Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Material logam merupakan material yang paling banyak digunakan
dalam dunia industri seperti industri manufaktur, alat-alat berat dan
konstruksi. Dalam industri tersebut sering kali dibutuhkan logam dengan
sifat mekanik tertentu untuk diaplikasikan kedalam suatu bentuk produk.
Misalnya untuk produksi alat-alat berat diperlukan material dengan
kekuatan dan kekerasan yang cukup tinggi dalam beberapa komponennya
agar performanya baik, maka dari itu beberapa logam harus dikeraskan
sebelum diubah menjadi suatu produk.
Untuk membuat suatu produk dari logam dan paduan yang memiliki
kekuatan dan kekerasan yang tinggi harus diatur komposisi unsur-unsur
yang terkandung didalam logam pada saat proses proses pencairan dan
pembuatan logam. Namun cara ini tidak efisien karena membuatuhkan
biaya yang mahal dan dalam pemrosesannya memerlukan waktu yang lama.
Maka dari itu cara ini jarang digunakan karena banyak cara lain untuk
meningkatkan kekerasan logam seperti grain boundary strengthening,
martensitic hardening, dan lainnya. Namun sebelum meningkatkan
kekerasan logam kita perlu mengetahui sifat mampu keras dari logam
tersebut.
Untuk mengetahui mampu keras suatu logam, dilakukan uji mampu
keras. Uji mampu keras logam dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satu yang paling umum digunakan adalah pengujian jominy.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Menentukan kurva keterkerasan/mampu keras dari baja AISI 4140
2. Membandingkan kurva hardenability baja AISI 4140 dari percobaan
dengan kurva hardenability band dari literature
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Kekerasan dan Keterkerasan


Kekerasan merupakan ketahanan suatu material terhadap deformasi
plastis lokal. Untuk meningkatkan kekerasan material – khususnya logam –
dapat dilakukan beberapa cara, di antaranya pengerasan larutan padat,
pengerasan regang, dan perlakuan panas.
Perlakuan panas merupakan proses pengubahan sifat logam –
khususnya baja – melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan
dan pengaturan laju pendinginan. Jenis-jenis perlakuan panas antara lain
annealing, normalizing, tempering, dan quenching. Proses perlakuan panas
pada baja dilakukan dengan cara memanaskan baja sampai temperatur
austenisasinya, kemudian didinginkan secara cepat (quench). Parameter yang
dapat memengaruhi kekerasan hasil proses perlakuan panas yaitu komposisi
kimia, laju pendinginan, medium pendingin, serta cara pendinginannya.
Keterkerasan adalah kemampuan material untuk mengeras sampai
nilai kekerasan tertentu setelah melalui proses perlakuan panas. Untuk
mengetahui sifat keterkerasan material, ada dua metode yang paling lazim
digunakan, yaitu metode bola baja Krauss-Baine dan metode yang dipakai pada
percobaan ini, metode Jominy.
Pada metode bola baja, diperlukan beberapa bola baja untuk
dipanaskan kemudian didinginkan. Keterkerasan yang baik dari material
diindikasikan oleh persentase martensit yang terbentuk dan diukur dari
diameter bola baja. Adapun pada metode Jominy, spesimen yang berbentuk
silinder dipanaskan hingga temperatur austenisasi, kemudian salah satu
ujungnya disemprot dengan medium quenching (dalam hal ini air). Untuk
mengetahui sifat keterkerasannya, kekerasan spesimen diukur pada setiap jarak
tertentu, mulai dari titik penyemprotan hingga titik ujung satunya lagi.
2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keterkerasan
Keterkerasan dari suatu material dipengaruhi oleh beberapa faktor
berikut.
1. Kadar karbon
Semakin tinggi kadar karbon, kemungkinan terbentuknya fase
martensit pada baja semakin besar. Fase martensit merupakan fase yang
sangat keras. Karena itu, semakin banyak fase martensitnya, semakin tinggi
pula nilai kekerasan akhirnya jika dibandingkan dengan nilai kekerasan
awalnya. Maka, sifat keterkerasannya pun semakin baik.
2. Unsur-unsur paduan
Adanya unsur-unsur paduan pada baja, seperti kromium, mangan,
nikel, dll. akan menjadikan keterkerasan baja meningkat. Hal ini disebabkan
unsur-unsur tersebut dapat membuat ukuran butir baja menjadi besar,
sehingga kemungkinan terbentuknya fase-fase yang keras seperti perlit dan
martensit semakin besar. Selain itu, keterkerasan baja juga dapat
dipengaruhi oleh kadar karbon ekivalen serta penstabil fase austenit dan
ferit.
3. Medium pendingin

