Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi
Nasofaring adalah bagian dari saluran pernapasan yang merupakan
bagian atas tenggorokkan yang terdapat di belakang hidung. Pada
Nasofaring terdapat tubaeustachius dan tonsilafaringeal (Adenoid). Nasof
aring berfungsi untuk tempat masuknya udara menuju saluran pernapasan
berikutnya, juga sebagai pelindung dari infeksi karena terdapat tonsil
faringeal (Adenoid). Ukuran Nasofaring pada orang dewasa sekitar 4 cm
tinggi dan 4 cm lebar (Suddarth & Brunner, 2017).
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus,
terletak di belakang rongga hidung. Dasar nasofaring dibentuk oleh
permukaan atas palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila palatum
molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah,
mengucapkan kata, dan akan terbuka pada waktu respirasi. Dinding
depan dibentuk oleh koana dan septum nasi bagian belakang. Bagian
belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan
otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang
berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas
superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius.
Sedangkan ke arah superior terdapat fossa Rossenmuller atau resessus
lateral. Di daerah ini merupakan tempat predileksi karsinoma nasofaring
(Arief mansjoer, 2006)

1
Nasofaring mendapat aliran dari cabang arteri karotis eksterna,
yaitu faringeal asenden dan desenden sertacabang faringeal arteri
sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada
permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena
jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang
terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf
trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior nasofaring.
Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah
bening yang saling menyilang di bagian tengah dan menuju ke kelenjar
Rouviere yang terletak pada bagian lateral ruang retrofaring, selanjutnya
menuju ke kelenjar limfa disepanjang vena jugularis dan kelenjar limfa
yang terletak di permukaan superfisial.
B. Definisi
Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel karena di dalam
organ tubuh timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh
abnormal, cepat, dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat dan gerakan
yang berbeda dari sel asalnya, serta merusak bentuk dan fungsi organ
asalnya.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor yang berasal dari sel-sel
epitel yang menutupi permukaan nasofaring (Arima, 2006).
Karsinoma nasofaring adalah tumor jinak yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa rossenmuller dan atap nasofaring.
tumor ganas ini mayoritas terjadi di kepala dan leher (Arief mansjoer,
2006).
Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel
nasofaring di ringga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga
mulut yang tumbuh dari jaringan epitel yang meliputi jaringa limfoit
denga predileksi di fosa rossenmuller pada nasofaring yang merupakan
daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi skuamusa dan
atap nasofaring (Brunner & Suddarth, 2017).

2
Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang timbul di daerah
nasofaring area di atas tenggorok dan dibelakang hidung.
C. Klasifikasi
Klasifikasi kanker nasofaring yaitu :
1. Ukuran tumor (T)
a. T0
Tidak tampak tumor.
b. T1
Tumor terbatas pada satu lokasi saja.
c. T2
Tumor terdapat pada dua lokasi ataun lebih tetapi masih terbatas
pada rongga nasofaring.
d. T3
Tumor telah kaluar dari rongga nasofaring.
e. T4
Tumor yang telah keluar dari rongga nasofaring merusak tulang
tengkorak atau syaraf-syaraf otak.
2. Reginal limfe nodus (N)
a. N0
Tidak ada pembesaran.
b. N1
Terdapat pembesaran tetapi homolatral dan masih bias
digerakan.
c. N2
Terdapat pembesaran di kontralateral dan masih bias
digerakkan.
d. N3
Terdapat pembesaran baik, homolateral, kontralateral, bilalateral
yang sudah melekat pada jaringan sekitar.

3. Metatase jauh (M)

3
a. Mo
Tidak terdapat metatase jauh.
b. M1
Metatase jauh.

