Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)

dan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


F1. UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

REVITALISASI KEGIATAN WARGA PEDULI AIDS PADA DESA


BLUMBANG, KECAMATAN KLEGO, KABUPATEN BOYOLALI

Oleh:
dr. Ade Putri Mustikawati

Pendamping:
dr. Sri Kayati
NIP. 19710820 200604 2 020

PUSKESMAS KLEGO I BOYOLALI

2019
F.1 UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

REVITALISASI KEGIATAN WARGA PEDULI AIDS PADA DESA


JATEN, KECAMATAN KLEGO, KABUPATEN BOYOLALI

A. LATAR BELAKANG
Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah
kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya meningkat secara signifikan.
Di seluruh dunia, 35 juta orang hidup dengan HIV dan 19 juta orang tidak
mengetahui status HIV positif mereka (UNAIDS,2014). Di kawasan Asia,
sebagian besar angka prevalensi HIV pada masyarakat umum masih
rendah yaitu <1%, kecuali di Thailand dan India Utara (Kemenkes, 2014).
Pada tahun 2012, di Asia Pasifik diperkirakan terdapat 350.000 orang baru
terinfeksi HIV dan sekitar 64% dari orang yang terinfeksi HIV adalah laki-
laki (UNAIDS,2013).
Epidemi HIV/AIDS juga menjadi masalah di Indonesia yang
merupakan negara urutan ke-5 paling beresiko HIV/AIDS di Asia
(Kemenkes, 2013). Laporan kasus baru HIV meningkat setiap tahunnya
sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Lonjakan peningkatan
paling banyak yaitu tahun 2016 dibandingkan tahun 2015, yaitu sebesar
10.315 kasus.
Kasus HIV dan AIDS di Jawa Tengah, antara bulan Januari
sampai Desember 2017 sebanyak 4.268 terdiri dari 2.549 infeksi HIV dan
1.719 kasus AIDS (Dinkes Jateng, 2017). Sedangkan berdasarkan data
Dinas Kesehatan Boyolali jumlah kasus HIV dan AIDS dari bulan Januari
sampai Oktober 2018 sebanyak 67 orang (Dinkes Boyolali, 2018).
Berdasarkan data Ditjen P2PL (Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan), statistik kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dari
tahun 2011-2012 mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2011 kasus
baru HIV sebesar 21.031 kasus, kemudian meningkat menjadi 21.511
kasus pada tahun 2012. Begitu juga dengan AIDS dari tahun 2011
sebanyak 37.201 kasus, meningkat menjadi 42.887 kasus pada tahun 2012.
Proporsi faktor risiko penderita HIV/AIDS melalui hubungan
heteroseksual merupakan cara penularan dengan persentase tertinggi
sebesar 77,75%, diikuti oleh penasun atau injecting drug user (IDU)
sebesar 9,16% dan dari ibu ke anak sebesar 3,76% (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan data di atas, penderita HIV dan AIDS yang setiap
tahun meningkat, belum semuanya mencakup jumlah yang sebenarnya,
masih banyak populasi kunci yang belum teridentifikasi keberadaan dan
jumlahnya karena keadaannya masih terselubung. Hal ini memungkinkan
terjadinya fenomena gunung es, oleh karena itu perlu adanya pemetaan
mengenai penyebaran populasi kunci dan edukasi mengenai HIV dan
AIDS, sehingga dapat diketahui tempat-tempat dimana populasi kunci
tersebut dapat menularkan atau tertular HIV dan AIDS serta meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang HIV dan AIDS.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi HIV dan AIDS
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency
Virus(HIV) merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem
kekebalan tubuh manusia (terutama CD4+ T-sel dan makrofag–komponen-
komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya
penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan
mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap
defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya
memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan
tubuhnya defisien (immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap
berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang
yang tidak mengalami defisiensi kekebalan (Depkes RI, 2003).
Menurut Depkes RI (2003), definisi HIV yaitu virus yang
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama
sel CD4+ sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.
Gejala-gejala timbul tergantung dari infeksi oportunistik yang
menyertainya. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya
tahan tubuh (kekebalan) yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh
akibat infeksi HIV tersebut.
Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang
biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Sindrom AIDS timbul
akibat melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh karena sel
CD4+ pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh virus HIV (Depkes
