menggunakan baut.
e. Mengikat hubungan penegar dan gading SKA menggunakan baut.
1.7. Verifikasi
Terpasangnya penegar vertical pad balok geladak maupun gading SKA sesuai
dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
1.8. Dokumen Terkait
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 8/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
Memasang Papan Panel SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
a. Implementasi papan-papan panel pada space antara sponeng gading SKA
dengan sponeng penegar SKA dan sponeng dasar gading dengan sponeng balok
geladak yang berseuaian.
b. Implementasi sistem sambungan kedap air antara papan panel, papan panel
dengan gading dan balok geladak.
1.3. Definisi
Pemasangkan papan panel SKA adalah kegiatan peletakan dan mengikat papan
panel satu dengan yang lain, dengan gading SKA, dan balok geladak SKA. sesuai
peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Paku galvanis
g. Lembaran karet
h. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
i. Papan panel
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 9/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
Memasang Pintu Kedap Air
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Pintu Kedap Air meliputi Implementasi konstruksi
pintu kedap air, sistem kekedapan, dan sistem buka tutup.
1.3. Definisi
Pemasangan Pintu Kedap Air adalah kegiatan implementasi konstruksi pintu kedap
air, sistem sambungan, sistem kekedapan, mekanisme buka tutup dan pembuatan
pintu kedap air sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi pintu kedap air
c. Desain konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Pahat
e. Lembaran karet
f. Pintu Kedap Air dan mekanisme buka tutup
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 10/18
PADA KAPAL LAMA
1.1. Tujuan
a. Menetapkan lokasi peletakan Sekat Kedap Air yang tidak bertentangan dengan
Peraturan Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Perhitungan Panjang
Lengan Kebocoran.
b. Mengidentifikasi konstruksi dalam lambung tempat meletakan SKA.
c. Mengidentifikasi lengkungan lambung pada tempat pemasangan sekat-sekat
kedap air.
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan Sekat Kedap Air pertama sesuai peraturan BKI.
b. Analisis penentuan Sekat Kedap Air lainnya sesuai kurva batas kebocoran.
c. Analisa penentuan konstruksi dalam lambung sesuai desain SKA
1.3. Definisi
Pengidentifikasian lokasi adalah kegiatan menentukan letak Sekat Kedap Air pada
kapal yang sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI dan kurva panjang lengan
kebocoran serta mengidentifikasi konstruksi dalam lambung kapal tempat
meletakan SKA.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Prosedur pembacaan kurva Lpp VS SKA
c. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gambar Rencana Garis
d. Gambar Rencana Umum
e. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 11/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain gading SKA
b. Membuat Gading SKA bila SKA tidak pada Gading terpasang
c. Membuat Balok Geladak SKA bila SKA tidak pada Gading terpasang
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Bila SKA sesuai pada gading terpasang maka tidak dibuat Bingkai baru
b. Analisa penentuan ukuran penampang gading SKA sesuai peraturan BKI.
c. Analisis penentuan ukuran penampang balok geladak SKA sesuai peraturan BKI
1.3. Definisi
Pembuatan bingkai SKA adalah aktivitas pembuatan gading dan balok geladak SKA
sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI bila kedudukan SKA tidak berada pada
gading terpasang
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat gading dan balok geladak
1.6. Langkah – Langkah Bila Letak SKA Tidak Sama Dengan Gading Terpasang
a. Menentukan tebal kayu sesuai peraturan BKI
b. Menetapkan jumlah segmen gading sesuai dengan ketersediaan kayu
c. Memindahahkan pola (mal) ke kayu gading dan menandai dengan spidol
d. Memotong kayu sesuai dengan gambar pola
e. Membuat sambungan antar segmen (sambungan bibir miring)
f. Membuat sponeng sambungan dengan papan panel.
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 12/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain Penegar SKA
b. Membuat penegar SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan ukuran penampang penegar SKA sesuai peraturan BKI.
b. Analisa penentuan letak penegar SKA sesuai peraturan BKI
1.3. Definisi
Pembuatan penegar SKA adalah kegiatan menentukan ukuran penampang
penegar vertical dan pengerjaan penegar SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat balok penegar vertical SKA
1.6. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal kayu sesuai labar gading dan balok geladak
b. Menentukan lebar kayu sesuai peraturan BKI
c. Memotong tinggi kayu sesuai tinggi balok geladak dari dasar gading
d. Membuat sponeng sambungan dengan papan panel
e. Membuat sponeng sambungan frame pintu kedap air (bila sekat dilengkapi
pintu kedap air)
1.7. Verifikasi
Terwujudnya penegar SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 13/18
PADA KAPAL LAMA
1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain Panel SKA
b. Membuat Panel SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
a. Analisa penentuan tebal papan panel SKA sesuai peraturan BKI
b. Analisa penentuan sistem sambungan antar papan panel pintu kedap air
c. Analisa penentuan sistem sambungan papan panel dengan bingkai SKA (gading
dan balok geladak)
1.3. Definisi
Pembuatan papan panel SKA adalah kegiatan menentukan tebal dan panjang
papan panel, sistem sambungan antar papan maupun dengan gading dan balok
geladak SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
h. Kayu untuk membuat papan panel SKA
1.6. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal papan sesuai peraturan BKI
b. Menentukan panjang papan sesuai jarak dari penegar ke gading yang
bersesuaian
c. Memotong papan sesuai jarak dari sponeng penegar ke sponeng gading yang
bersesuaian.
d. Membuat sponeng sambungan antara papan panel
e. Membuat gap di ujung luar papan panel tempat lewat papan senta
1.7. Verifikasi
Terwujudnya penegar SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 14/18
PADA KAPAL BARU
1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain pintu kedap air
b. Membuat Pintu Kedap Air
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Pintu Kedap Air meliputi :
a. Analisa penentuan frame pintu kedap air sesuai peraturan BKI
b. Analisa papan panel pintu kedap air sesuai peraturan BKI
c. Analisa penentuan sistem sambungan antar papan panel pintu kedap air
d. Analisa penentuan sistem sambungan papan panel pintu Kedap air dengan
pintu kedap air
e. Analisa sistem kedap air antara frame pintu kedap air dengan penegar SKA
f. Analisa buka-tutup pintu kedap air
1.3. Definisi
Pembuatan Pintu Kedap Air adalah kegiatan menentukan : ukuran tebal, lebar, dan
tinggi frame dan papan panel pintu kedap air, sistem sambungan, sistem
kekedapan, mekanisme buka tutup dan pembuatan pintu kedap air sesuai
peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi pintu kedap air
c. Desain konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 15/18
PADA KAPAL LAMA
1.1. Tujuan
a. Memasang Gading SKA
b. Memasang Balok Geladak SKA
1.2. Ruang Lingkup Bila Letak SKA Tidak Sama Dengan Gading Terpasang
Ruang lingkup dari pemasangan Bingkai SKA meliputi :
a. Implementasi segmen-segmen gading pada tanda kedudukan setiap SKA.
b. Implementasi balok geladak sesuai tanda kedudukan setiap SKA.
1.3. Definisi
Pemasangan bingkai SKA adalah aktivitas pemasangan gading dan balok geladak
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Tanda kedudukan SKA sepanjang sisi dalam lambung kapal
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Baut-mur-ring
d. Mesin skrap portable
e. Mesin bor portable
f. Paku galvanis
g. Pasak kayu/besi
h. Kunci ring-pas
i. Balok geladak SKA
j. Gading SKA
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 16/18
PADA KAPAL LAMA
1.2. Tujuan
Memasang Penegar SKA
1.9. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Penegar SKA meliputi Implementasi penegar
vertikal pada bingkai SKA.
1.10. Definisi
Pemasangan Penegar SKA adalah aktivitas pemasangan balok penegar vertikal
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.11. Acuan
c. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
d. Tanda kedudukan Penegar SKA pada bingkai SKA
1.12. Alat dan Bahan
f. Alat ukur/meter roll
g. Baut-mur-ring
h. Mesin bor portable
i. Kunci ring-pas
j. Balok penegar
1.13. Langkah – Langkah
f. Melekatkan lembaran karet pada koneksi ujung penegar dengan balok geladak
dan gading SKA
g. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, dan gading SKA
h. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, balok geladak SKA
i. Mengikat hubungan penegar dan balok geladak SKA menggunakan baut.
j. Mengikat hubungan penegar dan gading SKA menggunakan baut.
1.14. Verifikasi
Terpasangnya penegar vertical pad balok geladak maupun gading SKA sesuai
dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
1.15. Dokumen Terkait
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 17/18
PADA KAPAL LAMA
1.1. Tujuan
Memasang Papan Panel SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
a. Implementasi papan-papan panel pada space antara sponeng gading SKA
dengan sponeng penegar SKA dan sponeng dasar gading dengan sponeng balok
geladak yang berseuaian.
b. Implementasi sistem sambungan kedap air antara papan panel, papan panel
dengan gading dan balok geladak.
1.3. Definisi
Pemasangkan papan panel SKA adalah kegiatan peletakan dan mengikat papan
panel satu dengan yang lain, dengan gading SKA, dan balok geladak SKA. sesuai
peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Paku galvanis
g. Lembaran karet
h. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
i. Papan panel
PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 18/18
PADA KAPAL LAMA
1.1. Tujuan
Memasang Pintu Kedap Air
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Pintu Kedap Air meliputi Implementasi konstruksi
pintu kedap air, sistem kekedapan, dan sistem buka tutup.
1.3. Definisi
Pemasangan Pintu Kedap Air adalah kegiatan implementasi konstruksi pintu kedap
air, sistem sambungan, sistem kekedapan, mekanisme buka tutup dan pembuatan
pintu kedap air sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi pintu kedap air
c. Desain konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Pahat
e. Lembaran karet
f. Pintu Kedap Air dan mekanisme buka tutup
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
1.6. Langkah – Langkah
a. Melekatkan lembaran karet pada : sponeng penegar SKA.
b. Membuat lobang-lobang baut engsel pada penegar, dan frame pintu. Mengikat
pintu kedap air pada penegar menggunakan baut stainessteel.
c. Memasang blok pengunci pada penegar SKA disesuaikan dengan pelat pengunci.
d. Menguji kekedapan pintu kedap air dengan cara penyemproan air pada satu sisi
pintu dan melihat kebocoran pada sisi yang lain.
1.7. Verifikasi
Terwujudnya Pintu Kedap Air sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
c. Gambar disain konstruksi dan mekanisme pintu kedap air
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).
Bab 3
DOKUMEN TERKAIT
Bab 4
Letak dari AP : ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
dokumen
PENGUSULAN PATEN SEDERHANA
34
1
Deskripsi
STRUKTUR SEKAT KEDAP AIR UNTUK MENCEGAH
TENGGELAM PADA KAPAL-KAPAL KAYU
Klaim
15 1. Suatu struktur sekat kedap air untuk mencegah tenggelam
kapal-kapal kayu, yang terdiri dari :
sekat kedap air haluan yang terbentuk dari gading sekat
(2a), panel sekat (4a), balok geladak (3a), penguat
horisontal (5a, 5b), penguat vertikal (6a, 6b, 6c)dan
20 bingkai panel sekat (8a);
sekat kedap air depan kamar mesin yang terbentuk dari
gading sekat (2b), panel sekat (4b), balok geladak (3b),
penguat horisontal (5c, 5d, 5e, 5f, 5g), penguat
vertikal (6d, 6e, 6f, 6g, 6h), balok vertikal (7a, 7b)
25 dan bingkai panel sekat (8b);
sekat kedap air antara ruang muat yang terbentuk dari
gading sekat (2c), panel sekat (4c), balok geladak (3c),
penguat horisontal (5h, 5i, 5j, 5k. 5l), penguat
vertikal (6i, 6j, 6k, 6l, 6m, 6n), balok vertikal (7c,
30 7d) dan bingkai panel sekat (8c);
sekat kedap air buritan yang terbentuk dari gading sekat
(2d), panel sekat (4d), balok geladak (3d), penguat
horisontal (5m, 5n), penguat vertikal (6o, 6p, 6q, 6r,
6s) dan bingkai panel sekat (8d);
7
15
20
25
30
8
1a 1b
1d
1a 1c
1d
5
1b
1c
10
Gambar 1
1d 1b
1c
15 1a
20
Gambar 2
3a 5a
6b
25
6c
4a
5b
30
2a 6a
8a
Gambar 3
9
3b
10
4b
2b
Gambar 4
15
5f
5c 6g
20 5d
6d
25 6i
5g
5e
6e 6h
7b
30 6f 8b
7a
Gambar 5
10
3c
10 4c
2c
Gambar 6.
15
5h 6l
5k
20 5i
6i
25 6n
5l
5j
6j 6m
7d
30 6k
7c 8c
Gambar 7
11
5m
5n
5
6o
6s
6p 6r
10
8d
6q
Gambar 8
15
3d
20
25 4d
2d
30
Gambar 9
12
5
9
10 9
15
Gambar 10
20
25
30
13
Abstrak
STRUKTUR SEKAT KEDAP AIR UNTUK MENCEGAH TENGGELAM
PADA KAPAL-KAPAL KAYU
5
Invensi ini berhubungan dengan struktur sekat kedap air
berbentuk dinding yang terbentang selebar kapal dan setinggi
geladak utama kapal. Struktur sekat kedap air tercipta dari
suatu dinding kedap air yang luas dan kokoh. Dinding kedap
10 air diperkuat oleh banyak balok vertikal dan banyak balok
horisontal. Kekedapan sekat kedap air adalah dijamin oleh
lembaran karet lebar dan tebal yang ditempatkan diantara sisi
atas balok geladak dan sisi bawah papan geladak utama,
diantara sisi luar gading sekat dengan sisi dalam papan kulit
15 lambung kapal, diantara papan panel sekat dengan balok
bingkai sekat. Ruang-ruang yang terbentuk oleh sekat kedap
air dengan papan lambung kapal dan papan geladak utama adalah
ruang-ruang kedap air yang akan menjamin air bocor tidak
merembes memasuki ruang lainnya jika salah satu atau beberapa
20 ruangan kemasukan air bocor. Hal ini akan mencagah tenggelam
pada kapal-kapal kayu.
