Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di RSUD Simo Boyolali
Disusun oleh :
KABUPATEN BOYOLALI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
dr. Anneke Nandia Paramitha
Pembimbing,
Daftar Pustaka
Akin ZE, Bilgin S. Classification of normal beat, atrial premature contraction and ventricular
premature contraction based on discrete wavelet transform and artificialneural
networks. 2017 Medical Technologies National Congress (TIPTEKNO). 2017;
Giles K, Green MS. Workup and management of patients with frequent premature ventricular
contractions. Canadian Journal of Cardiology. 2013;29(11):1512–5.
Harrison, T.R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition, USA: The Mac
Graw-Hill Companies. 1671-73
Mansjoer, Arif, dkk., ed. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi ke-3 . Jakarta: Media
Aesculapius. Hal ; 224
West, John B., 2003. Pulmonary Pathophysiology, The Essential Sixth Edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwers Company. Hal : 156-59
Winkens RAG, Höppener PF, Kragten JA, Verburg MP, Crebolder HFJM. Are premature
ventricular contractions always harmless? Eur J Gen Pract. 2013;20(2):134–8.
Hasil Pembelajaran :
1. Obs. Dyspneu, HT urgency, ves quadrigemini
2. Penegakan diagnosis Obs. Dyspneu, HT urgency, ves quadrigemini
3. Tatalaksana Obs. Dyspneu, HT urgency, ves quadrigemini
Keterangan Umum :
Nama : Tn. H
Usia : 77tahun
No RM : 111005xxxx
Alamat : Tanjung, Klego
Agama : Islam
Suku : Jawa
Warga Negara : Warga Negara Indonesia (WNI)
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status pernikahan : Menikah
A. ANAMNESIS
SUBJEKTIF
Keluhan Utama : sesak nafas
Pasien seorang laki-laki usia 77 tahun datang dengan keluhan sesak
nafassejak + 1 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan terus menerus.
Keluhan disertai dengan batuk berdahak. Dahak berwarna kuning
kehijauan. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti
ini. Sesak timbul ketika batuk, tidak timbul saat aktifitas maupun istirahat.
Batuk dan sesak dari hari ke hari semakin memberat dan tidak ada
perbaikan. Pasien juga mengeluh sulit makan, pusing dan badan terasa
lemas.
Keluhan demam (-), nyeri dada (-), keringat dingin (-). BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
• Riwayat Pengobatan : tidak ada
• Riwayat Kesehatan/Penyakit:Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat DM (-
). Riwayat Hipertensi (-), riwayat jantung (-), riwayat merokok (+),
riwayat TB (-)
• Riwayat Keluarga : Riwayat DM (-), Riwayat hipertensi di keluarga (-)
• Riwayat Pekerjaan : Pasiensudah tidak bekerja
• Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Status ekonomi keluarga pasien
termasuk dalam golongan menengah keatas.
• Lain-lain :
Sosial ekonomi cukup, pasien menggunakan fasilitas mandiri
B. PEMERIKSAAN FISIK
OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign
o Tekanan Darah : 190/90mmHg
o Nadi: 72x/menit
o RR: 24x/menit
o Temp: 36,5C
Kepala leher:
o Mata : Reflek pupil +/+ , Pupil isokor 2mm/2mm , konjunctiva anemis
-/-, ikterus -/-.
o THT :
Hasil EKG
Pemeriksaan radiologi
Kesan : Bronkitis, cor normal
C. DIAGNOSIS BANDING
Bronkitis
PPOK
D. DIAGNOSIS KERJA
Obs. Dyspneu, HT urgency, VES quadrigemini
E. PENATALAKSANAAN
a) Planning Therapy
1. IVFD RA 20 tpm
2. Captopril SL 25 mg
3. O2 3 lpm
4. Inj. Ranitidin / 12 jam
5. Inj. Antrain / 8 jam
6. NAC 3x1
7. Amlodipin 1x5mg
8. Diltiazem 2x1
b) Planning Monitoring
1. Keluhan Subyektif
2. KU VS
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
C. PATOFISIOLOGI
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi
kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet,
dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan
mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk
kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi
bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah
industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga
timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri
melemah. (Price dan Wilson, 2006)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
2. sesak napas terutama saat batuk
3. sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)
4. Ronchi haru-kasar, bengek atau mengi atau sesak
5. pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
6. wajah, telapak tangan
7. selaput lendir yang berwarna kemerahan
8. pipi tampak kemerahan
9. sakit kepala
10. gangguan penglihatan.
11. Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu
hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan
dan nyeri tenggorokan.
12. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak
berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak,
berwarna kuning atau hijau.
13. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik,
kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap
selama beberapa minggu.
14. Sesak napas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi
napas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat
b. Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
2. Pemeriksaan faal paru
Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan
volume ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV)
dengan kapasitas paru total (TC) normal atau meningkat (Sudoyo, 2006).
3. Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
F. DIAGNOSIS BANDING
Asma Onset usia dini
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejla pada waktu malam/dini hari lebih menonjol
Dapat ditemukan alergi/rhinitis/eczema
Riwayat asma dalam keluarga
Hambatan aliran udara biasnya reversibel
Gagal jantung Riwayat hipertensi
kongestif Ronki basah halus di basal paru
Gambaran foto toraks cardiomegali dan edema paru
Pemeriksaan faal paru restriksi bukan obstruksi
Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak
Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
Ronki basah kasar dan jari tabuh
Gambaran foto toraks Nampak honeycomb appearance dan
penebalan dinding bronkus
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki
kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor
risiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam
penatalaksanaan umum ini adalah pendidikan buat penderita untuk mengenal
penyakitnya lebih baik, menghindari polusi, menghentikan kebiasaan
merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam lingkungan yang
lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan.
Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan
komplikasi. Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan
rehabilitasi.
Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti :
1. Mengurangi kelebihan lendir
2. Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ;
3. Memfasilitasi penghapusan lendir
4. Modifikasi batuk
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan
penyakit adalah:
Medikamentosa
4. Anticholinergics
Antikolinergik yang bekerja pada reseptor muscarinic dipercaya
dapat membantu mukus clearance oleh peningkatan diameter luminal
dan dengan menurunkan permukaan dan submukosa kelenjar sekresi
musin. Mereka juga dipercaya untuk memfasilitasi lendir batuk –induced
clearance. Namun, antikolinergik mungkin bisa mengeringkan saluran
nafas dengan depleting lendir permukaan saluran napas, sehingga
membuat pengeluaran dahak lebih sulit. In vivo , literatur
tidak mendukung penggunaan antikolinergik untuk pengobatan
CB. Bromide Ipratropium telah ditunjukkan untuk mengurangi kuantitas
dan tingkat keparahan batuk di bronchitics kronis namun tidak
efektif dalam meningkatkan pembersihan mukosiliar pada PPOK . di
sebuah studi dari 470 pasien dengan FEV1 39 % diprediksi , tiotropium
meningkatkan fungsi paru-paru , tetapi tidak mempengaruhi gejala batuk.
Dalam studi lain dari 39 pasien dengan COPD , tiotropium berkurang
jumlah batuk , tapi mukosiliar tidak diperbaiki. (American Journal Of
Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)
5. Glucocorticoids
Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi peradangan
dan produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi menurunkan
hiperplasia sel goblet. Deksametason juga telah terbukti menurunkan
epitel ekspresi gen musin gen MUC5AC di sel epitel bronkial manusia.
Mereka juga dapat mempercepat pembersihan mukosiliar. Kortikosteroid
inhalasi dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan
kualitas -hidup skor pada PPOK.
6. Phosphodiesterase-4 Inhibitors
Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan menurunkan
peradangan dan membuat relaksasi otot polos saluran napas dengan
mencegah hidrolisis adenosin monofosfat siklik untuk tidak aktif.
Cilomilast dan roflumilast adalah second generation sangat spesifik PDE
- 4 inhibitor . Sebuah metaanalisis dari 23 acak uji coba roflumilast atau
cilomilast dibandingkan dengan placebo menemukan bahwa pengobatan
dengan inhibitor PDE - 4 hanya sedikit meningkat FEV1 ( 45.59 ml , 95
% CI , 39,1-52,03 ) tetapi mengurangi kemungkinan eksaserbasi ( OR ,
0,78 , 95 % CI,0,72-0,85). Roflumilast signifikan meningkatkan
prebronchodilator FEV1 dan penurunan tingkat sedang sampai parah
eksaserbasi dalam uji coba secara acak pasien dengan COP .
Dibandingkan dengan plasebo , roflumilast menurun eksaserbasi sebesar
17 % ( 95 % CI , 8-25 % ) ( 109 ) . Dalam dua uji coba 24 - minggu, 933
pasien dengan PPOK sedang sampai berat secara acak ditugaskan untuk
roflumilast ditambah salmeterol atau salmeterol saja , dan 743 pasien
secara acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah tiotropium atau
tiotropium saja. Jadi, pada bronkitis kronik PDE - 4 inhibitor mungkin
memainkan peran preventif dalam mencegah perkembangan eksaserbasi
pada pasien dengan CB dan COPD .
7. Antioksidan
Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang
terpolusi mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.Anti
oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-radikal anion
superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida
yang diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan
menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap jaringan paru dan
menekan efek radikal bebas dari asap rokok. N-asetilsistein merupakan
suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.