Stadium Tumor Nasofaring, antara lain :


1. Stadium 0
Sel-sel kanker masih beada dalam batas nasopaing, biasanya bisa
disebut dengan nasopharynx in situ.
2. Stadium I (T1, N0, M0)
Sel kanker menyebar pada bagian nasopharing.
3. Stadium II (T2, N0, M0)
Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga
hidung. atau dapat pula menyebar di kelenjar getah bening pada
salah satu sisi leher.
4. Stadium III (T2/ T2/T3 dan N1, M0 atau T3 N0 M0)
Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua
sisi leher.
5. Stadium IV (T4 dan N0/N1 dan M0 atau T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3
dan M1)
Kanker ini sudah menyebar di syaraf dan tulang sekitar wajah.
D. Etiologi
Penyebab utama kanker Nasofaring adalah infeksi virus Epstein
Barr. Namun ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi atau memicu
terjadinya penyakit ini, yaitu faktor lingkungan seperti iritasi oleh bahan
kimia, kebiasaan memasak dengan asap, dan sering mengkonsumsi ikan
asin yang diawetkan dengan nitrosamine dalam jangka panjang. Prilaku
diet yang tidak tepat juga bisa mempengaruhi terjadinya kanker
nasofaring. Mereka yang di lingkungan kerjanya sering terpapar gas dan
bahan kimia industri, peleburan besi, formaldehida dan serbuk kayu juga
beresiko terserang penyakit ganas ini. Mereka yang sering terpapar dupa

4
atau kemenyan dalam jangka panjang rentan terkena Karsinoma
Nasofaring (Drs. H. Syaifuddin, 2012).
Kemudian ada beberapa penyebab lain yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Kontak dengan zat karsinogenik
Kontak denga zat karsinogenik yag terlalu sering dapat
mengakibatkan munculnya kanker, antara lain:gas kimia, asap
industri.
2. Keturunan
Kejadian KNF mayoritas ditemukan pada kerturunan ras
mongoloid dibandimgkan dengan ras lainnya.

3. Radang kronis di daerah nasofaring


Terjadinya perdangan di daerah nasofering dapat membuat
mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap mikroorganisme.
4. Faktor lingkungan
Adanya kebiasaan diberikannya pengawet pada ikan asin, maka
dapat memberikan efek mutagenic bagi masyarakat.
5. Keadaan social ekonomi yang rendah dan PHBS yang buruk
Kedaan lingkungan yang tidak kondusif bagi kesehatan yang
dapat tercermin dari ventilasi yang kurang baik, sehingga sirkulasi
udara menjadi terhambat.
6. Genetik
7. Umur
Lansia menjadi lebih rentan dikarenakan penurunan fungsi organ.
8. Daya tahan tubuh pasien yang menurun
9. Kebiasaan mengkonsumsi ikan bakar dan ikan asin
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada penderita kanker
nasofaring, antara lain :
1. Gelaja telinga
a. Sumbatan pada tuba eustachius atau kataralis

5
Pasien sering mengeluh rasa penuh ditelinga, rasa kadang-
kadang berdengung disertai dengan gangguan pendengaran.
Gejala ini merupakan gejala awal.
b. Radang telinga tengahsampai perforasi membrane timpani
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi
akibat penyumbatan muara tuba dimana rongga telinga aka terisi
cairan yang semakin lama makin banyak, sehingga dapat
menyebabkan perforasi gendang telinga dengan akibat gangguan
pendengaran.
2. Gejala hidung
a. Epiktasis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan
dan sentuhan dapat terjadi perdarahan hidung yang ditunjukan
dengan keluarnya darah secara berulang-ulang dengan jumlah
yang sedikit dan kadang-kadang bercampur dengan ingus,
sehingga berwarna kemerahan
b. Sumbatan hidung

Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan


tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana.gejala
menyerupai pilek kronis,kadang-kadang disertai dengan
ganggguan penciuman dan ingus kental.

