Anda di halaman 1dari 207

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN PRODUK TERAPAN

DESAIN TEKNOLOGI ANTI TENGGELAM PADA KAPAL RAKYAT

Tahun ke-1 dari rencana 2 Tahun

Ir. REICO HAROLD SIAHAINENIA, MT.


NIDN: 0013096511
DR. TIRZA JESICA KAKISINA, ST., MT.
NIDN : 0017106906
LEXI A. T. MATATULA, ST.
NIDN : 0010046804

UNIVERSITAS PATTIMURA
2017

Dibiayai

Direktorat Riset dan Pengembangan Masyarakat


Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Sesuai dengan Kontrak Penelitian Tahun 2017
Nomor: 090/SP2H/LT/DRPM/IV/2017

i
RINGKASAN

Tanpa kapal rakyat, nyaris tidak terjadi perpindahan manusia antar pulau di Maluku.
Ironisnya jumlah kapal rakyat semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena kecelakaan
yang mengakibatkan kapal tenggelam saat beroperasi. Data dan informasi kecelakaan
berlayar 2005-2014 dari Kesahbandaran Ambon menunjukan adanya satu kelemahan
prinsipil kecelakaan yakni bahwa semua kapal yang tenggelam disebabkan karena
lambung kapal kemasukan air bocor yang sangat banyak tanpa dapat dibendung. Proposal
Penelitian Produk Terapan yang kami usulkan dalam periode waktu 2 tahun ini
dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan prinsipil kapal-kapal rakyat di Maluku yang
telah kami ungkapkan di atas.
Penelitian tahun I bertujuan menemukan disain konstruksi Sekat Kedap Air (SKA)
melintang yakni; Sekat Tubrukan, Sekat Depan Kamar Mesin, dan Sekat Buritan. Juga
menghasilkan Standard Operating Prosedure (SOP) pembuatan dan pemasangan ketiga
sekat SKA dimaksud. Penelitian tahun II bertujuan menghasilkan Kurva Panjang Kapal
(Lpp) vs Letak SKA. Target khusus dari penelitian yang kami lakukan adalah ;
menambah khasanah ilmu perkapalan yang bermanfaat buat dosen dan mahasiswa teknik
perkapalan, mengurangi angka kecelakaan kapal, dan portofolio bagi kebijakan
pemerintah daerah Maluku untuk mengeluarkan peraturan tentang keharusan memasang
Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat yang beroperasi di Maluku. Sekat-sekat Kedap
Air akan membagi kapal atas beberapa Kompartemen Kedap Air sehingga air bocor
hanya akan tertahan dalam kompartemen yang bocor. Kompartemen yang tidak bocor
tetap dipenuhi udara sebagai sumber utama daya apung kapal. Besarnya daya apung dari
setiap Kompartemen Kedap Air dipengaruhi letak relatif SKA satu terhadap yang lain.
Letak setiap Sekat Kedap Air (SKA) dalam lambung kapal ditetapkan menggunkan
metode Krylov melalui perhitungan Panjang Kebocoran yang menghasilkan Kurva
Panjang Kebocoran yang menjelaskan bahwa kompartemen yang dibatasi SKA adalah
aman atau tidak aman ketika kompartemen tersebut kemasukan air bocor sampai penuh.
Dengan kata lain Kurva panjang/batas kebocoran akan menjustifikasi letak SKA
melintang yang credible terhadap insubmersibility, kemampuan kapal untuk bertahan
pada permukaan air meskipun satu atau beberapa kompartemen kapal telah dipenuhi air
bocor. Berdasarkan posisi SKA selanjutnya akan dilakukan identifikasi karakterisik
lambung dalam kapal, tempat dimana setiap SKA tersebut dipasang, juga volume setiap
kompartemen yang tersekat oleh SKA. Hasil identifikasi ini selanjutnya menjadi input
untuk mendesain konstruksi SKA. Disain SKA dilaksanakan terhadap variabel kekuatan
dan kekedapan SKA. Analisa Kekuatan SKA menahan tekanan air bocor adalah
menggunakan softwere SOLIDWORK. Indikator kekuatan adalah tercapainya syarat
kekuatan struktur, max <. Kekedapan SKA diuji dengan menggunakan metode
Hydro Test. Indikator kekedapan adalah air bocor tidak merembes melewati panel SKA
maupun sambungan antara panel dan lambung bagian dalam kapal.
Hasil uji kekuatan akan merekomendasi modulus penampang : papan panel SKA, penguat
vertical, penguat horizontal untuk Sekat Kedap Air. Hasil uji kekedapan akan
merekomendasi sistem sambungan kedap air antara papan-papan panel SKA maupun
antara panel SKA dengan papan lambung dalam kapal.
Kata kunci : Kapal rakyat, Sekat Kedap Air, kurva LPP vs Letak SKA
iii
PRAKATA

Puji syukur kami doakan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
perkenaaNya saja maka penelitian yang kami lakukan telah menyelesaikan 50% dari total
rencana penelitian yang wajib kami lakukan.
Melaksanakan penelitian untuk mendapatkan desain konstruksi sekat kedap air
adalah hal yang penting karena menyangkut keselamatan pelayaran dari moda
transportasi antar pulau yang masih dominan di Maluku.
Waktu yang akan datang penelitian akan dilanjutkan untuk menemukan kurva
hubungan panjang kapal-kapal rakyat di Maluku. Dengan kurva ini pengrajin dan pemilik
kapal akan langsung dapat menentukan jumlah dan letak SKA pada kapalnya.
Pada kesempatan ini ijinkan kami menyampaikan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Ristek
dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2. Prof., DR. M. J. Sapteno, SH., selaku Rektor Universitas Pattimura
3. Prof., DR. D. Male, M.Sc., selaku Kepala LPPM Universitas Pattimura
4. Ir. D. Ilela, BSE., MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Pattimura
5. DR. Ir. E. R. de Fretes, MT., Kajur Tek. Perkapalan Fakultas Teknik Unpatti.
6. Mahasiswa Prodi Teknik Perkapalan yang ikut membantu kelancaran penelitian
7. Semua Pihak yang tak sempat disebutkan satu-persatu pada kesempatan ini
Tim Peneliti menyadari sungguh bahwa Laporan Kemajuan Penelitian ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mohon adanya koreksi yang konstruktif tentunya
untuk perbaikannya maupun penelitian-penelitian selanjutnya.
Semoga Penelitian ini bermanfaat bagi kesejahteraan banyak orang teristimewa
bagi pelaku dan pengguna jasa transportasi kapal-kapal rakyat di Maluku.

Ambon, 25 Oktober 2017

Tim Peneliti

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ……………………………………………………....... i


HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..... ii
RINGKASAN ………………………………………………………………….. iii
PRAKATA ……………………………………………………………………... iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... viii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………... ix
BAB 1. PENDAHULUAN …………………………………………………..... 1
A. Latar Belakang …………………………………………………… 1
B. Permasalahan Kelemahan Kapal Rakyat ………………………….. 2
C. Solusi yang ditawarkan …..………………………………………... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... 3
A. Sekat Kedap Air Pada Kapal Baja ………………………………… 3
B. Sekat Kedap Air Pada Kapal Kayu ………………………………... 5
C. Studi Pendahuluan Sekat Kedap Air Pada Kapal Kayu ………….. 6
D. Peta Jalan Penelitian ……………………………………………… 9
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………………............... 11
A. Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 11
B. Manfaat Penelitian ……………………………………….............. 11
BAB 4. METODE PENELITIAN ……………………………………………. 13
A. Bahan dan ALat ……………………………………………………. 13
B. Jalan Penelitian …………………………………………………… 13
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI …………………………. 15
A. Identifikasi Objek Penelitian ……………………………………… 15
B. Penempatan Sekat Kedap Air ……………………………………... 19
C. Desain Konstruksi Sekat Kedap Air ………………………………. 21
D. Pengujian Sekat Kedap Air ………………………………………... 22

v
E. Evaluasi Insubmersibilitas ……………………………………….. 23
F. Pembuatan Model Kapal dan Sekat Kedap Air …………………… 25
G. Pembuatan SOP Pembangunan dan Pemasangan Sekat Kedap Air . 25
H. Penggambaran Kurva Panjang Kapal (Lpp) VS Letak Sekat Kedap
25
Air ………………………………………………………………….
BAB 6. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA ………………………………... 27
A. Desain Alat Ukur Kapal …………………………………………… 27
B. Survey Ukuran Pokok Kapal ……………………………………… 28
C. Menentukan Pokulasi dan Sampel ………………………………… 28
D. Pengukuran Ordinat Setengah Lebar Dari Setiap Sample ………… 28
E. Menghitung & Menggambar Kurva Panjang Kebocoran Setiap 28
Sampel ……………………………………………………………..
F. Membuat Regresi Linear Letak SKA Setiap Sampel …………….. 28
G. Menghasilkan Kurva Lpp VS SKA ………………………………. 29
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. 30
A. Kesimpulan ……………….……………………………………….. 30
B. Saran ………………………………………….…………………… 30
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 31

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Simulasi kebocoran 2 SKA (Efektifitas 50%) ………………... 6

Tabel 2. Simulasi kebocoran 3 SKA (Efektifitas 64%) ………………... 6

Tabel 3. Ukuran Pokok dan Koefisien Bentuk KM. Harapan Mujur 02 15

Tabel 4. Ordinat ½ Lebar KM. Harapan Mujur 04 …………………….. 15

Tabel 5. Perhitungan Luas Bidang Gading dari Garis Air 0 sampai


Garis Air 1 ……………………………………………………. 18

Tabel 6. Perhitungan Momen Statis sampai Tinggi Sarat maksimum …. 19

Tabel 7. Perbandingan Ketentuan Ukuran Minimal Penegar dan Panel 24


SKA Menurut BKI dengn Hasil Desin Solidwork

Tabel 8. Efektifitas SKA KM. Harapan Mujur-02 24

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Teknologi kedap air pada kapal baja ……………………….. 3

Gambar 2. Konstruksi Sekat Kedap Air pada kapal baja ………………. 4

Gambar 3a. Teknologi sekat kedap airpada kapal kayu di Cina ………… 5

Gambar 3b. Teknologi pengedapan SKA kapal kayu di Cina …………… 5

Gambar 4. Teknologi koneksi papan dengan gading kapal kayu di Cina 6

Gambar 5. Kurva Panjang Lengan Kebocoran untuk kapal purse seiner 6

Gambar 6. Identifikasi dan disain SKA pada kapal purse seiner ………. 8

Gambar 7. Proses pengerjaan SKA ……………………………………... 8

Gambar 8. Peta Jalan Penelitian ………………………………………... 10

Gambar 9. Tangki Uji Tekan Sekat Kedap Air ………………………… 13

Gambar 10. Sketsa letak tiga Sekat Kedap Air dalam lambung kapal …... 14

Gambar 11a. Jenis sambungan kayu bibir miring ………………………… 15

Gambar 11b. Jenis sambungan kayu pengunci samping ………………….. 15

Gambar 12. Rencana Garis (Lines plan) KM. Harapan Mujur-02 ………. 17

Gambar 13. Rencana Umum (General plan) KM. Harapan Mujur-02 … 18

Gambar 14. Kurva Bonjean KM. Harapan Mujur-02 …………………… 19

Gambar 15. Integral luas, luas penampang, dan lengan kebocoran ……… 20

Gambar 16. Kurva Panjang Lengan Kebocoran KM. Harapan Mujur-02 .. 21

Gambar 17 Contoh desain SKA-01 pada KM. Harapan Mujur-02 .......... 22

Gambar 18 Hasil simulasi Solidwork SKA-01 dan SKA-02 ……………. 24

Gambar 19 Hasil simulasi Solidwork SKA-03 dan SKA-04 ……………. 24

Gambar 20 Hasil simulasi Solidwork SKA-05 dan SKA-06 ……………. 24

Gambar 21 Model KM. Harapan Mujur-02 ……………………………... 26

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Draft Artikel Ilmiah ………………………………………… 32

Lampiran 2. SOP Pembuatan dan Pemasangan SKA ……………………. 37

Lampiran 3. Dokumen Pengusulan Paten Sederhana ……………………. 71

Lampiran 4. Draft Buku Ajar Teori Bangunan Kapal I ………………….. 89

ix
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Armada kapal rakyat di Maluku semakin berkurang jumlahnya terutama


disebabkan karena tenggelam saat berlayar. Kecelakaan yang selalu mengakibatkan
kapal karam ini terjadi karena lambung kapal kemasukan air dalam jumlah yang sangat
banyak akibat pecah papan lambung. Air bocor akan sangat cepat menggenangi seluruh
lambung kapal mulai dari haluan sampai ke buritan tanpa dapat dibendung sehingga
mendesak udara yang merupakan sumber utama daya apung keluar dari lambung kapal.
Data kecelakaan berlayar 2005-2014 dari Kesahbandaran Ambon menunjukan 12
kapal tenggelam dari 18 peristiwa kecelakaan berlayar, dan 12 kapal yang tenggelam
adalah disebabkan karena pecah lambung. Ini menunjukan 67% kapal rakyat tenggelam
dan bahwa tidak ada kapal yang tidak tenggelam jika mengalami pecah lambung.
Tenggelamnya kapal-kapal rakyat mengakibatkan korban jiwa dan harta benda
termasuk hilang/berkurangnya moda transportasi antar pulau yang masih sangat
diandalkan. Hal ini akan berdampak pada perpindahan manusia maupun barang untuk
kebutuhan hidup tetapi juga terhadap perekonomian masyarakat kepulauan.
Peristiwa ini telah berlangsung puluhan tahun, mengingat kapal-kapal rakyat di
Maluku dibangun secara tradisional mengikuti pengalaman membangun kapal secara
turun temurun. Kelemahan-kelemahan prinsipil konstruksi dan sistem kapal rakyat
kurang mendapat perhatian pemerintah dan para peneliti dengan berbagai alasan. Upaya
prefentif terhadap penyebab dari kelemahan konstruksi kapal-kayu nyaris tidak pernah
dilakukan, tetapi umumnya hanya perbaikan setelah terjadi kerusakan/kecelakaan.
Ketika terjadi pecah lambung kapal maka anak buah kapal (ABK) akan
menyumbat lubang pada papan lambung kapal menggunakan kain, dan memompa air
bocor keluar kapal. Upaya ini tidak pernah berhasil. Upaya preventif yang dilakukan oleh
pemerintah adalah mewajibkan semua kapal kayu dan kapal non konvensional (Non-
Conventional Vessel Standard/NCVS) untuk memasang Sekat Kedap Air (SKA) di dalam
lambung kapal. Namun demikian NCVS tidak mengeluarkan petunjuk teknis pembuatan
dan pemasangan Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat baik yang baru dibangun
maupun yang telah beroperasi. Ini merupakan kendala utama penerapan.

1
B. Permasalahan Kelemahan Kapal Rakyat

Telah kami jelaskan bahwa karena dibangun secara tradisional maka kapal-kapal
rakyat memiliki banyak kelemahan konstruksi sampai saat ini. Salah satu yang sangat
mendasar yakni kapal-kapal rakyat tidak memiliki sistem untuk membendung air bocor
yang masuk dan menggenangi seluruh ruang dalam lambung kapal. Kelemahan prinsipil
ini dikarenakan sampai saat ini belum ada kajian ilmiah tentang bagaimana mengatasi
masalah tenggelam yang disebabkan oleh faktor teknis konstruksi kapal kayu. Kapal-
kapal kayu adalah kapal yang tidak dikelaskan, sehingga dalam pembuatan dan
pengawasan pengoperasiannya, kapal-kapal kayu tidak melalui suatu skema pemeriksaan
seperti yang dialami oleh kapal-kapal konvensional yang dikelaskan.

C. Solusi yang Ditawarkan


Untuk mengatasi tenggelamnya kapal-kapal rakyat maka kami telah melakukan
penelitian untuk menerapkan konsep Insubmersibilitas, kemampuan kapal untuk bertahan
pada permukaan air meskipun satu atau beberapa ruang dalam lambung kapal telah
kemasukan air bocor. Hal ini diaplikasi berupa penggunaan Sekat Kedap Air yang
membagi ruang dalam lambung kapal atas beberapa kompartemen kedap air.
Kompartemen-kompartemen ini akan berfungsi membendung air bocor hanya pada
kompartemen yang bocor saja, sehingga kompartemen yang lain masih tetap berisi udara
yang adalah sumber utama daya apung kapal. Penelitian ini akan menghasil disain
konstruksi Sekat Kedap Air (SKA) dan Panduan (SOP) pembangunan dan pemasangan
SKA yang diperlukan oleh para pengrajin kapal-kapal kayu dan pemilik kapal. Disisi lain
SOP akan menjadi reverensi bagi pemerintah daerah untuk menyusun dan mengeluarkan
peraturan untuk mewajibkan penggunaan Sekat Kedap Air untuk mencegah
tenggelamnya kapal-kapal rakyat di Maluku.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sekat Kedap Air Pada Kapal Baja

Sekat kedap air secara vertikal membentuk dinding dalam struktur kapal, mulai dari atas
dasar ganda (double bottom) kapal sampai dek utama atas. Sekat jedap air menghindari
masuknya air dalam kompartemen jika kompartemen yang berdekatan bocor/banjir akibat
kerusakan pada lambung kapal, kerusakan struktur dll.

http://www.marineinsight.com/misc/marine-safety/water-tight-bulkheads-on-ships-
construction-and-arrangement/

Gambar 1. Teknologi kedap air pada kapal baja.


[http://www.marineinsight.com/misc/marine-safety/water-tight-bulkheads-on-ships-construction-and-arrangement/]

Sekat kedap air membantu membagi kapal menjadi sejumlah kompartemen kedap air,
sehingga meningkatkan integritas kedap air kapal. Sekat kedap air juga membantu dalam
meningkatkan kekuatan melintang kappa dan membantu membatasi penyebaran api ke
kompartemen lain ketika terjadi kebakaran dalam lambung kapal. Sekat kedap air dibuat
lebih kuat dan lebih tebal dari sekat-sekat lainnya untuk mempertahankan tekanan air
dalam kasus masuknya air. Sekat kedap air panel sekat besar digabungkan dengan
sejumlah penguat plat yang dilas pada struktur kapal di kulit lambung samping, dasar
ganda, dan dek. Plating yang disusun secara horizontal dan kaku arah vertikal.
3
Gambar 2. Konstruksi Sekat Kedap Air pada kapal baja
(http://www.marineinsight.com/misc/marine-safety/water-tight-bulkheads-on-ships-construction-and-arrangement/)

Ketebalan sekat kedap air meningkat di bagian bawah sesuai peningkatan


kedalaman tekanan dari kenaikan air. Ketebalan plating horisontal secara bertahap
meningkat ke bagian bawah sekat. Penguatan meningkat dengan pengaku pelat bola
vertikal atau sudut toe bar dilas dan berjarak sekitar 760 mm terpisah. Ujung pengaku
sekat yang diberi tanda kurung dengan balok dek dan tangki atas.Ruangan bulkheads
tabrakan adalah 12% lebih tebal dari kedap sekat dan pengaku jarak lainnya dikurangi
menjadi 600 mm untuk memberikan kekuatan ekstra untuk mempertahankan tabrakan.
Jumlah minimum sekat kedap air tergantung pada panjang kapal dan lokasi ruang
mesinnya. Semua kapal dagang harus memiliki setidaknya; Sekat Tubrakan sekat
ditempatkan di depan kapal pada 1/20 L (L adalah panjang kapal). Satu sekat belakang
yang melindungi dan membungkus tabung buritan (stern tube) dan tongkat kemudi kapal.
Dua sekat melindungi ruang mesin dari depan dan belakang jika lokasi ruang mesin di
tengah kapal. Jika ruang mesin berada di belakang kapal, puncak sekat belakang
membentuk bagian dari sekat belakang dari ruang mesin. Oleh karena itu hanya satu sekat
diperlukan untuk ditempatkan di depan bagian dari ruang mesin, memisahkannya dari
ruang kargo. [Lewis,1989]
Kendala penerapan Sekat Kedap Air (Watertight bulkhead) konstruksi baja adalah
sulit dan mahal jika harus dikerjakan di daerah-daerah kepulauan seperti di Maluku.
Selain harga yang sangat mahal karena ditambah dengan biaya transportasi, tetapi juga

4
SKA baja dikerjakan dengan berbagai peralatan yang menggunakan tenaga listrik seperti
mesin : las, bor, gerinda dan brander api yang memerlukan LPG dan O2 dalam jumlah
banyak. Kendala teknis lain adalah integrasi SKA baja dengan dinding lambung kapal
yang terbuat dari kayu akan menjadikan teknologi ini sebagai teknologi mahal. SKA baja
akan meningkatkan berat keseluruhan kapal dan secara otomatis mengurangi kemampuan
angkut kapal-kapal rakyat.

B. Sekat Kedap Air Pada Kapal Kayu

Teknologi sekat kedap yang dikembangkan di Cina Selatan Provinsi Fujian yakni
kapal laut dengan kabin kedap air. Jika satu atau dua kompartemen sengaja rusak dalam
perjalanan, air laut tidak akan membanjiri kabin lain dan kapal akan tetap bertahan. Jung
dibuat terutama dari kapur barus, pinus dan kayu cemara, dan dirakit menggunakan alat-
alat tradisional. (http://www.unesco.org/culture/ich/USL/00321)

(a) (b)

Gambar 3a. Teknologi sekat kedap air pada kapal kayu di Cina
3b. Teknologi pengedapan SKA kapal kayu di Cina.
[http://www.unesco.org/culture/ich/USL/00321]

Kapal-kapal dibangun dengan menerapkan teknologi kunci rabbet-jointing papan


bersama-sama dan mendempul sambungan antara papan dengan menggunakan serat rami,
kapur dan minyak tung.

5
Gambar 4. Teknologi sambungan papan SKA dengan gading pada kapal kayu di Cina
[http://www.unesco.org/culture/ich/USL/00321]

Teknologi Sekat Kedap Air pada kapal di Provinsi Fujian-Cina Selatan ini telah
mengarah untuk memenuhi syarat kekuatan dan kekedapan sebagai dua syarat utama
penerapan SKA. Kelemahannya yakni jumlah SKA sangat banyak sehingga membuat
ruangan muat menjadi sempit, berkurannya kemampuan mengangkut muatan, dan
kemampuan akses yang kecil dari satu kompartemen ke kompartemen yang lain. SKA
yang banyak menyebabkan berat dan biaya pembuatan kapal menjadi besar. Disamping
itu SKA yang banyak menyebabkan volume kompartemen kedap air menjadi kecil
sehingga tebal papan SKA tersebut tidak dapat diterapkan pada volume ruangan dan
tekanan air yang besar. Konstruksi SKA di kapal Cina ini diperuntukan pada kapal yang
baru dibangun (kapal baru), tidak dapat diterapkan pada kapal-kapal rakyat di Maluku
yang memiliki gading tidak rata sebagai akibat sambungan tipe pengunci samping
[Frick, 1982].

C. Studi Pendahuluan Sekat Kedap Air Pada Kapal Kayu

Studi pendahuluan melalui sceme Penelitian Dosen Muda tahun 2004 menunjukan
efektifitas pemasangan 2 Sekat Kedap Air (SKA) adalah 50% karena 3 dari 6
kemungkinan kebocoran tidak menyebabkan kapal purse-sainer tenggelam, sedangkan
efektifitas 3 SKA adalah 64% seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut :

6
Tabel 1. Simulasi kebocoran 2 SKA (Efektifitas 50%)

Gaya Berat (W) Gaya Apung (P) Buoyancy


No. Jenis Simulasi Keterangan
(Ton) (Ton) (W) – (P)
Kebocoran Kompartemen (Komp.) Tunggal
1 Komp. I 140.089 222.269 82.180 Terapung
2 Komp. II 140.089 107.246 -32.843 Tenggelam
3 Komp. III 140.089 310.501 170.412 Terapung
Kebocoran Kompartemen (Komp.) Kombinasi
1 Komp. I dan II 140.089 9.507 -130.582 Tenggelam
2 Komp. II dan III 140.089 97.739 -42.350 Tenggelam
3 Komp. I dan III 140.089 212.762 72.673 Terapung

Tabel 2. Simulasi kebocoran 3 SKA (Efektifitas 64%)

Gaya Berat (W) Gaya Apung (P) Buoyancy


No. Jenis Simulasi Keterangan
(Ton) (Ton) (W) – (P)
Kebocoran Kompartemen (Komp.) Tunggal
1 Komp. I 140.089 222.269 82.179 Terapung
2 Komp. II 140.089 221.844 81.755 Terapung
3 Komp. III 140.089 205.409 65.320 Terapung
4 Komp. IV 140.089 310.500 170.411 Terapung
Kebocoran Kompartemen (Komp.) Kombinasi
1 Komp. I dan II 140.089 124.105 -15.964 Tenggelam
2 Komp. I dan III 140.089 107.670 -32.419 Tenggelam
3 Komp. I dan IV 140.089 212.761 72.672 Terapung
4 Komp. II dan III 140.089 107.246 -32.843 Tenggelam
5 Komp. II dan IV 140.089 212.337 72.248 Terapung
6 Komp. III dan IV 140.089 195.902 55.813 Terapung
7 Komp. I, II dan III 140.089 9.597 -130.582 Tenggelam

Dapat disimpulkan bahwa efektifitas SKA meningkat sejalan dengan


bertambahnya jumlah SKA, tidak ada kebocoran kompartemen tunggal penyebab
tenggelam (Tabel 3). Penelitian Vucer Tahun 1995 dan 1996 menghasilkan Sekat Kedap
Air (SKA) pada kapal purse-seiner setelah dilakukan perhitungan Kurva Panjang Lengan
Kebocoran (KPK). Berdasarkan KPK maka dapat ditentukan letak SKA, kemudian
dilakukan identifikasi karakter gading demi menentukan dimensi SKA. Dari dimensi
SKA kemudaian ditetapkan metode pemasangan SKA. SKA dibuat dari bahan kayu yang
dilapisi dengan Fiberglass Reinforced Plastics (FRP). SKA terbukti mampu menahan air
bocor dan mempertahankan fungsi kekedapannya. [Siahainenia R. H., 1995,1996]
7
Gambar 5. Kurva Panjang Lengan Kebocoran untuk kapal purse-seiner

Hasil program Vucer tahun 1996 dan 1997 ini merekomendasikan Sekat Kedap
Air (SKA) sebagai pencegah tenggelam pada kapal purse-seiner, dan memanfaatkan
ruang tersekat (kompartemen) sebagai ruang penampung ikan. Membuat kepal lebih
berkualitas dalam hal pengoperasian dan juga terhadap ikan hasil tangkapan yang
terlindung dari panas/hujan. Hasil identifikasi SKA dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

2.68 m
2.96 m 3m
0.37 m 0.37 m 0.37 m

SKA-1, Gading 25
SKA-3, Gading 6 A = 2.83 m2
A = 4.21 m2 SKA-2, Gading 17
1.5 m 1.5 m 1.5 m A = 4.94 m2

Gambar 6. Identifikasi dan disain SKA pada kapal purse-seiner

Hasil identifikasi menunjukan Sekat Kedap Air pada kapal purse seiner objek
penelitian harus diletakan pada gading teoritis nomor 25 (sekat tubrukan), gading nomor
17 (sekat antara ruang muat), dan sekat nomor 6 (sekat buritan). Berdasarkan identifikasi
dan disain kemudian dilanjutkan dengan pembuatan SKA seperti pada Gbr. 6 berikut ini.

(a) (b) (c)

Gambar 7. Proses pengerjaan SKA


8
Pelapisan Fiberglass Rainforced Plastics (FRP) dilakukan terhadap seluruh ruang
dalam lambung kapal bersama dengan Sekat Kedap Air (SKA). Hal ini dimaksudkan
untuk mempertahankan kekuatan lapisan teristimewa kekedapan SKA pada kapal purse-
seiner.

Kapal ikan jenis Purse-seiner adalah kapal dengan ukuran dibawah 20 Gross
Tonage (GT). Dibandingkan dengan kapal-kapal rakyat yang mengangkut penumpang
dan barang dengan ukuran hingga 40 GT, maka volume lambung kapal purse-seiner jauh
lebih kecil. Bila ditempatkan Sekat Kedap Air (SKA) maka dimensi konstruksi SKA
kapal purse-seiner pun adalah kecil sehingga berdampak pada sistem konstruksi di kapal
maupun sistem kekedapannya yang juga sederhana. Hal ini tentunya tidak dapat
diaplikasikan pada kapal-kapal penumpang-barang hingga 40 GT.

D. Peta Jalan Penelitian

Penelitian diusulkan ini merupakan bagian dari upaya komperhensif


meningkatkan kualitas dan kuantitas kapal rakyat di Maluku. Menurut hemat kami hal ini
dapat diperoleh melalui perbaikan kualitas konstruksi maupun sistem dan perlengkapan
kapal.
Upaya perbaikan dimaksud telah kami mulai sebelum 2004 dengan cara
menginventaris kelemahan-kelemahan kapal rakyat baik konstruksi maupun sistem dan
perlengkapan. Kami menemukan bahwa kelemahan terbesar kapal rakyat yang
menyebabkan tenggelam adalah pada sistem konstruksi lambung. Sehingga pada tahun
2004 melalui penelitian Dosen Muda kami telah melaksanakan penelitian untuk
mendapatkan material yang optimal dalam pembuatan Sekat Kedap Air (Watertight
bulkhead). Diperoleh bahwa dari tiga material yang umum (baja, FRP, Kayu laminasi)
maka material terbaik adalah Fiberglass Raiforced Plastics adalah material yang optimal.
Pada tahun 2006 melalui skema penelitian Fucer kami telah berhasil memasang 3
SKA pada kapal penangkap ikan jenis Purse-sainer. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa efektifitas SKA adalah fungsi dari jumlah SKA yang dipasang di kapal. Efektifitas
SKA = 50% untuk pemasangan 2 SKA sedangkan efektifitas sebesar 64% untuk 3 SKA.
Selain itu sistem konstruksi SKA yang kami kembangkan mampu menahan beban kerja
() berupa tekanan air yang memenuhi kompartemen disebelah (yang dianggap bocor).
9
Selain itu sistem sambungan dengan lambung kapal mampu menjamin kekedapan hingga
air bocor tidak merembes masuk melalui SKA.

Tahun 2007 melalui skema Penelitian Fucer kami telah melakukan penelitian
untuk memanfaatkan ruang (compartement) yang tersekat sebagai ruang muat ikan pada
kapal Purse-seiner. Penelitian ini menyumbangkan peningkatan kualitas ikan hasil
tangkapan karena terlindung dari udara bebas, dan temperatur ruang muat dapat mencapai
0oC jika diisi dengan bongkahan es. Sumbangan lain adalah pada olah gerak kapal akibat
titik berat (KG) menjadi lebih rendah seiring dengan pindahnya muatan dari geladak
kapal ke dalam lambung kapal. Periode rolling (TR) semakin cepat yang tentunya
berpengaruh baik bagi keselamatan kapal.

Pasca 2017 kami telah menyiapkan sejumlah penelitian yang semuanya bermuara
pada upaya menghasilkan teknologi anti tenggelam pada kapal-kapal rakyat.
Selengkapnya peta jalan penelitian dari suatu scenario untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas kapal rakyat dapat dilihat pada Peta Jalan Penelitian seperti pada Gbr. 7 berikut.

Gambar 8 Peta Jalan Penelitian

10
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam periode 2 tahun ini untuk menghasilkan model
konstruksi Sekat Kedap Air melintang pada kapal-kapal rakyat dalam tahun I, sedangkan
pada tahun II akan menghasilkan Kurva Letak Sekat Kedap Air (SKA) vs. Panjang Kapal.
Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pangkalan data kapal rakyat berupa : ukuran pokok, koefisien bentuk,
dan tabel ordinat setengah lebar. Data ini tidak terekam secara baik mengingat
kapal-kapal rakyat tergolong kapal yang tidak dikelaskan dalam kelas Biro
Klasifikasi Indonesia (BKI). Data ini penting sebelum melakukan upaya-upaya
peningkatan kualitas dari kapal rakyat itu sendiri.
2. Mengetahui bagaimana memberikan/mengaplikasi Insubmersibility kepada
kapal-kapal rakyat. Insubmersibility, kemampuan kapal untuk tetap berada di
permukaan air meskipun ruangan dalam lambung kapal telah dipenuhi air, adalah
salah satu ciri kapal yang dikategorikan layak berlayar atau laik-laut. Hal ini
adalah salah satu topik dalam mata kuliah Teori Bangunan Kapal.
3. Mengetahui kekuatan dan kekedapan konstruksi Sekat Kedap Air yang dapat
diterapkan pada kapal-kapal rakyat baik pada kapal baru dibangun maupun kapal
yang telah beroperasi. Pengetahuan dari hasil penelitian ini ikut memberikan
masukan dalam nata kuliah Konstruksi dan Kekuatan Kapal.
4. Mengetahui SOP pengerjaan dan pemasangan SKA pada kapal rakyat di Maluku
adalah salah satu materi yang akan memperkaya khasanah ilmu terkhusus dalam
mata kuliah Pembuatan Kapal.

B. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain untuk :

1. Melengkapi armada kapal rakyat dengan teknologi tepat guna sedemikian rupa
sehingga moda transportasi penduduk yang masih dominan di Maluku ini akan
lebih terjamin kamanan operasionalnya.

11
2. Menemukan sistem konstruksi Sekat Kedap Air (SKA) yang mampu menahan air
bocor hanya pada kompartemen yang bocor sehingga tidak membanjiri seluruh
ruangan dalam lambung kapal.
3. Menghasilkan Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan dan pemasangan
Sekat Kedap Air (SKA) sehingga memberikan informasi kepada Pemerintah
Daerah cq. Dinas Perhubungan Maluku akan pentingnya SKA dalam hal menjaga
keselamatan pelayaran dan mempertahankan jumlah armada kapal rakyat. SOP
sekaligus akan menjadi referensi teknis bagi Pemda Maluku untuk mengeluarkan
regulasi tentang pemasangan SKA pada kapal-kapal rakyat.
4. Bagi pemilik kapal maupun pihak galangan kapal rakyat, selain SOP akan
memberikan informasi tentang pentingnya penerapan SKA dalam menjaga
keselamatan pelayaran tetapi SOP juga akan menjadi rujukan dalam hal
memprediksi besarnya anggaran dan ongkos pembuatan kapal secara keseluruhan
(bagi pembangunan kapal baru) atau biaya pemasangan SKA pada kapal lama.
5. Teknologi SKA pada kapal-kapal rakyat yang tertuang dalam SOP pembuatan dan
pemasangan SKA dapat dijangkitkan dan diadopsi oleh daerah lain. Hal ini akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana transportasi laut Indonesia.
6. Kapal-kapal yang telah dipasang SKA akan lebih aman untuk digunakan sebagai
sarana transportasi penduduk. Kemungkinan kecelakaan yang membahayakan
jiwa manusi dan harta benda akan semakin kecil.
7. Sekat Kedap Air (SKA) pada kapal-kapal rakyat dapat menambah informasi dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan teristimewa dalam bidang perkapalan.
Dalam bidang perhubungan SKA pada kapal-kapal rakyat akan menjadi satu
terobosan inovatif untuk mencegah tenggelamnya kapal-kapal rakyat.
8. Luaran penelitian berupa Hak Paten atas Sekat Kedap Air akan menjadi dasar
kepemilikan produk bagi terbangunnya industri kapal rakyat yang memiliki
keunggulan dalam hal menjamin keselamatan pelayaran.
9. Investor dan pemilik kapal yang pernah mengalami kehilangan kapal akibat
tenggelam kini disemangati untuk membangun kapal-kapal baru yang lebih aman
dalam pengoperasiannya. Ini akan berdampak pada meningkatnya pendapatan
masyarakat pengrajin kapal rakyat Maluku maupun di daerah lain di seluruh
Indonesia.

12
BAB 4

METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan kayu govasa (Vitex covassus) dari hutan di Maluku
sebagai bahan utama. Kayu govasa adalah bahan dasar yang biasanya digunakan oleh
pengrajin kapal-kapal tradisional di Maluku untuk pembuatan kapal ikan maupun kapal
penumpang barang seperti objek penelitian ini. Alat dalam penelitian ini adalah
alat/mesin perkakas tersedia di Lab. Pembuatan Model Kapal Fak. Teknik Unpatti.
Alat/mesin nantinya digunakan untuk mengerjakan model/maket Sekat Kedap Air
(SKA) yang diintegrasikan ke dalam model lambung kapal berskala 1 : 40. Selain itu
penelitian menggunakan tangki tekan untuk menguji kekuatan dan kekedapan dari sistem
konstruksi yang dikembangkan dalam penelitian ini.

