_____________________________________
Dibacakan : Senin, 19 November 2018
Oleh : Stephanie Dian Santoso
LAPORAN KASUS
Oleh :
Stephanie D. Santoso
Pembimbing :
dr. Audrey M.I Wahani, SpA (K)
2
I. IDENTITAS
1.1 IDENTITAS PENDERITA
Nomor register : 54.XX.XX
Nama penderita : PGP
Tanggal lahir : 17 Juli 2006
Usia : 12 tahun 3 bulan
Tempat lahir : Puskemas
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Suku bangsa : Sanger
Agama : Kristen protestan
Anak ke : 5 dari 5 anak
Alamat : Pamadaling LK II
II. ANAMNESIS
(dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap orangtua
penderita)
Keluhan Utama
- Sesak sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan
- Demam sejak sekitar 1 bulan SMRS
- Nafsu makan menuun sejak 1 bulan SMRS
- Batuk sejak sekitar 2 bulan SMRS
3
2.1 Riwayat penyakit sekarang :
Penderita datang ke RSUP. Prof. Dr.R.D Kandou dengan keluhan
sesak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak tidak berkurang dengan
perubahan posisi tubuh, maupun istirahat, sesak dirasakan sepanjang hari.
Pasien mengalami batuk sejak sekitar 2 bulan sebelum masuk rumah sakit,
batuk didapatkan sepanjang hari, dan tidak ada perubahan walaupun sudah
diberikan terapi.
Pasien juga mengeluhkan adanya demam sejak sekitar satu bulan
sebelum masuk rumah sakit, demam hilang timbul, demam dirasakan tinggi
pada perabaan, demam tidak disertai dengan menggigil maupun berkringat
dingin, demam turun dengan obat penurun demam.
Pasien juga dikeluhkan jadi lebih malas makan sejak sekitar 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit, dan berat badan pasien turun 3 kg dalam 1 bulan
terakhir.
Sebelumnya pasien sempat berobat beberapa kali ke puskesmas, dan
sudah diberikan pengobatan berupa antibiotik, obat panas, dan obat batuk
namun tidak ada perubahan, kemudian pasien diantar ke dokter, kemudian
pasien diminta untuk melakukan foto thorak. Pasien melakukan foto thoraks
pada tanggal 9 Oktober 2018, dengan hasil tampak konsolidasi pada paru
kanan dengan gambaran keradangan paru, sugestif TB.
Ibu penderita di diagnosa dengan TB paru pada tahun 2012 dan sudah
menjalankan terapi selama enam bulan dan dinyatakan telah sembuh. Pasien
merupakan anak ke lima dari lima bersaudara, dan hanya pasien yang tidur
satu kamar dengan ibu penderita.
Pasien tinggal satu rumah berasama dengan seorang keponakan
perempuan yang masih berusia dua tahun, pasien cukup dekat dan sering
bermain dengan keponakannya. Keponakan penderita tidak ada keluhan
deman berulang, batuk lama, nafsu makan cukup baik dan dikatakan tumbuh
dengan cukup baik sesuai dengan usia. Setelah imunisasi BCG, muncul bisul
4
setelah sekitar 3 minggu. Selain dengan keponakan penderita pasien tidak ada
kontak erat dengan anak yang berusia lebih kecil lainnya.
2.2 Riwayat penyakit dahulu
Pasien datang ke RSUP. Prof. Dr.R.D Kandou dengan sesak sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, batuk sudah sejak dua bulan sebelum masuk
rumah sakit, demam sejak satu bulan, dan malas makan sejak satu bulan
sebelum masuk rumah sakit. Sejak satu bulan yang lalu pasien sudah sempat
berobat ke puskesmas dua kali, dan diberi antibiotik dan obat batuk, namun
tidak ada perubahan, kemudian ibu penderita membawa pasien ke dokter dan
diminta untuk dilakukan foto thoraks. Pasien melakukan pemeriksaan foto
thoraks pada tanggal 9 Oktober 2018 dengan hasil pada cor didapatkan besar
dan bentuk tampak normal, pulmo kesan tampak gambaran konsolidasi pada
paru kanan, dengan sinus kostofrenikus kanan dan kiri baik, tulang- tulang baik,
jaringan lunak dinding dada normal, dengan kesan keradangan paru dengan
sugestif tuberkulosis ( TB ) paru aktif.
Pasien juga dikeluhkan demam sejak sekitar 1 bulan, dan berat badan turun
sekitar 3 kg dalam 1 bulan. Pasien merupakan anak ke lima dari lima
bersaudara, hanya pasien yang tidur satu kamar dengan ibu penderita.