25
14
15
16
17
18
LAMPIRAN 4
draft
BUKU AJAR TEORI BANGUNAN
KAPAL I
35
SERI BUKU AJAR
Oleh :
REICO HAROLD SIAHAINENIA
UNIVERSITAS PATTIMURA
MEI 2017
1
KATA PENGANTAR
Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia membutuhkan banyak sekali moda
transportasi laut. Kebutuhan ini teristimewa sangat dirasakan oleh masyarakat pada propinsi-
propinsi kepulauan. Untuk memenuhi kebutuhan alat transportasi laut ini, maka dibutuhkan
banyak sekali tenaga ahli dalam bidang perkapalan yang memahami secara baik teri-teori
bangunan kapal.
Aplikasi Teori Bangunan Kapal tidak saja didominasi oleh mereka yang nantinya berprofesi
sebagai karyawan-karyawati perusahaan perkapalan konvensional dan pihak terkait lainnya,
tetapi juga teristimewa bagi masyarakat pengrajin kapal-kapal rakyat yang masih sangat
berpengaruh dalam menyediakan alat transportasi antar pulau.
Buku ini dan seri buku Teori Bangunan Kapal lainnya akan memandu anda mempelajari
berbagai konsep dasar terkait dengan bangunan kapal. Secara lebih rinci buku ini akan
memberi penjelasan tentang teori dasar kapal, karakteristik hidrostatis kapal, stabilitas
kapal dan insubmersibilitas, kemampuan kapal untuk tetap terapung pada permukaan air
meskipun telah kemasukan air bocor pada lambung kapal.
Kami sangat sadar bahwa buku ini masih jauh dari disebut sempurna, untuk itu perlu adanya
“tegur-sapa” demi perbaikannya di kemudian hari. Semoga buku ini memberikan manfaat
bagi anda. Selamat membaca.
2
DAFTAR ISI
3
4.4 BM Memanjang (LBM) …………………………………………………. 28
4.5 KM Memanjang (TKM) …………………………………………………. 28
4.6 Deplasemen Disebebkan Trim 1 Centimeter (DDT) ……………………. 28
4.7 Momen Mengubah Trim 1 Centimeter (MTC) ………………………….. 28
BAB IV. KURVA BONJEAN DAN KAPASITAS ………………………………. 30
4.1 Menghitung Luas Station Tiap Garis Air ……………………………….. 30
4.2 Menghitung Kapasitas Kapal ……………………………………………. 30
BAB V. STABILITAS SUDUT BESAR ………………………………………….. 30
5.1 Pergeseran Buoyancy dan Metacenter …………………………………… 30
5.2 Lengan Stabilitas ………………………………………………………… 35
5.3 Stabilitas Bentuk dan Stabilitas Berat …………………………………… 39
5.4 Stabilitas Statis ………………………………………………………….. 39
5.5 Stabilitas Dinamis ……………………………………………………….. 39
5.6 Kriteria Stabilitas Utuh ………………………………………………….. 39
BAB VI. STABILITAS BOCOR ………………………………………………….. 50
6.1 Perubahan Sarat …………………………………………………………. 50
6.2 Trim dan Oleng ………………………………………………………….. 50
6.3 Metode Kehilangan Buoyancy …………………………………………... 50
6.4 Metode Tambahan Berat ………………………………………………… 50
6.5 Kriteria Stabilitas Bocor ………………………………………………… 50
BAB VII. KURVA KEBOCORAN ……………………………………………….. 60
7.1 Volume dan Titik Berat Air Masuk ……………………………………… 60
7.2 Margin Line ……………………………………………………………… 60
7.3 Faktor Permeabilitas ……………………………………………………... 60
7.4 Kriteria Kebocoran ………………………………………………………. 60
REFERENSI ………………………………………………………………………... 60
BIODATA PENULIS ………………………………………………………………. 60
4
PENDAHULUAN
Memahami secara baik Teori Bangunan Kapal akan menjadikan seorang disainer kapal
maupun mereka yang mengimplementasi dan mengaplikasi Teori Bangunan Kapal dalam
berbagai apek menjadi optimal dalam pekerjaannya. Hal ini terutama disebabkan karena
sebagai konstruksi terapung, sebuah kapal dalam pengoperasiannya harus mampu memikul
semua beban akibat tujuan pembangunannya, sambil tetap terapung dalam kondisi stabil
pada permukaan air. Sejumlah kemampuan yang harus dimiliki kapal untuk dapat dikatakan
layak beroperasi di laut atau yang dikenal dengan istilah “Laik Laut” antara lain : Stabilitas
(Stability) dan Insubmersibilitas (Insubmeribility).
Stabilitas kapal menekankan bahwa disain sebuah kapal harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga ketika kapal sungsang (Trim) dan miring (list) maka kapal tersebut akan dapat
kembali ke posisi tegak setelah. Kemampuan ini kapal ini dapat direkayasa dengan jalan
mengatur titik pusat gaya berat kapal (G) dan titik episentrum gaya apung (B). Pengaturan
titik berat berkaitan dengan berat setiap komponen konstruksi dan muatan serta letak
masing-masing komponen berat tersebut dari dasar kapal (Keel). Mengkondisikan titik
tangkap gaya apung (Buoyancy) dapat dilakukan dengan mengatur volume kapal yang
tercelup dalam air. Insubmersibilitas berhubungan erat dengan bagaimana meletakan sekat
kedap air (Watertight bulkhead) secara tepat dalam lambung kapal untuk memberikan ruang-
ruang kompartemen kedap air (compartment) sedemikian rupa sehingga bila terjadi air bocor
memenuhi salah satu kompartemen, maka kapal masih tetap terapung karena kompartemen
yang tidak bocor masih dipenuhi udara yang adalah sumber daya apung kapal.
5
DESKRIPSI SINGKAT TEORI BANGUNAN KAPAL I
Mata Kuliah Teori Bangunan Kapal I adalah salah satu mata kuliah Ketrampilan Berkarya
(MKB) pada Program Studi Teknik Perkapalan sesuai Kurikulum Berbasis Kompetensi pada
Fakultas Teknik Universitas Pattimura. Teori Bangunan Kapal I diberikan pada semester V.
Teori Bangunan Kapal I akan membantu anda untuk memahami istilah-istilah ukuran utama
kapal maupun bagian-bagiannya, menjelaskan rencana garis dan bagian-bagiannya,
membuat perhitungan dan menggambar karakteristik Hidrostatis, menghitung dan
menggambar diagram Bonjean, menghitung dan menggambar diagram Kapasitas,
menghitung dan menggambar diagram Stabilitas Statis, dan menghitung serta menggambar
kurva panjang lengan kebocoran untuk kapal penumpang berdasarkan SOLAS 1974. Teori
Bangunan Kapal I akan membekali anda untuk mengikuti Mata Kuliah Teori Bangunan
Kapal II, Merancang Kapal dan Tugas Merancang Kapal.
STANDARD KOMPETENSI
Setelah mempelajari Teori Bangunan Kapal I dalam buku ini maka diharapkan anda dapat :
memahami konsep umum kapal sebagai benda terapung, menghitung, menggambar dan
menilai karakteristik : Hidrostatis, Stabilitas Utuh, dan Insubmersibilitas sebuah kapal.
SUSUNAN MATERI
Bab I menjelaskan tentang Konsep Dasar Teori kapal yang mencakup Hukum Archimedes,
keseimbangan benda-benda terapung, bentuk dan penampang dari berbagai benda beraturan
maupun tidak beraturan, dan diakhiri dengan Rencana Garis kapal.
Bab II menguraikan tahapan pertama dari diagram Hidrostatis yang dimulai dengan
pemahaman Rumus Simpson yang memandu untuk dapat menghitung luas dan volume
6
corpus kapal, menghitung Momen Statis Titik Berat Luas dan Volume, koefisien-koefisien
bentuk kapal, gaya angkat kapal oleh air tawar maupun air laut, dan diakhiri oleh perhitungan
dan penggambaran Ton per Centimeter Benaman (TPC).
Bab III berisi pengetahuan tentang mengenal stabilitas kapal pada kemiringan lebih kecil
dari 15o. Bab ini menguraikan tentang olengan dengan displasemen tetap, momen inersia
luasan, metasenter, dan lengan stabilitas.
Bab IV akan mengkaji bagaimana menentukan karakter hidrostatis bagian II berupa : momen
inersia memanjang, momen inersia melintang, BM melintang (TBM) dan memanjang
(LMB), KM memanjang (TKM), deplasemen yang disebebkan trim 1cm (DDT), dan
akhirnya mempelajari tentang momen mengubah trim 1cm (MTC).
Bab V berisi tentang perhitungan dan penggambaran Kurva Bonjean dan Kapasitas.
Menekankan pada menghitung luas gading (Station) pada setiap perubahan garis air,
menghitung dan menggambar diagram kapasitas kapal.
Bab VI menjelaskana tentang Stabilitas kapal pada sudut kemiringan lebih besar dari 5 o.
Materi penunjang berupa Pergeseran pusat titik apung (Buoyancy) dan Metecenter.
Mempelajari juga tentang lengan stabilitas, stabilitas bentuk dan stabilitas berat, stabilitas
statis, juga stabilitas dinamis. Diakhiri dengan mengenal kriteria stabilitas utuh.
Bab VI berbicara mengenai Stabilitas bocor (Damage stability) dengan materi ; volume dan
titik berat air masuk, margin line, factor permeabilitas, dan kriteria kebocoran.
UNTUK MAHASISWA
Kami akan membantu anda memahami lebih baik materi dalam buku ini dengan
menyediakan beberapa simbol saat membaca buku ini. Simbol-simbol dimaksud antara
lain :
Adalah informasi berisi deskripsi singkat tentang isi atau materi tiap
bab.
7
Menggambarkan sasaran yang ingin dicapai dari suatu Bab yang
terangkum dalam kompetensi dasar.
8
6
Menjelaskan
Luas & Vol. Corpus
26
7
Menjelaskan
Momen Statis Titik
Berat Luas & Volume
1
8
Menjelaskan
Koefisien Kapal
9
DIAGRAM
Menjelaskan Menggambar
HIDROSTATIS I
Menghitung dan
10
Menjelaskan
Ton per Cm Benaman
Menjelaskan :
Menjelaskan 11
Hukum Archimedes
27
Olengan dgn.
Displasemen Tetap
12
Menjelaskan
Momen Inersia Luasan
2
13
Menjelaskan
Metacenter dan
DIAGRAM
Menggambar
Lengan Stabilitas
Menghitung dan
HIDROSTATIS II
14
Menjelaskan
Ix, Iy, TBM, LBM, TKM,
DDT, MTC
5
15
Menjelaskan
Menjelaskan :
Kurva Bonjean &
28
Kapasitas
16
Menjelaskan
Menjelaskan
Lengan Stabilitas
DIAGRAM
Menggambar
Menjelaskan :
STABILITAS UTUH
18
Menjelaskan
RENCANA GARIS KAPAL
Menjelaskan
Perubahan Sarat
Menjelaskan :
Menjelaskan
Trim & List saat
29
Kapal Bocor
4
21
Menjelaskan Metode
Penambahan Berat
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat menentukan karakteristik
22
MenjelaskanMetode
Kehilangan Buoyancy
KURVA
LENGAN
23
PANJANGG
Menjelaskan
Menggambar
KEBOCORAN
Menghitung dan
Menjelaskan
Menjelaskan :
Rumus Simpson
Menjelaskan
Kriteria Kebocoran
Entry behavior line
9
BAB I
DASAR TEORI BANGUNAN KAPAL I
Deskripsi Singkat
Bab ini akan menguraikan empat dasar Teori Bangunan Kapal I, yang
mencakup : (a) Hukum Archimedes, (b) Keseimbangan Benda Terapung, (c)
Bentuk dan Penampang (d) Rencana Garis Kapal.
Gambar 1. Tiga kondisi relative berat benda terhadap gaya tekan air
Latihan 1
Sebuah kubus baja pejal volume 1m3 dicelupkan dalam air hingga sisi
atas rata dengan permukaan air. = 7850 kg/m3, = 1000 kg/m3.
Apakah kubus baja pejal ini terapung bila dilepaskan ?
Jawaban
Berat kubus = 7850 kg/m3 x 1 m3 x 9.81 m/det = -77008.5 Newton
Gaya angkat air pada kubus = 1000 kg/m3 x 1 m3 x 9.81 m/det = + 9810 N
Resultan gaya = 9810kg – 77008kg = -67195.5 N (kubus tenggelam saat dilepaskan !)
Latihan 2
Kubus bersisi 2m berongga terbuat dari pelat baja. Dibuat sedemikian hingga volume
dalam = 7m3. Volume luar kubus = 8m3. Volume baja pembuat kubus tetap 1m3. Apakah
kubus berongga ini juga akan tenggelam bila dilepaskan ?
Jawaban
Berat kubus = -77008 Newton
Gaya angkat air pada kubus = 1000 kg/m3 x 8 m3 x 9.81 m/det= +78480 Newton
11
Resultan gaya = 78480 N – 77008 N = +1472 N (kubus terapung saat dilepaskan !)
Kubus akan terus bergerak ke atas dan berhenti ketika F=0
F=0 akan terjadi bila Fa = Fb atau Fa = 77008N
Fa ini terjadi bila vol.air yg dipindahkan = 77008/(1000 x 9.81)=7.85m3
7.85m3 terpenuhi bila sarat air = 7.85m3/4m3 = 1.96m
Sisi kubus yang berada di atas air = 2m – 1.96m = 0.04m
Telah dijelaskan bahwa sebuah benda akan terapung jika gaya tekan air (gaya
Archimedes), Fa, lebih besar dari berat (W) benda tersebut. Bila terminologi gaya
Archimedes dengan initial (Fa) kita ganti dengan huruf B yang mewakili Buoyancy atau
gaya apung, maka sejauh ini kita telah mengambil dua kata kunci dari hukum Archimedes
yakni W (Weight) dan B (Bouyancy).