6
3. Gejala lanjutan
a. Pemberasaran kelenjar limfe leher

Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar


dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar yang terus melekat
pada otot dan sulit untuk digerakan. Gejala ini dapat menjadi
gejala yag lebih lanjut.
b. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
Dikarenakan nasofaring berhubunga dengan rongga
terngkorak melalui beberapa lubang, maka gangguan syaraf
dapat juga terganggu. Jika tumor menjalar melalui foramen
laserum akan memgenai syaraf otak ke III,IV,VI dan dapat
mengenai syaraf tak ke V, sehingga dapat terjadi penglihatan
ganda (diplopia). Proses karsinima lebih lanjut akan mengenai
syaraf otak IX,X,XI jika menjalar melalui foramen jugular dan
menyebabkan syndrome Jackson.bila sudah mengenai seluruh
syaraf otak disebut sindrom unilateral dapat juga disertai dengan
destruksi tulang tengkorak. Jika keadaannya seperti itu
menjadikan prognosis menjadi buruk.
c. Gejala akibat metastasis
Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran darah dan
mengenai bagian organ tubuh yang jauh dari nasofaring.Organ
yang paling seting terkena adalah tulang, hati dan paru.

7
F. Epidemiologi
Kanker Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di
daerah nasofaring dengan predileksi di Fosa Rossenmuller dan atap
nasofaring. KNF adalah tumor yang berasal dari sel epitel yang menutupi
permukaan nasofaring. Kanker nasofaring merupakan tumor ganas yang
sering dijumpai dibagian telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher
(THTKL). Kanker nasofaring di Indonesia menduduki urutan keempat
dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit.
Karsinoma nasofaring lebih banyak ditemukan di wilayah Asia
daripada daerah Eropa, terutama pada ras Mongoloid. Ras Mongoloid
merupakan faktor dominan timbulnya KNF, sehingga sering terjadi pada
penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia,
Singapura, dan Indonesia. Penduduk RRC, khususnya di propinsi Guang
Dong mempunyai insiden tertinggi di dunia yaitu 40-50 per 100.000
penduduk pertahun, sedangkan di Indonesia menurut data tahun 1980
didapatkan angka prevalensi 4,7 per 100.000 penduduk per tahun.
Kanker nasofaring merupakan salah satu jenis kanker ganas yang
sering ditemukan di Indonesia. Kanker nasofaring berada pada urutan ke-
4 kanker terbanyak di Indonesia setelah kanker payudara, kanker leher
rahim, dan kanker paru. Kanker nasofaring adalah kanker kepala leher
tersering (28.4%), dengan rasio pria-wanita adalah 2:4, dan endemis pada
populasi Jawa

8
G. Skema patofisiologi
Pada
Kanker Perdarahan pada hidungenyumbatan
epiktansis
nasofaring hidung pada hidung

Metastase sel-sel
Infeksi virus kankerke kelenjar getah
epstein barr bening melalui aliran Tumor pada rongga
limfe Pertumbuhan dan hidung
Menstimulasi pembedahan perkembangan sel-sel karker
sel abnormal yang tidak di kelenjar getah bening
terkontrol
Bersihan jalan nafas
Pertumbuhan sel kanker tidak efektif
Benjolan massa pada leher
pada nasofaring bagian samping

Penekanan pada tuba


eustachius Menembus kelenjer & mengenai
otak dibawahnya

Penyumbatan
muara tuba Kelerjer melekat pada otot dan
sulit di gerakkan
Gangguan persepsi
sensori(pendengaran)
Nyeri

9
Kanker nasofaring dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah satu dari
penyebab dari kanker nasofaring ini adalah adanya virus eipstein yang
dapat menyebabkan ca nasofering. Sel yang terinfeksi noleh sel EBV
akan dapat menghasilkan sel-sel tertentu yang berfungsi untuk
mengadakan proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus dalam
sel host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV,
seperti EBNA-1, dan LPM-1, LPM-2A dan LPM-2B.
EBV dapat mengaktifkan dan memmapakan zat kasinogenik yang
menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol
sehingga tejadilah defeensiasi dan polifeasi potein laten, sehingga
memicu petumbuhan sel kanker pada nasofaring terutama pada fossa
rossenmuller. Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan
dan sentuhan dapat terjadi perdarahan hidung yang ditunjukan dengan
keluarnya darah secara berulang-ulang dengan jumlah yang sedikit dan
kadang-kadang bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke
dalam rongga hidung dan menutupi koana.gejala menyerupai pilek
kronis,kadang-kadang disertai dengan ganggguan penciuman dan ingus
kental.
Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan
mengenai otot dibawahnya. Kelenjar yang terus melekat pada otot dan
sulit untuk digerakan. Nasofaring berhubungan dengan rongga
terngkorak melalui beberapa lubang, maka gangguan syaraf dapat juga
terganggu. Jika tumor menjalar melalui foramen laserum akan memgenai
syaraf otak ke III, IV, VI dan dapat mengenai syaraf tak ke V, sehingga
dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia).
Proses karsinoma lebih lanjut akan mengenai syaraf otak IX, X, XI
jika menjalar melalui foramen jugular dan menyebabkan Syndrome
Jackson, bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom
unilateral dapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak. Sel-sel
kanker dapat ikut bersama aliran darah dan mengenai bagian organ tubuh

