Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ambhara Reyhan Anfeis

NPM : 110110160019

Mata Kuliah : Hukum Kekayaan Intelektual

Kelas : “A”

UAS BAGIAN KEDUA STUDI LAPANGAN MANDIRI

Saya melakukan studi lapangan mandiri bertempat di “Saung Anklung Udjo” pada hari Kamis
20 Desember 2018 yang terletak di Kota Bandung disana saya menemukan cukup banyak karya
seni dan kebudayaan yang cukup menarik perhatian saya dimana saya akan menguraikan 5
diantaranya sebagai berikut beserta bentuk dan upaya perlindungan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah kita saat ini yaitu sebagai berikut
1. Perhatikan segala bentuk karya kreatif berbasis tradisi yang terdapat di tempat
dilakukannya Studi Lapangan Mandiri. Uraikan lima karya yang paling monumental
atau menarik yang ditemukan!

Wayang Golek

Wayang Golek adalah salah satu kesenian wayang tradisional dari Jawa Barat. berbeda dengan
kesenian wayang di pulau jawa lainnya yang menggunakan kulit dalam pembuatan wayangnya,
Wayang Golek merupakan kesenian wayang yang terbuat dari kayu. Kesenian Wayang Golek ini
sangat populer di Jawa Barat khususnya di wilayah tanah pasundan. Bilamana kita ketahui wayang
Kulit sudah muncul terlebih dahulu sebagai tradisi kuno yang hanya dimainkan pada malam hari
dengan bantuan cahaya blencong (sejenis alat penerangan berbahan bakar minyak tanah).
Kemudian pada tahun 1583, muncullah Wayang Golek. Awalnya, Sunan Kudus memperkenalkan
boneka kayu sebagai alternatif pertunjukan yang dapat dimainkan pada siang hari. Boneka kayu
itulah yang kemudian dikembangkan menjadi Wayang Golek khas Jawa Barat.

Dalam pertunjukan Wayang Golek ini sama seperti pertunjukan wanyang lainnya, lakon dan cerita
di mainkan oleh seorang dalang. Yang membedakan adalah bahasa pada dialog yang di bawakan
adalah bahasa sunda. Pakem dan jalan cerita Wayang Golek juga sama dengan wayang kulit,
contohnya pada cerita Ramayana dan Mahabarata. Namun yang membedakan adalah pada tokoh
punakawan, penamaan dan bentuk dari punakawan memiliki versi tersendiri yaitu dalam versi
sunda. Bila menggunakan cerita sempalan atau carangan, biasanya pertunjukan Wayang Golek
hanya berlangsung dalam empat atau lima alur cerita, dengan durasi dalam hitungan jam. Tetapi
jika menggunakan cerita sumber, durasinya bisa sampai semalam suntuk, dengan alur cerita yang
lebih banyak dan kompleks. Banyak nilai yang bisa disampaikan atau dipelajari dari lakon yang
dimainkan dalam pertunjukan Wayang Golek, di antaranya tentang kesetiaan, kehormatan, dan
balas budi.

Dalam satu pertunjukan Wayang Golek, biasanya ada sekitar 20–30 boneka yang dimainkan. Dan
yang sering muncul dan sudah dikenal masyarakat adalah Arjuna, Pandawa Lima, Cepot,
Gatotkaca, Bima, Rahwana, dan para Kurawa. Sementara dalang-dalang yang digemari oleh
pecinta pertunjukan wayang adalah Asep Sunarya, Ade Sunarya, Dede Amung. Itu karena dalang-
dalang ini memiliki keterampilan khusus dalam memainkan wayang, sehingga mampu
menceritakan lakon yang diselingi humor, serta komunikatif dengan penontonnya.
Tari Topeng Cirebon

Sesuai dengan namanya, tari Topeng ini berasal dari Cirebon. Tari Topeng ini termasuk kesenian
dari daerah kesultanan Cirebon. Yang dimana selain Cirebon yang sekarang, kesenian ini juga ada
di daerah Subang, Jatibarang, Majalengka, Indramayu, Brebes dan juga Losari. Disebut tari
Topeng karena para penarinya mengenakan topeng saat menarikan tarian ini. Kalau dalam tari
Topeng Cirebon ini, penarinya itu disebut sebagai dalang. Kenapa dalang? Karena, para penari ini
menari sembari memainkan karakter dari topeng yang mereka kenakan. Setiap topeng mewakili
karakter yang berbeda-beda. Gerakan dan juga ceritanya ini beragam. Pelaku dari tari Topeng ini
banyaknya tergantung cerita yang dibawakan, bisa dilakukan oleh satu orang atau juga oleh
beberapa orang.