Titik berat, W, adalah resultan atau titik tangkap dari gaya berat semua komponen/bagian
suatu benda. Titik pusat gaya berat benda memiliki arah ke pusat bumi atau pusat grafitasi
bumi. Titik G suatu benda tidak akan pernah berubah dari posisi awalnya sepanjang tidak
terjadi pengurangan atau penambahan volume benda tersebut.
Titik apung, B, merupakan akumulasi atau hasil penjumlahan gaya tekan air terhadap
permukaan benda yang tercelup dalam air. Dengan kata lain bentuk dan volume benda
yang tercelup dalam air menentukan letak dari titik B.
Bila terjadi perubahan volume benda di bawah garis air dari suatu benda yang berada
tegak lurus terhadap permukaan air, maka titik B akan berpindah dari posisinya yang lama
ke posisi baru B’. Pergeseran titik B ke B’ akan membentuk sudut terhadap garis sumbu
benda ketika benda terapung tegak. Titik sudut atau titik potong garis sumbu benda
dengan resultan gaya apung pada posisi baru, B’, dinamakan titik Metacenter (M).
Kita sekarang sudah memiliki tiga titik penting yang menentukan macam dari
keseimbangan benda yang terapung. Tiga titik tersebut adalah : G, B, dan M.
Perlu kami tegaskan lagi bahwa Titik M tidak akan muncul jika garis sumbu benda berada
pada posisi tegak lurus terhadap permukaan air dan perpindah titik B ke B’ akan
memunculkan titik M.
12
Kedudukan relatif titik G, B dan M inilah yang menentukan jenis keseimbangan dari
benda yang mengapung seperti terlihat pada Gambar 2 berikut :
G
MH M
MH
G M
G M G
z
B MR B B B
B’ B’ B’
MR
Dari gambar di atas kita sekarang dapat mendefenisikan keseimbangan suatu bendaya
terapung sebagai berikut :
(a) Titik G segaris dengan titik B maka benda dikatakan berada pada kondisi tegak
(b) Titik G tidak segaris vertical dengan titik B maka benda dikatakan miring
(c) Titik G berada di bawah titik M maka benda dikatakan seimbang positif
(d) Titik G berada di atas titik M maka benda dikatakan seimbang negative
(e) Titik G berimpit dengan titik M maka benda dikatakan seimbang netral
Setiap benda memiliki bentuk. Bentuk setiap benda dapat sama satu dengan yang lainnya
atau sebaliknya berbeda satu dengan lainnya. Kesamaan ataupun berbedaan benda bila
dicermati sesungguhnya disebabkan karena perbedaan volume dan massa penyusun
benda tersebut. Penyebab perbedaan ini menyebabkan benda diklasifikasi sebagai ; benda
beraturan, bila ordinat sepanjang benda sama/simetris terhadap sumbu benda, sehingga
sebaliknya bila benda tidak simetris terhadap garis sumbunya maka benda tersebut
dinamakan benda memiliki bentuk yang tidak beraturan.
Bentuk potongan baik segaris, tidak segaris, sejajar, maupun tidak sejajar garis sumbu
suatu benda dinamakan penampang. Penampang setiap potongan alah berupa bidang
datar yang dapat memiliki bentuk yang sama, tetapi juga dapat berbeda dengan bentuk
benda yang dipotong.
13
Gambar 3. Bentuk dan Penampang benda beraturan dan takberaturan
Untuk mendiskripsikan bentuk sebuah benda secara utuh, maka orang kemudian
membuat potongan-potongannya dengan jarak potongan sedemikian rupa untuk mewakili
dan menunjukan setiap perubahan prinsipil dari bentuk benda tersebut. Penampang
potongan pada jarak tertentu dapat sama tetapi pada potongan yang lain penampangnya
dapat berbeda.
Dalam menggambar teknik umumnya sebuah benda dinyatakan bentuknya melalui tiga
pandangan/perspektif yakni : pandangan depan, pandangan samping dan pandangan atas.
Ketiga pandangan ini dan tentunya dengan potongan pada jarak tertentu diharapkan
memberikan diskripsi yang utuh sempurna mengenai benda yang sedang dipresentasikan.
Istilah Rencana Garis (Lines plan) umumnya ditemui dalam pengetahuan bangunan
kapal. Gambar Rencana Garis dibuat untuk merepresentasi bentuk bentuk sebuah kapal.
Rencana Garis yang baik terdiri dari dari depan (Body plan), dari samping (Sheer plan),
maupun dari atas/pandangan setengah lebar (Half bread plan).
B ULWA K A
MA IN DECK
FP
19
18
17
WL - 8 WL - 8
16
WL - 7 WL - 7
AP 15
WL - 6 WL - 6
WL - 5 1
2 WL - 5
WL - 4 3 WL - 4
4
WL - 3 5 WL - 3
WL - 2 WL - 2
10, 9, 8, 7, 6
WL - 1 WL - 1
Base Lin e Base Lin e
B L-II B L-I B L-I B L-II
14
Body Plan
Gambar 5. Gading (Stations/Frames)
WL - 8 WL - 8
WL - 7 WL - 7
WL - 6 WL - 6
WL - 5 WL - 5
WL - 4 WL - 4
WL - 3 WL - 3
WL - 2 WL - 2
WL - 1 WL - 1
Base Lin e Base Lin e
AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A
Sheer Plan
Gambar 7. Buttock
WL - 7
WL - 6
B L - II
BL - I
WL - 0.5 WL - 0.5
AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A
Gambar 7. Lines
Penampang dari setiap potongan dibuat menyatu dengan perspektifnya untuk
memudahkan proses penggambaran dan koreksi serta mambantu memahami bentuk kapal
secera keseluruhan.
15
WL - 8 WL - 8
WL - 7 WL - 7
WL - 6 WL - 6
WL - 5 WL - 5
WL - 4 WL - 4
WL - 3 WL - 3
WL - 2 WL - 2
WL - 1 WL - 1
Base Lin e Base Lin e
AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A
W A T E R L I N E
Gad. DECK BULW
0.5 1 2 3 4 5 6 7 8
Body Plan
WL - 7
WL - 6
B L - II B L - II
BL - I BL - I
WL - 0.5 WL - 0.5
AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A
b. Panjang Kapal
Ukuran panjang kapal yang biasa dipergunakan dalam perkapalan ada 3(tiga) macam, yaitu
: Panjang Keseluruhan ( Length Over All ), Panjang Garis Air ( Length Water Line ), dan
Panjang antara Garis Tegak ( Length bedwin Perpendicutar ). Panjang Keseluruhan ( L )
adalah panjang kapal yang diukur dari ujung belakang sampai keujung depan kapal ( lihat
gambar 1-2 ). Panjang Garis Air (LWL) Permukaan air pd muatan penuh (OA) adalah
panjang kapal yang diukur pada bidang garis air, dari ujung belakang ke ujung depan kapal
(lihat gambar 1-2 ). Panjang antara Garis Tegak ( L) adalah panjang kapal yang diukur dari
garis tegak belakang sampai garis tegak depan ( lihat Gambar 1-2 ).
c. Lebar kapal
Kini anda akan diperkenalkan dengan lebar kapal antara lain ; Lebar Terbesar kapal
(Breadt moulded), diukur pada tengah kapal mulai dari ujung sisi dalam pelat kulit hingga
bagian yang sama di sebelah kanan. Sedangkan untuk kapal kayu diukur dari sisi luar
papan lambung.
17
(a) (b)
Gambar 11. Lebar kapal baja (a) dan lebar kapal kayu (b)
d. Tinggi kapal
Kini anda akan diperkenalkan dengan tinggi kapal antara lain ; Tinggi seluruh (Height
moulded) dan Tinggi Sarat (Draft molded). Height molded atau dikenal sebagai Tinggi
Geladak diukur pada tengah kapal sebelah sisi (kiri-kanan) mulai dari atas lunas hingga sisi
bawah pelat geladak (a). Sedangkan untuk kapal kayu (b) mulai dari ujung bawah papan
kulit lambung hingga sisi atas papan geladak.
(a) (b)
Gambar 12. Tinggi kapal baja (a) dan tinggi kapal kayu (b)
Draft (D) dikenal juga sebagai Tinggi Sarat (T) diukur pada tengah kapal disebelah sisi mulai
dari atas lunas hingga garis air muatan maksimum (a), sedangkan untuk kapal kayu diukur
mulai dari ujung bawah pelat kulit yang terdekat dengan lunas hingga
(a) (b)
18
Gambar 13. Tinggi sarat kapal baja (a) dan tinggi sarat kapal kayu (b)
B. Penampang Kapal
Setelah memahami berbagai ukuran penting dalam perkapalan, berikut ini anda diajak
memahami beberapa bidang/penampang utama yang akan dijumpai dalam materi-materi
selanjutnya.
a. Bidang diametral dan garis buttock
Bidang diametral adalah bidang tegak hasil potongan kapal tepat pada garis tengah (Center
line) Bidang ini cenderung membagi kapal atas bagian kiri dan kanan dan sama besar. Bila
kita memotong kapal sejajar bidang diametral maka akan terbentuk bidang-bidang yang
dibatasi garis oleh garis lengkung (buttock lines) badan kapal dan garis lurus geladak kapal.
19
Bidang garis air (Water line section) adalah bidang horisontal yang terbentuk dari hasil
potongan memanjang kapal tepat di garis muat maksimum kapal. Potongan sejajar bidang
garis air maksimum ini ke arah dasar kapal (Ship bottom) akan menciptakan bidang-bidang
garis air yang luasnya lebih kecil.
=
× ×
Atau
=
× ×
Gambar 17. Ilustrasi Koefisien Blok
=
×
20
Gambar 18. Ilustrasi Koefisien Midship
=
×
Atau
=
×
=
×
Atau
=
×
21
D. Prosedur Penggambaran Rencana Garis
Rencana garis (lines plan) adalah representasikan suatu bentuk badan kapal dalam tiga
pandangan yakni : Body Plan, Half Bradt Plan, dan Sheer Plan.
Pembuatan rencana garis umumnya diawali dengan pembuatan body plan. Body Plan
menunjukan karakter station/gading kapal yakni yang tegak lurus terhadap water line dan
buttock line. Untuk mempermudah intepretasi bentuk lambung maka umumnya bentuk
lambung haluan digambar sebelah kanan center line, dan sebaliknya bentuk lambung buritan
di sebelah kiri.
Tahap I
Setelah melalui berbagai analisa berdasarkan tujuan perancangan (mission reguirements)
maka diperoleh ukuran utama kapal : LBP, B, T, D, Vs dan menghitung :
Fn = Vs/(g.L)1/2
CB = - 4,22 + 27,8 (Fn)1/2 – 39,1 Fn + 46,6 (Fn)3 untuk 0,15<Fn<0,32 Cm,
CM = 1 / ( 1 + ( 1 – CB)3,5)
CW = ( 1 + 2 CB ) / 3
CP = CB/CM
LCB = LBP ((0.80 38.9 Fn)/100) catatan : LCB kemudian dihitung sebagai presentase LBP
Tahap II
Penentuan CP haluan (CPF) dan CP buritan (CPA) dapat dilakukan dengan memplot nilai
LCB dan CP pada diagram Hamling
22
Tahap III
Menghitung luas station/gading dengan cara memplot harga CPA dan CPF dari tahap II ke
dalam diagram Hamling berikut :
23
Tahap IV
Menggambar kurva luas bidang gading (CSA) pada sumbu Y dan panjang kapal pada sumbu
X. Proses ini dilakukan sambil membuat pembenaran kurva (fairing) akibat kesalahan
parallax saat pembacaan diagram Hamling.
Setelah fairing kurva CSA selesai dilakukan, selanjutnya kembali mengoreksi tabel luas
bidang CSA dan kemudian menghitung Displasemen dan LCB ulang.
Tabel 3. Perhitungan displasemen dan LCB
No.
LUAS GADING FS. FM (2) x (3) (2) x (4)
GD
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A
B
0.5
1
1.5
2
3
4
5
24
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
18.5
19
19.5
20
1 2
Volume = 1/3 x h x 1
LCB = 2/1 x h
H = LBP/20
Selanjutnya dilaksanakan koreksi V dan LCB di atas terhadap V dan LCB yang direncanakan
(VR dan LCBR) dengan cara :
< 0.5%
< 0.2%
Tahap V
25
Mendisain parameter bentuk lambung (Shape control) dilakukan sebagai outline lambung
kapal yang berkaitan dengan bentuk tekukan lambung, geladak yang luas, bentuk transom
dll. Sehingga shape control merupakan inovasi dan kreatifitas seorang perancang kapal.
Tahap VI
Berdasarkan data luas bidang gading (CSA) dan juga parameter lambung kapal, maka
selanjutnya dibuat Body plan seperti terlihat pada gambar di bawah :
Tahap II
26
Tahap pertama dalam pembuatan gambar proyeksi kapal adalah penggambaran Body plan.
Body plan yang baik hanya dapat dibuat dengan terlebih dulu membuat lengkungan luas
bidang gading (lengkungan deplasemen) yang diikuti dengan pembuatan lengkungan garis
air konstruktif.
Tahap II.
Lengkungan luas bidang gading. Untuk membuat lengkungan luas bidang gading diambil
harga Cp dan LCB dari hasil perhitungan ukuran pokok kapal.
Dengan nilai Cp dan LCB yang diplot kedalam gambar di bawah [Henschke, P.133, 13], dan
apabila selanjutnya titik perpotongan ini dipindahkan ke gambar 6 maka akan diperoleh
harga Cpb dan Cph.
Harga Cpb dan Cph diplot ke gambar 7 dan 8 untuk mendapatkan perbandingan luas tiap
gading terhadap gading tengah (midship section).