Severity of quench adalah kemampuan quenchant untuk menyerap


panas. Semakin tinggi nilai severity of quench suatu medium pendingin,
maka kemampuannya untuk menyerap panas dari logam juga semakin
tinggi, sehingga logam akan cenderung mengalami laju pendinginan yang
cepat. Laju pendinginan yang cepat pada logam dapat menimbulkan
terbentuknya fasa martensit yang keras sehingga dapat meningkatkan nilai
kekerasan suatu logam. Nilai severity of quench dari beberapa medium
pendingin adalah sebagai berikut:
4. Ukuran spesimen
Ukuran spesimen berpengaruh pada homogenitas laju pendinginan
baja. Semakin kecil ukuran spesimen, semakin homogen laju pendinginan
pada setiap bagian spesimen.

2.3. Metode Pengukuran Hardenability


Hardenability suatu logam dapat diukur dengan 3 metode berikut :
1. Jominy End Quenched Method
Jominy End Quenched Method menggunakan spesimen berbentuk
silinder yang dipanaskan lalu didinginkan secara cepat di salah satu
bagiannya. Setelah itu, spesimen diukur nilai kekerasannya tiap rentang
tertentu pada arah vertikal sehingga akan diperoleh kurva hardenability nya.
Pengujian Jominy distandarisasi di ASTM A255.
Gambar 2.1 Spesimen Percobaan Jominy [1]

2. Krauss Critical Diameter Method


Pada metode ini, spesimen uji berbentuk bola pejal dipanaskan pada
tungku kemudian dicelupkan kedalam media quench. Setelah itu, spesimen
dipotong menjadi dua bagian, kemudian diukur nilai kekerasannya pada
rentang diameter tertentu (Dc). Dc adalah struktur baja dengan 50%
Martensite dan 50% Pearlite. Semakin besar Dc suatu baja, maka akan
semakin besar mempu kerasnya.
3. Grossman Critical Diameter Method
Grossman Critical diameter method menggunakan bola baja sebagai
spesimen uji. Bola bola baja ini Kemudian dipanaskan ke temperatur
austenisasinya lalu diquench. Diameter dimana terjadi 100% martensit
disebut Diameter Ideal (DI) . Diameter dimana terjadi 50% Martensit dan
50% pearlite disebut Diameter Critic (DC). Semakin besar DI atau DC suatu
baja maka hardenabilitynya semakin baik. Kekurangan metode ini
diantaranya spesimen yang digunakan relatif banyak.

2.4. Hardenability Curve dan Hardenability Band


Hardenability baja dapat digambarkan dengan hardenability curve dan
hardenability band. Kurva Hardenability adalah kurva yang didapat dari hasil
pengujian kekerasan di spesimen jominy ketika sudah di dinginkan. Kurva
hardenability menghubungkan antara jarak dengan kekerasan. Kekerasan baja dari
ujung yang diquench akan tinggi dan berangsur turun ke ujung yang satunya. Hal
ini disebabkan akibat perbedaan laju pendinginan di sepanjang spesimen yang
membuat perbedaan mekanisme transformasi di sepanjang spesimen.

