1
PENDAHULUAN
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan di
seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia, di negara berkembang juga
berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Kejadian
pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan 10%-20% per tahun. Dari profil
data kesehatan Indonesia tahun 2013, angka kematian akibat pneumonia pada
balita sebesar 1,19%. Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu
sebesar 2,89% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar
0,20%.1-4
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian
besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain. Pneumonia sering diawali oleh infeksi virus yang
kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.1
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.5
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak.
Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang
disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Diare karena virus ummnya bersifat
self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah
mencegah terjadiya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare.5
Berikut akan dibahas sebuah kasus pada seorang bayi laki- laki yang dirawat di
Emergensi Rawat Intensif Anak RSU Prof. Dr. R. D Kandou Manado dengan
bronkopneumonia berat diserai dengan diare akut tanpa dehidrasi dan anemia
oleh karena penyebab inflamasi.
2
I. IDENTITAS
AYAH IBU
Nama : FL NM
Umur : 36 tahun 29 tahun
Pekerjaan : Supir IRT
Pendidikan : SMA SMP
Agama : Kristen Protestan Kristen Protestan
Suku : Minahasa Minahasa
3
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Sesak sejak 4 hari SMRS. Demam dan batuk sejak 9 hari SMRS, BAB cair
sejak 4 hari SMRS dan muntah sejak 2 hari SMRS.
4
tidak didapatkan adanya mata cowong, air mata ada, mukosa mulut basah, dan
tidak sianosis. Konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik. Ditemukan
adanya pernapasan cuping hidung. Dari pemeriksaan thoraks didapatkan
adanya retraksi subkostal dan interkostal. Pada pemeriksaan paru terdengar
suara napas bronkovesikuler kasar disertai ronkhi basah halus pada kedua
lapang paru tanpa adanya wheezing. Pemeriksaan jantung dalam batas normal.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut yang datar, lemas, dengan bising
usus meningkat. Turgor kulit kembali cepat dan tidak didapatkan pembesaran
hati dan limpa. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan CRT<2 detik dan
akral hangat. Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan refleks fisiologis
+/+, refleks patologis -/-.
Pada pemeriksaan laboratorium saat masuk RS didapatkan Hb 10,2 g/dl,
Ht 32,1 %, leukosit 8.920/mm3, trombosit 301.000/mm3 , natrium 139 mEq/L,
kalium 5,2 mEq/L, klorida 103 mEq/L, kalsium 9,5 mg/dl, gula darah sewaktu 91
mg/dL, ureum 24 mg/dl, kreatinin 0,4 mg/dl, SGOT 73 U/l, SGPT 53 U/l, CRP <
6 mg/dl. Dari pemeriksaan feses lengkap didapatkan dalam batas normal. Pada
pemeriksaan analisis gas darah ditemukan pH 7,473, pCO2 24,4, pO2
114,7,HCO3- 18,1, Beb -4,1.
5
Silsilah keluarga
a. Riwayat kehamilan
Ibu G3P2A0 melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur 9 kali di bidan.
Selama hamil ibu mendapat suntikan TT dua kali. Selama hamil ibu tidak pernah
demam, tidak mengalami perdarahan, tidak ada sembab pada kaki dan tidak
ada keputihan. Tekanan darah dikatakan normal.
6
b. Riwayat persalinan
Lahir ditolong oleh dokter di RSU Prof. dr. R. D. Kandou, lahir spontan, letak
belakang kepala, langsung menangis. Berat badan lahir 3200 gram, panjang
badan lahir 50 cm. Buang air kecil dan buang air besar kurang dari 24 jam.
d. Riwayat kepandaian/kemajuan
Membalik :3 bulan
Tengkurap :4 bulan
Duduk :7 bulan
Merangkak :8 bulan
Berdiri :- bulan
Berjalan :- bulan
Tertawa :2 bulan
Berceloteh :5 bulan
Memanggil mama/ papa :7 bulan
f. Riwayat Imunisasi
Pasien mendapat imunisasi BCG dengan parut (+) pada lengan kanan atas.