Tari Topeng sendiri sebenarnya sudah ada sekitar abad ke-10 atau ke-11 Masehi, tepatnya pada
masa pemerintahan Prabu Panji Dewa, Raja Jenggala di Jawa Timur. Seni tari ini kemudian dibawa
oleh seniman jalanan ke Cirebon yang selanjutnya mengalami proses akulturasi. Dari Cirebon, seni
tari ini lalu menyebar lagi ke daerah-daerah lain di Jawa Barat. Di provinsi ini, terdapat dua jenis
Tari Topeng, yaitu Tari Topeng Cirebon dan Tari Topeng Priangan. Simbol-simbol sarat makna
dari sebuah pementasan Tari Topeng disampaikan melalui warna topeng, jumlah topeng, dan juga
jumlah gamelan pengiringnya. Total jumlah topengnya ada sembilan, yang dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu lima topeng pokok (panji, samba atau pamindo, rumyang, tumenggung atau patih,
kelana atau rahwana) dan empat topeng lainnya lainnya (pentul, nyo atau sembelep, jingananom
dan aki-aki) digunakan jika lakon yang dimainkan berjudul Jaka Blowo, Panji Blowo, atau Panji
Gandrung. Lima topeng pokok disebut sebagai Topeng Panca Wanda yang artinya topeng lima
watak. Panji, misalnya, diartikan sebagai seorang bayi iyang masih bersih atau tidak berdosa.
Pamindo menggambarkan kesatria. Patih menggambarkan kedewasaan.

Helaran

Helaran (bahasa Sunda) bermakna seni pertunjukkan dalam bentuk arak-arakan, parade, karnaval
atau pawai di jalanan. Pada saat helaran ini ditampilkan kreasi seni gerak dan tari dari berbagai
daerah juga diramaikan oleh bunyi-bunyian berbagai alat musik sebagai pengiringnya. Helaran
sering kalo dimainkan untuk mengiringi upacara tradisional khitanan dan pada saat upacara panen
padi. Angklung yang digunakan adalah angklung dengan nada Salendro atau Pentatonis yaitu nada
asli angklung Sunda yang terdiri atas Da Mi Na Ti La Da. Helaran ini sendiri dimainkan dengan
nada yang riang gembira, karena memang ditujukan untuk menghibur dan untuk menunjukan rasa
syukur pada tuhan yang maha esa atas segala berkah yang diberikanya.

Arumba

Arumba adalah esemble musik dari berbagai macam alat musik yang terbuat dari bambu. Alat
musik ini umumnya dimainkan oleh sekelompok anak-anak muda yang sedang ronda pada malam
hari. alat musik arumba ini berasal dari Desa Margoyoso, Kecamatan Salaman, Kabupaten
Magelang yang dikembangkan ke desa-desa sekitarnya, seperti di Desa Jamblang-Kaliabu yang
saat ini sedang gigih-gigihnya untuk mendalami jenis musik tersebut. Adapun jumlah dari
pemainnya kurang lebih 10 orang. Selain untuk kegiatan ronda dimalam hari, alat musik ini biasa
dimainkan di acara hajatan seperti sunatan, pernikahan, ulang tahun,dan lainnya. Arumba adalah
alat musik tradisional terbuat dari bambu yang bertangga nada diatonis, dengan tetap menghasilkan
nada yang harmonis dan dinamis. Diciptakan pada tahun 1970-an, ARUMBA merupakan
singkatan dari A untuk Alunan, Rum untuk Rumpunan dan Ba untuk Bambu.

Angklung

Angklung adalah alat musik yang terbuat dari bambu dan di mainkan dengan cara digetarkan.
Suara dari Angklung ini di hasilkan dari benturan tabung bamboo tersebut. Angklung sangat
terkenal di Indonesia, khususnya Jawa Barat yang di kenal sebagai daerah asal dari alat musik ini.
Tidak hanya di Jawa Barat, alat musik satu ini juga bisa kita temukan di beberapa tempat di
Indonesia sepeti di jawa tengah, jawa timur, bali dan lain - lain. Kata “angklung” berasal dari
bahasa sunda, dan terdiri dari dua suku kata, yaitu “angkleung-angkleung” yang berarti diapung-
apung dan “klung” yang merupakan suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Dengan kata
lain angklung berarti suara “klung”yang dihasilkan dengan cara mengangkat atau mengapung-
apungkan alat musik itu.

Angklung dikenal sebagai alat musik multitonal (bernada ganda). Setiap satu alat musik angklung
hanya menghasilkan satu nada. Berbeda ukuran angklung yang digetarkan atau digoyangkan
menghasilkan nada yang berbeda pula. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa pemain angklung
untuk menghasilkan melodi yang indah untuk didengar. Seorang pemain angklung dapat sekaligus
memainkan 2 atau 3 buah alat musik angklung. Angklung yang selama ini digunakan sebagai alat
musik pada dasarnya fungsinya hampir sama dengan alat-alat musik yang lain. Kunci nada pada
alat musik angklung tidak ubahnya seperti alat musik piano atau organ yang selama ini kita ketahui.
Hanya saja pada alat musik angklung bahan material penghasil suara terbuat dari bahan dasar
bambu.

