Paper Laporan Wayang
Paper Laporan Wayang
NIM : 1821160411
Pada hari Jum’at tanggal lima Oktober 2018, penulis menghadiri pagelaran
wayang yang diadakan di Bangsal Kepatihan di Kantor Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta. Acara ini diadakan demi memperingati Bulan Syuro yang dianggap
bulan penuh makna, acara ini ternyata tidak hanya diadakan di Bangsal Kepatihan,
namun juga ada di enam titik di empat kabupaten/kota se-DIY. Penulis mengetahui
acara tersebut dikarenakan ajakan oleh Dosen Nilai Filosofi Wayang yaitu Prof. Dr.
Kasidi, M.Hum yang notabene merupakan dosen dari penulis sendiri dan Dalang
yang akan mengisi acara tersebut. Hal ini merupakan tamparan keras dan juga angin
segar bagi penulis dikarenakan penulis tidak pernah sekalipun melihat wayang secara
langsung hal ini ironis sekali jika dilihat bahwa penulis sendiri merupakan seorang
yang menyukai seni, dan ajakan ini merupakan angin segar dikarenakan penulis
diberi kesempatan untuk melihat secara langsung pagelaran wayang yang berarti
bahwa penulis diajak untuk merasakan suasana secara langsung.
Dari pertemuan penulis dan tumpeng polo pendhem, terdapat suatu rasa
merinding yang mengisyaratkan bahwa di setiap pagelaran seperti wayang dan
pagelaran-pagelaran Jawa lainnya terdapat unsur-unsur pendukung yang memiliki
nilai filosofi, yang berarti bahwa setiap unsur-unsur kehidupan orang jawa terdapat
nilai filosofi yang menjadi pedoman hidup orang Jawa.
Di sisi hutan yang lain, Raden Samba bertapa sama kerasnya untuk
mendapatkan Wahyu Cakraningrat, tak lama dia merasa bahwa Wahyu
Cakraningrat masuk kedalam tubuhnya. Seketika dia pulang menuju Dwarawati
dengan rasa congkak. Dia merasa bahwa dirinyalah segalanya karena sudah
mendapatkan Wahyu tersebut. ditengah perjalanan Raden Samba bertemu dengan
seorang gadis cantik dan seorang kakek tua, ketika bertemu Raden Samba kedua
orang tersebut langsung hormat kepada Raden Samba, dan kemudian Raden Samba
membalas hormat mereka. Kedua orang tersebut meminta untuk ikut Raden Samba,
namun Raden Samba hanya menerima gadis cantik tersebut, Raden samba menolak
orang tua yang mendampingi gadis tersebut dan menghina dan merendahkan orang
tua tersebut. Seketika kedua orang tersebut langsung berubah menjadi cahaya dan
merasuk dalam tubuh Raden Samba kemudian mengambil Wahyu Cakraningrat
dalam tubuhnya dan melesat keangkasa. Seketika Raden Samba merasa lelah lesu
dan merasa tidak ada harapan. Kemudian dia pulang dengan rasa menyesal dan
menyadari aka kesalahan yang dia perbuat.
Menurut penulis, strategi tersebut merupakan strategi yang sangat brilian yang
ditemukan oleh masyarakat Jawa. Namun yang menjadi ironi adalah ketika penulis
melihat masyarakat yang datang. Banyak sekali kursi kosong yang ada dan banyak
sekali makanan yang tidak termakan. Ini menandakan bahwa minat masyarakat
untuk melihat Pagelaran Wayang rendah. ini menjadi tamparan keras bagi generasi
muda dan penulis juga dikarenakan di zaman modern ini masyarakat sudah mulai
meninggalkan budaya yang dianut dikarenakan terkesan kuno, udik dan tidak
modern. Dengan demikian masyarakat akan kehilangan ke “Jawa”annya, hal ini tentu
sangat membahayakan bagi masyarakat Jawa sekarang diakrenakan masyarakat akan
tidak mengenal alasan mengapa mereka dilahirkan sebagai orang Jawa, karena
menurut penulis tidak ada sesuatu hal yang dibuat kebetulan di muka bumi ini,
semua sudah terencana. Jika kita dilahirkan sebagai orang Jawa setidaknya kita
belajar bagaimana menjadi orang Jawa dan menelisik alasan mengapa kita dilahirkan
menjadi orang Jawa. Dengan keadaan demikian kita akan menemukan suatu
kemurnian dan dan akhirnya dapat mengenal Yang Maha Kuasa, penulis merujuk
pada Hadist Qudsi yang berbunyi “barangsiapa yang mengenal dirinya, maka akan
mengenal Tuhannya”. Semoga tulisan penulis ini bermanfaat dan menjadi sebuah
inspirasi dikedepannya, Terimakasih.