5
Silsilah keluarga
6
B. RIWAYAT PERSALINAN
Penderita lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3.500 gram dan
lahir di rumah sakit , secara spontan letak belakang kepala ditolong
oleh dokter.
D. RIWAYAT MAKANAN
Penderita mendapat ASI sejak lahir hingga usia 3 tahun, kemudian
PASI dari lahir hingga 1 tahun. Bubur susu diberikan sejak usia 4
bulan, kemudian diganti bubur saring sejak usia 7 bulan. Pada usia 10
bulan penderita diberikan bubur biasa dan dilanjutkan dengan nasi
lunak pada usia 12 bulan. Sejak usia 1 tahun hingga sekarang
penderita makan nasi dan lauk pauk. Penderita makan dengan
frekuensi 3 kali sehari porsi utama kurang lebih 1 piring, dengan jenis
rumah berupa nasi, ikan atau daging, telur dan sayur-mayur.
7
F. RIWAYAT IMUNISASI
Penderita mendapat vaksinasi BCG dengan parut (+) pada lengan
kanan, polio 4 (empat) kali, DPT 3 (tiga) kali, hepatitis B 3 (tiga) kali,
campak 1 (satu) kali.
8
III. DATA DAN KONDISI PENDERITA SEBELUM DIJADIKAN LAPORAN
KASUS
( Diperoleh dari catatan medis penderita)
Penderita datang masuk rumah sakit di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
tanggal 18 Oktober 2018 jam 13.50 WITA, dengan keluhan sesak sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, batuk sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit,
demam sejak satu bulan, dan malas makan sejak satu bulan sebelum masuk
rumah sakit. Sebelumnya pasien sudah sempat berobat ke puskesmas dua kali,
dan diberi antibiotik dan obat batuk, namun tidak ada perubahan, kemudian ibu
penderita membawa pasien ke dokter dan diminta untuk dilakukan foto thoraks.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk rumah sakit, didapatkan berat
badan 30 kg, tinggi badan 152 cm, status gizi kurang ( CDC tahun 2000) .
Penderita dalam keadaan kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
108 kali/menit (kuat angkat, isi cukup), pernafasan 32 kali/menit, suhu 36,6˚C
aksila. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik. Dari pemeriksaan thoraks tidak didapatkan adanya retraksi. Pada
pemeriksaan paru terdengar suara napas vesikuler dengan disertai rhonki
basah halus pada kedua lapang paru tanpa adanya wheezing. Pemeriksaan
jantung didapatkan bunyi jantung tunggal, tanpa adanya bising. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan perut yang datar, lemas, dengan bising usus
normal. Turgor kulit kembali cepat dan tidak didapatkan pembesaran hati dan
limpa. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan CRT <2 detik dan akral
hangat. Pada pemeriksaan genitalia tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan status neurologis didapatkan refleks fisiologis +/+, refleks
patologis -/- babinski, spastis tidak ada, klonus tidak ada. Dengan skoring TB
didapatkan total nilai tujuh, yaitu dari riwayat kontak, demam lebih dari dua
minggu, batuk lebih dari tiga minggu, status gizi dan foto thoraks.
Pemeriksaan foto thoraks pada tanggal 9 Oktober 2018 dengan hasil
pada cor didapatkan besar dan bentuk tampak normal, pulmo kesan tampak
gambaran konsolidasi pada paru kanan, dengan sinus kostofrenikus kanan dan
9
kiri baik, tulang- tulang baik, jaringan lunak dinding dada normal, dengan kesan
keradangan paru dengan sugestif tuberkulosis ( TB ) paru aktif.
Pada pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit pada tanggal
18 Oktober 2018 didapatkan Hb 11,6 g/dl, Ht 34,6 %, leukosit 22.500/mm3,
trombosit 479.000/mm3 , natrium 133 mEq/L, kalium 4,45 mEq/L, klorida 96,9
mEq/L, ureum 19 mg/dl, kreatinin 0,5 mg/dl, SGOT 13 U/l, SGPT 9 U/l, CRP 48
mg/dl. Dari pemeriksaan urinalisis didapatkan dalam batas normal, kultur darah
menunggu hasil. Pasien didiagnosa dengan tuberkulosis paru, pneumonia , gizi
kurang.
Terapi yang telah diberikan pada penderita adalah injeksi Ampicillin 4 x
750 mg ( do : 25 mg/kgBB/kali ), injeksi gentamicin 1 x 240 mg (do : 5
mg/kgBB/hari), paracetamol 3 x 350 mg.
