Anda di halaman 1dari 5

Perbedaan Alat Musik Angklung Buhun dengan

Alat Musik Angklung Diatonis

Nama : Fadya Fauziyyah (10)

Kelas : X MIPA 4

Angklung adalah alat musik tradisional masyarakat Sunda yang terbuat dari
bambu/pipa bambu. Alat musik ini dibunyikan dengan cara digoyangkan dan bunyi
disebabkan oleh benturan badan pipa bambu.

Angklung telah mengalami perkembangan sehingga bisa diterima dunia bahkan


diakui UNESCO sebagai warisan budaya. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung
Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November
2010.

a. Sejarah

Angklung Buhun

Buhun artinya tua. Angklung Buhun artinya angklung tua, kuno (baheula) yang dalam
arti sebenarnya adalah kesenian pusaka. Secara istilah, Angklung Buhun merupakan
alat musik dari bambu milik masyarakat Sunda dari leluhurnya, baik itu bendanya
maupun bunyi-bunyian yang keluar darinya.

Dinamakan buhun, karena kesenian itu sudah lama sekali, kira-kira sekitar 18 abad
yang lalu, memiliki nilai sakral dan kekuatan gaib. Oleh karena itu kesenian angklung
buhun usianya sudah ratusan tahun, sudah hampir mencapai 7 generasi.

Kesenian angklung buhun tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Baduy. Dapat
dikatakan bahwa salah satu kesenian masyarakat Baduy yang pertama kali lahir
adalah anghklung buhun yang memiliki nilai magic dan sakral. Angklung buhun lahir
bersama hadirnya orang Baduy. Oleh karena itu kapan tepatnya angklung buhun lahir,
sulit untuk menetapkannya, karena tidak ada catatan tertulis.

Asal usul terciptanya musik bambu seperti angklung berdasar pada pandangan hidup
masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi sebagai makanan
pokoknya.Hal ini melahirkan mitos kepercayaan dimana Masyarakat Baduy percaya
bahwa Dewi Sri yang merupakan Dewi Padi adalah dewi yang selalu memberi
kebahagiaan dan penyelamat keberlangsungan hidup masyarakat Baduy. Masyarakat
Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung
sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi.

Angklung Diatonis

Angklung Diatonis merupakan perkembangan dari Angklung Buhun yang bertangga


nada Pentatonis seperti Angklung Buncis, Angklung Baduy dan Angklung Gubrag
yang sudah sejak lama terdapat di Tatar Sunda ini. Terciptanya Angklung Diatonis ini
di pelopori oleh seorang putra dan ahli musik Tatar Sunda kelahiran Garut yaitu
Bapak Daeng Soetigna (Alm). la berguru kepada Bapak Jaya dad Kuningan, yaitu
seorang ahli pembuat Angklung. Dari perbedaan prinsipil itu, maka kita mengetahui
bahwasanya

Pada tahun 1938, Daeng Soetigna, menciptakan angklung dengan tangga nada
diatonis. Angklung inovasi Daeng Sutigna tersebut berbeda dengan angklung pada
umumnya yang berdasarkan tangga nada tradisional pelog atau salendro. Inovasi
inilah yang kemudian membuat Angklung dengan leluasa bisa dimainkan harmonis
bersama alat-alat musik Barat, bahkan bisa disajikan dalam bentuk orkestra. Sejak
saat itu, Angklung semakin populer, hingga akhirnya PBB, melalui UNESCO, pada
November 2010, mengakuinya sebagai warisan dunia yang harus dilestarikan.

Setelah Daeng Soetigna, salah seorang muridnya yaitu Udjo Ngalagena, meneruskan
usaha Sang Guru mempopulerkan Angklung temuannya, dengan jalan mendirikan
“Saung Angklung” di daerah Bandung. Hingga hari ini, tempat yang kemudian
dikenal sebagai “Saung Angklung Udjo” tersebut masih menjadi pusat kreativitas
yang berkenaan dengan Angklung.

b. Konstruksi (bagian2 angklung)


Dari segi bentuk, angklung buhun tidak memiliki perbedaan mencolok dari angklung
pada umumnya. Suaranya pun kurang lebih sama. Sedikit perbedaan hanya pada
pernak-pernik yang terdapat di sisi atas bingkai angklung ini. Angklung buhun
biasanya dilengkapi dengan batang padi yang diikat secara berkelompok atau rumbai-
rumbai dedaunan.