Setelah diperoleh luas bidang gading selanjutnya dibuat lengkungan luas bidang gading
(Gambar 9). Kemudian dilakukan perhitungan volume kapal dan kedudukan titik tekan
dalam arah melintang kapal (LCB). Dalam membuat lengkungan luas bidang gading
absisnya adalah panjang kapal sepanjang garis air konstruktif (LCWL) dimana :
LCWL = Lpp + 1.25% Lpp
Perhitungan volume kapal dan LCB dilakukan menggunakan metode Sipson. Hasil koreksi
volume yang diijinkan adalah tidak melebihi 0.5%, sedangkan hasil koreksi yang diijinkan
dari LCB tidak lebih besar dari 0.1%Lpp
Pembuatan lengkungan garis air konstruktif (CWL) dilakukan dengan menggunakan …
27
BAB II
DIAGRAM HIDROSTATIS I
Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tentang : (a) Rumus Simpson, (b) Luas dan Volume Kulit
Kapal (Corpus), (c) Momen Statis Titik Berat Luas dan Volume, (d) Koefisien
Bentuk Kapal, (e) Gaya Angkat di Air Tawar dan Air Laut, (f) Ton per Centimeter
Benaman (TPC).
Belajar tetang kapal berarti kita belajar tentang interaksi antara air dan kapal. Dalam
mempelajari interaksi antara kapal dengan air, kita akan diperhadapkan dengan formula-
formula yang berbelit-belit yang pada akhirnya mengaburkan apa yang kita amati. Oleh
karena itu selalu dikedepankan beberapa penyerdehanaan (simplifications), yakni :
Permukaan air laut (the sea-surface) dianggap sebagai suatu bidang datar (a flat
plane), kelengkungan bumi diabaikan.
Air (air laut) dianggap homogen, pemampatan diabaikan, arus dan pusaran air tidak
dimasukan dalam perhitungan.
Pergesekan antara air dan kulit kapal sedapat mungkin diabaikan, sekalipun tidak
dapat diabaikan deskripsi gerakan (description of motion) seperti pada rolling kapal.
Gelombang yang diakibatkan oleh suatu lambung yang bergoyang (generated by
oscillating hull) diabaikan.
28
Hidrostatik adalah bagian dari pada ilmu pengetahuan tentang hidrodinamik, menyelidiki
keseimbangan (equilibrium) dan gerakan fluida. Di mana dalam hal ini yang dipelajari di
sini hanyalah keseimbangan yaitu hidrostatik. Seluruh karateristik dasar suatu kapal sebagai
satu obyek stereometrik,
diperlukan untuk merancang,
membangun dan mengelola kapal
ditampilkan dalam satu diagram
yang menunjukan karakteristik
Gambar V.1. Posisi even keel kapal yang terapung pada posisi
tegak.
Yang dimaksud dengan kapal terapung dengan posisi tegak ialah kapal dengan garis air
sejajar dengan lunas kapal atau posisi even keel (gbr. V.1).
Kurva-kurva yang menampilkan karakteristik kapal dimaksud, biasanya terdiri daripada
kurva-kurva sebagai berikut :
Luas bidang air (S).
Displasemen (& )
Aplikat titik pusat berat luas bidang air/garis air (xf).
Luas midship (S).
Aplikat dan absis titik pusat gaya apung (xc & zc).
Ton persentimeter benaman (q).
Radius metasenter melintang dan memanjang (r & R).
Momen inersia (Ix, Iy & Iyf).
Koefisien bentuk kapal (Cw, Cb, Cp, & Cm).
Semua kurva-kurva tadi digambarkan pada sistem koordinat di mana sumbu horisontal
merupakan fungsi panjang kapal dan sumbu tegak merupakan fungsi daripada tinggi sarat
kapal. Gambar daripada kurva-kurva tersebut yang dikenal dengan nama Gambar Diagram
Hidrostatik.
Selain itu dapat juga pada diagram tersebut digambarkan kurva luas bidang gading () yang
dikenal dengan nama Skala Bonjean (Bonjean Scale).
29
2.2 Luas dan Volume Kapal
V.3.1. Luas Bidang Air Kapal
Luas bidang air kapal (gbr. V.6) dapat ditentukan/dihitung dengan menggunakan rumus :
L
2
S=
L
ydx ; ……… pers. (V.12)
2
dimana :
WL - Water Line atau garis air yang menunjukan perhitungan S untuk masing-
masing garis air kapal sampai tinggi sarat maximum.
f.y – jumlah integral perkalian f (faktor bidang simpson I – 1,4,1) dengan
ordinat setengah lebar kapal (meter).
L - jarak antara ordinat/gading teoritis kapal = LBP/n.
n – jumlah ordinat/gading kapal pada gambar
rencana garis dan harus berjumlah genap.
Mengingat panjang masing-masing garis air
tidak selalu sama, maka LBP/n belum tentu
sudah mencakup seluruh panjang garis air
tersebut. Oleh karena itu maka bagian garis air
yang terletak di belakang AP & FP dan atau di
Gambar V.7. Contoh bidang sisa muka AP & FP disebut sebagai bidang sisa –
30
bidang yang diarsir - apabila panjang bidang itu tidak sama dengan L (gbr.V.7). Luas
bidang tersebut dihitung proporsional terhadap luas bidang air kapal, sehingga faktor
perkalian simpson (f) untuk bidang sisa harus ditentukan juga proporsional terhadap faktor
perkalian simpson. Untuk maksud tersebut kita tentukan terlebih dahulu suatu nilai faktor
proporsional (fp) sebagai berikut :
Laft Lfore
fp = atau = .............................. pers. (V.14)
2 L 2L
dimana : Laft - panjang bidang sisa di buritan;
Selanjutnya kita kalikan nilai fp dengan faktor pekalian simpson (1, 4, 1) dan ditabulasikan
bersama-sama dengan tabulasi perhitungan S dengan jarak L .
Contoh tabulasi untuk perhitungan luas bidang air bersama bidang sisa tadi dapat dilihat
pada contoh tabel-3, 4, dan 5. Kemudian digambarkan
kurva S berdasarkan hasil perhitungan S untuk setiap WL,
dimana sumbu absis adalah fungsi luas S sedangkan
sumbu aplikat merupakan fungsi dari tinggi sarat kapal T
(gbr. V.8). Dimana skala kurva S harus ditentukan sebagai
berikut 1 cm .... m2 luas bidang air. Sebagai contoh
diberikan satu skala yaitu : S 1cm 10 m2.
31
Nilai L/B akan memberikan gambaran kepada kita tentang stabilitas kapal, kekuatan kapal
dan tahanan kapal. Nilai ini biasanya lebih besar daripada 1. Semakin membesarnya L/B
maka kapal semakin kurus sehingga menyebabkan semakin kurang baik stabilitas melintang
kapal, semakin berkurang kekuatan dan tahanan kapal.
L/H, perbandingan panjang kapal (L) dengan tinggi geladak kapal (H).
Nilai L/H memberikan gambaran kepada kita tentang stabiltas, kekuatan kapal dan tahanan
kapal. Selalu nilai L/H lebih besar daripada 1. Semakin besar nilai L/H berarti semakin baik
stabilitas memanjang kapal, semakin kurang kekuatan kapal dan semakin mengurangi
tahanan kapal.
L/T, perbandingan panjang kapal (L) dengan tinggi sarat kapal (T).
Nilai L/T memberikan gambaran yang mirip dengan nilai L/H akan tetapi lebih
mengedepankan aspek tahanan kapal.
B/T, perbandingan lebar kapal (B) dengan tinggi sarat kapal (T).
Besarnya nilai B/T lebih banyak memberikan gambaran tentang stabilitas dan tahanan kapal.
Semakin besar nilai B/T berarti semakin baik stabiltas melintang kapal tetapi semakin
berambah tahanan kapal.
32
Koefisien Penampang Tengah (Midship Section Coefficient), disimbolkan CM atau
(dibaca “beta”).
Besarnya nilai dapat memberikan gambaran tentang seberapa
penuhnya penampang tersebut (gbr.V.14). Dapat dicari dengan
rumus berikut :
Sm
…… pers. (V.24)
B . T
Gambar V.14 Koef. β dimana : Sm = luas penampang tengah kapal.
B = lebar kapal.
T = tinggi sarat kapal.
(V.25)
Gambar V.15 Koef. ϕ
Oleh karena :
= . L . B . T
Sm = . B . T , sehingga :
`. L . B . T
= …… pers. (V.26)
L . . B . T
dapat dibedakan untuk bagian haluan (f) dan bagian buritan kapal (a).
f a
f , dan a …… pers.
(1 2) . L . B . T (1 2) . L . B . T
(V.27)
Dari pers.(V.38) kita akan ketahui bahwa apabila kapal berlayar dari air tawar ke air laut/air
garam (salt water) dengan d > 0, dT < 0 yaitu tinggi sarat kapal berkurang.
34
Sebaliknya jika kapal berlayar pada d < 0 dan dT > 0 maka tinggi sarat kapal akan naik.
Tentukan T apabila kapal berlayar dari air tawar ( = 1,0 t/m3) ke air laut = 1,025 ton/m3).
Itu berarti T = 0,025 t/m3.
Jika koefisien prismatik tegak = /α = 0,75, maka setelah kita substitusikan semua nilai
tersebut ke dalam pers. (V.39) maka kita akan peroleh :
dT 0,025
0,75 0,02 , yakni pengurangan tinggi sarat sebesar 2 %. Apabila berat jenis
T 1,0
air bervariasi akan terjadi posisi titik pusat daya apung yakni :
d d
dxc ( x f xc ) , dzc (T zc ) .............................. pers. (V.32)
Kebanyakan kapal berlayar pada kondisi xf xc . Oleh karena itu apabila berlayar dari air
tawar ke air laut dengan d 0 menghasilkan dxc 0 yakni titik pusat daya apung akan
terletak di bagian haluan kapal. Dan sebaliknya jika kapal berlayar dari air laut ke air tawar
d 0 dan dxc 0 yakni titik pusat daya apung akan berada di bagian buritan.
Dengan demikian ketika kapal dari air tawar ke air laut kapal trim haluan (trimmed by the
head), dan jika berlayar sebaliknya maka kapal trim buritan (trimmed by the stern).
Trim kapal tidak akan berubah hanya jika xf = xc, artinya jika absis titik pusat bidang air dan
absis titik pusat daya apung terletak pada satu garis vertikal. Dari pers. (V.32) terlihat bahwa
apabila berlayar dari air tawar ke air laut dengan d 0 maka hasilnya selalu dzc 0 artinya
aplikat titik pusat daya apung bergerak turun. Dan sebaliknya jika d 0 akan menghasilkan
dzc 0, yaitu aplikat titik pusat daya apung kapal bergerak naik.
35
Absis Dan Aplikat Titik Pusat Gaya Apung Kapal
Absis dan aplikat titik pusat gaya apung kapal (x c & zc) atau “the longitudinal centre of
buoyancy (LCB) & the vertical centre of buoyancy (VCB)”, adalah koordinat yang
menunjukan letak daripada pusat pengapungan kapal (the centre of buoyancy of the ship).
Absis dan aplikat gaya apung kapal dapat dihitung dengan rumus :
L
2
x.dx
L
M yz
xc = 2
L
; .............................. pers. (V.33)
V
2
.dx
L
2
M xy Sz.dz
zc = 0
T
; .............................. pers. (V.34)
V
S .dz
0
z
Oleh karena : Myz = M
0
y dz ; .............................. pers. (V.35)
dimana My adalah momen statik luas bidang air S terhadap sumbu OY , yang jika kita
dM yz
diferensialkan : kita akan mendapatkan :
dz
dengan demikian kita akan memperoleh rumus baru untuk xC berikut ini :
z
S .x
0
f dz
xc = z
; .............................. pers. (V.37)
Sdz
0
Hubungan xc(z) dan xf(z) pada umumnya ditunjukan pada diagram yang sama. Titik
perpotongan kurva xc(z) dan xf(z) berhubungan dengan nilai ekstrim daripada xc (lihat gbr.
V.12).
36
dxc
Mengakibatkan, kondisi untuk esktremum adalah : 0
dz
dzc 1 dM xy dV
zc ; .............................. pers. (V.39)
dz V dz dz
dM xy dV
karena ; Sz dan S ; maka setelah ditransformasi, kita peroleh :
dz dz
z zc ;
dzc S
.............................. pers. (V.40)
dz V
Hubungan seperti ditunjukan pada persamaan (V.34) secara grafik disebut kurva posisi tegak
daripada pusat daya apung (the curve of vertical positions of centre of buoyancy) atau kurva
aplikat titik pusat daya apung (lihat gbr. V.18)
Oleh karena itu akan selalu z zc, artinya aplikat titik tekan
zc harus lebih kecil daripada tinggi sarat kapal. Jadi dengan
demikian tanda turunannya selalu positif, yaitu fungsi z c(z)
Gambar V.18
selalu meningkat (always increasing).
37
Jika keseluruhan penampang kapal berbentuk persegi empat dan tinggi sarat selalu sama
sepanjang kapal – dengan kata lain, jika kapal memiliki dasar rata (flat bottom) dan sisinya
tegak tetapi lebar bervariasi sepanjang kapal – maka tidak dapat dipungkiri bahwa : zc = z/2;
Sedangkan apabila keseluruhan penampang kapal berbentuk segitiga dan garis lunas (the
2
keel lines) merupakan garis horisontal sepanjang kapal, maka zc z.
3
Pada kenyataannya penampang kapal berbentuk di antara persegi empat dan segitiga, karena
itu zc secara praktis terletak di antara limit-limit tadi :
1 2
z zc z .............................. pers. (V.41)
2 3
Perhitungan absis dan aplikat titik tekan kapal dapat dilihat pada contoh tabel-8.
dzc 1 dM xy dV
zc ; .............................. pers. (V.42)
dz V dz dz
dM xy dV
karena ; Sz dan S ; maka setelah ditransformasi, kita peroleh :
dz dz
z zc ;
dzc S
.............................. pers. (V.43)
dz V
38
2.5 Ton per Centimeter Benaman
Ton per centimeter (TPC) adalah sejumlah ton yang diperlukan untuk membuat perubahan
sarat kapal sebesar 1 Cm pada air laut.
TPC bertujuan untuk menentukan secara cepat tinggi sarat (T) akibat kapal mengalami
perubahan displasemen yang tidak terlalu besar yang disebabkan karena karena penambahan
atau pengurangan muatan yang tidak berarti.