10
yang jauh dari nasofaring. Organ yang paling sering terkena adalah
tulang, hati dan paru.
H. Komplikasi
a) Komplikasi akut
1) Mukositis
Inflamasi pada mukosa mulut berupa eitema dan adanya ulser yang
biasanya ditemukan opada pasien yang mendapatkan terapi kanker.
Pasien akan mengeluhkan rasa sakit pada mulut dan dapat
mempengaruhi nutrisi dan kualitas hidup pasien.
2) Kandidiasis
Infeksi opurtunitik berupa kandidiasis pada mukosa mulut yang
disebabkan oleh jamu candida albicans.
3) Dysgeusia
Respon awal berupa hilangnya salah satu indra pengecapan oleh
terapi radiasi.
b) Komplikasi kronis
1) Karies gigi
Merupakan akibat dari terapi radiasi berupa gigi yang mengalami
destruktif dan mengalami kerusakan.
2) Gagal napas
Gagal napas terjadi dikarenakan adanya metastase darri tumor
nasofaring sampai pada trachea sehingga terjadi penyumbatan total
pada trachea.
3) Peningkatan tekanan intakanial
Hal ini dapat tejadi rjika tumor sudah menyebar sampai lapisan
otak dan menekan duramater otak.
I. Diagnostik test
1. Pemeriksaan fisik
Kanker nasofaring dapat menimbulkan gejala berupa benjolan di
leher. Benjolan tersebut biasanya merupakan tanda bahwa kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening. Maka dari itu, dokter THT akan
memulai proses diagnosis dengan memeriksa bagian tersebut. Dokter

11
akan menekan beberapa bagian leher untuk memeriksa ada atau
tidaknya benjolan.
2. X-Ray
Pemeriksaan X-ray dapat mendeteksi berbagai tumor dan
kerusakan dasar tulang tengkorak. Jenis pemeriksaan ini menggunakan
radiografi lateralis pada nasofaring dan inspeksi radiografi tulang
tengkorak.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat memahami daerah tumor Intracavitary, dan
apakah di rongga deformasi dan simetri. Selain itu, pemeriksaan ini
juga dapat menampilkan invasi nasofaring, seperti pada rongga hidung,
orofaring, rongga parafaringeal, fossa infratemporal, selubung karotis,
fosa pterygopalatine, sinus maksilaris, sinus kavernosus ethmoid,
orbital dan intrakranial, dan faring, serta metastase pada leher.
4. USG
USG merupakan salah satu jenis pendiagnosaan dasar, bersifat
minimal invasif, dapat melihat berbagai jenis metastase, seperti di
kelenjar.

5. Patologi
Ahli Onkologi St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou,
Prof. Liu Lv Guang mengungkapkan, karena gejala awal kanker
nasofaring cenderung tidak kelihatan, banyak pasien yang baru
terdiagnosa pada saat sudah memasuki stadium akhir. Setelah rutin
menjalani radioterapi, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun pasien
cenderung lebih rendah dari 50%. Oleh karena itu, selain melakukan
deteksi dan pengobatan dini, faktor kunci untuk meningkatkan
kelangsungan hidup pasien kanker nasofaring adalah dengan memilih
pengobatan yang paling sesuai.
6. Nasofaringoskopi
Nasofaringoskopi atau nasoendoskopi adalah prosedur di mana
dokter melihat bagian dalam nasofaring menggunakan metode
endoskopi dan alat khusus bernama nasofaringoskop. Nasofaringoskop
adalah alat berupa selang kecil yang dilengkapi dengan kamera. Alat

