Laporan PBL Modul 4
Laporan PBL Modul 4
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 10
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
Skenario
Seorang perempuan usia 32 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kaki
kanan yang dialami sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan bengkak
kadang disertai nyeri dan gatal terutama malam hari. 2 hari terakhir timbur luka
pada daerah mata kaki. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kemerahan pada kaki
kanan, disertai bengkak dan tampak pelebaran vena, tampak luka pada daerah
malleolus medialis kanan. Riwayat hipertensi dan dislipidemia. Pasien adalah
seorang business executive.
Kata Sulit
Dislipidemia : Dislipidemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi
abnormalitas kadar lipid di dalam darah, diantaranya
peningkatan kadar kolesterol, LDL (Low Density Lipoprotein),
dan kadar trigliserida, serta penurunan kadar HDL (High
Density Lipoprotein)
Referensi : Dorland. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary (29 ed).
Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2002.
Kata/Kalimat Kunci
1. Perempuan 32 tahun
2. Bengkak kaki kanan sejak 1 minggu lalu
3. Bengkak kadang disertai nyeri dan gatal terutama pada malam hari
4. 2 hari terakhir, luka pada mata kaki
5. Riwayat hipertensi dan dislipidemia
6. Hasil pemfis:
- kemerahan dan bengkak pada kaki kanan
- pelebaran vena
- luka malleolus medialis kanan
7. seorang business executive
Pertanyaan
1. Jelaskan etiologi dan faktor resiko terjadinya edema!
2. Jelaskan patomekanisme edema!
3. Hubungan hipertensi dengan dislipidemia pada penyakit vaskular
4. Penyebab terjadinya luka pada malleolus medialis kanan
5. Jelaskan Mekanisme varises (pelebaran vena)?
6. Mengapa kaki bengkak disertai nyeri dan gatal pada malam hari?
7. Mengapa bengkak hanya terjadi pada satu tungkai?
8. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah diagnosis!
9. Sebutkan dan jelaskan diagnosis banding dari skenario!
10. Sebutkan dan jelaskan penatalaksanaan awal yang diberikan kepada
pasien?
11. Jelaskan perbedaan trombus pada arteri dan vena!
Jawaban Pertanyaan
1. Etiologi dan Faktor Resiko terjadinya edema
Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:
A. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan
osmotic plasma. Penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari
pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari
normal. Dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –
ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi
protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara :
pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal
penurunan sintesis protein plasma
akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma
makanan yang kurang mengandung protein
atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
B. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang
keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai
contoh, melalui pelebaran pori- pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin
pada cedera jaringan atau reaksi alergi. Terjadi penurunan tekanan osmotik
koloid plasma yang menurunkan ke arah dalam sementara peningkatan
tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan
protein di cairan interstisium meningkatkan tekanan ke arah luar.
ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang
berkaitan dengan cedera (misalnya, lepuh ) dan respon alergi (misalnya ,
biduran) .
C. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai
peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke
dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah dinding kapiler ini terutama
berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema
regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu
contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi
pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar
yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut
masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan
kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
D. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema, karena kelebihan cairan
yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat
dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan
interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan
limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran
drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar
limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang
lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan
melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis.
Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan
pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan
interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient,
O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan
demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang
mendapat pasokan darah.
Faktor Resiko
Karena cairan yang dibutuhkan oleh janin dan plasenta, tubuh wanita
hamil mempertahankan lebih banyak natrium dan air dari biasanya, sehingga
dapat meningkatkan risiko edema. Risiko edema dapat meningkat jika Anda
mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti: Obat tekanan darah tinggi Obat
nonsteroidal anti-inflamasi Obat steroid Estrogen Obat diabetes tertentu yang
disebut thiazolidinediones Jika Anda memiliki penyakit kronis seperti gagal
jantung, hati atau penyakit ginjal, risiko edema juga akan meningkat. Operasi
kadang-kadang dapat menghambat kelenjar getah bening, yang menyebabkan
pembengkakan pada lengan atau kaki, biasanya hanya pada satu sisi. Komplikasi
Jika tidak diobati, edema dapat menyebabkan: Pembengkakan yang semakin
menyakitkan Sulit berjalan Kekakuan Kulit meregang, yang dapat menjadi gatal
dan tidak nyaman Peningkatan risiko infeksi pada daerah yang bengkak Jaringan
parut antara lapisan jaringan Sirkulasi darah menurun Penurunan elastisitas arteri,
vena,
Referensi
Repository.USU. Chpater I. Edema Tungkai.pdf
Kumar, Vinay (2004). Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease.