Imunisasi DPT tiga kali, Hepatitis B tiga kali, Polio tiga kali dan belum mendapat
imunisasi campak.
7
g. Riwayat Kebutuhan Dasar
Asuh (Fisis Biomedis):
Penderita mendapat kebutuhan primer (makanan, pakaian dan tempat tinggal)
yang memadai.
8
Keadaan umum anak tampak sakit berat, kesadaran E4M6V5
BB= 7 kg, TB= 61 cm
Status gizi (menurut kurva WHO Z-Score)
Tanda vital : Nadi 110 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat), pernapasan
60 x/menit, suhu badan 38,5° C (aksila)
Kulit : warna sawo matang, pigmentasi (-), parut BCG (+) pada regio
deltoid kanan, nodul subkutan (-), eritema marginatum (-), kulit
berkeriput (-), ikterik (-), sianosis (-)
Jantung
Periksa Pandang : iktus kordis tidak tampak, precordial bulging (-)
Periksa Raba : iktus kordis teraba di ICS V medial dari linea
midklavikularis sinistra.
9
Periksa Ketuk : batas kiri pada linea midklavikularis kiri, batas kanan
pada linea parasternalis kanan, batas atas setinggi sela
iga III kiri
Periksa Dengar : frekuensi detak jantung 110 x/menit, reguler, bising
tidak ada, gallop tidak ada
Paru-paru
Periksa Pandang : pergerakan napas simetris kanan dan kiri, retraksi (+)
SC,IC
Periksa Raba : stem fremitus kanan = kiri
Periksa Ketuk : sonor kanan = kiri
Periksa Dengar : suara pernapasan bronkovesikuler kasar kanan = kiri,
ronkhi basah halus +/+, wheezing tidak ada
Perut
Periksa Pandang : datar, venektasi tidak ada
Periksa Dengar : bising usus dalam batas normal
Periksa Raba : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat
Periksa Ketuk : bunyi timpani
10
Pemeriksaan Nervus Kranialis :
NI = tidak dapat dievaluasi
N II = tidak dapat dievaluasi
N III,IV,VI = pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+, strabismus -/-
NV = tidak dapat dievaluasi
N VII = tidak ada kelainan
N VIII = tidak ada gangguan pendengaran
N IX = tidak ada kelainan
NX = tidak ada kelainan
N XI = tidak dapat dievaluasi
N XII = tidak dapat dievaluasi
RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 8 bulan, masuk ruang perawatan anak
divisi emergensi rawat intensif anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada tanggal
21 September 2015 jam 23.30 WITA dengan keluhan utama sesak napas sejak
4 hari SMRS, demam dan batuk sejak 9 hari SMRS, buang air besar cair sejak
4 hari SMRS dan muntah sejak 2 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan berat badan 7 kg dan tinggi badan 61 cm. Keadaan umum pada saat
masuk RS tampak sakit berat, kesadaran E4M6V5. Nadi 110 x/menit (reguler,
kuat angkat), pernapasan 60x/menit, suhu badan 38,5° C (aksila).
Pada pemeriksaan kepala didapatkan pernapasan cuping hidung, mata
tidak tampak cowong, air mata positif, mukosa mulut basah. Pada pemeriksaan
thoraks didapatkan adanya retraksi SC, IC dan pada auskultasi paru terdengar
suara bronkovesikuler kasar serta ronkhi di kedua lapang paru.. Pemeriksaan
abdomen ditemukan turgor kulit kembali cepat, sementara ekstremitas dalam
batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium saat masuk RS didapatkan Hb 10,2 g/dl,
Ht 32,1 %, leukosit 8.920/mm3, trombosit 301.000/mm3 , natrium 139 mEq/L,
kalium 5,2 mEq/L, klorida 103 mEq/L, kalsium 9,5 mg/dl, gula darah sewaktu 91
11
mg/dL, ureum 24 mg/dl, kreatinin 0,4 mg/dl, SGOT 73 U/L, SGPT 53 U/L, CRP
< 6 mg/dl. Dari pemeriksaan feses lengkap didapatkan hasil dalam batas
normal. Pada pemeriksaan analisis gas darah ditemukan pH 7,473, pCO2 24,4,
pO2 114,7, HCO3- 18,1,Beb -4,1 jadi disimpulkan hasil AGD dalam batas normal
PERMASALAHAN
1. Permasalahan diagnosis
Tipe bronkopneumonia perlu ditentukan terlebih dahulu untuk menjadi dasar
indikasi memasukkan pasien ke ruang rawat intensif anak tanpa memandang
etiologi dari bronkopneumonia itu sendiri apakah viral ataupun bakterial. Akan
tetapi penegakkan etiologi juga diperlukan untuk menentukan terapi yang tepat
pada pasien. Penyebab Bronkopneumonia pada penderita ini belum bisa
ditentukan apakah disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Oleh karena itu
harus dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang laboratorium terlebih dahulu,
antara lain berupa darah lengkap, hitung jenis leukosit, kultur darah, dan analisis
gas darah. Pasien juga menderita anemia yang perlu diketahui penyebabnya ,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti apusan darah
tepi, serum iron, TIBC, Ferritin, dan Transferin.
