Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN AKUT LONG OEDEMA (ALO)

A. PENGERTIAN
 Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskular
dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu :
1. Peningkatan tekanan hidrostatis.
2. Peningkatan permaebilitas kapiler paru.( Arif Muttaqin, 2008 )
 Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi secara
mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).
 Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan
ancaman gagal napas.
 Acute Lung Oedema (ALO) adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis
di dalam paru. (Soeparman;767).

B. ETIOLOGI
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
- Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
- Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
- Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma.
- Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
- Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
- Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

1
d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
- Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda.
Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun
sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Kronik.

 Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit
atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung
yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang
biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru.Ini dapat, pada gilirannya,
menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.

2
 Non-cardiogenic pulmonary edema4
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
o Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menjurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
o kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
o Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
o High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
o Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-
paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
o Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan re-expansion pulmonary
edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax)
atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan,
berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary
edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
o Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
o Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-

3
related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia
pada wanita-wanita hamil.

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah,
lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang
biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau
kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru
dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal,
sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada
saat inspirasi.

Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis

4
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat
takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.

Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada keadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald,
1988).

E. PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini
dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien-pasien.Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-
faktor yang berbeda.Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema.

5
Pathway Patofisiologi Edema Paru
Faktor non-kardiogenik
Faktor kardiogenik

Isufisiensi limfatik
Unkwnown
ARSD

Gagal jantung kiri  Post. Lung  Pulmonary


 Pnemonia
transplant Embolism
 Aspirasi As.  Lymphangiti  Eclamasia
c  High
Lambung
carsinomicl altitude
 Bahan Toksik osis Pulmonary
 Silicosis edema
inhalan

Ketidakseimbangan
Staling Force

Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan


Negative Onkotik
Kapiler Paru ↑ Onkotik
Interstitial ↑ Interstitial
Plasma ↓ ↑

Cairan berpindah ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput Pemasangan alat bantu nafas


6
cairan turun (ventilator)
Gangguan pertukaran O2 jaringan↓
Bed rest fisik Pemasangan Area invasi
gas
selang M.O
endotrakheal

Defisit
Gangguan Pengambilan Kelelahan perawatan Gangguan
Resiko tinggi
perfusi jaringan O2 ↑ diri komunikasi
verbal infeksi
Intoleransi
aktivitas
Gangguan pola nafas

7
F. DIAGNOSA PENUNJANG

» Pemeriksaan Fisik
- Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
- Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme
sehingga disebut sebagai asma kardiale.
- Takikardia dengan S3 gallop.
- Murmur bila ada kelainan katup.
» Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.
» Laboratorium
- Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph
(X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan
bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada
setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru
yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.

8
» Gambaran Radiologi yang ditemukan :
- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar hasil radiologi

Gambar 1 : Edema Intesrtitial


Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru


Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

9
Gambar 3 : Bat’s Wing
Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai
kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).

» Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel


(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
» Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam
darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai
yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
» Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter)
yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui
ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau
pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam
pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari
18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,

10
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi
data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

G. PENATALAKSANAAN
- Posisi ½ duduk.
- Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
- Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
- Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
- Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
- Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai
dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90
mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama
dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
- Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
- Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
- Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
- Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
- Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.

11
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas :
b. Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
c. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat
terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-
masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada klien
e. Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b) Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
c) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

12
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan
otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
g) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
f. Studi Laboratorik :
a) Hb : menurun/normal
b) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
c) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat
bantu nafas
2) Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
4) Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder
akibat ALO
5) Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat
ALO

13
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Ketidakefektif Pola nafas kembali efektif 1. Berikan informasi 1. Informasi yang
an pola nafas setelah dilakukan tindakan pada pasien tentang adekuat dapat
berhubungan keperawatan selama 3 × 24 jam, penyakitnya membawa pasien
dengan dengan kriteria hasil: 2. Atur posisi semi lebih kooperatif dalam
keadaan tubuh - Tidak terjadi hipoksia atau fowler memberikan terapi
yang lemah hipoksemia 3. Observasi tanda dan 2. Jalan nafas yang
- Tidak sesak gejala sianosis longgar dan tidak ada
- RR normal (16-20 × / menit) 4. Berikan terapi sumbatan proses
- Tidak terdapat kontraksi otot oksigenasi respirasi dapat
bantu nafas 5. Observasi tanda- berjalan dengan
- Tidak terdapat sianosis tanda vital lancar.
6. Observasi 3. Sianosis merupakan
timbulnya gagal salah satu tanda
nafas. manifestasi
7. Kolaborasi dengan ketidakadekuatan
tim medis dalam suply O2 pada
memberikan jaringan tubuh perifer.
pengobatan 4. Pemberian oksigen
secara adequat dapat
mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang

14
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan
tubuh dalam proses
respirasi diperlukan
intervensi yang kritis
dengan menggunakan
alat bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan.
2 Gangguan Fungsi pertukaran gas dapat 1. Berikan 1. Informasi yang
pertukaran maksimal setelah dilakukan penjelasan pada adekuat dapat
Gas tindakan keperawatan selama 3 pasien tentang membawa pasien
berhubungan × 24 jam dengan kriteria hasil: penyakitnya lebih kooperatif dalam
dengan - Tidak terjadi sianosis 2. Atur posisi memberikan terapi
distensi - Tidak sesak pasien semi 2. Jalan nafas yang
kapiler - RR normal (16-20 × / menit) fowler longgar dan tidak ada
pulmonar - BGA normal: 3. Bantu pasien sumbatan proses
î partial pressure of oxygen untuk melakukan respirasi dapat
(PaO2): 75-100 mm Hg reposisi secara berjalan dengan lancar
î partial pressure of carbon sering 3. Posisi yang berbeda
dioxide (PaCO2): 35-45 mm 4. Berikan terapi menurunkan resiko

15
Hg oksigenasi perlukaan akibat
î oxygen content (O2CT): 15- 5. Observasi tanda – imobilisasi
23% tanda vital 4. Pemberian oksigen
î oxygen saturation (SaO2): 6. Kolaborasi dengan secara adequat dapat
94-100% tim medis dalam mensuplai dan
î bicarbonate (HCO3): 22-26 memberikan memberikan cadangan
mEq/liter pengobatan oksigen, sehingga
î pH: 7.35-7.45 mencegah terjadinya
hipoksia
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi setelah 1. Berikan penjelasan 1. Informasi yang
infeksi dilakukan tindakan keperawatan pada pasien tentang adekuat dapat
berhubungan selama 3 × 24 jam, dengan kondisi yang membawa pasien
dengan area kriteria hasil: dialaminya lebih kooperatif dalam
invasi - Pasien mampu mengurangi 2. Observasi tanda- memberikan terapi
mikroorganis kontak dengan area tanda vital.

16
me sekunder pemasangan selang 3. Observasi daerah 2. Meningkatnya suhu
terhadap endotrakeal pemasangan selang tubuh dpat dijadikan
pemasangan - Suhu normal (36,5oC) endotrakheal sebagai indicator
selang 4. Lakukan tehnik terjadinya infeksi
endotrakeal perawatan secara 3. Kebersihan area
aseptik pemasangan selang
5. Kolaborasi dengan menjadi factor resiko
tim medis dalam masuknya
memberikan mikroorganisme
pengobatan 4. Meminimalkan
organisme yang
kontak dengan pasien
dapat menurunkan
resiko terjadinya
infeksi
5. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
4 Bersihan jalan Keadekuatan pola napas tercapai 1. Motivasi klien untuk 1. Nafas dalam dapat
napas tak efektif setelah pemberian intervensi napas panjang dan membantu
b.d sekret yang selama 2x24 jam. dalam apabila tidak membebaskan jalan
kental atau Kriteria hasil: terdapat kontra napas
hipersekresi indikasi 2. Diuretic dapat
 RR dalam rentang
sekunder akibat 2. Kolaborasi membantu proses
normal, 14-18 kali/menit
ALO pemberian diuretik pengeluaran cairan
 Tidak terdapat retraksi
sesuai indikasi dari dalam tubuh
otot bantu napas
3. Membebaskan
tambahan 3. Kolaborasi aspirasi
jalan napas

17
 Ekspansi dada simetris cairan paru (pungsi)
 Klien mengatakan tidak sesuai indikasi
sesak

5 Perubahan Perfusi jaringan adekuat setelah 1. Observasi vital sign 1. Memantau kondisi
perfusi pemberian intervensi selama pasien klien
jaringan b.d 1x24 jam 2. Berikan posisi semi 2. Memberi rasa
gangguan Kriteria hasil: fowler nyaman serta
transport O2 - CRT <3 detik 3. Kolaborasi membantu pola napas
ke jaringan - Akral hangat, kering, pemberian O2 sesuai
sekunder merahNadi dalam rentang indikasi
akibat ALO normal, 60-100 kali/menit 4. Monitoring hasil
laboratorium BGA
 Ph darah dalam rentang
secara berkala
normal, 7,35-7,45
 BGA dalam batas normal

4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai

5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti
jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC
2. Price & Wilson. 2000. Patofisiologi Volume 2 Ed. 6 : EGC penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta
3. Departemen Kesehatan RI (1996). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Depkes ;
Jakarta.
4. Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
5. Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
6. Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut.
http://www.dunia-kesehatan.com/
7. Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika

19
20
21

Anda mungkin juga menyukai