Gambar 9. Tangki Uji Tekan Sekat Kedap Air

B. Jalan Penelitian

1. Proses Disain Konstruksi Sekat Kedap Air

Survei dilakukan untuk mendapatkan data kapal kapal contoh yang akan dijadikan
objek penelitian. Data dimaksud adalah ; ukuran pokok, dan tabel ordinat setengah lebar.
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan karakteristik hidrostatis kapal.
Kemudian dilakukan penggambaran rencana umum, rencana konstruksi. Dari data-data
tersebut kemudian dilakukan perhitungan dan penggambaran Kurva Panjang Lengan
Kebocoran dengan dan tanpa permeabilitas () seperti contoh pada Gbr. 4. Jarak dan

13
jumlah SKA divariasi hingga puncak segitiga-segitiga sama sisi tidak melampaui kurva
batas kebocoran dengan permeabilitas (). Selanjutnya adalah menetapkan letak setiap
SKA diikuti dengan identifikasi karakteristik dari lambung dan geladak kapal pada posisi
penempatan setiap SKA seperti diilustrasikan pada Gbr. 8. Identifikasi dimaksudkan
untuk menetapkan disain konstruksi SKA dan integrasi SKA dengan papan labung
sebelah dalam dari kapal objek penelitian. Ukuran komponen konstruksi SKA ditentukan
menggunakan softwere SAP 2000 setelah menghitung tegangan kerja () yang
ditimbulkan oleh tekanan hidrostatis air dalam kompartemen bocor. Ukuran komponen
konstruksi SKA ditentukan untuk memenuhi persyaratan kekuatan konstruksi ,  < .
Pengujian kekuatan SKA dilakukan dalam tangki uji tekan seperti pada Gbr. 7.
Miniatur SKA dan dinding kapal dengan skala ukuran dan skala kekuatan 1 : 20
dimasukan ke dalam tangka uji berisi air dan ditekan menggunakan kompresor.

Sekat Tubrukan

Sekat Depan Kamar Mesin


Sekat Buritan

Gambar 10. Sketsa letak tiga Sekat Kedap Air dalam lambung kapal rakyat

2. Pembuatan Kurva Panjang Kapal (Lpp) vs Letak SKA

Penelitian yang akan terjadi di tahun II ini diawali dengan menetapkan


populasi dan sampel berdasarkan panjang kapal (Lpp) dari kapal-kapal rakyat di Maluku.
Kemudian dihitung dan digambarkan Kurva Panjang Lengan Kebocoran setiap sampel.
Penelitian ini dilakukan berulang-ulang untuk semua populasi dari kapal rakyat di
Maluku hingga diperoleh sejumlah data letak SKA. Data dikelompokan menurut jenis
SKA (sekat tubrukan, sekat depan kamar mesin, dan sekat buritan) per sampel dari setiap
populasi berdasarkan panjang kapal (Lpp). Selanjutnya dilakukan analisa regresi linear
untuk mendapatkan kurva hubungan panjang kapal (Lpp) vs Letak SKA.

14
BAB 5

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

A. Identifikasi Objek Penelitian


Penelitian diawali dengan melakukan survey atas beberapa kapal rakyat yang
berlabuh di pelabuhan Ambon dan Pelabuhan Tulehu. Survey dilakukan untuk
mendapatkan gambaran tentang ; jenis sambungan gading besar, dan gading antara, letak
dan konstruksi senta, sambungan balok geladak dengan gading, dan isi dari ruangan.
Hasil survey terhadap 5 buah kapal yang ditunjukan dalam Lampiran 1
menunjukan bahwa : umumnya gading-gading menggunakan sambungan “Bibir miring”
namun ada juga kapal (umumnya kapal-kapal tua) yang menggunakan sambungan
“Pengunci samping”.

(a) (b)
Gambar 11. (a) Jenis sambungan kayu bibir miring
(b) Jenis sambungan kayu pengunci samping

Balok lajur/senta utama terletak paling dekat dengan geladak melewati sisi dalam
gading. Senta utama tidak terputus. Dibuat dari kayu utuh dan dipasang mulai dari gading
haluan sampai gading buritan. Senta selanjutnya diletakan ke arah dasar kapal dipasang
seperti senta utama hanya saja tidak menerus. Sambungan senta dilakukan tepat di atas
sisi dalam suatu gading baik gading sebelah kiri maupun gading sebelah kanan.
Balok geladak ditempatkan menempel pada ujung-ujung gading sebelah muka
(untuk gading-gading haluan) dan sebaliknya untuk gading-gading buritan balok geladak
ditempatkan menempel di sisi bagian belakang ujung gading dekat geladak.

15
Dari ke empat ciri utama konstruksi kapal kayu yang menjadi sample penelitian
tahun pertama ini, selanjutnya kami menetapkan KM. Harapan Mujur 02 sebagai kapal
objek penelitian untuk mendesain Sekat Kedap Air (SKA). Adapun data KM. Harapan
mujur 02 yang berkaitan langsung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Ukuran Pokok dan Koefisien Bentuk Kapal KM. Harapan Mujur-02
Ukuran Pokok (M) Koefisien Bentuk
Panjang seluruh (LOA) 32.5 Koefisien blok (CB) 0.778
Panjang antara garis tegak (LBP) 28.0 Koefisien gading tengah (CM) 0.896
Labar terbesar (B) 6.25 Koefisien garis air (CW) 1.147
Tinggi geladak (H) 2.50 Koefisien prismatik (CPh) 0.868
Tinggi sarat (T) 1.87 Koevisien prismatik tegak (CPv) 0.678

Data ordinat setengah lebar kapal dari KM. Harapan Mujur 02 hasil pengukuran
langsung di kapal seperti terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 4. Ordinat Setengah Lebar KM. Harapan Mujur-02

ORDINAT ½ LEBAR
No. Gd Uper
GA-0 GA-0.5 GA-1 GA-2 GA-3 GA-4 GA-5 deck
Bulwark
Transom - - - - - - 0.695 2.521 2.665
AP - - - - - - 1.694 2.699 2.791
1 0.123 0.173 0.199 0.434 0.796 1.447 2.455 2.903 2.955
2 0.123 0.375 0.709 1.545 2.292 2.593 2.829 3.038 3.061
3 0.123 1.248 1.942 2.640 2.918 3.029 3.066 3.090 3.096
4 0.123 1.870 2.466 2.894 3.047 3.109 3.125 3.125 3.125
5 0.123 2.199 2.596 2.954 3.097 3.125 3.125 3.125 3.125
6 0.123 2.017 2.400 2.753 2.943 3.039 3.110 3.125 3.125
7 0.123 1.295 1.828 2.277 2.555 2.743 2.870 3.008 3.095
8 0.123 0.493 1.009 1.459 1.827 2.111 2.310 2.512 2.910
9 0.123 0.222 0.336 0.568 0.823 1.071 1.031 1.801 2.768
FP - - - - - - 0.123 0.672 1.823

16
Gambar 12. Rencana Garis (Lines plan) KM. Harapan Mujur-02

17
Gambar 13. Rencana Umum (General Plan) KM. Harapan Mujur - 02
18
B. Penempatan Sekat Kedap Air
Penentuan letak Sekat Kedap Air dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk
tabulasi seperti dalam contoh Tabel 2 berikut :

Tabel 5. Perhitungan Luas Bidang Gading dari Garis Air 0 sampai Garis Air 1
No. WL 0 0.5 1
0-1 =
F 0.5 2 0.5 F.Y) 
2/3.T.FY
No. GD Y Y.F Y Y.F Y Y.F
Transom 0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.374 0.000
AP 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.374 0.000
1 0.123 0.061 0.153 0.306 0.199 0.100 0.467 0.374 0.116
2 0.123 0.061 0.375 0.749 0.709 0.354 1.165 0.374 0.290
3 0.123 0.061 1.248 2.497 1.942 0.971 3.529 0.374 0.880
4 0.123 0.061 1.959 3.918 2.466 1.233 5.213 0.374 1.300
5 0.123 0.061 2.199 4.398 2.596 1.298 5.757 0.374 1.435
6 0.123 0.061 2.017 4.035 2.400 1.200 5.296 0.374 1.321
7 0.123 0.061 1.418 2.836 1.828 0.914 3.811 0.374 0.950
8 0.123 0.061 0.616 1.232 1.009 0.504 1.798 0.374 0.448
9 0.123 0.061 0.225 0.450 0.336 0.168 0.680 0.374 0.170
FP 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.374 0.000
Data Perhitungan Rumus Perhitungan

LBP 28.000 M 


B 6.250 M
T 1.870 M 2/3*T*(y*f) m2
H 2.500 M

Hasil perhitungan luas bidang gading akan ditampilkan dalam bentuk kurva luas bidang
gading yang dinamakan “Kurva Bonjean” seperti terlihat dalam gambar 13.

Gambar 14. Kurva Bonjean KM. Harapan Mujur 02


Setelah menentukan luas bidang gading, perhitungan selanjutnya adalah untuk
menentukan Momen Statis Volume (M). Perhitungan ini dilakukan dalam bentuk tabulasi
seperti contohnya yang dapat dlihat dalam Tabel 6 berikut :

19
Tabel 6. Perhitungan Momen Statis sampai Tinggi Sarat maksimum

No Gad  F K F. K .F.

AP 4.224 1 -5 4.224 -21.121


1 2.971 4 -4 11.883 -47.534
2 5.632 2 -3 11.264 -33.792
3 7.038 4 -2 28.152 -56.304
4 9.607 2 -1 19.214 -19.214
5 9.563 4 0 38.251 0.000
6 9.341 2 1 18.682 18.682
7 6.708 4 2 26.830 53.661
8 4.746 2 3 9.493 28.478
9 2.048 4 4 8.191 32.763
FP 0.031 1 5 0.031 0.153
176.215 -44.227
 

M = 1/3*2*ΔL2 = -20.639 m4
V = 1/3*1*ΔL = 82.234 m3

Hasil perhitungan dapat ditampilkan dalam bentuk kurva lengkungan integral luas,
lengkungan luas penampang hingga garis margin, lengkungan volume kebocoran dan
lengkungan kebocoran seperti dalam Gambar 14.

Gambar 15. Lengkungan integral luas, lengkungan luas penampang, volume dan
lengan kebocoran.

20
Berdasarkan Gambar 14 maka kemudian dilukislah kurva batas/panjang kebocoran tanpa
permeabilitas (rasio antara volume isi suatu kompartemen yang tidak tertembus air dengan
volume kompartemen itu sendiri) maupun dengan melibatkan permeabilitas. Hasil
pengukuran dan perhitungan menetapkan permeabilitas () Kamar Mesin = 0.35 ;
permeabilitas ruang muat = 0,0 ; permeabilitas ceruk haluan = 0.20. Kurva tersebut dapat
dilihat pada Gambar 16 berikut ini.

Gambar 16. Kurva panjang lengan kebocoran KM. Harapan Mujur-02

Dari kurva panjang lengan kebocoran di atas dapat dijelaskan bahwa letak Sekat
Kedap Air (SKA) diukur dari After Peak (AP) antara lain ; SKA-01 = 2.8m, SKA-02 =
5.88, SKA-03 = 12.42m, SKA-04 = 19.83 m, SKA-05 = 24.75m. Letak Sekat Kedap Air
ini adalah telah memenuhi ketentuan sehingga apabila terjadi kebocoran pada salah satu
kompartemen, maka panjang dan volume isian (dinyatakan oleh puncak segitiga-segitiga)
tidak melampaui kurva batas kebocoran (merah/biru). Sekat-sekat Kedap Air ini
membentuk enam kompartemen yang masing-masing kompartemen memiliki volume ;
Komp-01 = 65.16m3, Komp-02 = 184.04 m3, Komp-03 = 650.6m3, Komp-04 = 855.3m3,
Komp-05 = 411 m3, Komp-06 = 38.25m3.

C. Desain Konstruksi Sekat Kedap Air


Berdasarkan kedudukan Sekat Kedap Air (SKA) di atas, selanjutnya dilakukan
desain konstruksi SKA-01 s/d SKA-05. Variabel bebas desain adalah dimensi (panjang,
lebar dan tebal) penegar dan panel SKA. Parameter tetap adalah kekuatan dan kekedapan
SKA. Indikator kekuatan adalah syarat kekuatan :  < , sedang indikator kekedapan
21
adalah tidak terjadi rembesan air pada SKA. Kekuatan dan kekedapan konstruksi SKA diuji
dalam tangki uji hidrolis skala 1:40. Khusus disain kekuatan dilakukan dengan bantuan
Software SOLIDWORK. Hasil disain konstruksi kemudian dibandingkan dengan
Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Kayu yang dikeluarkan oleh Biro Klasifikasi
Indonesia-1996. Hasil desain konstruksi SKA-01 s/d SKA-05 dapat dilihat pada Gbr. 17.

Tampak depan Tampak belakang

Pandangan isometrik

Gambar 17. Contoh desain SKA-01 pada KM. Harapan Mujur 02

D. Pengujian Sekat Kedap Air


Disain sketsa Sekat Kedap Air menggunakan AutoCAD kemudian disimulasi
menggunakan Softwere SOLIDWORK untuk mengetahui kekuatan komponen konstruksi
(penegar dan panel).

22
Gambar 18. Hasil simulasi Solidwork untuk SKA-01 dan SKA-02

Gambar 19. Hasil simulasi Solidwork untuk SKA-03 dan SKA-04

Gambar 18. Hasil simulasi Solidwork untuk SKA-05 dan SKA-06

23
Hasil simulasi Solidwork selanjutnya dibandingkan dengan Peraturan Konstruksi
Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1996. Pengujian sistem kekedapan model SKA
(skala 1:20) dalam tangki uji tekanan menunjukan tidak terjadi rembesan SKA ketika
kompartemen kemasukan air. Tabel 7 merupakan rangkuman perbandingan hasil kajian
peraturan konstruksi Sekat Kedap Air dari Biro Klasifikasi Indonesia dengan hasil simulasi
kekuatan menggunakan softwere Solidwork terhadap kapal KM. Harapan Mujur 02.

Tabel 7. Perbandingan Ketentuan Ukuran Minimal Penegar dan Panel SKA menurut BKI
dengan hasil desain Solidwork

Ketentuan BKI Luaran SOLIDWORK


Modulus
SKA Penampang Lebar Tinggi Tebal Lebar Tinggi Tebal Ket
(m3) penegar penegar papan Penegar Penegar Papan
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
01 85.8 65 90 40 65 90 40 Sesuai
02 69.0 60 90 45 65 90 40 Sesuai
03 69.0 60 90 45 65 90 45 Sesuai
04 69.0 60 90 45 65 90 45 Sesuai
05 69.0 60 90 40 65 90 40 Sesuai

E. Evaluasi Insubmersibilitas
Efektifitas (e) SKA dalam hubungan dengan Insubmersibilitas, kemampuan
bertahan dipermukaan air (tidak tenggelam) meskipun satuatau beberapa kompartemen
telah dipenuhi air bocor ditunjukan dalam Tabel 8. Dari 44 kemungkinan kebocoran hanya
4 yang menyebabkan kapal tenggelam. Dengan kata lain 5 unit SKA memiliki efektifitas
sebesar 91% karena 40 dari 44 kemungkinan kebocoran tidak menyebabkan tenggelam.

Tabel 8. Efektifitas SKA KM. Harapan Mujur-02

Gaya Berat (W) Gaya Angkat (P) Buoyancy


No. Kebocoran Keterangan
(Ton) (Ton) (P-W)
Kebocoran Kompartemen Tunggal
1 Komp-01 260.97 2451.44 2190.47 Terapung
2 Komp-02 260.97 2329.58 2068.62 Terapung
3 Komp-03 260.97 1851.36 1590.39 Terapung
4 Komp-04 260.97 1641.54 1380.57 Terapung
5 Komp-05 260.97 2107.22 1846.25 Terapung
6 Komp-06 260.97 2518.22 2257.26 Terapung

Tabel berlanjut

24
Lanjutan tabel
Kebocoran Kombinasi 2 Kompartemen
7 Komp 01 dan 02 260.97 2262.80 2001.83 Terapung
8 Komp 01 dan 03 260.97 1784.57 1523.61 Terapung
9 Komp 01 dan 04 260.97 1574.75 1313.79 Terapung
10 Komp 01 dan 05 260.97 2040.43 1779.47 Terapung
11 Komp 01 dan 06 260.97 2143.19 1882.22 Terapung
12 Komp 02 dan 03 260.97 1662.72 1401.75 Terapung
13 Komp 02 dan 04 260.97 1452.90 1191.94 Terapung
14 Komp 02 dan 05 260.97 1918.58 1657.61 Terapung
15 Komp 02 dan 06 260.97 2021.34 1760.37 Terapung
16 Komp 03 dan 04 260.97 974.68 713.71 Terapung
17 Komp 03 dan 05 260.97 1440.35 1179.39 Terapung
18 Komp 03 dan 06 260.97 1543.11 1282.14 Terapung
19 Komp 04 dan 05 260.97 1230.54 969.57 Terapung
20 Komp 04 dan 06 260.97 1333.29 1072.33 Terapung
21 Komp 05 dan 06 260.97 2209.97 1949.01 Terapung
Kebocoran Kombinasi 3 Kompartemen
22 Komp. 01, 02, 03 260.97 2262.80 2001.83 Terapung
23 Komp. 01, 03, 04 260.97 907.89 646.92 Terapung
24 Komp. 01, 04, 05 260.97 1163.75 902.78 Terapung
25 Komp. 01, 05, 06 260.97 1732.18 1471.22 Terapung
26 Komp. 02, 03, 04 260.97 786.04 525.07 Terapung
27 Komp. 02, 04, 05 260.97 1041.90 780.93 Terapung
28 Komp. 02, 05, 06 260.97 1610.33 1349.37 Terapung
29 Komp. 03, 04, 05 260.97 563.67 302.71 Terapung
30 Komp. 03, 05, 06 260.97 1132.11 871.14 Terapung
31 Komp. 04, 05, 06 260.97 922.29 661.32 Terapung
Kebocoran Kombinasi 4 Kompartemen
32 Komp. 01, 02, 03, 04 260.97 719.25 458.29 Terapung
33 Komp. 02, 03, 04, 05 260.97 375.03 114.07 Terapung
34 Komp. 03, 04, 05, 06 260.97 255.42 -5.54 Tenggelam
35 Komp. 04, 05, 06, 01 260.97 1662.72 855.50 Terapung
36 Komp. 04, 05, 06, 02 260.97 733.65 472.68 Terapung
37 Komp. 05, 06, 01, 02 260.97 1543.55 1282.58 Terapung
38 Komp. 05, 06, 01, 03 260.97 1065.32 804.35 Terapung
39 Komp. 05, 06, 02, 03 260.97 943.47 682.50 Terapung
Kebocoran Kombinasi 5 Kompartemen
40 Komp. 01, 02, 03, 04, 05 260.97 308.25 47.28 Terapung
41 Komp. 02, 03, 04, 05, 06 260.97 66.79 -194.18 Tenggelam
42 Komp. 03, 04, 05, 06, 01 260.97 188.64 -72.33 Tenggelam
43 Komp. 04, 05, 06, 01, 02 260.97 666.86 405.90 Terapung
Kebocoran Kombinasi 6 Kompartemen
44 Komp. 01, 02, 03, 04, 05, 06 260.97 0.00 -260.97 Tenggelam

25
F. Pembuatan Model Kapal dan Sekat Kedap Air
Dari hasil simulasi kebocoran maupun kekuatan Sekat Kedap Air selanjutnya
dilakukan pembuatan model/maket kapal KM. Harapan Mujur-02 dilengkapi dengan Sekat
Kedap Air berskala 1:20. Pembuatan Model ini dimaksudkan untuk mengetahui
kesulitan/hambatan yang akan dihadapi saat pekerjaan berlangsung. Selain itu pembuatan
model juga bertujuan mendapat gambaran tentang proses pembuatan SKA.
Pembuatan model dilakukan oleh seorang ahli pembuatan kapal rakyat yang
sengaja disewa untuk mengaplikasikan keahliannya pada pembuatan model, tetapi juga
untuk menjelaskan proses sesungguhnya saat pembuatan kapal berskala 1:1.

Gambar 21. Model/maket KM. Harapan Mujur-02

G. Pembuatan SOP Pembangunan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


Hasil penelitian ini dilengkapi dengan pengalaman lapangan dalam pembangunan
kapal-kapal rakyat, maka akan menghasilkan suatu prosedur pekerjaan pembangunan Sekat
Kedap Air dalam bentuk dokumen Standard Opereating Procedure (SOP) yang
representatif. SOP secara teknis berguna mengurangi kesalahan dalam pembangunan dan
pemsangan Sekat Kedap Air (SKA) baik untuk kapal baru maupun kapal yang telah
beroperasi (kapal lama).

26
BAB 6
RENCANA TAHAP BERIKUTNYA

Tahap berikut dalam hal ini adalah penelitian tahun ke-2 yang akan berlangsung
pada tahun 2018 sebagai rangkaian penelitian peningkatan kualitas kapal-kapal rakyat di
Maluku. Pada tahap ini penelitian akan bertujuan untuk menghasilkan kurva hungunan
antara letak Sekat Kedap Air dengan panjang kapal (Lpp). Kami menyebutnya sebagai
kurva Lpp VS SKA.
Tahapan dalam menghasilkan kurva Lpp VS SKA cukup panjang, yakni
menyangkut aktivitas penelitian sebagai berikut :
1. Mendisain alat pengukur kapal
2. Melakukan survey untuk mendapatkan data ukuran pokok kapal dan tonase
3. Membagi kapal atas beberapa kategori panjang kapal dan tonase sebagai
populasi penelitian.
4. Menentukan sampel kapal dari setiap populasi
5. Melakukan survey atas sampel kapal untuk mendapatkan ordinat setengah
lebar, menggambar rencana garis, rencana umum serta rencana konstruksi,
6. Menghitung dan penggambara kurva panjang lengan kebocoran semua sampel
dari semua populasi.
7. Membuat regresi linear terhadap data kedudukan setiap sekat kedap air dari
masing-masing sampel.
8. Menggambarkan kurva Lpp VS SKA.

A. Desain Alat Ukur Kapal


Alat ukur bertujuan mempermudah pengambilan data ordinat setengah lebar
kapal. Alat ukur terdiri dari pembaca jarak digital (meter laser digital), master, jalur/rel,
dan fondasi rell. Pembacaan data ordinat setengah lebar dilakukan dengan cara transver
data dari meter laser melalui Bluetooth yang ditransver ke laptop. Dengan demikian
pekerjaan pengukuran kapal dapat dipersingkat.

27
B. Survey Ukuran Pokok Kapal
Survey awal dilakukan di beberapa kantor Kesahbandaran di Maluku yang
diwakili oleh kantor Kesahbandaran Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Maluku Utara.
Bertujuan untuk mendapatkan data kapal rakyat dalam Buku Register Pengukuran. Dalam
buku tersebut terdapat data utama yakni : nama kapal, panjang, lebar, dalam kapal, tonase
bersih dan tonase kotor.

C. Menentukan Populasi dan Sampel Penelitian


Berdasarkan data-data dalam buku register pengukuran, selanjutnya dilakukan
penggolongan berdasarkan panjang kapal untuk menentukan populasi penelitian
berdasarkan ketentuan-ketentuan penggolongan kapal menurut registrasi kesahbandaran.

D. Pengukuran Ordinat setengah lebar Dari Setiap Sampel


Ordinat setengah lebar kapal diperlukan untuk melakukan perhitungan hidrostatis
kapal, perhitungan dan penggambaran kurva luas bidang gading per garis air yang dikenal
sebagai kurva Bonjean, serta perhitungan dan penggambaran Lengkungan integral luas,
lengkungan luas penampang, volume dan lengan kebocoran yang bermuara pada
perhitungan dan penggambaran kurva panjang lengan kebocoran

E. Menghitung & Menggambar Kurva Panjang Kebocoran dari Setiap Sampel


Dari gambar kurva lengan kebocoranlah kemudian ditentukan kedudukan setiap
Sekat Kedap Air dari setiap kapal sampel penelitian. Kurva ini akan menerangkan bahwa
perlu berapa unit SKA yang harus dipasang di kapal, dimana kedudukan masing-masing
sekat tersebut ditempatkan sehingga bila terjadi kebocoran maka kompartemen-
kompartemen tersekat berada pada kaidah insubmersibilitas.

F. Membuat Regresi Linear Letak Sekat Kedap Air setiap Sampel


Setiap kedudukan SKA akan memiliki fungsi relasi dengan panjang kapal sampel
dari setiap populasi penelitian. Data setiap sekat kedap air ini akan digambarkan dalam
suatu bidang kurva dimana sumbu X kurva menunjukan panjang kapal (Lpp) sedangkan
sumbu Y kurva menunjukan

28
G. Menghasilkan Kurva Lpp VS SKA
Kurva ini adalah output dari penelitian terhadap berbagai kategori ukuran kapal di
Maluku. Kurva yang adalah hasil regresi dari kedudukan sekat-sekat kedap air ini akan
sangat bermanfaat bagi pengrajin kapal karena hanya dengan mengetahui panjang kapal
maka para pengrajin akan langsung menentukan jumlah SKA pada kapal dalam kategori
ukuran tertentu. Bagi Pemilik Kapal kurva ini bermanfaat untuk menentukan jumlah SKA,
menentukan/menganggarkan biaya pembangunan dan pemasangan sekat kedap air.

29
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sampai pada laporan ini disusun, lebih dari 50% pelaksanaan penelitian telah
dilampaui. Sisanya akan dilanjutkan pada akhir Agustus 2017 hingga Nopember 2017.
Adapun yang dapat kami simpulkan dari hasil sementara penelitian pada kapal rakyat
dengan sampel KM. Harapan Mujur-02 ini antara lain :

1. Diperlukan lima SKA yang letaknya (diukur dari FP) antara lain : SKA-01 = 2.80m,
SKA-02 = 5.88 m, SKA-03 = 12.42 m, SKA-04 = 19.83 m, SKA-05 = 24.75 m.
2. Penempatan 5 unit SKA terbukti meningkatkan insubmersibilitas, efektifitas, e =
91% karena 40 dari 44 peluang kebocoran tidak mengakibatkan kapal tenggelam.
3. Volume Kompartemen : Komp-01 = 65.16 m3, Komp-02 = 184.04 m3, Komp-03 =
650.6 m3, Komp-04 = 855.3 m3, Komp-05 = 400.98 m3, Komp-06 = 308.25 m3.
4. Tebal papan panel, 45 mm, lebar penegar, 65mm, tinggi penegar, 90mm.
5. Kekedapan diperoleh dengan menyelipkan paking karet silikon pada sambungan :
gading dengan papan lambung, papan panel SKA, penegar, dan antara papan panel.
6. Sistem kekedapan berfungsi secara baik, terlihat bahwa tidak terjadi rembesan pada
SKA akibat kebocoran kompartemen tersekat saat pengujian pada tangki uji.

A. Saran

Penelitian ini terbukti secara teknis bermanfaat untuk mencegah tenggelamnya


kapal-kapal rakyat sehingga kami sarankan kepada :

1. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat dapat menyetujui penelitian tahun II,
demi menghasilkan kurva Lpp vs SKA.
2. Pemerintah Daerah Maluku untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan
penggunaan Sekat Kedap Air pada semua kapal rakyat yang beroperasi di Maluku.
3. Rektor Universitas Pattimura untuk mengembangkan Sekat Kedap Air demi
meningkatkan kualitas kapal rakyat dan rencana BLU Universitas Pattimura.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1996. “Peraturan Konstruksi Kapal Kayu”. Biro Kalasifikasi Indonesi.

Jakarta

Rahman A. F. 2009. Tingkat Keakuratan Konstruksi Gading-Gading Kapal Kayu


Galangan Kapal UD. Semangat Untung di Desa Tanah Beru, Bulukumba,
Sulawesi Selatan. IPB. Bogor.

Davis G.C. 2014. “The Building of Wooden Ship”, Philadelphia, USA

Dumanaw, J.F. 1990. “Mengenal Kayu”. Kanisius, Yogyakarta

Heinz F. 1982. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Kanisius, Jogjakarta

Kusumanti I. 2009. Tingkat Pemanfaatan Material Kayu Pada Pembuatan Gading-


Gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah
Baru, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Skripsi. IPB, Bogor.

Thimas L. 2013. The Big Book of Wooden Boat Restoration : Basic Tecniques,
Maintenance, and Repair. Skyhorse Publishing Inc., New York.

Lewis, E.V. 1989, Principles of Naval Architecture Second Revision, The Society of

Naval Architects and Marine Enginers. New Jersey

Parlindungan M, Hadi S. E. 2008. Studi Hull Form Kapal Barang Penumpang

Tradisional di Danau Toba Sumatra Utara. Jurnal Kapal. 5(3): 159-160.

Idris M. M. at all. 2008. Petunjuk Praktis Sifat-sifat Dasar Jenis Kayu Indonesia. A Hand
Book Selected Indonesia Wood Species . PT. Pustaka Semesta Persada.
Jakarta.

Ahmad M., Nofrizal. 2009. Tentang Pelapukan Kapal Kayu. Jurnal Perikanan dan

Kelautan. 14 (2): 135-146.

Steward R, Cramer C. 2010. Boatbuilding Manual, Fifth Edition. International Marine,


USA.

31
LAMPIRAN 1

draft
ARTIKEL ILMIAH

32
TEKNOLOGI SEKAT KEDAP AIR PADA KAPAL-KAPAL RAKYAT DI MALUKU
1)
Reico. H. Siahainenia, Tirza Jesica Kakisina, Lexy Matatula
e-mail : reico.siahainenia@fatek.unpatti.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini untuk menghasilkan Kurva Hubungan Panjang Kapal dengan Letak Sekat
Kedap Air (SKA) Melintang pada kapal-kapal rakyat di Maluku. Sekat-sekat Kedap Air akan
membagi kapal atas beberapa kompartemen kedap air. Bila terjadi kebocoran pada satu
atau beberapa kompartemen maka air bocor hanya akan menggenangi kompartemen bocor
tersebut sedangkan kompartemen lain akan mempertahankan kapal tetap terapung pada
permukaan air. Kemampuan mengapung (Insubmersibility) ini dipengaruhi letak relatif SKA
satu terhadap yang lain. Letak setiap SKA dalam lambung kapal dihitung ditentukan dengan
bantuan Kurva Panjang Lengan Kebocoran yang digambar pada panjang antara garis
tegak kapal (LBP). Melalui sejumlah Kurva Panjang Lengan Kebocoran, dari sejumlah kapal
dari berbagai kategori panjang akan diperoleh variasi data Letak SKA terhadap LBP. Data
variasi ini kemudian dibuat hubungan regresi linear untuk menghasilkan Kurva LBP VS
SKA. Kurva yang terakhir ini dapat dipakai oleh pihak industry galangan kapal rakyat dalam
menentukan secara instan jumlah dan letak sekat-sekat kedap air, membantu memprediksi
biaya pembangunan kapal atau biaya pembuatan sekat kedap air. Oleh Pemerintah Daerah
Maluku, Kurva LBP VS SKA menjadi embrio dikeluarkannya peraturan daerah tentang
kewajiban memasang SKA pada semua kapal rakyat yang beroperasi pada perairan Maluku.

Kata kunci : Kapal rakyat, Sekat Kedap Air, kurva LBP vs Letak SKA

1. PENDAHULUAN penelitian ini, korelasi tersebut dikaji terhadap


beberapa kategori ukuran kapal rakyat sehingga
Kapal-kapal rakyat yang beroperasi di wilayah menghasilkan kurva regresi LBP vs Letak SKA. Kurva
kepulauan, seperti Maluku, sungguh berjasa. Tanpa ini dapat dimanfaatkan pihak galangan kapal rakyat
kehadiran mereka, tak ada pergerakan manusia dan dalam hal menentukan jumlah dan letak sekat kedap
barang antar pulau. [Kompas.com]. Ironisnya jumlah air, biaya pembuatan kapal bersekat kedap air, atau
kapal rakyat semakin berkurang teristimewa untuk melengkapi kapal rakyat dengan sekat kedap air.
disebabkan karena tenggelam. Menurut pihak Selain itu Kurva LBP vs Letak SKA dapat menjadi
Administrasi Pelabuhan Ambon, tenggelamnya kapal- petunjuk teknis pembuatan sekat kedap air dan embrio
kapal Pelayaran Rakyat umunya disebabkan karena peraturan Pemda Maluku mengenai kewajiban
mengalami kebocoran saat lambung kapal pecah. memasang Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat
Upaya penyelamatan yang biasa dilakukan umumnya di Maluku.
hanya menggunakan pompa tangan tradisional atau
pompa bermesin yang kapasitasnya tidak seimbang
2. LANDASAN TEORI
dengan debit air bocor yang mengalir deras masuk
memenuhi seluruh ruang lambung kapal. Untuk Skala Bonjean
mengatasi kebocoran yang menyebabkan tenggelam, Skala bonjean menunjukan karakteristik luas bidang
maka penelitian sebelumnya telah menerapkan gading pada setiap garis air kapal. Dari skala bonjean
penggunaan Sekat Kedap Air melintang. Sekat-sekat kemudian digambarkan garis-garis trim menyinggung
akan membagi ruang lambung kapal atas beberapa garis margin. Luas bidang gading ini dapat ditentukan
kompartemen kedap air sehingga bila terjadi dengan menggunakan rumus : (Semyonov):
kebocoran pada satu atau beberapa kompartemen,
maka air bocor tidak merembes. Kompartemen yang A = 2/3.T.FY.................. (m2)
tidak bocor akan menjaga kapal tetap terapung. dimana :
Kemampuan untuk tetap terapung (Insubmersibility) FY : Penjumlahan perkalian setiap faktor simpson F
kapal ditentukan oleh kedudukan relatif sekat kedap dengan ordinat luas bidang gading Y.
air yang ditentukan menggunakan metode Krilov T : Selisih tinggi garis air.
yakni melalui hubungan Kurva Panjang Lengan Y : Ordinat setengah lebar.
Kebocoran terhadap panjang kapal (LBP). Dalam
Insubmersibilitas midship. Dari titik A, B, C, D, E, F dan G di tarik garis
Insubmersibility adalah kemampuan kapal untuk tetap vertikal hingga memotong grafik volume kebocoran
terapung meskipun satu atau beberapa kompartemen dan integral luas penampang melintang. Sebagai
telah dipenuhi air bocor. Hal ini dapat terwujud bila contoh kita ambil titik B , kita tarik garis vertikal
kapal dilengkapi dengan sejumlah Sekat Kedap Air, hingga memotong grafik volume kebocoran dititik B'
yang dipasang untuk membatasi air menerobos dari dan memotong garis integral di titik B". Kemudian kita
satu kompartemen ke kompartemen lain. Jarak dari pindahkan panjang garis BB' vertikal keatas, dimana
sekat kedap air melintang (panjang kebocoran) tidak PR = BB' ini harus dinaikkan atau diturunkan dan tetap
boleh lebih dari 0.03 L + 3.0 m atau 11m. Kapal yang pada garis vertical yang melalui B", hingga luas
memuat lebih dari 12 penumpang mesti dilengkapi bidang PQB" = luas bidang RSB", Garis PQ // RS dan
dengan sekat kedap air dan penempatannya sejajar garis horizontal (garis datar). Untuk
berdasarkan peraturan resmi yang ada yakni harus ada menentukan luas bidang yang sama dapat digunakan
3 buah kompartemen atau beberapa yang meskipun alat planimeter. Jarak horizontal dari garis QS adalah
terisi air atau bocor, kapal tidak tercelup sampai panjang maksimal dari sekat kedap air. Dari tengah-
melebihi garis air batas aman (margin of safety line). tengah jarak horizontal QS ditarik garis vertikal
Garis ini akan tergantung dari posisi geladak sekat kebawah hingga memotong garis datar di titik T dan
kedap, yang mana bagian atas geladak dihubungkan dari titik T digambarkan panjang garis TT' = QS = ℓ.
dengan sekat kedap air. Jarak garis air aman (margin Bila kita lakukan untuk titik A, C, D, E, F dan G
of safety line) pada permukaan lambung adalah 75 mm dengan cara yang sama seperti yang kita kerjakan
(3 inch) dibawah sekat geladak. Tinggi sekat kedap air untuk titik B, maka akan didapatkan 6 titik lagi seperti
adalah dari bagian bawah kompartemen sampai pada tiktik T'. Sehingga dari 7 titik tersebut dapat
geladak utama. Kapal dengan ukuran di bawah 50 m digambarkan suatu grafik atau lengkungan, dimana
diharuskan memakai minimal 3 sampai 4 sekat kedap harga ordinat (ℓ) dari grafik itu menunjukkan panjang
air untuk mencegah atau meminimalkan air yang sekat kedap melintang dari ketidaktengelaman
masuk ke dalam kompartemen – kompartemen lain (floodable length) untuk permiabilitet = 1 atau
pada kapal akibat kebocoran lambung. dengan kata lain ruangan tersebut kosong sehingga air
Untuk mengetahui atau meninjau kapal yang dapat masuk 100%. Bila permiabilitet = 0,60, maka
kemasukan air dari luar, maka diasumsi bahwa air harga ℓtersebut kita bagi dengan 0,6 dan digambarkan
yang masuk merupakan suatu muatan tambahan yang pada ordinat yang sama. (Konsep Dasar Perkapalan).
menyebabkan bertambahnya tinggi sarat. [Semyonov, Panjang kurva kebocoran dapat digambarkan dengan
h.288] kondisi yang telah dijelaskan. Sedangkan garis margin
harus digambarkan pada skala bonjean.
Kurva Panjang Kebocoran
Dalam perancangan kapal, kurva panjang batas Penentuan Letak Sekat Air
kompartemen yang dikenal dengan kurva panjang Letak sekat kedapa air bantu ditentukan dengan rumus
kebocoran dibuat dengan maksud untuk mengoreksi [Semyonov, h.288] :
jarak sekat kedap air melintang dengan panjang dari Xi = Mx /υi
kebocoran. Fungsi yang lain juga adalah untuk X i = M i – M / Vi - V
mengetahui jarak antara sekat kedap air melintang dimana : Mx = Selisih momen statis volume air yang
dalam kondisi insubmersibility yang dikhususkan masuk terhadap bidang midship pada
untuk kompartemen dari satu sisi kesisi yang lain kedudukan trim dengan momen statis
tanpa heling tetapi kemiringan atau trim. Kurva volume sebelum digenangi.
panjang kebocoran memberikan hubungan antar sekat Mx = Mi – M
dari haluan sampai buritan pada kompartemen kapal. dimana : Mi = momen inersia bidang garis air
x = jarak gading
Penentuan Garis Margin υi = Selisih volume pada kedudukan trim
Jadi praktisnya untuk menentukan batas yang dengan volume pada tinggi sarat
diijinkan pada kapal yang terendam air disebut garis υi = Vi– V
margin. Garis ini digambarkan pada sheer plan di dimana : V = Volume awal kapal (m3)
bawah garis tepi geladak dengan jarak 75 mm melalui Vi = Volume benaman kapal (m3)
panjang kapal untuk menghitung maka dibuat xi = Jarak bagian terendam ke midship
sebanyak 7 garis yang menyinggung garis margin Harga perhitungan tersebut akan memberi batasan
yang merupakan garis trim (batas panjang nilai volume dari kompartemen dan nilai koordinat
kompartemen). Ke tujuh garis tersebut adalah 3 garis dari titik ketika kebocoran yang menyebabkan kapal
air yang terletak di haluan, 3 garis air yang terletak di terendam hingga ke garis margin, kemudian dapat
buritan dan 1 garis margin sebagai garis normal. dilihat lengan kebocorannya.
Seperti terlihat pada Gbr.2, dari arah memanjang kapal
minimal diambil 3 titik (A, B, C) didepan dan 3 titik Penentuan Panjang Lengan Kebocoran
(D, E,) dibelakang midship dengan jarak 12.5% L, Berdasarkan hasil perhitungan letak sekat kedap air
25% L dan 37.5% L diukur dari midship dan titik G di bantu menggambarkan panjang xi terhadap gading
tengah (midship), dimana arah positif digambarkan di Penentuan Letak Sekat Kedap Air
depan midship dan arah negatif di belakang midship. Berdasarkan perhitungan panjang lengan kebocoran
Besar xi yang berada dalam interval panjang kapal digambarkan grafik panjang lengan kebocoran untuk
yang digunakan dalam perhitungan panjang lengan beberapa bagian ruangan tertentu seperti ruangan
kebocoran (ℓi). Panjang lengan kebocoran diperoleh kamar mesin, ruang untuk muatan, ruang palka dsb.
melalui kurva integral volume dengan rumus Menurut ketentuan SOLAS, untuk perhitungan kurva
[Semyonov, h.315]: lengan kebocoran maka kapal dibagi atas 3 bagian
yakni [Anonimus, SOLAS, h.50] : Bagian mesin,
Bagian depan dari mesin, Bagian belakang mesin.
= Perhitungan volume kebocoran pada setiap
kompartemen merupakan suatu proses yang panjang
karena harus menghitung volume setiap komponen
yang ada dalam kompartemen tersebut, sehingga
untuk lebih memudahkan membuat volume yang
dinginkan tersebut dengan mengetahui secara pasti
faktor rata – rata dari keseluruhan vi = Vi – V yang
merupakan faktor permeabilitas ().