Gambar 2.2 Kurva Hardenability [2]


Hardenability band adalah kurva yang menggambarkan batasan harga
kekerasan pada material tertentu. Hardenability band dibuat karena material yang
telah distandarisasi mempunyai kadar komposisi yang mempunyai rentang tertentu
sehingga dapat membuat variasi kekerasan.
Gambar 2.3 Hardenability Band untuk Baja 8640 [3]
2.5 Proses Perlakuan Panas
Proses perlakuan panas adalah proses pengubahan sifat (mekanik) melalui
pengubahan struktur mikro dengan cara memberikan pemanasan dan mengatur laju
pendinginan.
Jadi, dengan proses perlakuan panas ada 4 aspek yang penting yaitu :
1. Pengubahan sifat
2. Pengubahan struktur mikro
3. Cara memberi pemanasan
4. Cara mengatur laju pendinginan
Makna dari pengubahan sifat ini adalah baja yang lunak dijadikan keras, proses
ini disebut dengan proses pengerasan (Hardening). Sedangkan baja yang keras
dijadikan lunak, prosesnya disebut proses pelunakan (Softening).[4]
Adapun beberapa contoh proses dalam perlakuan panas yaitu :
a. Annealing
Annealing adalah suatu proses perlakuan panas yang bertujuan untuk
melunakkan baja dengan cara memanaskan baja hingga temperatur
austenisasinya dan didinginkan di dalam tungku. Fasa perlit yang dihasilkan
adalah perlit kasar (coarse perlite).
b. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses perlakuan panas pada baja yang bertujuan
untuk melunakkkan baja yaitu dengan memanaskan baja hingga temperatur
austenisasinya dan didinginkan pada medium udara. Umumnya kekerasan
saat normalizing lebih tinggi daripada annealing karena perlit yang
terbentuk lebih halus.
c. Tempering
Tempering adalah suatu proses perlakuan panas yang umumnya dilakukan
pada baja dengan tujuan untuk menurunkan nilai kekerasan baja. Proses
tempering ini dilakukan setelah baja memiliki fasa martensit atau setelah
baja didinginkan dengan cepat. Proses tempering ini adalah memanaskan
kembali baja dengan temperatur antara 80-6000C. Adapun tahap tempering
ada 3 yaitu:
1. Temperatur Tempering Tahap I (80-2000C)
Pada tahap ini, MM’ + (ε-Karbida)
2. Temperatur Tempering Tahap II (200-4000C)
Pada tahap ini , M + γsisa (α +Fe3C), dimana Fe3C berbentuk lamelar.
3. Temperatur Tempering Tahap II (400-6000C)
Pada tahap ini , M + γsisa (α +Fe3C), dimana Fe3C berbentuk bulat.
d. Quenching
Quenching adalah proses perlakuan panas pada baja yaitu dengan cara
mendinginkan baja dengan cepat untuk membentuk fasa martensit sehingga
didapatkan nilai kekerasan yang tinggi dari baja. Medium pendingin
(quenchant) yang dapat digunakan adalah air,oli,brine dan lain-lain.
2.6 Diagram CCT (Continuos Cooling Transformation) pada Baja
Diagram CCT berfungsi untuk mengukur tingkat transformasi fasa sebagai
fungsi waktu untuk laju pendinginan kontinu. Diagram CCT untuk baja karbon
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Diagram CCT untuk baja Hypotectoid (Kiri) Eutectoid (Tengah) dan
Hypertectoid (Kanan) [5]
Diagram CCT di atas dapat disempurnakan dengan memberikan luas daerah di
depan hidung kurva yang berbeda. Pada baja hypotectoid, daerah di depan hidung
kurva sempit dan hampir menyentuh sumbu tegak yang menunjukkan sulit
terbentuk martensit walaupun dengan menerapkan laju pendinginan yang relatif
cepat. Sedangkan pada baja hypertectoid, daerah di depan hidung kurva lebar yang
menunjukkan mudah terbentuk martensit walaupun dengan laju pendinginan yang
tidak terlalu cepat. Selain itu letak Ms semakin turun bahkan sampai Mf berada di
bawah temperatur kamar. Hal ini menunjukkan bahwa akan terbentuk austenit sisa
saat laju pendinginan selesai pada temperatur kamar.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

 Spesimen Baja AISI 4140 1 buah


 Tungku 900ºC 1 buah
 Alat Uji Jominy 1 set
 Alat Uji Keras Rockwell 1 buah
3.2 Prosedur Percobaan

Mulai

Siapkan spesimen dan panaskan tungku sampai 900ºC.