10
Kepala dan leher
Kepala : bentuk mesosefal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), lensa jernih,
refleks kornea +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm - 3
mm, refleks cahaya +/+, bola mata terletak di tengah,
strabismus -/-, gerakan bola mata normal
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping
hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut :mukosa basah, atrofi papil lidah (-), sulkus nasolabialis
simetris,gigi karies(-), stomatitis (-), lidah keputihan (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : trakea letak di tengah, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening, tidak terdapat kaku kuduk,JVP
tidak meningkat
Dada :bentuk simetris kanan=kiri, ruang interkostal tidak
melebar, tidak terdapat tarikan sela iga
Jantung
Periksa Pandang : iktus kordis tidak tampak, precordial bulging (-)
Periksa Raba : iktus kordis teraba di linea midklavikularis kiri pada
ruang sela iga V, tidak melebar, thrill (-)
Periksa Ketuk : batas kanan pada linea parasternalis kanan, batas
kiri pada linea midklavikularis kiri, batas atas
setinggi sela iga III kiri
Periksa Dengar : frekuensi detak jantung 108 kali/menit, regular,
Bunyi jantung tunggal, bising ( -)
Paru-paru
Periksa Pandang : pergerakan napas simetris kanan = kiri, tidak
terdapat retraksi, sela iga tidak melebar.
Periksa Raba : vokal fremitus kanan=kiri
11
Periksa Ketuk : sonor kanan=kiri, dullness -/-
Periksa Dengar : suara pernapasan vesikuler, ronkhi +/+, wheezing
-/-
Perut
Periksa Pandang : datar, mengikuti gerakan nafas, venektasi (-)
Periksa Raba : dinding perut lemas, hati dan limpa tidak teraba
membesar, nyeri tekan suprapubik (-)
Periksa Ketuk : pekak berpindah (-), nyeri kostovertebra (-)
Periksa Dengar : bising usus kesan normal
Genetalia : Perempuan , odema (-)
Status pubertas : Skala Tanner 3
Anggota gerak : akral hangat, tidak sianosis, tidak ada deformitas,
tonus otot dan kekuatan otot normal, edema (-) CRT
≤ 2 detik
Refleks : refleks fisiologis normal, tidak terdapat refleks
patologis
Sensorik : normal
Motorik : kekuatan keempat anggota gerak tubuh
5/5
5/5
RESUME
Penderita masuk rumah sakit di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou tanggal 18
Oktober 2018 jam 13.50 WITA dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
sebelum rumah sakit, batuk sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, demam
dan penurunan nafsu makan sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat ibu penderita didiagnosa dengan tuberkulosis paru pada tahun 2012,
dan sudah menyelesaikan pengobatan selama enam bulan, dan sudah
dinyatakan sembuh. Riwayat pasien kontak erat dengan ibu penderita, pasien
tidur satu kamar dengan ibu penderita. Penderita tinggal satu rumah dengan 3
orang kakak, dua orang tua, dan satu keponakan yang berumur dua tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 30 kg, tinggi badan 152
cm, status gizi kurang ( CDC 2000). Penderita dengan kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 108 kali/menit (kuat angkat, isi
cukup), pernafasan 32 kali/menit, suhu 36,8˚C aksila. Pada pemeriksaan paru
didapatkan rhonki basah halus di kedua lapang paru. Dengan skoring TB
didapatkan nilai total 7 yaitu dari riwayat kontak, demam lebih dari dua minggu,
dan batuk lebih dari 3 minggu. Pada pemeriksaan laboratorium darah pada
tanggal 18 Oktober 2018 didapatkan leukosit 22.500/mm3, trombosit
479.000/mm3, dan CRP 48 mg/dL, dengan pemeriksaan kultur darah
14
menunggu hasil. Penderita didiagnosis dengan tuberkulosis paru, pneumonia,
dan gizi kurang Pasien sudah diterapi dengan injeksi ampicillin 4 x 750 mg, dan
gentamicin 1 x 240 mg hari ke tiga, paracetamol 3 x 350 mg.
Pasien tinggal satu rumah bersama seorang keponakan perempuan
yang masih berusia 2 tahun.
DIAGNOSIS
Tuberkulosis Paru ( A15.0)
Pneumonia ( J18.9)
Gizi Kurang (R63.6)
III. PERMASALAHAN
1. Permasalahan diagnosis
Baku emas untuk diagnosis TB adalah dengan menemukan kuman
penyebab TB yaitu mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan
biakan ( dari sputum, bilas lambung, cairan serebrosipinal, cairan
pleura ataupun biopsi jaringan) , dan disertai dengan uji kepekaan
obat. Untuk pemeriksaan tersebut dibutuhkan waktu yang cukup lama,
dan fasilitas belum tersedia.