Gambar 26 memperlihatkan dua bidang garis air (AW) yang berjarak relative 1Cm. Dianggap
tidak terjadi perubahan luas, maka :
TPC = AW x 0.01m
Untuk mengetahui perubahan sarat kapal yang tidak terlalu besar ini dilakukan dengan cara
membagi perubahan displasemen dengan TPC.
Ton per sentimeter benaman, TPCI (Ton Per Centimetre Immersion) atau TPI (Tonf Per Inch
Immersion) bidang air adalah berat yang dibutuhkan untuk mempengaruhi terbenamnya
kapal secara sejajar garis air sedalam 1 sentimeter atau 1 inci. Atau dengan kata lain, jumlah
ton untuk merubah sarat T sebesar 1 sentimeter atau 1 inci.
Untuk itu kita tetapkan T =0,01 m dan menggantikan p
dengan simbol q atau TPCI, sehingga kita peroleh :
S S
q ; atau TPCI ; .............................. pers. (V.30)
100 100
39
Dengan menggunakan kurva TPCI memungkinkan kita untuk menyelesaikan persoalan
berikut ini : Berat p ditambahkan ke dalam kapal dengan tinggi sarat T ; dapat menentukan
xg
P
x p xg ; y g P y p p; z g
P
z p z g ; ………..pers. (V.32).
P P P
40
Dari persamaan (V.32) kelihatannya bahwa letak pusat berat tambahan berimpit dengan
pusat berat kapal. Koordinat daripada pusat berat kapal setelah penambahan muatan adalah
x g1 x g x g ; y g1 y g y g ; z g1 z g z g ; ……….pers. (V.33).
Jika muatan P dibongkar dari kapal adalah penting memberikan pada rumus tanda minus di
depan P. Perubahan displasemen volume mengakibatkan
perubahan berat kapal selalu mengakibatkan terjadinya perubahan
pada letak titik pusat gaya apung kapal.
Anggaplah bahwa penambahan suatu muatan sekecil mungkin
seberat d , dengan demikian pers. (V.31a) akan menjadi :
Tabel-5WL- ..Contoh Tabel Perhitungan Luas Bidang Air, Absis Titik Berat Bidang Air &
Momen Inersia (Ix, Iy Dan Iyf) Pada Garis Air No. .......
Faktor
Faktor
Y Perkalian
No.Ord. Y*f Momen Y*f*k (Y)3*f Y*f*(k)2
(m) Simpson
(k)
(f)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
0’ .... (0,417*1) .... -10,834 .... .... ....
0” .... (0,417*4) .... -10,417 .... .... ....
41
(0,417*1+
0 .... .... -10 .... .... ....
1)
1 .... 4 .... .. .... .... ....
2 .... 2 .... .. .... .... ....
.. .... .. .... -1 .... .... ....
10 .... .. .... 0 .... .... ....
11 .... .... 1 .... .... ....
.. .... .... .... .... ....
20 (0,367*1) 10
.... .... .... .... ....
+1
20” .... (0,367*4) .... .. .... .... ....
20’ .... (0,367*1) .... .. .... .... ....
Jumah ∑1 ∑2 ∑3 ∑4
I. S… = 2/3 * L * 1 …., m 2
Catatan :
1. Data lebar ordinat y, diperoleh dari Tabel Offsets, sedangkan apabila pada gambar
Rencana Garis tidak tersedia tabel offsets maka y harus diukur pada gbr renc. garis.
2. Data Laft maupun Lfore harus diukur pada gambar rencana garis karena pada tabel
offsets tidak tersedia data tersebut.
42
Tabel-6. Contoh Tabel Perhitungan Displasemen Kapal ( & )
I. ( f * y) …. …. …. …. …. ….
II. S = 1/3 * T * (I) , m2 …. …. …. …. …. ….
Data Perhitungan :
LBP …. m.
T …. m.
T …. m.
43
Tabel-8 Contoh Tabel Perhitungan Letak Absis & Aplikat Titik Pusat Daya Apung
Kapal (Xc & Zc)
(9)
(5) ber- (10)
No. (2) * (6) dari (1)*( ber-
S Xf pasanga XC dari ZC
GA (4) atas 2) pasang
n atas
an
(1) (2 (3 (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
) )
3 3 3
4 7 10
2 6 16
Data Perhitungan :
LBP …. m.
T …. m.
T …. m.
Rumus Perhitungan (baku) Rumus Perhitungan (Aplikasi)
XC = 1/ 0 SXf dz = Myz/
T
Xc = T/2 *(6)/(3) , m
ZC = 1/ 0 Sz dz = Mxy/
T
Zc = T^2/2 *(10)/(3) , m
Tabel-9 Contoh Tabel Perhitungan Ton Percentimeter Benaman (q) Dan Koefisien
Bentuk Kapal (Cw , CM , CB , dan CP)
No. LWL B T S q S Cw CM CB CP
GA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
0 …. …. …. …. …. ….
1 …. …. …. …. …. ….
2 …. …. …. …. …. ….
.. …. …. …. …. …. ….
.. …. …. …. …. …. ….
.. …. …. …. …. …. ….
n …. …. …. …. …. ….
Data Perhitungan :
LBP …. m.
B …. m.
T …. m.
1,025 t/m3
Rumus Perhitungan
q = (*S)/100 q juga disimbolkan dengan TPCI
Cw = S/(LWL * B) Cw juga disimbolkan dengan
44
CM = S /(B * T) CM juga disimbolkan dengan
CB = /LWL* B * T CB juga disimbolkan dengan
CP = /LWL * S CP juga disimbolkan dengan
CPV = /S * T = CB / Cw CPV (CP vertikal) juga disimbolkan dengan
45
Tabel-10 Contoh Tabel Perhitungan Letak Titik Metasenter Di Atas Lunas Kapal (r ,
R , ZM , ZML, dan h)
r = R= z M=
No. IX, IY, IYf, , zC , zML=(7)+(8), h=(6)+(8)-
(2)/(5), (4)/(5), (6)+(8),
GA m4 m4 m4 m3 m m zg , m
m m m
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Diagram hubungan antara letak titik pusat pengapungan B, titik pusat berat
G, dan titik metasenter M di atas lunas K ditunjukan pada gbr. 50.
Dimana : zc - aplikat titik pusat daya apung kapal.
R - radius metasenter melintang.
zg - aplikat titik pusat berat kapal.
h - tinggi metasenter.
zm - aplikat metasenter di atas lunas.
zg = aH, m;
Gambar 50.
dimana : a – suatu faktor non-dimensional yang secara praktis
berada pada selang 0,5 sampai dengan 0,8.
H – tinggi geladak, m.
46
V..8. PENGGAMBARAN DIAGRAM HIDROSTATIK
Untuk menggambarkan Diagram Hidrostatik atau Diagram Karene (Carene Diagram), maka
perlu ditetapkan titik awal penggambaran kurva dan skala gambar daripada setiap kurva
parameter kapal yang hendak digambarkan sebagaimana tabel di bawah ini.
Ada beberapa skala kurva daripada parameter untuk tiap 1 cm pengukuran harus disamakan,
yakni :
1. Skala = skala .
2. Skala xf= skala xc = skala zc.
3. Skala CB = skala = CP dan sama dengan skala koefisien bentuk yang lain.
Dengan mengacu pada pers. (28a), maka disarankan agar pemilihan skala tinggi titik pusat
daya apung (tinggi titik tekan) sebaiknya sama dengan skala tinggi sarat. Perhatikan grafik
hubungan zc, xc pada gambar berikut ini :
47
Gambarkan sistem salib sumbu
dimana sumbu horisontal atau
sumbu absis merupakan fungsi
daripada setiap ukuran
parameter hidrostatik,
sedangkan sumbu vertikal atau
sumbu aplikat yang terdiri dari
tiga sumbu tegak merupakan
fungsi daripada tinggi sarat
kapal. Sumbu tegak pertama
adalah garis tegak yang ditarik
dari titik 0 yang adalah juga Gambar 51. Diagram Karene untuk kurva xc & zc
merupakan garis tegak buritan
AP. Garis tegak kedua ditarik dari titik midship, dan garis tegak ketiga ditarik pada salah
satu titik ordinat pada haluan kapal yang pada contoh tabel di atas diambil ordinat nomor 15.
Setiap titik perpotongan antara garis-garis sumbu dengan setiap garis air merupakan titik
awal pengukuran kurva parameter kapal yang digambarkan.
Untuk menggambarkan Diagram Karene dibutuhkan ketelitian dan ketepatan, mengingat
diagram tersebut merupakan salah satu dokumen penting dalam perencanaan, pembangunan
maupun pegoperasian kapal tersebut. Pada diagram ini juga dapat digambarkan Skala
bonjean seperti diperlihatkan pada contoh diagram karene di bawah ini (lihat gbr. 52)
48
BAB III
STABILITAS SUDUT KECIL
Deskripsi Singkat
Bab ini berisi pembahasan tentang empat sub bahasan yakni : (a) Olengan dengan
displasemen tetap, (b) Momen Inersia Luasan, (c) Metasenter, dan (d) Lengan
stabilitas.
Semua orang yang berada di kapal pasti merasakan kapalnya bergoyang akibat gaya dari laut (the
force of the seas), maka akan melihat aksinya stabilitas. Apa menyebabkan kapal kembali ke posisi
awal setelah terjadi kemiringan akibat gaya-gaya dari laut tersebut ? Jawaban dari pertanyaan
tersebut adalah Stabilitas (Stability). Mari kita asumsikan suatu kapal dimuati lebih banyak pada
bagian atas. Kapal tersebut berada pada kondisi tender atau cranky. Goyangan (roll) kapal tersebut
pelan, itu dikatakan kapal memiliki kenderungan lemah untuk kembali ke posisi awal (upright
position). Stabilitas kapal tersebut kurang. Sedangkan pada kapal yang lain terkonsentrasi beban di
bagian bawah. Kapal tersebut Stiff; goyangannya cepat, menunjukan kecenderungan kembali ke
posisi awal. Artinya stabilitas kapal tersebut berlebihan. Untuk mendapatkan stabilitas suatu kapal
harus dimuati sedemikian rupa sehingga memiliki suatu kemudahan periode rolling (an easy rolling
period), tidak terlampau lambat tetapi tidak terlampau cepat. Suatu kapal dengan olengan terlampau
lambat memiliki stabilitas yang kurang dan kemungkinan tenggelam (capsize) pada kondisi yang
demikian, akibat cuaca buruk atau berbahaya (heavy weather or damage).
Suatu peryaratan kapal untuk melaut (a sea-going property of a ship) adalah “Stabilty” atau disebut
Stabilitas Kapal.
Stabilitas Kapal ialah Kemampuan suatu kapal (the ability of the ship) berdeviasi dari posisi
setimbang oleh suatu gaya luar untuk kembali ke posisi semula apabila aksinya berhenti (when this
action ceases).
Apabila dilihat pada arah melintang dan memanjang kapal maka dipelajari dua macam stabilitas,
yaitu :
49
1. Stabilitas melintang (transverse stability).
2. Stabilitas membujur (longitudinal stability).
Yang dimaksudkan dengan stabilitas melintang ialah stabilitas kapal diukur menurut pandangan
melintang kapal.
Yang dimaksudkan dengan stabilitas membujur ialah stabilitas kapal diukur pada pandangan
memanjang kapal.
Untuk mempelajari stabilitas kapal – melintang dan membujur - maka dikenal dua teori yakni : a)
Teori tentang Stabilitas Awal (Initial Stability) dan; b) Teori tentang Stabilitas Pada Sudut
Kemiringan Yang Besar (Stability at Large Inclination).
Stabilitas awal (the initial stability) diartikan bahwa stabilitas kapal diukur pada sudut kemiringan
sampai dengan 10 derajat.
Ada 2 konsep yang tidak dapat dihindari di dalam berteori tentang stabilitas kapal yakni : 1) Stabiltas
statis (Statical Stability); 2) Stabilitas dinamis (Dynamical Stability).
Stabilitas statis dicirikan oleh besarnya momen penegak (the righting moment) yang diperlukan
dalam suatu kemiringan kapal.
Stabilitas dinamis dicirikan oleh banyaknya kerja yang dibuat oleh momen penegak dalam proses
kemiringan.
Momen penegak (the righting moment) adalah momen daripada kopel gaya berat dan gaya
pengapungan apabila kapal dimiringkan terhadap sumbu horizontal kapal.
Stabiltas kapal pada kemiringan besar diartikan bahwa stabilitas kapal diukur pada sudut
kemiringan 10 0 . Dimaksudkan agar kita dapat mengetahui seberapa besar momen pembalik
dapat bekerja untuk mengembalikan kapal ketika dimiringkan ≥ 100 ke posisi awal.
Dalam menjelaskan tentang pengertian kemiringan, biasanya ada dua kata yang dipakai untuk
mendefinisikannya, yakni : 1) Heel dan; 2) List.
Suatu kapal dikatakan heel apabila kapal tersebut miring oleh bekerjanya gaya luar. Sebagai contoh,
kapal miring akibat gelombang.
Sedangkan kapal dikatakan list apabila kapal tersebut miring oleh bekerjanya gaya dari dalam kapal
itu sendiri. Sebagai contoh, kapal miring akibat berpindahnya beban di dalam kapal menurut arah
melintang kapal.
50
Kapal yang disebut list menurut arah membujur kapal
disama artikan dengan kapal Trim. Trim tidak hanya diukur
dengan satuan derajat tetapi juga oleh ukuran perbedaan
antara tinggi sarat haluan dan tinggi sarat buritan kapal.
Pusat gaya berat (G) adalah titik pada mana semua gaya-gaya
vertikal ke bawah daripada berat kapal dianggap bekerja, atau pada
pusat masa daripada kapal. Sedangkan, pusat pengapungan (B)
adalah titik dimana semua gaya-gaya vertikal pendukung ke atas Gambar VI.1. Pergeseran B
(the vertically upward forces of support) atau buoyancy dianggap
bekerja. Apabila kapal miring akibat suatu gaya luar, titik G tidak bergeser dari tempatnya. Tetapi
yang bergeser adalah titik B sejak pusat volume lambung kapal yang terendam dan suatu baji
pengapungan (a wedge of buoyancy) berpindah dari satu sisi kapal ke sisi lainnya (gbr. V.1). Akibat
pergeseran titik B mengartikan bahwa arah gaya pengapungan ke atas akan memotong garis pusat
kapal (the center line), dimana titik perpotongan tersebut yang dinamakan metasenter atau titik
metasenter.