Gbr. 1. Penentuan Panjang Lengan Kebocoran

Gambar di atas menjelaskan tentang momen statis dari


daerah ABCD dimana ordinat CD berhubungan Gbr. 3. Panjang Lengan Kebocoran tanpa/dengan 
dengan luas daerah abc dan momem statis dari daerah
DCEF dimana ordinat CD yang berhubungan juga Dalam penggambaran kurva lengan kebocoran dari
dengan daerah bde. Jika ordinat CD berjarak xi dari tiap – tiap ruangan tersebut, maka grafik panjang
midship dan luas daerah abc dan bde sama, maka titik lengan kebocoran dibagi dengan faktor permeabilitas
tengah dari daerah ABEF berjarak xi dari midship. dari masing –masing ruangan tersebut : Li = L / μ
Untuk menentukan posisi kompartemen adalah
dengan menghitung karakteristik vi dan xi. kita dapat 3. METODOLOGI PENELITIAN
menggambarkan kurva integral dari volume
sedemikian dengan skala yang sama dan bagian luasan 3.1 Tipe dan Subjek Penelitian
yang sama besar sehingga berpotongan dengan kurva Tipe penelitian : Deskriptif, yakni untuk membuat
integral volume maka didapati dua bagian luasan yang gambaran mengenai situasi atau kejadian guna
sama besar. mengakumulasi data dasar yang ada.
Subjek penelitian : Kapal Motor Harapan Mujur 02.

3.2 Metode Penelitian


Metode survey, yakni penelitian yang diadakan untuk
memperoleh fakta-fakta yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara aktual serta
mengevaluasi dan menganalisis data yang diperoleh.

3.3 Lokasi Penelitian


Penelitian ini di lakukan langsung di kapal ketika
sandar pada Pelabuhan Ambon, juga pada
Administrasi Pelabuhan ADPEL Ambon untuk
Gbr 2. Gambar Kurva Lengan Kebocoran mendapatkan data-data primer. Perhitungan dan
analisa dilakukan di Fakultas Teknik Univ. Pattimura.
Jumlah dari segmen ac dan de pada gambar II.1
merupakan panjang lengan kebocoran (ℓi). sedangkan 3.4 Rancangan dan Prosedur Penelitian
jumlah dari segmen cb dan bd adalah merupakan Rancangan dan prosedur penelitian yang dilakukan
volume kompartemen (vi) [Semyonov, h.317]. antara lain :
Kita juga dapat menggambarkan sekaligus dengan a. Mengumpulkan data berupa gambar rencana
melihat hubungan antara kurva luas bidang sampai umum, gambar rencana garis, gambar rencana
garis margin, kurva integral volume, kurva panjang konstruksi. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu
lengan kebocoran, kurva volume kompartemen BKI dan informasi terkait dengan penelitian.
b. Menghitung dan menggambar kurva Bonjean.
c. Menghitung dan menggambar kurva luas
penampang melintang kapal.
d. Menghitung dan menggambar kurva integral
luas penampang melintang kapal.
e. Menentukan panjang sekat kedap melintang
dan membuat kurva panjang
ketidaktenggelaman.
f. Hasil analisa akan dituangkan dalam
kesimpulan akhir penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data Gbr. 4 Rencana Garis KM. Harapan Mujur-02
Untuk kepentingan penelitian ini, maka pengumpulan
data dilakukan dengan cara :
Pengambilan data dan keterangan dari pihak galangan
pembangunan kapal-kapal rakyat, ABK, Pihak
ADPEL Ambon, maupun penumpang. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara dan diskusi lepas.
Studi literatur dimana penelitian dilakukan dengan
menggunakan buku-buku referensi yang berhubungan
langsung dengan masalah penelitian, sedangkan untuk
pengecekan insubmersibility kapal-kapal rakyat
digunakan kriteria insubmersibility berdasarkan BKI.

3.6 Analisa Data


Untuk menganalisa letak dan jarak sekat-sekat kedap Gbr. 5 Rencana Umum KM. Harapan Mujur-02
air satu dengan lainnya, digunakan kurva lengan
kebocoran dengan permeabilitas () sebagai kurva
batas kebocoran yang dibandingkan dengan panjang
maksimum sekat kedap air (ℓmax). Jika ℓmax , maka
jarak dan letak sekat kedap air berada pada kondisi
aman, sehingga jika terjadi air bocor memenuhi Gbr. 6 Skala Bonjean KM. Harapan Mujur-02

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data kapal sampel penelitian.
Mempertimbangkan kesamaan karakter konstruksi
dalam lambung kapal, maka KM. Harapan Mujur-02
ditetapkan sebagai kapal objek penelitian memiliki
data sebagai berikut : LOA = 32.5m, LBP = 28.0m, B =
6.25m, H = 2.50m, T = 1.87, CB = 0,76, CM = 0.89, CW
= 0.95, CPH = 0,87, CPV = 0.68.
Ordinat setengah lebar KM. Harapan Mujur-02 seperti
ditunjukan dalam Tabel 1 berikut : Gbr. 7 Lengkungan : integral luas, luas penampang
Volume, dan lengan kebocoran.
Tabel 1. Tabel Ordinat ½ lebar

Rencana Garis, Rencana Konstruksi hasil pengukuran


dan penggambaran adalah :
Gbr. 8 Justifikasi letak SKA
5. KESIMPULAN Heinz F. 1982. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu.
Kanisius, Jogjakarta
Letak SKA diukur dari AP (m):
SKA-01=3.25, SKA-02=8.17, SKA-03=15.58, Thimas L. 2013. The Big Book of Wooden Boat
SKA-04 =22.12, SKA-05 =25.22. Restoration : Basic Tecniques, Maintenance, and
Volume kompartemen (m3): Repair. Skyhorse Publishing Inc., New York.
Lewis, E.V. 1989, Principles of Naval Architecture
Com-01=6.47(=0.2), Com-02=18.39, Com-
Second Revision, The Society of
03=69.2, Com-04=85.5, Com-05=42.32 (=0.35),
Naval Architects and Marine Enginers. New Jersey
Com-06=32 (=0.35). Parlindungan M, Hadi S. E. 2008. Studi Hull Form
Kapal Barang Penumpang
REFERENSI Tradisional di Danau Toba Sumatra Utara. Jurnal
Anonimus, 1996. “Peraturan Konstruksi Kapal Kapal. 5(3): 159-160.
Kayu”. Biro Kalasifikasi Indonesi.Jakarta Idris M. M. at all. 2008. Petunjuk Praktis Sifat-sifat
Rahman A. F. 2009. Tingkat Keakuratan Konstruksi Dasar Jenis Kayu Indonesia. A Hand Book
Gading-Gading Kapal Kayu Galangan Kapal UD. Selected Indonesia Wood Species . PT. Pustaka
Semangat Untung di Desa Tanah Beru, Semesta Persada. Jakarta.
Bulukumba, Sulawesi Selatan. IPB. Bogor. Ahmad M., Nofrizal. 2009. Tentang Pelapukan Kapal
Davis G.C. 2014. “The Building of Wooden Ship”, Kayu. Jurnal Perikanan dan
Philadelphia, USA Kelautan. 14 (2): 135-146.
Dumanaw, J.F. 1990. “Mengenal Kayu”. Kanisius, Steward R, Cramer C. 2010. Boatbuilding Manual,
Yogyakarta Fifth Edition. International Marine, USA.
LAMPIRAN 2

SOP
PEMBUATAN & PEMASANGAN
SEKAT KEDAP AIR

33
1

PROSEDUR STANDARD OPERASI

Pembuatan & Pemasangan


SEKAT KEDAP AIR PADA KAPAL RAKYAT DI MALUKU

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


2

1. Pengantar

Sekat Kedap air melintang adalah salah satu teknologi tepat guna yang dapat
mengatasi tenggelamnya kapal-kapal rakyat. Mengingat selama ini kapal-kapal
rakyat tidak menggunakan Sekat Kedap Air sekalipun hal itu diwajibkan dalam
peraturan Konstruksi kapal kayu yang dikeluarkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia.
Hal ini juga disebabkan karena umumnya kapal-kapal rakyat yang terbuat dari
material kayu tidak dikelaskan disebabkan panjang kapal rakyat rata-rata
dibawah 40m. Pemasangan Sekat Kedap air akan membantu mempertahankan
jumlah moda transportasi yang masih sangat dominan di kalangab masyarakat
kepulauan.

Buku SOP pembuatan dan pemasangan Sekat Kedap Air ini dibuat berdasarkan
pengetahuan hingga saat ini baik dari hasil survey maupun penelitian yang
dilakukan khusus untuk menerapkan Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat di
Maluku. Diharapkan SOP ini akan mendorong diterbitkannya peraturan
pemerintah Daerah Maluku tentang kewajiban menggunakan Sekat Kedap Air
pada kapal-kapal rakyat. Disisi lain SOP ini akan menjadi panduan pihak
garangan kapal rakyat untuk memproduksi dan memasang Sekat Kedap Air pada
kapal yang sedang dibangun maupun kapal yang telah beroperasi tetapi belum
dilengkapi dengan sekat kedap air.

Pada kesempatan ini ijinkan kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah terlibat langsung maupun tidak langsung dalam berbagai
aktivitas survey, penelitian sampai pada penyusunan SOP ini. Kiranya budi baik
Bapak/Ibu/Sdr. Dibalaskan setimpal oleh Tuhan Yang Maha Esa.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


3

DAFTAR ISI

Bab 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………………… 4

1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………………. 4

1.2. Maksud ……………………………………………………………………………….. 5

1.3. Tujuan ………………………………………………………………………………… 5

1.4. Ruang Lingkup ………………………………………………………………………. 5

1.5. Pengertian Istilah dan Kata …………………………………………………………. 6

Bab 2 Dokumen Prosedur Standard Operasional ….…………………………… 7

2.1. Dokumen SOP Pembuatan SKA Kapal baru ……………………………………… 7

2.2. Dokumen SOP Pemasangan SKA Kapal baru …………………………………… 17

2.3. Dokumen SOP Pembuatan SKA Kapal lama ……………………………………… 24

2.4. Dokumen SOP Pemasangan SKA Kapal lama …………………………………… 34

Bab 3 Dokumen Terkait ….…………………………………………………………………. 43

Bab 4 Tabel Ordinat Sekat Kedap Air …………………………………………………. 49

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


4

Bab 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekat-sekat Kedap Air melintang akan membagi ruang dalam lambung kapal
rakyat menjadi beberapa kompartemen kedap air. Kompartemen-kompartemen
kedap air memiliki volume pengisian air bocor yang didesain tidak melampaui
suatu batas/margin sebesar 76 mm di bawah garis geladak. Hal ini yang
dinamakan batas kebocoran.
Batas kebocoran kapal dan dinding-dinding Sekat Kedap air menyebabkan kapal
masih dapat tetap terapung pada permukaan air meskipun telah terjadi beberapa
kompartemen dipenuhi oleh air bocor. Air bocor akan mendesak keluar udara
yang merupakan sumber utama daya apung kapal sampai pada garis margin,
garis batas kebocoran hanya pada ruang/kompartemen yang mengalami
kebocoran sedangakan kompartemen lain yang tidak bocor masih berisi udara.
Kompartemen yang tidak bocor masih tetap memiliki daya apung yang
mempertahankan kapal tetap berada di permukaan air. Dengan demikian jika
salah satu atau beberapa kompartemen bocor sekaligus, kapal masih tetap
bergerak maju untuk mencari daerah aman terdekat demi menyelamatkan
penumpang dan barang serta untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi.
Rancang bangun Sekat Kedap Air pada kapal rakyat pada dasarnya adalah
kegiatan menentukan ukuran modulus penampang dari komponen konstruksi
sedemikian rupa hingga Sekat Kedap Air mampu menahan tekanan air bocor dari
kompartemen bocor yang tersekat. Sedangkan pemasangan Sekat Kedap Air
lebih kepada aktifitas merrekonstruksi Selain itu desain Sekat Kedap Air juga
untuk memberi rekomendasi tentang sistem kekedapan yang dipakai demi
mencegah air merembes ke kompartemen yang tidak bocor.
Untuk mencapai parameter kekuatan dan kekedapan maka pembuatan dan
pemasangan Sekat Kedap Air hendaknya ditetapkan dalam suatu petunjuk teknis
dalam bentuk Prosedur Standard Operasi Pembuatan dan Pemasangan Sekat
Kedap Air pada Kapal-kapal rakyat di Maluku.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


5

1.2. Maksud
Maksud buku panduan SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air
adalah untuk memberikan acuan teknis tentang penerapan Sekat Kedap Air
secara terperinci dalam rangka mencegah tenggelamnya kapal-kapal rakyat bila
mengalami kebocoran. Hal ini tentunya akan bermuara pada upaya-upaya
sistematis peningkatan kualitas kapal-kapal rakyat di Maluku.

1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan buku SOP budidaya rumput laut
adalah :
a. Mengetahui cara pembuatan Sekat Kedap Air pada kapal-kapal rakyat.
b. Mengetahui cara pemasangan Sekat Kedap Air pada Kapal-kapal rakyat
c. Mencegah tenggelam kapal-kapal rakyat.

1.4. Ruang lingkup


Ruang lingkup SOP ini meliputi :

1). SOP Pembuatan Sekat Kedap Air (SKA) Pada Kapal baru
a. Pengidentifikasian lokasi SKA
b. Pembuatan bingkai SKA
c. Pembuatan penegar vertikal
d. Pembuatan papan panel
e. Pembuatan pintu kedap air

2). SOP Pemasangan Sekat Kedap Air Pada Kapal baru


a. Pemasangan Bingkai SKA
b. Pemasangan Penegar vertikal
c. Pemasangan papan panel
d. Pemasangan pintu kedap air

3). SOP Pembuatan Sekat Kedap Air (SKA) Pada Kapal lama
a. Penetapan lokasi sekat kedap air
b. Pengidentifikasian lambung dalam kapal pada lokasi SKA
c. Pembuatan gading SKA
d. Pembuatan penguat vertikal
e. Pembuatan papan panel
f. Pembuatan pintu kedap air

4). SOP Pemasangan Sekat Kedap Air Pada Kapal lama

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


6

a. Pemasangan gading SKA


b. Pemasangan Penegar vertikal
c. Pemasangan papan panel
d. Pemasangan pintu kedap air

1.5. Pengertian istilah dan kata


a. Kapal baru adalah kapal yang dibangun bersamaan dengan
pembangunan Sekat Kedap Air (SKA)
b. Kapal lama adalah kapal yang telah beroperasi tanpa SKA dan kemudian
akan dipasang SKA.
c. Sekat Kedap Air adalah konstruksi melintang kapal yang terdiri dari
penguat vertical, dan papan panel untuk menahan air bocor agar tidak
menyebar keseluruh lambung kapal
d. Gading Sekat adalah konstruksi gading/tulang melintang kapal terbuat
dari kayu tempat meletakan Sekat Kedap Air melintang
e. Balok Geladak Sekat Kedap Air adalah balok kayu melintang yang
diletakan mulai dari ujung gading kiri hingga ujung gading sebelah kanan
f. Penguat vertikal adalah balok-balok kayu kayu yang dipasang secara
vertikal mulai dari dasar gading hingga balok geladak.
g. Papan panel Sekat Kedap Air adalah lembaran papan yang dipasang
melintang kapal mulai dari dasar gading hingga balok geladak melalui sisi
gading kiri, sisi penguat vertikal dan sisi gading kanan
h. Kompartemen adalah ruang dalam lambung kapal yang terbentuk karena
disekat oleh Sekat Kedap Air melintang.
i. Letak Sekat Kedap Air adalah tempat dimana satu sekat kedap air
dipasang
j. Sekat Tubrukan adalah sekat pertama yang diukur dari haluan kapal.
k. Sekat Depan Kamar Mesin adalah konstruksi sekat melintang yang
terletak di depan kamar mesin.
l. Sekat Belakang Kamar Mesin adalah konstruksi sekat melintang yang
terletak di belakang kamar mesin.
m. Sekat Buritan adalah konstruksi sekat melintang yang terletak pada
bagian paling belakang kapal.
n. Sekat Antara Ruang Muat adalah konstruksi sekat-sekat melintang yang
membagi ruang muat atas beberapa sub ruangan.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


7

Bab 2

DOKUMEN PROSEDUR STANDARD


OPERASI

2.1. Dokumen SOP Pembuatan SKA Kapal Baru

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 1/18
PADA KAPAL BARU

PENGIDENTIFIKASIAN LOKASI SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IA/01-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Menetapkan lokasi peletakan Sekat Kedap Air yang tidak bertentangan dengan
Peraturan Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Perhitungan Panjang
Lengan Kebocoran.
b. Mengidentifikasi konstruksi dalam lambung tempat meletakan SKA.
c. Mengidentifikasi lengkungan lambung pada tempat pemasangan sekat-sekat
kedap air.
1.1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan Sekat Kedap Air pertama sesuai peraturan BKI.
b. Analisis penentuan Sekat Kedap Air lainnya sesuai kurva batas kebocoran.
c. Analisa penentuan konstruksi dalam lambung sesuai desain SKA
1.2. Definisi
Pengidentifikasian lokasi adalah kegiatan menentukan letak Sekat Kedap Air pada
kapal yang sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI dan kurva panjang lengan
kebocoran serta mengidentifikasi konstruksi dalam lambung kapal tempat
meletakan SKA.
1.3. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Prosedur pembacaan kurva Lpp VS SKA
c. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


8

1.4. Alat dan Bahan


a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Besi strip (30 x 4) mm
d. Gambar Rencana Garis
e. Gambar Rencana Umum
f. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
g. Kurva Lpp VS SKA
1.5. Langkah – Langkah
a. Memplot panjang kapal pada sumbu x kurva Lpp vs SKA
b. Menarik garis vertikal tegak lurus sumbu X pada Lpp kapal yang ditinjau
memotong lengkungan-lengkungan regresi SKA
c. Pada setiap titik perpotongan tersebut, gambarkan garis horisontal kesamping
kiri tegak lurus dan memotong sumbu Y, letak SKA yang ditinjau.
d. Membaca angka-angka perpotongan tersebut sebagai lokasi/letak SKA
e. Menandai pada lambung sebelah dalam kedudukan sekat dimulai dari tongkat
kemudi diukur ke haluan kapal
f. Membuat pola SKA menggunakan pelat strip mengikuti lengkungan sisi dalam
papan lambung kiri dan kanan mulai dari dasar kapal hingga ujung balok
geladak kiri dan kanan.

1.6. Verifikasi
Terwujudnya identifikasi letak dan konstruksi lambung kapal tempat memasang
Sekat-sekat Kedap Air yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro
Klasifikasi Indonesia 1976, dan prosedur perhitungan kurva panjang lengan
kebocoran
1.7. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Prosedur pembacaan Kurva Lpp VS SKA.
c. Gambar-gambar konstruksi SKA.

1.9. Penanggungjawab Kegiatan


Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


9

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 2/18
PADA KAPAL BARU

PEMBUATAN BINGKAI SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IA/02-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.2. Tujuan
a. Menetapkan desain gading SKA
b. Membuat Gading SKA
c. Membuat Balok Geladak SKA
1.8. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan ukuran penampang gading SKA sesuai peraturan BKI.
b. Analisis penentuan ukuran penampang balok geladak SKA sesuai peraturan BKI
1.9. Definisi
Pembuatan bingkai SKA adalah aktivitas pembuatan gading dan balok geladak SKA
sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.10. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA
1.11. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat gading dan balok geladak

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


10

1.12. Langkah – Langkah


a. Menentukan tebal kayu sesuai peraturan BKI
b. Menetapkan jumlah segmen gading sesuai dengan ketersediaan kayu
c. Memindahahkan pola (mal) ke kayu gading dan menandai dengan spidol
d. Memotong kayu sesuai dengan gambar pola
e. Membuat sambungan antar segmen (sambungan bibir miring)
f. Membuat sponeng sambungan dengan papan panel.
g. Membuat sponeng sambungan balok geladak
h. Membuat sponeng sambungan lunas
i. Membuat sponeng sambungan penegar
j. Pada Balok geladak, membuat sponeng sambungan gading
k. Pada Balok geladak, membuat sponeng sambungan papan panel SKA
l. Pada Balok geladak, membuat sponeng sambungan penegar.
1.13. Verifikasi
Terwujudnya gading dan balok geladak tempat memasang Sekat-sekat Kedap Air
yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976,
1.14. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


11

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 3/18
PADA KAPAL BARU

PEMBUATAN PENEGAR VERTIKAL


Rev : ( )
No. SOP : (IA/03-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain Penegar SKA
b. Membuat penegar SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan ukuran penampang penegar SKA sesuai peraturan BKI.
b. Analisa penentuan letak penegar SKA sesuai peraturan BKI
1.3. Definisi
Pembuatan penegar SKA adalah kegiatan menentukan ukuran penampang
penegar vertical dan pengerjaan penegar SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat balok penegar vertical SKA
1.6. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal kayu sesuai labar gading dan balok geladak
b. Menentukan lebar kayu sesuai peraturan BKI
c. Memotong tinggi kayu sesuai tinggi balok geladak dari dasar gading

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


12

d. Membuat sponeng sambungan dengan papan panel


e. Membuat sponeng sambungan frame pintu kedap air (bila sekat dilengkapi
pintu kedap air)
1.7. Verifikasi
Terwujudnya penegar SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


13

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 4/18
PADA KAPAL BARU

PEMBUATAN PAPAN PANEL


Rev : ( )
No. SOP : (IA/04-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.2. Tujuan
a. Menetapkan desain Panel SKA
b. Membuat Panel SKA
1.9. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
c. Analisa penentuan tebal papan panel SKA sesuai peraturan BKI
d. Analisa penentuan sistem sambungan antar papan panel pintu kedap air
e. Analisa penentuan sistem sambungan papan panel dengan bingkai SKA (gading
dan balok geladak)
1.10. Definisi
Pembuatan papan panel SKA adalah kegiatan menentukan tebal dan panjang
papan panel, sistem sambungan antar papan maupun dengan gading dan balok
geladak SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.11. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.12. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


14

h. Kayu untuk membuat papan panel SKA


1.13. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal papan sesuai peraturan BKI
b. Menentukan panjang papan sesuai jarak dari penegar ke gading yang
bersesuaian
c. Memotong papan sesuai jarak dari sponeng penegar ke sponeng gading yang
bersesuaian.
d. Membuat sponeng sambungan antara papan panel
e. Membuat gap di ujung luar papan panel tempat lewat papan senta
1.14. Verifikasi
Terwujudnya penegar SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.15. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


15

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 5/18
PADA KAPAL BARU

PEMBUATAN PINTU KEDAP AIR


Rev : ( )
No. SOP : (IA/05-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.3. Tujuan
a. Menetapkan desain pintu kedap air
b. Membuat Pintu Kedap Air

1.16. Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari Pembuatan Pintu Kedap Air meliputi :
a. Analisa penentuan frame pintu kedap air sesuai peraturan BKI
b. Analisa papan panel pintu kedap air sesuai peraturan BKI
c. Analisa penentuan sistem sambungan antar papan panel pintu kedap air
d. Analisa penentuan sistem sambungan papan panel pintu Kedap air dengan
pintu kedap air
e. Analisa sistem kedap air antara frame pintu kedap air dengan penegar SKA
f. Analisa buka-tutup pintu kedap air
1.17. Definisi
Pembuatan Pintu Kedap Air adalah kegiatan menentukan : ukuran tebal, lebar, dan
tinggi frame dan papan panel pintu kedap air, sistem sambungan, sistem
kekedapan, mekanisme buka tutup dan pembuatan pintu kedap air sesuai
peraturan kapal kayu BKI.
1.18. Acuan
c. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
d. Desain konstruksi pintu kedap air
e. Desain konstruksi SKA
1.19. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


16

e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
h. Kayu untuk membuat frame dan panel Pintu Kedap Air
i. Metal Stainlessteel pembuat mekanisme buka tutup
1.20. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal papan panel pintu sesuai peraturan BKI
b. Menentukan ukuran penampang frame pintu sesuai peraturan BKI
c. Memotong balok frame sesuai ukuran lobang pintu antara sponeng penegar
kiri-kanan dan atas bawah.
d. Membuat sambungan antara balok frame
e. Mengikat sambungan antara balok frame dengan baut stainlessteel.
f. Membuat sponeng pada frame pintu kedap air tempat peletakan papan panel
g. Membuat sponeng koneksi antar papan panel pintu kedap air
h. Melekatkan lembaran karet pada sponeng frame pintu
i. Memasang papan papan panel pertama diantara sponeng frame pintu yang
telah dilapisi lembaran karet dan mengikat hubungannya menggunakan baut
stainlessteel
j. Memasang papan panel selanjutnya dengan terlebih dulu memasang lembaran
karet diantara sambungan papan panel pintu kedap air.
k. Mengikat setiap papan dengan frame pintu menggunakan baut stainlessteel
l. Memasang konstruksi pengedap pintu dengan frame pintu
m. Memasang mekanisme pengunci pada pintu dan pada frame pintu
n. Menguji fungsi mekanisme pengunci
1.21. Verifikasi
Terwujudnya penegar Pintu Kedap Air sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.22. Dokumen Terkait
c. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
d. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
e. Gambar disain konstruksi dan mekanisme pintu kedap air
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


17

2.2. Dokumen SOP Pemasangan SKA Kapal Baru

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 6/18
PADA KAPAL BARU

PEMASANGAN BINGKAI SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IB/01-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Memasang Gading SKA
b. Memasang Balok Geladak SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Bingkai SKA meliputi :
a. Implementasi segmen-segmen gading pada tanda kedudukan setiap SKA.
b. Implementasi balok geladak sesuai tanda kedudukan setiap SKA.
1.3. Definisi
Pemasangan bingkai SKA adalah aktivitas pemasangan gading dan balok geladak
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Tanda kedudukan SKA sepanjang sisi dalam lambung kapal
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Baut-mur-ring
d. Mesin skrap portable
e. Mesin bor portable
f. Deser
g. Paku galvanis
h. Pasak kayu/besi
i. Kunci ring-pas
j. Balok geladak SKA
k. Gading SKA
1.6. Langkah – Langkah

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


18

a. Melekatkan lembaran karet tegak lurus lunas pada posisi SKA mulai dari dasar
kapal hingga tepi papan teratas
b. Membuat lobang-lobang baut pada gading, karet, dan papan lambung
c. Mengikat hubungan gading dan papan lambung menggunakan baut-mur-ring.
d. Memasang balok geladak dan mengikat sambunga balok geladak dan gading
SKA menggunakan baut-mur-ring.
1.7. Verifikasi
Terpasangnya gading dan balok geladak tempat memasang Sekat-sekat Kedap Air
yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Tanda kedudukan setiap SKA sepanjang kapal
c. Gambar-gambar konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


19

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 7/18
PADA KAPAL BARU

PEMASANGAN PENEGAR SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IB/02-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
Memasang Penegar SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Penegar SKA meliputi Implementasi penegar
vertikal pada bingkai SKA.

1.3. Definisi
Pemasangan Penegar SKA adalah aktivitas pemasangan balok penegar vertikal
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Tanda kedudukan Penegar SKA pada bingkai SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat ukur/meter roll
b. Baut-mur-ring
c. Mesin bor portable
d. Kunci ring-pas
e. Balok penegar
1.6. Langkah – Langkah
a. Melekatkan lembaran karet pada koneksi ujung penegar dengan balok geladak
dan gading SKA
b. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, dan gading SKA
c. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, balok geladak SKA
d. Mengikat hubungan penegar dan balok geladak SKA menggunakan baut.
e. Mengikat hubungan penegar dan gading SKA menggunakan baut.
1.7. Verifikasi
Terpasangnya penegar vertical pad balok geladak maupun gading SKA sesuai
dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
1.8. Dokumen Terkait

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


20

a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976


b. Tanda kedudukan setiap penegar vertikal
c. Gambar-gambar konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


21

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 8/18
PADA KAPAL BARU

PEMASANGAN PAPAN PANEL


Rev : ( )
No. SOP : (IB/03-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
Memasang Papan Panel SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
a. Implementasi papan-papan panel pada space antara sponeng gading SKA
dengan sponeng penegar SKA dan sponeng dasar gading dengan sponeng balok
geladak yang berseuaian.
b. Implementasi sistem sambungan kedap air antara papan panel, papan panel
dengan gading dan balok geladak.
1.3. Definisi
Pemasangkan papan panel SKA adalah kegiatan peletakan dan mengikat papan
panel satu dengan yang lain, dengan gading SKA, dan balok geladak SKA. sesuai
peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Paku galvanis
g. Lembaran karet
h. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
i. Papan panel

1.6. Langkah – Langkah


a. Melekatkan lembaran karet pada : sponeng gading SKA, sponeng balok
geladak SKA, sponeng penegar SKA.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


22

b. Membuat lobang-lobang baut menembus papan panel , karet, dan gading


SKA/balok geladak SKA/penegar SKA.
c. Mengikat papan panel pertama pada balok geladak SKA, balok penegar SKA,
dan gading SKA.
d. Memasang dan mengikat papan panel berikutnya pada gading SKA, dan
penegar SKA menggunakan baut dan paku galvanis
e. Menguji kekedapan papan SKA dengan cara penyemproan air pada satu sisi
dan melihat kebocoran pada sisi yang lain.
1.7. Verifikasi
Terwujudnya papan panel SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


23

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 9/18
PADA KAPAL BARU

PEMASANGAN PINTU KEDAP AIR


Rev : ( )
No. SOP : (IB/04-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
Memasang Pintu Kedap Air
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Pintu Kedap Air meliputi Implementasi konstruksi
pintu kedap air, sistem kekedapan, dan sistem buka tutup.
1.3. Definisi
Pemasangan Pintu Kedap Air adalah kegiatan implementasi konstruksi pintu kedap
air, sistem sambungan, sistem kekedapan, mekanisme buka tutup dan pembuatan
pintu kedap air sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi pintu kedap air
c. Desain konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Pahat
e. Lembaran karet
f. Pintu Kedap Air dan mekanisme buka tutup
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976

1.6. Langkah – Langkah


a. Melekatkan lembaran karet pada : sponeng penegar SKA.
b. Membuat lobang-lobang baut engsel pada penegar, dan frame pintu.
Mengikat pintu kedap air pada penegar menggunakan baut stainessteel.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


24

c. Memasang blok pengunci pada penegar SKA disesuaikan dengan pelat


pengunci.
d. Menguji kekedapan pintu kedap air dengan cara penyemproan air pada satu
sisi pintu dan melihat kebocoran pada sisi yang lain.
1.7. Verifikasi
Terwujudnya Pintu Kedap Air sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
c. Gambar disain konstruksi dan mekanisme pintu kedap air
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


25

2.3. Dokumen SOP Pembuatan SKA Kapal Lama

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 10/18
PADA KAPAL LAMA

PENGIDENTIFIKASIAN LOKASI SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IIA/01-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Menetapkan lokasi peletakan Sekat Kedap Air yang tidak bertentangan dengan
Peraturan Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Perhitungan Panjang
Lengan Kebocoran.
b. Mengidentifikasi konstruksi dalam lambung tempat meletakan SKA.
c. Mengidentifikasi lengkungan lambung pada tempat pemasangan sekat-sekat
kedap air.
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan Sekat Kedap Air pertama sesuai peraturan BKI.
b. Analisis penentuan Sekat Kedap Air lainnya sesuai kurva batas kebocoran.
c. Analisa penentuan konstruksi dalam lambung sesuai desain SKA
1.3. Definisi
Pengidentifikasian lokasi adalah kegiatan menentukan letak Sekat Kedap Air pada
kapal yang sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI dan kurva panjang lengan
kebocoran serta mengidentifikasi konstruksi dalam lambung kapal tempat
meletakan SKA.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Prosedur pembacaan kurva Lpp VS SKA
c. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gambar Rencana Garis
d. Gambar Rencana Umum
e. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


26

f. Kurva Lpp VS SKA

1.6. Langkah – Langkah


a. Memplot panjang kapal pada sumbu x kurva Lpp vs SKA
b. Menarik garis vertikal tegak lurus sumbu X pada Lpp kapal yang ditinjau
memotong lengkungan-lengkungan regresi SKA
c. Pada setiap titik perpotongan tersebut, gambarkan garis horisontal kesamping
kiri tegak lurus dan memotong sumbu Y, letak SKA yang ditinjau.
d. Membaca angka-angka perpotongan tersebut sebagai lokasi/letak SKA
e. Menandai pada lambung sebelah dalam kedudukan sekat dimulai dari tongkat
kemudi diukur ke haluan kapal
f. Bila kedudukan SKA terjadi bukan pada gading yang telah terpasang, maka
langkah terakhir adalah Membuat pola SKA menggunakan pelat strip mengikuti
lengkungan sisi dalam papan lambung kiri dan kanan mulai dari dasar kapal
hingga ujung balok geladak kiri dan kanan.
g. Bila kedudukan SKA terjadi pada gading yang telah terpasang, maka langkah
terakhir adalah memilih gading terpasang tersebut sebagai gading SKA.
1.7. Verifikasi
Terwujudnya identifikasi letak dan konstruksi lambung kapal tempat memasang
Sekat-sekat Kedap Air yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro
Klasifikasi Indonesia 1976, dan prosedur perhitungan kurva panjang lengan
kebocoran
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Prosedur pembacaan Kurva Lpp VS SKA.
c. Gambar-gambar konstruksi SKA.