Untuk mengetahui penyebab pasti dari pneumonia pada penderita ini
masih belum diketahui pasti, untuk mengetahui penyebab pasti dari
pbeumonia pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa bronkoalveolar lavage (BAL) maupun pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR), tetapi saat ini pemeriksaan tersebut
di atas masih belum dapat dilakukan.
2. Permasalahan tatalaksana
Kepatuhan minum obat dan pengaturan makanan
3. Permasalahan pemantauan
Pemantauan pengendalian infeksi
16
Terdiri dari 1 porsi nasi putih 125 gram (250 kkal), 1 potong daging
sapi 45 gram ( 100 kkal), 1 porsi labu siam 100 gram (50 kkal), 1
buah apel ( 50 kkal)
- Susu 3 x 200 ml ( tiap porsi mengandung 200 kkal)
e. Pemantauan dan evaluasi
Pemantauan terhadap toleransi makanan, mual/muntah, diare dan
dievaluasi berkala.
2. Rencana kerja untuk pemantauan
Pemantauan tanda vital, berat badan.
Pemantauan efek samping obat
Pemantauan respon terapi
Pemantauan nutrisi
Pengawasan kebersihan bagi orang tua, pengasuh, tenaga medis
Edukasi orangtua
3. Rencana kerja untuk konseling
Perjalanan penyakit, terapi, prognosis, dan tindak lanjut di rumah
Pencegahan pasien sebagai sumber penularan
Pemeriksaan orang / anggota keluarga beresiko yang kontak erat
dengan pederita, dalam hal ini adalah keponakan penderita yang
masih berusia 2 tahun.
Asuhan keperawatan :
1. Pemantauan tanda vital
2. Perawatan kebersihan umum penderita
3. Pengawasan kebersihan bagi orangtua/pengasuh, perawat, tenaga medis
4. Keteraturan minum obat
5. Intake monitotring
6. Dukungan mental dan emosional
17
VII. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS
18
21 Oktober 2018 (Pengamatan hari ke-2, perawatan hari ke-4 )
S demam (-), sesak (-), batuk (+)↓, nafsu makan (+) ↓
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : kompos mentis
TD : 110/60 mmHg Nadi : 104 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit Suhu badan : 36,5° C (aksila)
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Dada : retraksi dinding dada (-)
Jantung : bising (-), BJ1, BJ2 reguler
Paru : Vesikuler, Rhonki basah halus +/+↓ , wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-), CRT <2 detik
19
22 – 24 Oktober 2018 (Pengamatan hari ke- 3- 5 , perawatan hari ke
5-7 )
S demam (-), sesak (-), batuk (+)↓, nafsu makan (+) ↓
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : kompos mentis
TD : 110/60 mmHg Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit Suhu badan : 36,7° C (aksila)
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Dada : retraksi dinding dada (-)
Jantung : bising (-), BJ1, BJ2 reguler
Paru : Vesikuler, Rhonki basah halus -/- , wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-), CRT <2 detik
20
25 Oktober 2018 (Pengamatan hari ke- 6 , perawatan hari ke 8 )
S demam (-), sesak (-), batuk (-), nafsu makan (+) baik, minum obat teratur
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : kompos mentis
TD : 100/60 mmHg Nadi : 92 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit Suhu badan : 36,6° C (aksila)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-)
Dada : retraksi dinding dada (-)
Jantung : bising (-), BJ1, BJ2 reguler
Paru : Vesikuler, Rhonki basah halus -/- , wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-), CRT <2 detik
21
31 Oktober 2018 (Pengamatan hari ke- 7 , poliklinik hari ke 1 )
S demam (-), sesak (-), batuk (-), nafsu makan (+) baik, minum obat teratur
O Keadaan umum : tampak sakit, Kesadaran : kompos mentis
TD : 110/60 mmHg Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit Suhu badan : 36,8° C (aksila)
BB : 30,5 Kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-, pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal, sekret -/-
Mulut : mukosa mulut basah, tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring
tidak hiperemis
Leher : pembesaran KGB (-)
Dada : retraksi dinding dada (-)
Jantung : bising (-), BJ1, BJ2 reguler
Paru : Vesikuler, Rhonki basah halus -/- , wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal, hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai (-), CRT <2 detik
22
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
23
24
25
PEMBAHASAN
26
yang tingal dalam satu rumah, terutama orang tua atau pengasuh. Bahkan
pada keadaan orang dewasa yang pada pemeriksaan sputumnya didapatkan
hasil BTA negatif, penularan ke pada anak dikatakan sebesar 30 hingga 40
persen.9
Pada remaja dengan TB dapat memberikan gejala seperti pada anak
dan orang dewasa. Dalam satu review termasuk 145 kasus TB pada remaja,
didapatkan gejala bahwa sebagian besar remaja menunjukkan gejala klinis,
kejadian TB ekstra thoraks cukup tinggi, sebagian besar kasus adalah sputum
BTA negatif, obat antituberkulosis umumnya ditoleransi dengan baik. 5
Pada pasien ini didapat kan tanda – tanda berupa demam dan malas
makan sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit, disertai dengan
penurunan berat badan sekitar 3 kg dalam satu bulan terakhir, pasien juga
sudah mengalami batuk sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
sempat berobat ke puskesmas dan ke dokter untuk keluhan yang dialami, dan
sudah mendapatkan terapi antibiotik dan obat batuk, namun tidak ada
perbaikan. Dengan adanya riwayat kontak yaitu ibu penderita dimana sejak
kecil pasien tidur satu kamar dengan ibu penderita.