Pergeseran titik B merupakan hasil kecenderungan kapal untuk kembali ke posisi awal. Intensitas
daripada kecenderungan itu adalah suatu ukuran stabilitas kapal. Mengapa
pergeseran B dari posisi di bawah G menyebabkan kecenderungan pembalik ?
Jawabnya terletak dalam kopel. Suatu kopel adalah bentuk dimana dua kesamaan
gaya bekerja pada suatu bodi dalam arah yang berlawanan sepanjang garis paralel.
Semua kopel diekpresikan sebagai suatu gaya dikalikan panjang atau suatu momen. Gambar VI.2. Kopel
Pada kapal, kopel dicari oleh perkalian berat kapal dengan jarak tegak lurus dari G ke garis aksi B.
Kopel ini dikenal sebagai momen pembalik (the righting moment).
Sedangkan jarak GZ adalah lengan pembalik (righting arm). Jika diketahui displasemen berat kapal
, maka momen pembalik adalah :
51
Jadi Saudara tidak boleh melupakan bahwa momen pembalik mengungkapkan kecenderungan
stabilitas suatu kapal.
Momen penegak (the righting moment) adalah momen daripada kopel gaya berat dan gaya apung,
apabila kapal dimiringkan terhadap sumbu horizontal kapal.
Suatu kapal yang terapung di air pada kondisi tegak (the upright condition) kemungkinan akan
berada pada kesetimbangan berikut ini :
1. Suatu kondisi kesetimbangan stabil (a condition of stable equilibrium) yang disebut Stable.
2. Suatu kondisi kesetimbangan tidak stabil (a condition of unstable equilibrium) yang disebut
Unstable.
52
3. Suatu kondisi kesetimbangan netral (a condition of neutral equilibrium).
Kesetimbangan Stabil
Kesetimbangan Stabil
Kesetimbangan Labil
53
Letak C0 di bawah G berimpit dengan M
Kesetimbangan Netral
Posisi titik G di atas lunas (KG atau zg) harus dihitung dan dibandingkan dengan letak M di atas lunas
(KM atau zm); jika KG dikurangkan dari KM maka menghasilkan GM. GM disebut tinggi metasenter
(the meacentric height) yang memberikan informasi tentang stabilitas awal (initial stability), atau
bagaimana unjuk kerja kapal di air. KM juga merupakan penjumlahan jarak titik B dari lunas (KB)
dengan jarak dari titik pusat gaya apung ke titik metasenter (BM atau zc). BM disebut juga radius
metasenter (the metacentric radii). Artinya jika kapal miring pada sudut kecil, B bergeser pada suatu
radius lingkaran yang berpusat pada titik M.
BM = KM - KB ; atau
>
dimana :
= − < 0 dan
Pada case ini momen penegak > 0 yakni kapal stabil (the ship is stable).
<
< , kemudian :
= , kemudian :
= − > 0 dan − = = − = ;
Dalam hal ini KB dan KM diperoleh dari diagram hidrostatik, sedangkan KG dapat dihitung dengan
terlebih membuat distribusi pembebanan.
Prosedur untuk mencari Tinggi Titik Pusat Berat Kapal (Vertical Center of Gravity, VCG) adalah
sebagai berikut :
1. Carilah KG dari setiap muatan, bahan bakar, air tawar, kompartemen gudang atau tangki
pada kapal. Itu sama saja dengan mencari KG dari setiap komponen DWT;
2. Kalikan jarak tersebut dengan beratnya masing-masing komponen. Berarti yang diperoleh
adalah momen berat;
3. Jumlahkan berat semua komponen DWT tersebut, termasuk komponen berat kapal kosong
(lightweight ship, LWT);
4. Jumlahkan momen berat DWT, termasuk momen berat LWT;
5. Bagilah total momen dengan total berat untuk memperoleh KG kapal.
Timbul pertanyaan : Bagaimanakah mencari titik pusat berat kompartemen ?
Di sini ada dua kasus : 1) bilamana kompartemen terisi penuh dengan muatan sejenis; dan 2)
bilamana hanya sebagian kompartemen terisi muatan sejenis, atau kompartemen terisi penuh
dengan muatan yang tidak sejenis. Pada kasus-kasus seperti tadi, kita harus mengetahui atau
mengestimasi G dari setiap muatan dan letaknya di atas lunas.
Sebagai contoh :
55
Gambar VI.5 Mencari Pusat Berat Ruang Muat # 2
Jika tinggi dasar ganda (double bottom) sebesar 1,2 m, berapakah VCG ?
Penyelesaian :
450 740
Itu berarti harus diketahui terlebih dahulu uraian setiap komponen LWT dan DWT kapal termasuk
letaknya. Pada kesempatan ini belum sempat dijelaskan tentang perhitungan KG secara rinci (nanti
dipelajari pada mata kuliah lainnya).
Dimana : H adalah tinggi geladak; a adalah suatu faktor tanpa satuan (a non-dimensional factor).
Faktor ini tergantung pada tipe dan struktur kapal serta kondisi pemuatan.
56
BAB IV
KURVA HIDROSTATIS II
Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan tiga hal utama yakni : (a) Momen Inersia
Memanjang, (b) Momen Inersia Melintang, (c) BM Melintang, (d) BM
Memanjang, (e) KM Memanjang,, (f) Displasemen disebebkan trim 1 cm, (g)
Momen yang mengubah trim 1 cm.
Tanpa menelusuri asal mula daripada relasi yang dikenal dari teori mekanik kita dapat menulis
pernyataan untuk momen inersia bidang air (the moments of inertia of waterplane) terhadap
sumbu prinsipal dengan asumsi bahwa kapal terapung tegak dan pada kedudukan lunas sejajar
dengan garis air (even keel).
L
2
2
Ix y dx ; ..................... pers. (VI.5)
3
3
Gambar VI.6.
L
2
2 1
I x * * L * 2 * ( f . y 3 ) ; .............................. pers. (VI.6)
3 3
Sedangkan momen inersia terhadap sumbu OY, dapat dicari dengan rumus :
57
L
2
I y 2 x 2 y.dx ; .............................. pers. (VI.7)
L
2
1
I y 2 * * L3 * 2 * f . y.k 2 ; .............................. pers. (VI.8)
3
Sumbu OX merupakan sumbu prinsipal dan sentroidal, sedangkan sumbu OY hanya merupakan
sumbu prinsipal tetapi bukan sentroidal. Karena itu momen inersia terhadap sumbu sentroidal
tegak lurus OY dapat ditulis :
Dimana xf adalah absis titik pusat bidang air, dapat dihitung dengan rumus :
∑ ∗ ∗
=∆ ∗ ∑ ∗
; ..................... pers. (VI.10)
Tabulasi perhitungan momen inersia luas bidang air ditunjukan seperti pada tabel-5.
Pada prinsipnya momen inersia bidang air bervariasi sesuai dengan variasi tinggi sarat. Dengan
pertambahan tinggi sarat , luas bidang air umumnya juga bertambah dengan demikian
menyebabkan momen inersia bidang air juga akan bertambah bahkan sangat cepat. Gambar VI.7
memperlihatkan kurva-kurva momen inersia Ix dan If. Adalah penting untuk memilih skala yang
berbeda untuk kedua kurva ini sebab If sangat lebih besar daripada Ix. Keadaan ini dapat
diilustrasikan oleh suatu contoh yakni dengan mengambil
pontoon sebagai obyek kita. Pontoon memiliki bentuk garis
air persegi panjang dengan panjang L dan lebar B. Dengan
LB 3
demikian momen inersia pontoon itu adalah : I x ;
12
L3 B
If di mana ratio keduanya adalah :
12
Gambar VI.7.
2
If L
.
Ix B
L
Nilai minimum daripada ratio pada suatu kapal adalah 4. Dengan demikian pada contoh kita ini,
B
momen inersia If akan menjadi 16 kali lebih besar daripada momen inersia Ix.
58
VI.4. Metasenter Kapal
Apabila kita anggap bahwa kapal mengalami olengan melintang (helling) dan membujur (trim) asal
saja sudut kemiringannya tidak melebihi 100 - biasanya disebut stabilitas awal (initial stability) - itu
berarti bahwa kapal sepertinya berayun pada suatu titik
yang disebut titik metasenter. Letak titik metasenter ini
akan sangat menentukan stabilitas kapal. Ada dua
metasenter yakni metasenter melintang (transverse
metacentre) dan metasenter memanjang (longitudinal
metacentre). Gambar VI.8 memperlihatkan letak
metasenter melintang kapal dengan sudut heling <
10 .
Gambar VI.8.
BM atau r adalah radius metasenter melintang (Transverse
of metacentre radii). Jika panjang busurnya ds dan sudut kemiringan (angle of inclination) d, maka
diperoleh rumus berikut ini :
ds I
BM ; dimana ds x d
d V
dengan demikian didapat rumus baru yakni :
Ix
BM ; ..................... pers. (59)
V
Mengikuti penjelasan di atas kita mengambil kesimpulan bahwa prinsip kedua daripada metasenter
(gbr. VI.9) yakni untuk menentukan radius metasenter memanjang (BML atau R) dapat dicari
dengan rumus :
ds
BML ;
d
atau
If
BML ; ..................... pers. (VI.11) Gambar VI.9.
V
Dalam praktek radius metasenter memanjang untuk suatu kapal ada beberapa kali lebih besar
daripada radius metasenter melintang. Seperti halnya contoh sebelumnya dengan menggunakan
pontoon sebagai obyek, kita aka
2
R L
Ratio
r B
59
Untuk hal-hal yang praktis dapat diambil BML berkisar antara BML 1,5 2,0 L , sedangkan
BM 16 13 B
Mengulangi pernyataan-pernyataan sebelumnya di atas untuk trim kita peroleh rumus metasenter
stabilitas memanjang (the metacentric formula of longitudinal stability) dalam bentuk yang berbeda
sebagai berikut :
=Δ ;
Atau
= Δ ;
Dimana dinyatakan dalam radian. H0 adalah tinggi metasenter memanjang atau tinggi metasenter
besar (the longitudinal or large metacentric height) dapat dinyatakan seperti rumus berikut :
Dimana : = − ; dan = +
Dengan menguji rumus-rumus metasenter stabilitas kita tiba pada kesimpulan bahwa tinggi
metasenter melintang h0 dan tinggi metasenter memanjang H0 pada suatu displasemen tertentu
maka momen pembaliknya besar, oleh karena itu besar stabilitas kapal.
Sebagai ukuran stabilitas adalah memungkinkan juga untuk mengambil perkalian berat kapal
dengan tinggi metasenter melintang, *h0 yang disebut sebagai Koefisien Stabilitas (The
Coefficient of Stability).
60
VI.5. Lengan Stabilitas
Lengan stabilitas dinamis dinyatakan oleh integral tentu daripada lengan stabilitas statis dan lengan
stabilitas statis adalah turunan daripada lengan stabilitas dinamis (the derivative of the lever of
dynamical stability) dengan memperhatikan sudut kemiringan.
Mari kita cari pernyataan analitik untuk lengan stabilitas dinamis. Perhatikan gambar VI.10 :
= ;
= − ;
Turunan kedua daripada lengan stabilitas dinamis dengan memperhatikan sudut kemiringan adalah
sama dengan tinggi metasenter :
"
=ℎ= ; ..................... pers. (VI.19)
Pembahasan lebih jauh tentang lengan stabilitas akan diberikan pada pokok bahasan tentang
stabilitas pada sudut kemiringan besar (stability at large inclination).
61
BAB V
KURVA BONJEAN DAN KAPALSITAS
VIII.1.1. Bonjean
Suatu kapal yang terapung, seperti halnya benda yang lain, memiliki enam derajat kebebasan.
Dengan demikian disebutkan bahwa sesuatu pergerakan (any movement) dapat diubah ke
dalam pergerakan-pergerakan dalam hubungan dengan tiga sumbu orthogonal, tiga translasi
dan tiga rotasi. Dengan suatu pengetahuan tentang
setiap enam pergerakan itu, sesuatu kombinasi
pergerakan kapal dapat ditaksir. Prinsip tiga sumbu
tidak asing lagi bagi kita. Pergerakan tersebut sebagai
berikut :
1) Fore and aft translation is termed surge.
Gambar VIII.1
2) Transverse translation is termed sway.
3) Vertical translation is termed heave.
4) Rotation about a fore and aft axis is termed heel or roll.
5) Rotation about a transverse axis is termed trim or pitch.
6) Rotation about a vertical axis is termed yaw.
The terms heel and trim are used in static or quasi-static conditions.
Dalam mempelajari tentang permasalahan pengapungan (flotation) kita akan membatasi
untuk pemeriksaan terhadap dua pergerakan, yaitu :
Salah satu yang hendak kita pelajari di sini adalah bagaimana menentukan luas bidang gading-
gading kapal. Luas semua gading kapal dapat dihitung dan disajikan berupa suatu kumpulan
kurva-kurva integral (a set of integral curves). Kumpulan kurva-kurva itu disebut Skala Bonjean
(Bonjean Scale) atau dikenal dengan nama Kurva Bonjean.
Dengan kata lain kurva bonjean merupakan grafik luas bidang gading (station) dari setiap
gading yang dihitung dari garis dasar (base line) sampai dengan garis geladak.
Manfaat kurva bonjean antara lain adalah guna menentukan kapasitas, menentukan jarak
antara sekat kedap air, dan merencanakan peluncuran suatu kapal.
62
VIII.1.2. Kapasitas
Salah satu karakteristik dasar suatu kapal adalah ukuran muatan yan pantas diangkut. Jadi ada
pertanyaan mendasar akan muncul : a) Apakah volume ruang cukup untuk pemuatan – atau
kapasitas muat (cargo capacity) ? b) Berapakah berat muatan dapat diangkut pada tinggi sarat
penuh - atau muatan bobot mati (cargo deadweight) ?