RI, 2003).
2. Faktor Risiko HIV/AIDS
Menurut Center for Disease Control and Prevention (2003), Faktor
risiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut :
1. Perilaku berisiko tinggi :
 Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi
tanpa menggunakan kondom
 Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian
jarum secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai.
 Hubungan seksual yang tidak aman : multi partner,
pasangan seks individu yang diketahui terinfeksi HIV,
kontaks seks per anal.
2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
3. Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa penapisan.
4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan
alat yang tidak disterilisasi.
Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan
yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma,
cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi
untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan
lain-lain.
3. Patogenesis HIV/AIDS
Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang hanya
dikendalikan sebagian oleh respon imun spesifik dan berlanjut menjadi
infeksi kronik progresif pada jaringan limfoid perifer. Perjalanan penyakit
dapat dipantau dengan mengukur jumlah virus dalam serum pasien dan
menghitung jumlah sel T CD4+ dalam darah tepi. Bergantung pada lokasi
masuknya virus ke dalam tubuh, sel T CD4+ dan monosit dalam darah atau
sel T CD4+ dan makrofag dalam jaringan mukosa merupakan sel – sel
pertama yang terinfeksi.
Infeksi akut awal ditandai oleh infeksi sel T CD4+ memori (yang
mengekspresikan Chemokine (C-C motif) reseptor 5 (CCR5) dalam
jaringan limfoid mukosa dan kematian banyak sel terinfeksi. Setelah
infeksi akut, berlangsunglah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan
limfa merupakan tempat replikasi virus dan destruksi jaringan secara terus
menerus. Oleh karena itu, jumlah virus menjadi sangat banyak dan jumlah
sel T-CD4+ menurun. Serokonversi membutuhkan waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Simptom pada fase ini demam, limfadenopati,
gatal – gatal. Selama periode ini sistem imun dapat mengendalikan
sebagian besar infeksi, karena itu fase ini disebut fase laten.
Pada fase laten atau pada fase yang kedua ini merupakan infeksi
HIV yang asimptomatik atau pasien yang terinfeksi HIV tidak
menunjukkan gejala atau simptom untuk beberapa tahun yang akan
datang. Di fase ini juga hanya sedikit virus yang diproduksi dan sebagian
besar sel T dalam darah tidak mengandung virus. destruksi sel T dalam
jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama
makin menurun hingga 500-200 sel/mm3. Jumlah sel T dalam jaringan
limfoid adalah 90% dari jumlah sel T diseluruh tubuh. Pada awalnya sel T
dalam darah perifer yang rusak oleh virus HIV dengan cepat diganti oleh
sel baru tetapi destruksi sel oleh virus HIV yang terus bereplikasi dan
menginfeksi sel baru selama masa laten akan menurunkan jumlah sel T
dalam darah tepi.
Selama masa kronik progresif, respon imun terhadap infeksi lain
akan merangsang produksi HIV dan mempercepat destruksi sel T.
Selanjutnya penyakit menjadi progresif dan mencapai fase letal yang
disebut AIDS, pada saat mana destruksi sel T dalam jaringan limfoid
perifer lengkap dan jumlah sel T dalam darah tepi menurun hingga
dibawah 200/mm3. Viremia meningkat drastis karena replikasi virus di
bagian lain dalam tubuh meningkat.
Selain tiga fase tersebut ada masa jendela yaitu periode di mana
pemeriksaan tes antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun
virus sudah ada dalam darah pasien dengan jumlah yang cukup banyak.
Antibodi terhadap HIV biasanya muncul dalam 3-6 minggu hingga 12
minggu setelah infeksi primer. Periode jendela sangat penting diperhatikan
karena pada perode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial
menularkan HIV kepada orang lain (Nasronudin, 2007).
4. Manifestasi Klinis
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV.
Gejalanya meliputi demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan
(nyeri saat menelan), batuk, nyeri persendian, diare, pembengkakkan
kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit (makula/ruam).
Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila menunjukkan tes HIV
positif dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala
minor (Nasronudin, 2007).
Tabel 1. Gejala mayor dan minor diagnosis AIDS
GEJALA MAYOR GEJALA MINOR
Berat badan >10% dalam 1 Batuk menetap >1 bulan
bulan
Diare kronik >1 bulan Dermatitis generalisata
Demam berkepanjangan >1 Herpes zoster multisegmental
bulan dan berulang

