Anda di halaman 1dari 66

SKRIPSI

PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA DALAM


TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN
BERMOTOR DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLRES
BALANGAN

ANOO SULISTIAWAN
B1A013417

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS HUKUM
BANJARMASIN
2018
PENULISAN SKRIPSI INI DISETUJUI UNTUK DIUJI

TANGGAL

PEMBIMBING KETUA

MUHAMMAD YASIR, S.H., M.H.

NIP. 19711003 200003 1 002

PEMBIMBING

M. AZIANNOR ILMY, S.H., M.H

NIP. 19771113 200212 1 004

Mengetahui,

Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik

HJ. ZAKIYAH, S.H., M.H

NIP. 19721015 199702 2 001


PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM PROSES PENYIDIKAN
DI POLRES BALANGAN

Anoo Sulistiawan

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan mengenai hak-hak tersangka dalam
rangka penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres
Balangan. Apakah hak-hak tersangka tindak pidana kendaraan bermotor yang
ditentukan oleh KUHAP telah dipenuhi oleh penyidik Polres Balangan. Kemudian
menjelaskan mengenai kendala yang dihadapi penyidik dalam proses penyidikan
tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Balangan. Penelitian ini
merupakan penelitian hukum normatif, dengan menginventarisir peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai penyidikan tindak pidana
kendaraan bermotor, identifikasi masalah dan menganalisis secara kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa : Pertama, hak-hak tersangka tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor selama penyidikan di Polres Balangan telah
terlaksana dengan baik, kecuali mengenai bantuan hukum bagi tersangka yang
tidak mampu seperti ditentukan dalam pasal 56 KUHAP. Kedua, kendala yang
dihadapi penyidik Polres Balangan dalam penyidikan tindak pidana kendaraan
bermotor adalah : keterangan tersangka berbelit-belit, kesulitan penunjukan
penasihat hukum, tidak adanya LBH di wilayah hukum tersebut, tersangka
maupun keluarga tidak mengerti tentang cara memperoleh bantuan hukum secara
Cuma-Cuma.

Kata Kunci : Pemenuhan Hak-Hak Tersangka, Tindak Pidana Pencurian


Kendaraan Bermotor, Polres Balangan.
RINGKASAN

PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA


PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM PROSES PENYIDIKAN
DI POLRES BALANGAN

(Anoo Sulistiawan : 2018, 53 Hlm)

Penyidikan merupakan salah satu tahapan dalam pemeriksaan perkara pidana.


Penyidikan adalah pemeriksaan terhadap tersangka yang dilakukan oleh penyidik
dalam rangka mengumpulkan bukti guna membuat terang tindak pidana yang
terjadi dan menemukan tersangkanya. Dalam rangka penyidikan tindak pidana,
termasuk tindak pidana kendaraan bermotor, penyidik harus memenuhi hak-hak
tersangka sebagaimana yang telah ditentukan oleh KUHAP. Oleh karena hak-hak
tersangka tersebut sebagai jaminan terhadap hak asasi manusia dari tindakan
sewenang-wenang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemenuhan hak-hak tersangka


tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dalam proses penyidikan di Polres
Balangan, dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi penyidik dalam
penyidikan tindak pidana kendaraan bermotor di Polres Balangan.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian ini dilakukan


dengan studi kepustakaan, untuk menjawab permasalahan yang ada dengan
mengumpulkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kemudian
bahan-bahan hukum yang diperoleh di olah dan dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

1. Hak-hak tersangka tindak pidana pencurian kendaraan bermotor selama


penyiidikan di Polres Balangan telah terlaksana dengan baik, kecuali
mengenai bantuan hukum bagi tersangka yang tidak mampu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 56 KUHAP.
2. Kendala yang dihadapi dalam penyidikan tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor oleh penyidik Polres Balangan adalah :
a. Tersangka memberikan keterangan tidak jelas dan berbelit-belit ;
b. Kesulitan dalam penunjukan penasihat hukum bagi tersangka
dikarenakan kurangnya penasihat hukum ;
c. Tidak adanya Lembaga Bantuan Hukum di wilayah hukum Polres
Balangan ;
d. Tersangka maupun keluarganya tidak mengerti mengenai cara
memperoleh bantuan hukum secara cuma
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya, serta dengan segala kesungguhan hati akhirnya

penulis dapat menyelesaikan penulisan hokum ini yang berjudul PEMENUHAN

HAK-HAK TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN

KENDARAAN BERMOTOR DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLRES

BALANGAN.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar serjana hukum

yang tentunya masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis memohon maaf bila ada kesalahan dan penulisan skripsi ini. Kritik

dan saran dalam skripsi ini penulis harapkan demi penyempurnaan penulisan dimasa

yang akan datang dan semoga bermanfaat untuk kedepannya.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari partisipasinya dan bantuan dari

berbagai pihak khususnya kepada orang tua penulis yaitu Ayah Muriansyah dan

Ibunda Sitang yang selalu memberikan kasih sayangnya dan selalu memberikan

motivasi baik formil maupun materil serta juga doa yang terusdi berikannya sejak

sampai saat ini kepada penulis, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan

hati penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih juga kepada :

1. Bapak Dr ABDUL HALIM B, S.H M.H selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lambung Mangkurat.

2. Ibu RISNI RISTIAWATI S.H M.H Selaku pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Lambung Mangkurat.


3. Bapak MUHAMMAD YASIR S.H M.H selaku Pembimbing yang telah

memberikan waktu dan arahan bimbingan kepada penulis dengan penuh

kesabaran sehingga penulisan dapat menyelesaikan penulisan hokum ini

dengan baik.

4. Bapak M. AZIANNOR ILMY S.H M.H selaku Pembimbing yang telah

memberikan ide dan arahan kepada penulis dengan penuh pengertian sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan hokum ini dengan baik.

5. Kepada seluruh dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Lambung

Mangkurat khususnya PK Acara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan

bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan.

6. Kepada saudari Sriyani SPd yang selalu mengingatkan penulis serta kawan

dalam bertukar pikiran dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini hingga tepat

waktu.

7. Kepada Andri A. SH. MH, H Hasani AMM yang selalu memberi semangat

motivasi baik berupa dukungan dan doa hinggas kripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik dan tepatbaik.

8. Kepada Saudara Buyung Pranata SH, Herdi Milan A. Md. Ak, Purwanto,

BetoMaryo, Firmansah yang selalu membatu penulis serta sebagai kawan

dalam bertukar pikiran dalam menyelesaikans kripsi ini dengan tepat waktu.

9. Kepada angkatan 2013 khususnya PK Acara yang telah menempuh pendidikan

bersama-sama, penulis ucapkan terimakasih atas kerja samanya selama ini.


Penulisan berterimakasih kepeda semua pihak yang telah membantu sehingga

skripsi ini akhirnya terselesaikan dengan tepat waktu.

Banjarmasin, 20 September 2018

Hormat Penulis

Anoo Sulistiawan
DAFTAR ISI

Hlm

ABSTRAK ............................................................................................................... i

RINGKASAN ......................................................................................................... ii

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .....................................................7

D. Sistematika Penulisan ......................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................9

A. Pengertian Tindak Pidana Umum ....................................................9

B. Pengertian Tersangka .....................................................................10

C. Hak-Hak Tersangka Dalam Tindak Pidana....................................11

D. Pengertian Penyidikan ....................................................................13

E. Dasar Hukum Penyidikan ..............................................................16

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................18

A. Jenis Penelitian ...............................................................................18


B. Sifat Penelitian ...............................................................................18

C. Jenis Data .......................................................................................18

D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................20

E Pengolahan dan Analisis Data ........................................................20

BAB V PEMBAHASAN MASALAH ...........................................................21

A. Deskripsi Polres Balangan .............................................................21

B. Pemenuhan Hak-Hak Tersangka Dalam Penyidikan Tindak Pidana


Pencurian di Polres Balangan .........................................................28

C. Kendala Yang Dihadapi Penyidik Dalam Proses Penyidikan Tindak


Pidana Pencurian di Polres Balangan ............................................40

BAB VI PENUTUP ..........................................................................................52

A. Kesimpulan ....................................................................................52

B. Saran ...............................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum,

sehingga segala sesuatu permasalahan yang melanggar kepentingan warga

negara atau rakyat harus diselesaikan berdasarkan atas hukum yang berlaku.

Negara Indonesia adalah negara yang bersadarkan atas hukum (rechtstaat) dan

Bukan atas kekuasaan belaka (mashstaat).1

Pernyataan tersebut tersirat dalam Pembukan Undang-undang Dasar

(UUD) 1945 alenia empat (4) yang menyatakan bahwa “Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan ikut melaksakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial”.

Hak Asasi Manusia adalah hak asasi/ hak kodrat/ hak mutalak milik

umat manusia, yang dimiliki umat manusia sejak lahir sampai meninggal

dunia. Sedangkan didalam pelaksanaannya didamping kewajiban dan

bertanggung jawab. Dalam beberapa ketentuan hukum yang berlaku, seseorang

sebelum lahir pun dapat diberi mempunyai hak tertentu, demikian setelah

mati.2

Salah satu hak asasi yang dilindungan oleh negara adalah Hak

Tersangka Tindak Pidana. Dalam Undang-undang Dasar (UUD) Republik

1
C. S. T. Kansil. 1980. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, hlm. 188.

2
H. A. Masyur Effend. 1994. Dinamika HAM Dalam Hukum Nasional Dan Internasional.
Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm 143.
Indonesia 1945 mengenai sistem pemerintah terdapat Pasal-pasal amandemen

UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berhubungan dengan

perlindungan dengan perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka.

