Metabolisme Lensa PDF
Metabolisme Lensa PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lensa
2.1.1. Anatomi Lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
μm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel
epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.
3. Serat lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari
sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut
kristalin.
bagian dari famili yang sama sehingga sering disebut sebagai kristalin
betagamma.
Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin alpha
adalah protein dengan besar molekul yang paling besar yaitu sebesar 600-4000
kDa, bergantung pada kecenderungan subunitnya untuk beragregasi. Kristalin
alpha bukan merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4
subunit mayor dan 9 subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat
molekul 20 kDa. Rantai ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik. Kristalin alpha terlibat dalam transformasi sel epithel menjadi serat
lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali lebih cepat di sel epitel dari pada di
serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju sintesis setelah transformasi.
Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan
struktur yang sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein.
Kristalin beta berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa.
Protein lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein
yang larut dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam
urea terdiri atas protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel
lensa. Fraksi yang tidak larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.
Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma
membran sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa
mulai memanjang dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa lensa.
MIP tidak dijumpai di sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan dengan
diferensiasi sel menjadi serat lensa.
Seiring dengan meningkatnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air
dan beragregasi membentuk partikel yang lebih besar yang mengaburkan cahaya.
Akibatnya lensa menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan
bertambahnya usia, maka makin banyak protein yang larut urea menjadi tidak
larut urea (American Academy of Ophthalmology, 2007).
1. Metabolisme gula
Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan
difusi yang difasilitasi. Kira-kira 90-95% glukosa yang masuk ke lensa akan
difosforilasi oleh enzim hexokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Hexokinase akan
tersaturasi oleh kadar glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa
normal telah dicapai, maka akan reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang
terbentuk ini akan digunakan di jalur glikolisis anaerob dan jalur pentosa fosfat.
Lensa tidak dilalui pembuluh darah sehingga kadar oksigen lensa sangat
rendah. Oleh karena itu, metabolisme utamanya berlangsung secara anaerob yaitu
glikolisis anaerob. Sebesar 70% ATP lensa dihasilkan melalui glikolisis anaerob.
Walaupun kira-kira hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus Krebs, tetapi siklus ini
menghasilkan 25% dari seluruh ATP yang dibentuk di lensa.
Jalur lain yang memetabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentosa
fosfat. Kira-kira 5% dari seluruh glukosa lensa dimetabolisme oleh jalur ini dan
dapat distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di
lensa lebih tinggi dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak
NADPH yang berfungsi untuk mereduksi glutation.
Jalur lain yang berperan dalam metabolisme glukosa di lensa adalah jalur
sorbitol. Ketika kadar glukosa meningkat, seperti pada keadaan hiperglikemik,
jalur sorbitol akan lebih aktif dari pada jalur glikolisis sehingga sorbitol akan
terakumulasi. Glukosa akan diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang
berada di permukaan epitel yaitu aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan
dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol dehidrogenase. Enzim ini
memiliki afinitas yang rendah, artinya sorbitol akan terakumulasi sebelum dapat
dimetabolisme, sehingga menyebabkan retensi sorbitol di lensa. Selanjutnya
sorbitol dan fruktosa menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan akan menarik
air sehingga lensa akan menggembung, sitoskeletal mengalami kerusakan, dan
lensa menjadi keruh.
2. Metabolisme protein
Konsentrasi protein lensa adalah konsentrasi protein yang tertinggi dari
seluruh jaringan tubuh. Sintesa protein lensa berlangsung seumur hidup. Sintesis
protein utama adalah protein kristalin dan Major Intrinsic Protein (MIP). Sintesa
protein hanya berlangsung di sel epitel dan di permukaan serabut kortikal.
Lensa protein dapat stabil dalam waktu yang panjang karena kebanyakan
enzim pendegradasi protein dalam keadaan normal dapat diinhibisi. Lensa dapat
mengontrol degradasi protein dengan menandai protein yang akan didegradasi
dengan ubiquitin. Proses ini berlangsung di lapisan epitelial dan membutuhkan
ATP. Lensa protein dirombak menjadi peptida oleh endopeptidase lalu dirombak
lagi menjadi asam amino oleh eksopeptidase. Endopeptidase diaktivasi oleh
megnesium dan kalsium dan bekerja optimal pada pH 7,5. Substrat utama enzim
ini adalah kristalin alpha. Contoh endopeptidase adalah calpain. Calpain dapat
diinhibisi oleh calpastatin. Calpastatin adalah merupakan inhibitor netral yang
konsentrasinya lebih tinggi daripada calpain.