Setelah tungku siap, masukkan spesimen ke dalam tungku


selama 30 menit.

Keluarkan spesimen dari tungku dan beri perlakuan sesuai percobaan


Jominy, dengan durasi penyemprotan 30 menit.

Setelah selesai, beri tanda setiap 5 mm di sepanjang spesimen untuk posisi


indentasi.

Lakukan uji keras Rockwell skala C pada tanda yang telah dibuat.

Catat hasil kekerasan di setiap titik.

Selesai
BAB IV
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Percobaan
Spesimen : Baja AISI 4140
Indentor : Diamond
Load : 1471 N
Tabel 4.1 Data Kekerasan setelah Uji Jominy
Jarak ke- Jarak (mm) HRC
1 5 41
2 10 43
3 15 39
4 20 40
5 25 34
6 30 31
7 35 31
8 40 29
9 45 28
10 50 27
11 55 24
12 60 24
13 65 25
14 70 25
15 75 24
16 80 23
17 85 24
18 90 19
19 95 17
20 100 15
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Kurva Hardenability
Berdasarkan pengujian, data hasil pengukuran kekerasan pada
spesimen AISI 4140 yang telah di uji Jominy dapat digunakan untuk
membentuk Kurva Hardenability.

Kurva Hardenability
50
45
40
Kekerasan (HRC)

35
30
25
20
15
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak (mm)

Gambar 4.1 Kurva Hardenability


4.2.2 Hardenability Band
Untuk mencari Hardenability Band dari baja AISI 4140, dibutuhkan
data kadar komposisi kimia baja AISI 4140 yang didapat dari literatur
ASTM A29.
Tabel 4.2 Data Kadar Komposisi Kimia Baja AISI 4140
Unsur Kadar Komposisi (%)
C 0,38 – 0,43
Mn 0,75 – 1,00
P 0,035
S 0,04
Si 0,15 – 0,35
Cr 0,8 – 1,10
Mo 0,15 – 0,25
Dari data unsur paduan diatas, nilai Ideal Critical Diameter (DI) dari
spesimen dapat dihitung dari data Multiplying Factor yang mengacu
pada Table 6 ASTM A255.
Tabel 4.3 Data Multiplying Factor tiap unsur pada baja AISI 4140
Unsur Kadar Komposisi (%) Multiplying Factor (in)
C 0,38 – 0,43 0,205 – 0,221
Mn 0,75 – 1,00 3,500 – 4,333
P 0,035 -
S 0,04 -
Si 0,15 – 0,35 1,105 – 1,245
Cr 0,8 – 1,10 2,728 – 3,376
Mo 0,15 – 0,25 1,45 – 1,75