Mengingat secara pidana dalam suatu proses perkara pidana seorang

tersangka atau terdawa akan berhadapan dengan negara melalui aparatur-

aparaturnya, yang oleh Van Bammelen digambarkan seakan-akan merupakan

suatu peraturangan, sehingga beliau mengatakan “garansi hak-hak asasi

manusia harus diperkuat, karena kalau tidak maka akan terjadi ketimbangan

sesuai dengan peranan hakim yang aktif maka yang pertama-tama harus

ditonjolkan adalah hak-hak asasi manusia.3

Menurut pernyataan Erni Widhayanti:

“Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia dalam

peraturan hukum acara pidana mempunyai arti yang sangat penting

sekali, karena sebagian besar dalam rangkaian proses dari hukum acara

pidana ini menjurus kepada pembatasan-pembatasan hak-hak manusia

seperti penangkapan, penahanan, penggeladahan dan penghukuman yang

pada hakekatnya adalah pembatasan-pembatasan hak-hak manusia”.

Setiap warga Negara Indonesia yang berususan dengan aparat penegak

hukum, baik yang menegakkan hukum maupun yang melanggar hukum harus

melaksanakan dan merealisasikan asas tersebut dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Karena pentingnya penghormatan dan perlidungan Hak Asasi

Manusia (HAM) itulah maka PBB menetapkannya, antara lain: “hak atas

kedudukan yang sama didalam hukum atau hak asasi manusia untuk

3
Erni Widhayani. 1998. Hak-hak Tersangka/Terdakwa Di Dalam KUHAP. Yogyakarta :
Liberty, hlm 34.
mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlidungan hukum seperti

halnya yang terdapat dalam; Universal Declaration of Human Right Pasal 7

yang menyatakan; sekalian perang adalah sama terhadap undang-undang dan

berhak atas perlidungan hukum yang sama dengan tak ada perbedaan,

Convenan on Civil and political right pasal 26 yang menyatakan semua orang

adalah sama terhadap hukum dan berhak atas perlidungan hukum yang sama

tanpa diskriminasi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak hanya memuat

ketentuan tentang tata cara dari suatu proses pidana. Di dalam Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditegaskan bahwa seseorang yang

diduga atau disangka terlibat dalam suatu tindak pidana tetap mempunyai hak-

hak yang wajib di junjung tinggi dan dilindungi. KUHAP telah memberikan

perlindungan hak-hak tersangka dengan menempatkan seseorang yang telah

disangka melakukan tindak pidana kedudukannya dianggap sama dengan orang

lain menurut hukum. Dengan adanya perlindungan dan pengakuan hak-hak

yang melekat pada diri tersangka maka dapat memberikan jaminan yang

menghindarkan tersangka maka dapat memberikan jaminan dari tindakan

sewenang-wenang penyelidik dalam proses penyelidikan.

Adapun jika bercermin pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana hak-hak tersangkan diberikan perlindungan secara normatif, yang dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan (pasal 50 ayat (1) dan (2)
2. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang

dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada

waktu pemeriksaan dimulai (pasal 51)

3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik

(pasal 52)

4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam setiap pemeriksaan (pasal

53)

5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan

(pasal 54)

6. Berhak secara bebas memilih penasehat hukum (pasal 55)

7. Hak untuk berubah menjadi wajib untuk mendapat bantuan hukum

(pasal 56)

8. Tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat

hukumnya sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP (pasal 57)

9. Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya

(pasal 58).

Hak-hak inilah yang perlu dilindungi dalam pelaksaannya pada sistem

peradilan pidana di Indonesia.

Selama proses pemeriksaan berlangsung dari proses penyelidikan di

kepolisian sampai proses pemeriksaan dalam sidang di pengadilan, Seseorang

yang disangka atau didakwa diatur dalam pasal 50 sampai pasal 68 KUHAP.

Bercermin pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana definisi

tersangka pada ketentuan umum menjelaskan bahwa “Tersangka adalah


seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang merupakan salah satu sumber hukum acara pidana, terdapat

suatu asas fundamental yang sangat berkaitan dengan hak-hak tersangka yaitu

asas praduga tak bersalah yang berbunyi “Setiap orang yang disangka,

ditangkap, dituntut atau dihadapkan dimuka pengadilan wajib dianggap tidak

bersalah sebelum diadakan putusan yang menyatakan kesalahannya dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan asas tersebut di atas telah jelas bahwa seseorang yang di

sangka atau didakwa melakukan suatau tindak pidana wajib ditempatkan

sebagaimana mestinya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Di dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27 ayat (1)

menyatakan; “Bahwasanya segala warga negara mempunyai hak yang sama

dalam hukum dan pemerintahan wajib menjujung tinggi hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Dengan demikian, penegak hukum wajib menghormati hak orang

yang melakukan tindak pidana dan tindak menghambat tersangka atau

terdakwa dalam memperoleh hak-haknya tersebut. Walaupun sudah ada

jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia yang dalam bentuk

perlindungan hukum terhadap hak-hak tersangka namun belum sepenuhnya

dilaksanakan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus-kasus hak-hak

tersangka yang tidak dipenuhi oleh penegak hukum misalnya menggunakan

kekerasan ketika melakukan interogasi pada proses penyidikan.


Polisi sebagai aparat penegak hukum yang diberi wewenang oleh

peraturan perundang-undangan seharusnya tidak melakukan perbuatan/

tindakan sewenang-wenangnya. Padahal polisi sebagi aparat penegak hukum

wajib menghormati dan melindungi hak orang yang melakukan perbuatan

tindakan pidana.

Dalam hal ini peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hak-hak tersangka tindak pidana umum di wilayah hukum Polres

Balangan Kota Paringin Balangan Kota Paringin yang merupakan keseluruhan

tindak pidana yang termasuk dan diatur dalam KUHP dan belum diatur secara

tersendiri dalam undang-undang.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian tertarik untuk

membahas perihal hak-hak tersangka dalam tindak pidana umum dalam proses

penyidikan polres Balangan kedalam sebuah penelitian dengan judul

“Pemenuhan Hak-Hak Tersangka Dalam Tindak Pidana Pencurian

Kendaraan Bermotor Dalam Proses Penyidikan Di Polres Balangan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan yang akan menjadi

acuan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana pemenuhan hak-hak tersangka dalam tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor dalam proses penyidikan di Polres Balangan?

2. Apa kendala yang dihadapi penyidik dalam proses penyidikan pencurian

kendaraan bermotor di Polres Balangan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai hak-hak

tersangka dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan

bermotor di Polres Balangan tahun 2017.

2. Untuk mengetahui dan memproleh gambaran mengenai hak- hak tersangka

tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres Balangan.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini diharapkan yaitu:

1. Dapat memberikan sumbangan bgi para akademi dan penelitian hukum

sebagai penggalian dan pengembangan hak-hak tersangka dalam proses

penyidikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Polres

Balangan.

2. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya kepada para

masyarakat luas tentang hak-hak tersangka dalam tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor di Polres Balangan.

D. Sistematika penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam proses penguraian serta pembahasan

mengenai isi dan meteri dalam penyusunann skripsi ini, maka masing-masing

isi dan meterinya tersebut dibagi-bagi kedalam beberapa bab, yang yang mana

masing-masing bab nya terdiri atas beberapa sub bab , yang dapat digambarkan

sebagai berikut :

Pada bab I merupakan pendahuluan, yang pada pokoknya berisikan

mengenai latar belakang masalah, Perumusan masalah, Tujuan dan kegunanan

penelitian, Metode penelitian, serta Sistematika penulisan.


Pada bab II merupakan bab yang berisi landasan teoritis dan faktual yang

berkenanna dengan pokok masalah yaitu:Pengertian tindak pidana umum,

pengertian tersangka, hak-hak tersangka dalam tindak pidana, pengertiaan

penyidikan, dan Dasar hukum penyidikan.

Bab III merupakan metode penelitian yang berisi jenis penelitian, sifat

penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, dan pengolahan dan analisis

data.

Bab IV merupakan bab pembahasan masalah yang terdiri dari Deskripsi

Polres Balangan pemenuhan hak-hak tersangka dalam tindak pidana pencurian

kendaraan bermotor dalam proses penyidikan di Polres Balangan dan kendala

yang dihadapi penyidik dalam proses penyidikan pencurian kendraan bermotor

di Polres Balangan.

Bab V merupakan bab terakhir yaitu penutup yang berisi Kesimpulan

terhadap apa yang diuraikan, dan juga beberapa Saran terhadap apa yang telah

diuraiakan tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana Umum

Tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

pidana belanda yaitu strafbaar fiet. Walaupun istilah ini terdapat dalam

WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi

tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar

fiet itu.4

Tindak Pidana Umum adalah tindak pidana yang diatur dalam

KUHP dan merupaka perbuatan-perbuatan yang bersifat umum, dimana

sumber hukumnya bermuara pada KUHP sebagai sumber hukum materil

dan KUHP segai sumber hukum formil.

Menurut Lamintang, yang dimaksud dengan tindak pidana itu yaitu

sebagai suatu tindakan melanggar hak yang dengan sengaja telah

dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya

yang dinyatakan sebagai dapat dilakukan.5

Golongan monistis adalah golongan yang mengajarkan tentang

penggabungan antar perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana

sebagai syarat adanya pidana merupakan keseluruhan dari sifat dan

perbuatan.

1. D.Simon menyebutkan unsur-unsur dari tindak pidana adalah:

4
Adami Chazawi. 2013. Pelajaran Hukum Pidana Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-
Teori Pemidanaan, Dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Cet- 7. Jakarta : Rajawali Pers, hlm.
23.
5
PAF. Lamintang. 2006. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 24.
a. Perbuatan manusia

b. Diancam dengan pidana

c. Melawan hukum

d. Dilakukan dengan kesalahan

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab

Jadi hal ini pengertian pidana adalah perbuatan manusia yang

dilakukan secara melawan hukum, diancam dengan pidana dan oleh orang

yang mampu bertanggung jawab.