Penurunan kesadaran Kandidiasis orofaringeal


Demensia/ HIV ensefalopati Herpes simpleks kronis
progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat
kelamin wanita
Retinitis virus sitomegalo
Dikutip dari : Buku Informasi Dasar HIV/AIDS.

5. Strategi Penanggulangan HIV/AIDS


Upaya penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan pemerintah saat ini
mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013
tentang Penanggulangan HIV dan AIDS, dalam peraturan tersebut tertuang
5 kegiatan pokok sebagai kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS yang
terdiri atas : 1) promosi kesehatan, 2) pencegahan penularan HIV, 3)
pemeriksaan diagnosis HIV, 4) pengobatan, perawatan dan dukungan; dan
5) rehabilitasi. Selanjutnya dengan diterbitkannya Surat Edaran nomor 129
tahun 2013 tentang pelaksanaan pengendalian HIV/AIDS dan infeksi
menular seksual menjadikan promosi kesehatan dan pencegahan penularan
HIV sebagai bagian terpenting yang menjadi perhatian pemerintah dalam
penanggulangan HIV/AIDS. Promosi kesehatan ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai
pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi
(Kemenkes, 2013).
Upaya edukasi dan promosi kesehatan ini perlu diberikan untuk
seluruh lapisan masyarakat, terutama pada populasi kunci, yakni:
 Pengguna NAPZA suntik
 Pekerja seks (PS) langsung maupun tidak langsung
 Pelanggan/pasangan seks PS
 Homoseksual, waria, Laki pelanggan/pasangan Seks dengan
sesama Laki (LSL)
 Warga binaan pemasyarakatan
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan
melalui upaya:
 Tidak melakukan hubungan seksual (abstinensia)
 Setia dengan pasangan (be faithful)
 Menggunakan kondom secara konsisten (condom use)
 Menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no drug)
 Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi
termasuk mengobati infeksi menular seksual (IMS) sedini
mungkin (edukasi)
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan nonseksual, ditujukan
untuk mencegah penularan HIV melalui darah, yakni meliputi:
 Uji saring darah pendonor (saringan donor darah)
 Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan nonmedis
yang melukai tubuh (dengan penggunaan peralatan steril dan
mematuhi standar prosedur operasional, serta memperhatikan
kewaspadaan umum (universal precaution)
 Pengurangan dampak buruk pengguna NAPZA suntik
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya:
 Pencegaan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif
 Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada
perempuan dengan HIV
 Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi
yang dikandungnya, dan
 Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada
ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya
PITC (Provider-Initiated Counseling and Testing) atau TIPK (Tes HIV
atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling) harus
dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi:
 Setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala atau kondisi
medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi
infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit
tuberkulosis dan IMS
 Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
 Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV
 Anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di
wilayah epidemi luas, atau anak dengan malnutrisi yang tidak
menunjukkan respon yang baik dengan pengobatan nutrisi yang
adekuat, dan
 Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan
pencegahan HIV
TIPK sebaiknya terutama diselenggarakan pada:
 Pelayanan IMS
 Pelayanan kesehatan bagi populasi kunci/orang yang
berperilaku risiko tinggi
 Fasilitas pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan
pemeriksaan ibu hamil, persalinan dan nifas, dan
 Pelayanan tuberkulosis
C. DAFTAR MASALAH
1. Masyarakat masih menganggap bahwa HIV / AIDS sangat menular
walau hanya bersentuhan sehingga masih banyak stigma negatif di
lingkungan masyarakat yang perlu di luruskan.
2. Keterbatasan waktu oleh kader WPA sehingga belum bisa
menjangkau masyarakat sekitar untuk memberikan sosialisasi
terutama untuk kelompok berisiko HIV / AIDS
3. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap ODHA
4. Belum terlaksananya identifikasi secara menyeluruh kepada
masyarakat.
5. Kewaspadaan terkait masalah masalah sosial budaya di masyarakat
dan stigma di masyarakat serta banyak mitos yang tidak benar
tentang HIV AIDS
D. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