Dengan pertimbangan bahwa kapasitas adalah termasuk volume dari semua ruang muat, ruangan
gudang-gudang dan tangki-tangki dan lokasi vertical, longitudinal, dan tranversal daripada pusat
setiap ruangan yang memungkinkan untuk mencari berat (dan pusat titik berat) dari variable berat,
atau bobot mati kapal. Informasi ini diperlukan untuk mengecek kecukupan ukuran kapal, dan
untuk menentukan trim karakteristik stabilitas. Perhitungan ini disebut perhitungan kapasitas dan
mudah untuk menggambarkan kurva dan rencana kapasitas (lead to capacity curves and plans).
Biasanya apabila kita membicarakan tentang kapasitas kapal, maka dikenal ada beberapa
pengertian kapasitas sebagai berikut :
Moulded Capacity;
Grain Capacity;
Bale Capacity; dan
Insulated Capacity (Insulated Volume).
Moulded Capacity adalah volume bagian dalam satu kompartemen, tanpa mengabaikan stiffeners,
frames, brackets, beams, girder, dan lain-lain.
Grain Capacity adalah Moulded Capacity dikurangi stiffeners, frames, brackets, beams, girder, dan
lain-lain. Pengurangan itu sampai sebesar 1,5 % dari Moulded Capacity. Karena itu :
Bale Capacity adalah volume yang diukur sampai ke bagian dalam gading-gading, ke permukaan
bagian bawah dari balok-balok (beams) dan ke bagian atas dari pada langit-langit tangki atas (the
tank top ceiling). Diperkirakan 10 % lebih kecil dibandingkan dengan Grain Capacity. Olehnya :
Insulated Capacity (Insulated Volume) adalah volume yang memperhitungkan isolasi yang dibangun
di dalam satu kompartemen. Biasanya dipasang pada kapal-kapal khusus. Ketebalan daripada
isolasi tersebut berkisar antara 200 sampai 300 mm. Itu diperkirakan 25 % daripada Moulded
Capacity. Oleh karena itu :
63
VIII.2. Menghitung Luas Stasion Setiap WL
Ordinat kurva bonjean yang tidak lain adalah luas stasion (station area) atau disebut juga luas
penampang melintang (sectional area) atau luas bidang gading kapal, dapat dihitung dengan
T
y.dz ; m2 .............................. pers. (VIII.1)
0
T
Aplikasi Simpson-I :
3
( f * y) .............................. pers. (VIII.2)
Dimana :
y - setengah lebar gading kapal, (diambil dari tabel offset/gbr rencana garis)
Dari Skala Bonjean dapat menyederhanakan masalah untuk menghitung displasemen V dan absis
titik pusat boyansi suatu kapal xc yang terapung dengan posisi trim. V dapat dihitung dengan rumus
pada pers.V.19 dan xc dapat dihitung dengan rumus pada pers.25.
Berdasarkan rumus VIII.2.2, perhitungan luas stasion atau luas bidang gading dari tiap-tiap gading
dapat ditabulasikan dalam beberapa bentuk tabel.
Tabel Model-I :
Luas bidang daripada semua gading dihitung sekaligus untuk setiap perubahan tinggi sarat
(perhatikan Tabel-1).
Tabel-1 Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-1 (0-1)
No.WL 0 0,5 1
No.Gad y yf Y yf y yf
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
64
Data Pehitungan Rumus Perhitungan
LBP = ….. m = 0
T
y dz m2
T = ….. m 2
= ∗ [8] ∗ [9] m2
3
H = ….. m
T = ..... m
Tabel-1a Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-2 (0-2)
No.WL 0 1 2
No.Gad y yf y yf y yf
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
LBP = ….. m = 0
T
y dz m2
T = ….. m
H = ….. m
T = ..... m
65
Tabel-1b Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari Garis WL-O Sampai WL-3 (0-3)
No.WL 1 2 3
No.Gad y yf y yf y yf
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
LBP = ….. m = 0
T
y dz m2
B = ….. m = 2 m2
∗ [8] ∗ [9]
3
T = ….. m
T = ..... m
Tabel-1c Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-4 (0-4)
No.WL 2 3 4
No.Gad y yf y yf y yf
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
LBP = ….. m = 0
T
y dz m2
66
T = ….. m
T = ..... m
Catatan :
Tabel-1d Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-2 (0-2)
No.WL 0 1 1’ 1” 2
No.Ord y yf y yf y yf y yf y yf
LBP = ….. m = 0
T y dz m2
T = ….. m
H = ….. m
Gambar VIII.2.
67
Model – 2 :
Perhitungan luas bidang gading dihitung serentak dari WL-0 sampai dengan Geladak
0 1 0 1
1 1 1 1
1 1 1 1
3 1 3 1
.. ..
.. ..
.. ..
.. ..
.. ..
T 1 T 1
Geladak 1 Geladak 1
68
Sumber : Anonimous. Ship Drawing. Japan International Cooperation Agency
Penyelesaian :
69
Menggunakan Tabel Model-2
NOMOR GADING : 1/4 NOMOR GADING : 1/2
No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω
0 0,000 1 0,000 0 0,000 1 0,000
0,5 0,152 4 0,608 0,5 0,241 0,241 0,5 0,362 4 1,448 0,5 0,621 0,621
1 0,114 1 0,114 1 0,415 1 0,415
Σ 0,722 Σ 1,863
0 0,000 1 0,000 0 0,000 1 0,000
1 0,114 4 0,456 1 0,364 0,364 1 0,415 4 1,66 1 1,467 1,467
2 0,090 1 0,09 2 0,540 1 0,54
Σ 0,546 Σ 2,2
1 0,114 1 0,114 1 0,415 1 0,415
2 0,090 4 0,36 1 0,391 0,632 2 0,540 4 2,16 1 2,208 2,829
3 0,113 1 0,113 3 0,737 1 0,737
Σ 0,587 Σ 3,312
Perhatian ! Bahwa dalam praktek, untuk perhitungan luas bidang gading suatu kapal, Saudara hanya
menggunakan satu dari model tabel di atas.
70
DISPLACEMENT TABLE
(Displasemen dicari oleh penjumlahan luas dalam dua arah yaitu vertikal dan horisontal dan untuk itu kedua jawaban harus sama.
Hanya beberapa gading dan bidang air digunakan di contoh khusus ini, tetapi jumlahnya bisa diperbanyak sesuai yang diperlukan)
Levers 0 1 2
Displacement 141
1037
KB : = . . = 2 2.25
923.26
577.00 − 552.18
LCB : ℎ = . .ℎ = 12 0.32
923.26
71
Contoh Perhitungan V, LCB dan KB
Melindungi kapal
Pembagian muatan secara tegak (vertical)
Apabila muatan dipusatkan di atas, stabilitas kapal kecil, kapal langsar (tender).
Apabila muatan dipusatkan di bawah, stabilitas kapal besar, kapal kaku (stiff).
72
Sedangkan pembagian muatan secara membujur (longitudinal)
Menyangkut masalah Trim (perbedaan sarat/draft depan dan belakang)
Mencegah terjadinya HOGGING : apabila muatan dipusatkan pada ujung – ujung
kapal (palka depan dan palka belakang) dan SAGGING : apabila muatan dipusatkan
di tengah kapal (palka tengah).
Pembagian muatan secara melintang (transversal)
Mencegah kemiringan kapal. Apabila muatan banyak di lambung kanan, kapal akan
miring ke kanan (starboard side) dan sebaliknya di lambung kiri (port side).
Deck load capacity terutama untuk geladak antara (tween deck).
Kemampuan geladak untuk menyangga muatan (DLC = Deck Load Capacity)
terutama untuk geladak antara (tween deck).
Melindungi Muatan
Melindungi kapal dari :
Penanganan muatan;
Pengaruh keringat kapal;
Pengaruh muatan lain;
Pengaruh gesekan dengan kulit kapal;
Pengaruh gesekan dengan muatan lain;
Pengaruh kebocoran muatan;
Pencurian;
Untuk dapat melindungi muatan dengan sebaik mungkin, dilakukan dengan;
Pemisah muatan yang sempurna; penerapan (dunnage) yang tepat sesuai dengan
jenis muatannya.
Melindungi ABK dan Buruh
Melindungi ABK dan buruh dapat dilakukan dengan melengkapi alat – alat bongkar
muat yang sesuai dengan standard dan sesuai dengan jenis muatan yang
dibongkar/dimuat serta melengkapi ABK dan Buruh dengan alat keselamatan.
Pemanfaatan Ruang Muat Secara Maksimal/Full and Down
Dengan memuat secara maksimal sesuai kapasitas ruang muat adalah untuk membuat
broken stowage yang sekecil mungkin;
Penggunaan filler cargo yakni muatan yang dipakai untuk mengisi ruangan yang
tidak bisa dipakai (mengisi broken stowage);
Perencanaan ruang muat yang tepat, pemilihan ruang muat sesuai dengan muatannya.
73
Pemuatan Secara Sistematis
Untuk melindungi muatan dengan mencegah terjadinya :
Long hatch = keterlambatan bongkar muat, karena terlambat di salah satu palka;
Over carriage = keadaan dimana suatu muatan terbawa melewati pelabuhan
bongkarnya karena kelalaian dalam membongkar;
Over stowage = keadaan dimana suatu muatan akan dibongkar berada di bagian
bawah dari muatan pelabuhan berikutnya.
VIII.4.1. Menghitung Grain Capacity (GC) dan Bale Capacity (BC) Berdasarkan
Metode Kapal Pembanding
Anggapan awal dari total GC adalah dari sekat ceruk haluan (the fore peak bulkhead) sampai
ke sekat ceruk buritan (the aft peak bulkhead). GC juga sudah termasuk volume ruangan
yang bukan untuk muatan seperti ruang mesin, cerobong dan lain-lain. Asumsikan untuk
kapal contoh (basic ship) bahwa total volume tersebut sebagai ‘GB’. Untuk memperoleh nilai
ekivalen kapal rancang baru yang sama ‘GD’ digunakan rumus berikut ini :
∗ ∗ ∗ @
G =G m ; .............................. pers. (VIII.3)
∗ ∗ ∗ @
Dimana :
GD dan GB diukur dalam m3;
L = panjang antara garis tegak (LBP), m;
B = lebar kapal (breadth moulded), m;
CB = koefisien blok;
SLWL = Garis air muat musim panas (Summer Loaded Waterline), m.
74
Contoh :
Diketahui ukuran dari satu kapal contoh dan satu kapal rancang baru sebagai berikut :
Item Kapal Contoh Kapal Baru
Berapakah grain capacity (GC) dan bale capacity (BC) kapal rancangan ?
Penyelesaian :
′ = ℎ + + − ℎ −
;
Untuk kapal contoh :
, , ,
′ = 12.00 + + − 1,25 − 0,06 = 11,50 ;
∗ ∗ ∗ @
= ;
∗ ∗ ∗ @
Nilai ini harus dikurangi dengan ruangan yang bukan ruang muat (the none-cargo spaces)
dari kapal rangangan.
Dengan demikian diperoleh :
= 22.900 − 4.490 = 18.500 ;
Telah diketahui bahwa Bale Capacity adalah sebesar 90 % * GC, maka diperoleh :
BC = 90 % * 18.500 = 16.650 m3.
Catatan :
Ada beberapa text books, nilai CB dihitung pada 85 % Depth Mld untuk kedua kapal (contoh
dan rancangan). Table berikut ini menunjukkan contoh data tersebut :
Dimana :
Vt = Cargo oil tans + water tank capacity,
Lt = length over cargo tanks network,
CB = block coefficient@SLWL,
Dt = dept of cargo tanks at amidships,
76
1.16 = satu koefisien modifikasi bentuk lambung kapal tanker, didasari pada hasil
kajian pembangunan dan dinas kapal. Itu dihubungkan dengan besarnya
badan jajar tengah (the amount of parallel body) tipe kapal rancangan ini.
Untuk beberapa kapal Tanker memiliki badan jajar tengah dapat mencapai 65
% * LBP.
Contoh :
Informasi dari satu Kapal Tangki Minyak (An Oil Tanker) sebagai berikut :
LBP = 264 m; Br. Mld = 40,7 m; Depth Mld = 22,00 m; SLWL = 16,75 m; W = 151.000
ton; CB@SLWL= 0,820; tangki air ballast di dalam jaringan tangki pemuatan (the cargo
tank network) = 15.000 m3; panjang tangki ceruk haluan = 10 m; panjang Deep tank haluan
= 10 m; panjang ruang mesin = 31 m; volume dasar ganda di bawah jaringan tangki utama
= 16.000 m3; pengaruh ekspansi panas di dalam tangki muat diizinkan sebesar 2 %.
Hitunglah Kapasitas Pemuatan Minyak daripada kapal tanker ini.
= − − − − = 264 −
10 − 10 − 10 − 31 = 203 ;
Penyelesaian :
Vt = 203 * 40,7 * 22 * 0,820 * 1,16 = 172.896 m3
0 − 2.00 = 15,70 ;
= ∗ ∗ ∗ @ ∗ = 185 ∗
31,5 ∗ 15,70 ∗ 0,827 ∗ 1,19 = 90.040 ;
Stowage Factor (SF)
SF adalah jumlah ruangan dalam kaki kubik atau meter kubik yang digunakan memadat
muatan seberat 1 ton.
Table di bawah ini memberikan data SF berbagai jenis muatan.
Tabel Stowage Factor, m3 per ton
Item Packing m3/t Item Packing m3/t
78
Cement Bags 0,97 Oysters Barrels 1,67
Tabel Lanjutan
Item Packing m3/t Item Packing m3/t
79
Iron, Pig Neat Stowage 0,28 Wheat Bags 1,45
Yang dimaksudkan kapasitas di sini ialah kapasitas angkut atau kapasitas muat dari suatu
kapal. Rencana Kapasitas (Capacity Plan) adalah rencana yang menunjukan kapasitas
volume daripada ruang-ruang muat/palkah-palkah (cargo holds), tangki-tangki minyak dan
air (fuel and water tanks), ruang-ruang penyimpanan batubara (coal bunkers), gudang-
gudang (stores) dan lain-lain, serta letak pusat berat daripada setiap kompartemen yang
terpasang. Kebanyakan kasus, catatan mengenai letak pusat berat dari setiap ruangan
diabaikan.
