Anda di halaman 1dari 3

REVIEW FILM

By: Taufiq Wahab


Antologi Rasa

Film yang diproduksi oleh Soraya Film dan disutradai oleh Rizal Mantovani
diadaptasi dari novel berjudul sama “Antologi Rasa” yang ditulis oleh Ika Natassa. Berkisah
tentang 4 orang sahabat yang saling dekat namun ternyata memiliki konflik cinta didalamnya.
Saling suka namun tak ada yang terbalas, hal itulah yang terjadi diantara mereka. Seorang
Haris (Herjunot Ali) yang merasa dirinya telah menemukan cinta matinya, siapa lagi kalau
bukan Kaera (Carissa Perusset). Disisi lain Kaera meyakini bahwa Ruly lah yang menjadi
belahan jiwanya dan akan menjadi pria terbaik dalam hidupnya. Sedangkan Ruly (Refal
Hady) yang masih mencintai Denise (Atikah Suhaime) walaupun kenyataannya Denise
telah menikahi pria lain. “Welcome to my messed up love life” itulah hal yang ingin
disampaikan Kaera dalam film ini.
Kesan awal ketika film ini dimulai tidak jauh berbeda dengan novelnya. Lines yang
ditampilkan, monolog yang dibacakan, penonton akan melihat bahwa inilah kisah yang
dibuat oleh Ika Natassa. Gue cukup
hype dengan film ini mengingat
novelnya termasuk daftar rekomendasi
juga. Tapi buat kalian yang udah baca
novelnya jangan berekspektasi terlalu
tinggi. Eits jangan salah bukan berarti
film ini jelek, gue bahkan merasa ini
cukup menarik untuk ditonton. Namun
yang disayangkan dari film ini, gue
merasa tidak dapat mengeksplor
karakter-karakternya begitu dalam. Apalagi buat yang belum membaca novelnya tentu story
yang disajikan akan terasa sedikit membingungkan. Kesan kaku beberapa kali dapat terlihat
pada pemain. Haris yang digambarkan seseorang yang cerewet terlihat sangat berlebihan di
awal sehingga membuat kita merasa actingnya terlalu dibuat-buat. Patut dihargai, seiring
berjalannya film sosok Haris yang diperankan oleh Herjunot Ali menjadi lebih natural
daripada ketika diawal film malah justru tambah menikmati karakter ini. Namun, sifat-sifat
badboy yang seharusnya dimiliki seorang Haris justru tidak begitu terlihat selain hanya
menampilkan adegan mabuk-mabukan bersama Kaera, menggoda 1 atau 2 cewek di satu
scene saja. Disisi lain gue cukup suka dengan penampilan artis pendatang baru Cariss
Perusset. Memerankan seorang Kaera yang terjebak oleh kisah cinta yang begitu rumit, gue
rasa penampilannya cukup memuaskan namun tetap kurang. Balik lagi Kaera yang juga
seharusnya memiliki sifat yang “liar” disini justru digambarkan lebih kalem. Interaksi Kaera
dengan Ruly yang dianggap belahan jiwanya terasa sangat kurang. Sehingga membuat gue
merasa Ruly hanyalah sebuah
side dish yang terletak disamping
Kaera. Hal yang sama terjadi
pada karakter Haris, chemistry
yang tidak terbangun antar
mereka bertiga membuat 2 cowok
ini tenggelam dan terkesan
nanggung dibalik bayangan
karakter Kaera. Karakter Denise
yang diperankan oleh Atikah
Suhaime bahkan bisa saja terlupakan sejenak padahal Denise merupakan termasuk salah satu
latar belakang yang membangun konflik antar Ruly dan Kaera yang sama-sama saling suka
namun tak ada yang terbalas. Mungkin seperti itulah penggambaran sedikit dari sekian
banyak karakter yang dimiliki oleh tokoh-tokoh dalam film ini.
Terasa kurang, namun dapat tertutupi adegan-adegan yang dapat membuat penonton
ikut merasakan perasaan Kaera, Haris, maupun Ruly. Salah satu yang gue suka dari film ini
adalah monolog-monolog yang ditampilkan, membuat gue meningat kembali cerita pada
novelnya. Gue merasa monolog-monolog ini membuat filmnya menjadi lebih hidup
walaupun beberapa orang menganggap justru biasa-biasa saja. Soundtracknya gila sih, gue
sempet terhanyut dibeberapa adegan yang dibarengi dengan soundtrack-soundtrack kerennya.
Tanpa ada dialog, hanya kamera yang berfokus pada satu tokoh gue merasa bersimpati dan
merasakan sesuai dengan lagu yang diputar. Gue teringat salah satu adegan kissing antara
Ruly dan Kaera yang dibarengi dengan lagu Geisha, coba cari aja di youtube soundtracknya
Antologi Rasa keren semua deh intinya. Dibalik beberapa kesempurnaan scene-scene yang
ada, tetap ada yang terasa janggal. Contohnya saja adegan flashback Kaera ketika di Club
yang menurut gue nggak banget dan sebenarnya bisa dikemas lebih baik lagi, terkadang ada
juga beberapa scene saling tatap-tatapannya yang membuat gue cukup terganggu dan merasa
ilfeel karena terkesan tidak natural.
Terlepas dari semua kekurangan-kekurangan yang gue sebutin diatas, film ini cukup
worth untuk ditonton. Dan sekiranya gue bisa merekomendasikannya buat kalian yang suka
dengan film-film romantis. Gue cukup enjoy dan mengikuti stroy yang ditawarkan dari film
ini. Gue juga merasa cerita yang ditawarkan sedikit fresh, jadi tidak serta merta hanya
monoton dan mengikuti alur pada novelnya. Dan gue paling suka dari film ini, endingnya.
Yup, film ini ditutup dengan ending yang manis. Berbeda dengan novelnya yang
menyuguhkan ending bahagia namun cliffhanger, di film ini mereka justru menanam ending
bahagia yang jelas dan membuat penonton puas termasuk gue.
“If he makes you laugh, that means you like him.
But, if he makes you cry, it means you love him”.

Personal Rate: 7.8/10


IMDb: 7.0/10

Anda mungkin juga menyukai