No Upaya Kegiatan Tujuan Waktu Tempat Sasaran Target Biaya Alat Tenaga Indikator Sudah
Kesehatan keberhasilan dilakukan
1 Penyuluha Penyuluhan Menjelaskan 16-7- Balai Kader Kader Rp. Proyektor Dokter Timbul
n dan mengenai mengenai 2019 Desa WPA WPA 60.000 , laptop, internship pemahaman
pelatihan HIV/AIDS HIV/AIDS Kader Kader ,00 mic, Bidan pada kader
pengurus dan pelatian dan cara Pertemua Posyan Posyan lembar desa dan
WPA pengisian mengisi buku n du du balik, perwakilan RT
buku kegiatan dan Kader buku mengenai
kegiatan dan pemantauan kegiatan, HIV/AIDS Dilakukan
pemantauan kelompok buku dan cara 16-7-2019
kelompok beresiko pemantau mengisi buku
beresiko an, kegiatan dan
kamera serta
pemantauan
dengan benar
2 Revitalisa Penyuluhan Menjelaskan 16-7- Balai Ibu Ibu - Proyektor Dokter Timbul
si WPA berkelanjuta kepada ibu 2019 Desa Hamil Hamil , laptop, internship pemahaman
n mengenai hamil mic, Bidan pada ibu hamil Dilakukan
HIV/AIDS mengenai Kelas Ibu lembar desa mengenai 16-7-2019
pada HIV/AIDS Hamil balik, HIV/AIDS
kegiatan kamera
desa
Menjelaskan 20-7- Balai Ibu Ibu - Proyektor Dokter Timbul
kepada ibu 2019 Desa PKK PKK , laptop, internship pemahaman
PKK mic, Bidan pada ibu PKK Dilakukan
mengenai PKK lembar desa mengenai 20-7-2019
HIV/AIDS balik, HIV/AIDS
kamera
Menjelaskan 12-8- Dusun Lansia Lansia - lembar Dokter Timbul 12-8-2019
kepada lansia 2019 Mawar balik internship pemahaman
mengenai 2 Bidan pada lansia
HIV/AIDS Posyandu desa mengenai
Kader HIV/AIDS
WPA
15-8- Dusun Lansia Lansia - Proyektor Dokter Timbul 15-8-2019
2019 Mawar Kader Kader , laptop, internship pemahaman
3 Posyan Posyan mic, Bidan pada lansia
Posyandu du du lembar desa mengenai
balik, Kader HIV/AIDS
kamera WPA
14-8- Dusun Lansia Lansia - Proyektor Dokter Timbul 14-8-2019
2019 Mawarv Kader Kader , laptop, internship pemahaman
Posyan Posyan mic, Bidan pada lansia
Posyandu du du lembar desa mengenai
balik, Kader HIV/AIDS
kamera WPA
20-8- Dusun Lansia Lansia - Proyektor Dokter Timbul
2019 Kader Kader , laptop, internship pemahaman
Posyan Posyan mic, Bidan pada lansia Dilakukan
Posyandu du du lembar desa mengenai 20-8-2019
balik, Kader HIV/AIDS
kamera WPA