Diagnosis TB (paru maupun ekstraparu) pada anak sering berdasarkan
pada trias klasik yaitu adanya riwayat kontak yang erat, tes tuberkulin yang
postif atau pelepasan interferon-gamma assay (IGRA), dan adanya temuan
foto thoraks yang mengarah kearah infeksi TB.6
Pendekatan yang disarankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
untuk evaluasi seorang anak yang dicurigai menderita TB adalah: 7
27
- Konfirmasi bakteriologis bila memungkinkan
- Investigasi yang relevan untuk dugaan TB paru dan luar paru
- Tes HIV
Foto toraks posteroanterior dan lateral dapat menjadi alat yang sangat
berguna untuk diagnosis TB pada anak. Pada remaja dengan TB umumnya
memberikan gambran seperti pada orang dewasa yaitu adanya infiltrat di lobus
atas, efusi pleura, dan kavitas pada rontgen dada.5
Xpert MTB / RIF assay adalah uji amplifikasi asam nukleat secara
otomatis yang secara bersamaan dapat mengidentifikasi M. tuberculosis
(MTB) dan mendeteksi resistensi rifampisin. Tes ini bekerja jauh lebih baik
daripada pemeriksaan mikroskopis. Xpert MTB / RIF dapat mendeteksi 100
persen kasus kultur positif yang BTA positif tetapi hanya 33 persen dari mereka
yang BTA negatif. 8
Hasil dari pemeriksaan ini dapat berupa :
- MTB detected, Rif resistance detected
- MTB detected, Rif resistance not detected
- MTB detected, Rif resistance indeterminate
- MTB not detected
Pada pasien didapatkan hasil dari pemeriksaan Xpert MTB berupa MTB
detected low, Rif resistance not detected, yang berarti bahwa didapatkan
adanya kuman MTB didalam sediaan, tapi tidak didapatkan adanya MTB yang
resisten terhadap rimfampisin.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang foto
thoraks dan Xpert MTB yang sudah dilakukan pasien di diagnosis dengan TB
paru.
Pemeriksaan Xpert MTB / RIF awal mendeteksi 100 persen kasus kultur
dengan BTA positif tetapi namun hanya 33 persen dari mereka yang BTA
28
negatif; tes Xpert MTB / RIF yang kedua meningkatkan deteksi kasus BTA-
negatif menjadi 61 persen. Secara keseluruhan, dengan diinduksi sputum,
sensitifitas dan spesifisitas adalah 59 dan 99 persen, masing-masing, untuk
satu tes Xpert MTB / RIF dan 76 dan 99 persen untuk dua tes Xpert MTB / RIF.