B. Pengertian Tersangka

Sebagaimana telah dirumuskan dalam KUHAP pasal 1 butir ke 14

bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau

keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku

tindak pidana, namun demikian berdasarkan suatu azas yang terpenting

dalam Hukum Acara Pidana ialah: “azas praduga tak bersalah” yang telah

dimuat dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, LN. tahun 1970

Nomor 74, maka bersumber pada azas tersebut diatas setiap orang yang

disangka, ditangkap, ditahan, dituntut didepan sidang pengadilan wajib

dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.6

6
R. Atang Ranoemihardja. 1983. Hukum Acara Pidana Studi Perbandingan Antara Hukum
Acara Lama (HIR dll) Dengan Hukum Acara Pidana Baru (KUHAP). Bandung : TARSITO, hlm.
54.
C. Hak-hak Tersangka dalam Tindak Pidana

Tersangka menurut KUHAP adalah seorang yang karena

perbuatannya/ keadaannya bersarkan bukti permulaan patut diduga sebagai

pelaku tindak pidana maka ia diselidiki, disidik dan diperiksa oleh

penyidik. Apabila perlu maka ia dapat dikenakan tindakan upaya paksa

berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan sesuai

dengan undang-undang.

Tersangka mempunyai hak-hak sejak ia diperiksa. Kedudukan

tersangka dalam KUHP adalah sebagai subjek, dimana dalam setiap

pemeriksa harus diperlukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai

harkat, martabat dan harga diri tersangka tidak terlihat sebagai obyek yang

ditanggali hak asasi dan harkat martabat kemanusiaannya dengan

sewenang-wenang. Seorang tersangka tidak dapat diperlukan dengan

sekehendak hati pemeriksa dengan alasan bahwa dia telah bersalah

melakukan suatu tindak pidana, karena sebagaimana asa praduga tidak

bersalah (Presumption of innocence) yang dianut dalam proses peradilan

pidana di indonesia yang tercantum dalam pasal 8 Undang-undang Nomor

4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yaitu “setiap orang yang

ditahan, disangka, ditangkap, dituntut, atau dihadapkan di depan

pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan

pengadilan yang menyatakan kesalahnnya dan telah memperoleh kekuatan

hukum yang tetap.”


KUHAP telah menepatkan tersangka sebagai manusia yang utuh

memiliki harkat, martabat dan harga diri serta hak asasi yang tidak dapat

dirampas darinya.

Didalam KUHAP diatur mengenai hak-hak tersangka yaitu sebagai

berikut:

1. Hak untuk segera mendapat pemeriksaan (pasal 50 ayat (1) dan (2)

2. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa

yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya

pada waktu pemeriksaan dimulai (pasal 51)

3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik

(pasal 52)

4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa dalam setiap pemeriksaan (pasal

53)

5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan

(pasal 54)

6. Berhak secara bebas memilih penasehat hukum (pasal 55)

7. Hak untuk berubah menjadi wajib untuk mendapat bantuan hukum

(pasal 56)

8. Tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat

hukumnya sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP (pasal 57)

9. Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya

(pasal 58).
D. Pengertian Penyidikan

Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar pengetian

opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) penyiasatan atau siasat

(Malaysia). Pasal 1 butir 2 KUHAP memberikan definisi penyidikan

sebagai berikut:

“Penyidikan adalah serangkai tindakan penyidik dalam hal menurut cara


yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.7

Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHP, unsur-unsur yang

terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:

1. Penyidikan merupakan serangkai tindakan yang mengadung tindakan-

tindakan yang antara satu denga yang lain saling berhubungan;

2. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

3. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-

undangan;

4. Tujuan penyidik ialah mencari yang dan mengumpulkan bukti, yang

dengan bukti itu membuat terang tindakan pidana yang terjadi dan

menemukan tersangkanya.

Menurut R. Soesilo dalam bidang reserse kriminil, penyidikan

itu biasa dibedakan sebagai berikut:

1. Penyidikan dalam arti kata luas, yaitu meliputi penyidikan,

pengusutan dan pemeriksaan, yang sekaligus rangkaian dari

7
Andi Hamzah. 2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Cet- 5. Jakarta : Sinar Grafika,
hlm. 118.
tindakan-tindakan dari terus-menerus, tidak ada pangkal permulaan

dan penyelesaiannya.

2. Penyidikan dalam arti kata sempit, yaitu semua tindakan-tindakan

yang merupakan suatu bentuk represif dari reserse kriminil Polri

yang merupakan permulaan dari pemeriksaan perkara pidana.

Kewenangan kepolisian dalam melaksanakan proses

pemeriksaan perkara pidana dijabarkan dalam Pasal 16 UU No. 2 tahun

2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu:

1. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan;

2. Melarang setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki tempat

kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;

3. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam

rangka penyidikan;

4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal;

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

7. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dalam pemeriksaan perkara pidana;

8. Mengadakan penghentian penyidikan;

9. Menyerahkan bekas perkara kepada penuntut umum;


10. Mengajukan permintaan langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan

mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang

yang disangka melakukan tindak pidana;

11. Memberi bantuan dan petunjuk penyidikan kepada penyidik

pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik

pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;

12. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggungjawab.

Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut

penyidikan adalah:

1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.

2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.

3. Pemeriksaan di tempat kejadian.

4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.

5. Penggeledahan.

6. Pemeriksaan atau interogasi.

7. Berita Acara (penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di

tempat).

8. Penyitaan.

9. Penyampingan perkara.

10. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya

kepada penyidik untuk disempurnakan.


E. Dasar Hukum Penyidikan

Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam hukum acara

pidana yang pada pelaksanaannya kerap kali harus menyinggung

martabat individu yang dalam persangkaan kadang-kadang wajib untuk

dilakukan. Suatu semboyan penting dalam hukum acara pidana yaitu

hakikat penyidikan perkara pida adalah menjernihkan persoalan

sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang

seharuskan dibebankan padanya.Oleh karena itu sering kali proses

penyidiakn cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat

menimbulkan beban psikis diusahakan dari penghentian penyidikan.

1. Ketentuan Tentang Penyidik

Menurut Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan

pengertian penyidik. “Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan”.

Dalam pasal 6 KUHP ditentukan dua macam badan yang

dibebani wewenang penyidikan, yaitu sebagai berikut:

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia.

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang, seperti Pejabat imigrasi, Bea cukai,

Dinas kesehatan dan lain sebagainya.


Untuk melakukan penyidikan, pejabat penyidik polisi harus

memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6

ayat (2) KUHAP. Mengenai kedudukan dan kepangkatan pejabat

penyidik kepolisian diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP

No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHP. Memperhatikan

kepangkatan yang diatur dalam Bab IIPP No. 27 Tahun 1983

tersebut, syarat kepangkatan dari penyidik adalah sebagai berikut:

a. Pejabat Penyidik Penuh

Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat penyidik

penuh harus memenuhi kepangkatan dan pengangkatan sebagai

berikut:

1) Sekurang-kurangnya berpangkat Ipda;

2) Berpangkat Bintara di bawah Bripda apabila dalam sektor

Kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat

Pembantu Letnan Dua;

3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI.

b. Pejabat Penyidik Pembantu

1) Sekurang-kurangnya berpangkat Bripda;

2) Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolisian negara

dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur

Muda (golongan Tk I/B);

3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI, atas usul komandan

atau pimpinan kesatuan masing-masing.


BAB III.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penlitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah empiris atau

sosiologis. Penelitian hukum empiris menggunakan data di lapangan

melihat pada realita yang timbul di lingkungan masyarakat, yang akan

ditekankan dalam penelitian hukum empiris bukan pada struktur,

bentuk, sistem dan hirarkis dari norma-norma yang tertulis dalam

undang-undang, asas dam doktrin namun menekankan pada konteks

sosial di mana norma-norma itu bekerja.

B. Sifat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah bersifat eksplanatoris,

yaitu dilakukan untuk menguji hipotesa-hipotesa tertentu, terutama

mendapat informasi atau data dari penelitian deskriptif yang

berhubungan dengan hak-hak tersangka dalam tindak pidana umum

dalam proses penyidikan di Polres Balangan Tahun 2017.

C. Jenis Data

Adapun jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini

terdiri dari 2, yaitu:

1. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari responden

yang telah ditentukan. Dilakukan pengamatan (observasi) dengan

memberikan kuisioner kepada korespondensi.


2. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh melalui studi

kepustakaan. Data sekunder di bidang hukum.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah data yang mempunyai kekuatan

yang mengikat mengenai permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini yaitu:

1) Undang-Undang Dasar 1945

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Republik Indonesia

4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan

kehakiman

5) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang

pelaksanaan KUHP

b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan literatur-literatur atau bahan-bahan hukum yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

serta menganalisis mengenai hak-hak tersangka dalam tindak

pidana umum dalam proses penyidikan di Polres Balangan

Tahun 2017.
c. Bahan Hukum Tersier

Untuk mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder dalam penelitian ini yaitu Kamus Bahasa Indonesia.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan melalui

observasi dengan memberikan kuisioner serta pengamatan dan

wawancara secara langsung kepada korespondensi yang kemudian

ditelaah melalui studi kepustakaan yakni menganalisis permasalahan

yang terkait dengan bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder.

E. Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti akan mengolah dan menganalisis

dari data primer, yang kemudian bahan primer ditelaah dengan langkah

sistematis dan dilanjutkan dengan pembahasan secara eksplanatoris.


BAB IV

PEMBAHASAN MASALAH

A. Deskripsi Polres Balangan

Kabupaten Balangan pada mulanya bagian dari Kabupaten Hulu Sungai Utara

(HSU) Kaliman Selatan. Keinginan masyarakat Balamgan untuk menjadikan

sebuah kabupaten sendiri yang terlepas dari Kabupaten Hulu Sungai Utara telah

dicetuskan sejak tahun 1963. Runtuhnya Pemerintahan orde baru, sangat memicu

kuatnya tuntutan daerah untukmelkasanakn desentralisasi . semangat desentralsasi

ini telah melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah sebagai Penganti undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut telah memberikan kesempatan

yang luas kepada daerah untuk melakukan pemekaran wilayah.