𝐷𝐼𝑚𝑖𝑛 = 0,205 × 3,5 × 1,105 × 2,728 × 1,45 = 3,136 𝑖𝑛 = 79,654 𝑐𝑚


𝐷𝐼𝑚𝑎𝑥 = 0,221 × 4,333 × 1,245 × 3,376 × 1,75 = 7,044 𝑖𝑛 = 178,917 𝑐𝑚
Dari table 7 pada ASTM A255, data nilai kekerasan awal baja AISI
4140 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Kekerasan Awal Baja AISI 4140
Kadar Karbon (%) Initial Hardness (HRC)
0,38 55
0,43 58
Untuk mengetahui nilai kekerasan tiap jarak tertentu dari titik
penyemprotan dibutuhkan data jarak kekerasan (Distance Hardness)
sesuai Ideal Critical Diameter (DI) yang dapat diambil dari Table 3
ASTM A255. Nilai kekerasan untuk tiap jarak tertentu dari titik
penyemprotan dapat dihitung dengan rumus:
𝐼𝐻
𝐻𝑅𝐶 =
𝐷𝐻
Untuk jarak 3 mm, nilai kekerasan minimal adalah:
𝐼𝐻𝑚𝑖𝑛
𝐻𝑅𝐶 =
𝐷𝐻𝑚𝑖𝑛
𝐼𝐻 55
=
𝐷𝐻 1,00
𝐼𝐻
= 55 𝐻𝑅𝐶
𝐷𝐻

Dengan:
IH = Initial Hardness (HRC)
DH = Distance Hardness
DImax = 177,5 mm
DImin = 80 mm

Tabel 4.5 Data Distance Hardness dan Hardness Baja AISI 4140 untuk Jarak
Tertentu dari Titik Penyemprotan
Distance Distance
Jominy End-Quench IH/DHmin IH/DHmax
Hardness Hardness
Distance (mm) (HRC) (HRC)
Min. Max.
3 1,00 55 1,00 58
4,5 1,00 55 1,00 58
6 1,06 51,88679 1,00 58
7,5 1,13 48,67257 1,00 58
9 1,22 45,08197 1,00 58
10,5 1,30 42,30769 1,00 58
12 1,35 40,74074 1,00 58
13,5 1,42 38,73239 1,00 58
15 1,47 37,41497 1,00 58
18 1,61 34,16149 1,00 58
21 1,72 31,97674 1,01 57,42574
24 1,80 30,55556 1,02 56,86275
27 1,88 29,25532 1,03 56,31068
33 2,01 27,36318 1,06 54,71698
39 2,13 25,8216 1,09 53,21101
45 2,23 24,66368 1,12 51,78571
5 2,33 23,60515 1,18 49,15254
Dari data pada Tabel 4.5, didapatkan kurva Hardenability Band dari
baja AISI 4140 sebagai berikut:

Hardenability Band Baja AISI 4140


70

60
Hardness (HRC)

50

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60
Jarak (mm)

Gambar 4.2 Hardenability Band Baja AISI 4140


Hasil pengukuran kekerasan pada pengujian dapat dibandingkan
dengan Hardenability Band baja AISI 4140 sebagai berikut:

Perbandingan Hardness Pengujian dan Hardenability Band


Baja AISI 4140
70

60
Hardness (HRC)

50

40

30

20

10

0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak (mm)

Hardness Min Hardness Max Hardness Pengujian

Gambar 4.3 Perbandingan Hardness Hasil Pengujian dengan Hardenability Band


pada Spesimen Baja AISI 4140
DAFTAR PUSTAKA

[1] American Standard and Testing Material A255. Standard Test Methods for
Determining Hardenability of Steel.
[2] Callister, Jr, William D. 2009. Fundamentals of Materials Science and
Engineering (8thed ). United States of America: John Wiley & Sons.
[3] Callister, Jr, William D. 2009. Fundamentals of Materials Science and
Engineering (8thed ). United States of America: John Wiley & Sons.
[4] Suratman,Rochim. 2017. Dasar-Dasar Proses Perlakuan Panas Untuk Baja.
Penerbit ITB
[5] Suratman,Rochim. 2017. Dasar-Dasar Proses Perlakuan Panas Untuk Baja.
Penerbit ITB
LAMPIRAN
A. Tugas Setelah Praktikum
1. Buat grafik dari hasil percobaan dan berikan analisisnya!
Jawab:

Kurva Hardenability
50
45
40
Kekerasan (HRC)

35
30
25
20
15
10
5
0
0 20 40 60 80 100 120
Jarak (mm)

Gambar L1. Kurva Hardenability Baja AISI 4140 Hasil Percobaan


Kekerasan baja menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari
titik penyemprotan (quenched end). Hal ini disebabkan oleh laju
pendinginan yang berbeda pada setiap titik di sepanjang spesimen tersebut
sehingga transformasi fasa yang terjadi bervariasi di sepanjang spesimen.
Semakin jauh jarak dari quenched end nya maka jumlah kandungan fasa
martensit nya akan semakin berkurang.