3. Glutation
Glutation (L-γ-glutamil-L-sisteinglisin) dijumpai dalam konsentrasi yang
besar di lensa, terutama di lapisan epitelial. Fungsi glutation adalah
mempertahankan ketransparanan lensa dengan cara mencegah aggregasi kritalin
dan melindungi dari kerusakan oksidatif.
Glutation memiliki waktu paruh 1-2 hari dan didaur ulang pada siklus γ-
glutamil. Sintesis dan degradasi glutation berlangsung dalam kecepatan yang
sama. Glutation disintesis dari L-glutamat, L-sistein, dan glisin dalam dua tahap
yang membutuhkan 11-12% ATP lensa. Glutation tereduksi juga didapatkan dari
4. Mekanisme antioksidan
Lensa dapat mengalami kerusakan akibat radikal bebas seperti spesies
oksigen reaktif. Spesies oksigen reaktif adalah sebutan untuk sekelompok radikal
oksigen yang sangat reaktif, merusak lipid, protein, karbohidrat dan asam nukleat.
Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas
hidroksil (OH+), radikal peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen
tunggal (O2), dan hidrogen peroksida (H2O2).
Mekanisme kerusakan yang diakibatkan oleh spesies oksigen reaktif
adalah peroksidasi lipid membran membentuk malondialdehida, yang akan
membentuk ikatan silang antara protein dan lipid membran sehingga sel menjadi
rusak. Polimerisasi dan ikatan silang protein tersebut menyebabkan aggregasi
kristalin dan inaktivasi enzim-enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan
seperti katalase dan glutation reduktase.
Lensa memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk melindungi dari
radikal bebas seperti glutation peroksidase, katalase dan superoksida dismutase.
Mekanisme antioksidan pada lensa adalah dengan cara dismutasi radikal bebas
superoksida menjadi hidrogen peroksida dengan bantuan enzim superoksida
dismutase. Lalu hidrogen peroksida tersebut akan diubah menjadi molekul air dan
oksigen melalui bantuan enzim katalase. Selain itu, glutation tereduksi dapat
mendonorkan gugus hidrogennya pada hidrogen peroksida sehingga berubah
menjadi molekul air dengan bantuan enzim glutation peroksidase. Glutaion
tereduksi yang telah memberikan gugus hidrogennya akan membentuk glutation
teroksidasi yang tidak aktif, tetapi NADPH yang berasal dari jalur pentosa akan
mengubahnya kembali menjadi glutation tereduksi dengan bantuan enzim
glutation reduktase.
2.2. Katarak
2.2.1. Definisi Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009).
c. Katarak kortikal, adalah katarak yang melibatkan korteks lensa dan merupakan
katarak yang paling sering terjadi. Katarak kortikal disebabkan oleh usia dan
diabetes. Lapisan kortikal kurang padat dibandingkan nukleus sehingga lebih
mudah menjadi sangat terhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit, yang
secepatnya akan mengarah ke kerusakan serat korteks lensa.
f. Katarak polar, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa dan superfisial
korteks lensa hanya di regio polar, dapat berupa katarak polar anterior dan
katarak polar posterior. Katarak polar biasanya terdapat pada katarak
kongenital atau karena trauma sekunder.
g. Katarak campuran, adalah keadaan di mana lebih dari satu tipe katarak muncul
bersamaan. Pada awalnya katarak biasanya muncul sebagai satu tipe saja tetapi
akan dapat menjadi katarak gabungan ketika bagian lensa yang lain juga
mengalami degenerasi. Katarak gabungan mengindikasikan katarak telah lanjut
dan perkembangannya harus lebih diperhatikan. Pasien dengan katarak
gabungan akan memiliki gejala penurunan visus (Khurana, 2007).
b. Katarak juvenil, adalah katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari
sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti :
c) Katarak traumatik
d) Katarak komplikata:
• Katarak anoksik
c. Katarak senil, adalah katarak semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Tipe utama pada katarak senilis adalah
katarak kortikal, katarak nuklear, dan katarak subkapsular posterior. Walaupn
katarak sering diawali oleh tipe yang murni tersebut, mereka akan matang
menjadi katarak campuran. Selanjutnya akan dibahas lebih mendetail mengenai
katarak senilis.