Terbukanya kesempatan untuk memekarkan wilayah ini merupakan

momentum yang sangat tepat dan tidak disia-siakan oleh Panitia Penuntutan

Kabupaten Balangan (PPKB) melakukan tuntutan berdirinya Kabupaten

Balangan. Tanggal 17 Mei 1999 bertepatan dengan HUT Proklamasi Tentara AL

RI Divisi Kalimantan, PPKB beserta tokoh Balangan menyampaikan resolusi III

ke DPRD hulu sungai utara, yaitu “Resolusi Masyarakat Balangan” yang

berisikan tuntutan pendirian Kabupaten Balangan. Dengan Resolusi tersebut,

maka DPRD tanggal 6 juli 2000 tentang Persetujuan Menyalurkan dan

Memperjuangkan Aspirasi Masyarakat Balangan Untuk Mendirikan Kabupaten

Sendiri dengan dasar itu Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara mengeluarkan
Rekomendasi Nomor: 125/0889/ Pem. Tanggal 7 juli 2000 sebagai bentuk

dukungan penuh terhadap aspirasi masyarakat Balangan.

Tanggal 11 febuari 2002 terbit surat keputusan DPRD Kabupaten Hulu

Sungai Utara Nomor 1 Tahun 2002 tentang Persetujuan Pembentukan Kabupaten

Balangan, yang tembusannya disampaikan kepada Gubernur dan Keputusan

Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 0110 Tahun 2002 tentng Pembentukan TIM

Pertimbangan Pemekaran Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, dan disusul

dengan terbitnya Surat Keputusan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11

Tahun 2002 tentang Persetujuan DPRD Provinsi kalimantan selatan Terhadap

Pembentukan Kabupaten Balangan. Pada tanggal 27 januari 2003 dilangsungkan

sidang Paripurna DPRD yang membahas pembentukan dan pemekaran kabupaen

sehingga terbitlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pembentukan

Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan

Selatan yang disahkan oelh presiden tanggak 25 febuari 2003.

Berdasarkan hal tersebutt di atas, maka Kabupaten Balangan merupakan hasil

pemekaran yang semula merupakan bagian dari Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Sebagai Kabupaten hasil pemekaran maka melahirkan satu daerah hukum

pemerintahan daerah yang tentunya membutuhkan seperangkat instansi/lembaga,

dan salah satunya adalah kepolisian Resort (Polres).

Pembentukan Polres pada Kabupaten pemekaran adalah sesuai dengan

peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010

tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan

Kepolisan Sektor. Pasal 1 angka 5 peraturan tersebut menyatakan bahwa


Kepolisian Resort (Polres) adalah Pelaksana tugas dan wewenag Polri di wilayah

Kabupaten/Kota yang berada di bawah Kapolda. Kemudian Pasal 4 ayat (1)

Peraturan tersebut menyatakan bahwa “Polres merupakan satuan organisasi Polri

yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota di daerah hukum masing-masing”.

Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (3) di nyatakan bahwa dapat dibentuk Polres Baru

sesuai dengan ketentan Peraturan perundang-undangan.

Adapun tugas Polres sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 adalah

“menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan,

pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat dan melaksanakan tugas-tugas

Polri lainnya dalam daerah hukum Polres sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan”.

Menurut Pasal 14 ayat (1) Peraturan kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 bahwa Kapolres merupakan pimpinan Polres

yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kapolda. Sekarang ini

Kapolores Kabupaten Balnagan di pimpin oleh AKBP Moh. Zamroni sebagai

wakapolres adalah Kompol Rinaldo. Salah satu tindak pidana yang cukup

meresahkan warga masyarakat dalam daerah hukum Polres Balangan adalah

Pencurian Kenderaan bermotor.


Tabel

Tersangk Korban Pas BB Uraian Singkat Klasif Ketera


Kejadian
a al ikasi ngan

Sapri Fahriano 363 1 (satu lembar Minggun 1 sedan Sidik


Als r Bin KU STNK sepeda Januari 2017 g
Muham Jariansya HP motor Suzuki skj. 21.30 wita
mad Bin h, 22 Satria F korban
Tangkis thn, warna biru berangkat ke
(alm),16 swasta, hitam Nopol barabai untuk
thn, jl. DA 4205 Jl mengambil
pelajar, Gunung dengan sayur dan
Ds. Pandau, NOKA : menaruh
Halong Rt. 01 BG41A-TH- sepeda motor
Rt. 04 Kel. 207907, dan satria F warna
Kec. Paringin NOSIN : biru hitam
Halong, Timur G415-TH- dihalaman
Balngan Kec. 207907 rumah sdr.
Paringin Syamsudinor,
kemudian pada
pukul 24.00
wita korban
kembali dan
melihat sepeda
motor miliknya
sudah tidak ada
lagi
Dalam Muham 363 - 1 (satu) Senin 16 Sedan Lidik
Lidik mad KU buah STNK Januari 2017 g
Riza Bin HP jenis Honda skj 21.45 wita
Sarifuddi Beat Nopol telah terjadi
n, 16 DA 66395 SS tindak pidana
thn, - 1(satu) buah curanmor pada
pelajar, BPKB dengan saat korban
Ds. NOKA : memarkir
Karuh rt. MHJF5126C sepeda
03, kec. K742776, motornya jenis
Batuman NOSIN : Honda Beat
di, JF51E274775 warna biru di
balangan 0 belakang pasar
- 1 (satu) dan pada saat
buah kunci itu tidak
kontak dikunci stang,
kemudian
korban
bersama
temannya pergi
kepasar untuk
berbelanja,
kemudian,
pada saat
korban hendak
pulang sepeda
motor korban
sudah tidak ada
lagi.
1.Herma H. 363 1(satu) buah Rabu tanggal sedan Sidik
wan Syahman KU copy STNK 25 Januari g
Darmaw Bin HP sepeda motor 2017 skj. 18.40
an Als Ramli jenis Yamah wita, anak
Hendra (Alm), Mio Soul korban pulang
Bin 62 Thn, warna putih dari toko
Fahrul wiraswas dengan Nopol miliknya yang
Jaini, 20 ta, kel. DA 6948 EU berada di pasar
Thn, Paringin dengan paringin,
petani, Kota Rt. NOKA : setelah itu
kel. 06 kec. MH328D407 memarkir
Sulingan Paringin BK507688, sepeda motor
, kec. Kota, NOSIN : miliknya di
Murung Balangan 28D-3507725 teras rumah,
pudak, kemudian
tabalong korban dan
2.Mahyu anknya sholat
di Als magrib pada
Jumansy saat korban
ah, 24 sholat magrib
thn, mendengar ada
swasta, suara diluar
Dusun rumah, setelah
ulak selesai sholat
nagka korban mencek
desa keluar rumah
bakunga ternyata sepeda
n,Rt.17 motor korban
Kec.Loaj sudah tidak ada
anan, lagi
kab.Kuta
i
Kartaneg
ara, Kal-
Tim
Dalam Muziburr 363 -Fotocopy Senin 20 maret sedan Lidik
Lidik ahman KU BPKB 2017 skj.21.00 g
Bin M. HP -Kunci wita telah
Noorfikr Sepeda Motor terjadi tindak
i, 16 thn, merk Yamaha pidana
pelajar, Mio DA 6167 pencurian
Ds. HM sepeda motor
Batuman jenis Yamaha
di, Rt. Mio warna
003, merah dengan
Kec. Nopol Da 6167
Batuman HM, NOKA :
di, MH328D204A
Balangan K206660,
NOSIN :
28D1206303,
yang di parkir
korban
disamping
pasar
ditempatnya
gelap dan tidak
ada penjaga
parkirnya
Bahriani Muham 363 -1(satu) Jum’at 04 sedan Sidik
Als mad KU lembar BPKB Agustus 2017 g
Bahri Riduan HP Sepeda motor skj. 17.00 wita
Saidi, 21 Bin Suzuki Satria korban
thn, Sahman, F warna putih memarkir
swasta, 17 thn, DA 3372 EP sepeda motor
Ds. pelajar, 01(satu) miliknya jenis
Murung Ds. lembar STNK Suzuki Satria F
Abuin Binjai sepeda motor warna putih
Rt. 03 Rt. 03 Suzuki Satria biru DA 3372
Rw. 02 Kec. F warna putih EP, NOKA :
Kec. Paringin DA 3372 EP MH8BBG41C
Paringin Selatan, A71J66959,
Selatan, Balangan NOSIN :
Balanga G4201D16715
n 2 tahu 2017
dalam kondisi
terkunci stang
didepan
asrama siswa
di sekolah
Pesantren
Ikhwanul Al-
Qu’an
Muslimin
Paringin Barat,
selanjutnya
korban mandi
kemudian
melaksanakan
sholat magrib
sampai shalat
isya. Setelah
korban bangun
tidur untuk
melaksanakan
shalat shubuh
baru mengecek
sepeda motor
miliknya sudah
tidak ada lagi.
Rajudin Hayani 363 -1 (satu) buah Senin 16 Sedan Sidik
Als Udin Als Yani KU kunci 10 Oktober 2017 g
Als Binti HP untuk skj.20.30 wita,
Gembel, H.Mukri, melakukan korban
22 thn, 46 thn, tindak pidana berangkat dari
petani, IRT, Ds. -1 (satu) rumahnya
Ds.Palaj Sungai Ranmor R2 unutk
au Rt. 02 Ketapi jenis Jupiter mengajar
Kec. Rt. 01 ZZ warna mengaji di
Batuman Kec. merah hitam Desa Sungai
di, Paringin, Nopol DA Ketapi dengan
Balanga Balangan 3173 HS mengendarai
n -1(satu) sepeda motor
lembar STNK Jupiter Z
Jupiter Z warna merah
Nopol DA hitam dengan
3173 HS Nopol DA
-1(satu) unit 3173 HS,
ranmor jenis NOKA :
Jupiter Z MH32P20047
warna merah K394599,
Nopol DA NOSIN :
3783 YK 2P2394833 dan
(milik pelaku) di parkir
-1(satu) buah korban di
kunci lemari samping rumah
merk sdr.Hasbulah.
MARUL kemudian
sekitar 15
menit korban
berada di
dalam rumah
dan mendengar
bunyi sepeda
motor menyala
lalu korban
keluar rumah
ternyata sepia
motor korban
sudah tidak ada
lagi.

B. Pemenuhan Hak-Hak Tersangka Dalam Penyidikan Tindak Pidana

Pencurian Kendaraan Bermotor di Polres Balangan.

Untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman dan tentram,maka

penegakan hukum merupakan suatu halyang mutlak dilakukan oleh aparatur

penegak hukum terhadap barang siapa yang melanggar aturan hukum yang

berlaku. Menurut AbdulKadir Muhammad bahwa penegakan hukum adalah

“usaha melaksanakan hukum sebagai mana mestinya dan jika terjadi pelanggaran,

maka hal yang harus dilakukan adalah memulihkan hukum yang dilanggar itu

supaya ditengakkan kembali”.8 Kemudian menurut Satjipto Rahardjo bahwa

penegakan hukum adalah “suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan

hukum menjadi kenyataan”.9 Sedangkan menurut Edi Setiadi dan Kristian bahwa

penegakan hukum adalah “upaya-upaya merupakan atas mengaplikasikan hukum

8
Abdulkadir Muhammad. 2006. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.
115
9
Satjipto Rahardjo. 1983. Masalah Penegakan Hukum. Bandung: Sinar Baru. Hlm. 25
dalam kehidupan nayata untuk mengembalikan atau memulihkan, berbangsa dan

bernegara”.10

Penegakan hukum dilakukan terhadap berbagai bidang hukumsesuai

dengan konteks kasus yang terjadi Hukum Pidana merupakan salah satu bidang

hukum yang mempunyai peranan penting dalam rangka terciptanya keamanan dan

ketentraman kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Penegakan hukumpidana

merupakan bagian dari politik kriminal (criminal palicy) sebagai salah satu bagian

dari keseluruhan kebijakan penanggulangan kejahatan. Penegakan hukum pidana

bukan merupakan satu-satunya tumpuan harapan, namun keberhasilannya sangat

diharapkan karena pada bidang penegakan hukum inilah dipertaruhkan makna dari

negara berdasarkan atas hukum.11

Peraturan hukum pidana, baik yang bersumber dalam KUHP maupun di

luar KUHP harus ditegakkan dan dilaksanakan, agar ditaati oleh masyarakat.

hukum pidana yang mengandung norma hukum dan sanksi pidana yang

merugikan atau membahayakan masyarakat. hkumpidana yang merupakan hukum

yang bersifat materiil tidak dapat dilaksanakan apabila tanpa adanya aturan

beracara,yaitu proses perkara pidana dan menentukan suatu keputusan dengan

menjatuhkan sanksi pidana kepada seseorang yang terbukti melakukan kesalahan.

Dengan demikian, hukum pidana itu dilaksanakan melalui hukum acara pidana

yang merupakan hukumpidana yang bersifat formil.

Hukum acara pidana menentukan suatu tatanan beracara untuk seluruh

proses perkara pidana yang dirumuskan dalam undang-undang. Tatanan tersebut

10
Edi Setiadi dan Kristian. 2017. Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem
Penegakan Hukum Di Indonesia .. Jakarta: Prenada Media Group, hlm. 25
11
Ibid.
menjadi aturan bekerjanya alat perlegkapan negara yang berwenang berhadapan

dengan segala hak untuk membela bagi tersangka, apabilatimbul dugaan terjadi

perbuatan pidana dan untuk menetapkan keputusan hukumyang tidak

bertentangan dengan hak asasi manusia.12

Kegiatan proses perkara pidana dalam hukum acara pidana tertuju kepada

dua saasaran pokok yaitu usaha melancarkan jalannya (proses) penerapan hukum

pidana oleh alat perlengakapan negara yang berwenang dan jaminan hukumbagi

setiap orang untuk menghindarkan tuntutan atau hukuman yang bertentangan

dengan hak asasi manusia.13 Dalam prakte kdua sasaran hukum acara pidana itu

sukar untuk dicapai bersama-sama secara berimbang, karena sasaran yang

pertama menyangkut kepada kelhbhpentingan masyarakat dan negara, sedangkan

sasaran yang keuda menyangkut kepada kepentingan perseorangan. 14

Hukum acara pidana indonesia sebagaimana termuat dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang dikenal dengan sebutan KUHAP merupakan

suatu peraturan yang memuat tentang bagaiman caranya aparat penegak hukum

yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, dan Penasihat Hukum menjalankan wewenangnya

menegakkan hukum pidana materiil (KUHP). Menurut KUHAP tersebut para

aparat penegak hukum asas harus memperhatikan dua kepentingan hukum secara

12
Bambang Poernomo. 1982. Pandangan Terhadap Azas-Azas Umum Hukum Acara
Pidana. Yogyakarta: Liberty, hlm. 1-2
13
Ibid, hlm. 5
14
Ibid.
berimbang, yaitu kepentingan perorangan dua kepentingan masyarakat dalam

suatu proses beracara pidana.15

Menurut M. Yahya Harahap lahirnya KUHAP merupakan pembaharuan

hukum yang signifikan. KUHAP telah mengangkat dan mendapatkan seorang

manusia dalam kedudukan yang bermartabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

KUHAP menempatkan seorang manusia dalam posisi dan kedudukan yang harus

diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Sekalipun penegakan

hukum itu memang mutlak menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar,

tetapi hak-hak asas manusia seorang tersangka tidak boleh diabaikan atau

dilanggar.16

Untuk mengimplemtasikan tujuan perlindungan terhadap hak asasi

manusia atau harkat dan martabat manusai tersebut, KUHAP membentuk suatu

pola penegakan hukum pidana yang dikenal dengan istilah “sistem peradilan

pidana” (criminal justice system), sistem peradilan pidana sebagai “suatu sistem

dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahat agar haltersebut masih berada

dalam batas-batas toleransi masyarakat”.17 tujuan yang ingin dicapai dari sistem

peradilan pidana adalah “menghilangkan kejahatan (bukan penjahat) untuk

mencapai suatu masyarakat yang terbebas dari kejahatan”.18 Menurut Mardjono

15
https://wartakontarktor. Wordpress.com/2011/04/03/perlindungan-hak-hak-tersangka-
pada-tahap-penyidikan-dalam-perspektif-peradilan-pidana-di-indonesia. Diakses tanggal 15
Agustus 2018
16
M. Yahya Harahap. 2006. Pembahasan Permasalahn dan Penerapan KUHAP
Penyidikan dan Penuntutan. Jakartta:Sinar Grafika, hlm. 2
17
Mien Rukmini. 2003. Perlindungan Ham Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan
Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Bandung:
Alumni, hlm, 76
18
Loebby Loqman. 2002. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Acara Pidana. Jakarta:
Datacom,hlm. 21
Reksodiputro dalam Lilik Mulyadi bahwa yang dimaksud dengan sistem peradilan

pidana adalah “sistem pengadilan, dan permasyarakatan terpidana”.19

Sistem peradilan pidana dijalankan dnegan berlandasan asas the right due

process of law, yaitu setiap penegakan dan penerapan hkuumpidana harus sesuai

dnegan persyaratan konstitusional serta harus menaati hukum. Oleh karena itu

prinsip due process of law tidak membolehkan pelanggaran terhadap suatu bagian

ketentuan hukum dengan dalih guna menegakkan bagian hukum lain. Artinya

menekankan harus ada keseimbangan dalam penegakan hukum, yaitu antara

penegakan hukum dan perlindungan hak-hak asasi seorang yang di duga pelaku

tindak pidana.20 Berdasarkan paparan tersebut di atas, bahwa penegakan hukum

pidana harus tetap menghormati dan menjamin hak asasi manusia

(tersangka/terdakwa), sehingga tidak dibenarkan adanya tindakan sewenang-

wenang dalam proses peradilan wajib mendapatkan hak-haknya. KUHAP telah

mengatur secara jelas dan tegas mengenai hak-hak tersangka sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 50 hingga Pasal68. Aparat penegak hukum wajib

menghormati hak-hak yuridis yang telah diberikan oleh negara kepada tersangka

dalam rangka penyelesaian perkara pidana sebagaimana disyaratkan oleh

KUHAP.21

Adapun hak-hak tesangka yang ditentukan oleh KUHAP dalam rangka

penyidikan tindak pidana adalah:

1. Berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan perkaranya


diajukan ke penuntut umum (Pasal 50 ayat (1) KUHAP);

19
Lilik Mulyadi. 2006. Hukum Acara Pidana, Normatif, Teoritis, Praktik dan
Permasalahannya. Bandung: PT. Alumni, hlm. 3
20
https://wartakontraktor. Wordpress. Com/2011/04/03. Diakses 15 Agustus 2008
21
Ibid.
2. Berhak ntuk diberitahukan dnegan jelas dalambahasa yang dimengerti
oleh tersangka tentang perkara yang disangkakan kepadanya pada
waktu pemeriksaandimulai (Pasal 51 ayat (1) KUHAP);
3. Berhak memberikan keterangan secara bebas (Pasal 52 KUHAP)
4. Berhak mendapatkan bantuan hukumdari seorang atau lebih penasihat
hukum selama dalam waktu pada setiap tingkat pemeriksaan guna
kepentingan pembelaan (Pasal 54 KUHAP);
5. Berhak memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55 KUHAP);
6. Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya
secara pemahaman untuk kepentingan kesehatan baik yang ada
hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58 KUHAP);
7. Berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang
mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka
guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun
usaha mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60 KUHAP);
8. Berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi atau menerima kunjungan semak keluarganya dalam hal
tidak ada hubungan dengan perkara untuk kepentingan pekerja atau
untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP);
9. Berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang
yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65 KUHAP);
10. Berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitas (Pasal 68 KUHAP).

Apabila dari hasil penyelidikan, bahwa perkaranya telah memenuhi syarat

untuk dilakukan penyidikan, maka penyidik melakukan pemeriksaan terhadap

tersangka. Dalam rangka penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan

atau tidak melakukan penahanan tersangka. Adapun alasan untuk melakukan

penahanan terhadap tersangka telah ditentukan dalam pasal 20 ayat (3) KUHAP,

yaitu :

1. Tersangka dikhawatirkan melarikan diri ;

2. Tersangka dikhawatirkan akan merusak / menghilangkan barang

bukti ; dan

3. Tersangka dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak pidana.


Penahanan terhadap tersangka, selain memenuhi alasan subjektif tersebut,

juga berdasarkan pada ketentuan pasal 20 ayat (4) KUHAP, yaitu tersangka

melakukan tindak pidana atau percobaan maupun membantu dalam tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara minimal 5 (lima) tahun atau melakukan

tindak pidana tersebut dalam pasal-pasal 283 (3), 296, 335 (1), 372, 378, 379a,

453, 454, 455, 459, 480, dan pasal 506 KUHP. Menurut pasal 24 ayat (1) dan ayat

(2) KUHAP behwa penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka

selama 20 (dua puluh) hari, dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum selama

40 (empat puluh) hari, dalam hal penyidikan belum selesai. Penahanan atas diri

tersangka dapat ditangguhkan oleh penyidik atas permohonan tersangka atau

penasihat hukumnya. Menurut pasal 31 KUHAP bahwa penangguhan penahanan

tersebut dilakukan dengan jaminan uang atau orang atau tanpa jaminan.

Penyidik sebelum melakukan pemeriksaan terhadap tersangka,

memberitahukan kepada tersangka mengenai haknya untuk mendapatkan bantuan

hukum dari penasihat hukum. Pasal 54 KUHAP menentukan bahwa guna

kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari

penasihat. Namun apabila tersangka melakukan tindak pidana yang diancam

dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun atau lebih atau bagi tersangka yang

tidak mampu yang diancam pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai

penasihat hukum sendiri, maka menurut pasal 56 ayat (1) KUHAP, penyidik

wajib menunjuk penasihat hukum bagi tersangka.


Berdasarkan pasal 7 ayat (1) huruf i KUHAP bahwa penyidik karena

kewajibannya berwenang menghentikan penyidikan. Adapun alasan yang sah

untuk menghentikan penyidikan adalah :

a. Tidak terdapat cukup bukti ;

b. Peristiwa yang terjadi bukan tindak pidana ;

c. Dihentikan demi hukum ;

d. Tidak ada pengaduan atau pengaduan dicabut dalam hal tindak pidana

aduan.22

Apabila penyidikan terhadap tersangka dinyatakan selesai, maka penyidik

membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kemudian penyidik menyerahkan

berkas perkara kepada penuntut umum. Menurut ketentuan pasal 8 KUHAP

bahwa penyerahan perkara kepada penuntut umum dilakukan dengan dua cara,

yaitu :

1. Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkaranya ;

2. Tahap kedua, apabila penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik

menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada

penuntut umum.

Hak-hak tersangka yang telah ditentukan oleh KUHAP tersebut di atas

wajib dipenuhi oleh aparat kepolisian (penyidik) dalam rangka penyidik tindak

pidana. Sehubungan dengan hal itu, apakah hak-hak tersangka tersebut telah

22
Darwan Prints. 1989. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta : Djambatan,
hlm. 63
dipenuhi oleh penyidik Polres Balangan Kalimantan Selatan dalam rangka

penyidikan tindak pidana pencurian kenderaan bermotor.

Berdasarkan hasil penelitian pada ditentukan KUHAP dapat disimpulkan

bahwa hak-hak tersangka yang ditentukan KUHAP pada umumnya telah dipenuhi

oleh penyidik Polres Balangan, kecuali mengenai bantuan hukum dalam rangka

penyidikan tindak pidana pencurian kenderaan bermotor yang terjadi di derah

hukum Kabupaten Balangan.23

Pasal 54 KUHAP telah menentukan bahwa guna kepentingan pembelaan,

tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat

hukum selama proses penyidikan. Kemudian dalam Pasal 55 KUHAP ditentukan

bahwa tersangka berhak memilih sendiri penasihat hukumnya. Hak mendapatkan

bantuan hukum tersebut berlaku sebelum dimulai pemeriksaan oleh penyidik, dan

menjadi kewajiban penyidik memberitahukan hak itu kepada tersangka. Hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 114 KUHAP, yaitu apabila seorang disangka

melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib

memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum

atau tersangka dalam perkaranya wajib didampingi oleh penasihat hukum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 114 KUHAP tersebut, mengenai bantuan

hukum bagi tersangka ada yang bersifat hak dan ada yang bersifat wajib. Setiap

tersangka yang disangka melakukan tindak pidana apapun berhak mendapatkan

bantuan hukum dari penasihat hukum. Dalam hal ini, teersangka mempunyai

kebebasan apakah ia akan menggunakan haknya atas bantuan hukum ataukah

23
Hasil Wawancara dengan supangat, kesatreskrim Polres Balangan, tanggal 2 Agustus
2018
tidak. Sedangkan menggunakan haknya atas bantuan hukumataukah

tidak.sedangkan bantuan hukum yang bersifat wajib ditentukan dalam Pasal 56

KUHAP sebagai berikut:

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa attau didakwa melakukan tindak
pidana yang di ancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas
tahun atau lebih ata bagi mereka yang tidak mampu yang di ancam
dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat
hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum
bagi mereka.
(2) Setiap penasihat hukumyang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuan dengan cuma-cuma.

Berdasarkan ketentuan Pasal 56 KUHAP tersebut di atas bahwa tersangka

yang diancam dengan pidana mati atau lima belas tahun atau lebih atau tersangka

yang diancam pidana lima tahun atau lain yang tdiak mempunyai penasihat

hukum senediri wajib mendapatkan bantuan hukum (didampingi penasihat

hukum). Untuk itu, pada tahap penyidikan, penyidik wajib menunjuk penasihat

hukum bagi tersangka.

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 56 KUHAP tersebut, apakah

tersangka tindak pidana pencurian kenderaan bermotor yang tersangka tindak

pidana pencurian kenderaan bermotor yang terjadi dalam wilayah hukum Polres

Balangan berhak atau wajib mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum.

Tersangka tindak pidana pencurian kenderaan bermotor oleh penyidik Polres

Balngan dikenakan Pasal yang beragam sesuai dengan cara perbuatan tersebut

dilakukan, yaitu Pasal 362, 363 dan Pasal 365 KUHP24. Pasal 362 KUHP

merupakan tindak pidana pencurian biasa yang ancaman pidana penjaranya

24
R. sosilo. 1986. Kitab Undang-Undang Hukum Pidanya (KUHP) serta komentar-
komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, hlm. 195-197
selama lima tahun. Kemudian Pasal 363 KUHP merupakan tindak pidana

pencurian dnegan pembertan yang ancaman pidana penjarannya secara tujuh

tahun. Selanjutnya Pasal 365 merupakan tindak pidana pencurian dengan

kekerasan yang ancaman pidana perkaranya selama sembilan tahun. Dengan

demikian, tersangka tindak pidana pencurian kenderaan bermotor tersebut wajib

mendapatkan bantuan hukum atau didampingi oleh penasihat hukum pada tahap

penyidikan. Apabila tersangka tidak mempunyai penasihat hukum sendiri maka

penyidik wajib menunjukan penasihat hukumbagi tersangka.

Ketentuan tentang hak tersangka tindak pidana pencurian kenderaan

bermotor atas bantuan hukum tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh penyidik

Polres Balangan. Dalam artian terdapat beberapa tersangka yang tidak didampingi

penasihat hukum pada saat penyidik, dan kehadiran penasihat hukum baru

dilakukan ketika dilakukan penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Dengan tidak didampinginya tersangka oleh penasihat hukum pada tahap

penyidikan merupakan suatu pelanggaran terhadap prinsip negara hukum yang

telah mengakui dan menjadi hak asasi manusia yang impelementasi melalui

KUHAP.

Pelanggaran terhadap hak asasi manusia tersangka dapat dikatagorikan

dalam dua bagian, yaitu:

a. Pelanggaran administratif dan prosedural

b. Pelanggaran terhadap diri pribadi (jiwa, raga).25

25
Pelanggaran Terhadap Hak-Hak Tersangka Pada Tahap Penyidikan.
https://wartakontraktor.wordpress. Diakses tanggal 10 Agustus 2018
Sesungguhnya pendampingan penasihat hukum ini merupakan

pelaksanaan Pasal 1 KUHP yang biasanya disebut dengan asas legalitas.

Ketentuan ini memunyai substansi dan tujuan yang sama, yaitu sebagai wujud

perlindungan hukum atas hak-hak kebebasan dan hak atas jiwa raga seorang

tersangka. Dengan demikian maka layak apabila bantuan hukum dipandang

sebagai wujud nyata dari asas legalitas tersebut.26

Bentuk pelangganan terhadap keamanan jiwa raga seorang tersangka yang

disebabkan oleh ketidakpastian ketentuan norma dalam KUHAP, serta akibat dari

perilaku penegak hukum dalam menggunakan wewenang upaya paksa (dwang

middelen) yang berlebihan, antara lain penangkapan dnegan kekerasan, dan

penahanan yang tidak sesuai dengan persyaratan dan prosedur yang ditentukan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa hak tersangka atas bantuan

hukum pada tahap penyidikan tidak di penuhi merupakan pelanggaran terhadap

hak asasi tersangka yang bersifat administratif dan prosedural. Hak tersangka

seperti bantuan hukum merupakan ketentuan hukum yang mendasar dalam hukum

acara pidana, dan juga sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi tersangka

dalam sistem peradilan pidana di indonesia. Namun pelanggaran terhadap hak

asasi tersangka tersebut yang dilakukan oleh penyidik pada tahap penyidikan,

KUHAP tidak menentukan suatu sanksi hukumnya. Oleh karena itu, dalam upaya

menciptakan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak asasi tersangka

pada umunya, dan hak atas bantuan hukum pada khususnya diperlukan adanya

sanksi hukum sebagai akibat akibat hukum dari tidak dipenuhinya hak tersangka,

26
Ibid.
seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hasil penyidikan dinyatakan batal demi

hukum. Dengan adanya sanksi hukum tersebut, maka penyidik akan lebih

profesional dalam memenuhi hak-hak tersangka yang telah ditentukan oleh

KUHAP.