Elsevier. ISBN 978-0721601878
Referensi:
Kartika, Ronald Winardi. Bagian bedah jantung dan pembuluh darah rs. Husada
jakarta. CDK-224/ vol. 42 no. 1. 2015.
Jayanegara, andi putra. Rsud dr. doris sylvanus, palangkaraya, Kalimantan tengah,
indonesia. CDK-224/vol. 43 no.9 th.2016.
Referensi : Repository.usu.ac.id/dislipidemia_penyakitvaskuler.pdf
o Anand, et al. Risk factor for myocardial infarction in women and men:
insights from the INTERHEART study. European Heart Journal.2008;
o Anwar, T.B. Dislipidemia sebagai factor resiko penyakit jantung coroner.
Medan: Universitas Sumatera Utara. 2004
6. Mengapa kaki bengkak disertai nyeri dan gatal pada malam hari?
NYERI:
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius
yang diperantarai oleh system sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari
perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri.
Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka system nosiseptif akan bergeser
fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan
yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat
perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non
noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan
menghilangkan respon inflamasi .
A. Sensitisasi Perifer
Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan
lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan
komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+ , pH menurun,
sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor.
Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor
activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi
lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers).
Kerusakan jaringan menyebabkan terlepasnya substansi kimiawi endogen
yaitu bradikinin, substansi P, serotonin, histamine, ion H, ion K,
prostaglandin. Zat kimia ini terlepas kedalam cairan ekstraseluler yang
melingkupi nosiseptor. Kerusakan membrane sel akan melepaskan senyawa
phospholipid yang mengandung asam arakidonat dan terjadi aktivasi ujung
aferen nosiseptif. Asam arakidonat atas pengaruh prostaglandin (PE)
endoperoxide synthetase akan membentuk mediator inflamasi sekaligus
mediator nyeri tromboxan (TXA2), prostaglandin (PGE2, PG2α)
danprostasiklin (PGI2). Terbentuk pula leukotriene (LT) atas pengaruh 5-
lipooksigenase, dan dari sel mast dilepaskan histamine. Kombinasi senyawa
ini menimbulkan vasodilatasi local dan peningkatan permeabilitas vaskuler
local sehingga terjadi gerakan cairan ekstravasasi kedalam ruang interstisial
jaringan rusak.
Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang
aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara
berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang
menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan, penghambatan
hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan
sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang dan
berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau
inflamasi.
Pada inflamasi, system imun akan melepaskan sitokin proinflamas iyaitu:
interleukin (IL)-1β, IL-6, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Inteferon(INF).
Sitokin ini dengan cepat akan berinteraksi dengan saraf perifer melalui
mediator. IL-1β berinteraksi dengan neuron sensoris, mengaktifkan
eicosanoid dalam sel mast juga melepas serotonin yang langsung
mengaktifkan atau mensensitisasi nosiseptor dan menimbulkan hiperalgesia.
B. Sensitisasi Sentral
Sama halnya dengan system nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor
di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer
bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera.
Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari
nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh
input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian terjadi
perubahan molekuler neuron (transcription dependent).
Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas system saraf,
dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan
jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan
terjadi aliran sensoris yang massif ke dalam medulla spinalis, ini akan
menyebabkan jaringan saraf di dalam medulla spinalis menjadi hiper
responsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat
stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga
akan menjadi lebih sensitive terhadap rangsangan nyeri.
GATAL:
A. Mediator dan reseptor yang berperan dalam proses rasa gatal dan nyeri:
Reseptor yang berperan pada induksi rasa gatal antara lain reseptor
histamine dan proteinase activated receptor 2, sedangkan mediator untuk rasa
gatal antara lain adalah histamin, triptase, endotelin dan interleukin (IL-2, IL-
4,IL-6 dan IL-31). Pada proses penghantaran nyeri, mediator dan reseptor
yang berperan antara lain asetilkolin, reseptor muskarinik M 1-5 dan ATP
atau adenosin. Meskipun demikian sebagian besar mediator dan reseptor
menginduksi keduanya, baik nyeri maupun rasa gatal, misalnya substansi P
dan reseptor-reseptor nya (reseptor neurokinin 1-3).