2. Permasalahan tatalaksana
Pasien pada kasus ini menderita dua keluhan yang timbul bersamaan yaitu
sesak napas berat dan diare. Diperlukan evaluasi tatalaksana dari kedua kondisi
ini karena apabila keduanya tidak ditangani dengan tepat akan mengakibatkan
komplikasi yang berat.
3. Permasalahan pemantauan
Pemantauan terhadap respon terapi yang diberikan apakah sudah adekuat atau
belum adekuat. Pemantauan terhadap faktor resiko kekambuhan kembali
penyakit yang sama perlu dilakukan sehingga langkah-langkah pencegahan
dapat dilakukan.
12
RENCANA PENGELOLAAN
1. Rencana kerja diagnosis
Analisa gas darah
Darah lengkap, hitung jenis, CRP, SGOT, SGPT, Ureum,
Kreatinin, Na, K, Ca, Cl, gula darah, urinalisis dan feses lengkap
Apusan Darah Tepi, Serum Iron, TIBC, Ferritin, Transferin
2. Rencana kerja tatalaksana
O2 1-2 l/m via kanula nasal
IVFD KAEN 1B (HS) 29 ml/jam
Inj. Sefotaksim 3 x 350 mg IV (Skin test)
inj. Gentamisin 1 x 35 mg IV
inj. Dexamethasone 3 x 1 mg IV
Inj. Parasetamol 3 x 70 mg IV (k/p)
Zinc 1 x 20 mg
Oralit 50-100 ml/BAB cair/muntah
GDS/24 jam, BD/24 jam
3. Rencana kerja pemantauan
Pemantauan tanda vital dan tanda dehidrasi
4. Rencana kerja untuk konseling
Perjalanan penyakit, terapi, efek samping terapi dan prognosis
Support kepada orangtua dan pasien sendiri
Edukasi mengenai pengaruh sosial dan lingkungan terhadap
timbulnya penyakit
VII. PENATALAKSANAAN
Asuhan medis:
Oksigen 1-2 L/menit
IVFD KAEN 1B (HS) 29 ml/ jam
Inj. Sefotaksim 3 x 350 mg IV (skin test)
Inj. Gentamisin 1 x 35 mg IV
Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg IV
Parasetamol 3 x 70 mg IV kalau demam
13
Zinc 1 x 20 mg
Oralit 50-100 ml/BAB cair/muntah
Asuhan keperawatan
1. Tirah baring dan aktivitas ringan
2. Pemantauan tanda vital
3. Pemantauan berat badan
4. Perawatan kebersihan umum penderita
5. Pengawasan kebersihan bagi orang tua, pengasuh dan tenaga medis
6. Dukungan mental ke keluarga
14
I. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS
22 September 2015 (pengamatan hari ke1, perawatan hari ke-2)
S demam (+), sesak (+), napas cepat dan dalam (+), BAB cair > 3 x, Vol < ¼ gelas
aqua, muntah (-)
O - Keadaan Umum : tampak sakit berat
- Kesadaran : E4M6V5
- Tekanan darah : - mmHg
- Frekuensi nadi : 110 x /menit (reguler, kuat angkat)
- Pernapasan : 60 x/menit
- Suhu aksila : 38˚C
Kep: pupil bulat isokor, RC +/+, Ø 3mm-3mm , konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik(-), mata cowong (-), air mata (+), mukosa mulut basah, PCH (+)
Thorax: simetris, retraksi (+) SC, IC
Cor: BJ1, BJ2 reguler, bising (-)
Pulmo: suara pernapasan bronkovesikuler, ronki basah halus + /+, wheezing -/-
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
Hasil laboratorium:
Hb : 10,2 gr/dL SGOT : 73 U/L
Leukosit : 8.920/ mm3 SGPT : 53 U/L
Trombosit : 301.000/ mm3 Na : 139 mEq/L
Ht : 52,9 % K : 5,2 mEq/l
GDS : 91 mg/dL Cl : 103 mEq/L
Ur : 24 mg/dL Ca : 9,5 mg/dl
Cr : 0,4 mg/dL CRP :<6
Feses Lengkap:
Dalam batas normal
15
AGD :