Tes kinerja tidak terpengaruh oleh status HIV pasien.25 ( Level of evidance 1b,
rekomendasi A )
Xpert MTB merupakan alat diagnostik efisien untuk TB anak, dengan
nilai sensitifitas dan spesifisitas 88,89 dan 98,4. Dengan nilai sensitifitas pada
spesimen bilas lambung dan induksi sputum yaitu 100%.26 ( Level of evidance
2b, rekomendasi B )
Tes Xpert MTB pada spesimen sekret dari sistem pernafasan berguna
dalam mendiagnosis TB paru pada anak, dengan nilai sensitifitas pada induksi
sputum 57,1%, CI 95%, dan aspirat nasofaringeal sebesar 39,3 %. Dengan
nilai spesifisitas induksi sputum sebesar 98,9% dan aspirat nasofaringeal
sebesar 99,3%.27 ( Level of evidance 2a, rekomendasi B )
Kanokwan dkk dalam studinya menyebutkan bahwa sensitifitas dari
Xpert MTB dalam mendeteksi M. tuberculosis pada pasien yang terbukti TB
dengan kultur namun negatif pada pemeriksaan kuman tahan asam sebesar
88,2%. 28 ( Level of evidance 1b, rekomendasi A )
29
Beberpa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah : 2
1. Obat TB diberikan dalam paduan obat, tidak boleh diberikan secara
monoterapi.
2. Pengobatan diberikan setiap hari.
3. Pemberian gizi yang adekuat.
4. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara
bersamaan.
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler)
sehingga rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya
diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa.
Terapi pada anak dengan BTA negatif menggunakan paduan INH,
Rimfampisin, dan Pirazinamid pada fase inisal ( 2 bulan pertama) diikuti oleh
Rimfampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan. 2
31
1. Pelayanan pasien yang terpadu dan pencegahan yang meliputi :
- Diagnosis dini dari penderita TB dengan menggunakan
pelacakan yang sistematis terhadap orang yang kontak dengan
pasien TB dan beresiko tinggi.
- Memberikan terapi pada semua pasien dengan TB, termasuk TB
resisten obat.
- Memberikan pelayanan terintegrasi pada pasien HIV, dalam
memberikan terapi faktor komorbiditas.
2. Sistem pendukung kebijakan yang baik
- Komitmen politik dan disertai adanya sumber daya yang
memadai untuk perawatan dan pencegahan tuberkulosis
- Melibatkan komunitas dari masyarakat sipil, organisasi, dan
pusat pelayanan kesehatan swasta maupun pemerintah.
- Kebijaksanaan asuransi kesehatan universal
- Perlindungan sosial, pengentasan kemiskinan
3. Penelitian dan inovasi
- Penemuan, dan pengembangan alat-alat baru yang cepat untuk
strategi intervensi.
- Mengoptimalkan riset, pelaksanaan dampak, dan
mengutamakan inovasi
Dari IK pada pasien ini di dapatkan adanya satu anggota keluarga yang
berisiko tinggi untuk sakit TB yaitu keponakan penderita yang berusia 2 tahun
dan tingal bersama penderita dalam satu rumah.
Pada anak yang tidak memiliki gejala TB dan berusia kurang dari 5
tahun dengan riwayat kontak maka perlu diberikan INH profilaksis dengan
dosis 7 – 10 mg/kg BB/ hari, dengan maksimal dosis 300 mg/hari. Pada
keponakan penderita di lakukan tes tuberkulin dengan hasil negatif yaitu
indurasi yang muncul kurang adari 10 mm, tanpa didukung adanya gejala
infeksi TB yaitu BB turu, batuk lebih dari 2 minggu, demam lebih dari 2 minggu,
namun karena usia kurang dari 5 tahun maka langsung diberikan INH
profilaksis selama 6 bulan.
Investigasi berdasarkan kontak dari pasien TB, dengan
membandingkan antara kontak didi rumah dan sekolah, odd rasio
berkembangnya kontak menjadi sakit TB melalui kontak di sekolah memiliki
nilai yang lebih rendah secara signifikan ( OR 0,0, 95% CI 0,0 – 0,18, P = 0,02
). 24
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.10
Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus. Penyebab
untuk pneumonia yang tesering pada anak usia lebih dari 5 tahun adalah S.
Pneumoniae, M. Pneumoniae, C. Pneumoniae. Pneumonia juga dapat
disebabkan oleh virus. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh gabungan
bakteri dan virus secara bersamaan, pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
33
dan virus ini dapat terjadi pada 30-50% kasus. Secara klinis pada anak sulit
membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula
pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata.