C. Kendala Yang Dihadapi Penyidik Dalam Proses Penyidikan Tindak

Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor di Polres Balangan.

Suatu negara hukum harus memenuhi beberapa unsur diantaranya adalah

adanya jaminan terhadap hak asasi manusia. Berkaitan dengan pernyataan tersebut

dapat diartikan bahwa dalam setiap konstitusi selaku ditemukan adanya jaminan

terhadap dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang beberapa Pasalnya telah mengatur tentang hak asasi manusia, seperti Pasal

27 ayat (1), dan lain-lain.

Salah satu implementasi hak asasi manusia sebagaimana di atur dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain

terdapat pada KUHAP. Pada hakikatnya, upaya mengimplementasikan hak asasi

manusia ke dalam KUHAP adalah berusaha menempatkan keadilan dan

kemanusiaan sebagai nilai tertinggi sesuai dengan martabat bangsa yang merdeka,

untuk itu harus dijamin pelaksanaannya.27

KUHAP sebagai peraturan hukum acara pidana telah mengatur mengenai

proses peradian pidana yang meliputi beberapa tahapan yaitu penyelidikan,

penyidikan, penuntutan dan persidangan. Penyelidikan dan penyidikan merupakan

27
Mien Rukmini. 2003. Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan
Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradialan Pidana Indonesia. Bandung:
PT. Alumni, hlm. 3
tahap awaldari proses penanganan perkara pidana yang menjadi kewenagan

kepolisian untuk melaksanakannya.

Menurut KUHAP bahwa penyelidikan adalah suatu tindakan yang

dilakukan oleh penyelidikan (Polri) dalam rangka mencari dan menentukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menetukan dapat atau tidaknya

dilakukan oleh penyidik (Polri) daalam rangka mencari serta mengumpulkan bukti

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Tindakan penyidikan merupakan

cara untuk mengumpulkan bukti awal untuk mencari tersangka yang diduga

melakukan tindak pidana dan saksi-saksi yang mengetahui tentang tindak pidana

tersebut.

Lilik Mulyadi menyatakan bahwa dari batasan pengertian penyediaan

tersebut, dengan konkrit dan faktual dimensi penyidikan dimulai ketika terjadinya

tindakpidana sehingga melaui proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan

tentang aspek-aspek sebagai berikut:

1. Tindak pidana yang telah dilakukan;


2. Tempat tindak pidana dilakukan;
3. Cara tindak pidana dilakukan;
4. Dengan alat apa tindak pidana dilakukan;

5. Latar belakang sampai tindak pidana dilakukan;


6. Siapa pelakunya.28

Penyidikan dilakukan segera setelah laporan atau pengaduan adanya

tindak pidana. Penyidik yang mengetahui menerima laporan atau pengaduan

tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana wajib

segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan. Ada penyidikan, titik

28
Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan
Permasalahannya. Bandung: Alumni, hlm. 55
berat tekananya diletakan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti

supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang serta menemukan dan

menentukan pelakunya.

Tugas penyidikan yang dilakukan oleh pemyidik polri adalah merupakan

penyidik tunggal bagi tindak pidana umum. Sebagai penyidik adalah sangat sulit

dan membutuhkan tanggung jawab yang besar, karena penyidikan merupakan

tahap awal dari rangakain proses penyelesaian perkara pidana yang nantinya akan

berpengaruh bagi tahap penanganan perkara selanjut.

Berdasarkan kenyatan tersebut, maka penyidik terhadap tindak pidana

yang dilakukan oleh penyidik (Polri) pada seluruh tingkatan kepolisian, yaitu

Polda, Polres, Polsek dan lain-lain tidaklah mudah, sehingga memerlukan

pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Hal ini dikarenakan hasil penyidikan

yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menjadi dasar

penuntutan oleh penuntutan umum, melalui surat dakwaan. Disamping itu sebagai

dasar pemeriksaan oleh penyidikan harus dilakukansecara teliti dan cermat, agar

hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.

Setiap penyidik pada umumnya menghadapi kendala ketika melakukan

penyidikan tindak pidana. Begitu pula halnya dengan para penyidik Polres

Balangan Kalimantan Selatan yang menghadapi kendala pencurian keberadaan

bermotor di dalam wilayah hukumnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa terdapat beberapa kendala yang dihadapi penyidik dalam

rangka penyidikan tindak pidana pencurian kenderaan bermotor di Polres

Balangan, yaitu tersangka memberikan keterangan yang tidak jelas dan berbelit-
belit, tersangka maupun keluarganya tidak mengerti tentang kedudukan penasihat

hukum, dan kesulitan mendapatkan bantuan hukum.

Tersangka pada saat pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik pada

umumnya memberikan keterangan yang tidak jelas dan berbelit-belit, sehingga

penyidik mengalami kesulitan untuk mendapatkan keterangan yang diperlukan

guna memperoleh kejelasan tentang kronologis tindak pidana yang terjadi.

Kendala ini berkaitan dnegan tidak didampinginya tersangka oleh penasihat

hukum pada waktu penyidikan. Tersangka telah diberitahu oleh penyidik bahwa ia

berhak atas bantan hukum, namun hak tersebut tidak dapat dipenuhi tersangka

maupun keluarganya. Adapun yang menjadi alasan tersangka maupun keluarga

tidak dapat menggunakan haknya atas bantuan hukum yang berupa perdampingan

penasihat hukum pada tahap penyidikan adalah dikarenakan ketidakadaan baiaya

untuk membayar honor jasa penasihat hukum.

Apabila tersangka maupun keluarganya tidak mampu menyediakan

penasihat hukum, maka menjadi kewajiban penyidik untuk menunjuk penasihat

hukum bagi tersangka. Kewajibann ini didasarkan atas ancaman pidana penjara

terhadap tersangka lima tahun (Pasal 362 KUHP) dalam lebih lama (Pasal 363

KUHP), dan tersangka tidak mampu menyediakan penasihat hukum sendiri. Hal

ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menentukan bahwa bagi

tersangka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih

yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, penyidik wajib menunjuk

penasihat hukum untuk tersangka.


Kewajiban penyidik untuk memenuhi ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP

mengalami kesulitan berhubung di dalam daerah hukum Polres Balangan tindak

tersedia layanan bantuan hukum seperti Lembaga Bantuan hukum (LBH) maupun

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) yang berada pada Fakultas

Hukum suatu Universitas atau Sekolah Tinggi Ilmu Hukum. Untuk memenuhi

ketentuan tersebut, maka penyidik menghubungi LKBH Universitas Islam

Kalimantan dengan permintaan bantuan hukum yang tersangka. Dengan kata lain,

penyidik Polres Balangan maupun kepada LKBH UNISKA untuk mendampingi

tersangka dalam rangka penyidikan perkaranya. Meskipun penyidik dapat

menunjuk penasihat hukum bagi tersangka dengan bantuan LKBH UNISKA,

namun hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama, jika

dibandingkan dengan adanya Lembaga Bantuan Hukum di daerah hukum Polres

Balangan. Dengan kondisi tersebut, maka berdampak terhadap kelancaran

penanganan perkaranya.29

Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh semua

orang dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang tidak sesuai

dengan kaedah hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti pentingnya

perlindungan hukum bagi setiap insan manusia sebagai subyek hukum guna

menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat membela

masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas, asal usul, keturunan, warna

kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan kelompok orang yang

dibelanya. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak

29
Hasil Wawancara dengan Supangat, KaSatResKrim Polres Balangan, tanggal 2
Agustus 2018
mampu untuk membayar jasa penasihat hukum dalam mendampingi perkaranya.

Meskipun ia mempunyai fakta dan bukti yang dapat dipergunakan untuk

meringankan atau menunjukkan kebenarannya dalam perkara itu, sehingga

perkara mereka pun tidak sampai ke pengadilan. Padahal bantuan hukum

merupakan hak orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (probono publico).

Adanya ketidakmampuan masyarakat secara finansial untuk menuntut

haknya sesuai dengan prosedur hukum, menuntut untuk diadakannya suatu

kebijaksanaan sehingga dapat mengajukan suatu perkara perdata dengan tidak

terbentur oleh biaya, khususnya dalam berperkara perdata, oleh karena itu

diperlukan suatu prosedur untuk mengajukan perkara secara cuma-cuma / tidak

perlu membayar panjer perkara (prodeo). Sehingga bagi pihak yang kurang

mampu, dapat mengajukan gugatan secara cuma-cuma yang disebut dengan

berperkara secara prodeo. Hal tersebut sesuai dengan asas trilogi peradilan yaitu

peradilan cepat, sederhana dan murah. Hal ini tentu saja sangat merugikan pihak

yang menuntut hak nya dan yang nantinya di proses di pengadilan.

Untuk menghalangi terjadinya hal tersebut, dibutuhkan suatu lembaga atau

organisasi hukum yang memperjuangkan keadilan dan penegakan hukum seperti

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mendampingi klien atau pihak yang

dirugikan hak nya, dengan catatan klien atau pihak yang akan didampingi

perkaranya lemah secara ekonomi atau financial. Hal ini diatur juga di dalam

Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum yang menyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang

diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima


Bantuan Hukum dan Penerima Bantuan Hukum tersebut adalah orang atau

kelompok orang miskin.

Peranan lembaga bantuan hukum dalam memberikan bantuan hukum

secara cuma-cuma dalam proses perkara perdata bagi orang yang tidak

mampu / golongan lemah adalah sangat penting. Seorang penasihat hukum

dalam menjalankan profesinya harus selalu berdasarkan pada suatu

kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan guna mewujudkan suatu pemerataan

dalam bidang hukum yaitu kesamaan kedudukan dan kesempatan untuk

memperoleh suatu keadilan. Hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 27 ayat (1), yang

berbunyi: “Segala warga negara bers amaan kedudukan nya dalam hukum dan

pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak

ada kecualinya”.

Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terealisasi dan dapat

dinikmati oleh masyarakat apabila ada kesempatan yang sama untuk mendapatkan

keadilan. Persamaan dihadapan hukum harus diiringi pula dengan berbagai

kemudahan untuk mendapatkan keadilan, termasuk didalamnya pemenuhan hak

atas bantuan hukum. Pemberian bantuan hukum juga dapat diberikan oleh

Advokat sebagaimana diatur juga pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah

Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Secara Cuma - Cuma, yang berbunyi : “Bantuan Hukum Secara Cuma -

Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran

honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili,


mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan

pencari keadilan yang tidak mampu”.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

yang menyebutkan bahwa Advokat wajib memberi bantuan hukum secara cuma -

cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Sementara itu fakir miskin

merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi : “Fakir miskin

dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Gerakan bantuan hukum

sesungguhnya merupakan gerakan konstitusional. Lembaga Bantuan Hukum

(LBH) kemudian mengembangkan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS),

konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara

hukum yang menjamin keadilan sosial. Hukum-hukum yang ditetapkan bukanlah

hasil kompromi institusi-institusi negara dan kekuatan pasar dan modal semat a,

tetapi hukum yang dirumuskan atas dasar tuntutan dan aspirasi masyarakat. Pada

tanggal 4 Oktober tahun 2011, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah

mengesahkan RUU tentang Bantuan Hukum dalam rangka menjamin hak

konstitusional bagi setiap warga negara yang mencakup perlindungan hukum,

kepastian hukum, persamaan di depan hukum, dan perlindungan Hak Asasi

Manusia (HAM).

Dengan disahkannya undang - undang ini terdapat 2 (dua) makna.

Pertama, melalui undang-undang ini setiap orang, khususnya warga negara tidak

mampu berhak atas bantuan hukum dan negara bertanggung jawab memenuhi hak

tersebut dengan menyediakan anggaran yang memadai. Hak atas bantuan hukum
adalah hak dasar setiap warga negara yang sama kedudukannya dengan hak-hak

lain seperti kesehatan, pekerjaan, sandang dan pangan, dan seterusnya. Kedua,

negara melalui Departemen Hukum dan HAM bertanggung jawab mengelola

program bantuan hukum secara akuntabel, sehingga implementasi program dapat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dengan menerima bantuan hukum yang

profesional, bertanggung jawab dan memenuhi rasa keadilan para pencari

keadilan. Dengan adanya program bantuan hukum diharapkan tidak akan terjadi

lagi peristiwa perlakuan yang timpang terhadap pihak yang tidak mampu yang

tersangkut pada perkara perdata.

Masalah bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu yang

tersangkut perkara pidana sebenarnya pemerintah memalui Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukumtelah menyediakan jasa bantuan

hukum secara cuma-cuma berdasarkan persyaratan tertentu. Dalam Pasal 4 UU

Bantuan Hukum di tentukan bahwa bantuan hukum di berikan kepada penerima

bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata

usaha negera, baik ligitasi maupun nonlitigasi. Kemudian dalam Pasal 5 Undang-

Undang tersebut ditentukan bahwa penerimaan bantuan hukum meliputi setiap

oranng miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layakdan mandiri.

Sedangkan pemberi bantuan hukum adalah organisasi bantuan hukum adalah

organisasi bantuan hukum yang memenuhi persyaratan sebagaimanayang

ditentukan dalam Pasal8 ayat (2) Undang-Undang tersebut, yaitu:

a. Berbadan hukum;

b. Terakreditas;
c. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;

d. Memiliki pengurus; dan

e. Miliki program bantuan hukum.

Untuk memperoleh bantuan hukum, maka menurut Pasal 14 ayat (1) UU

Bantuan Hukum, pemohonan bantuan hukum harus memenuhi syarat-syarat,

yaitu:

a. Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya


identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang
dimohon bantuan hukum.
b. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
c. Melampiran surat keterangan miskindari lurah , kepala desa, atau pejabat
setingkat di tempat tinggal pemohon bantuan hukum.

Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang tersebut menentukan bahwa apabila

pemohon bantuan hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis,

permohonan dapat diajukan secara lisan. Kemudian Pasal15 ayat (1) Undang-

Undang tersebut menentukan bahwa pemohon bantuan hukum. Bantuan hukum

yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum meliputi menjalankan kuasa,

mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain

untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, bahwa bagi warga masyarakat

yang tidak mampu yang tersangkut perkara pidana pada khususnmya berhak

mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma yang disediakan oleh pemerintah

melalui organisasi bantuan hukum seperti LBH atau LKBH asalkan memenuhi

persyaratan yang ditentukan. Menurut Pasal 16 ayat (1) UU Bantuan Hukum

bahwa pendanaan bantuan hukum yang diperlukan dan digunakan untuk


penyelenggaraan bantuan hukum menurut Undang-Undang ini di bebankan

kepada Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Keberadaan UU Bantuan Hukum menekankan pada aspek kewajiban dan

tanggungjawab negara melalui Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk

memberikan bantuan hukumkepada masyarakat miskin melalui organisasi bantuan

hukum sebagai pihak pemberi bantuan hukum. Menurut pasal 3 UU Bantuan

Hukum bahwa tujuan penyelenggaraan bantuan hukum, yaitu:

(1) Menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk

mendapatkan akses keadilan;

(2) Mewujudkan hak asasi konstitusional segala warag negara sesuai

dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

(3) Menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan

secara menaati di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

(4) Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Dengan adanya UU Bantuan Hukum tersebut, maka tersangka yang tidak

mampu menyediakan penasihat hukum sendiri dalam tahap penyidikan, berhak

mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma yang disediakan oleh pemerintah

melalui organisasi bantan hukum. Namun keberadaan undang-undang tersebut

tidak diketahui oleh sebagian besar warga masyarakat, sehingga tersangka tidak

dapat memenuhi haknya atas bantuan hukum pada saat penyidikan dikarenakan

ketidakadaan biaya untuk membayar jasa hukum dari penasihat hukum. Berbeda
halnya dengan ketentuan Pasal 56 KUHP ayat (1) KUHAP, maka menjadi

kewajiban penyidik menunjuk penasihat hukum bagi tersangka.

Untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh penyidik Polres Balangan

dalam proses penyidikan tindak pidana pencurian kenderaan bermtor berkenaan

dnegan bantuan hukum bagi tersangka, maka Polres Balangan perlu melakukan

kerja sama dengan LBH atau LKBH yang ada pada Fakultas Hukum suatu

Universitas/Sekolah Tinggi Ilmuu Hukum dalam wilayah Kalimantan Selatan.

Dengan adanya kerja sama tersebut, maka kebutuhan akan bantuan hukum bagi

tersangka dapat dipenuhi secara cepat sehingga memperlancar proses penyidikan

suatu tindak pidana.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu

kesimpulan sebagai berikut:

1. Hak-hak tersangka tindak pidana pencurian kenderaan bermotor

selama penyidikan di Polres Balangan telah terlaksana dengan baik,

kecuali mengenai bantuan hukum bagi tersangka yang tidak mampu

seperti yang ditentukan dalam pasal 56 KUHAP.

2. Kendala yang dihadapi oleh penyidik Polres Balangan dalam rangka

penyidikan tindak pidana pencurian kenderaan bermotor adalah: a)

tersangka memberikan keterangan tidak jelas dan berbelit-belit, b)

kesulitan dalam rangka penunjukan penasihat hukum bagi tersangka

berhubung kurangannya penasihat hukum dan, c) tidak adanya

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di wilayah hukum tersebut, dan d)

tersangka maupun keluarganya tidak mengerti mengenai cara

memperoleh bantuan hukum secara cuma-Cuma.

B. Saran

1. Dalam rangka memenuhi hak tersangka atas bantuan hukum, maka

penyidik Polres Balangan perlu melakukan kerja sama dengan LKBH

yang ada pada Universitas atau Sekolah Tinggi Ilmu Hukum di

Banjarmasin
2. Untuk terwujudnya pemeratan di bidang bantuan hukum bagi tersangka

yang tidak mampu, maka Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia

bekerja sama dengan organisasi advokat hendaknya mengadakan

sosialiasasi tentang program bantuan hukum cuma-cuma kepada

masyarakat, agar masyarakat mengetahuinya.


DAFTAR PUSTAKA

A. LITERATUR

Kansil , C. S. T. 1980. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Effend, H. A. Masyur. 1994. Dinamika HAM Dalam Hukum Nasional Dan

Internasional. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Widhayani, Erni. 1998. Hak-hak Tersangka/Terdakwa Di Dalam KUHAP.

Yogyakarta : Liberty.

Chazawi, Adami. 2013. Pelajaran Hukum Pidana Stelsel Pidana, Tindak Pidana,

Teori-Teori Pemidanaan, Dan Batas Berlakunya Hukum Pidana. Cet- 7.

Jakarta : Rajawali Pers.

PAF. Lamintang. 2006. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika.

Ranoemihardja, R Atang. 1983. Hukum Acara Pidana Studi Perbandingan Antara

Hukum Acara Lama (HIR dll) Dengan Hukum Acara Pidana Baru

(KUHAP). Bandung : TARSITO.

Hamzah, Andi. 2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Cet- 5. Jakarta : Sinar

Grafika.

Harahap, M. Yahya. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta : Sinar Grafika


Luqman, Loebby. 2012. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Acara Pidana. Jakarta

: Datacom

Mulyadi, Lilik. 2006. Hukum Acara Pidana, Normatif, Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya. Bandung : PT. Alumni.

Muhammad, Abdulkadir. 2006. Etika Profesi Hukum. Bandung : Citra Aditya

Bakti.

Poernomo, Bambang. 1982. Pandangan Terhadap Azas-Azas Umum Hukum

Acara Pidana.

Rahardjo, Satjipto. 1983. Masdalah Penegaan Hukum. Bandung : Sinar Baru

Setiadi, Edi dan Kristian. 2017. Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem

Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta : Prenada Media Group

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

- Undang-Undang Dasar 1945

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana

- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik

Indonesia

- Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman

- Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHP

Anda mungkin juga menyukai