pH 7,473 HCO3- 18,1 mmol/L
pCO2 : 24,4 Beb : -4,1
pO2 : 114,7 Kesan: dalam batas normal
A Bronkopneumonia (J 18.0)
Diare Akut (A.09)
P Medikamentosa :
O2 nasal 1-2 L/m
IVFD KAEN 1B ( (HS-susu) + koreksi 1oC)= 30-31 ml/jam
Inj.Cefotaxime 3 x 350 mg IV (2)
Inj.Gentamisin 1 x 35 mg IV (2)
Inj.Dexamethasone 3 x 1 mg (2)
Inj. Parasetamol 70 mg (k/p)
Susu 8 x 5 ml ( Keb.10 ml/kgBB/hr/NGT)
Zink 1 x 20 mg
BD/24 jam, GDS/24 jam
Asuhan gizi : Susu 8 x 5 ml (Keb.10 ml/kgBB/hr/NGT)
Anjuran : kultur darah, urinalisis lengkap, CRP, Hitung jenis leukosit, Si, TIBC,
Ferritin, Retikulosit, Apusan darah tepi
Urinalisis:
Dalam batas normal
A Bronkopneumonia (J 18.0)
P Medikamentosa :
O2 nasal 1-2 L/m
IVFD KAEN 1B ( (HS-susu)= 27-28 ml/jam
Inj.Cefotaxime 3 x 350 mg IV (3)
Inj.Gentamisin 1 x 35 mg IV (3)
Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg (3)
Inj. Parasetamol 70 mg (k/p)
Susu 8 x 5 ml ( Keb.10 ml/kgBB/hr/NGT)
Zink 1 x 20 mg
BD/24 jam, GDS/24 jam
18
Kep: pupil bulat isokor, RC +/+, Ø 3mm-3mm, konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-)
Thorax: simetris, retraksi (+) SC
Cor: BJ1, BJ2 reguler, bising (-)
Pulmo: SP bronkovesikuler ronki basah halus +/+, wheezing -/-
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba membesar
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
A Bronkopneumonia (J 18.0)
P Medikamentosa :
O2 nasal 1-2 L/m
IVFD KAEN 1B ( (HS-susu) = 20-21 ml/jam
Inj.Cefotaxime 3 x 350 mg IV (5-6)
Inj.Gentamisin 1 x 35 mg IV (5-6)
Inj. Dexamethasone 3 x 1 mg (5)
Inj. Parasetamol 70 mg (k/p)
Susu 8 x 25 ml ( Keb.30 ml/kgBB/hr), coba oral
Zink 1 x 20 mg
BD/24 jam
Asuhan gizi : Susu 8 x 25 ml ( Keb.30 ml/kgBB/hr), coba oral
Menunggu hasil: kultur darah, Hitung jenis leukosit, Si, TIBC, Ferritin,
Retikulosit, apusan darah tepi
Pro pindah ruangan respirologi/kelas
19
- Pernapasan : 40 x/menit
- Suhu aksila : 36,3˚C
Kep: pupil bulat isokor, RC +/+, Ø 3mm-3mm, konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ1, BJ2 reguler, bising (-)
Pulmo: SP bronkovesikuler ronki +/+ minimal, wheezing -/-
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar lien tidak teraba membesar
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
A Bronkopneumonia (J 18.0)
P Medikamentosa :
O2 nasal 1-2 L/m (k/p)
IVFD KAEN 1B ( (HS-susu) = 20-21 ml/jam
Inj.Cefotaxime 3 x 350 mg IV (7-8)
Inj.Gentamisin 1 x 35 mg IV (7-8)
Inj. Dexamethasone stop
Parasetamol syr 70 mg (k/p)
Zink 1 x 20 mg
Susu 8 x 40 ml ( Keb.50 ml/kgBB/hr) per oral
Asuhan gizi : Susu 8 x 40 ml ( Keb.50 ml/kgBB/hr) per oral
Menunggu hasil: kultur darah, Hitung jenis leukosit, Si, TIBC, Ferritin,
Retikulosit, apusan darah tepi
20
- Pernapasan : 32 x/menit
- Suhu aksila : 36,3˚C
Kep: pupil bulat isokor, RC +/+, Ø 3mm-3mm, konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ1, BJ2 reguler, bising (-)
Pulmo: SP bronkovesikuler ronki -/-, wheezing -/-
Ekstremitas: akral hangat, CRT<2”
Laboratorium
Hitung jenis leukosit : 0/0/0/20/74/6
Fe (SI) : 51 ug/dl (40 – 175 ug/dl)