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial
awitannya cepat, batuk produktif, penderita tampak toksik, leukositosis dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.11-14
Meskipun mengalami banyak kemajuan, tapi beberapa tes diagnostik
masih gagal dalam mengidentifikasi agen penyebab pneumonia yang
disebabkan oleh virus atau bakteri, sehingga ada beberapa variable yang
digunakan untuk membedakan pneumonia oleh karena virus atau bakteri,
seperti yang terlihat pada tabel 2.15
Tabel 3. Variabel yang digunakan untuk membedakan pneumonia virus
dari bakteri.15
34
yang lebih besar gejala meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala,
anoreksia, dan kadang- kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan
diare. Secara klinis ditemukan gejala respuratori seperti takipnea, retraksi
subcosta, ( chest indrawing ), napas cuping hidung, ronki dan sianosis. 16
Pada pasien ini ditemukan adanya keluhan sesak dengan onst yang
cukup cepat dalam waktu dua hari, batuk dan demam, dan dari pemeriksaan
fisik didapatkan adanya takipneu yaitu 32x per menit, rhonki pada kedua
lapang paru, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yaitu
22.500/mm3, dan peningkatan CRP 48 mg/L, sehingga dapat diperkirakan
kemungkinan penyebab pneumonia pada pasien ini adalah bakteri.
Pilihan antibiotik yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan
pneumonia pada anak yaitu antibiotik golongan beta laktam, ampisillin atau
amoksisilin dengan aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga. 10,16
Pemberian terapi kombinasi antibiotika (golongan makrolid) dipertimbangkan
apabila didapatkan kuman penyebab M. pneumoniae dan C. pneumoniae.
Kombinasi lain yang sering digunakan adalah antibiotika golongan
aminoglikosida seperti gentamisin, dimana poten terhadap kuman Gram
negatif. Dasar pemikiran kombinasi dengan golongan aminoglikosida adalah
kuman Gram negatif merupakan kuman penyebab sepsis yang cukup banyak
ditemukan dan luaran mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan Gram
positif. Pemberian antibiotika diberikan selama 7 hari dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya resistensi apabila diberikan terlalu singkat.16,17 Pada
waktu masuk penderita diberikan antibiotik ampisillin dan gentamisin dan
diberikan selama 7 hari.
Keadaan Kurang Energi Protein (KEP) diklasifikasikan menjadi KEP
derajat ringan (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang
belum menunjukkan gejala yang khas, belum ada kelainan biokimia, hanya
dijumpai gangguan pertumbuhan. Telah lama diketahui adanya interaksi
35
sinergis antara KEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk
keadaan status gizi. KEP, walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi.18,19
Untuk menentukan status gizi pada anak usia lebih dari 5 tahun hingga
18 tahun digunkan grafik CDC 2000.20 Pada pasien ini didapatkan berat badan
30 kg, tinggi badan 152 cm, dengan perbandingan berat badan sesuai tinggi
badan di dapatkan 71,4% dimana pada pasien ini dinyatakan sebagai gizi
kurang sesuai dengan grafik CDC 2000.
Peningkatan energy expenditure hanya merupakan salah satu
penyebab malnutrisi pada penyakit kronis. Malnutrisi mempunyai hubungan
timbal balik dengan terjadinya tuberkulosis. Dimana malnutrisi akan
mempengaruhi cell-mediated immunity maupun fungsi limfosit yang diperlukan
tubuh untuk melawan infeksi tuberkulosis, sehingga meningkatkan resiko
terjadinya infeksi tuberkulosis. Pada penderita tuberkulosis terjadi proses
inflamasi kronis sehingga terjadi aktivasi makrofag, metabolisme protein yang
tidak normal dan hilangnya cadangan lemak. Terjadi gangguan pembentukan
protein dari asam amino sebagai akibat terdapatnya sitokin-sitokin pro
inflamasi sehingga terjadi suatu “anabolic block”.21,22
Keadaan gizi kurang pada pasien ini dapat merupakan salah satu faktor
yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi TB, maupun sebaliknya dimana
infeksi TB ini sendiri akan meningkatkan energy expenditure yang merupakan
salah satu penyebab malnutrisi pada penyakit kronis.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global tuberculosis report. Geneva:
Switzerland, WHO; 2018
2. Kementrian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatlaksana
TB Anak. Kementrian kesehatan RI. Jakarta. 2016
3. Stop TB Partnership Childhood TB Subgroup World Health
Organization. Guidance for National Tuberculosis Programmes on the
management of tuberculosis in children. Chapter 1: introduction and
diagnosis of tuberculosis in children. Int J Tuberc Lung Dis 2006;
10:1091.
4. Schaaf HS, Beyers N, Gie RP, et al. Respiratory tuberculosis in
childhood: the diagnostic value of clinical features and special
investigations. Pediatr Infect Dis J 1995; 14:189.
5. Cruz AT, Hwang KM, Birnbaum GD, Starke JR. Adolescents with
tuberculosis: a review of 145 cases. Pediatr Infect Dis J 2013; 32:937.
6. World Health Organization, Childhood TB Subgroup. Guidance for
national tuberculosis programmes on the management of tuberculosis
in children, Geneva. WHO/HTM/ TB/2006.371WHO/FCH/CAH/2006.7.