2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal bebas dapat
merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel lensa. Radikal bebas
dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen
dari oksigen yang tereduksi saat reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom,
dan dari agen eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen
adalah anion superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal peroksil
(ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2), dan hidrogen
peroksida (H2O2).
Agen oksidatif tersebut dapat memindahkan atom hidrogen dari asam
lemak tak jenuh membran plasma membentuk asam lemak radikal dan
menyerang oksigen serta membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih
lanjut akan membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA).
MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein. Polimerisasi
dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi enzim-
enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan glutation
reduktase. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.
3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV memiliki energi
foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul oksigen dari bentuk
triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.
4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara merokok
dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998) menyatakan bahwa merokok
dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat berkompetisi
dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk
aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan
menimbulkan katarak. Disebutkan juga bahwa kadmium dapat mengendapkan
lensa sehingga timbul katarak. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh
Sulochana, Puntham, dan Ramakrishnan (2002). Bedanya bahwa kadmium juga
dapat mengganggu homeostasis zincum dan mangan pada enzim superoksida
dismutase.
Hasil penelitian El-Ghaffar, Azis, Mahmoud, dan Al-Balkini (2007)
menyatakan bahwa NO yang menyebabkan katarak dengan mekanisme NO
bereaksi secara cepat dengan anion superoksida untuk membentuk peroksinitrit
sehingga terjadi nitratasi residu tirosin dari protein lensa. Hal ini dapat memicu
peroksidasi lipid membentuk malondyaldehida. Malondyaldehida memiliki efek
inhibitor terhadap enzim antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase
sehingga terjadi oksidasi lensa lalu terjadi kekeruhan lensa dan akhirnya terbentuk
katarak.
6. Dehidrasi
Perubahan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kerusakan pada
lensa. Hal ini disebabkan karena perubahan komposisi elektrolit pada lensa dapat
menyebabkan kekeruhan pada lensa.
7. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak.
8. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering dijumpai
sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul anterior lensa.
11. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan percepatan
maturasi katarak.
12. Myopia
Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan penurunan
kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya kekeruhan pada lensa
(American Academy of Ophtalmology, 2007).
a. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
2. Katarak Imatur.
3. Katarak matur.
4. Katarak Hipermatur.
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna
kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar.
Korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut katarak Morgagni (Ilyas, 2009).
2.3.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap
tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan
perawatan komperhensif merupakan keadaan sekunder akibat trauma mata.
Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta monokular pada orang
kelompok usia di bawah 45 tahun. Setiap tahunnya diperkirakan 50.000 orang
tidak dapat membaca koran sebagai akibat trauma mata.
Dilihat dari jenis kelamin perbandingan tejadian katarak traumatik laki-
laki dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma System Study melaporkan
rata-rata usia penderita katarak traumatik adalah 28 tahun dari 648 kasus yang
berhubungan dengan trauma mata.
2.3.3. Patogenesis
a. Luka memar/ tumpul
Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata
dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh benturan
dengan bola keras adalah salah satu contohnya. Kadang munculnya katarak dapat
tertunda sampai kurun waktu beberapa tahun. Bila ditemukan katarak unilateral,
maka harus dicurigai kemungkinan adanya riwayat trauma sebelumnya, namun
hubungan sebab dan akibat tersebut kadang cukup sulit untuk dibuktikan
dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan mengenai
adanya trauma sebelumnya tersebut.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun
posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula
dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.
b. Luka Perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk
terbentuknya katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi (contoh :
gelas yang pecah) tembus melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak
memberikan dampak pada lensa, dan bila trauma tidak menimbulkan suatu luka
memar yang signifikan maka katarak tidak akan terbentuk. Hal ini tentunya juga
bergantung kepada penatalaksanaan luka kornea yang hati-hati dan pencegahan
terhadap infeksi, akan tetapi trauma-trauma seperti di atas dapat juga melibatkan
kapsul lensa, yang mengakibatkan keluarnya lensa mata ke bilik anterior. Urutan
dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia pasien. Saat kapsul lensa
pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan
masa lensa biasanya secara berangsur-angsur akan diserap, jika tidak ditangani
dalam waktu kurang lebih 1 bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat
dengan jelas karena sebagian besar dari kemampuan refraktif mata tersebut hilang.