Setelah melalui proses seleksi yang ketat, UNESCO (Badan Kebudayaan PBB) akhirnya
menetapkan alat musik angklung sebagai salah satu warisan budaya tak benda dunia di Nairobi,
Kenya, pada 16 November 2010. Bersama dengan keris, batik, serta wayang, angklung pun
menjadi hasil karya manusia milik semua bangsa di dunia. Tentu saja hal ini membuat masyarakat
Indonesia, khususnya Jawa Barat sebagai asal alat musik tradisional ini, merasa sangat bangga dan
gembira.

2. Analisis secara rinci potensi-potensi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, baik


Kekayaan Intelektual individual maupun komunal, yang dapat dipakai untuk melindungi
dan mengembangkan potensi ekonomi setiap karya kreatif yang telah diuraikan dalam
jawaban dari Soal Nomor 1!

Sebagai suatu karya seni tradisional yang telah berlangsung secara turun temurun, maka
perlindungan Hak Cipta atas karya tradisional suatu daerah akan dipegang oleh negara
sebagaimana diatur dalam Pasa1 10 ayat 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
yaitu: ”Negara memegang Hak Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,
tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya”.

Dalam penjelasan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014, dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan folklore adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok
maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya
berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun termasuk
hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan
tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional. Perangkat hukum yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta belum mencukupi kebutuhan
masyarakat akan perlunya perlindungan karya seni tradisional daerah termasuk di dalamnya karya
seni di daerah.
Sebenarnya ketentuan mengenia pembahasan materi ini telah dibahas dalam Rancangan Undang
– Undang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan
Ekspresi Budaya Tradisional atau disingkat dengann RUU PTEBT, akan tetapi sampai saat ini
Undang – Undang tersebut tidak kunjung disahkan.

Sistem perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual harus diterapkan untuk melindungi
pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisonal, terutama yang telah dikembangkan
sedemikian rupa oleh individu tanpa harus kehilangan karakteristik tradisonalnya. Pengetahuan
tradisonal merupakan tata nilai dalam masyarakat adat antara lain dapat berupa tanaman obat dan
pengobatan, seni ukir, seni tenun pemuliaan tanaman dan budaya masyarakat adat. Apabila
pengetahuan tradisonal tidak dilindungi maka akan terjadi kasus pelanggaran terhadap penggunaan
pengetahuan tradisonal masyarakat adat, memunculkan kesadaran komunal akan keberadaan dan
pengakuan atas hak intelektual dari masyarakat adat sebagai warisan secara turun temurun. Hal
inilah yang membangkitkan kesadaran perlindungan hak atas kekayaan intelektual atas
pengetahuan tradisional dan ekpresi budaya tradisonal yang dimiliki masyarakat adat.

Pasal 38 UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menyatakan bahwa hak cipta atas ekpresi
budaya tradisonal dipegang oleh Negara dan Negara wajib menginventarisir, menjaga dan
memelihara ekspresi budaya tradisional. Penggunaan ekspresi budaya tradisonal juga harus
memperhatikan nilai – nilai yang ada didalam masyarakat pengembanya. Dalam Pasal 38 ayat 4
menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh negara atas
ekspresi budaya tradisonal diatur dengan Peraturan Pemerintah akan tetapi hak cipta terkait
ekspresi budaya tradisonal yang dipegang oleh negara belum ada peraturan pemerintahanya.
Namun sayangnya ketentuan yang ada didalam Pasal 38 tersebut tidak mencakup perlindungan
perihal Hak Cipta pengetahuan tradisonal.

Namun sebenarnya ketentuan yang ada didalam Undang – Undang No. 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta dapat digunakan sebagai bahan dan bentuk perlindungan terkait dengan pengetahuan
tradisional. Karena pengetahuan tradisonal itu sendiri tercipta atas dasar pemikiran dan kreasi dari
manusia baik hal tersebut merupakan bagian ilmu pengetahuan bidaya, seni maupun sastra. Hal
ini selaras dengan bunyi yang ada didalam Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa :
“Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian
yang diekspresikan dalam bentuk nyata”

Undang – Undang No. 5 Tahun 2017 juga memberikan perlindungan terhadap pengetahuan
tradisonal dan ekspresi budaya tradisional seperti seni, adat istiadat permainan rakyat dan olahraga
tradisonal (Pasal 5). Perlindunganya dilakukan dengan cara inventarisasi objek pemajuan
kebudayaan melalui sistem pendataan kebudayaan terpadu, pengamanan (Pasal 22), pemeliharaan
(Pasal 4), penyelamatan (Pasal 26), Publikasi (Pasal 28), dan Pengembangan (Pasal 30).
Perlindungan hukum atas pengetahuan tradisonal dan ekspresi budaya tradisonal jika dikelola
secara baik dan memperoleh perlindungan oleh negara dapat dikembangkan dan memberikan
keuntungan bagi masyarakat komunal pemegang hak terkait. Sehingga sebenarnya sudah menjadi
urgensi tersendiri bagi negara didalam menciptakan instrumen perlindungan hukum dan
pengelolaan dan pengembangan terkait ekspresi budaya yang ada didalam masyarakat saat ini.

Anda mungkin juga menyukai