Pada hiperalgesia, suatu rangsang nyeri berupa tusukan ringan (pinprick)
dipersepsi sebagai nyeri yang lebih hebat di sekitar daerah inflamasi,
sedangkan hiper knesis punctat merupakan peningkatan sensitivitas pada rasa
gatal dimana suatu rangsang berupa tusukan ringan yang menginduksi rasa
gatal dipersepsi sebagai rasa gatal yang lebih hebat di daerah sekitar lesi kulit.
Hiperalgesia dapat menetap berjam-jam setelah trauma.
Referensi:
a. Repository.usu.ac.id
b. Eprints.udip.ac.id
c. AyuElvina, Putu. Hubungan Rasa Gatal dan Nyeri. RSUD Wangaya,
Denpasar, Bali, Indonesia. CDK 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011
Anamnesis
1. Riwayat Kesehatan
2. Keluhan utama:
Nyeri dada
Sesak nafas
Edema
Keluhan utama digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan yang
mencerminkan refleksi perubahan dan sirkulasi oksigen.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Jantung
Pemeruksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada jantung.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung, maka penting
terlebih dahulu melihat pasien secara keseluruhan atau keadaan umum termasuk
mengukur tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan frekuensi pernafasan.
Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah :
Pada pasien khusus penyakit jantung amat penting melakukan pemerriksaan nadi
adalah :
Kecepatan/ menit
Kuat/ lemah (besar/kecil)
Teratur atau tidak
Isi setiap denyut sama kuat atau tidak
Inspeksi
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien yang gemuk
atau emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan adalah titik impuls maksimum
(Point of maximum Impulse). Normalnya berada pada ruang intercostals V pada
garis midklavikula kiri. Apabila impuls maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada
pembesaran jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik ke kiri.
Toraks/ dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “veussure cardiac”
dinding toraks di bagian jantung menonjol menandakan penyakit jantung
congenital. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan vena jungularis
eksterna (dileher kiri dan kanan) dengan teknik sebagai berikut :
Perkusi
Dengan posisi pasien tetap berbaring atau terlentang kita lakukan pemeriksaan
perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan
kiri). Teknik perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan
keterampilan khusus. Pemeriksaan harus mengetahui tentang apa yang disebut
sonor, redup dan timpani.
1. Batas kiri jantung Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai
batas jantung kiri. Dengan cara tersebut kita akan dapatkan tempat iktus, yaitu
normal pada ruang interkostale V kiri agak ke medial dari linea midklavikularis
sinistra, dan agak di atas batas paru-hepar. Ini merupakan batas kiri bawah dari
jantung. Batas jantung sebelah kiri yang terletak di sebelah cranial iktus,pada
ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke sternum daripada letak iktus cordis ke
sternum, kurang lebih di linea parasternalis kiri. Tempat ini sering disebut dengan
pinggang jantung. Sedangkan batas kiri atas dari jantung adalah ruang interkostal
II kiri di linea parasternalis kiri.
2. Batas kanan jantung. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial. Disini
agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan
thorak. Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal IIIIV
kanan,di line parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II
kanan linea parasternalis kanan. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam
penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta.Kita ketahui bahwa
pada emfisema daerah redup jantung mengecil, tapi pada aneurisma aorta daerah
redup jantung meluas sampai ke sebelah kanan sternum sekitar ruang interkostal
II. Suara perkusi pada sternumpun menjadi redup. Pada efusi pericardium daerah
redup jantung meluas terutama bagian bawahnya sehingga bentuknya menyerupai
bentuk jambu.
Auskultasi
Referensi
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_224Gangguan%20Vena%20Menahun.pdf
http://docshare01.docshare.tips/files/31513/315135220.pdf
2) DVT
Deep Vein Thrombosis (DVT)
I. Etiologi
Terdapa 3 faktor terbentuknya thrombo emboli, yaitu kelainan dinding
pembuluh darah, perubah analiran darah, dan perubahan daya beku darah.
Selain faktor stimuli, terdapat factor protektif, yaitu inhibitor factor koagulasi
yang telah aktif, eliminasi factor koagulasi aktif, dan kompleks polimer fibrin
oleh fagosit mononuclear dan hepar, serta enzim fibrinolysis.