Agar dapat mempersiapkan rencana kapasitas (gbr. VIII.8), maka kurva-kurva kapasitas
lebih dahulu digambar. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan volume berdasarkan rumus
berikut :
/
V =∫ /
.............................. pers. (VIII.5)
∆
Aplikasi Simpson-I : V = ∑( ∗ )
Dimana :
- luas bidang gading kapal, m2 (diambil dari tabel perhitungan )
L - panjang kapal, m.
f - faktor perkalian Simpson-I : 1, 4, 1.
L - jarak gading = L/jumlah gading, m.
80
Gambar VIII.8 Contoh Kurva Capacity Plan
Dalam menentukan jumlah muatan yang dapat ditampung sesuai volume ruang tersebut,
maka perlu diketahui faktor pemakaian ruang (stowage factor) dari tiap jenis muatan.
= ∗
; ton.
Contoh soal :
Diketahui letak ruang muat pada suatu kapal barang (sesuai data gambar rencana umum)
terletak antara gading praktis no. 54 sampai dengan gading no. 82. Setelah diplot pada
gambar rencana garis, ruang muat tersebut terletak pada gading teoritis no. 11 sampai dengan
gading no. 17.
81
Dimana berdasarkan Skala Bonjean diketahui bahwa luas bidang gading-gading 11 sampai
dengan 17 adalah sebagai berikut :
No. 11 12 13 14 15 16 17
Gad.
, m2 30,1 30,0 29,659 28,794 26,978 23,871 19,365
Jika jarak gading teoritis sebesar 2,63 meter dan ruang muat ini untuk menampung muatan
umum dengan SF = 2 m3/ton, berapakah volume dan banyaknya muatan daripada ruang
muat tersebut ?
Penyelesaian :
Dengan aplikasi Simpson-I dapat dihitung volume ruang muat kapal tersebut sebagai berikut
:
82
Soal Latihan :
Diketahui satu kapal General Cargo basic ship dan kapal rancangan baru sebagai berikut :
Hitunglah GC dan BC kapal yang baru dirancang berdasarkan metode kapal pembanding.
83
BAB VI
STABILITAS SUDUT BESAR
Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan enam sub bahasan yakni : (a) Pergeseran
Bouyancy dan Metasenter, (b) Lengan Stabilitas, (c) Stabilitas Bentuk dan
Stabilitas Berat, (d) Stabilitas Statis, (e) Stabilitas Dinamis, (f) Kriteria Stabilitas
Utuh.
I xx I
(23) M r DrT Da D Da D( xx a)
V V
Suku pertama ruas kanan ditentukan oleh Ixx/V yaitu oleh ukuran dan bentuk badan kapal dan
karenanya disebut momen stabilitas bentuk dan Ixxθ/V adalah lengan stabilitas bentuk.
Suku kedua ruas kanan ditentukan oleh D yaitu berat kapal dan muatannya dan a yang sama
dengan KG dikurangi KB. Jadi di sini ada faktor berat kapal dan KG yang mewakili susunan berat di
kapal dan karenanya kita sebut momen stabilitas berat serta aθ adalah lengan stabilitas berat.
Jadi bentuk badan kapal dan susunan beratlah yang menentukan apakah suatu kapal pada kondisi
pembebanan tertentu akan dalam keseimbangan stabil atau tidak. Pada kapal yang sudah jadi,
ukuran dan bentuk badan kapal sudah tertentu, maka keseimbangan akan ditentukan oleh KG,
yaitu bagaimana kita menyusun muatan di kapal, apakah mengakibatkan KG tinggi atau rendah
dan dengan demikian MG akan positif atau negatif.
84
Stabilitas pada sudut oleng besar
Seperti pada stabilitas sudut kecil, tujuan perhitungan adalah untuk menentukan koordinat titik
apung B. Berbeda dengan keadaan pada sudut kecil, titik metasenter M tidak lagi diam di
tempatnya, tetapi juga berpindah tempat. Jadi untuk menghitung lengan stabilitas statis kita juga
perlu mengetahui koordinat titik M pada sudut oleng besar.
Kemudian sudut oleng ditambah dengan dθ menjadi θ1+dθ. Dari yang lalu, kita dapat:
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah X adalah displasemen
V dikalikan perubahan titik apung ke arah X:
I
M yz V yF d I yF d
V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Y adalah displasemen V
dikalikan komponen datar perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xz V x d cos I x cos d
V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Z adalah displasemen V
dikalikan komponen tegak perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xy V x d sin I x sin d
V
sehingga koordinat titik apung dapat dihitung sebagai berikut
VyB I x d I
yB yB x cos d
V V
VzB I x d I
z B z B x sin d
V V
85
Dengan demikian jika kapal oleng dari sudut θ1 sampai sudut θ2, maka koordinat titik apung dapat
diperoleh dengan
2 2
I yF I x
x B 2 x B1
1
V
d y B 2 y B1 V
1
cos d
2
I x
z B 2 z B1 V
1
sin d
I x
Harga kita sebut rTθ yaitu jari-jari metasenter melintang pada sudut θ
V
I x
(24) rT
V
I yF
sedang kita sebut rLθ yaitu jari-jari metasenter memanjang pada sudut θ. Dengan demikian
V
rumus-rumus di atas akan menjadi
2
2
2
Rumus-rumus di atas dapat kita turunkan secara geometris murni. Kita lihat kapal oleng sebesar
φ, lalu ditambah lagi sebesar dφ.
z
ym
φ d
φ W
rφ L
Z
B
B E
B
z
z z
K y
86
GAMBAR 7
Diketahui koordinat titik apung pada keadaan tegak sebesar (yB0, zB0) dan keadaan oleng dengan
sudut φ sebesar (yB1, zB1), serta koordinat titik metasenter M pada keadaan oleng ini sebesar (yMφ,
zMφ). Pada waktu sudut oleng ditambah sebesar dφ, titik M dianggap tidak berpindah. Kita lihat
segitiga kecil B1B2E. Karena dφ kecil, maka B1B2 E dan
sedang B1 B2 r d , sehingga
(28) dy r cos d
(29) dz r sin d
dan untuk mendapatkan yB2 dan zB2 kita mengintegral pers. (28) dan (29) dari θ1 sampai θ2 dan
kita dapatkan pers. (26) dan (27).
Selanjutnya kita cari koordinat titik metasenter M. Dari gambar kita lihat bahwa
87
5.4 Stabilitas Statis
θ
z
G
R
Q
θ E B1
F zB1 - zB0
θ
B0
P
K y
GAMBAR 8
l GZ B0Q QR B0 E
dan bahwa
Kalau semua ini kita masukkan dalam rumus di atas, kita dapat
Kita masukkan lagi rumus-rumus (24), (25) dan (26) dengan θ1 = 0, menjadi
l cos r cos d sin r sin d a sin
0 0
88
dan dengan integrasi parsial akhirnya didapat
rT
Jika rumus (33) dimasukkan ke dalam momen penegak M r Dl Vl dan rθ diganti, maka
didapat
rT
Suku pertama ruas kanan adalah momen penegak yang dihitung dengan anggapan jari-jari
metasenter tetap harganya sebesar r0, sedang suku kedua memperhitungkan perubahan harga
jari-jari metasenter tersebut.
GAMBAR 10
Dalam keadaan diam – gambar kiri – bidang atas akan terletak mendatar. Dalam keadaan miring –
gambar tengah – ternyata titik berat akan naik dibandingkan dengan keadaan awal dan dalam
keadaan tegak – gambar kanan – titik berat dalam kedudukan tertinggi. Untuk menaikkan titik
berat ini jelas dibutuhkan usaha atau kerja. Usaha ini akan sama besar (tetapi berlawanan tanda)
dengan berat dikalikan perpindahan titik berat pada arah vertikal, yaitu selisih tinggi titik berat
pada kedudukan akhir dengan tinggi titik berat pada kedudukan awal.
Untuk mengolengkan kapal, juga dibutuhkan kerja. Pada setengah silinder di atas, titik tempat
reaksi tumpuan bekerja tidak berubah tingginya sehingga kita hanya perlu melihat selisih tinggi
titik berat saja. Tetapi pada kapal, titik tempat reaksi tumpuan adalah titik apung kapal dan
selama proses oleng, ketinggian titik ini berubah terus. Jadi jarak vertikal titik apung ke titik berat
juga selalu berubah dan jarak vertikal inilah yang disebut lengan stabilitas dinamis dan kerja yang
dilakukan adalah
E Dld
Kerja untuk mengolengkan kapal juga dapat dilihat sebagai kerja dari suatu momen kopel yang
mengolengkan kapal sampai sudut dφ:
dE M r d
89
Jika Mr diganti dengan rumus (22), kita dapatkan
dE Dld
Dalam ruas kanan, harga l berubah terus menurut harga φ, sehingga untuk mengolengkan kapal
dari keadaan tegak ke sudut oleng θ dibutuhkan kerja sebesar
E Dld D ld
0 0
(37) ld ld
0
Ternyata lengan stabilitas dinamis adalah integral lengan stabilitas statis sampai sudut θ tertentu
dan sebaliknya lengan stabilitas statis adalah turunan pertama stabilitas dinamis terhadap sudut
oleng.
Pada garis kerja gaya apung dari titik Z ke bawah diukurkan ZN = B0G = a. Karena lengan stabilitas
dinamis adalah selisih jarak vertikal titik apung ke titik berat pada kedudukan tegak dengan selisih
jarak pada sudut oleng θ, maka
ld ZB ZN ZB a
90
Dari gambar kita lihat bahwa
ZB GE QP FP
dengan
sehingga
dld
(38) yB cos ( z B z B 0 ) sin a sin l
d
dan ternyata ruas kanan sama dengan rumus (29) untuk lengan stabilitas statis. Jadi memang
lengan stabilitas statis adalah turunan pertama lengan stabilitas dinamis.
Jika kita bandingkan rumus (35) dengan rumus (38), maka kita dapatkan
d 2ld
(39) MZ
d 2
atau turunan kedua lengan dinamis adalah tinggi umum metasenter.
oJ. Rahola, “The Judging of the Stability of Ships and the Determination of the Minimum
Amount of Stability”, Doctor of Technology thesis, Helsinki, 1939.
Persyaratan sekarang diambil dari “Intact Stability Criteria for Passenger and Cargo Ships, 1987
Edition”, yang diterbitkan oleh IMO, London, 1987 untuk kapal di bawah 100m.
a) Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ tidak boleh kurang dari 0.055
meter.radian sampai sudut oleng θ = 300, dan tidak kurang dari 0.09 meter.radian sampai
sudut oleng θ = 400 atau sudut air masuk θf jika sudut ini kurang dari 400.
Selain itu luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ antara sudut oleng 300 dan 400
atau sudut air masuk θf jika sudut ini kurang dari 400, tidak boleh kurang dari 0.03
meter.radian.
b) Lengan penegak GZ harus paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 300 atau lebih
91
c) Lengan penegak maksimum sebaiknya terjadi pada sudut oleng lebih dari 300 tetapi tidak
kurang dari 250.
d) Tinggi metasenter awal GM0 tidak boleh kurang dari 0.15 meter.
a) Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ tidak boleh kurang dari 0.08
meter.radian sampai sudut oleng θ = 400 atau sudut air masuk θf jika sudut ini kurang dari
400.
b) Lengan penegak maksimum paling sedikit harus berharga 0.25 meter
c) Pada setiap saat selama pelayaran, tinggi metasenter GM0 harus positif setelah koreksi
permukaan bebas cairan dalam tangki-tangki dan jika sesuai, penyerapan air oleh muatan
geladak dan/atau pengumpulan es pada permukaan tak terlindung. Selain itu, pada waktu
berangkat, tinggi metasenter tidak boleh kurang dari 0.1 meter.
a) Sudut oleng akibat penumpang menggerombol di satu sisi kapal seperti dijelaskan dalam
Appendix II 2(11) (4 orang per m2) tidak boleh melebihi 100.
b) Sudut oleng karena kapal berbelok tidak boleh melebihi 100 jika dihitung dengan rumus
berikut:
V02 d
M R 0.02 KG
L 2
dengan
Dalam rekomendasi di atas tidak diberikan harga maksimum, tetapi harus diingat bahwa MG yang
besar mengakibatkan percepatan yang besar juga dan dapat membahayakan kapal, anak
buahnya, peralatannya dan muatannya.
92
Selain itu, ditentukan juga kondisi apa saja yang harus diperiksa stabilitasnya. Dalam Appendix II
Standard Conditions of Loading to be Examined diberikan:
1 LOADING CONDITIONS
1) Kapal penumpang:
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh
bersama barang bawaannya, dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama
barang bawaannya, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii. Kapal dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
iv. Kapal dalam kondisi datang tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
2) Kapal barang:
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata
dalam semua ruang muat dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata
dalam semua ruang muat, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii. Kapal dengan ballast dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan persediaan dan
bahan bakar penuh
iv. Kapal dengan ballast dalam kondisi datang tanpa muatan, tetapi dengan persediaan dan
bahan bakar tinggal 10 % saja
93
BAB VII
STABILITAS BOCOR
Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan lima hal penting yakni : (a) Perubahan
Sarat, (b) Trim dan Oleng, (c) Metode Kehilangan Buoyancy, (d) Metode
Tambahan Berat, (e) Kriteria Stabilitas Bocor.
94
BAB VIII
KURVA KEBOCORAN
Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan tentang Insubmersibilitas, kemampuan
kapal untuk tetap terapung meskipun ruangan-ruangan dalam lambung kapal
telah dipenuhi air bocor. enam sub bahasan yakni : (a) Volume dan Titik Berat
Air Masuk, (b) Margin Line, (c) Faktor Permeabilitas, (d) Kriteria Kebocoran.
Ruang Mesin,
−
= +
= +
= −
95
6.5 Kriteria Kebocoran
https://aimprof08.wordpress.com/2012/09/06/aturan-simpson-1-per-3-simpson-rule/
Diakses 19 Juli 2016.
96