Keadaan ini merupakan konsekuensi yang serius dan kadang
membutuhkan penggunaan lensa buatan intraokular. Bila ruptur lensa terjadi pada
dewasa, juga diikuti dengan reksi inflamasi seperti halnya pada anak namun
tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi, dan jaringan fribrosis opak yang
terbentuk tersebut dapat bertahan dan menghalangi pupil. Trauma tembus akan
menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan
cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya
katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan
difagosit makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk
endoftalmitis fakoanalitik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan
menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan terbentuknya cincin
Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elschnig.
c. Radiasi
Sinar yang terlihat cenderung tidak menyebabkan timbulnya katarak.
Ultraviolet juga mungkin tidak menyebabkan katarak karena sinar dengan
gelombang pendek tidak dapat melewati atmosfir. Sinar gelombang pendek (tidak
terlihat) ini dapat menyebabkan luka bakar kornea superfisial yang dramatis, yang
biasanya sembuh dalam 48 jam. Cedera ini ditandai dengan “snow blindness” dan
“welder flash”. Sinar infra merah yang berkepanjagan (prolong), juga dapat
menjadi penyebab katarak, ini dapat ditemui pada pekerja bahan-bahan kaca dan
pekerja baja, namun penggunaan kacamata pelindung dapat setidaknya
mengeliminasi sinar X ini dan sinar gamma yang juga dapat mengakibatkan
katarak. Katarak traumatik disebabkan oleh radiasi ini dapat ditemukan pada
pasien-pasien yang mendapat radioterapi (seluruh tubuh) leukemia, namun resiko
terjadinya hanya apabila terapi menggunakan sinar X.
d. Kimia
Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain
menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang
masuk mengenai mata menyebabkan peningkatan PH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun
perlahan-lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun karena
trauma sam sukar masuk ke bagian dalam mata dibandingkan basa maka jarang
menyebabkan katarak.
2.3.4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan dapat juga dibantu dengan pemeriksaan penunjang :
a. Anamnesis
· Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpul
· Riwayat keadaan mata sebelumnya, apakah ada riwayat operasi, glakoma,
retinal detachment, penyakit mata karena gangguan metabolik.
· Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan,
homosistinuria, defisiensi sulfat oksidase.
· Keluhan mengenai penglihatan, seperti penurunan visus, pandangan ganda
pada satu mata atau kedua mata, nyeri pada mata.
b. Pemeriksaan fisik
· Visus, lapangan pandang, dan pupil
c. Pemeriksaan penunjang
· B-scan - jika pole posterior tidak dapat terlihat.
· A-scan - sebelum ekstraksi katarak
· CT scan orbita - adanya fraktur, benda asing, atau kelainan lain.
dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah peradangan mereda.
Apabila terjadi glaukoma selama periode menunggu, bedah katarak jangan
ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan katarak
traumatik, biasanya digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan
untuk mengeluarkan katarak kongenital, terutama pada pasien berusia kurang dari
30 tahun.
2.3.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
· Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan katarak
traumatik.
· Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti phakolitik, phakomorpik,
blok pupil, glaukoma sudut tertutup, uveitis, retinal detachment, rupture
koroid, hipema, perdarahan retrobulbar, neurophati optik traumatik.
2.3.8. Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat
terjadinya trauma dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.
• Khemis
• Fisis
1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.
Gejala
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma.
Penanganan
Penderita secepatnya harus dikirim ke RS yang ada dokter spesialis mata.
Sebaiknya jangan lebih dari 6 jam setelah terjadi trauma untuk menghindari
terjadinya infeksi.
- Trauma tumpul cukup dibebat dengan plester, jika ada beri salep mata
antibiotic
- Trauma tajam dengan perlukaan dimata jangan memberi pengobatan
dalam bentuk apapun. Sebaiknya mata dibebat dengan plester. Pada
umumnya perlu dilakukan operasi segera dengan pembiusan umum maka
penderita langsung dipuasakan.
- Trauma Khemis baik asam maupun basa sebaiknya secepatnya diguyur
dengan air mengalir sebanyak-banyaknya kemudian diberi salep mata dan
dibebat dengan plester secepatnya dikirm ke RS yang ada dokter spesialis
mata.