2. Buat kurva grafik hardenability band dengan perhitungan dari baja yang
ditentukan setelah praktikum!
Jawab:
Perhitungan Hardenability Band dapat dilihat pada sub bab 4.2.2

Hardenability Band Baja AISI 4140


70

60
Hardness (HRC)

50

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60
Jarak (mm)

Gambar L2. Hardenability Band Baja AISI 4140

3. Jelaskan metode yang dapat digunakan untuk menentukan sifat mampu


keras (hardenability) logam!
Jawab: Pengujian untuk mengetahui hardenability dari suatu material
(logam) dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

a) Grossmann Critical Diameter Method


Pengujian Grossmann Critical Diameter Method umunya dikenal di
Amerika, sedangkan di Inggris pengujian ini dikenal dengan pengujian
Krauss & Baine. Dalam percobaan ini akan diketahui DI (Diameter
Ideal) dan DC (Diameter Critical) . Diamater ideal adalah diameter
dimana jika baja dicelup ke dalam quenchant maka semua benda kerja
menjadi martensit (100% martensit). Sedangkan diameter critical
adalah dimaeter dimana ketika baja dicelupkan ke dalam quenchant
maka akan terbentuk 50% martensit dan 50% bukan martensit. Bagian
yang tidak terbentuk martensit biasa disebut dengan unhardened
diameter (DU). Nilai DI dan DC merupakan faktor dari SOQ, agitasi,
dan ukuran butir austenit. Semakin besar nilai SOQ maka semakin besar
nilai DI dan DC yang di dapat.

b) Metode Estimasi Komposisi Kimia


Mampu keras juga ditentukan oleh ukuran butir austenit, begitu pula
dengan unsur paduan berperan penting terhadap mampu keras baja
(terutama Mn, Mo, dan Cr). Oleh karena itu, untuk menghitung D I,
digunakan rumus DI = DC x FMn x FCr x FNi.

c) Metode Uji Patahan


Pengujian patahan dilakukan dengan melihat perbedaan permukaan
yang getas dan ulet pada hasil patahan.

d) Jominy End Quench Test


Pengujian jominy adalah pengujian yang paling sering digunakan.
Pengujian ini memiliki standar ASTM A255. Pengujian jomini
dilakukan dengan memanaskan spesimen hingga fasa austenite lalu
didinginkan secara cepat (quenching) dari ujung bawah spesimen
dengan posisi spesimen vertikal. Setelah itu spesimen di uji keras
dengan jarak tertentu. Pendinginan dari salah satu ujung spesimen akan
menyebabkan laju pendinginan yang bervariasi sepanjang spesimen.
Dalam pengujian ini, baja yang memiliki hardenability baik akan
menunjukan kekerasan yang tinggi pada jarak yang jauh dari ujung
spesimen yang di-quench.

4. Apa yang menyebabkan severity of quench berbeda-beda pada medium


quenching?
Jawab: Nilai severity of quench yang berbeda-beda pada medium pendingin
disebabkan karena setiap medium pendingin memiliki kapasitas kalor yang
berbeda-beda. Semakin tinggi kapasitas kalor suatu medium maka semakin
tinggi pula nilai severity of quench yang dimiliki suatu medium pendingin.
B. Dokumentasi Spesimen

Gambar L3. Spesimen baja AISI 4140 saat diuji Jominy.

(a) (b)
Gambar L4. (a) Spesimen setelah uji Jominy belum diberi tanda untuk uji keras.
(b) Spesimen yang telah diuji keras.
Gambar L5. Pengujian keras Rockwell Skala C terhadap spesimen baja AISI
4104 yang telah diuji Jominy.

Anda mungkin juga menyukai