1.9. Penanggungjawab Kegiatan


Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


27

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 11/18
PADA KAPAL BARU

PEMBUATAN BINGKAI SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IIA/02-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain gading SKA
b. Membuat Gading SKA bila SKA tidak pada Gading terpasang
c. Membuat Balok Geladak SKA bila SKA tidak pada Gading terpasang
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Bila SKA sesuai pada gading terpasang maka tidak dibuat Bingkai baru
b. Analisa penentuan ukuran penampang gading SKA sesuai peraturan BKI.
c. Analisis penentuan ukuran penampang balok geladak SKA sesuai peraturan BKI
1.3. Definisi
Pembuatan bingkai SKA adalah aktivitas pembuatan gading dan balok geladak SKA
sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI bila kedudukan SKA tidak berada pada
gading terpasang
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi dalam lambung kapal dan konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat gading dan balok geladak
1.6. Langkah – Langkah Bila Letak SKA Tidak Sama Dengan Gading Terpasang
a. Menentukan tebal kayu sesuai peraturan BKI
b. Menetapkan jumlah segmen gading sesuai dengan ketersediaan kayu
c. Memindahahkan pola (mal) ke kayu gading dan menandai dengan spidol
d. Memotong kayu sesuai dengan gambar pola
e. Membuat sambungan antar segmen (sambungan bibir miring)
f. Membuat sponeng sambungan dengan papan panel.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


28

g. Membuat sponeng sambungan balok geladak


h. Membuat sponeng sambungan lunas
i. Membuat sponeng sambungan penegar
j. Pada Balok geladak, membuat sponeng sambungan gading
k. Pada Balok geladak, membuat sponeng sambungan papan panel SKA
l. Pada Balok geladak, membuat sponeng sambungan penegar.
1.7. Langkah – Langkah Bila Letak SKA Sama Dengan Gading Terpasang
a. Membuat sponeng pada gading SKA
b. Membuat sponeng pada balok geladak SKA
1.8. Verifikasi
Terwujudnya gading dan balok geladak tempat memasang Sekat-sekat Kedap Air
yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976,
1.9. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar konstruksi SKA.
1.10. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


29

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 12/18
PADA KAPAL BARU

PEMBUATAN PENEGAR VERTIKAL


Rev : ( )
No. SOP : (IIA/03-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain Penegar SKA
b. Membuat penegar SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penetapan lokasi SKA meliputi :
a. Analisa penentuan ukuran penampang penegar SKA sesuai peraturan BKI.
b. Analisa penentuan letak penegar SKA sesuai peraturan BKI
1.3. Definisi
Pembuatan penegar SKA adalah kegiatan menentukan ukuran penampang
penegar vertical dan pengerjaan penegar SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Mal setiap gading
d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
e. Kayu untuk membuat balok penegar vertical SKA
1.6. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal kayu sesuai labar gading dan balok geladak
b. Menentukan lebar kayu sesuai peraturan BKI
c. Memotong tinggi kayu sesuai tinggi balok geladak dari dasar gading
d. Membuat sponeng sambungan dengan papan panel
e. Membuat sponeng sambungan frame pintu kedap air (bila sekat dilengkapi
pintu kedap air)

1.7. Verifikasi
Terwujudnya penegar SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


30

1.8. Dokumen Terkait


a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


31

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 13/18
PADA KAPAL LAMA

PEMBUATAN PAPAN PANEL


Rev : ( )
No. SOP : (IIA/04-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain Panel SKA
b. Membuat Panel SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
a. Analisa penentuan tebal papan panel SKA sesuai peraturan BKI
b. Analisa penentuan sistem sambungan antar papan panel pintu kedap air
c. Analisa penentuan sistem sambungan papan panel dengan bingkai SKA (gading
dan balok geladak)
1.3. Definisi
Pembuatan papan panel SKA adalah kegiatan menentukan tebal dan panjang
papan panel, sistem sambungan antar papan maupun dengan gading dan balok
geladak SKA sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
h. Kayu untuk membuat papan panel SKA
1.6. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal papan sesuai peraturan BKI
b. Menentukan panjang papan sesuai jarak dari penegar ke gading yang
bersesuaian

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


32

c. Memotong papan sesuai jarak dari sponeng penegar ke sponeng gading yang
bersesuaian.
d. Membuat sponeng sambungan antara papan panel
e. Membuat gap di ujung luar papan panel tempat lewat papan senta
1.7. Verifikasi
Terwujudnya penegar SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


33

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 14/18
PADA KAPAL BARU

PEMBUATAN PINTU KEDAP AIR


Rev : ( )
No. SOP : (IIA/05-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Menetapkan desain pintu kedap air
b. Membuat Pintu Kedap Air
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Pintu Kedap Air meliputi :
a. Analisa penentuan frame pintu kedap air sesuai peraturan BKI
b. Analisa papan panel pintu kedap air sesuai peraturan BKI
c. Analisa penentuan sistem sambungan antar papan panel pintu kedap air
d. Analisa penentuan sistem sambungan papan panel pintu Kedap air dengan
pintu kedap air
e. Analisa sistem kedap air antara frame pintu kedap air dengan penegar SKA
f. Analisa buka-tutup pintu kedap air
1.3. Definisi
Pembuatan Pintu Kedap Air adalah kegiatan menentukan : ukuran tebal, lebar, dan
tinggi frame dan papan panel pintu kedap air, sistem sambungan, sistem
kekedapan, mekanisme buka tutup dan pembuatan pintu kedap air sesuai
peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi pintu kedap air
c. Desain konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Lembaran karet
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


34

h. Kayu untuk membuat frame dan panel Pintu Kedap Air


i. Metal Stainlessteel pembuat mekanisme buka tutup
1.6. Langkah – Langkah
a. Menentukan tebal papan panel pintu sesuai peraturan BKI
b. Menentukan ukuran penampang frame pintu sesuai peraturan BKI
c. Memotong balok frame sesuai ukuran lobang pintu antara sponeng penegar
kiri-kanan dan atas bawah.
d. Membuat sambungan antara balok frame
e. Mengikat sambungan antara balok frame dengan baut stainlessteel.
f. Membuat sponeng pada frame pintu kedap air tempat peletakan papan panel
g. Membuat sponeng koneksi antar papan panel pintu kedap air
h. Melekatkan lembaran karet pada sponeng frame pintu
i. Memasang papan papan panel pertama diantara sponeng frame pintu yang
telah dilapisi lembaran karet dan mengikat hubungannya menggunakan baut
stainlessteel
j. Memasang papan panel selanjutnya dengan terlebih dulu memasang
lembaran karet diantara sambungan papan panel pintu kedap air.
k. Mengikat setiap papan dengan frame pintu menggunakan baut stainlessteel
l. Memasang konstruksi pengedap pintu dengan frame pintu
m. Memasang mekanisme pengunci pada pintu dan pada frame pintu
n. Menguji fungsi mekanisme pengunci
1.7. Verifikasi
Terwujudnya penegar Pintu Kedap Air sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
c. Gambar disain konstruksi dan mekanisme pintu kedap air
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


35

2.4. Dokumen SOP Pemasangan SKA Kapal Lama

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 15/18
PADA KAPAL LAMA

PEMASANGAN BINGKAI SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IIB/01-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
a. Memasang Gading SKA
b. Memasang Balok Geladak SKA
1.2. Ruang Lingkup Bila Letak SKA Tidak Sama Dengan Gading Terpasang
Ruang lingkup dari pemasangan Bingkai SKA meliputi :
a. Implementasi segmen-segmen gading pada tanda kedudukan setiap SKA.
b. Implementasi balok geladak sesuai tanda kedudukan setiap SKA.
1.3. Definisi
Pemasangan bingkai SKA adalah aktivitas pemasangan gading dan balok geladak
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Tanda kedudukan SKA sepanjang sisi dalam lambung kapal
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Baut-mur-ring
d. Mesin skrap portable
e. Mesin bor portable
f. Paku galvanis
g. Pasak kayu/besi
h. Kunci ring-pas
i. Balok geladak SKA
j. Gading SKA

1.6. Langkah – Langkah


a. Melekatkan lembaran karet tegak lurus lunas pada posisi SKA mulai dari dasar
kapal hingga tepi papan teratas

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


36

b. Membuat lobang-lobang baut pada gading, karet, dan papan lambung


c. Mengikat hubungan gading dan papan lambung menggunakan baut-mur-ring.
d. Memasang balok geladak dan mengikat sambunga balok geladak dan gading
SKA menggunakan baut-mur-ring.
1.7. Verifikasi
Terpasangnya gading dan balok geladak tempat memasang Sekat-sekat Kedap Air
yang sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Tanda kedudukan setiap SKA sepanjang kapal
c. Gambar-gambar konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


37

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 16/18
PADA KAPAL LAMA

PEMASANGAN PENEGAR SKA


Rev : ( )
No. SOP : (IIB/02-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.2. Tujuan
Memasang Penegar SKA
1.9. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Penegar SKA meliputi Implementasi penegar
vertikal pada bingkai SKA.

1.10. Definisi
Pemasangan Penegar SKA adalah aktivitas pemasangan balok penegar vertikal
serta sistem kekedapan SKA sesuai dengan peraturan kapal kayu BKI.
1.11. Acuan
c. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
d. Tanda kedudukan Penegar SKA pada bingkai SKA
1.12. Alat dan Bahan
f. Alat ukur/meter roll
g. Baut-mur-ring
h. Mesin bor portable
i. Kunci ring-pas
j. Balok penegar
1.13. Langkah – Langkah
f. Melekatkan lembaran karet pada koneksi ujung penegar dengan balok geladak
dan gading SKA
g. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, dan gading SKA
h. Membuat lobang-lobang baut menembus penegar, karet, balok geladak SKA
i. Mengikat hubungan penegar dan balok geladak SKA menggunakan baut.
j. Mengikat hubungan penegar dan gading SKA menggunakan baut.
1.14. Verifikasi
Terpasangnya penegar vertical pad balok geladak maupun gading SKA sesuai
dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
1.15. Dokumen Terkait

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


38

d. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976


e. Tanda kedudukan setiap penegar vertikal
f. Gambar-gambar konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


39

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 17/18
PADA KAPAL LAMA

PEMASANGAN PAPAN PANEL


Rev : ( )
No. SOP : (IIB/03-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
Memasang Papan Panel SKA
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari Pembuatan Penegar SKA meliputi :
a. Implementasi papan-papan panel pada space antara sponeng gading SKA
dengan sponeng penegar SKA dan sponeng dasar gading dengan sponeng balok
geladak yang berseuaian.
b. Implementasi sistem sambungan kedap air antara papan panel, papan panel
dengan gading dan balok geladak.
1.3. Definisi
Pemasangkan papan panel SKA adalah kegiatan peletakan dan mengikat papan
panel satu dengan yang lain, dengan gading SKA, dan balok geladak SKA. sesuai
peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi gading dan balok geladak SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Skrap
e. Pahat
f. Paku galvanis
g. Lembaran karet
h. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
i. Papan panel

1.6. Langkah – Langkah


a. Melekatkan lembaran karet pada : sponeng gading SKA, sponeng balok geladak
SKA, sponeng penegar SKA.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


40

b. Membuat lobang-lobang baut menembus papan panel , karet, dan gading


SKA/balok geladak SKA/penegar SKA.
c. Mengikat papan panel pertama pada balok geladak SKA, balok penegar SKA,
dan gading SKA.
d. Memasang dan mengikat papan panel berikutnya pada gading SKA, dan
penegar SKA menggunakan baut dan paku galvanis
e. Menguji kekedapan papan SKA dengan cara penyemproan air pada satu sisi dan
melihat kebocoran pada sisi yang lain.
1.7. Verifikasi
Terwujudnya papan panel SKA yang sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


41

PEMBUATAN &
PEMASANGAN SKA PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL Hal 18/18
PADA KAPAL LAMA

PEMASANGAN PINTU KEDAP AIR


Rev : ( )
No. SOP : (IIB/04-PPSKA) Jmlh Dokumen : ( )
Tanggal :

1.1. Tujuan
Memasang Pintu Kedap Air
1.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari pemasangan Pintu Kedap Air meliputi Implementasi konstruksi
pintu kedap air, sistem kekedapan, dan sistem buka tutup.

1.3. Definisi
Pemasangan Pintu Kedap Air adalah kegiatan implementasi konstruksi pintu kedap
air, sistem sambungan, sistem kekedapan, mekanisme buka tutup dan pembuatan
pintu kedap air sesuai peraturan kapal kayu BKI.
1.4. Acuan
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu Biro Klasifikasi Indonesia 1976.
b. Desain konstruksi pintu kedap air
c. Desain konstruksi SKA
1.5. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Alat ukur/meter roll
c. Gergaji
d. Pahat
e. Lembaran karet
f. Pintu Kedap Air dan mekanisme buka tutup
g. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu BKI 1976
1.6. Langkah – Langkah
a. Melekatkan lembaran karet pada : sponeng penegar SKA.
b. Membuat lobang-lobang baut engsel pada penegar, dan frame pintu. Mengikat
pintu kedap air pada penegar menggunakan baut stainessteel.
c. Memasang blok pengunci pada penegar SKA disesuaikan dengan pelat pengunci.
d. Menguji kekedapan pintu kedap air dengan cara penyemproan air pada satu sisi
pintu dan melihat kebocoran pada sisi yang lain.

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


42

1.7. Verifikasi
Terwujudnya Pintu Kedap Air sesuai dengan Peraturan BKI 1976,
1.8. Dokumen Terkait
a. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu dari Biro Klasifikasi Indonesia 1976
b. Gambar-gambar disain konstruksi SKA.
c. Gambar disain konstruksi dan mekanisme pintu kedap air
1.9. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Bagian Produksi (Manager Produksi).

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


43

Bab 3

DOKUMEN TERKAIT

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


44

Bab 4

TABEL ORDINAT SEKAT KEDAP AIR

1. Identitas Sekat Kedap Air


Nomor SKA : ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Letak dari AP : ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

Nomor Faktor Hasil


Ordinat Gading
Grs. Air Simpson Perkalian
(1) (2) (3)
0.0
0.5
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
Geladak

SOP Pembuatan dan Pemasangan Sekat Kedap Air


LAMPIRAN 3

dokumen
PENGUSULAN PATEN SEDERHANA

34
1

Deskripsi
STRUKTUR SEKAT KEDAP AIR UNTUK MENCEGAH
TENGGELAM PADA KAPAL-KAPAL KAYU

5 Bidang Teknik Invensi


Invensi ini berhubungan dengan struktur sekat kedap air
untuk mencegah tenggelam pada kapal-kapal kayu. Lebih khusus
invensi ini berupa konstruksi dari dinding-dinding melintang
kapal yang kokoh dan kedap air dalam lambung kapal sehingga
10 dinding-dinding kokoh dan kedap air ini akan membagi ruang
dalam lambung kapal menjadi banyak ruang-ruang kokoh dan
kedap air sehingga bila terjadi kebocoran yang disebabkan
oleh air hujan, hempasan ombak maupun lambung kapal pecah,
maka air bocor hanya akan tertahan dalam kompartemen yang
15 mengalami kebocoran saja, sehingga kapal yang mengalami
kebocoran masih mempunyai ruangan-ruangan lain yang kedap air
dan yang berisi udara sebagai sumber daya apung kapal yang
menyebabkan kapal bocor tersebut dapat tetap terapung dan
terus berlayar menuju pelabuhan terdekat untuk memperbaiki
20 kerusakan dan menyelamatkan penumpang dan anak buah kapal.

Latar Belakang Invensi


Sebagaimana diketahui bahwa operasional kapal antara
lain adalah menyediakan kapal dengan kemampuan
25 insubmersibilitas yakni kemampuan kapal untuk tetap bertahan
di permukaan air dalam keadaan setimbang bila salah satu atau
beberapa ruangan dalam lambung kapal telah dipenuhi air
bocor. Kemampuan insubmersibilitas ini harus didukung oleh
tersedianya sekat-sekat kedap air yang dipasang melintang
30 atau memanjang dalam lambung kapal. Tanpa sekat kedap air
maka bila terjadi kebocoran, air bocor akan menggenangi
seluruh ruang dalam lambung kapal, permukaan air bocor
perlahan-lahan naik dan sampai pada ketinggian tertentu akan
mematikan mesin utama kapal maupun mesin bantu, dan juga air
2

bocor perlahan namun pasti akan mendesak keluar udara yang


adalah sumber daya apung kapal sehingga kapal semakin
tercelup dalam air dan akhirya karam ke dasar perairan. Sekat
kedap air akan berfungsi menghambat menahan kecepatan
5 penyebaran api ke ruangan-ruangan lain dalam lambung kapal
bila terjadi kebakaran pada salah satu ruangan dalam lambung
kapal. Sekat kedap air sekaligus berfungsi sebagai dinding
pemisah antara ruang muatan yang harus diperlakukan secara
khusus dan ruangan yang ditempati oleh muatan-muatan dengan
10 perlakuan umum dalam satu kapal. Sekat-sekat kedap air akan
berfungsi sebagai penguat konstruksi lambung kapal,
menghindari kapal dari puntiran maupun lenturan akibat kapal
berlayar di laut yang bergelombang. Sekat-sekat kedap air
juga akan mempertahankan bentuk gading dari perubahan bentuk
15 yang disebabkan oleh karena gaya hidrostatis air pada bagian
tengah kapal yang memiliki volume lebih besar dari volume
bagian haluan dan buritan kapal.
Dokumen paten Amerika nomor 4,193,367 yang telah
diumumkan pada 18 Mei 1980 yang berjudul ”Boat design to
20 withstand the force under water explosions” mengungkapkan
bahwa sebuah kapal laut yang lambungnya terdiri dari
konstruksi kulit tunggal konstruksinya yang luas ditahan oleh
komponen struktur pinggiran yang menyebabkan daerah tersebut
sebagai daerah rendah tekanan untuk menahan dan meredam
25 tekanan gelombang kejut dari bawah air tanpa mengalami
deformasi permanen dari komponen-komponen konstruksi dan
kompartemen mesin yang didukung oleh struktur lambung seperti
sekat. Namun demikian terdapat beberapa kelemahan yakni
struktur adalah dikhususkan pada kapal dengan material logam,
30 tidak dijelaskan bagaimana struktur pinggiran anti deformasi
permanen tersebut diterapkan pada kapal-kapal bermaterial
kayu.
Sedangkan paten Amerika nomor 4,779,556 berjudul ”Boat
with sectional hull assembly held by geodetically oriented
3

tendons” yang diumumkan 25 Oktober 1998 mengungkapkan bahwa


sebuah perahu yang memiliki sejumlah sekat pemisah kedap air
melintang yang dikombinasi ujung-ujungnya untuk membentuk
lambung kapal. Namun begitu konstruksi sekat kedap air ini
5 adalah untuk kapal logam kecil dan tidak dapat diterapkan
pada kapal kayu berukuran besar.
Tujuan invensi ini adalah ; menyediakan suatu struktur
sekat-sekat kedap air melintang pada kapal dalam lambung
kapal sehingga akan terbentuk kompartemen-kompartemen kedap
10 air yang akan membendung dan mengisolasi air bocor hanya pada
kompartemen yang bocor saja sehingga kapal akan tetap
memiliki kompartemen kedap berisi udara yang menyebabkan
kapal tidak tenggelam; tujuan lain dari invensi ini adalah
untuk menambah kekuatan konstruksi kapal terhadap momen
15 puntir ketika kapal berlayar di laut bergelombang; tujuan
lain dari invensi ini juga adalah untuk mencegah percampuran
muatan yang harus dipisahkan; tujuan lain dari invensi ini
adalah untuk menghambat menjalar dari api ketika terjadi
kebakaran dalam kompartemen kapal.
20
Ringkasan Invensi
Sesuai invensi ini disediakan suatu struktur sekat kedap
air untuk mencegah tenggelam kapal kayu. Dimana terdiri dari
komponen berikut : gading (1) seluas penampang melintang
25 kapal, dimulai dari sisi dalam papan lambung kiri hingga sisi
dalam papan lambung kanan, mulai dari sisi dalam papan dasar
kapal hingga sisi dalam papan geladak, (2) balok geladak
sekat selebar penampang geladak serta melekat dengan sisi
bawah papan geladak. panel sekat kedap air (3) yang
30 membentang mulai dari sisi dalam gading hingga sisi dalam
balok geladak , penguat vertikal (3)yang dipasang mulai dari
sisi dalam gading hingga sisi dalam balok geladak, penguat
horisontal (4) yang dipasang mulai dari sisi dalam gading
bagian kiri hingga sisi dalam gading bagian kanan dan
4

terputus di tengah pada pada penguat vertikal yang berfungsi


sebagai balok tegak lobang pintu kedap air, material pengedap
(5)ditempatkan pada setiap sambungan gading dengan papan
kulit dan papan geladak dengan balok geladak, juga sambungan
5 papan dengan papan, (6) pintu kedap air terletak di tengah
penampang sekat kedap air.

Uraian Singkat Gambar


Untuk memperjelas inti invensi yang dimaksud dengan
10 teknologi sekat kedap air mengacu pada perwujudan gambar-
gambar terlampir sebagai berikut :
Gambar 1 adalah suatu pandangan perspektif lambung kapal kayu
dengan sekat-sekat kedap air.
Gambar 2 adalah pandangan atas lambung kapal kayu dengan
15 sekat kedap air dan ruang-ruang kedap air.
Gambar 3 adalah pandangan depan dan pandangan belakang sekat
tubrukan.
Gambar 4 adalah pandangan depan sekat depan kamar mesin.
Gambar 5 adalah pandangan belakang Sekat Kedap Air depan
20 kamar mesin.
Gambar 6 adalah pandangan belakang Sekat Kedap Air antara
ruang muat.
Gambar 7 adalah pandangan depan Sekat Kedap Air antara ruang
muat.
25 Gambar 8 adalah pandangan depan Sekat Kedap Air buritan.
Gambar 9 adalah pandangan belakang Sekat Kedap Air buritan.
Gambar 10 adalah sistem kekedapan sekat kedap air.

30 Uraian Lengkap Invensi


Mengacu pada Gambar 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 adalah
pandangan sekat kedap air sesuai invensi ini untuk mencegah
tenggelam kapal-kapal kayu terdiri dari : gading sekat(1)
yang terbentuk dari : (1a) gading sekat tubrukan, (1b) gading
5

sekat depan kamar mesin, (1c) gading sekat buritan, dan


(1d)gading sekat antara ruang muat; pada setiap gading (1a,
1b, 1c, 1d) menempel dengan papan kulit lambung dan diikat
menggunakan baut; ujung kiri dan kanan gading-gading
5 dihubungkan dengan balok melintang geladak (3a, 3b, 3c, 3d);
balok-balok geladak diikat menempel pada papan geladak dan
balok memanjang geladak; koneksi antara gading-gading sekat
kedap air dengan papan lambung maupun koneksi balok melintang
sekat kedap air dengan papan geladak adalah menggunakan
10 lembaran karet yang diselipkan diantara hubungan konstruksi
tersebut; bila terjadi kebocoran maka air bocor akan
dibendung oleh panel-panel kedap air (4a, 4b, 4c, 4d); panel-
panel kedap air diperkuat oleh balok-balok penguat vertical
(6a, 6b, 6c, 6d, 6e, 6f, 6g, 6h, 6i, 6j, 6k, 6l, 6m, 6n, 6o,
15 6p, 6q, 6s), dan balok-balok penguat horizontal (5a, 5b, 5c,
5d, 5e, 5f, 5g, 5h, 5i, 5j, 5k, 5l, 5m, 5n); pada sekat kedap
air depan kamar mesin (1b), dan sekat kedap antara ruang muat
(1d) dilengkapi dengan pintu-pintu kedap air (7a, 7b)yang
bertujuan memberikan akses antar kompartemen (14b, 14c, 14d).
20 Cara pemasangan sekat-sekat kedap air sesuai invensi ini
terbagi dalam 2 metode yakni pada kapal yang telah dibangun,
dan pada kapal yang baru akan dibangun. Pada kapal yang telah
dibangun maka yang pertama dibuat adalah menghitung dan
menentukan kedudukan sekat kedap air dalam lambung kapal,
25 kemudian memasang gading-gading sekat (2a, 2b, 2c, 2d)
melekat pada sisi dalam papan kulit kapal, sedangkan lembaran
karet selebar gading sekat kedap dipasang antara sekat kedap
dan sisi dalam papan kulit lambung kapal; menghubungkan ujung
kiri dan ujung kanan gading sekat kedap air (2a, 2b, 2c, 2d)
30 dengan balok geladak (3a, 3b, 3c, 3d); sisi atas balok
geladak diikat melekat pada sisi bawah papan geladak
diantarai dengan lembaran karet untuk memberikan kekedapan;
memasang bingkai sekat (8a, 8b, 8c, 8d) pada sisi dalam
gading sekat kedap (2a, 2b, 2c, 2d) dan diantarai dengan
6

lembaran karet membungkus bingkai gading; di atas bingkai


sekat dipasang balok penguat horisontal (5a, 5b, 5c, 5d, 5e,
5f, 5g, 5h, 5i, 5j, 5k, 5l, 5m, 5n), dan balok penguat
vertikal (6a, 6b, 6c, 6d, 6e, 6f, 6g, 6h, 6i, 6j, 6k, 6l, 6m,
5 6n, 6o, 6p, 6q, 6s); kemudian panel sekat (4a, 4b, 4c, 4d) di
pasang di atas bingkai mulai dari sisi sebelah dalam gading
sebelah kiri hingga tempat yang sama di bagian sekat sebelah
kanan, dan mulai dari dasar mingkai sekat hingga balok
melintang geladak (3a, 3b, 3c, sd): Untuk sekat kedap air
10 depan kamar mesin (1b) dan sekat kedap antara ruang muat (1d)
maka balok penguat horisontal terputus pada balok vertikal
ambang pintu kedap air (7a, 7b, 7c, 7d).

Klaim
15 1. Suatu struktur sekat kedap air untuk mencegah tenggelam
kapal-kapal kayu, yang terdiri dari :
sekat kedap air haluan yang terbentuk dari gading sekat
(2a), panel sekat (4a), balok geladak (3a), penguat
horisontal (5a, 5b), penguat vertikal (6a, 6b, 6c)dan
20 bingkai panel sekat (8a);
sekat kedap air depan kamar mesin yang terbentuk dari
gading sekat (2b), panel sekat (4b), balok geladak (3b),
penguat horisontal (5c, 5d, 5e, 5f, 5g), penguat
vertikal (6d, 6e, 6f, 6g, 6h), balok vertikal (7a, 7b)
25 dan bingkai panel sekat (8b);
sekat kedap air antara ruang muat yang terbentuk dari
gading sekat (2c), panel sekat (4c), balok geladak (3c),
penguat horisontal (5h, 5i, 5j, 5k. 5l), penguat
vertikal (6i, 6j, 6k, 6l, 6m, 6n), balok vertikal (7c,
30 7d) dan bingkai panel sekat (8c);
sekat kedap air buritan yang terbentuk dari gading sekat
(2d), panel sekat (4d), balok geladak (3d), penguat
horisontal (5m, 5n), penguat vertikal (6o, 6p, 6q, 6r,
6s) dan bingkai panel sekat (8d);
7

sistem kekedapan sekat-sekat kedap air (1a, 1b, 1c, 1d)


adalah terbentuk dari lembaran karet; (10a, 10b, 10c,
10d)antara balok geladak dengan sisi bawah papan
geladak, lembaran karet (11a, 11b, 11c, 11d) antara
5 balok geladak dengan panel sekat kedap air (4a, 4b, 4c,
4d), (12a, 12b, 12c, 12d) antara bingkai sekat (8a, 8b,
8c, 8d) dengan sisi dalam gading (2a, 2b, 2c, 2d),
lembaran karet (13a, 13b, 13c, 13d) diantara gading
sekat dengan sisi dalam papan lambung kapal.
10 2. Ruangan-ruang kedap air (14a, 14b, 14c, 14d) dalam lambung
kapal kayu yang terbentuk dari dinding lambung kapal,
geladak utama kapal, dan sekat kedap air (1a, 1b, 1c, 1d).

15

20

25

30
8

1a 1b
1d
1a 1c
1d
5
1b
1c

10
Gambar 1

1d 1b
1c
15 1a

14a 14b 14c 14d 14d

20
Gambar 2

3a 5a
6b
25

6c
4a
5b
30
2a 6a
8a

Gambar 3
9

3b

10
4b

2b

Gambar 4

15

5f
5c 6g
20 5d

6d

25 6i

5g
5e

6e 6h
7b
30 6f 8b
7a

Gambar 5
10

3c

10 4c

2c

Gambar 6.
15

5h 6l
5k
20 5i

6i

25 6n

5l
5j

6j 6m
7d
30 6k
7c 8c

Gambar 7
11

5m
5n

5
6o
6s

6p 6r
10
8d
6q

Gambar 8
15

3d
20

25 4d
2d

30
Gambar 9
12

4a, 4b, 4c, 4d


3a, 3b, 3c, 3d

5
9

10 9

2a, 2b, 2c, 2d

15

Gambar 10
20

25

30
13

Abstrak
STRUKTUR SEKAT KEDAP AIR UNTUK MENCEGAH TENGGELAM
PADA KAPAL-KAPAL KAYU
5
Invensi ini berhubungan dengan struktur sekat kedap air
berbentuk dinding yang terbentang selebar kapal dan setinggi
geladak utama kapal. Struktur sekat kedap air tercipta dari
suatu dinding kedap air yang luas dan kokoh. Dinding kedap
10 air diperkuat oleh banyak balok vertikal dan banyak balok
horisontal. Kekedapan sekat kedap air adalah dijamin oleh
lembaran karet lebar dan tebal yang ditempatkan diantara sisi
atas balok geladak dan sisi bawah papan geladak utama,
diantara sisi luar gading sekat dengan sisi dalam papan kulit
15 lambung kapal, diantara papan panel sekat dengan balok
bingkai sekat. Ruang-ruang yang terbentuk oleh sekat kedap
air dengan papan lambung kapal dan papan geladak utama adalah
ruang-ruang kedap air yang akan menjamin air bocor tidak
merembes memasuki ruang lainnya jika salah satu atau beberapa
20 ruangan kemasukan air bocor. Hal ini akan mencagah tenggelam
pada kapal-kapal kayu.

25
14
15
16
17
18
LAMPIRAN 4

draft
BUKU AJAR TEORI BANGUNAN
KAPAL I

35
SERI BUKU AJAR

“ERA BARU KESELAMATAN PELAYARAN


KAPAL-KAPAL RAKYAT DI MALUKU”

Oleh :
REICO HAROLD SIAHAINENIA

UNIVERSITAS PATTIMURA
MEI 2017
1
KATA PENGANTAR

Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia membutuhkan banyak sekali moda
transportasi laut. Kebutuhan ini teristimewa sangat dirasakan oleh masyarakat pada propinsi-
propinsi kepulauan. Untuk memenuhi kebutuhan alat transportasi laut ini, maka dibutuhkan
banyak sekali tenaga ahli dalam bidang perkapalan yang memahami secara baik teri-teori
bangunan kapal.
Aplikasi Teori Bangunan Kapal tidak saja didominasi oleh mereka yang nantinya berprofesi
sebagai karyawan-karyawati perusahaan perkapalan konvensional dan pihak terkait lainnya,
tetapi juga teristimewa bagi masyarakat pengrajin kapal-kapal rakyat yang masih sangat
berpengaruh dalam menyediakan alat transportasi antar pulau.
Buku ini dan seri buku Teori Bangunan Kapal lainnya akan memandu anda mempelajari
berbagai konsep dasar terkait dengan bangunan kapal. Secara lebih rinci buku ini akan
memberi penjelasan tentang teori dasar kapal, karakteristik hidrostatis kapal, stabilitas
kapal dan insubmersibilitas, kemampuan kapal untuk tetap terapung pada permukaan air
meskipun telah kemasukan air bocor pada lambung kapal.
Kami sangat sadar bahwa buku ini masih jauh dari disebut sempurna, untuk itu perlu adanya
“tegur-sapa” demi perbaikannya di kemudian hari. Semoga buku ini memberikan manfaat
bagi anda. Selamat membaca.

Reico Harold Siahainenia

2
DAFTAR ISI

PRAKATA ………………………………………………………………………...... iii


DAFTAR ISI …………………………………………………………....................... v
PENDAHULUAN ………………………………………………………………....... vii
BAB I. KONSEP DASAR TEORI KAPAL ……………………………………… 1
1.1 Hukum Archimedes …………………………………………………….. 1
1.2 Keseimbangan Benda Terapung ………………………………………… 2
1.3 Bentuk dan Penampang …………………………………………………. 3
1.4 Rencana Garis …………………………………………………………… 5
BAB II. KURVA HIDROSTATIS I ………………………………………………. 6
2.1 Rumus Simpson …………………………………………………………. 6
2.2 Luas dan Volume Kulit Kapal …………………………………………… 8
2.3 Momen Statis Titik Berat Luas dan Volume ……………………………. 10
2.4 Koefisien Bentuk Kapal …………………………………………………. 12
2.5 Gaya Angkat di Air Tawar dan Air Laut ………………………………… 15
2.6 Ton per Centimeter Benaman …………………………………………… 16
BAB III. STABILITAS SUDUT KECIL ………………………………………… 17
3.1 Oleng Dengan Displasemen Tetap ……………………………………… 17
3.2 Momen Inersia Luasan ………………………………………………….. 19
3.3 Metasenter ………………………………………………………………. 21
3.4 Lengan Stabilitas ………………………………………………………… 22
BAB IV. KURVA HIDROSTATIS II …………………………………………….. 24
4.1 Momen Inersia Memanjang ……………………………………………… 26
4.2 Momen Inersia Melintang ………………………………………………. 28
4.3 BM Melintang (TBM) …………………………………………………… 28

3
4.4 BM Memanjang (LBM) …………………………………………………. 28
4.5 KM Memanjang (TKM) …………………………………………………. 28
4.6 Deplasemen Disebebkan Trim 1 Centimeter (DDT) ……………………. 28
4.7 Momen Mengubah Trim 1 Centimeter (MTC) ………………………….. 28
BAB IV. KURVA BONJEAN DAN KAPASITAS ………………………………. 30
4.1 Menghitung Luas Station Tiap Garis Air ……………………………….. 30
4.2 Menghitung Kapasitas Kapal ……………………………………………. 30
BAB V. STABILITAS SUDUT BESAR ………………………………………….. 30
5.1 Pergeseran Buoyancy dan Metacenter …………………………………… 30
5.2 Lengan Stabilitas ………………………………………………………… 35
5.3 Stabilitas Bentuk dan Stabilitas Berat …………………………………… 39
5.4 Stabilitas Statis ………………………………………………………….. 39
5.5 Stabilitas Dinamis ……………………………………………………….. 39
5.6 Kriteria Stabilitas Utuh ………………………………………………….. 39
BAB VI. STABILITAS BOCOR ………………………………………………….. 50
6.1 Perubahan Sarat …………………………………………………………. 50
6.2 Trim dan Oleng ………………………………………………………….. 50
6.3 Metode Kehilangan Buoyancy …………………………………………... 50
6.4 Metode Tambahan Berat ………………………………………………… 50
6.5 Kriteria Stabilitas Bocor ………………………………………………… 50
BAB VII. KURVA KEBOCORAN ……………………………………………….. 60
7.1 Volume dan Titik Berat Air Masuk ……………………………………… 60
7.2 Margin Line ……………………………………………………………… 60
7.3 Faktor Permeabilitas ……………………………………………………... 60
7.4 Kriteria Kebocoran ………………………………………………………. 60
REFERENSI ………………………………………………………………………... 60
BIODATA PENULIS ………………………………………………………………. 60

4
PENDAHULUAN

Memahami secara baik Teori Bangunan Kapal akan menjadikan seorang disainer kapal
maupun mereka yang mengimplementasi dan mengaplikasi Teori Bangunan Kapal dalam
berbagai apek menjadi optimal dalam pekerjaannya. Hal ini terutama disebabkan karena
sebagai konstruksi terapung, sebuah kapal dalam pengoperasiannya harus mampu memikul
semua beban akibat tujuan pembangunannya, sambil tetap terapung dalam kondisi stabil
pada permukaan air. Sejumlah kemampuan yang harus dimiliki kapal untuk dapat dikatakan
layak beroperasi di laut atau yang dikenal dengan istilah “Laik Laut” antara lain : Stabilitas
(Stability) dan Insubmersibilitas (Insubmeribility).