Sedangkan untuk Angklung Diatonis sendiri, besar kecilnya angklung yang digunakan
biasanya disesuaikan dengan usia pemain yang akan memainkan lagu dalam
penampilan angklung.

Ada tiga teknik dasar memainkan angklung:

1. Kerulung (Getar)

Teknik ini paling umum dan mendasar, dimana kedua tangan memegang dasar tabung bambu
dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama memainkan nada.

2. Centok (Sentak)

Pada teknik ini, tabung ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak tangan, sehingga angklung
akan berbunyi sekali saja seperti suara yang menghentak.

3. Tengkep

Pada teknik ini, pemain angklung menggetarkan salah satu tabung, sementara tabung pada
bagian lain ditahan sehingga tidak ikut bergetar dan hanya menghasilkan satu suara saja.

Untuk memainkan sebuah lagu menggunakan angklung, biasanya dibutuhkan banyak peserta
dan seorang konduktor yang akan memandu pembagian nada. Setiap pemain, akan dibagikan
satu hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda.

c. Penggolongan berdasarkan sumber bunyi

Angklung Buhun hanya memiliki nada-nada arkaik, yaitu nada pentatonik. Pentatonik
berarti lima nada, yaitu Da Mi Na Ti La Da.
Sedangkan Angklung diatonis sendiri menggunakan tujuh buah tangga nada
(do,re,mi,fa, sol, la, si ,do).

d. Perbedaan berdasarkan fungsinya (media ritual dan media hiburan)

Angklung Buhun

Berdasarkan sejarahnya, Masyarakat Baduy menerapkan angklung sebagai bagian


dari ritual mengawali penanaman padi. Jadi memang sejak jaman dahulu, Angklung
Buhun itu berfungsi sebagai media ritual. Ada juga yang menyatakan, fungsi
angklung pada masa kerajaan Sunda adalah sebagai penggugah semangat dalam
pertempuran.

Berbeda dari alat musik angklung pada umumnya, angklung buhun merupakan pusaka
masyarakat adat yang digunakan secara spesifik dalam ritual adat, misalnya Upacara
ngaseuk yang diiringi dengan pertunjukkan angklung Buhun. Karena itulah, saat ini
cukup sulit menemukan kelompok kesenian atau sanggar yang mementaskan
angklung buhun. Kesenian ini jarang sekali ditemui di tengah masyarakat, kecuali
dalam penyelenggaraan ritual adat seperti seren taun.

Karena kesenian angklung buhun lahir bersama hadirnya orang Baduy, angklung
buhun punya arti penting sebagai penyambung amanat untuk mempertahankan
generasi orang Baduy.

Angklung Diatonis

Angklung Diatonis digunakan sebagai media hiburan. Terutama karena angklung


diatonis menggunakan tujuh buah tangga nada (do,re,mi,fa, sol, la, si ,do), jenis
angklung ini dapat melantunkan lagu tradisional dan internasional. Angklung ini biasa
dimainkan sebagai hiburan di pementasan atau pertunjukkan.

Untuk memainkan sebuah lagu menggunakan angklung milik Daeng dalam suatu
pementasan, biasanya sebuah tim akan menggunakan dua jenis angklung, yakni
melodi dan akompanien. Angklung melodi ditujukan untuk memainkan melodi utama
sebuah lagu, sedangkan Angklung akompanimen bertugas menjadi pengiring lagu.

Dari pengaruh yang ada, desain angklung mengalami beberapa perubahan bentuk dan
fungsi. Angklung yang awalnya memiliki fungsi media ritual, bergeser untuk
pendidikan, hiburan, dan pengenalan budaya tradisi melalui pertunjukkan dan
komersialisasi.
Kita sebagai anak muda, sudah sepatutnya melestarikan budaya angklung ini agar
tidak punah termakan zaman. Angklung merupakan warisan budaya sunda yang harus
kita pertahankan agar anak cucu kita kelak masih dapat memainkan dan mengenal
kesenian angklung ini.

Anda mungkin juga menyukai