3 Monitorin Monitoring Mengevaluas 25-8- Balai Kader Kader - Alat tulis, Dokter Kader
g dan dan i hasil 2019 Desa WPA WPA Buku Internship memahami
Evaluasi evaluasi intervensi kegiatan, Bidan dan Dilakukan
kegiatan dengan Pertemua Buku Desa melaksanakan 25-8-2019
n Kader pemantau penyuluhan
penyuluhan melakukan an mengenai
dan HIV/AIDS
pemantaua dan
n kelompok pemantauan
beresiko kelompok
risiko
HIV/ AIDS
HIV/AIDS
E. PELAKSANAAN KEGIATAN
Intervensi kegiatan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan kader
WPA (Warga Peduli AIDS) dan masyarakat dilakukan dengan penyuluhan
di desa Jaten dengan metode ceramah dengan sasarannya warga dan kader
WPA (Warga Peduli AIDS)desa Blumbang
1. Tahap Perkenalan
Acara dibuka oleh bidan desa Jaten sekaligus perkenalan dengan
dokter internship yang bertugas di Puskesmas Klego I.
2. Tahap Penggalian Pengetahuan Peserta
Tahap penggalian pengetahuan peserta dilakukan secara acak dengan
bertanya seputar HIV/AIDS, seperti tanda dan gejala, penyebab, dan
pengobatan.
3. Penyampaian Materi
Penyampaian materi penyuluhan mengenai HIV/AIDS disampaikan
secara lisan (ceramah) selama 30 menit.
4. Tahap Evaluasi
Setelah materi disampaikan, peserta kembali ditanyakan mengenai
substansi materi yang telah disampaikan secaraacakselama kurang lebih 15
menit. Pada pertemuan kader dilanjutkan dengan pembentukan kader
WPA (Warga Peduli AIDS), pemberian lembar balik HIV/AIDS, buku
kegiatan WPA (Warga Peduli AIDS) dan buku pemantauan kelompok
risiko HIV/AIDS.
F. MONITORING DAN EVALUASI
 PERENCANAAN
a. Mengulang kembali materi yang sudah di
berikanuntukmenilaitingkatpengetahuanmengenai HIV/AIDS
terutamapadakaderkesehatandesa.
b. Memberikan penyuluhan tentang HIV/AIDS kepada
masyarakat sekitar diberbagai kegiatan desa seperti posyandu
balita, posyandu lansia, pertemuan PKK , RT / RW yang
dilaksanakan oleh kader WPA desa Blumbang
 PELAKSANAAN
a. Kade r WPA desa blumbang sudah terbentuk oleh sebelumnya
sehingga program ini melanjutkan dengan kader yang sama
yang sudah terbentuk.
b. Penyuluhan pertama dilakukan oleh dokter saat pertemuan
Kader dan pembagian lembar balik WPA berjalan dengan
lancar , beberapa kader WPA tidak hadir dalam pertemuan
pertama sehingga pelaksanaanya sedikit terhambat.
c. Saatpenyuluhanoleh kader saat pelaksanaan posyandu , masih
banyak warga yang belum paham dan beberapa tidak
mendengarkan

 HASIL
a. Kader WPA sudahpahamtentangmateri HIV / AIDS,
danmengertiapa yang
harusdisampaikanmasyarakatmengenaimitosmitosdankepedulia
nmasyarakatterhadap ODHA.
b. Beberapawarga yang
sudahdiberikanpenyuluhanmengertitentang HIV dan AIDS
yang dinilaidarihasiltanyajawabsetelahpemberianmateri.
c. Tidaksemuakader WPA (WargaPeduli AIDS)
melaksanakanpenyuluhan HIV/AIDS
dikarenakantidakmengikutipelaksanaan di saatkegiatan di
masyarakatdantidaktersedianyawaktu.
d. Tidakadanyakelompokrisiko di
DesaBlumbangsehinggatidakadahasildaripemantauankelompok
berisiko HIV danatauAIDS .