Stabilitas kapal menekankan bahwa disain sebuah kapal harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga ketika kapal sungsang (Trim) dan miring (list) maka kapal tersebut akan dapat
kembali ke posisi tegak setelah. Kemampuan ini kapal ini dapat direkayasa dengan jalan
mengatur titik pusat gaya berat kapal (G) dan titik episentrum gaya apung (B). Pengaturan
titik berat berkaitan dengan berat setiap komponen konstruksi dan muatan serta letak
masing-masing komponen berat tersebut dari dasar kapal (Keel). Mengkondisikan titik
tangkap gaya apung (Buoyancy) dapat dilakukan dengan mengatur volume kapal yang
tercelup dalam air. Insubmersibilitas berhubungan erat dengan bagaimana meletakan sekat
kedap air (Watertight bulkhead) secara tepat dalam lambung kapal untuk memberikan ruang-
ruang kompartemen kedap air (compartment) sedemikian rupa sehingga bila terjadi air bocor
memenuhi salah satu kompartemen, maka kapal masih tetap terapung karena kompartemen
yang tidak bocor masih dipenuhi udara yang adalah sumber daya apung kapal.

5
DESKRIPSI SINGKAT TEORI BANGUNAN KAPAL I
Mata Kuliah Teori Bangunan Kapal I adalah salah satu mata kuliah Ketrampilan Berkarya
(MKB) pada Program Studi Teknik Perkapalan sesuai Kurikulum Berbasis Kompetensi pada
Fakultas Teknik Universitas Pattimura. Teori Bangunan Kapal I diberikan pada semester V.
Teori Bangunan Kapal I akan membantu anda untuk memahami istilah-istilah ukuran utama
kapal maupun bagian-bagiannya, menjelaskan rencana garis dan bagian-bagiannya,
membuat perhitungan dan menggambar karakteristik Hidrostatis, menghitung dan
menggambar diagram Bonjean, menghitung dan menggambar diagram Kapasitas,
menghitung dan menggambar diagram Stabilitas Statis, dan menghitung serta menggambar
kurva panjang lengan kebocoran untuk kapal penumpang berdasarkan SOLAS 1974. Teori
Bangunan Kapal I akan membekali anda untuk mengikuti Mata Kuliah Teori Bangunan
Kapal II, Merancang Kapal dan Tugas Merancang Kapal.

MANFAAT TEORI BANGUNAN KAPAL I


Manfaat Mata Kuliah Teori Bangunan Kapal I bagi mahasiswa adalah untuk memberi
wawasan dan kerangka berpikir serta membantu anda dalam bidang pekerjaan lebih khusus
dalam bidang perencanaan kapal.

STANDARD KOMPETENSI
Setelah mempelajari Teori Bangunan Kapal I dalam buku ini maka diharapkan anda dapat :
memahami konsep umum kapal sebagai benda terapung, menghitung, menggambar dan
menilai karakteristik : Hidrostatis, Stabilitas Utuh, dan Insubmersibilitas sebuah kapal.

SUSUNAN MATERI
Bab I menjelaskan tentang Konsep Dasar Teori kapal yang mencakup Hukum Archimedes,
keseimbangan benda-benda terapung, bentuk dan penampang dari berbagai benda beraturan
maupun tidak beraturan, dan diakhiri dengan Rencana Garis kapal.

Bab II menguraikan tahapan pertama dari diagram Hidrostatis yang dimulai dengan
pemahaman Rumus Simpson yang memandu untuk dapat menghitung luas dan volume

6
corpus kapal, menghitung Momen Statis Titik Berat Luas dan Volume, koefisien-koefisien
bentuk kapal, gaya angkat kapal oleh air tawar maupun air laut, dan diakhiri oleh perhitungan
dan penggambaran Ton per Centimeter Benaman (TPC).

Bab III berisi pengetahuan tentang mengenal stabilitas kapal pada kemiringan lebih kecil
dari 15o. Bab ini menguraikan tentang olengan dengan displasemen tetap, momen inersia
luasan, metasenter, dan lengan stabilitas.

Bab IV akan mengkaji bagaimana menentukan karakter hidrostatis bagian II berupa : momen
inersia memanjang, momen inersia melintang, BM melintang (TBM) dan memanjang
(LMB), KM memanjang (TKM), deplasemen yang disebebkan trim 1cm (DDT), dan
akhirnya mempelajari tentang momen mengubah trim 1cm (MTC).

Bab V berisi tentang perhitungan dan penggambaran Kurva Bonjean dan Kapasitas.
Menekankan pada menghitung luas gading (Station) pada setiap perubahan garis air,
menghitung dan menggambar diagram kapasitas kapal.

Bab VI menjelaskana tentang Stabilitas kapal pada sudut kemiringan lebih besar dari 5 o.
Materi penunjang berupa Pergeseran pusat titik apung (Buoyancy) dan Metecenter.
Mempelajari juga tentang lengan stabilitas, stabilitas bentuk dan stabilitas berat, stabilitas
statis, juga stabilitas dinamis. Diakhiri dengan mengenal kriteria stabilitas utuh.

Bab VI berbicara mengenai Stabilitas bocor (Damage stability) dengan materi ; volume dan
titik berat air masuk, margin line, factor permeabilitas, dan kriteria kebocoran.

UNTUK MAHASISWA
Kami akan membantu anda memahami lebih baik materi dalam buku ini dengan
menyediakan beberapa simbol saat membaca buku ini. Simbol-simbol dimaksud antara
lain :

Adalah catatan serta rumus yang perlu diperhatikan secara baik


karena dapat menjadi kata/rumus kunci materi yang dibahas.

Adalah informasi berisi deskripsi singkat tentang isi atau materi tiap
bab.

7
Menggambarkan sasaran yang ingin dicapai dari suatu Bab yang
terangkum dalam kompetensi dasar.

Merupakan indicator materi dalam suatu Bab.

Mewakili rangkuman yang menjadi inti sari dari keseluruhan materi


dalam setiap Bab.

Anda diminta memahami pendekatan yang digunakan melalui


contoh-contoh dalam latihan.

Anda diminta untuk mengerjakan tugas mandiri secera terstruktur


selanjutnya dipresentasi nanti dalam kelas.

Adalah daftar referensi dari setiap Bab.

Reico Harold Siahainenia

8
6
Menjelaskan
Luas & Vol. Corpus

26

7
Menjelaskan
Momen Statis Titik
Berat Luas & Volume

1
8
Menjelaskan
Koefisien Kapal

9
DIAGRAM
Menjelaskan Menggambar

HIDROSTATIS I
Menghitung dan

Gaya Angkat di Air


Tawar & Air Laut

10
Menjelaskan
Ton per Cm Benaman

Menjelaskan :
Menjelaskan 11

Hukum Archimedes
27

Olengan dgn.
Displasemen Tetap
12

Menjelaskan
Momen Inersia Luasan

2
13

Menjelaskan
Metacenter dan
DIAGRAM
Menggambar

Lengan Stabilitas
Menghitung dan

HIDROSTATIS II

14

Menjelaskan
Ix, Iy, TBM, LBM, TKM,
DDT, MTC

5
15

Menjelaskan

Menjelaskan :
Kurva Bonjean &
28

Kapasitas
16

Menjelaskan

Keseimbangan Benda Terapung


Pergeseran B & M
17

Menjelaskan
Lengan Stabilitas
DIAGRAM
Menggambar

Menjelaskan :

Statis & Dinamis


Menghitung dan

STABILITAS UTUH

18

Menjelaskan
RENCANA GARIS KAPAL

Kriteria Stabilitas Utuh


19

Menjelaskan
Perubahan Sarat
Menjelaskan :

saat Kapal Bocor


20

Bentuk dan Penampang


Hidrostatis, dan stabilitas dalam proses merancang kapal

Menjelaskan
Trim & List saat
29

Kapal Bocor
4
21

Menjelaskan Metode
Penambahan Berat
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat menentukan karakteristik

22

MenjelaskanMetode
Kehilangan Buoyancy
KURVA

LENGAN

23
PANJANGG

Menjelaskan
Menggambar

KEBOCORAN
Menghitung dan

Volume & Titik Berat


Air Bocor
24

Menjelaskan
Menjelaskan :
Rumus Simpson

Margin Line, & Faktor


Permeabilitas
25

Menjelaskan
Kriteria Kebocoran
Entry behavior line

9
BAB I
DASAR TEORI BANGUNAN KAPAL I

Deskripsi Singkat
Bab ini akan menguraikan empat dasar Teori Bangunan Kapal I, yang
mencakup : (a) Hukum Archimedes, (b) Keseimbangan Benda Terapung, (c)
Bentuk dan Penampang (d) Rencana Garis Kapal.

Kompetensi yang Akan Dicapai


1) Menjelaskan Hukum Archimedes
2) Mendiskripsikan Keseimbangan Benda Terapung
3) Menjelaskan Bentuk dan Penampang
4) Mendiskripsikan Rencana Garis Kapal.

1.1 Hukum Archimedes


Archimedes lahir dikota Sirakusa di Pulau Sisilia, sebelah selatan Italia, pada tahun 287
SM. Ia belajar di kota Alexandria, Mesir. Kemudian ia kembali ke Mesir. Pada waktu itu
yang jadi raja di Sirakusa adalah Hireon II, sahabat Archimedes. Pada suatu hari Hieron
II menyuruh seorang pandai emas membuat mahkota. Hieron merasa bahwa pandai emas
itu curang. Mahkota itu tidak terbuat dari emas murni tapi campuran emas dan perak.
Maka Hieron menyuruh Archimedes membuktikan kecurangan pandai emas itu.
Ketika kepala Archimedes terasa panas karena terlalu banyak berpikir, ia masuk ke
tempat mandi umum. Ia membuka pakaian dan masuk ke bak mandi yang penuh dengan
air. Tentu saja air di bak meluap dan tumpah ke lantai. Tiba-tiba ia bangkit, sambil
telanjang bulat lari sepanjang jalan menuju rumahnya. Kepada istrinya ia berteriak,
“Eureka! Eureka!” Artinya: “Sudah kutemukan! Sudah Kutemukan!” Apa yang ia
temukan? Ia menemukan hukum yang kemudian terkenal dengan nama hukum
Archimedes, yang berbunyi :

“ Sebuah benda yang


dicelupkan sebagian atau
seluruhnya ke dalam zat cair
akan mendapat gaya ke atas
seberat zat cair yang didesak
oleh benda itu”

Bagaimana Archimedes membuktikan kecurangan tersebut ?. Ambilah bola plastik yang


sebesar kelapa. Kemudian ambillah batu yang seberat bola plastik itu. Ambillah dua
ember yang sama besarnya dan telah diisi air dengan penuh. Kemudian celupkan batu itu
ke dalam ember kedua dan bola plastik ke dalam ember pertama. Maka air yang tumpah
10
dari ember pertama lebih banyak daripada air yang tumpah dari ember kedua. Mengapa?
Karena benda yang ringan (bola plastik, perak) mempunyai volume yang lebih besar
daripada benda yang berat (batu, emas). Demikian juga perak memindahkan air lebih
banyak daripada emas.
Secara fisik Hukum Archimedes dapat dijelaskan seperti terlihat dalam Gambar 1 yakni
bahwa :
(a) Benda akan terapung jika beratnya (W) lebih kecil dari gaya tekan air (Fa)
(b) Benda akan melayang jika beratnya (W) sama dengan gaya tekan air (Fa)
(c) Benda akan tenggelam jika beratnya (W) lebih besar dari gaya tekan air (Fa)

Gambar 1. Tiga kondisi relative berat benda terhadap gaya tekan air

Latihan 1
Sebuah kubus baja pejal volume 1m3 dicelupkan dalam air hingga sisi
atas rata dengan permukaan air.  = 7850 kg/m3,  = 1000 kg/m3.
Apakah kubus baja pejal ini terapung bila dilepaskan ?
Jawaban
Berat kubus = 7850 kg/m3 x 1 m3 x 9.81 m/det = -77008.5 Newton
Gaya angkat air pada kubus = 1000 kg/m3 x 1 m3 x 9.81 m/det = + 9810 N
Resultan gaya = 9810kg – 77008kg = -67195.5 N (kubus tenggelam saat dilepaskan !)

Latihan 2
Kubus bersisi 2m berongga terbuat dari pelat baja. Dibuat sedemikian hingga volume
dalam = 7m3. Volume luar kubus = 8m3. Volume baja pembuat kubus tetap 1m3. Apakah
kubus berongga ini juga akan tenggelam bila dilepaskan ?
Jawaban
Berat kubus = -77008 Newton
Gaya angkat air pada kubus = 1000 kg/m3 x 8 m3 x 9.81 m/det= +78480 Newton

11
Resultan gaya = 78480 N – 77008 N = +1472 N (kubus terapung saat dilepaskan !)
Kubus akan terus bergerak ke atas dan berhenti ketika F=0
F=0 akan terjadi bila Fa = Fb atau Fa = 77008N
Fa ini terjadi bila vol.air yg dipindahkan = 77008/(1000 x 9.81)=7.85m3
7.85m3 terpenuhi bila sarat air = 7.85m3/4m3 = 1.96m
Sisi kubus yang berada di atas air = 2m – 1.96m = 0.04m

1.2 Keseimbangan Benda Terapung

Telah dijelaskan bahwa sebuah benda akan terapung jika gaya tekan air (gaya
Archimedes), Fa, lebih besar dari berat (W) benda tersebut. Bila terminologi gaya
Archimedes dengan initial (Fa) kita ganti dengan huruf B yang mewakili Buoyancy atau
gaya apung, maka sejauh ini kita telah mengambil dua kata kunci dari hukum Archimedes
yakni W (Weight) dan B (Bouyancy).
Titik berat, W, adalah resultan atau titik tangkap dari gaya berat semua komponen/bagian
suatu benda. Titik pusat gaya berat benda memiliki arah ke pusat bumi atau pusat grafitasi
bumi. Titik G suatu benda tidak akan pernah berubah dari posisi awalnya sepanjang tidak
terjadi pengurangan atau penambahan volume benda tersebut.
Titik apung, B, merupakan akumulasi atau hasil penjumlahan gaya tekan air terhadap
permukaan benda yang tercelup dalam air. Dengan kata lain bentuk dan volume benda
yang tercelup dalam air menentukan letak dari titik B.
Bila terjadi perubahan volume benda di bawah garis air dari suatu benda yang berada
tegak lurus terhadap permukaan air, maka titik B akan berpindah dari posisinya yang lama
ke posisi baru B’. Pergeseran titik B ke B’ akan membentuk sudut terhadap garis sumbu
benda ketika benda terapung tegak. Titik sudut atau titik potong garis sumbu benda
dengan resultan gaya apung pada posisi baru, B’, dinamakan titik Metacenter (M).
Kita sekarang sudah memiliki tiga titik penting yang menentukan macam dari
keseimbangan benda yang terapung. Tiga titik tersebut adalah : G, B, dan M.

Perlu kami tegaskan lagi bahwa Titik M tidak akan muncul jika garis sumbu benda berada
pada posisi tegak lurus terhadap permukaan air dan perpindah titik B ke B’ akan
memunculkan titik M.

12
Kedudukan relatif titik G, B dan M inilah yang menentukan jenis keseimbangan dari
benda yang mengapung seperti terlihat pada Gambar 2 berikut :

G
MH M
MH
G M
G M G
z

B MR B B B
B’ B’ B’

MR

(a) (b) (c) (d)


Gambar 2. Macam keseimbangan benda terapung

Dari gambar di atas kita sekarang dapat mendefenisikan keseimbangan suatu bendaya
terapung sebagai berikut :
(a) Titik G segaris dengan titik B maka benda dikatakan berada pada kondisi tegak
(b) Titik G tidak segaris vertical dengan titik B maka benda dikatakan miring
(c) Titik G berada di bawah titik M maka benda dikatakan seimbang positif
(d) Titik G berada di atas titik M maka benda dikatakan seimbang negative
(e) Titik G berimpit dengan titik M maka benda dikatakan seimbang netral

1.3 Bentuk dan Penampang

1.3 Bentuk dan Penampang

Setiap benda memiliki bentuk. Bentuk setiap benda dapat sama satu dengan yang lainnya
atau sebaliknya berbeda satu dengan lainnya. Kesamaan ataupun berbedaan benda bila
dicermati sesungguhnya disebabkan karena perbedaan volume dan massa penyusun
benda tersebut. Penyebab perbedaan ini menyebabkan benda diklasifikasi sebagai ; benda
beraturan, bila ordinat sepanjang benda sama/simetris terhadap sumbu benda, sehingga
sebaliknya bila benda tidak simetris terhadap garis sumbunya maka benda tersebut
dinamakan benda memiliki bentuk yang tidak beraturan.
Bentuk potongan baik segaris, tidak segaris, sejajar, maupun tidak sejajar garis sumbu
suatu benda dinamakan penampang. Penampang setiap potongan alah berupa bidang
datar yang dapat memiliki bentuk yang sama, tetapi juga dapat berbeda dengan bentuk
benda yang dipotong.

13
Gambar 3. Bentuk dan Penampang benda beraturan dan takberaturan

Untuk mendiskripsikan bentuk sebuah benda secara utuh, maka orang kemudian
membuat potongan-potongannya dengan jarak potongan sedemikian rupa untuk mewakili
dan menunjukan setiap perubahan prinsipil dari bentuk benda tersebut. Penampang
potongan pada jarak tertentu dapat sama tetapi pada potongan yang lain penampangnya
dapat berbeda.
Dalam menggambar teknik umumnya sebuah benda dinyatakan bentuknya melalui tiga
pandangan/perspektif yakni : pandangan depan, pandangan samping dan pandangan atas.
Ketiga pandangan ini dan tentunya dengan potongan pada jarak tertentu diharapkan
memberikan diskripsi yang utuh sempurna mengenai benda yang sedang dipresentasikan.

Gambar 4. Tata letak bentuk dan penampang sebuah benda


1.4 Rencana Garis

Istilah Rencana Garis (Lines plan) umumnya ditemui dalam pengetahuan bangunan
kapal. Gambar Rencana Garis dibuat untuk merepresentasi bentuk bentuk sebuah kapal.
Rencana Garis yang baik terdiri dari dari depan (Body plan), dari samping (Sheer plan),
maupun dari atas/pandangan setengah lebar (Half bread plan).

B ULWA K A

MA IN DECK

FP

19

18
17
WL - 8 WL - 8
16
WL - 7 WL - 7
AP 15
WL - 6 WL - 6
WL - 5 1
2 WL - 5
WL - 4 3 WL - 4
4
WL - 3 5 WL - 3
WL - 2 WL - 2
10, 9, 8, 7, 6
WL - 1 WL - 1
Base Lin e Base Lin e
B L-II B L-I B L-I B L-II

14
Body Plan
Gambar 5. Gading (Stations/Frames)

WL - 8 WL - 8
WL - 7 WL - 7
WL - 6 WL - 6
WL - 5 WL - 5
WL - 4 WL - 4
WL - 3 WL - 3
WL - 2 WL - 2
WL - 1 WL - 1
Base Lin e Base Lin e

AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A

Sheer Plan

Gambar 7. Buttock

WL - 7
WL - 6

B L - II

BL - I

WL - 0.5 WL - 0.5

AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A

DIA GONA L BI LGA

Half Breadht Plan

Gambar 7. Lines
Penampang dari setiap potongan dibuat menyatu dengan perspektifnya untuk
memudahkan proses penggambaran dan koreksi serta mambantu memahami bentuk kapal
secera keseluruhan.

15
WL - 8 WL - 8
WL - 7 WL - 7
WL - 6 WL - 6
WL - 5 WL - 5
WL - 4 WL - 4
WL - 3 WL - 3
WL - 2 WL - 2
WL - 1 WL - 1
Base Lin e Base Lin e

AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A

Sheer Plan ORDINAT 1/2 LE BAR PURS E SE INE R

W A T E R L I N E
Gad. DECK BULW
0.5 1 2 3 4 5 6 7 8

AP 0.873 1.049 1.119 1.160 1.180 1.201 1.201


PRINCIPAL DIMENSION 1 0.806 1.092 1.185 1.235 1.266 1.274 1.287 1.287
2 0.501 1.050 1.222 1.289 1.326 1.348 1.355 1.355 1.355
LE NG TH OV ER ALL LO A B ULWA K A 3 0.207 0.755 1.190 1.310 1.367 1.403 1.418 1.424 1.421 1.421
= 17.5 m
4 0.076 0.320 0.934 1.257 1.377 1.437 1.462 1.470 1.474 1.475 1.475
LE NG TH B ETW EN P E RP ENDI CULA RS L BP MA IN DECK
= 15.6 m 5 0.177 0.353 1.03 1.288 1.407 1.473 1.499 1.500 1.500 1.500 1.500
L WL 6 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
LE NG TH OF WA TER LINE = 15.6 m FP 7 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
B RE A DT H B 19
8 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
= 3.00 m
9 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
D 18
DRAF T = 0.80 m 10 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
17
WL - 8
16 WL - 8 11 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
DECK HE IGHT H WL - 7 WL - 7
= 1.50 m AP 15 12 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
WL - 6 WL - 6
1
FRA ME S PA CING a WL - 5
2 WL - 5 13 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
= 0.78 m WL - 4 3 WL - 4
4 14 0.197 0.368 1.060 1.309 1.420 1.481 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500
LO
WL - 3 5 WL - 3
P ARA LE L M IDLE B ODY = 6,7,8,9,10,11,12,13,14 WL - 2 WL - 2 15 0.197 0.320 0.940 1.201 1.305 1.381 1.430 1.460 1.484 1.500 1.500
10, 9, 8, 7, 6
WL - 1 WL - 1
Base Lin e
16 0.180 0.290 0.726 0.960 1.083 1.176 1.244 1.301 1.342 1.500 1.500
Base Lin e
B L-II B L-I B L-I B L-II 17 0.150 0.240 0.509 0.707 0.811 0.894 0.970 1.033 1.091 1.386 1.458
18 0.112 0.170 0.308 0.441 0.529 0.597 0.664 0.724 0.784 1.236 1.384
19 0.095 0.161 0.226 0.293 0.338 0.392 0.435 0.954 1.210
FP 0.075 0.596 0.870
A 0.218 0.474

Body Plan
WL - 7
WL - 6

B L - II B L - II

BL - I BL - I

WL - 0.5 WL - 0.5

AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 FP A

DIA GONA L BI LGA

Half Breadht Plan

Gambar 8. Rencana Garis Kapal Fajar-01 (Purse-seiner) di Maluku


16
A. Dimensi Kapal
Setelah anda diperkenalkan dengan Pandangan Ruang dan Lay out gambar Rencana Garis
kapal, maka sekarang anda diajak untuk mengenal ukuran-ukuran yang umumnya ditemui
dalam suatu rencana garis.
a. Garis tegak haluan dan garis tegak buritan
Seperti terlihat pada Gambar 9, garis tegak haluan (Fore Perpendicular) adalah garis tegak yang
dibuat tepat pada perpotongan antara garis air muatan maksimum dengan sisi luar linggi haluan.
Sedang Garis tegak buritan (After Perpendicular) adalah garis tegak yang dibuat tepat pada sisi
belakang linggi kemudi atau pada sumbu as kemudi apabila kapal tidak mempunyai linggi kemudi.

Gambar 9. Garis tegak haluan dan garis tegak buritan

b. Panjang Kapal
Ukuran panjang kapal yang biasa dipergunakan dalam perkapalan ada 3(tiga) macam, yaitu
: Panjang Keseluruhan ( Length Over All ), Panjang Garis Air ( Length Water Line ), dan
Panjang antara Garis Tegak ( Length bedwin Perpendicutar ). Panjang Keseluruhan ( L )
adalah panjang kapal yang diukur dari ujung belakang sampai keujung depan kapal ( lihat
gambar 1-2 ). Panjang Garis Air (LWL) Permukaan air pd muatan penuh (OA) adalah
panjang kapal yang diukur pada bidang garis air, dari ujung belakang ke ujung depan kapal
(lihat gambar 1-2 ). Panjang antara Garis Tegak ( L) adalah panjang kapal yang diukur dari
garis tegak belakang sampai garis tegak depan ( lihat Gambar 1-2 ).

Gambar 10. Panjang Kapal

c. Lebar kapal
Kini anda akan diperkenalkan dengan lebar kapal antara lain ; Lebar Terbesar kapal
(Breadt moulded), diukur pada tengah kapal mulai dari ujung sisi dalam pelat kulit hingga
bagian yang sama di sebelah kanan. Sedangkan untuk kapal kayu diukur dari sisi luar
papan lambung.

17
(a) (b)

Gambar 11. Lebar kapal baja (a) dan lebar kapal kayu (b)

d. Tinggi kapal
Kini anda akan diperkenalkan dengan tinggi kapal antara lain ; Tinggi seluruh (Height
moulded) dan Tinggi Sarat (Draft molded). Height molded atau dikenal sebagai Tinggi
Geladak diukur pada tengah kapal sebelah sisi (kiri-kanan) mulai dari atas lunas hingga sisi
bawah pelat geladak (a). Sedangkan untuk kapal kayu (b) mulai dari ujung bawah papan
kulit lambung hingga sisi atas papan geladak.

(a) (b)
Gambar 12. Tinggi kapal baja (a) dan tinggi kapal kayu (b)

Draft (D) dikenal juga sebagai Tinggi Sarat (T) diukur pada tengah kapal disebelah sisi mulai
dari atas lunas hingga garis air muatan maksimum (a), sedangkan untuk kapal kayu diukur
mulai dari ujung bawah pelat kulit yang terdekat dengan lunas hingga

(a) (b)
18
Gambar 13. Tinggi sarat kapal baja (a) dan tinggi sarat kapal kayu (b)
B. Penampang Kapal
Setelah memahami berbagai ukuran penting dalam perkapalan, berikut ini anda diajak
memahami beberapa bidang/penampang utama yang akan dijumpai dalam materi-materi
selanjutnya.
a. Bidang diametral dan garis buttock
Bidang diametral adalah bidang tegak hasil potongan kapal tepat pada garis tengah (Center
line) Bidang ini cenderung membagi kapal atas bagian kiri dan kanan dan sama besar. Bila
kita memotong kapal sejajar bidang diametral maka akan terbentuk bidang-bidang yang
dibatasi garis oleh garis lengkung (buttock lines) badan kapal dan garis lurus geladak kapal.

Gambar 14. Penampang tegak memanjang kapal

b. Bidang tengah dan gading kapal


Bidang tengah kapal (Midship Section) adalah bidang tegak hasil potongan melintang kapal
tepat di seperdua panjang kapal (LPP). Bila kita memotong kapal sejajar midship maka akan
terbentuk banyak penampang melintang kapal. Garis terluar yang membatasi penampang-
penampang melintang tersebut dinamakan Gading (Station).

Gambar 15. Penampang tegak melintang kapal


c. Bidang garis air kapal

19
Bidang garis air (Water line section) adalah bidang horisontal yang terbentuk dari hasil
potongan memanjang kapal tepat di garis muat maksimum kapal. Potongan sejajar bidang
garis air maksimum ini ke arah dasar kapal (Ship bottom) akan menciptakan bidang-bidang
garis air yang luasnya lebih kecil.

Gambar 16. Garis air dan bidang garis air

C. Koefisien Badan Kapal

a. Koefisien blok (CB)


Koefisien blok adalah perbandingan antara volume badan kapal tercelup hingga garis muat
meksimum dengan bidang bidang persegi yang melingkupinya.

=
× ×
Atau

=
× ×
Gambar 17. Ilustrasi Koefisien Blok

b. Koefisien bidang gading tengah (CM)


Koefisien gading tengah (Midship coeficient) dinyatakan sebagai perbandingan luas
penampang tengah kapal tercelup hingga garis muat maks. dengan bidang persegi yang
melingkupinya.

=
×

20
Gambar 18. Ilustrasi Koefisien Midship

c. Koefisien bidang garis air (CW)


Koefisien garis air adalah perbandingan antara luas bidang garis air (AWL) pada garis muat
maksimum dengan bidang bidang persegi yang melingkupinya. Hal ini juga berarti bahwa
setiap

=
×
Atau

=
×

Gambar 19. Ilustrasi Koefisien Garis Air

d. Koefisien prismatik (CP)


Koefisien prismatik adalah suatu nilai hasil bagi volume badan kapal tercelup air dengan
prisma dari bidang tengah kapal.

=
×
Atau

=
×

Gambar 20. Ilustrasi Koefisien Prismatik

21
D. Prosedur Penggambaran Rencana Garis
Rencana garis (lines plan) adalah representasikan suatu bentuk badan kapal dalam tiga
pandangan yakni : Body Plan, Half Bradt Plan, dan Sheer Plan.
Pembuatan rencana garis umumnya diawali dengan pembuatan body plan. Body Plan
menunjukan karakter station/gading kapal yakni yang tegak lurus terhadap water line dan
buttock line. Untuk mempermudah intepretasi bentuk lambung maka umumnya bentuk
lambung haluan digambar sebelah kanan center line, dan sebaliknya bentuk lambung buritan
di sebelah kiri.

Tahap I
Setelah melalui berbagai analisa berdasarkan tujuan perancangan (mission reguirements)
maka diperoleh ukuran utama kapal : LBP, B, T, D, Vs dan menghitung :
Fn = Vs/(g.L)1/2
CB = - 4,22 + 27,8 (Fn)1/2 – 39,1 Fn + 46,6 (Fn)3 untuk 0,15<Fn<0,32 Cm,
CM = 1 / ( 1 + ( 1 – CB)3,5)
CW = ( 1 + 2 CB ) / 3
CP = CB/CM
LCB = LBP ((0.80  38.9 Fn)/100) catatan : LCB kemudian dihitung sebagai presentase LBP

Tahap II
Penentuan CP haluan (CPF) dan CP buritan (CPA) dapat dilakukan dengan memplot nilai
LCB dan CP pada diagram Hamling

22
Tahap III
Menghitung luas station/gading dengan cara memplot harga CPA dan CPF dari tahap II ke
dalam diagram Hamling berikut :

Catatan, penomoran gading 0 dimulai dari haluan kapal.

23
Tahap IV
Menggambar kurva luas bidang gading (CSA) pada sumbu Y dan panjang kapal pada sumbu
X. Proses ini dilakukan sambil membuat pembenaran kurva (fairing) akibat kesalahan
parallax saat pembacaan diagram Hamling.

Setelah fairing kurva CSA selesai dilakukan, selanjutnya kembali mengoreksi tabel luas
bidang CSA dan kemudian menghitung Displasemen dan LCB ulang.
Tabel 3. Perhitungan displasemen dan LCB
No.
LUAS GADING FS. FM (2) x (3) (2) x (4)
GD
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

A
B
0.5
1
1.5
2
3
4
5

24
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
18.5
19
19.5
20

1 2

Volume = 1/3 x h x 1
LCB = 2/1 x h
H = LBP/20
Selanjutnya dilaksanakan koreksi V dan LCB di atas terhadap V dan LCB yang direncanakan
(VR dan LCBR) dengan cara :

< 0.5%

< 0.2%

Tahap V
25
Mendisain parameter bentuk lambung (Shape control) dilakukan sebagai outline lambung
kapal yang berkaitan dengan bentuk tekukan lambung, geladak yang luas, bentuk transom
dll. Sehingga shape control merupakan inovasi dan kreatifitas seorang perancang kapal.

Tahap VI
Berdasarkan data luas bidang gading (CSA) dan juga parameter lambung kapal, maka
selanjutnya dibuat Body plan seperti terlihat pada gambar di bawah :

Gambar 12. Contoh Body plan hasil perhitungan

Tabel 1. Nilai Fn, CB, CP terhadap jenis kapal


Kapal Muatan
Item Kapal Vs rendah Kapal Barang Kapal Perusak
Buah
Fn 0.15 - 0.18 0.21 0.24 > 0.45
CB 0.80 0.70 0.65 0.46 – 0.54
CP 0.809 - 0.805 0.715 0.664 0.56 – 0.64

Tahap II

Bentuk kurva bidang garis air

26
Tahap pertama dalam pembuatan gambar proyeksi kapal adalah penggambaran Body plan.
Body plan yang baik hanya dapat dibuat dengan terlebih dulu membuat lengkungan luas
bidang gading (lengkungan deplasemen) yang diikuti dengan pembuatan lengkungan garis
air konstruktif.
Tahap II.
Lengkungan luas bidang gading. Untuk membuat lengkungan luas bidang gading diambil
harga Cp dan LCB dari hasil perhitungan ukuran pokok kapal.
Dengan nilai Cp dan LCB yang diplot kedalam gambar di bawah [Henschke, P.133, 13], dan
apabila selanjutnya titik perpotongan ini dipindahkan ke gambar 6 maka akan diperoleh
harga Cpb dan Cph.
Harga Cpb dan Cph diplot ke gambar 7 dan 8 untuk mendapatkan perbandingan luas tiap
gading terhadap gading tengah (midship section).
Setelah diperoleh luas bidang gading selanjutnya dibuat lengkungan luas bidang gading
(Gambar 9). Kemudian dilakukan perhitungan volume kapal dan kedudukan titik tekan
dalam arah melintang kapal (LCB). Dalam membuat lengkungan luas bidang gading
absisnya adalah panjang kapal sepanjang garis air konstruktif (LCWL) dimana :
LCWL = Lpp + 1.25% Lpp
Perhitungan volume kapal dan LCB dilakukan menggunakan metode Sipson. Hasil koreksi
volume yang diijinkan adalah tidak melebihi 0.5%, sedangkan hasil koreksi yang diijinkan
dari LCB tidak lebih besar dari 0.1%Lpp
Pembuatan lengkungan garis air konstruktif (CWL) dilakukan dengan menggunakan …

27
BAB II
DIAGRAM HIDROSTATIS I

Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tentang : (a) Rumus Simpson, (b) Luas dan Volume Kulit
Kapal (Corpus), (c) Momen Statis Titik Berat Luas dan Volume, (d) Koefisien
Bentuk Kapal, (e) Gaya Angkat di Air Tawar dan Air Laut, (f) Ton per Centimeter
Benaman (TPC).

Kompetensi yang Akan Dicapai


1) Mendiskripsikan Rumus Simpson
2) Menghitung Luas dan Volume Kulit Kapal
3) Menghitung Momen Statis Titik Berat Luas dan Volume
4) Menghitung Koefisien Bentuk Kapal
5) Menghitung Gaya Angkat di Air Tawar dan Air Laut
6) Menghitung Ton per Centimeter Benaman (TPC)

2.1 Rumus Simpson


V.1. PENGERTIAN HIDROSTATIK

Belajar tetang kapal berarti kita belajar tentang interaksi antara air dan kapal. Dalam
mempelajari interaksi antara kapal dengan air, kita akan diperhadapkan dengan formula-
formula yang berbelit-belit yang pada akhirnya mengaburkan apa yang kita amati. Oleh
karena itu selalu dikedepankan beberapa penyerdehanaan (simplifications), yakni :
 Permukaan air laut (the sea-surface) dianggap sebagai suatu bidang datar (a flat
plane), kelengkungan bumi diabaikan.
 Air (air laut) dianggap homogen, pemampatan diabaikan, arus dan pusaran air tidak
dimasukan dalam perhitungan.
 Pergesekan antara air dan kulit kapal sedapat mungkin diabaikan, sekalipun tidak
dapat diabaikan deskripsi gerakan (description of motion) seperti pada rolling kapal.
 Gelombang yang diakibatkan oleh suatu lambung yang bergoyang (generated by
oscillating hull) diabaikan.