II. Patofisiologi
Trombosis vena biasanya terdiri dari fibrin, sel darah merah, dan beberapa
komponen trombosit dan leukosit. Terdapat tiga hal yang berperan dalam
proses terjadinya thrombosis (Virchow’s Triad):
1. Statis Vena
Aliran darah vena cenderung lambat, bahkan dapat mengalami stasis
terutama di daerah yang mengalami imobilisasi cukup lama. Stasis vena
merupakan factor predisposisi terjadinya thrombosis local karena dapat
mengganggu mekanisme pembersihan aktivitas factor pembekuan darah
sehingga memudahkan terbentuknya trombosis.
2. Kerusakan pembuluh darah
Kerusakan pembuluh darah dapat berperan dalam proses pembentukan
thrombosis vena melalui : 1) trauma langsung yang mengakibatkan factor
pembekuan dan 2) aktivasi sel endotel oleh sitokin yang dilepaskan sebagai
akibat kerusakan jaringan dan proses peradangan
3. Perubahan daya beku darah
Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan system pembekuan darah
dan system fibrinolisis. Kecendrungan thrombosis terjadi apabila aktivitas
pembekuan darah meningkat atau aktivitas fibrinolisis menurun.
III. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis DVT tidak selalu jelas dan sama seperti pada semua
orang. Keluhan utama pasien DVT adalah tungkai bengkak dan nyeri.
Intensitas nyeri tidak bergantung besar dan luas thrombosis. Trombosis vena
di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bias menjalar
kebagian medial dan anterior paha. Nyeri akan berkurang jika penderita
berbaring, terutama jika posisi tungkai ditinggikan.
Pembengkakan pada kaki disebabkan oleh sumbatan vena proksimal
dan peradangan jaringan perivaskuler. Apabila ditimbulkan oleh sumbatan,
maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan
apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler, bengkak timbul di daerah
thrombosis dan biasanya disertai nyeri. Pembengkakan bertambah jika
berjalan dan berkurang jika istirahat dengan posisi kaki agak ditinggikan.
IV. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting
dalam pendekatan pasien dengan dugaan trombosis. Riwayat penyakit
sebelumnya merupakan hal yang penting karena dapat diketahui factor risiko
dan riwayat thrombosis sebelumnya. Adanya riwayat thrombosis pada
keluarga juga merupakan hal penting. Diagnosis DVT tidak cukup hanya
berdasarkan gejala klinis karena tidak spesifik ataupun sensitif. Kombinasi
Well’s rule dengan hasil tesnon-invasif diharapkan dapat meningkatkan
ketepatan diagnosis, sehingga dapat mengurangi kebutuhan investigasi lebih
lanjut. Skor 0 atau kurang, menandakan kemungkinan DVT rendah, skor 1
atau 2 menandakan kemungkinan DVT sedang, danskor 3 atau lebih
menandakan kemungkinan DVT tinggi.
Gambar 1. Well’s Rule sebagai tes awal untuk diagnosis DVT
HEPARIN
a. Unfractionated Heparin (IJH)
UH pertama kali diisolasi tahun 1922 dan sudah digunakan secara klinis
bertahun-tahun. Preparat ini memiliki struktur kimia glikosaminoglikan dengan
rantai residu D-glukosamin dan asam iduronat. Berat molekul berkisar antara
5000- 30.000 Da dengan rata-rata 2 000 Da.
UH diberikan secara intravena. Pada DVT apabila pemberian UH gagal
menghasilkan kadar terapeutik aPTT (activated Partial Thromboplastin Tine)
dalam 24 jam biasanya menyebabkan rekurensi sampai 2025%.
Keberhasilan terapi dapat dicapai apabila pemberian UH ini mengikuti
protokol standar pengobatan. Efek samping yang sering dijumpai berupa
perdarahan dan trombositopenia yang diinduksi oleh heparin (HIT). Literatur
terakhir juga menyebutkan timbulnya thrombosis akibat penggunaan heparin.
b. Low Molecular WeightHeparin (LMWH)
Preparat ini sudah digunakan di Amerika Serikat untuk tromboembolisme
vena dan sindrom coroner akut. Pembuatannya berasal dari heparin yang
dipecahm dengan metode kimiawi organic atau heparinase.