TIBC : 222 ug/dl (250 – 400 ng/ml)
Ferritin : 127 ng/ml ( 30 – 400 ng/ml)
Saturasi Transferin : 23% ( 20-45%)
Retikulosit : 2,6%
Apusan Darah Tepi: Susp.Infeksi Virus
Kultur Darah
Tidak ada pertumbuhan kuman
A Bronkopneumonia (J 18.0)
P Medikamentosa :
O2 nasal 1-2 L/m (k/p)
Cefixime 2 x 40 mg pulv
Zink 1 x 20 mg
Susu ad libitum
21
PROGNOSIS:
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
22
BAGAN RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
27-28 29-30
24 September 015 25-26 September September September
11 Januari 22 September 23 September
2015 2015 2015
2015 2015 2015
Diagnosis :
Bronkopneumonia
O2 nasal 1-2 L/m,IVFD KAEN 1B ( (HS-susu) + O2 nasal 1-2 L/m (k/p), 23
koreksi 1oC)= 30-31 ml/jam, Cefotaxime 3 x 350 Cefixime 2 x 40 mg pulv,
mg IV (2), Gentamisin 1 x 35 mg IV (2) , Zink 1x20 mg pulv,susu ad
Dexamethasone 3 x 1 mg (2), Susu 8 x 5 ml (
Rawat Jalan
lib
Keb.10 ml/kgBB/hr/NGT), Zink 1 x 20 mg, BD/24
jam, GDS/24 jam
Diagram Analisis Kasus
LoE
24
PEMBAHASAN
25
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare; kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
Gejala gangguan respiratorik yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipneu, napas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda,
kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn,
paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan
faktor resiko untuk terjadinya pneumonia. Selain juga adanya kelainan anatomi
kongenital, gangguan fungsi imun, campak, pertusis, gangguan neuromuskular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/ sekresi.11
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia yaitu:
pneumonia-masyarakat atau community acquired pneumonia dan pneumonia-rumah
sakit atau hospital acquired pneumonia. Berdasarkan WHO klasifikasi pneumonia
adalah sebagai berikut:1,12
Bayi dan anak berusia 2 bulan sampai 5 tahun:
Pneumonia berat:
- Sesak napas dan chest indrawing
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
- Bila tidak didapatkan chest indrawing
- Adanya takipnea
- Tidak perlu perawatan, dan diberikan antibiotik oral
Bayi berusia kurang dari 2 bulan
Pneumonia
- Ditemukan takipnea dan chest indrawing
- Harus dirawat dan diberi antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ditemukan takipnea dan retraksi dinding dada
- Pengobatan secara simptomatis
26
Diagnosis bronkopneumonia pada pasien ini berdasarkan anamnesis
didapatkan keluhan berupa demam dan batuk sejak ± 9 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam bersifat hilang timbul dengan pemberian obat penurun panas dimana
demam tertinggi mencapai 40oC. Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
tampak sesak napas dan sesak semakin lama semakin bertambah berat. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya takipnea pada saat masuk rumah sakit dan
adanya chest indrawing yang mengarah ke diagnosis pneumonia berat jika
didasarkan pada pedoman diagnosis pneumonia WHO.