28
Hidrostatik adalah bagian dari pada ilmu pengetahuan tentang hidrodinamik, menyelidiki
keseimbangan (equilibrium) dan gerakan fluida. Di mana dalam hal ini yang dipelajari di
sini hanyalah keseimbangan yaitu hidrostatik. Seluruh karateristik dasar suatu kapal sebagai
satu obyek stereometrik,
diperlukan untuk merancang,
membangun dan mengelola kapal
ditampilkan dalam satu diagram
yang menunjukan karakteristik
Gambar V.1. Posisi even keel kapal yang terapung pada posisi
tegak.
Yang dimaksud dengan kapal terapung dengan posisi tegak ialah kapal dengan garis air
sejajar dengan lunas kapal atau posisi even keel (gbr. V.1).
Kurva-kurva yang menampilkan karakteristik kapal dimaksud, biasanya terdiri daripada
kurva-kurva sebagai berikut :
 Luas bidang air (S).
 Displasemen (& )
 Aplikat titik pusat berat luas bidang air/garis air (xf).
 Luas midship (S).
 Aplikat dan absis titik pusat gaya apung (xc & zc).
 Ton persentimeter benaman (q).
 Radius metasenter melintang dan memanjang (r & R).
 Momen inersia (Ix, Iy & Iyf).
 Koefisien bentuk kapal (Cw, Cb, Cp, & Cm).

Semua kurva-kurva tadi digambarkan pada sistem koordinat di mana sumbu horisontal
merupakan fungsi panjang kapal dan sumbu tegak merupakan fungsi daripada tinggi sarat
kapal. Gambar daripada kurva-kurva tersebut yang dikenal dengan nama Gambar Diagram
Hidrostatik.
Selain itu dapat juga pada diagram tersebut digambarkan kurva luas bidang gading () yang
dikenal dengan nama Skala Bonjean (Bonjean Scale).

29
2.2 Luas dan Volume Kapal
V.3.1. Luas Bidang Air Kapal

Luas bidang air kapal (gbr. V.6) dapat ditentukan/dihitung dengan menggunakan rumus :
L

2
S=
L
 ydx ; ……… pers. (V.12)

2

di mana : y – sumbu ordinat setengah lebar kapal.


x – sumbu absis panjang kapal L.
Secara matematis, y pada kapal tidak dapat dibentuk dari suatu
fungsi tertentu. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan integral di Gambar V.6.

atas maka kita gunakan pengintegralan numerik dengan Metode


Simpson I - yang merupakan rumus aplikasi pendekatan perhitungan luas bidang air kapal –
adalah sebagai berikut :
1
S(WL) = * L * 2 * ( y0  4 y1  2 y2  .....  2 yn2  4 yn1  yn )
3
L
n
2 2
= L. L f . yn ; ................................... pers. (V.13)
3 n
2

dimana :
WL - Water Line atau garis air yang menunjukan perhitungan S untuk masing-
masing garis air kapal sampai tinggi sarat maximum.
 f.y – jumlah integral perkalian f (faktor bidang simpson I – 1,4,1) dengan
ordinat setengah lebar kapal (meter).
L - jarak antara ordinat/gading teoritis kapal = LBP/n.
n – jumlah ordinat/gading kapal pada gambar
rencana garis dan harus berjumlah genap.
Mengingat panjang masing-masing garis air
tidak selalu sama, maka LBP/n belum tentu
sudah mencakup seluruh panjang garis air
tersebut. Oleh karena itu maka bagian garis air
yang terletak di belakang AP & FP dan atau di
Gambar V.7. Contoh bidang sisa muka AP & FP disebut sebagai bidang sisa –

30
bidang yang diarsir - apabila panjang bidang itu tidak sama dengan L (gbr.V.7). Luas
bidang tersebut dihitung proporsional terhadap luas bidang air kapal, sehingga faktor
perkalian simpson (f) untuk bidang sisa harus ditentukan juga proporsional terhadap faktor
perkalian simpson. Untuk maksud tersebut kita tentukan terlebih dahulu suatu nilai faktor
proporsional (fp) sebagai berikut :
Laft Lfore
fp = atau = .............................. pers. (V.14)
2 L 2L
dimana : Laft - panjang bidang sisa di buritan;

L fore - panjang bidang sisa di haluan.

Selanjutnya kita kalikan nilai fp dengan faktor pekalian simpson (1, 4, 1) dan ditabulasikan
bersama-sama dengan tabulasi perhitungan S dengan jarak L .
Contoh tabulasi untuk perhitungan luas bidang air bersama bidang sisa tadi dapat dilihat
pada contoh tabel-3, 4, dan 5. Kemudian digambarkan
kurva S berdasarkan hasil perhitungan S untuk setiap WL,
dimana sumbu absis adalah fungsi luas S sedangkan
sumbu aplikat merupakan fungsi dari tinggi sarat kapal T
(gbr. V.8). Dimana skala kurva S harus ditentukan sebagai
berikut 1 cm  .... m2 luas bidang air. Sebagai contoh
diberikan satu skala yaitu : S 1cm  10 m2.

Gambar V.8. Kurva luas bidang air


Tabel perhitungan luas bidang air kapal dapat dilihat pada
contoh Tabel-5.

2.3 Koefisien Bentuk Kapal


Untuk mempertimbangkan keuntungan atau membandingkan pengaruh bentuk suatu kapal,
diperlukan nilai atau koefisien perbandingan ukuran kapal. Koefisien-koefisien tersebut juga
dapat dipergunakan sebagai parameter-parameter dalam mempelajari ilmu pengetahuan
kapal. Dalam hal ini diketahui ada dua kelompok nilai, yaitu : 1) Perbandingan Lurus
(Straight Ratios), dan 2) Perbandingan Bentuk (Form Ratios).
a. Koefisien Perbandingan Lurus
 L/B, perbandingan panjang kapal (L) dengan lebar kapal (B).

31
Nilai L/B akan memberikan gambaran kepada kita tentang stabilitas kapal, kekuatan kapal
dan tahanan kapal. Nilai ini biasanya lebih besar daripada 1. Semakin membesarnya L/B
maka kapal semakin kurus sehingga menyebabkan semakin kurang baik stabilitas melintang
kapal, semakin berkurang kekuatan dan tahanan kapal.
 L/H, perbandingan panjang kapal (L) dengan tinggi geladak kapal (H).
Nilai L/H memberikan gambaran kepada kita tentang stabiltas, kekuatan kapal dan tahanan
kapal. Selalu nilai L/H lebih besar daripada 1. Semakin besar nilai L/H berarti semakin baik
stabilitas memanjang kapal, semakin kurang kekuatan kapal dan semakin mengurangi
tahanan kapal.
 L/T, perbandingan panjang kapal (L) dengan tinggi sarat kapal (T).
Nilai L/T memberikan gambaran yang mirip dengan nilai L/H akan tetapi lebih
mengedepankan aspek tahanan kapal.
 B/T, perbandingan lebar kapal (B) dengan tinggi sarat kapal (T).
Besarnya nilai B/T lebih banyak memberikan gambaran tentang stabilitas dan tahanan kapal.
Semakin besar nilai B/T berarti semakin baik stabiltas melintang kapal tetapi semakin
berambah tahanan kapal.

b. Koefisien Perbandingan Bentuk


Koefisien perbandingan bentuk biasanya disebut saja koefisien bentuk terdiri dari Koefisien
Blok/balok, Koefisien Penanmpang Tengah, Koefisien Prismatik, dan Koefisien Garis Air.
 Koefisien Blok/balok (Block Coefficient), disimbolkan CB atau  (dibaca “delta”).
Besarnya nilai  dapat memberikan gambaran kepada kita tentang “kelangsingan (fullness)”
daripada lambung kapal (hull). Ia sangat luas digunakan dalam perkapalan.  adalah nilai
perbandingan antara bentuk balok dan bentuk kapal (gbr. V.13) dan dirumuskan sebagai
berikut :

  …… pers. (V.23)
L . B . T
dimana :
 = displasemen volume kapal.
L = panjang garis air kapal.
B = lebar kapal
T = tinggi sarat kapal.

32
 Koefisien Penampang Tengah (Midship Section Coefficient), disimbolkan CM atau 
(dibaca “beta”).
Besarnya nilai  dapat memberikan gambaran tentang seberapa
penuhnya penampang tersebut (gbr.V.14). Dapat dicari dengan
rumus berikut :
Sm
  …… pers. (V.24)
B . T
Gambar V.14 Koef. β dimana : Sm = luas penampang tengah kapal.
B = lebar kapal.
T = tinggi sarat kapal.

 Koefisien Prismatik (Prismatic Coefficient), disimbolkan


CP atau  (dibaca “phi”).
Koefisien Prismatik hampir mirip dengan  (Gbr. V.15), tetapi
dapat memberikan gambaran lebih baik tentang bentuk kapal,
sebab bentuk prisma (L.Sm) “mendekati (clings)” bentuk lambung

kapal.  bisa dicari dengan rumus :   …… pers.
L . Sm

(V.25)
Gambar V.15 Koef. ϕ
Oleh karena :
 =  . L . B . T

Sm =  . B . T , sehingga :
 `. L . B . T
  =  …… pers. (V.26)
L .  . B . T 

dapat dibedakan untuk bagian haluan (f) dan bagian buritan kapal (a).
f a
f  , dan  a  …… pers.
(1 2)  . L . B . T (1 2)  . L . B . T
(V.27)

(selalu diasumsikan bahwa Tf = Ta = Tm ; Tm adalah tinggi sarat rata-rata yang umumnya


disebut T pada midship).
33
 Koefisien Garis Air (Waterline Coefficient), disimbolkan CW atau  (dibaca “alfa”).
(gbr.V.16) memberikan gambaran
kehalusan terhadap garis muat (the
fineness of the loadline).  dapat
ditentukan dari rumus :
Gambar V.16 Koef. α S LWL
  …… pers. (V.28)
L . B
dimana :
SLWL = Luas bidang air kapal.

 Koefisien Prismatik Tegak Kapal (Vertical Prismatic


Coefficient), disimbolkan CPv atau  (dibaca “khi”).
∇ ∇
= = = …… pers. (V.29)
∗ ∗ ∗ ∗

(Gbr. 17) similar dengan , tetapi dengan “arah referens


(direction of reference)” diputarkan 90o. Gambar V.17. Koef. 

2.4 Gaya Angkat di Air Tawar dan Air Laut


Suatu perubahan kadar garam air seiring dengan perubahan berat jenisnya.

Persamaan pengapungan (pers. V.18) dapat ditulis dalam bentuk persamaan V  , dan

d
kemudian kita diferesialkan dimana  konstant, maka akan diperoleh dV    . Dengan
2
dV
mengambil  S maka setelah transformasi kita peroleh persamaan perubahan tinggi
dz
 d
sarat adalah : dT   . .............................. pers. (V.30)
S 2
Oleh karena diketahui bahwa   LBT dan S  LB sehingga setelah transformasi kita
dT  d
dapatkan  .............................. pers. (V.31)
T  

Dari pers.(V.38) kita akan ketahui bahwa apabila kapal berlayar dari air tawar ke air laut/air
garam (salt water) dengan d > 0, dT < 0 yaitu tinggi sarat kapal berkurang.
34
Sebaliknya jika kapal berlayar pada d < 0 dan dT > 0 maka tinggi sarat kapal akan naik.
Tentukan T apabila kapal berlayar dari air tawar ( = 1,0 t/m3) ke air laut  = 1,025 ton/m3).
Itu berarti T = 0,025 t/m3.

Jika koefisien prismatik tegak  = /α = 0,75, maka setelah kita substitusikan semua nilai
tersebut ke dalam pers. (V.39) maka kita akan peroleh :

dT 0,025
 0,75  0,02 , yakni pengurangan tinggi sarat sebesar 2 %. Apabila berat jenis
T 1,0
air bervariasi akan terjadi posisi titik pusat daya apung yakni :

d d
dxc   ( x f  xc ) , dzc   (T  zc ) .............................. pers. (V.32)
 

Kebanyakan kapal berlayar pada kondisi xf  xc . Oleh karena itu apabila berlayar dari air
tawar ke air laut dengan d  0 menghasilkan dxc  0 yakni titik pusat daya apung akan
terletak di bagian haluan kapal. Dan sebaliknya jika kapal berlayar dari air laut ke air tawar
d  0 dan dxc  0 yakni titik pusat daya apung akan berada di bagian buritan.

Dengan demikian ketika kapal dari air tawar ke air laut kapal trim haluan (trimmed by the
head), dan jika berlayar sebaliknya maka kapal trim buritan (trimmed by the stern).
Trim kapal tidak akan berubah hanya jika xf = xc, artinya jika absis titik pusat bidang air dan
absis titik pusat daya apung terletak pada satu garis vertikal. Dari pers. (V.32) terlihat bahwa
apabila berlayar dari air tawar ke air laut dengan d  0 maka hasilnya selalu dzc  0 artinya
aplikat titik pusat daya apung bergerak turun. Dan sebaliknya jika d  0 akan menghasilkan
dzc  0, yaitu aplikat titik pusat daya apung kapal bergerak naik.

35
Absis Dan Aplikat Titik Pusat Gaya Apung Kapal

Absis dan aplikat titik pusat gaya apung kapal (x c & zc) atau “the longitudinal centre of
buoyancy (LCB) & the vertical centre of buoyancy (VCB)”, adalah koordinat yang
menunjukan letak daripada pusat pengapungan kapal (the centre of buoyancy of the ship).
Absis dan aplikat gaya apung kapal dapat dihitung dengan rumus :

L

2

 x.dx
L
M yz 
xc =  2
L
; .............................. pers. (V.33)
V 
2

 .dx
L

2

M xy  Sz.dz
zc =  0
T
; .............................. pers. (V.34)
V
 S .dz
0

z
Oleh karena : Myz = M
0
y dz ; .............................. pers. (V.35)

dimana My adalah momen statik luas bidang air S terhadap sumbu OY , yang jika kita
dM yz
diferensialkan : kita akan mendapatkan :
dz

My = S.xf ; .............................. pers. (V.36)

dengan demikian kita akan memperoleh rumus baru untuk xC berikut ini :
z

 S .x
0
f dz
xc = z
; .............................. pers. (V.37)
 Sdz
0

Hubungan xc(z) dan xf(z) pada umumnya ditunjukan pada diagram yang sama. Titik
perpotongan kurva xc(z) dan xf(z) berhubungan dengan nilai ekstrim daripada xc (lihat gbr.
V.12).

36
dxc
Mengakibatkan, kondisi untuk esktremum adalah : 0
dz

Turunan dari persamaan (V.33) adalah :


dxc 1  dM yz dV 
   xc  ; .............................. pers. (V. 38)
dz V  dz dz 
Turunan persamaan dV/dz = S bersama dengan pers. (V.36) disubsitusikan ke pers. (V.38),
setelah ditransformasikan kita peroleh :
dxc S
 ( x f  xc ) ; .............................. pers. (V.39)
dz V

Jadi kondisi ekstremum adalah : (xf – xc) = 0 (gbr. V.12)

Apabila kita turunkan persamaan (V.34) maka kita akan mendapatkan :

dzc 1  dM xy dV 
   zc ; .............................. pers. (V.39)
dz V  dz dz 

dM xy dV
karena ;  Sz dan  S ; maka setelah ditransformasi, kita peroleh :
dz dz

  z  zc  ;
dzc S
.............................. pers. (V.40)
dz V

Hubungan seperti ditunjukan pada persamaan (V.34) secara grafik disebut kurva posisi tegak
daripada pusat daya apung (the curve of vertical positions of centre of buoyancy) atau kurva
aplikat titik pusat daya apung (lihat gbr. V.18)

Persamaan (V.40) menunjukan bahwa hubungan zc(z) tidak


memiliki ekstremum.

Oleh karena itu akan selalu z  zc, artinya aplikat titik tekan
zc harus lebih kecil daripada tinggi sarat kapal. Jadi dengan
demikian tanda turunannya selalu positif, yaitu fungsi z c(z)
Gambar V.18
selalu meningkat (always increasing).

37
Jika keseluruhan penampang kapal berbentuk persegi empat dan tinggi sarat selalu sama
sepanjang kapal – dengan kata lain, jika kapal memiliki dasar rata (flat bottom) dan sisinya
tegak tetapi lebar bervariasi sepanjang kapal – maka tidak dapat dipungkiri bahwa : zc = z/2;

Sedangkan apabila keseluruhan penampang kapal berbentuk segitiga dan garis lunas (the
2
keel lines) merupakan garis horisontal sepanjang kapal, maka zc  z.
3
Pada kenyataannya penampang kapal berbentuk di antara persegi empat dan segitiga, karena
itu zc secara praktis terletak di antara limit-limit tadi :

1 2
z  zc  z .............................. pers. (V.41)
2 3

Perhitungan absis dan aplikat titik tekan kapal dapat dilihat pada contoh tabel-8.

dzc 1  dM xy dV 
   zc ; .............................. pers. (V.42)
dz V  dz dz 

dM xy dV
karena ;  Sz dan  S ; maka setelah ditransformasi, kita peroleh :
dz dz

  z  zc  ;
dzc S
.............................. pers. (V.43)
dz V

38
2.5 Ton per Centimeter Benaman

Ton per centimeter (TPC) adalah sejumlah ton yang diperlukan untuk membuat perubahan
sarat kapal sebesar 1 Cm pada air laut.
TPC bertujuan untuk menentukan secara cepat tinggi sarat (T) akibat kapal mengalami
perubahan displasemen yang tidak terlalu besar yang disebabkan karena karena penambahan
atau pengurangan muatan yang tidak berarti.
Gambar 26 memperlihatkan dua bidang garis air (AW) yang berjarak relative 1Cm. Dianggap
tidak terjadi perubahan luas, maka :

TPC = AW x 0.01m

Gambar 26. Ilustrasi TPC

Untuk mengetahui perubahan sarat kapal yang tidak terlalu besar ini dilakukan dengan cara
membagi perubahan displasemen dengan TPC.

Ton per sentimeter benaman, TPCI (Ton Per Centimetre Immersion) atau TPI (Tonf Per Inch
Immersion) bidang air adalah berat yang dibutuhkan untuk mempengaruhi terbenamnya
kapal secara sejajar garis air sedalam 1 sentimeter atau 1 inci. Atau dengan kata lain, jumlah
ton untuk merubah sarat T sebesar 1 sentimeter atau 1 inci.
Untuk itu kita tetapkan T =0,01 m dan menggantikan p
dengan simbol q atau TPCI, sehingga kita peroleh :

S S
q ; atau TPCI  ; .............................. pers. (V.30)
100 100

Jika ordinat-ordinat kurva luas bidang air dikalikan dengan

Gambar V.18. Kurva q. 


faktor konstan , kita peroleh ordinat-ordinat daripada
100
kurva TPCI (gbr. V.18). Kurva ini hampir mirip dengan kurva luas bidang air.

39
Dengan menggunakan kurva TPCI memungkinkan kita untuk menyelesaikan persoalan
berikut ini : Berat p ditambahkan ke dalam kapal dengan tinggi sarat T ; dapat menentukan

perubahan tinggi sarat T dalam sentimeter : Tcm  p


q

Perubahan tinggi sarat Akibat penambahan dan pengurangan muatan


Dalam persoalan ini kita menganggap bahwa penambahan muatan pada kapal tidak
menyebabkan kapal mengalami kemiringan melintang (heel) dan kemiringan
membujur/memanjang (trim).

Akibat penambahan muatan P maka displasemen kapal meningkat yakni :

1    P ; .............................. pers. (V.31)

Sebelum penambahan muatan kondisi keseimbangan awal adalah :

   .V ; .............................. pers. (31a)

Setelah penambahan muatan menjadi :

   .V1 ; .............................. pers. (V.31b)


Jika kita mengurangi (V.31a) dari (V.31b) dan memasukan ke perhitungan (pers.V.31),
maka kita peroleh :
P   V1  V  ; .............................. pers. (V.31c)
dalam hal ini : (V1 – V) adalah penambahan displasemen volume akibat penambahan muatan
P.
Apabila berat P dibongkar dari kapal maka P diambil dengan tanda minus. Jika koordinat
titik pusat berat daripada muatan yang ditambahkan P adalah x p, yp dan zp maka perubahan
koordinat titik pusat berat kapal dalam kaitannya dengan teorema momen adalah :

xg 
P
x p  xg ; y g  P y p p; z g 
P
z p  z g  ; ………..pers. (V.32).
P P P
40
Dari persamaan (V.32) kelihatannya bahwa letak pusat berat tambahan berimpit dengan
pusat berat kapal. Koordinat daripada pusat berat kapal setelah penambahan muatan adalah
x g1  x g  x g ; y g1  y g  y g ; z g1  z g  z g ; ……….pers. (V.33).

Jika muatan P dibongkar dari kapal adalah penting memberikan pada rumus tanda minus di
depan P. Perubahan displasemen volume mengakibatkan
perubahan berat kapal selalu mengakibatkan terjadinya perubahan
pada letak titik pusat gaya apung kapal.
Anggaplah bahwa penambahan suatu muatan sekecil mungkin
seberat d , dengan demikian pers. (V.31a) akan menjadi :

d   .dV ; .............................. pers. (V.34) Gambar V.19.


Ambilah dV/dz = S, maka kita dapat rumus perubahan sarat, adalah :
d
dz  ; .............................. pers. (V.35)
S
V  V1  V
Pada gbr. V.19, memperlihatkan kepada kita : dV  ST
Untuk penambahan muatan p, kita dapatkan : p   .ST ; .......................... pers. (V.36)
p
dari pers. ini kita peroleh : T  ; .............................. pers. (V.37)
S
Rumus ini akan sangat akurat jika kapal memiliki sisi yang vertikal.

V.7. MODEL TABULASI PERHITUNGAN HIDROSTATIK

Tabel-5WL- ..Contoh Tabel Perhitungan Luas Bidang Air, Absis Titik Berat Bidang Air &
Momen Inersia (Ix, Iy Dan Iyf) Pada Garis Air No. .......

Faktor
Faktor
Y Perkalian
No.Ord. Y*f Momen Y*f*k (Y)3*f Y*f*(k)2
(m) Simpson
(k)
(f)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
0’ .... (0,417*1) .... -10,834 .... .... ....
0” .... (0,417*4) .... -10,417 .... .... ....

41
(0,417*1+
0 .... .... -10 .... .... ....
1)
1 .... 4 .... .. .... .... ....
2 .... 2 .... .. .... .... ....
.. .... .. .... -1 .... .... ....
10 .... .. .... 0 .... .... ....
11 .... .... 1 .... .... ....
.. .... .... .... .... ....
20 (0,367*1) 10
.... .... .... .... ....
+1
20” .... (0,367*4) .... .. .... .... ....
20’ .... (0,367*1) .... .. .... .... ....
Jumah ∑1 ∑2 ∑3 ∑4
I. S… = 2/3 * L * 1 …., m 2

II. Xf… = L * 2/1 …., m


III. Ix… = 2/9 * L * 3 …. m4
IV. Iy… = 2/3* (L)3 * 4 …. m4
V. Iyf… = (IV) – (I)* (II)2 …. m4
Data Perhitungan :
LBP ….. m.
L ….. m.
Laft ….. m.
Lfore ….. m.
Contoh penentuan faktor perkalian simpson pada bidang sisa,
Misalkan : setelah diukur Laft = 1,25 m; Lfore = 1,10
m; dan L = 1,5 m;
Maka :
0’ 0” 0 Faktor pengali (tc) untuk ordinat-ordinat aft 0’, 0”, dan
Laft 0, dengan aplikasi Simpson-I, dapat ditentukan sebagai
berikut :
Laft 1,25
tc aft    0,417
2 * L 3,0
Sedangkan tc untuk ordinat-ordinat fore 20, 20”, dan 20’
sbb :
20 20” 20’
L fore 1,10
Lfore tc fore    0,367
2 * L 3,0

Catatan :
1. Data lebar ordinat y, diperoleh dari Tabel Offsets, sedangkan apabila pada gambar
Rencana Garis tidak tersedia tabel offsets maka y harus diukur pada gbr renc. garis.
2. Data Laft maupun Lfore harus diukur pada gambar rencana garis karena pada tabel
offsets tidak tersedia data tersebut.

42
Tabel-6. Contoh Tabel Perhitungan Displasemen Kapal ( & )

No. Faktor Perkalian Simpson (f) Sn f1*S


f2*S2 f3*S3 … … fi* Sn
WL f1 f2 f3 .. .. fi (m2) 1
(1) (2 (3) (4) (5 (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12 (13 (14)
) ) ) )
0 .. .. .. .. .. .. …. …. …. …. ….
½ .. .. .. …. …. …. ….
1 .. .. .. .. .. .. …. …. …. …. ….
2 .. .. .. .. .. …. …. …. ….
3 .. .. .. .. …. …. ….
.. .. .. .. …. ….
.. .. .. …. ….
n .. …. ….
I. ( f * S )
i n …. …. …. …. …. ….
II.  = 1/3 * T * (I) , m3 …. …. …. …. …. ….
III.  =  * (II) , ton …. …. …. …. …. ….
Data Perhitungan :
LBP …. m
T …. m
 1,025 ton/m3
T …. m

Tabel-7 Contoh Tabel Perhitungan Luas Gading Midship (S)


No. Faktor Bidang (f) y, f1 * f2 *
… … … fn* y
GA f1 f2 f3 .. .. fn (m) y y
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
0 ½ 1 ½ 1 .. .. …. …. …. …. …. ….
½ 2 - 2 - .. …. …. …. ….
1 ½ 4 1½ 4 .. .. …. …. …. …. …. ….
2 1 4 2 .. .. …. …. …. …. ….
3 1 4 .. .. …. …. …. ….
.. 1 .. .. …. …. ….
.. .. .. …. ….
n .. …. ….

I.  ( f * y) …. …. …. …. …. ….
II. S = 1/3 * T * (I) , m2 …. …. …. …. …. ….
Data Perhitungan :
LBP …. m.
T …. m.
T …. m.

43
Tabel-8 Contoh Tabel Perhitungan Letak Absis & Aplikat Titik Pusat Daya Apung
Kapal (Xc & Zc)

(9)
(5) ber- (10)
No. (2) * (6) dari (1)*( ber-
S  Xf pasanga XC dari ZC
GA (4) atas 2) pasang
n atas
an
(1) (2 (3 (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
) )
3 3 3
4 7 10
2 6 16

Data Perhitungan :
LBP …. m.
T …. m.
T …. m.
Rumus Perhitungan (baku) Rumus Perhitungan (Aplikasi)
XC = 1/ 0 SXf dz = Myz/
T
Xc = T/2 *(6)/(3) , m
ZC = 1/ 0 Sz dz = Mxy/
T
Zc = T^2/2 *(10)/(3) , m
Tabel-9 Contoh Tabel Perhitungan Ton Percentimeter Benaman (q) Dan Koefisien
Bentuk Kapal (Cw , CM , CB , dan CP)

No. LWL B T S   q S Cw CM CB CP
GA
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
0 …. …. …. …. …. ….
1 …. …. …. …. …. ….
2 …. …. …. …. …. ….
.. …. …. …. …. …. ….
.. …. …. …. …. …. ….
.. …. …. …. …. …. ….
n …. …. …. …. …. ….
Data Perhitungan :
LBP …. m.
B …. m.
T …. m.
 1,025 t/m3
Rumus Perhitungan
q = (*S)/100 q juga disimbolkan dengan TPCI
Cw = S/(LWL * B) Cw juga disimbolkan dengan 
44
CM = S /(B * T) CM juga disimbolkan dengan 
CB = /LWL* B * T CB juga disimbolkan dengan 
CP = /LWL * S CP juga disimbolkan dengan 
CPV = /S * T = CB / Cw CPV (CP vertikal) juga disimbolkan dengan 

Berdasarkan pengalaman bertahun-tahun bahwa hampir sebagian besar mahasiswa


perkapalan melakukan kesalahan pada saat memasukkan data panjang LWL pada tabel ini.
Hal itu sebetulnya disebabkan oleh faktor kesalahan manusia, akibat pengukuran yang
berulang dilakukan. Oleh karena itu disarankan agar pada saat memasukan data LWL pada
tabel ini sebaiknya memakai data pengukuran yang sudah dilakukan sebelumnya, yakni data
panjang LWL pada saat memasukan data pada Tabel – SWL-..... guna menghindari pengukuran
yang berulang tadi. Caranya adalah sebagai berikut :
Dari tabel-SWL ... kita ketahui jumlah ordinat, jarak ordinat L dan jarak ordinat atau panjang
bidang sisa Laft atau Lfore. Dengan mengalikan jumlah spasi ordinat dengan L, kemudian
ditambahkan dengan Laft dan atau Lfore maka kita akan mendapatkan panjang LWL untuk
masing-masing garis air.

45
Tabel-10 Contoh Tabel Perhitungan Letak Titik Metasenter Di Atas Lunas Kapal (r ,
R , ZM , ZML, dan h)

r = R= z M=
No. IX, IY, IYf, , zC , zML=(7)+(8), h=(6)+(8)-
(2)/(5), (4)/(5), (6)+(8),
GA m4 m4 m4 m3 m m zg , m
m m m
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

Diagram hubungan antara letak titik pusat pengapungan B, titik pusat berat
G, dan titik metasenter M di atas lunas K ditunjukan pada gbr. 50.
Dimana : zc - aplikat titik pusat daya apung kapal.
R - radius metasenter melintang.
zg - aplikat titik pusat berat kapal.
h - tinggi metasenter.
zm - aplikat metasenter di atas lunas.

zg = aH, m;
Gambar 50.
dimana : a – suatu faktor non-dimensional yang secara praktis
berada pada selang 0,5 sampai dengan 0,8.
H – tinggi geladak, m.

46
V..8. PENGGAMBARAN DIAGRAM HIDROSTATIK

Untuk menggambarkan Diagram Hidrostatik atau Diagram Karene (Carene Diagram), maka
perlu ditetapkan titik awal penggambaran kurva dan skala gambar daripada setiap kurva
parameter kapal yang hendak digambarkan sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel-11 Contoh Penetapan Skala Kurva-kurva Pada Diagram Karene

Skala tiap 1 cm Digambar dari


Nama Kurva Simbol
Pengukuran Ordinat
2
Luas Bidang Air S ...... m 0
Displasemen Volume  ...... m3 0
Displasemen Berat  ...... Ton 0
Absis Titik Pusat Bidang Air xf ...... m Midship
Luas Midship S ...... m2 Midship
Aplikat Titik Pusat Daya Apung zc ...... m 0
Absis Titik Pusat Daya Apung xc ...... m Midship
Ton Persentimeter Benaman q ...... TPC 0
Radius Metasenter Melintang r ...... m 0
Radius Metasenter Memanjang R ...... m 0
4
Ix ...... m 0
4
Momen Inersia : Iy ...... m 0
Iyf ...... m4 0
CB 0,... 15
Cw 0,... 15
Koefisien Bentuk :
Cm 0,... 15
CP 0,... 15

Ada beberapa skala kurva daripada parameter untuk tiap 1 cm pengukuran harus disamakan,
yakni :
1. Skala  = skala .
2. Skala xf= skala xc = skala zc.
3. Skala CB = skala = CP dan sama dengan skala koefisien bentuk yang lain.
Dengan mengacu pada pers. (28a), maka disarankan agar pemilihan skala tinggi titik pusat
daya apung (tinggi titik tekan) sebaiknya sama dengan skala tinggi sarat. Perhatikan grafik
hubungan zc, xc pada gambar berikut ini :

47
Gambarkan sistem salib sumbu
dimana sumbu horisontal atau
sumbu absis merupakan fungsi
daripada setiap ukuran
parameter hidrostatik,
sedangkan sumbu vertikal atau
sumbu aplikat yang terdiri dari
tiga sumbu tegak merupakan
fungsi daripada tinggi sarat
kapal. Sumbu tegak pertama
adalah garis tegak yang ditarik
dari titik 0 yang adalah juga Gambar 51. Diagram Karene untuk kurva xc & zc
merupakan garis tegak buritan
AP. Garis tegak kedua ditarik dari titik midship, dan garis tegak ketiga ditarik pada salah
satu titik ordinat pada haluan kapal yang pada contoh tabel di atas diambil ordinat nomor 15.
Setiap titik perpotongan antara garis-garis sumbu dengan setiap garis air merupakan titik
awal pengukuran kurva parameter kapal yang digambarkan.
Untuk menggambarkan Diagram Karene dibutuhkan ketelitian dan ketepatan, mengingat
diagram tersebut merupakan salah satu dokumen penting dalam perencanaan, pembangunan
maupun pegoperasian kapal tersebut. Pada diagram ini juga dapat digambarkan Skala
bonjean seperti diperlihatkan pada contoh diagram karene di bawah ini (lihat gbr. 52)

Gambar 52. Contoh Diagram Hidrostatik /Diagram Karene

48
BAB III
STABILITAS SUDUT KECIL

Deskripsi Singkat
Bab ini berisi pembahasan tentang empat sub bahasan yakni : (a) Olengan dengan
displasemen tetap, (b) Momen Inersia Luasan, (c) Metasenter, dan (d) Lengan
stabilitas.

Kompetensi yang Akan Dicapai


1) Menjelaskan olengan dengan displasemen tetapr
2) Mendiskripsikan momen inersia luas
3) Menjelaskan Metasenter
4) Mendiskripsikan lengan stabilitas

Semua orang yang berada di kapal pasti merasakan kapalnya bergoyang akibat gaya dari laut (the
force of the seas), maka akan melihat aksinya stabilitas. Apa menyebabkan kapal kembali ke posisi
awal setelah terjadi kemiringan akibat gaya-gaya dari laut tersebut ? Jawaban dari pertanyaan
tersebut adalah Stabilitas (Stability). Mari kita asumsikan suatu kapal dimuati lebih banyak pada
bagian atas. Kapal tersebut berada pada kondisi tender atau cranky. Goyangan (roll) kapal tersebut
pelan, itu dikatakan kapal memiliki kenderungan lemah untuk kembali ke posisi awal (upright
position). Stabilitas kapal tersebut kurang. Sedangkan pada kapal yang lain terkonsentrasi beban di
bagian bawah. Kapal tersebut Stiff; goyangannya cepat, menunjukan kecenderungan kembali ke
posisi awal. Artinya stabilitas kapal tersebut berlebihan. Untuk mendapatkan stabilitas suatu kapal
harus dimuati sedemikian rupa sehingga memiliki suatu kemudahan periode rolling (an easy rolling
period), tidak terlampau lambat tetapi tidak terlampau cepat. Suatu kapal dengan olengan terlampau
lambat memiliki stabilitas yang kurang dan kemungkinan tenggelam (capsize) pada kondisi yang
demikian, akibat cuaca buruk atau berbahaya (heavy weather or damage).

Suatu peryaratan kapal untuk melaut (a sea-going property of a ship) adalah “Stabilty” atau disebut
Stabilitas Kapal.

Stabilitas Kapal ialah Kemampuan suatu kapal (the ability of the ship) berdeviasi dari posisi
setimbang oleh suatu gaya luar untuk kembali ke posisi semula apabila aksinya berhenti (when this
action ceases).

Apabila dilihat pada arah melintang dan memanjang kapal maka dipelajari dua macam stabilitas,
yaitu :

49
1. Stabilitas melintang (transverse stability).
2. Stabilitas membujur (longitudinal stability).
Yang dimaksudkan dengan stabilitas melintang ialah stabilitas kapal diukur menurut pandangan
melintang kapal.

Yang dimaksudkan dengan stabilitas membujur ialah stabilitas kapal diukur pada pandangan
memanjang kapal.

Untuk mempelajari stabilitas kapal – melintang dan membujur - maka dikenal dua teori yakni : a)
Teori tentang Stabilitas Awal (Initial Stability) dan; b) Teori tentang Stabilitas Pada Sudut
Kemiringan Yang Besar (Stability at Large Inclination).

Stabilitas awal (the initial stability) diartikan bahwa stabilitas kapal diukur pada sudut kemiringan
sampai dengan 10 derajat.

Ada 2 konsep yang tidak dapat dihindari di dalam berteori tentang stabilitas kapal yakni : 1) Stabiltas
statis (Statical Stability); 2) Stabilitas dinamis (Dynamical Stability).

Stabilitas statis dicirikan oleh besarnya momen penegak (the righting moment) yang diperlukan
dalam suatu kemiringan kapal.

Stabilitas dinamis dicirikan oleh banyaknya kerja yang dibuat oleh momen penegak dalam proses
kemiringan.

Momen penegak (the righting moment) adalah momen daripada kopel gaya berat dan gaya
pengapungan apabila kapal dimiringkan terhadap sumbu horizontal kapal.

Stabiltas kapal pada kemiringan besar diartikan bahwa stabilitas kapal diukur pada sudut
kemiringan   10 0 . Dimaksudkan agar kita dapat mengetahui seberapa besar momen pembalik
dapat bekerja untuk mengembalikan kapal ketika dimiringkan ≥ 100 ke posisi awal.

Dalam menjelaskan tentang pengertian kemiringan, biasanya ada dua kata yang dipakai untuk
mendefinisikannya, yakni : 1) Heel dan; 2) List.

Suatu kapal dikatakan heel apabila kapal tersebut miring oleh bekerjanya gaya luar. Sebagai contoh,
kapal miring akibat gelombang.

Sedangkan kapal dikatakan list apabila kapal tersebut miring oleh bekerjanya gaya dari dalam kapal
itu sendiri. Sebagai contoh, kapal miring akibat berpindahnya beban di dalam kapal menurut arah
melintang kapal.

50
Kapal yang disebut list menurut arah membujur kapal
disama artikan dengan kapal Trim. Trim tidak hanya diukur
dengan satuan derajat tetapi juga oleh ukuran perbedaan
antara tinggi sarat haluan dan tinggi sarat buritan kapal.

2.1 Olengan dengan Displasemen Tetap


Kondisi kapal yang memiliki stabilitas adalah ditentukan
Gambar VI.3 Garis-garis Gaya Pada Titik
G dan Titik B oleh letak dua titik pada
kapal yaitu titik pusat gaya berat (the center of gravity), dan titik
pusat gaya apung (the center of buoyancy).

Pusat gaya berat (G) adalah titik pada mana semua gaya-gaya
vertikal ke bawah daripada berat kapal dianggap bekerja, atau pada
pusat masa daripada kapal. Sedangkan, pusat pengapungan (B)
adalah titik dimana semua gaya-gaya vertikal pendukung ke atas Gambar VI.1. Pergeseran B
(the vertically upward forces of support) atau buoyancy dianggap
bekerja. Apabila kapal miring akibat suatu gaya luar, titik G tidak bergeser dari tempatnya. Tetapi
yang bergeser adalah titik B sejak pusat volume lambung kapal yang terendam dan suatu baji
pengapungan (a wedge of buoyancy) berpindah dari satu sisi kapal ke sisi lainnya (gbr. V.1). Akibat
pergeseran titik B mengartikan bahwa arah gaya pengapungan ke atas akan memotong garis pusat
kapal (the center line), dimana titik perpotongan tersebut yang dinamakan metasenter atau titik
metasenter.

Pergeseran titik B merupakan hasil kecenderungan kapal untuk kembali ke posisi awal. Intensitas
daripada kecenderungan itu adalah suatu ukuran stabilitas kapal. Mengapa
pergeseran B dari posisi di bawah G menyebabkan kecenderungan pembalik ?
Jawabnya terletak dalam kopel. Suatu kopel adalah bentuk dimana dua kesamaan
gaya bekerja pada suatu bodi dalam arah yang berlawanan sepanjang garis paralel.

Semua kopel diekpresikan sebagai suatu gaya dikalikan panjang atau suatu momen. Gambar VI.2. Kopel

Pada kapal, kopel dicari oleh perkalian berat kapal dengan jarak tegak lurus dari G ke garis aksi B.
Kopel ini dikenal sebagai momen pembalik (the righting moment).

Sedangkan jarak GZ adalah lengan pembalik (righting arm). Jika diketahui displasemen berat kapal
, maka momen pembalik adalah :

Mr =  x GZ ; ton-meter ..................... pers. (VI.1)

51
Jadi Saudara tidak boleh melupakan bahwa momen pembalik mengungkapkan kecenderungan
stabilitas suatu kapal.

Momen penegak (the righting moment) adalah momen daripada kopel gaya berat dan gaya apung,
apabila kapal dimiringkan terhadap sumbu horizontal kapal.

Suatu kapal yang terapung di air pada kondisi tegak (the upright condition) kemungkinan akan
berada pada kesetimbangan berikut ini :

1. Suatu kondisi kesetimbangan stabil (a condition of stable equilibrium) yang disebut Stable.
2. Suatu kondisi kesetimbangan tidak stabil (a condition of unstable equilibrium) yang disebut
Unstable.

52
3. Suatu kondisi kesetimbangan netral (a condition of neutral equilibrium).

Letak C0 di atas G di bawah M

Kesetimbangan Stabil

Letak C0 di bawah G di bawah M

Kesetimbangan Stabil

Letak C0 di bawah G di atas M

Kesetimbangan Labil

53
Letak C0 di bawah G berimpit dengan M

Kesetimbangan Netral
Posisi titik G di atas lunas (KG atau zg) harus dihitung dan dibandingkan dengan letak M di atas lunas
(KM atau zm); jika KG dikurangkan dari KM maka menghasilkan GM. GM disebut tinggi metasenter
(the meacentric height) yang memberikan informasi tentang stabilitas awal (initial stability), atau
bagaimana unjuk kerja kapal di air. KM juga merupakan penjumlahan jarak titik B dari lunas (KB)
dengan jarak dari titik pusat gaya apung ke titik metasenter (BM atau zc). BM disebut juga radius
metasenter (the metacentric radii). Artinya jika kapal miring pada sudut kecil, B bergeser pada suatu
radius lingkaran yang berpusat pada titik M.

BM = KM - KB ; atau

KM = KB + BM ; ..................... pers. (VI.2)

Oleh karena GM = KM - KG ; maka

GM = KB + BM - KG ; ..................... pers. (VI.3)

Perhatikan gambar VI.4 :

Keadaan I (Case 1) . Titik B terletak di bawah G yaitu :

>

dimana :

= − < 0 dan

Pada case ini momen penegak > 0 yakni kapal stabil (the ship is stable).

Keadaan II (Case 2). Titik C0 terletak di bawah G yakni :

< ; dan titik M terletak di atas G yakni > , kemudian :

= − > 0 dan − = > − = ;

Pada case ini momen pembalik > 0 yakni kapal stabil.

Keadaan III (Case 3). Titik C0 terletak di bawah titik G, yaitu :

<

Dan titik M terletak di bawah titik G, yakni :

< , kemudian :

= − > 0 dan − = < − = ;


54
Pada case ini < 0 , jadi kapal tidak stabil (the ship is unstable).

Keadaan IV (Case 4). Titik C0 terletak di bawah titik G yakni :

< dan titik M berimpit dengan titik G, yakni :

= , kemudian :

= − > 0 dan − = = − = ;

Pada case ini momen pembalik = 0, kapal tidak stabil.

Dalam hal ini KB dan KM diperoleh dari diagram hidrostatik, sedangkan KG dapat dihitung dengan
terlebih membuat distribusi pembebanan.

Prosedur untuk mencari Tinggi Titik Pusat Berat Kapal (Vertical Center of Gravity, VCG) adalah
sebagai berikut :

1. Carilah KG dari setiap muatan, bahan bakar, air tawar, kompartemen gudang atau tangki
pada kapal. Itu sama saja dengan mencari KG dari setiap komponen DWT;
2. Kalikan jarak tersebut dengan beratnya masing-masing komponen. Berarti yang diperoleh
adalah momen berat;
3. Jumlahkan berat semua komponen DWT tersebut, termasuk komponen berat kapal kosong
(lightweight ship, LWT);
4. Jumlahkan momen berat DWT, termasuk momen berat LWT;
5. Bagilah total momen dengan total berat untuk memperoleh KG kapal.
Timbul pertanyaan : Bagaimanakah mencari titik pusat berat kompartemen ?

Di sini ada dua kasus : 1) bilamana kompartemen terisi penuh dengan muatan sejenis; dan 2)
bilamana hanya sebagian kompartemen terisi muatan sejenis, atau kompartemen terisi penuh
dengan muatan yang tidak sejenis. Pada kasus-kasus seperti tadi, kita harus mengetahui atau
mengestimasi G dari setiap muatan dan letaknya di atas lunas.

Sebagai contoh :

Ruang muat nomor 2 dimuati seperti pada gambar di bawah ini :

55
Gambar VI.5 Mencari Pusat Berat Ruang Muat # 2
Jika tinggi dasar ganda (double bottom) sebesar 1,2 m, berapakah VCG ?

Penyelesaian :

Berat, VCG, Momen,


Nama Jenis Muatan
(Ton) (meter) (Ton meter)

Pipa Baja 250 0,6 150

Rotan 50 2,2 110

Peralatan Mesin-mesin 100 2,8 280

Bahan Makanan 50 4,0 200

450 740

VCG = 740/450 = 1,64 meter. Dengan demikian VCG = 2,84 meter.

Itu berarti harus diketahui terlebih dahulu uraian setiap komponen LWT dan DWT kapal termasuk
letaknya. Pada kesempatan ini belum sempat dijelaskan tentang perhitungan KG secara rinci (nanti
dipelajari pada mata kuliah lainnya).

KG dapat juga titetapkan berdasarkan rumus empiris berikut :

KG =  H ; ..................... pers. (VI.4)

Dimana : H adalah tinggi geladak; a adalah suatu faktor tanpa satuan (a non-dimensional factor).
Faktor ini tergantung pada tipe dan struktur kapal serta kondisi pemuatan.

Praktisnya faktor  berkisar antara 0,5 – 1,0.

56
BAB IV
KURVA HIDROSTATIS II

Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan tiga hal utama yakni : (a) Momen Inersia
Memanjang, (b) Momen Inersia Melintang, (c) BM Melintang, (d) BM
Memanjang, (e) KM Memanjang,, (f) Displasemen disebebkan trim 1 cm, (g)
Momen yang mengubah trim 1 cm.

Kompetensi yang Akan Dicapai


1) Menghitung Momen Inersia Memanjang
2) Menghitung Momen Inersia Melintang
3) Menghitung BM melintang
4) Menghitung BM memanjang
5) Menghitung displasemen disebebkan trim 1cm
6) Menghitung momen yang mengubah trim 1cm

VI.3. Momen Inersia Luasan

Tanpa menelusuri asal mula daripada relasi yang dikenal dari teori mekanik kita dapat menulis
pernyataan untuk momen inersia bidang air (the moments of inertia of waterplane) terhadap
sumbu prinsipal dengan asumsi bahwa kapal terapung tegak dan pada kedudukan lunas sejajar
dengan garis air (even keel).

Pada sumbu prinsipal 0X (gbr.VI.6) :

L

2
2
Ix   y dx ; ..................... pers. (VI.5)
3

3
Gambar VI.6.
L

2

Aplikasi metode Simpson I :

2 1
I x  * * L * 2 *  ( f . y 3 ) ; .............................. pers. (VI.6)
3 3

Sedangkan momen inersia terhadap sumbu OY, dapat dicari dengan rumus :

57
L

2
I y  2  x 2 y.dx ; .............................. pers. (VI.7)
L

2

Rumus aplikasi Simpson I untuk menghitung Iy :

1
I y  2 * * L3 * 2 *  f . y.k 2 ; .............................. pers. (VI.8)
3
Sumbu OX merupakan sumbu prinsipal dan sentroidal, sedangkan sumbu OY hanya merupakan
sumbu prinsipal tetapi bukan sentroidal. Karena itu momen inersia terhadap sumbu sentroidal
tegak lurus OY dapat ditulis :

I f  I y  S .x 2f ; .............................. pers. (VI.9)

Dimana xf adalah absis titik pusat bidang air, dapat dihitung dengan rumus :

= ∫ ; dan rumus aplikasi Simpson I :

∑ ∗ ∗
=∆ ∗ ∑ ∗
; ..................... pers. (VI.10)

Tabulasi perhitungan momen inersia luas bidang air ditunjukan seperti pada tabel-5.

Pada prinsipnya momen inersia bidang air bervariasi sesuai dengan variasi tinggi sarat. Dengan
pertambahan tinggi sarat , luas bidang air umumnya juga bertambah dengan demikian
menyebabkan momen inersia bidang air juga akan bertambah bahkan sangat cepat. Gambar VI.7
memperlihatkan kurva-kurva momen inersia Ix dan If. Adalah penting untuk memilih skala yang
berbeda untuk kedua kurva ini sebab If sangat lebih besar daripada Ix. Keadaan ini dapat
diilustrasikan oleh suatu contoh yakni dengan mengambil
pontoon sebagai obyek kita. Pontoon memiliki bentuk garis
air persegi panjang dengan panjang L dan lebar B. Dengan
LB 3
demikian momen inersia pontoon itu adalah : I x  ;
12
L3 B
If  di mana ratio keduanya adalah :
12
Gambar VI.7.
2
If L
  .
Ix  B 

L
Nilai minimum daripada ratio pada suatu kapal adalah 4. Dengan demikian pada contoh kita ini,
B
momen inersia If akan menjadi 16 kali lebih besar daripada momen inersia Ix.

58
VI.4. Metasenter Kapal

Apabila kita anggap bahwa kapal mengalami olengan melintang (helling) dan membujur (trim) asal
saja sudut kemiringannya tidak melebihi 100 - biasanya disebut stabilitas awal (initial stability) - itu
berarti bahwa kapal sepertinya berayun pada suatu titik
yang disebut titik metasenter. Letak titik metasenter ini
akan sangat menentukan stabilitas kapal. Ada dua
metasenter yakni metasenter melintang (transverse
metacentre) dan metasenter memanjang (longitudinal
metacentre). Gambar VI.8 memperlihatkan letak
metasenter melintang kapal dengan sudut heling <
10 .

Gambar VI.8.
BM atau r adalah radius metasenter melintang (Transverse
of metacentre radii). Jika panjang busurnya ds dan sudut kemiringan (angle of inclination) d, maka
diperoleh rumus berikut ini :

ds I
BM  ; dimana ds  x d
d V
dengan demikian didapat rumus baru yakni :

Ix
BM  ; ..................... pers. (59)
V
Mengikuti penjelasan di atas kita mengambil kesimpulan bahwa prinsip kedua daripada metasenter
(gbr. VI.9) yakni untuk menentukan radius metasenter memanjang (BML atau R) dapat dicari
dengan rumus :

ds
BML  ;
d

di mana : d = sudut trim

atau

If
BML  ; ..................... pers. (VI.11) Gambar VI.9.
V
Dalam praktek radius metasenter memanjang untuk suatu kapal ada beberapa kali lebih besar
daripada radius metasenter melintang. Seperti halnya contoh sebelumnya dengan menggunakan
pontoon sebagai obyek, kita aka
2
R L
Ratio  
r B

59
Untuk hal-hal yang praktis dapat diambil BML berkisar antara BML  1,5  2,0 L , sedangkan

BM  16  13 B

Mengulangi pernyataan-pernyataan sebelumnya di atas untuk trim kita peroleh rumus metasenter
stabilitas memanjang (the metacentric formula of longitudinal stability) dalam bentuk yang berbeda
sebagai berikut :

=Δ ;

Atau

= Δ ;

Dimana  dinyatakan dalam radian. H0 adalah tinggi metasenter memanjang atau tinggi metasenter
besar (the longitudinal or large metacentric height) dapat dinyatakan seperti rumus berikut :

= + − ; ..................... pers. (VI.12)

= − ; ..................... pers. (VI.13)

= − ..................... pers. (VI.14)

Dimana : = − ; dan = +

Dengan menguji rumus-rumus metasenter stabilitas kita tiba pada kesimpulan bahwa tinggi
metasenter melintang h0 dan tinggi metasenter memanjang H0 pada suatu displasemen tertentu
maka momen pembaliknya besar, oleh karena itu besar stabilitas kapal.

Sebagai ukuran stabilitas adalah memungkinkan juga untuk mengambil perkalian berat kapal
dengan tinggi metasenter melintang, *h0 yang disebut sebagai Koefisien Stabilitas (The
Coefficient of Stability).

Tabulasi perhitungan metasenter kapal dapat di tabel-5.

60
VI.5. Lengan Stabilitas

Dikenal ada beberapa istilah menyebut lengan stabilitas yang


berlaku pada suatu kapal yang dimiringkan, yakni :

1) Lengan stabilitas statis (the lever of statical stability);


2) Lengan stabilitas bentuk (the lever of form stability);
3) Lengan stabilitas berat (the lever of weight stability);
4) Lengan stabilitas dinamis (the lever of dynamical stability).
Pada gbr. VI.10, lengan stabilitas statis dirumuskan sebagai berikut
Gambar VI.10
= = = sin ; ..................... pers. (VI.15)

Lengan stabilitas bentuk dirumuskan sebagai berikut :

= = cos + ( − ) sin ; . .................... pers. (VI.16)

Lengan stabilitas berat dirumuskan sebagai berikut :

= = sin ; ..................... pers. (VI.17)

Lengan stabilitas dinamis dinyatakan oleh integral tentu daripada lengan stabilitas statis dan lengan
stabilitas statis adalah turunan daripada lengan stabilitas dinamis (the derivative of the lever of
dynamical stability) dengan memperhatikan sudut kemiringan.

=∫ ; ..................... pers. (VI.18)

Dengan demikian jika diturunkan pers. (VI.18) yakni : = ;

Mari kita cari pernyataan analitik untuk lengan stabilitas dinamis. Perhatikan gambar VI.10 :

= ;

= − ;

Turunan kedua daripada lengan stabilitas dinamis dengan memperhatikan sudut kemiringan adalah
sama dengan tinggi metasenter :

"
=ℎ= ; ..................... pers. (VI.19)

Pembahasan lebih jauh tentang lengan stabilitas akan diberikan pada pokok bahasan tentang
stabilitas pada sudut kemiringan besar (stability at large inclination).

61
BAB V
KURVA BONJEAN DAN KAPALSITAS

VIII.1.1. Bonjean
Suatu kapal yang terapung, seperti halnya benda yang lain, memiliki enam derajat kebebasan.
Dengan demikian disebutkan bahwa sesuatu pergerakan (any movement) dapat diubah ke
dalam pergerakan-pergerakan dalam hubungan dengan tiga sumbu orthogonal, tiga translasi
dan tiga rotasi. Dengan suatu pengetahuan tentang
setiap enam pergerakan itu, sesuatu kombinasi
pergerakan kapal dapat ditaksir. Prinsip tiga sumbu
tidak asing lagi bagi kita. Pergerakan tersebut sebagai
berikut :
1) Fore and aft translation is termed surge.
Gambar VIII.1
2) Transverse translation is termed sway.
3) Vertical translation is termed heave.
4) Rotation about a fore and aft axis is termed heel or roll.
5) Rotation about a transverse axis is termed trim or pitch.
6) Rotation about a vertical axis is termed yaw.
The terms heel and trim are used in static or quasi-static conditions.
Dalam mempelajari tentang permasalahan pengapungan (flotation) kita akan membatasi
untuk pemeriksaan terhadap dua pergerakan, yaitu :

a) Perilaku pergerakan sepanjang satu sumbu tegak, Oz dalam bidang Oxz;


b) Rotasi dalam bidang Oxz terhadap satu sumbu horisontal melintang Oy.

Salah satu yang hendak kita pelajari di sini adalah bagaimana menentukan luas bidang gading-
gading kapal. Luas semua gading kapal  dapat dihitung dan disajikan berupa suatu kumpulan
kurva-kurva integral (a set of integral curves). Kumpulan kurva-kurva itu disebut Skala Bonjean
(Bonjean Scale) atau dikenal dengan nama Kurva Bonjean.
Dengan kata lain kurva bonjean merupakan grafik luas bidang gading (station) dari setiap
gading yang dihitung dari garis dasar (base line) sampai dengan garis geladak.
Manfaat kurva bonjean antara lain adalah guna menentukan kapasitas, menentukan jarak
antara sekat kedap air, dan merencanakan peluncuran suatu kapal.

62
VIII.1.2. Kapasitas
Salah satu karakteristik dasar suatu kapal adalah ukuran muatan yan pantas diangkut. Jadi ada
pertanyaan mendasar akan muncul : a) Apakah volume ruang cukup untuk pemuatan – atau
kapasitas muat (cargo capacity) ? b) Berapakah berat muatan dapat diangkut pada tinggi sarat
penuh - atau muatan bobot mati (cargo deadweight) ?
Dengan pertimbangan bahwa kapasitas adalah termasuk volume dari semua ruang muat, ruangan
gudang-gudang dan tangki-tangki dan lokasi vertical, longitudinal, dan tranversal daripada pusat
setiap ruangan yang memungkinkan untuk mencari berat (dan pusat titik berat) dari variable berat,
atau bobot mati kapal. Informasi ini diperlukan untuk mengecek kecukupan ukuran kapal, dan
untuk menentukan trim karakteristik stabilitas. Perhitungan ini disebut perhitungan kapasitas dan
mudah untuk menggambarkan kurva dan rencana kapasitas (lead to capacity curves and plans).
Biasanya apabila kita membicarakan tentang kapasitas kapal, maka dikenal ada beberapa
pengertian kapasitas sebagai berikut :
 Moulded Capacity;
 Grain Capacity;
 Bale Capacity; dan
 Insulated Capacity (Insulated Volume).
Moulded Capacity adalah volume bagian dalam satu kompartemen, tanpa mengabaikan stiffeners,
frames, brackets, beams, girder, dan lain-lain.

Grain Capacity adalah Moulded Capacity dikurangi stiffeners, frames, brackets, beams, girder, dan
lain-lain. Pengurangan itu sampai sebesar 1,5 % dari Moulded Capacity. Karena itu :

Grain Capacity = 98,5 % * Moulded Capacity, m3.

Bale Capacity adalah volume yang diukur sampai ke bagian dalam gading-gading, ke permukaan
bagian bawah dari balok-balok (beams) dan ke bagian atas dari pada langit-langit tangki atas (the
tank top ceiling). Diperkirakan 10 % lebih kecil dibandingkan dengan Grain Capacity. Olehnya :

Bale Capacity = 90 % * Grain Capacity, m3.

Insulated Capacity (Insulated Volume) adalah volume yang memperhitungkan isolasi yang dibangun
di dalam satu kompartemen. Biasanya dipasang pada kapal-kapal khusus. Ketebalan daripada
isolasi tersebut berkisar antara 200 sampai 300 mm. Itu diperkirakan 25 % daripada Moulded
Capacity. Oleh karena itu :

Insulated Capacity = 75 % * Moulded Capacity, m3.

63
VIII.2. Menghitung Luas Stasion Setiap WL

Ordinat kurva bonjean yang tidak lain adalah luas stasion (station area) atau disebut juga luas

penampang melintang (sectional area) atau luas bidang gading  kapal, dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

T
   y.dz ; m2 .............................. pers. (VIII.1)
0

T
Aplikasi Simpson-I :  
3
 ( f * y) .............................. pers. (VIII.2)

Dimana :

y - setengah lebar gading kapal, (diambil dari tabel offset/gbr rencana garis)

T - tinggi sarat kapal, m.

f - faktor perkalian Simpson-I : 1, 4, 1.

T - perubahan tinggi sarat atau jarak garis air = T/jumlah WL, m.

Dari Skala Bonjean dapat menyederhanakan masalah untuk menghitung displasemen V dan absis
titik pusat boyansi suatu kapal xc yang terapung dengan posisi trim. V dapat dihitung dengan rumus
pada pers.V.19 dan xc dapat dihitung dengan rumus pada pers.25.

VIII.2.1. Model Tabulasi Perhitungan Luas Stasion

Berdasarkan rumus VIII.2.2, perhitungan luas stasion atau luas bidang gading dari tiap-tiap gading
dapat ditabulasikan dalam beberapa bentuk tabel.

Tabel Model-I :

Luas bidang daripada semua gading dihitung sekaligus untuk setiap perubahan tinggi sarat
(perhatikan Tabel-1).

Tabel-1 Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-1 (0-1)

No.WL 0 0,5 1

Faktor Bidang (f) T  (y*f)  0-1


1 4 1

No.Gad y yf Y yf y yf

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]

64
Data Pehitungan Rumus Perhitungan

LBP = ….. m  = 0
T
y dz m2

B = ….. m  = 2/3 * T *  (y*f) m2

T = ….. m 2
= ∗ [8] ∗ [9] m2
3

H = ….. m

T = ..... m

Tabel-1a Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-2 (0-2)

No.WL 0 1 2

Faktor Bidang (f) T  (y*f)  0-2


1 4 1

No.Gad y yf y yf y yf

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]

Data Pehitungan Rumus Perhitungan

LBP = ….. m  = 0
T
y dz m2

B = ….. m  = 2/3 * [8] * [9] m2

T = ….. m

H = ….. m

T = ..... m

65
Tabel-1b Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari Garis WL-O Sampai WL-3 (0-3)

No.WL 1 2 3

Faktor Bidang (f) T  (y*f)  0-3 =


1 4 1

No.Gad y yf y yf y yf

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]

Data Pehitungan Rumus Perhitungan

LBP = ….. m  = 0
T
y dz m2

B = ….. m  = 2 m2
∗ [8] ∗ [9]
3

T = ….. m

H = ….. m [11] = [10] + 0-1

T = ..... m

Tabel-1c Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-4 (0-4)
No.WL 2 3 4

Faktor Bidang (f) T  (y*f)  0-4 =


1 4 1

No.Gad y yf y yf y yf

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]

Data Pehitungan Rumus Perhitungan

LBP = ….. m  = 0
T
y dz m2

B = ….. m  = 2/3 * [8] * [9] m2

66
T = ….. m

H = ….. m [11] = [10] + 0-2

T = ..... m

Catatan :

Luas bidang gading harus dihitung sampai dengan geladak.

Tabel-1d Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal Dari WL-O Sampai WL-2 (0-2)

(Apabila letak gading seperti pada gbr 2 di bawah ini)

No.WL 0 1 1’ 1” 2

Faktor 1 4 T y*f  0-2


Bidang (f) 1
1 4

No.Ord y yf y yf y yf y yf y yf

Data Pehitungan Rumus Perhitungan

LBP = ….. m  = 0
T y dz m2

B = ….. m  = 2/3 * T *  (y*f) m2

T = ….. m

H = ….. m

Gambar VIII.2.

67
Model – 2 :

Perhitungan luas bidang gading dihitung serentak dari WL-0 sampai dengan Geladak

Tabel-2 Perhitungan Luas Bidang Gading Kapal (0-Geladak)

GADING NOMOR : 0 GADING NOMOR : 1

No.WL y f Y*f T   No.WL y f Y*f T  

0 1 0 1

½ 4 ….. ….. ½ 4 ….. …..

1 1 1 1

 ….. …..  ….. …..

1 1 1 1

2 4 ….. ….. 2 4 ….. …..

3 1 3 1

 ….. …..  ….. …..

.. ..

.. ..

.. ..

.. ..

.. ..

 ….. …..  ….. …..

T 1 T 1

H-T/2 4 ….. ….. H-T/2 4 ….. …..

Geladak 1 Geladak 1

 ….. …..  ….. …..

Dan seterusnya sampai luas seluruh gading dapat dihitung.

Contoh 1 : Perhitungan Luas Bidang Gading (Menggunakan Tabel Offset)

Diketahui tabel offset suatu kapal sebagai berikut :

68
Sumber : Anonimous. Ship Drawing. Japan International Cooperation Agency

Contoh Tabel Offsets


Ditanya : Apabila diketahui T = 1 meter, hitunglah LBG sampai dengan WL-3

Penyelesaian :

Menggunakan Tabel Model-1

No. WL 0,0 0,5 1 No. WL 0,0 1,0 2,0


Faktor ∆T Σ(y*f) ∆ ω ω0− 1 Faktor ∆T Σ(y*f) ∆ ω ω0− 2
1 4 1 1 4 1
bidang bidang
No.Ord y y*f y y*f y y*f No.Ord y y*f y y*f y y*f
A 0,00 0,00 0,00 0,0 0,00 0,0 0,5 0,0 0,0 0,000 A 0,0 0,00 0,0 0,00 0,00 0,00 1,0 0,00 0,00 0,00
AP 0,00 0,00 0,00 0,0 0,00 0,0 0,5 0,0 0,0 0,000 AP 0,0 0,00 0,0 0,00 0,00 0,00 1,0 0,00 0,00 0,00
1/4 0,00 0,00 0,152 0,608 0,114 0,114 0,5 0,722 0,241 0,241 1/4 0,0 0,00 0,114 0,456 0,090 0,090 1,0 0,546 0,364 0,364
1/2 0,00 0,00 0,362 1,448 0,415 0,415 0,5 1,863 0,621 0,621 1/2 0,0 0,00 0,415 1,660 0,540 0,540 1,0 2,200 1,467 1,467
3/4 0,00 0,00 0,619 2,476 0,785 0,785 0,5 3,261 1,087 1,087 3/4 0,0 0,00 0,785 3,140 1,124 1,124 1,0 4,264 2,843 2,843
1 0,00 0,00 0,937 3,748 1,27 1,27 0,5 5,018 1,673 1,673 1 0,0 0,00 1,270 5,080 1,816 1,816 1,0 6,896 4,597 4,597
1 1/2 0,00 0,00 1,878 7,512 2,518 2,518 0,5 10,03 3,343 3,343 1 1/2 0,0 0,00 2,518 10,072 3,443 3,443 1,0 13,515 9,010 9,010
2 0,00 0,00 3,225 12,9 4,013 4,013 0,5 16,913 5,638 5,638 2 0,0 0,00 4,013 16,052 5,053 5,053 1,0 21,105 14,070 14,070
2 1/2 0,00 0,00 4,7 18,8 5,43 5,43 0,5 24,23 8,077 8,077 2 1/2 0,0 0,00 5,430 21,720 6,305 6,305 1,0 28,025 18,683 18,683
3 0,00 0,00 6,035 24,14 6,686 6,686 0,5 30,826 10,275 10,275 3 0,0 0,00 6,686 26,744 7,359 7,359 1,0 34,103 22,735 22,735
4 0,00 0,00 7,463 29,852 7,77 7,77 0,5 37,622 12,541 12,541 4 0,0 0,00 7,770 31,080 7,850 7,850 1,0 38,930 25,953 25,953
5 0,00 0,00 7,463 29,852 7,77 7,77 0,5 37,622 12,541 12,541 5 0,0 0,00 7,770 31,080 7,850 7,850 1,0 38,930 25,953 25,953
6 0,00 0,00 7,463 29,852 7,77 7,77 0,5 37,622 12,541 12,541 6 0,0 0,00 7,770 31,080 7,850 7,850 1,0 38,930 25,953 25,953
7 0,00 0,00 6,556 26,224 7,022 7,022 0,5 33,246 11,082 11,082 7 0,0 0,00 7,022 28,088 7,462 7,462 1,0 35,550 23,700 23,700
7 1/2 0,00 0,00 5,633 22,532 6,19 6,19 0,5 28,722 9,574 9,574 7 1/2 0,0 0,00 6,190 24,760 6,800 6,800 1,0 31,560 21,040 21,040
8 0,00 0,00 4,438 17,752 5,07 5,07 0,5 22,822 7,607 7,607 8 0,0 0,00 5,070 20,280 5,762 5,762 1,0 26,042 17,361 17,361
8 1/2 0,00 0,00 3,055 12,22 3,692 3,692 0,5 15,912 5,304 5,304 8 1/2 0,0 0,00 3,692 14,768 4,420 4,420 1,0 19,188 12,792 12,792
9 0,00 0,00 1,391 5,564 2,127 2,127 0,5 7,691 2,564 2,564 9 0,0 0,00 2,127 8,508 2,800 2,800 1,0 11,308 7,539 7,539
9 1/4 0,00 0,00 0,481 1,924 1,352 1,352 0,5 3,276 1,092 1,092 9 1/4 0,0 0,00 1,352 5,408 1,926 1,926 1,0 7,334 4,889 4,889
9 1/2 0,00 0,00 0,33 1,32 0,643 0,643 0,5 1,963 0,654 0,654 9 1/2 0,0 0,00 0,643 2,572 1,077 1,077 1,0 3,649 2,433 2,433
9 3/4 0,00 0,00 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,000 9 3/4 0,0 0,00 0 0,280 0,280 1,0 0,280 0,187 0,187
FP 0,00 0,00 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,000 FP 0,0 0,00 0 0 1,0 0 0 0

69
Menggunakan Tabel Model-2
NOMOR GADING : 1/4 NOMOR GADING : 1/2
No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω
0 0,000 1 0,000 0 0,000 1 0,000
0,5 0,152 4 0,608 0,5 0,241 0,241 0,5 0,362 4 1,448 0,5 0,621 0,621
1 0,114 1 0,114 1 0,415 1 0,415
Σ 0,722 Σ 1,863
0 0,000 1 0,000 0 0,000 1 0,000
1 0,114 4 0,456 1 0,364 0,364 1 0,415 4 1,66 1 1,467 1,467
2 0,090 1 0,09 2 0,540 1 0,54
Σ 0,546 Σ 2,2
1 0,114 1 0,114 1 0,415 1 0,415
2 0,090 4 0,36 1 0,391 0,632 2 0,540 4 2,16 1 2,208 2,829
3 0,113 1 0,113 3 0,737 1 0,737
Σ 0,587 Σ 3,312

NOMOR GADING : 3/4 NOMOR GADING : 1


No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω
0 0,000 1 0,000 0 0,000 1 0,000
0,5 0,619 4 2,476 0,5 1,087 1,087 0,5 0,937 4 3,748 0,5 1,673 1,673
1 0,785 1 0,785 1 1,27 1 1,27
Σ 3,261 Σ 5,018
0 0,000 1 0,000 0 0 1 0
1 0,785 4 3,14 1 2,843 2,843 1 1,27 4 5,08 1 4,597 4,597
2 1,124 1 1,124 2 1,816 1 1,816
Σ 4,264 Σ 6,896
1 0,785 1 0,785 1 1,27 1 1,27
2 1,124 4 4,496 1 4,517 5,604 2 1,816 4 7,264 1 7,256 8,929
3 1,495 1 1,495 3 2,350 1 2,35
Σ 6,776 Σ 10,884

NOMOR GADING : 1 1/2 NOMOR GADING : 2


No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω No. WL y f Y*f ∆T ∆ω ω
0 0,000 1 0,000 0 0,000 1 0,000
0,5 1,878 4 7,512 0,5 3,343 3,343 0,5 3,225 4 12,9 0,5 5,638 5,638
1 2,518 1 2,518 1 4,013 1 4,013
Σ 10,03 Σ 16,913
0 0,000 1 0,000 0 0,000 1 0,000
1 2,518 4 10,072 1 9,010 9,010 1 4,013 4 16,052 1 14,070 14,070
2 3,443 1 3,443 2 5,053 1 5,053
Σ 13,515 Σ 21,105
1 2,518 1 2,518 1 4,013 1 4,013
2 3,443 4 13,772 1 13,669 17,012 2 5,053 4 20,212 1 20,030 25,668
3 4,213 1 4,213 3 5,820 1 5,82
Σ 20,503 Σ 30,045

Tugas PR : Saudara diminta untuk melengkapi perhitungan-perhitungan di atas.

Perhatian ! Bahwa dalam praktek, untuk perhitungan luas bidang gading suatu kapal, Saudara hanya
menggunakan satu dari model tabel di atas.

Contoh 2 : Perhitungan Luas Bidang Gading (Menggunakan Metode Dua Arah)

70
DISPLACEMENT TABLE
(Displasemen dicari oleh penjumlahan luas dalam dua arah yaitu vertikal dan horisontal dan untuk itu kedua jawaban harus sama.
Hanya beberapa gading dan bidang air digunakan di contoh khusus ini, tetapi jumlahnya bisa diperbanyak sesuai yang diperlukan)

0 ft W.L 2 ft W.L 4 ft W.L


S.M Moment of Volume
Section S.M Levers Total Products Volume Products
1 4 1 Products
Ord. Area product Ord. Area product Ord. Area product
[1] [2] [3] [4] [5] = [2]*[4] [6] [7] = [2] * [6] [8] [9] = [2] * [8] [10] = [4]+[6]+[8] [11] = [2] * [10] [12] = [3] * [11]
0 1/2 3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
(AP) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1/2 2 2 1/2 2.56 5.12 4.86 9.72 7.46 14.92
2.56 19.44 7.46 29.46 58.92 147.30
1 1 1/2 2 3.68 5.52 8.74 13.11 9.68 14.52
3.68 34.96 9.68 48.32 72.48 144.96
2 4 1 5.00 20.00 11.84 47.36 12.62 50.48
5.00 47.36 12.62 64.98 259.92 259.92
3 2 0 5.00 10.00 11.84 23.68 12.62 25.24
5.00 47.36 12.62 64.98 129.96 552.18
4 4 1 5.00 20.00 11.84 47.36 12.62 50.48
5.00 47.36 12.62 64.98 259.92 259.92
5 1 1/2 2 4.12 6.18 9.16 13.74 10.00 15.00
4.12 36.64 10.00 50.76 76.14 152.28
5 1/2 2 2 1/2 3.16 6.32 5.42 10.84 8.12 16.24
3.16 21.68 8.12 32.96 65.92 164.80
6 1/2 3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
(FP) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Sum of products 73.14 165.81 186.88 923.26 577.00

S.M 1.00 4.00 1.00

Volume products 73.14 663.24 186.88 923.26

Levers 0 1 2

Moment products 0.00 663.24 373.76 1037.00

Displacement multipliers 0.1524

Displacement 141

1037
KB : = . . = 2 2.25
923.26
577.00 − 552.18
LCB : ℎ = . .ℎ = 12 0.32
923.26

Keterangan : Displacement multipliers =


2 x 1/3 x C.I. horizontally x 1/3 x C.I. vertically x 1/35 =
2 x 1/3 x 12 x 1/3 x 2 x 1/35 =
0,1524
Displacement to 4 ft W.L. = 923.26 x 0.1524 = 141 tons in S.W.