Berat molekulnya berkisar 4000- 6500Da denganefek samping perdarahandan
HIT yang lebih kecil dibandingkan UH. Pemberiannya melalui suntikan subkutan
1 atau2 kali sehari. Preparat yang digunakan antara lain : enoxaparin. Delteparin,
tinzaparrn, ardeparin, nadroparin, reviparin dan danaparoid.
Ada dua preparat yang beredar di Indonesia yaitu : enoxaparin dengan dosis
1mg/kg dua kali sehari dan nadroparin dosis dua kali sehari yang disesuaikan
dengan berat badan sebagai berikut:
< 50 kg . 4.100 anti-XaU
50-70 kg: 6.150 anti-XaU,
70 kg: 9.200 anti_XaU
ANTIKOAGULAN ORAL
Antikoagulan oral yang digunakan sekarang ini merupakan derivate dari 4
- OH coumarin termasuk di sini adalah sodium warfarir, phenprocoumon dan
acenocoumarol.
a. Sodium warfarin\
Obat ini diserap dengan cepat dan sempurna. Dosis yang dianjurkan 2- l0
mg. Efek samping yang muncul berupa perdarahan dan nekrosis kulit.
b. Anisindione
Umumnya digunakan pada pasien yang tidak dapat menoleransi
penggunaan warfarin. Dosis yang dianjurkan adalah 25- 25O mg/hari.
BIOFLAVONOID
Bioflavonoid dulu juga dikenal dengan nama Vitamin P yang diduga
bekerja memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah serta digunakan di
klinik untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi pelebaran pembuluh vena.
Bioflavonoid berasal dari jeruk lemon dan paprika. Bahan ini mulai
dipopulerkan oleh Scent-Gyorgyi pada tahun 1936 berupa substansi citrin, suatu
ekstrak lemon.
Pada awalnya obat ini banyak digunakan untuk banyak indikasi, antara
lain hemophilia, diabetic retinitis, hipertensi, varies vena dan hemoroid, tapi
akhir-akhir ini hanya digunakan untuk penyakit vaskuler perifer saja, termasuk
varises dan hemoroid.
a. Troxerutin
Dikenal juga dengan nama hidroksietilrutosid yang merupakan salah satu
derivate rutin. Obat ini duganakan secara oral dan menghasilkan kadar
puncak dalam dua jam setelah pemberian. Metabolisme di hati dengan jalur
ekskresi melalui urin.
Penelitian memperlihatkan adanya efek farmakodinamik pada dinding
vaskuler dan platelet dengan indikasi klinis untuk penatalaksanaan
insufisiensi vena kronis, ulcerasi tungkai akibat statis pembuluh darah dan
kegagalan fungsi vena pada pemakai kontrasepsi oral serta diabetic retinopati.
Dosis yang digunakan adalah 100- 3.000 mg tiga kali sehari.
b. Diosmin
Merupakan suatu resin buchu yang disebut juga dengan nama barosmin.
Bahan aktif ini berasal dari daun Barosma atau Diosma serratifolia yang
termasuk dalam familia rutaceae. Preparat ini bekerja secara spesisfik pada
system vena dan mikrosirkulasi. Perbaikan mikrosirkulasi ini dihasilkan dari
efeknya terhadap fungsi kapiler serta pengaruh hemoreologik. Preparat ini
terdapat dalam bentuk micronized dengan dosis penggunaanya 450 mg 2-3
kali sehari.
NON FARMAKOLOGI
Sebagai pegangan utama, bila ada pasien dengan keluhan nyeri hebat pada daerah
ekstremitas dan nadi tidak dapat diraba, maka diagnosis trombosis akut arteri ini
harus do tindak lanjuti
o Thrombosis vena
Trombosis vena adalah pembekuandarah di dalam pembuluh darah vena.
Gambran klinis
Thrombosis vena merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin
didiagnosis dan diobati, karena sering menyebabkan terlepasnya thrombus ke paru
daan jantung. Tanda dan gejala klinisnya yang sering di temukan berupa:
1. Pembengkankan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan,
biasanya pada ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai
berjalan dan tidak berkurang dengan istirahat
2. Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk
3. Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
4. Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu
Referensi
Repository.USU.ac.id//trobosis vena dan arteri.pdf