Pemeriksaan penunjang pada pneumonia meliputi pemeriksaan darah perifer
lengkap, uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan rontgen toraks. Pada
pemeriksaan darah perifer, pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma
umumnya ditemukan lekosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi,
pada pneumonia bakteri didapatkan lekositosis yang berkisar antara 15.000-
40.000/mm dengan predominan PMN.1
Pada saat masuk rumah sakit, hasil laboratorium penderita yaitu DDR (-), Hb
10,2 g/dl, Ht 32,1 %, leukosit 8.920/mm3, trombosit 301.000/mm3, Natrium 139
meq/L, Kalium 5,2 meq/L, Klorida 103 meq/L, Kalsium 9,5 mg/dl, CRP < 6 mg/dl .
Pada gambaran foto rontgen toraks ditemukan gambaran infiltrat pada kedua
lapangan paru sehingga pasien didiagnosis sebagai bronkopneumonia.
Penatalaksanaan pneumonia berupa terapi suportif, simptomatik dan terapi
kausal dengan antibiotik yang sesuai. Pada kebanyakan kasus dalam praktek klinis
sulit untuk mengidentifikasi secara pasti etiologi dari pneumonia. Adanya koinfeksi
bakteri dan virus sering ditemukan diseluruh dunia sehingga penggunaan antibiotik
perlu diberikan pada pasien dengan pneumonia khususnya pada penderita dengan
gejala pneumonia yang berat.12
Pilihan antibiotik yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan pneumonia
pada anak yaitu antibiotik golongan beta laktam, ampisillin atau amoksisilin dengan
aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga. Bradley dkk, melaporkan
pemberian sefalosporin generasi 3 dianjurkan pada bayi dan anak yang tidak
mendapatkan imunisasi lengkap (vaksinasi pneumococcal), daerah dengan
endemisitas tinggi infeksi kuman pneumococcal dengan tingkat resistensi penisilin
yang tinggi atau pada keadaan yang mengancam jiwa atau adanya komplikasi yang
berat.1,6,13 (level of evidence 1b, rekomendasi B)
27
Berbagai studi RCT belum dapat menentukan durasi pemberian terapi
antimikroba pada pasien CAP, akan tetapi di negara-negara maju diambil patokan
lebih kurang 7 hari untuk CAP ringan sampai sedang.13-16,17-18,19.Durasi pengobatan
yang lebih pendek untuk CAP tanpa komplikasi terbukti cukup efektif pada beberapa
studi, akan tetapi perlu penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi kebenaran hal
ini.18, 20-23 Pada CAP berat atau CAP dengan komplikasi berat terapi antibiotik yang
lebih panjang ( ≥ 14 hari) diperlukan.14 (level of evidence 1b, rekomendasi B )
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi terapi suportif dengan tirah baring,
pemberian oksigen dan cairan intravena selama pasien dipuasakan sementara ,
diberi pengobatan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga secara intravena
dan aminoglikosida serta terapi simptomatik, selain itu penderita ini juga
mendapatkan dexamethasone secara intravena. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Meijvis dkk penambahan dexamethasone dapat mengurangi lama
rawat pada pasien dengan community acquired pneumonia.24 (level of evidence 1b,
rekomendasi B). Dexamethasone bekerja dengan cara menurunkan respon sitokin
sistemik pada pasien dengan community acquired pneumonia.25
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Diare dapat diakibatkan oleh
penyebab infeksi dan non infeksi. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi
adalah non inflammatory dan inflammatory. Di samping itu penyebab diare non
infeksi antara lain kesulitan makan, defek anatomis, malabsorpsi, endokrinopati,
keracunan makanan, neoplasma, alergi susu sapi, defisiensi imun, gangguan
motilitas, ataupun infeksi non gastrointestinal.5
Pada saat menghadapi kasus diare pada anak, tindakan pertama adalah
menempatkan kasus menurut kategori klinisnya. Penanganan diare berupa Lima
Lintas Tatalaksana, yaitu: rehidrasi, dukungan nutrisi, suplementasi zink, antibiotika
selektif, dan edukasi orang tua. Tatalaksana rehidrasi biasanya disesuaikan dengan
derajat dehidrasi dari penderita.