Berikut susunan pengurus Warga Peduli AIDS desa Blumbang :

Penanggungjawab Widayanto
Penasehat Sarinah
Ketua Iwan Susanto
Sekretaris Ida Nur Santi
Bendahara Winarsih
Seksi Penyuluhan Siti M Fikri
Seksi Pendamping Sri Sunarni
Seksi Pelayanan Kesehatan Rohmawati
Seksi Penggalangan Dana Nur Hasanah
Kader WPA Blumbang Yani

G. KESIMPULAN
1. Promosikesehatan HIV/AIDS kepadawargainformasidasar agar
mengerti (melalui :pertemuamkader, pertemuandesa, arisan,
pertemuanrt, ) edukasidilakukansecarakekeluargaandantidak men-
stigma.
2. WPA Mendorongdanmenfasilitasiwarganya (terutama yang
dianggapberperilakuberisikountukmengakseslayanan) untukmelakukan
VCT.
3. Kader WPA danperangkatdesaperlumenjagalingkungankondusif (tanpa
stigma dandeskriminasi) baikpada ODHA, populasikunci
4. Pemberian penyuluhan berkelanjutan dapat meningkatkan pengetahuan
dan kepedulian masyarakat mengenai HIV/AIDS dan dapat mencegah
stigma ODHA berkembang luas di masyarakat.
H. SARAN
1. Kader WPA, bidandesauntukidentifikasiapakahadaanakmudaakan /
sudahterlibatpenggunaannarkoba, apakahadapekerjaseks (perempuan /
lakilaki) dilingkungan? Apakahadawarga yang bekerja di
industrihiburanmalamdandilakukanpenyuluhandansosialisasisecaraterpi
sah.
2. Kader WPA (Warga Peduli AIDS)
diharapkanuntukidentifikasipekerjaanwargamisalpelautatausupirjarakja
uhatauprofesi lain (yang seringpergi lama danmeninggalkankeluarga)
3. Untuk masyarakat , diharapkan dapat menerapkan informasi yang
diberikan, mendukung kegiatan peduli HIV/AIDS , mengubah stigma
buruk tentang HIV/AIDS dan mendorong individu untuk memeriksakan
diri jika mengalami hal-hal sesuai dengan penyakit HIV/AIDS .
I. DOKUMENTASI
J. LAMPIRAN
LAMPIRAN I
BUKU KEGIATAN WARGA PEDULI AIDS (WPA (WARGA
PEDULI AIDS))
LAMPIRAN II
BUKU PEMANTAUAN KELOMPOK RISIKO
LAMPIRAN III
LEMBAR BALIK HIV/AIDS
LAMPIRAN IV

LAPORAN BUKU KEGIATAN WPA (WARGA PEDULI AIDS)


LAPORAN BUKU PEMANTAUAN KELOMPOK BERISIKOWPA
(WARGA PEDULI AIDS)
DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen P2PL Kemenkes RI. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia-


Dilapor s/d September 2014. Dari : http://www.aidsindonesia.or.id.
2. KEMENKES RI, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 21 tahun
2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
3. World Health Organization, HIV/AIDS, November 2016.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/.
4. UNAIDS. 2013. UNAIDS Report : HIV in Asia and the Pacific.
http://www.unaids.org
5. KEMENKES RI. 2014. Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia
Tahun 2011-2016.
6. UNAIDS. 2014. The Gap Report. http://www.unaids.org
7. Depkes RI. 2003. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan
Pengobatan bagi ODHA : Buku Pedoman untuk Petugas Kesehatandan
Petugas Lainnya. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit
Menular & Penyehatan Lingkungan.
8. Runggu,C. 2011. Informasi Dasar HIV/AIDS. Dari : htttp://www.aids-
ina.org.
9. Dinkes Jateng. 2017. Profil Kesehatan. Dinas Kesehatan Jawa Tengah.
10. Nasronudin. 2007. Perjalanan Infeksi HIV dalam Pendekatan Biologi
Molekuler, Klinis, dan Sosial. Surabaya: Universitas Airlangga.
11. Centers for Disease Control & Prevention. 2003. HIV and It’s
Transmission. Divisions of HIV/AIDS Prevention.
12. Dinkes Boyolali. 2018. Profil Kesehatan. Dinas Kesehatan Boyolali.

Anda mungkin juga menyukai