8. Antibiotik
Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien
bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti –
inflamasi Dan mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan bronkitis
kronik. Mereka telah Terbukti dapat menghambat sitokin proinflamasi ,
menurunkan neutrofil Pecah , menghambat Migrasi Dan peningkatan
apoptosis, eosinophilic menurunkan peradangan, meningkatkan
Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet sekresi. Dan penurunan
bronkokonstriksi. (American Journal Of Respiratory And Critical Care
Medicine,2013)
Methylxanthines
Aminophylline 200-600mg (pil) 240mg 24
Theophylline 100-600mg (pil) 24
Kombinasi adrenergik & antikolinergik
H. KOMPLIKASI
1. gagal napas
a. Kronik
b. Akut pada gagal nafas kronik yang ditandai dengan :
i. Sputum bertambah dan purulen
ii. Sesak nafas dengan atau sianosis
iii. Demam
iv. Kesadaran menurun
2. cor pulmonal
Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang
disebabkan oleh karena kelainan-kelainan fungsi atau struktur paru.
Tidak termasuk disini perubahan paru yang disebabkan primer akibat
kelainan jantung kiri serta kelainan bawaan.
3. hipertensi pulmonal
Peningkatan abnormal tekanan arteri pulmonal ( normal saat
istirahat <20mmHg, saat senam <30mmHg)
I. PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan
gejala klinisnya. Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada
pasien bronkitis kronik dan emfisema lanjut dan VEP1 < 1 liter survival rate
selama 5-10 tahun mencapai 40%.
Ventrikel Extrasistol
Ventricular extrasystoles merupakan suatuaritmia ventrikel yang cukup
sering dipopulasi umum. Prevalensi kompleksprematur meningkat sesuai usia,
lebih seringpada laki-laki, dan pada gangguan elektrolitseperti hipokalemia.4
Temuan VES pada EKGcukup sering, mencapai 40-75% pada ECGmonitor.4
VES dideteksi pada EKG dengantemuan kompleks QRS durasi >0,12 detik
danperubahangelombangT yang discordant.1
Kompleks QRS pada VES tidak diawali dengangelombang P prematur
(sebagaimana padaatrial extrasystoles) namun dapat diawalidengan gelombang P
dari sinus yang terkonduksi tidak tepat waktunya.4
Munculnya VES berkaitan dengan berbagaistimulus dan dapat diproduksi
oleh stimulasi mekanis, elektrik dan kimiawi pada miokard,seperti: infeksi,
iskemia/inflamasi, hipoksia,pengobatan, electrolyte imbalance, miokardteregang,
atau konsumsi rokok, kafein, ataualkohol berlebihan.13 VES biasanya
tidakmemiliki kepentingan klinis pada pasien tanpapenyakit jantung struktural,
namun jika VESdibarengi gangguan struktural jantung, akanmeningkatkan
mortalitas dan morbiditas.2
Diagnosis pasti VES hanya dapat ditegakkandengan pemeriksaan
elektrokardiografi,karena kompleks prematur supraventrikulerumumnya dapat
memberikan gejala serupa.13Gejala berupa palpitasi atau rasa tidak nyamanakibat
kontraksi post-extrasystolic yang harusmemompakan darah lebih banyak.
FrequentVES dapat menyebabkan angina, hipotensi,atau bahkan gagal jantung.3
VES interpolated(tersisipkan antara dua kompleks sinusnormal) dapat
meningkatkan denyut jantung2 kali lipat untuk durasi singkat, dan berkenaan
dengan gangguan hemodinamik pasien.13,14
Secara EKG, terdapat beberapa pola ataukarakteristik VES. Berdasarkan
ragambentuknya, VES dapat dibagi menjadi VESunifocal/uniform dan VES
multifocal/multiform(gambar 3a).13 Berdasarkan pola repetisinya
VES dapat dibagi menjadi VES bigeminy(satu kompleks normal diikuti satu
VES),trigeminy (dua kompleks normal diikuti satuVES), quadrigeminy, atau
paired VES couplets/triplets yaitu dua atau lebih VES berpasangan(gambar
3b).3,13 Sebuah gambaran EKG padaVES yang cukup unik, yaitu fragmented
QRS(fQRS) berhubungan erat dengan frekuensi PVC. Morfologi fQRS dan umur
merupakanfaktor prediktor kuat terhadap kejadianfrequent VES.1
Akin ZE, Bilgin S. Classification of normal beat, atrial premature contraction and
ventricular premature contraction based on discrete wavelet transform and
artificialneural networks. 2017 Medical Technologies National Congress
(TIPTEKNO). 2017;
Giles K, Green MS. Workup and management of patients with frequent premature
ventricular contractions. Canadian Journal of Cardiology.
2013;29(11):1512–5.
Mansjoer, Arif, dkk., ed. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi ke-
3 . Jakarta: Media Aesculapius. Hal ; 224
Winkens RAG, Höppener PF, Kragten JA, Verburg MP, Crebolder HFJM. Are
premature ventricular contractions always harmless? Eur J Gen Pract.
2013;20(2):134–8.