Zink merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh yang
penting untuk sintesis DNA. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah
menganjurkan pemberian zink pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg perhari
selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama 10-
14 hari.11 Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
28
setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak
anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya
timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah
atau paling tidak dikurangi.5
Pemberian antibiotika pada diare akut biasanya tidak diperlukan oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah virus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh oleh antibiotika, kecuali apabila ada infeksi oleh bakteri atau parasit
patogen.5,
Edukasi pada orang tua merupakan salah satu dari Lima Lintas Tatalaksana
diare. Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk segera ke sarana kesehatan apabila
ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat
haus, diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari. Selain itu, penderita
dengan diare harus diberikan edukasi berupa upaya untuk peningkatan higiene dan
sanitasi lingkungan, karena higiene yang rendah dan sanitasi yang buruk dapat
mempermudah transmisi penyakit.5
Pada kasus ini pasien mengalami diare 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sebelum gejala diare timbul pasien terlebih dahulu mengalami batuk dan demam.
Oleh karena itu dipikirkan penyebab diare pada pasien ini adalah suatu infeksi non
gastrointestinal berupa bronkopneumonia. Sebuah review yang dilakukan oleh
Reisinger dkk menyatakan bahwa penyakit infeksi yang tidak berasal dari saluran
cerna dapat mengakibatkan diare berat. Patogenesis dari diare ini termasuk adanya
peran dari sitokin, inflamasi saluran cerna, sekuestrasi dari sel darah merah,
apoptosis, peningkatan permeabilitas sel endotel di saluran cerna, dan invasi
langsung epitel saluran cerna oleh berbagai agen infeksius. Sebuah studi pada
1.812 pasien dengan community acquired pneumonia (CAP), gejala diare
didapatkan pada 24% kasus dan diare terjadi pada 29% pasien yang berusia muda.
Batuk merupakan gejala pertama, timbul 7 hari sebelum diare muncul kemudian
diikuti dengan demam yang timbul 3 hari sebelum gejala diare. Diare, muntah, dan
nyeri perut timbul 2 hari setelah demam. Hal ini mengindikasikan bahwa diare
mengikuti penyebaran infeksi ke seluruh tubuh.26,27 (level of evidence 1b ,
rekomendasi B)
29
CAP dapat diakibatkan oleh bakteri ataupun virus. Pada penyebab bakterial,
sebuah studi prospektif pada 392 pasien CAP didapatkan pasien yang terinfeksi
Legionella pneumophila lebih sering mendapatkan diare.28 Studi lain menyatakan
diare lebih sering terjadi pada pasien CAP yang terinfeksi oleh Legionella spp (21%),
C.pnuemonia (20%), Pneumococcus (4%), Haemophilus influenza (5%), dan bakteri
gram negatif (5%).29 Pada penyebab virus, didapatkan penelitian pada 84 anak
dengan influenza A, diare terjadi pada 11 dari 60 anak (18%) berusia dibawah 5
tahun30. Diare lebih jarang terjadi pada pasien dewasa dengan influenza jika
dibandingkan dengan anak di bawah usia 16 tahun.
Prognosis pada pasien ini ad vitam dan ad functionam adalah ad bonam
sedangkan pada ad sanationamnya sendiri dubia ad bonam. Hal ini diakibatkan
oleh kebiasaan dari ayah pasien yang merupakan perokok aktif serta tingkat
kepadatan hunian pasien yang tinggi.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. Principi N, Esposito S. Management of severe community acquired pneumonia of
children in developing and developed countries. Thorax.2010;10;2-8.
13. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al.
Executive summary: the management of community-acquired pneumonia in
infants and children older than 3 months of age: clinical practice guidelines by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of
America. Clin Infect Dis. 2011;53:617–630.
14. Esposito S, Cohen R, Domingo JD, Usonis V, Principi N, Vergison A et al. Do We
Know When, What an For How Long to Treat? Antibiotic Therapy for Pediatric
Community-acquired Pneumonia. Pediatr Infect Dis J 2012;00: e78–85
15. McIntosh K. Community-acquired pneumonia in children. N Engl J
Med.2002;346:429–437.
16. Principi N, Esposito S. Paediatric community-acquired pneumonia: current
concept in pharmacological control. Expert Opin Pharmacother.2003;4:761–777.
17. Harris M, Clark J, Coote N, et al. British Thoracic Society Standards of Care
Committee. British Thoracic Society guidelines for the management of community
acquired pneumonia in children: update 2011. Thorax. 2011;66(suppl 2):ii1–ii23.
18. Haider BA, Saeed MA, Bhutta ZA. Short-course versus long-course antibiotic
therapy for non-severe community-acquired pneumonia in children aged 2
months to 59 months. Cochrane Database Syst Rev. 2008;CD005976.
19. Esposito S, Principi N. Emerging resistance to antibiotics against respiratory
bacteria: impact on therapy of community-acquired pneumonia in children. Drug
Resist Update. 2002;5:73–87.
20. Atkinson M, Lakhanpaul M, Smyth A, Vyas H, Weston V, Sithole J et al.
Comparison of oral amoxicillin and intravenous benzyl penicillin for community
acquired pneumonia in children (PIVOT trial): a multicentre pragmatic
randomised controlledequivalence trial. Thorax. 2007;62:1102–1106.
21. Peltola H, Vuori-Holopainen E, Kallio MJ; SE-TU Study Group. Successful
shortening from seven to four days of parenteral beta-lactam treatment for
common childhood infections: a prospective and randomized study. Int J Infect
Dis. 2001;5:3–8.
22. Harris JA, Kolokathis A, Campbell M, Cassell GH, Hammerschlag MR. Safety
and efficacy of azithromycin in the treatment of community-acquired pneumonia
in children. Pediatr Infect Dis J. 1998;17:865–871.
32
23. Esposito S, Tagliabue C, Picciolli I, et al. Procalcitonin measurements for guiding
antibiotic treatment in pediatric pneumonia. Respir Med. 2011;105:1939–1945.
24. Meijvis SC, Hardeman H, Remmelts HH, et al. Dexamethasone and length of
hospital stay in patients with community-acquired pneumonia: a randomised,
double-blind, placebo-controlled trial. Lancet 2011; 377:2023–30.
25. Remmeits HF, Meljvis ACA, Blesma DH, Meijvis SC, Hardeman H, Remmelts
HH, Voorn GP, Grutters (J), W.Bos WJ, Rijkers GT. Dexamethasone
downregulates the systemic cytokine response in patients with community-
Acuired Pneumonia. CVIASM.2012; 1532-1538
26. Reisinger EC, Fritzsche C, Krause R, Krejs GJ. Diarrhea caused by primarily
non-gastrointestinal infections. Nature Clinical Practice. 2005:2:216-222
27. Metlay JP et al. Influence of age on symptoms at presentation in patients with
community-acquired pneumonia. Arch Intern Med. 1997.157: 1453–1459.
28. Sopena N et al. Comparative study of the clinical presentation of Legionella
pneumonia and other community acquired pneumonias. Chest .1998. 113:1195–
1200.
29. Fang GD et al. New and emerging etiologies for community-acquired pneumonia
with implication for therapy. A prospective multicenter study of 359 cases.
Medicine. 1990. 69: 307–316
30. Wang YH et al. Clinical characteristics of children with influenza A virus infection
requiring hospitalization. J Microbiol Immunol Infect. 2003. 36: 111–116
33
LAMPIRAN
STATUS GIZI
34
FOTO PENDERITA
FOTO THORAKS
35