71
Contoh Perhitungan V, LCB dan KB

Table : A Bonjean Sheet

Station Simpson Sectional Area, Function of Moment of Moment Function of


Lever arm, Ji
No. multiplier Ai area MS, above BL moment
[1] [2] [3] [4] [5]=[2]*[4] [6]=[3]*[5] [7] [8] = [2]*[7]
0 0.5 -5 0.23 0.12 -0.58 0.37 0.19
1/2 2 -4.5 0.68 1.36 -6.12 0.93 1.86
1 1.5 -4 1.04 1.56 -6.24 1.45 2.18
2 4 -3 2.99 11.96 -35.88 3.83 15.32
3 2 -2 2.21 4.42 -8.84 3.11 6.22
4 4 -1 2.62 10.48 -10.48 3.76 15.04
5 2 0 2.68 5.36 0.00 3.93 7.86
6 4 1 2.42 9.68 9.68 3.68 14.72
7 2 2 2.09 4.18 8.36 3.29 6.58
8 4 3 1.51 6.04 18.12 2.47 9.88
9 1.5 4 0.87 1.31 5.22 1.45 2.18
9 1/2 2 4.5 0.43 0.86 3.87 0.77 1.54
10 0.5 5 0.03 0.02 0.08 0.06 0.03
Jumlah 57.34 -22.81 83.59

V = (2/3) * 1.55 * 57.34 = 59.25 m3


LCB = (-22.81/57.34) * 1.55 = -0.617 m
KB = (83.59/57.34) = 1.458 m

VIII.4. MENGHITUNG KAPASITAS


Mengawali kita belajar untuk melakukan perhitungan kapasitas, terlebih dahulu
diperkenalkan tentang prinsip-prinsip pemuatan. Dalam hal ini kita kenal ada lima prinsip
pemuatan sebagai berikut :
1. Melindungi kapal;
2. Melindungi muatan;
3. Melindungi ABK dan Buruh;
4. Pemanfaatan ruang muat secara maksimal/full and down;
5. Pemuatan secara sistematis (cepat dan teratur).

Melindungi kapal
Pembagian muatan secara tegak (vertical)
 Apabila muatan dipusatkan di atas, stabilitas kapal kecil, kapal langsar (tender).
 Apabila muatan dipusatkan di bawah, stabilitas kapal besar, kapal kaku (stiff).

72
Sedangkan pembagian muatan secara membujur (longitudinal)
 Menyangkut masalah Trim (perbedaan sarat/draft depan dan belakang)
 Mencegah terjadinya HOGGING : apabila muatan dipusatkan pada ujung – ujung
kapal (palka depan dan palka belakang) dan SAGGING : apabila muatan dipusatkan
di tengah kapal (palka tengah).
Pembagian muatan secara melintang (transversal)
 Mencegah kemiringan kapal. Apabila muatan banyak di lambung kanan, kapal akan
miring ke kanan (starboard side) dan sebaliknya di lambung kiri (port side).
Deck load capacity terutama untuk geladak antara (tween deck).
 Kemampuan geladak untuk menyangga muatan (DLC = Deck Load Capacity)
terutama untuk geladak antara (tween deck).
Melindungi Muatan
Melindungi kapal dari :
 Penanganan muatan;
 Pengaruh keringat kapal;
 Pengaruh muatan lain;
 Pengaruh gesekan dengan kulit kapal;
 Pengaruh gesekan dengan muatan lain;
 Pengaruh kebocoran muatan;
 Pencurian;
 Untuk dapat melindungi muatan dengan sebaik mungkin, dilakukan dengan;
Pemisah muatan yang sempurna; penerapan (dunnage) yang tepat sesuai dengan
jenis muatannya.
Melindungi ABK dan Buruh
Melindungi ABK dan buruh dapat dilakukan dengan melengkapi alat – alat bongkar
muat yang sesuai dengan standard dan sesuai dengan jenis muatan yang
dibongkar/dimuat serta melengkapi ABK dan Buruh dengan alat keselamatan.
Pemanfaatan Ruang Muat Secara Maksimal/Full and Down
 Dengan memuat secara maksimal sesuai kapasitas ruang muat adalah untuk membuat
broken stowage yang sekecil mungkin;
 Penggunaan filler cargo yakni muatan yang dipakai untuk mengisi ruangan yang
tidak bisa dipakai (mengisi broken stowage);
 Perencanaan ruang muat yang tepat, pemilihan ruang muat sesuai dengan muatannya.
73
Pemuatan Secara Sistematis
Untuk melindungi muatan dengan mencegah terjadinya :
 Long hatch = keterlambatan bongkar muat, karena terlambat di salah satu palka;
 Over carriage = keadaan dimana suatu muatan terbawa melewati pelabuhan
bongkarnya karena kelalaian dalam membongkar;
 Over stowage = keadaan dimana suatu muatan akan dibongkar berada di bagian
bawah dari muatan pelabuhan berikutnya.

VIII.4.1. Menghitung Grain Capacity (GC) dan Bale Capacity (BC) Berdasarkan
Metode Kapal Pembanding
Anggapan awal dari total GC adalah dari sekat ceruk haluan (the fore peak bulkhead) sampai
ke sekat ceruk buritan (the aft peak bulkhead). GC juga sudah termasuk volume ruangan
yang bukan untuk muatan seperti ruang mesin, cerobong dan lain-lain. Asumsikan untuk
kapal contoh (basic ship) bahwa total volume tersebut sebagai ‘GB’. Untuk memperoleh nilai
ekivalen kapal rancang baru yang sama ‘GD’ digunakan rumus berikut ini :

∗ ∗ ∗ @
G =G m ; .............................. pers. (VIII.3)
∗ ∗ ∗ @

Dimana :
GD dan GB diukur dalam m3;
L = panjang antara garis tegak (LBP), m;
B = lebar kapal (breadth moulded), m;
CB = koefisien blok;
SLWL = Garis air muat musim panas (Summer Loaded Waterline), m.

′D = Depth Mld + + − Tank top height − tank top ceiling ;

= Mean camber of uppermost continous deck ;

= mean sheer of uppermost continous deck ;

74
Contoh :
Diketahui ukuran dari satu kapal contoh dan satu kapal rancang baru sebagai berikut :
Item Kapal Contoh Kapal Baru

LBP (m) 134,0 137,0

Br. Mld (m) 18,50 19,50

Depth Mld (m) 12,00 12,20

Grain Capacity (m3) 17.600 -

Tank Top (m) 1,25 1,40

CB@ SLWL 0,760 0,745

Deck sheer for’d (m) 2,52 3,20

Deck sheer aft (m) 1,20 1,46

Deck camber (m) 0,38 0,46

Tank ceiling (m) 0,06 0,06

None cargo spaces (m3) 3.700 4.490

Berapakah grain capacity (GC) dan bale capacity (BC) kapal rancangan ?
Penyelesaian :

′ = ℎ + + − ℎ −

;
Untuk kapal contoh :
, , ,
′ = 12.00 + + − 1,25 − 0,06 = 11,50 ;

= + = 17.600 + 3.700 = 21.300 ;


Untuk kapal rancangan :
, , ,
′ = 12,20 + + − 1,40 − 0,06 = 11,75 ;

∗ ∗ ∗ @
= ;
∗ ∗ ∗ @

Sehingga dapat dihitung :


75
∗ , ∗ , ∗ ,
= 21.300 ∗ , ∗ , ∗ ,
= 22.990 ;

Nilai ini harus dikurangi dengan ruangan yang bukan ruang muat (the none-cargo spaces)
dari kapal rangangan.
Dengan demikian diperoleh :
= 22.900 − 4.490 = 18.500 ;
Telah diketahui bahwa Bale Capacity adalah sebesar 90 % * GC, maka diperoleh :
BC = 90 % * 18.500 = 16.650 m3.
Catatan :
Ada beberapa text books, nilai CB dihitung pada 85 % Depth Mld untuk kedua kapal (contoh
dan rancangan). Table berikut ini menunjukkan contoh data tersebut :

Tipe kapal CB@SLWL CB@85%Depth Mld

VLCCs 0,825 0,837

Oil Tankers 0,800 0,812

Large Bulk Carriers 18,25 0,837

Small Bulk Carriers 0,775 0,787

General Cargo Ships 0,700 0,711

VLCCs : Very Large Crude Carriers

Kapasitas Pemuatan Minyak untuk Kapal Tanker


Volume total untuk seluruh jaringan pemuatan tangki dari atu kapal tanker dapat dihitung
oleh persamaan berikut ini :
= ∗ ∗ ∗ ∗ 1,16 ; .............................. pers. (VIII.4)

Dimana :
Vt = Cargo oil tans + water tank capacity,
Lt = length over cargo tanks network,
CB = block coefficient@SLWL,
Dt = dept of cargo tanks at amidships,

76
1.16 = satu koefisien modifikasi bentuk lambung kapal tanker, didasari pada hasil
kajian pembangunan dan dinas kapal. Itu dihubungkan dengan besarnya
badan jajar tengah (the amount of parallel body) tipe kapal rancangan ini.
Untuk beberapa kapal Tanker memiliki badan jajar tengah dapat mencapai 65
% * LBP.
Contoh :
Informasi dari satu Kapal Tangki Minyak (An Oil Tanker) sebagai berikut :
LBP = 264 m; Br. Mld = 40,7 m; Depth Mld = 22,00 m; SLWL = 16,75 m; W = 151.000
ton; CB@SLWL= 0,820; tangki air ballast di dalam jaringan tangki pemuatan (the cargo
tank network) = 15.000 m3; panjang tangki ceruk haluan = 10 m; panjang Deep tank haluan
= 10 m; panjang ruang mesin = 31 m; volume dasar ganda di bawah jaringan tangki utama
= 16.000 m3; pengaruh ekspansi panas di dalam tangki muat diizinkan sebesar 2 %.
Hitunglah Kapasitas Pemuatan Minyak daripada kapal tanker ini.
= − − − − = 264 −
10 − 10 − 10 − 31 = 203 ;
Penyelesaian :
Vt = 203 * 40,7 * 22 * 0,820 * 1,16 = 172.896 m3

- Kapasitas air balast = - 15.000 m3

- Kapasitas dasar ganda = - 16.000 m3

Kapasitas tangki pemuatan minyak = 141.896 m3

- 2 % ekspansi akibat pemanasan = - 2.838 m3

Kapasitas tangki pemuatan minyak = 139.058 m3


(akhir)

Perhitungan Kapasitas untuk Bulk Carrier


Perhitungannya dapat dikerjakan mirip dengan menyelesaikan masalah Kapal Tangki
Minyak. Contoh soal berikut ini cara menghitungnya.
Contoh :
Satu kapal Bulk Carrier dengan DWT yang diusulkan sebesar 60.000 ton, memiliki data
sebagai berikut :
77
LBP = 235 m; Br. Mld = 31,5 m; Depth Mld = 18,0 m; CB@SLWL = 0,827; panjang Tangki
Ceruk Haluan = 11,75 m; panjang Tangki Ceruk Buritan = 8,25 m; panjang ruang mesin =
30,00 m; tinggi Camber di gelada katas = 0,60 m; sheer di geladak atas = 0; koefisien bentuk
lambung = 1,19; tank top = 2 m di atas alas (above base).
Hitunglah volume total; termasuk panjang ruang muat di bawah gelada katas (under the
upper deck) dan di atas tank top.
Penyelesaian :
Ambilkan panjang pemuatan = Lh.
= − − − ℎ ℎ = 235 −
11,75 − 8,25 − 30,00 = 185 ;
,
= ℎ − − − ℎ ℎ = 18.00 − −

0 − 2.00 = 15,70 ;
= ∗ ∗ ∗ @ ∗ = 185 ∗
31,5 ∗ 15,70 ∗ 0,827 ∗ 1,19 = 90.040 ;
Stowage Factor (SF)
SF adalah jumlah ruangan dalam kaki kubik atau meter kubik yang digunakan memadat
muatan seberat 1 ton.
Table di bawah ini memberikan data SF berbagai jenis muatan.
Tabel Stowage Factor, m3 per ton
Item Packing m3/t Item Packing m3/t

Apples Boxes 2,23 Lead, Pig Neat 0,22


Stowage

Autos Assembled and 7,52 Lard Boxes 1,25


Uncrated

Barbed Wire Rolls 1,53 Machinery Crated 1,39

Bauxite Bulk 1,07 Meat Cold Storage 2,65

Beans Bags 1,67 Molasses Bulk 0,74

Beer Bottled in Cases 2,23 Newspaper Bales 3,34

Butter Cases 1,67 Nitrate Bags 0,72

Canned Goods Cases 1,34 Oil Drums 1,25

Carpets Bales 3,90 Oranges Boxes 2,17

78
Cement Bags 0,97 Oysters Barrels 1,67

Cement Bulk 0,72 Paint Cans 1,00

Cheese Crates 1,81 Palm Oil Bulk 1,09

Citrus Fruits Boxes 2,62 Paper Rolls 2,51

Coal, Average Bulk 1,32 Potatoes Bags 1,61

Cocoanuts Bulk 3,90 Poultry Boxes 2,65

Coffee Bags 1,62 Railroad Rails Neat 0,42


Stowage

Condensed Milk Cases of Cans 1,23 Rice Bags 1,62

Copper Ore Bulk 0,47 Rope Coils 2,51

Copra Bags 2,09 to Rubber Bundles 3,90


2,37

Corn Bulk 1,41 Rye Bulk 1,62

Cotton Bales , Average 1,45 Salt Bulk 1,03

Currants Crates 1,81 Silk Bales 3,06

Dried Fruit Boxes 1,25 Steel Bolts Kegs 0,58

Dry Goods Boxes 2,79 Steel Sheets Crated 0,42

Fish Barrels, Iced 1,39 Sugar Bags 1,31

Tabel Lanjutan
Item Packing m3/t Item Packing m3/t

Flour Bags 1,34 Tar Barrels 1,50

Furniture Crated 4,35 Tea Cases 2,79

Glass Crated 3,62 Tile Boxes 1,39

Gypsum Bags 1,24 Timber Oak 1,09

Hardware Boxes 1,39 Timber Fir 1,81

Hides Bales, Compressed 2,23 Tung Oil Bulk 1,07

Iron Ore Bulk 0,30 to Turpentine Drums 1,59


0,53

Iron Ore Pellets Bulk 0,25 to Wheat Bulk 1,31


0,53

79
Iron, Pig Neat Stowage 0,28 Wheat Bags 1,45

Jute Bales 1,84 Whiskey Cases 1,74

Woodchips Bulk 3,07

VIII.4.2. Menghitung Kapasitas Berdasarkan Gambar Rencana

Yang dimaksudkan kapasitas di sini ialah kapasitas angkut atau kapasitas muat dari suatu
kapal. Rencana Kapasitas (Capacity Plan) adalah rencana yang menunjukan kapasitas
volume daripada ruang-ruang muat/palkah-palkah (cargo holds), tangki-tangki minyak dan
air (fuel and water tanks), ruang-ruang penyimpanan batubara (coal bunkers), gudang-
gudang (stores) dan lain-lain, serta letak pusat berat daripada setiap kompartemen yang
terpasang. Kebanyakan kasus, catatan mengenai letak pusat berat dari setiap ruangan
diabaikan.

Agar dapat mempersiapkan rencana kapasitas (gbr. VIII.8), maka kurva-kurva kapasitas
lebih dahulu digambar. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan volume berdasarkan rumus
berikut :

/
V =∫ /
.............................. pers. (VIII.5)

Aplikasi Simpson-I : V = ∑( ∗ )

Dimana :
 - luas bidang gading kapal, m2 (diambil dari tabel perhitungan )
L - panjang kapal, m.
f - faktor perkalian Simpson-I : 1, 4, 1.
L - jarak gading = L/jumlah gading, m.

80
Gambar VIII.8 Contoh Kurva Capacity Plan

Dalam menentukan jumlah muatan yang dapat ditampung sesuai volume ruang tersebut,
maka perlu diketahui faktor pemakaian ruang (stowage factor) dari tiap jenis muatan.

SF = ; m3/ton atau ft3/ton

Dimana : - berat spesifik muatan

Sehingga jumlah muatan sesuai volume ruangan yang tersedia adalah :

= ∗
; ton.

Contoh soal :

Diketahui letak ruang muat pada suatu kapal barang (sesuai data gambar rencana umum)
terletak antara gading praktis no. 54 sampai dengan gading no. 82. Setelah diplot pada
gambar rencana garis, ruang muat tersebut terletak pada gading teoritis no. 11 sampai dengan
gading no. 17.

81
Dimana berdasarkan Skala Bonjean diketahui bahwa luas bidang gading-gading 11 sampai
dengan 17 adalah sebagai berikut :

No. 11 12 13 14 15 16 17
Gad.
, m2 30,1 30,0 29,659 28,794 26,978 23,871 19,365

Jika jarak gading teoritis sebesar 2,63 meter dan ruang muat ini untuk menampung muatan
umum dengan SF = 2 m3/ton, berapakah volume dan banyaknya muatan daripada ruang
muat tersebut ?

Penyelesaian :

Dengan aplikasi Simpson-I dapat dihitung volume ruang muat kapal tersebut sebagai berikut
:

No. Gad. ω f Hasil kali V = 1/3 * L *  *f


11 30,100 1 30,1
= 1/3 * 2,63 * 493,399
12 30,000 4 120
13 29,659 2 59,318 = 432,546 m3
14 28,794 4 115,176
Banyaknya muatan Pc = ∗
15 26,978 2 53,956
16 23,871 4 95,484 ,
19,365 = ∗ , = 196,612 ton.
17 1 19,365
Σ 493,399
k – koefisien yang memperhitungkan kehilangan
volume akibat konstruksi pada ruangan tersebut.

82
Soal Latihan :
Diketahui satu kapal General Cargo basic ship dan kapal rancangan baru sebagai berikut :

Item Kapal Contoh Kapal Baru

LBP (m) 133,0 137,0

Br. Mld (m) 18,36 19,50

Depth Mld (m) 11,55 12,20

SLWL (m) 8,95 9,52

CB@ SLWL 0,745 0,753

Length of amidships 19,50 19,93

Machinery Space (m) - -

Tank Top (m) 1,25 1,42

Deck sheer for’d (m) 2,75 2,76

Deck sheer aft (m) 1,45 1,38

Upper Deck camber (m) 0,34 0,38

Tank Top ceiling (m) 0,065 0,065

Grain Capacity (m3) 17.850 -

Hitunglah GC dan BC kapal yang baru dirancang berdasarkan metode kapal pembanding.

83
BAB VI
STABILITAS SUDUT BESAR

Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan enam sub bahasan yakni : (a) Pergeseran
Bouyancy dan Metasenter, (b) Lengan Stabilitas, (c) Stabilitas Bentuk dan
Stabilitas Berat, (d) Stabilitas Statis, (e) Stabilitas Dinamis, (f) Kriteria Stabilitas
Utuh.

Kompetensi yang Akan Dicapai


1) Menghitung Pergeseran Buoyancy dan Metacsenter
2) Menghitung Lengan Stabilitas
3) Menghitung Stabilitas Bentuk dan Stabilitas Berat
4) Menghitung Stabilitas Statis
5) Menghitung Stabilitas Dinamis
6) Menghitung Stabilitas Utuh

5.1 Pergeseran Buoyancy dan Metasenter

5.2 Lengan Stabilitas

5.3 Stabilitas Bentuk dan Stabilitas Berat

Komponen momen penegak. Stabilitas bentuk dan stabilitas berat


Momen penegak dapat juga kita tulis dalam bentuk berikut:

I xx I
(23) M r  DrT  Da  D   Da  D( xx  a)
V V
Suku pertama ruas kanan ditentukan oleh Ixx/V yaitu oleh ukuran dan bentuk badan kapal dan
karenanya disebut momen stabilitas bentuk dan Ixxθ/V adalah lengan stabilitas bentuk.

Suku kedua ruas kanan ditentukan oleh D yaitu berat kapal dan muatannya dan a yang sama
dengan KG dikurangi KB. Jadi di sini ada faktor berat kapal dan KG yang mewakili susunan berat di
kapal dan karenanya kita sebut momen stabilitas berat serta aθ adalah lengan stabilitas berat.
Jadi bentuk badan kapal dan susunan beratlah yang menentukan apakah suatu kapal pada kondisi
pembebanan tertentu akan dalam keseimbangan stabil atau tidak. Pada kapal yang sudah jadi,
ukuran dan bentuk badan kapal sudah tertentu, maka keseimbangan akan ditentukan oleh KG,
yaitu bagaimana kita menyusun muatan di kapal, apakah mengakibatkan KG tinggi atau rendah
dan dengan demikian MG akan positif atau negatif.

84
Stabilitas pada sudut oleng besar
Seperti pada stabilitas sudut kecil, tujuan perhitungan adalah untuk menentukan koordinat titik
apung B. Berbeda dengan keadaan pada sudut kecil, titik metasenter M tidak lagi diam di
tempatnya, tetapi juga berpindah tempat. Jadi untuk menghitung lengan stabilitas statis kita juga
perlu mengetahui koordinat titik M pada sudut oleng besar.

Rumus analitis untuk menghitung koordinat titik apung dan titik


metasenter
Kita lihat suatu kapal dengan displasemen V dalam keadaan oleng dengan sudut oleng θ1.
Diketahui pula koordinat titik apung xB, yB, dan zB dan koordinat metasenter xM, yM, dan zM.

Kemudian sudut oleng ditambah dengan dθ menjadi θ1+dθ. Dari yang lalu, kita dapat:

 perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah X adalah displasemen
V dikalikan perubahan titik apung ke arah X:
I 
M yz  V  yF d   I yF d
 V 
 perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Y adalah displasemen V
dikalikan komponen datar perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I 
M xz  V  x d  cos  I x cos d
V 
 perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Z adalah displasemen V
dikalikan komponen tegak perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I 
M xy  V  x d  sin  I x sin d
V 
sehingga koordinat titik apung dapat dihitung sebagai berikut

VxB  I yF d I yF


xB   xB  d
V V

VyB  I x d I
yB   yB  x cos d
V V

VzB  I x d I
z B   z B  x sin d
V V

85
Dengan demikian jika kapal oleng dari sudut θ1 sampai sudut θ2, maka koordinat titik apung dapat
diperoleh dengan
2 2
I yF I x
x B 2  x B1  
1
V
d y B 2  y B1  V
1
cos  d

2
I x
z B 2  z B1  V
1
sin  d

I x
Harga kita sebut rTθ yaitu jari-jari metasenter melintang pada sudut θ
V
I x
(24) rT 
V
I yF
sedang kita sebut rLθ yaitu jari-jari metasenter memanjang pada sudut θ. Dengan demikian
V
rumus-rumus di atas akan menjadi
2

(25) xB 2  xB1   rL d


1

2

(26) y B 2  y B1   rT cos  d


1

2

(27) z B 2  z B1   rT sin  d


1

Rumus-rumus di atas dapat kita turunkan secara geometris murni. Kita lihat kapal oleng sebesar
φ, lalu ditambah lagi sebesar dφ.

z
ym

φ d
φ W
rφ L
Z
B
B E
B
z
z z
K y
86
GAMBAR 7

Diketahui koordinat titik apung pada keadaan tegak sebesar (yB0, zB0) dan keadaan oleng dengan
sudut φ sebesar (yB1, zB1), serta koordinat titik metasenter M pada keadaan oleng ini sebesar (yMφ,
zMφ). Pada waktu sudut oleng ditambah sebesar dφ, titik M dianggap tidak berpindah. Kita lihat
segitiga kecil B1B2E. Karena dφ kecil, maka B1B2 E   dan

dy  B1E  B1B2 cos dz  EB2  B1B2 sin 

sedang B1 B2  r d , sehingga

(28) dy  r cos  d

(29) dz  r sin  d

dan untuk mendapatkan yB2 dan zB2 kita mengintegral pers. (28) dan (29) dari θ1 sampai θ2 dan
kita dapatkan pers. (26) dan (27).

Selanjutnya kita cari koordinat titik metasenter M. Dari gambar kita lihat bahwa

(30) yM  yB  rT sin

(31) zM  zB  rT cos

87
5.4 Stabilitas Statis

Lengan stabilitas statis. Momen penegak


Setelah koordinat titik apung dan titik metasenter kita dapatkan, maka selanjutnya kita hitung
lengan stabilitas pada sudut oleng θ. z

θ
z

G
R
Q
θ E B1
F zB1 - zB0
θ
B0
P

K y

GAMBAR 8

Dari gambar kita lihat bahwa lengan momen penegak adalah

l  GZ  B0Q  QR  B0 E

dan bahwa

B0Q  yB cos QR  ( zB  zB 0 ) sin B0 E  a sin

Kalau semua ini kita masukkan dalam rumus di atas, kita dapat

(32) l  yB cos  ( zB  zB 0 ) sin  a sin

Kita masukkan lagi rumus-rumus (24), (25) dan (26) dengan θ1 = 0, menjadi
 
l  cos  r cos  d  sin   r sin  d  a sin 
0 0

Dengan memakai rumus trigonometri rumus di atas dapat ditulis menjadi



l   r (cos cos  sin  sin  )d  a sin  dan
0

(33) l   r cos(   )d  a sin 


0

88
dan dengan integrasi parsial akhirnya didapat
rT

(34) l  ( rT 0  a ) sin    sin(   ) dr


rT 0

Jika rumus (33) dimasukkan ke dalam momen penegak M r  Dl  Vl dan rθ diganti, maka
didapat
rT

(35) M r  D ( r0  a ) sin   D  sin(   ) drT


rT 0

Suku pertama ruas kanan adalah momen penegak yang dihitung dengan anggapan jari-jari
metasenter tetap harganya sebesar r0, sedang suku kedua memperhitungkan perubahan harga
jari-jari metasenter tersebut.

5.5 Stabilitas Dinamis

Stabilitas dinamis. Rumus analitis untuk lengan stabilitas


dinamis. Kerja untuk mengolengkan kapal.
Stabilitas dinamis menggambarkan kerja atau usaha yang dibutuhkan untuk mengolengkan kapal.
Sebagai contoh, kita lihat setengah silinder berikut:

GAMBAR 10

Dalam keadaan diam – gambar kiri – bidang atas akan terletak mendatar. Dalam keadaan miring –
gambar tengah – ternyata titik berat akan naik dibandingkan dengan keadaan awal dan dalam
keadaan tegak – gambar kanan – titik berat dalam kedudukan tertinggi. Untuk menaikkan titik
berat ini jelas dibutuhkan usaha atau kerja. Usaha ini akan sama besar (tetapi berlawanan tanda)
dengan berat dikalikan perpindahan titik berat pada arah vertikal, yaitu selisih tinggi titik berat
pada kedudukan akhir dengan tinggi titik berat pada kedudukan awal.

Untuk mengolengkan kapal, juga dibutuhkan kerja. Pada setengah silinder di atas, titik tempat
reaksi tumpuan bekerja tidak berubah tingginya sehingga kita hanya perlu melihat selisih tinggi
titik berat saja. Tetapi pada kapal, titik tempat reaksi tumpuan adalah titik apung kapal dan
selama proses oleng, ketinggian titik ini berubah terus. Jadi jarak vertikal titik apung ke titik berat
juga selalu berubah dan jarak vertikal inilah yang disebut lengan stabilitas dinamis dan kerja yang
dilakukan adalah

E  Dld

dengan ld adalah lengan stabilitas dinamis.

Kerja untuk mengolengkan kapal juga dapat dilihat sebagai kerja dari suatu momen kopel yang
mengolengkan kapal sampai sudut dφ:

dE  M r d
89
Jika Mr diganti dengan rumus (22), kita dapatkan

dE  Dld

Dalam ruas kanan, harga l berubah terus menurut harga φ, sehingga untuk mengolengkan kapal
dari keadaan tegak ke sudut oleng θ dibutuhkan kerja sebesar
 
E   Dld  D  ld
0 0

Kalau kita bandingkan kedua rumus kerja di atas, kita peroleh


(37) ld   ld
0

Ternyata lengan stabilitas dinamis adalah integral lengan stabilitas statis sampai sudut θ tertentu
dan sebaliknya lengan stabilitas statis adalah turunan pertama stabilitas dinamis terhadap sudut
oleng.

Marilah kita turunkan rumus lengan stabilitas dinamis.

GAMBAR 11 fig 72 hal 188

Pada garis kerja gaya apung dari titik Z ke bawah diukurkan ZN = B0G = a. Karena lengan stabilitas
dinamis adalah selisih jarak vertikal titik apung ke titik berat pada kedudukan tegak dengan selisih
jarak pada sudut oleng θ, maka

ld  ZB  ZN  ZB  a

90
Dari gambar kita lihat bahwa

ZB  GE  QP  FP

dengan

GE  a cos QP  yB sin FP  ( zB  zB 0 ) cos

sehingga

(38) ld  yB sin  ( zB  zB 0 ) cos  (1  cos )a

Kalau lengan dinamis d kita turunkan terhadap θ, kita dapatkan

dld
(38)  yB cos  ( z B  z B 0 ) sin  a sin  l
d
dan ternyata ruas kanan sama dengan rumus (29) untuk lengan stabilitas statis. Jadi memang
lengan stabilitas statis adalah turunan pertama lengan stabilitas dinamis.

Jika kita bandingkan rumus (35) dengan rumus (38), maka kita dapatkan

d 2ld
(39)  MZ
d 2
atau turunan kedua lengan dinamis adalah tinggi umum metasenter.

5.6 Stabilitas Utuh

Persyaratan stabilitas kapal utuh menurut SOLAS


Yang pertama memberikan kriteria stabilitas untuk kapal adalah

oJ. Rahola, “The Judging of the Stability of Ships and the Determination of the Minimum
Amount of Stability”, Doctor of Technology thesis, Helsinki, 1939.
Persyaratan sekarang diambil dari “Intact Stability Criteria for Passenger and Cargo Ships, 1987
Edition”, yang diterbitkan oleh IMO, London, 1987 untuk kapal di bawah 100m.

Dalam Section 5 Recommended criteria disebutkan:

5.1 Untuk kapal barang dan penumpang:

a) Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ tidak boleh kurang dari 0.055
meter.radian sampai sudut oleng θ = 300, dan tidak kurang dari 0.09 meter.radian sampai
sudut oleng θ = 400 atau sudut air masuk θf jika sudut ini kurang dari 400.
Selain itu luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ antara sudut oleng 300 dan 400
atau sudut air masuk θf jika sudut ini kurang dari 400, tidak boleh kurang dari 0.03
meter.radian.

b) Lengan penegak GZ harus paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 300 atau lebih

91
c) Lengan penegak maksimum sebaiknya terjadi pada sudut oleng lebih dari 300 tetapi tidak
kurang dari 250.
d) Tinggi metasenter awal GM0 tidak boleh kurang dari 0.15 meter.

5.2 untuk kapal pengangkut kayu dengan muatan di geladak

Jika muatan geladak berada

 dari bangunan atas sampai bangunan atas


 dan selebar kapal (dengan pengurangan untuk “rounded gunwale” yang tidak lebih dari
4% lebar kapal) dan/atau sebatas batang pagar
 dan muatan terikat baik sehingga tidak bergerak pada sudut oleng besar
maka kriteria berikut boleh dipakai sebagai pengganti 5.1 di atas:

a) Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ tidak boleh kurang dari 0.08
meter.radian sampai sudut oleng θ = 400 atau sudut air masuk θf jika sudut ini kurang dari
400.
b) Lengan penegak maksimum paling sedikit harus berharga 0.25 meter
c) Pada setiap saat selama pelayaran, tinggi metasenter GM0 harus positif setelah koreksi
permukaan bebas cairan dalam tangki-tangki dan jika sesuai, penyerapan air oleh muatan
geladak dan/atau pengumpulan es pada permukaan tak terlindung. Selain itu, pada waktu
berangkat, tinggi metasenter tidak boleh kurang dari 0.1 meter.

5.3 Kriteria tambahan berikut direkomendasikan untuk kapal penumpang

a) Sudut oleng akibat penumpang menggerombol di satu sisi kapal seperti dijelaskan dalam
Appendix II 2(11) (4 orang per m2) tidak boleh melebihi 100.
b) Sudut oleng karena kapal berbelok tidak boleh melebihi 100 jika dihitung dengan rumus
berikut:
V02  d
M R  0.02  KG  
L  2

dengan

MR = momen pengoleng dalam meter.ton

V0 = kecepatan dinas dalam m/s

L = panjang garis air dalam m

Δ = displasemen dalam metric ton

d = sarat rata-rata dalam m

KG = tinggi titik berat di atas lunas dalam m

Dalam rekomendasi di atas tidak diberikan harga maksimum, tetapi harus diingat bahwa MG yang
besar mengakibatkan percepatan yang besar juga dan dapat membahayakan kapal, anak
buahnya, peralatannya dan muatannya.

92
Selain itu, ditentukan juga kondisi apa saja yang harus diperiksa stabilitasnya. Dalam Appendix II
Standard Conditions of Loading to be Examined diberikan:

1 LOADING CONDITIONS

1) Kapal penumpang:
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh
bersama barang bawaannya, dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama
barang bawaannya, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii. Kapal dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
iv. Kapal dalam kondisi datang tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja

2) Kapal barang:
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata
dalam semua ruang muat dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata
dalam semua ruang muat, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii. Kapal dengan ballast dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan persediaan dan
bahan bakar penuh
iv. Kapal dengan ballast dalam kondisi datang tanpa muatan, tetapi dengan persediaan dan
bahan bakar tinggal 10 % saja

3) Kapal barang dengan muatan geladak


i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata
dalam semua ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di
geladak, dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata
dalam semua ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di
geladak, tetapi dengan persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja

93
BAB VII
STABILITAS BOCOR

Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan lima hal penting yakni : (a) Perubahan
Sarat, (b) Trim dan Oleng, (c) Metode Kehilangan Buoyancy, (d) Metode
Tambahan Berat, (e) Kriteria Stabilitas Bocor.

Kompetensi yang Akan Dicapai


1) Mendiskripsikan Perubahan Sarat
2) Menjelaskan Trim dan Oleng
3) Mendiskripsikan Metode Kehilangan Buoyancy
4) Menjelaskan Metode Tambahan Berat
5) Mendiskripsikan Kriteria Stabilitas Bocor

6.1 Perubahan Sarat

6.2 Trim dan Oleng

6.3 Metode Kehilangan Berat

6.4 Metode Tambahan Berat

6.5 Kriteria Stabilitas Bocor

94
BAB VIII
KURVA KEBOCORAN

Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini kami akan menguraikan tentang Insubmersibilitas, kemampuan
kapal untuk tetap terapung meskipun ruangan-ruangan dalam lambung kapal
telah dipenuhi air bocor. enam sub bahasan yakni : (a) Volume dan Titik Berat
Air Masuk, (b) Margin Line, (c) Faktor Permeabilitas, (d) Kriteria Kebocoran.

Kompetensi yang Akan Dicapai


1) Menghitung Volume dan Titik Berat Air Masuk
2) Menghitung Margin Line
3) Menghitung Faktor Permeabilitas
4) Menghitung Kriteria Stabilitas

6.1 Volume dan Titik Berat Air Masuk


Volume dan titik berat air masuk dihitung untuk mem
6.2 Trim dan Oleng
6.3 Margin Line
6.4 Faktor Permeabilitas ()
Permeabilitas atau perbandingan antara total isi ruang yang tidak tertembus air dengan
volume ruangan. Sesuai SOLAS 1974 Part B - Regulasi 5 mengemukakan bahwa harga 
dari beberapa ruangan pada kapal penumpang antara lain :

Ruang Mesin,

= +

Ruang depan-belakang R. Mesin,

= +

= −

95
6.5 Kriteria Kebocoran

https://aimprof08.wordpress.com/2012/09/06/aturan-simpson-1-per-3-simpson-rule/
Diakses 19 Juli 2016.

96

Anda mungkin juga menyukai