7. Stop TB Partnership Childhood TB Subgroup World Health
Organization. Guidance for National Tuberculosis Programmes on the
management of tuberculosis in children. Chapter 1: introduction and
diagnosis of tuberculosis in children. Int J Tuberc Lung Dis 2006;
10:1091.
8. Marcy O, Ung V, Goyet S, et al. Performance of Xpert MTB/RIF and
Alternative Specimen Collection Methods for the Diagnosis of
Tuberculosis in HIV-Infected Children. Clin Infect Dis 2016; 62:1161.
37
9. Marais BJ, Gie RP, Schaaf HS, et al. The clinical epidemiology of
childhood pulmonary tuberculosis: a critical review of literature from the
pre-chemotherapy era. Int J Tuberc Lung Dis 2014; 8:278.
10. Rudan I, O’Brien K, Nair H, Liu L, Theodoratou E, Qazi S, dkkl.
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia in 2010 : estimates
of incidence, severe morbidity, mortality, underlying risk factors and
causative pathogens for 192 countries. J Glob Health. 2013;3:1-14.
11. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010.h.350-65.
12. Scott JA, Wonodi C, Moisi JC, Knoll MD, Deluca AN, Karron RA, dkk.
Sand clinical standarization in the pneumonia etiology research for child
health study. Clin Inf Dis. 2012;53:109-16.
13. Stuckey KS, Hayes BT, george CM. Community acquired pneumonia in
children. Am Fam Physician. 2012;86:661-7.
14. Turner C, Turner P, Carara V, Burgoine K, Htoo ST, Wanitda W. High
rate of pneumonia in children under two years of age in south east asian
refugee population. Plos one. 2013;8:1-7.
15. Ruuskanen O, Lahti E, Jennings LC, Murdoch DR. Viral pneumonia.
Lancet. 2011;377:1264-75.
16. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB,
penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010.h.350-65.
17. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C,
dkk. Executive summary: the management of community-acquired
pneumonia in infants and children older than 3 months of age: clinical
practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the
38
Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 2011;53:617–
30.
18. Wahab S. Malnutrition. In: Berhman RE, Kleigman AM, editors. Nelson
Textbook of Paediatrics. 18th ed. Philadelphia: WB Saunders;
2011.p.2009-14.
19. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis pada anak. FKUI. Jakarta.2000.h.95-125.
20. IDAI. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia : Asduhan Nutrisi
Pediatrik. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Jakarta : Badan Penerbit
IDAI; 2011
21. Jaganath D, Mupene E. Childhood Tuberculosis and malnutrition. JID.
2012:1-7.
22. Rytter MJH, Kolte L, Briend A, Friis H, Christensen VB. The Immune
System in children with Malnutrition. A Systemic Review. Plos One.
2014;9:1-19.
23. WHO. The End TB Startegy : Global strategy and targets for
tuberculosis prevention, care and control after 2015. World Health
Organization, Geneva; 2014
24. Ustero A.P, Kay W. Alexander, kathernie Ngo, Golin Rachel, Tsabedze
Bhekisisa. School and household tuberculosis contact investigations in
Swaziland: Active TB case finding in a high HIV/TB burden setting. Plos
One. 2017.0178873
25. Marcy O, Ung V, Goyet S, et al. Performance of Xpert MTB/RIF and
Alternative Specimen Collection Methods for the Diagnosis of
Tuberculosis in HIV-Infected Children. Clin Infect Dis 2016; 62:1161.
26. Das Arghya, Anupurba S, Mishra P Om, Banerjee T, Tripathi Rajneesh.
Evaluation of Xpert MTB /RIF Assay for Diagnosis of Tuberculosis ini
Children. Tropej. 2018, 0, 1-7.
39
27. Jar J Heather, Workman L, Isaacs W, Zemanay W, Nicol. P.M. Rapid
Diagnostic of pulmonary tuberculosis in African children in a primary
care setting by use of Xpert MTB/ RIF on respiratory specimens : a
prospective study. Lancet Glob Health. 2013; 1: e97-104
28. Kanokwan P, Chairwarith R, Pantip C, Rassamee K, Wongworapat K,
et al. Comparation of Xpert MTB /RIF Assay and the Conventional
Sputum Microscopy in Detecting Mycobacterium tuberculosis in
Northen Thailand. Hindawi. 2015; 571782.
40
LAMPIRAN
41
FOTO PENDERITA
FOTO THORAKS
42
Xpert MTB
43