12
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam nasofaring melalui hidung.
Kamera yang ada pada nasofaringoskop akan menghasilkan gambar
pada monitor, sehingga memudahkan dokter dalam mengamati kondisi
nasofaring.
7. Biopsi
Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel dari benjolan di
nasofaring untuk selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop. Dalam
mengambil sampel, dokter juga biasanya menggunakan
nasoendoskopi.
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan utama. Radioterapi
merupakan terapi pilihan utama karena karsinoma nasofaring
adalah tumor yang radiosensitif, biaya relatif murah, dan cukup
efektif terutama terhadap tumor yang belum mengadakan invasi
ke intrakranial. Tetapi jika sudah metastase jauh maka radiasi
merupakan pengobatan yang bersifat paliatif.
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi adjuvan yang hingga saat ini
masih tetap digunakan. pemberian adjuvant kemoterapi yaitu: Cis-
Platinum, bleomycin dan 5-fluororauncil. Berbagai macam
kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah
kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
c. Pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika
masih ada sisa kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau
adanya kekambuhan kelenjar/timbul kembali setelah penyinaran,
tetapi dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih,
atau sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi
dan serologi. Operasi tumor induk sisa atau kambuh diindikasikan,
tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

13
2. Penatalaksanaan Non-Medis
a. Diet
Diet yang diberikan bagi penderita kanker adalah Diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Pada pasien kanker
nasofaring selama pengobatan, seringkali kehilangan nafsu makan,
mual, muntah, diare, pembengkakan pada mulut, kesulitan
menelan dan lain sebagainya yang menyebabkan pasien perlu
asupan makanan tinggi kalori dan tinggi protein untuk
meningkatkan kekebalan tubuh penderita dan mengurangi efek
yang lebih parah dari pengobatan kanker.
Tujuan diet penyakit kanker adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi optimal dengan cara :
1) Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan
penyakit serta daya terima pasien.
2) Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara
berlebihan.
3) Mengurangi rasa mual, muntah dan diare.
4) Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap
makanan oleh pasien dan keluarganya.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat.
Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Keluhan utama
a. Riwayat kesehatan
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan
menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan dan
terdapat kekakuan dalam menelan.

14
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien
dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang
proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa
saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara
klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya
keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang
ada hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau
gaya hidup, misalnya pada penderita Ca tonsil adanya kebiasaan
merokok, minum alkohol, terpapar zat-zat kimia, riwayat stomatitis
yang lama, oral hygiene yang jelek, dan yang lainnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada
cantumkan genogram.
e. Pemerikasaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi sistem tubuh secara
menyeluruh dengan menggunakan tekhnik inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.
1) Keadaan umum
Kaji tentang keadaan klien, kesadaran dan tanda-tanda vital.
2) Sistem respirasi
Jika Ca sudah membesar dan menyumbat jalan nafas maka
klien akan mengalami kesukaran bernafas, apalagi klien
dilakukan Trakheostomi, produksi sekret akan menumpuk dan
mengakibatkan jalan nafas tidak efektif dengan adanya
perubahan frekuensi nafas dan stridor.
3) Sistem cardiovaskuler
Ca nasofaring dengan pemasangan Trakheostomi dan produksi
sekret meningkat, bila dilakukan suction yang berlebihan

15
dalam satu waktu dapat merangsang reflek nerves sehingga
mengakibatkan bradikardi dan biasanya terjadi peningkatan
JVP.
4) Sistem gastrointestinal
Dapat ditemukan adanya mukosa dan bibir kering, nafsu
makan menurun, penurunan berat badan. Jika Ca sudah
menyumbat saluran pencernaan dapat dilakukan tindakan
Gastrostomy.
5) Sistem musculoskeletal
Kekuatan otot mungkin penuh atau bisa juga terjadi kelemahan
dalam mobilisasi leher karena adanya pembengkakan bila Ca
sudah terlalu parah.

6) Sistem endokrin
Mungkin ditemukan adanya gangguan pada hormonal apabila
ada metastase pada kelenjar tiroid.
7) Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan adanya gangguan pada nervus III, IV, dan
VI yaitu syaraf yang mempersyarafi otot-otot mata, nervus IX,
X, XI dan XII yang mempersyarafi glosofaringeal, vagus,
asesorius dan hipoglosus. Biasanya bila ada nyeri yang
dirasakan klien dapat merangsang pada sistem RAS di
formatio retikularis sehingga menyebabkan klien terjaga.
8) Sistem urinaria
Biasanya tidak ditemukan adanya masalah, bila ada metastase
ginjal, akan terjadi penurunan fungsi ginjal.
9) Sistem wicara dan pendengaran
Dapat terjadi gangguan pendengaran yang disebabkan adanya
sumbatan pada tuba eustacius sehingga menggangu saluran
pendengaran. Bila Ca sudah bermetastase pada pita suara,
maka klien tidak dapat berkomunikasi secara verbal.
10) Sistem integument

16
Klien yang mendapat terapi radiasi atau kemoterapi akan
terjadi perubahan warna hiperpigmentasi pada area
penyianaran.
11) Sistem reproduksi
Biasanya dengan adanya perasaan nyeri, maka dapat
menyebabkan gangguan pada sexualitas.

17
3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
kemampuan untuk bernafas
b. Nyeri berhubungan dengan benjolan massa pada leher
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia.
d. Gangguan presepsi sensori (pendengaran) berhubungan dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor.

4. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
kemampuan untuk bernafas
Tujuan : Klien akan mempertahankan jalan nafas tetap terbuka
Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih dan jelas, tidak sesak, tidak
sianosis, frekuensi nafas normal.

Intervensi Rasional
Awasi frekuensi atau kedalaman Per ubahan pada pernafasan, adanya
pernafasan ronki, menggi, diduga adanya retensi
sekret
Tinggikan kepala 30-45 Memudahkan drainase sekret
Dorong menelan bila pasien mampu Mencegah penggumpalan sekret oral
menurunkan resiko aspirasi
Berikan humidifikasi tambahan Fisiologi normal

b. Nyeri berhubungan dengan benjolan massa pada leher.


Tujuan : rasa nyeri dapat teratasi/terkontrol.
Kriteria Hasil : klien tidak menunjukan tanda-tanda nyeri
(grimace,gelisah,perubahan TD dan RR).

18
Intervensi Rasional
Kaji riwayat nyeri Mengetahui sifat nyeri
Berikan tindakan kenyamanan dan Meningkatkan relaksasi klien
modifikasi lingkungan
Ajarkan teknik distraksi dan Dapat mengurangi rasa nyeri
relaksasi.
Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi rasa nyeri secara
medikamentosa

c. Gangguan presepsi sensori (pendengaran) berhubungan dengan


gangguan status organ sekunder metastase tumor.
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori presepsi.
Kriteria Hasil : Mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap
perubahan.

Intervensi Rasional
Tentukan ketajaman pendengaran mengetahui perubahan dari hal-hal
yang merupakan kebiasan klien
Orientasikan terhadap lingkungan lingkungan yang nyaman membantu
sekitar proses penyembuhan
Observasi TTV dan gejala mengetahui faktor-faktor penyebab
disorientasi gangguan presepsi sensori yang lain
yang dialami klien
Bicara pada sisi telinga yang sehat keluhan dan informasi dapat
atau dengan menggunakan tulisan tersampaikan

19
5. Evaluasi
a. Klien dapat mempertahankan jalan napas tetap terbuka
b. Nyeri klien berkurang
c. Klien dapat berkomunikasi dengan efektif

20
III. DAFTAR PUSTAKA
Arief mansjoer, 2006. Tentang definisi dari nasoparing
Brunner & Suddarth.2017. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta:
EGC
Mansjoer, Arief. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aeusculapius
Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth. (Ed 8). (Vol. 3). Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai