PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah hakikat guru itu?
1.2.2. Apa tantangan guru dalam menghadapi generasi digital native?
1.2.3. Bagaimana bentuk kreativitas guru dalam menghadapi generasi digital
native?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui hakikat guru.
1.3.2. Untuk mengetahui tantangan guru dalam menghadapi generasi
digital native.
1.3.3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kreativitas guru dalam
menghadapi generasi digital native.
1.4. Manfaat
1.4.1. Dapat mengetahui hakikat guru.
1.4.2. Dapat mengetahui tantangan guru dalam menghadapi generasi
digital native.
1.4.3. Dapat mengetahui bentuk-bentuk kreativitas guru dalam
menghadapi generasi digital native.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Guru dikenal dengan al-mu’alim atau al-ustadz dalam bahasa Arab, yang
bertugas memberikan ilmu dalam majelis taklim. Artinya, guru adalah seseorang
yang memberikan ilmu. Pendapat klasik mengatakan bahwa guru adalah orang
yang pekerjaannya mengajar.
Guru merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Pekerjaan
ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk
melakukan pekerjaan sebagai guru. Profesi guru memerlukan syarat-syarat
khusus, apalagi sebagai guru yang profesional, yang harus menguasai seluk –
beluk pendidikan dan pembelajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan.
(Suprihatiningrum, 2016 : 23).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan
sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 Pasal 1, Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Pengertian Guru. Menurut Djamarah (2000:32) sebagaimana dikutip oleh
Laksono (2011:01), “guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung
jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual
maupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah”. Lain halnya dengan
Djamarah dan Aswan (2010:112), “guru adalah tenaga pendidik yang memberikan
sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah”.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang
yang dengan sengaja mempengaruhi dan mengarahkan peserta didik untuk terus
3
belajar sehingga terjadilah proses pembelajaran. Guru disebut pendidik
profesional karena guru itu telah memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari
pemerintah atau swasta untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di lembaga
pendidikan sekolah serta guru juga menerima dan memikul beban dari orangtua
untuk ikut mendidik anak berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya sebagai
guru. Pekerjan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang
kependidikan walaupun pada kenyataannya masih banyak ditemukan profesi guru
yang dilakukan oleh orang di luar kependidikan.
1. Guru sebagai PNS atau pegawai yang memiliki Surat Keputusan mengajar.
2. Guru sebagai profesi (ibu profesi) karena melahirkan banyak profesi.
3. Guru sebagai social leadership, guru dianggap serbatahu, teladan, dan
sumber pengetahuan.
4
Peranan dan tugas guru yang diemban guru sangat besar. Guru memiliki
banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk
pengabdian. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga harus dapat mendidik,
membimbing, membina, dan memimpin kelas. Tugas guru sebagai profesi
meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Jadi, seorang guru
dituntut untuk mampu menghubungkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan UU RI No. 14/2005 tentang
Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1, yang mana seorang guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Peters mengemukakan ada tiga tugas dan tanggung jawab guru, yakni: (a)
guru sebagai pengajar, (b) guru sebagai pembimbing, dan (c) guru sebagai
administrator kelas. Ketiga tugas guru tersebut merupakan tugas pokok profesi
guru. Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan
dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memilliki
pengetahuan dan keterampilan mengajar, disamping menguasai ilmu pengetahuan.
Guru sebagai pembimbing memberi makna kepada tugas, memberikan bantuan
kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Sedangkan tugas
sebagai administrator kelas pada hakikatnya merupakan hubungan antara
ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. (Sudjana,
2009 : 15)
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orangtua kedua. Guru harus mampu menarik simpati sehingga
dapat menjadi idola para siswanya. Pelajaran apa pun yang diberikan, hendaknya
dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar.
5
2.1.3. Kewajiban dan Hak
Kewajiban Guru
Menurut UU Guru dan Dosen No. 14. Tahun 2005, kewajiban guru sebagai
berikut:
6
j. Melaksanakan pembelajaran yang mencakup kegiatan pokok:
1. Merencanakan pembelajaran
2. Melaksanakan pembelajaran
3. Menilai hasil pembelajaran
4. Membimbing dan melatih siswa
5. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan
kegiatan pokok. (Suprihatiningrum, 2016 : 34)
Sementara itu, kewajiban guru menurut UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005
Pasal 20 adalah:
Hak guru adalah hak untuk memperoleh gaji, hak untuk pengembangan
kerier, hak untuk memperoleh kesejahteraan, dan hak untuk memperoleh
perlindungan hukum, baik dalam melaksanakan tugas maupun dalam memperoleh
hak-hak mereka. Berikut ini adalah hak-hak guru menurut UU Guru dan Dosen
No. 14 Tahun 2005.
7
b. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial.
c. Mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan subsidi tunjangan
fungsional bagi guru yang memenuhi persyaratan.
d. Mendapat maslahat tambahan.
e. Mendapat penghargaan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangakt,
prestasi kerja luar biasa baiknya, kenaikan jabatan, uang atau barang,
piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
f. Mendapat tambahan angka kredit setara untuk kenaikan pangkat setingkat
lebih tinggi 1 (satu) kali bagi guru yang bertugas di daerah khusus.
g. Mendapatkan penghargaan bagi guru yang gugur dalam melaksanakan
tugas pendidikan.
h. Mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja dalam
bentuk kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional.
i. Memberikan penilaian hasil belajar dan menentukan kelulusan kepada
siswa.
j. Memberikan penghargaan kepada siswa yang terkait dengan prestasi
akademik dan/atau prestasi non-akademik.
k. Memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar aturan.
l. Mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dala bentuk rasa aman
dan jaminan keselamatan.
m. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil.
n. Mendapatkan perlindungan profesi.
o. Mendapatkan perlingdungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan
pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan.
p. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan hak atas kekayaan
intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
q. Memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran.
r. Berserikat dalam organisasi profesi guru.
s. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.
8
t. Kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi
akademik dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan dan
pengembangan profesi dalam bdangnya.
u. Berhak memperoleh cuti studi.
Pada pasal 43 UU Sisdiknas juga disebutkan hak lain yang akan diperoleh guru
adalah promosi dan sertifikasi, yaitu:
Dalam era canggih sekarang ini, kita hidup bersama dengan anak-anak
digital native. Anak-anak digital native adalah anak-anak yang hidup dalam dunia
digital. Anak-anak sudah melek information and communication technologi
(ICT). Mereka begitu terbiasa menggunakan alat-alat digital tanpa harus diajari.
(Kusumah, 2012 : 15).
9
Istilah Digital Natives diciptakan oleh seorang konsultan pendidikan
bernama Marc Prensky pada tahun 2001 dalam artikelnya yang berjudul Digital
Natives, Digital Immigrants. Prensky menjuliki anak-anak ini Digital Natives
“Pribumi Digital”. (Sulistyanto, 2017).
Adanya perubahan sikap dan perilaku antara siswa zaman dahulu dengan
siswa zaman sekarang salah satu penyebab utamanya adalah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang maju pesat. Oleh karena itu, adanya keakraban
interaksi antara siswa dengan kemajuan teknologi saat ini.
Menurut data yang dirilis Crowd DNA, remaja generasi digital lebih
memilih telepon seluler (ponsel) dibanding televisi. Presentasenya di Indonesia
mencapai 69 persen, dan Asia sebanyak 60 persen. Mereka juga selalu terhubung
dengan internet. Jumlahnya di Indonesia mencapai 73 persen, Asia 70 persen.
Generasi Digital lebih tahu teknologi dibanding orang tua. Jumlah di Indonesia
mencapai 75 persen. Sedangkan Asia sebanyak 74 persen. Jumlah generasi digital
yang suka berinteraksi di internet di Indonesia mencapai 54 persen, Asia sebanyak
55 persen. Mereka merasa ada yang kurang tanpa media sosial. Generasi yang
mengalami hal seperti ini di Indonesia mencapai 69 persen, Asia sebanyak 46
persen.( Kartadinata, 2018).
Menurut Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd., Generasi digital native
memiliki beberapa ciri yang dapat terlihat dalam kehidupan sehari-harinya. Ciri-
ciri itu, seperti sangat suka dan sering berkomunikasi dengan semua kalangan
khususnya lewat jejaring sosial seperti facebook, twitter atau SMS. Melalui media
tersebut, mereka jadi lebih bebas berekspresi, baik apa yang mereka rasakan atau
pikirkan secara spontan.
Atas hal itu, Generasi digital memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya, anak-anak yang termasuk dalam generasi tersebut memiliki daya
toleransi yang lebih besar terhadap perbedaan kultur dan sangat peduli dengan
lingkungan. Lalu, mereka mampu melakukan berbagai aktifitas dalam waktu
bersamaan, seperti membaca buku sembari mendengarkan musik. Sedangkan,
kelemahan anak-anak Generasi digital itu ialah selalu menginginkan segala
sesuatu secara cepat, tanpa bertele-tele ataupun berbelit-belit. Selain itu, generasi
10
tersebut cenderung kurang dalam berkomunikasi secara verbal, cenderung
egosentris dan individualis, cenderung ingin serba instan, tidak sabaran, dan tidak
menghargai proses. (Khairil, 2016).
Dalam menghadapi generasi digital native peran guru tidak bisa
digantikan oleh teknologi, melainkan guru harus mampu memanfaatkan teknologi
sebagai alat bekerja di dalam mengembangkan kultur pendidikan yang
menumbuhkan kepribadian peserta didik. Sebagai pendidik yang berada dalam
posisi digital immigrant, tentu harus bisa mengimbangi kaum digital native ini
serta mampu memahami berbagai perkembangan teknologi dan mampu
mengaplikasikannya. Sebab bila tidak, maka tidak ada pemandu buat mereka
untuk memanfaatkan peralatan-peralatan teknologi canggih itu untuk kesuksesan
mereka. Mereka akan asyik dengan dunia mayanya.
11
bertumpuknya buku, bukanlah pillihan sejati. Dengan adanya internet, banyak
buku elektronik (e-book) hadir di dunia maya. (Sudarma, 2014 : 78).
Dunia pendidikan yang semakin terus berkembang juga dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi. Teknologi ada bukan mengganti fungsi guru, tetapi
justru menjadi alat bantu guru dalam menyampaikan materi pelajarannya. Itu
sebabnya guru harus melek ICT dan tidak gaptek. Guru harus mau terus belajar
menambah pengetahuan dan keterampilannya. Mampu mengintegrasikan ICT
dalam pembelajaran yang menyenangkan peseta didik. Hal terpenting dari
pemanfaatan ICT itu adalah kemampuan guru menulis harus ditingkatkan.
(Kusumah, 2012 : 168).
Saat ini, dunia pendidikan membutuhkan dukungan IT, sebab keadaan
sekolah saat ini masih berpusat pada guru. Anak-anak pun sekarang ini lebih suka
mendownload materi pembelajaran dari internet daripada membaca buku
langsung. Mereka tidak lagi memakai buku untuk membaca materi pembelajaran,
melainkan menggunakan layar komputer. Oleh karena itu, peserta didik harus
didorong untuk menggunakan komputer untuk belajar. Bukan hanya sekedar
bermain games dan ber-chatting ria melalui Facebook. (Kusumah, 2012 : 167).
Informasi dan teknologi yang berkembang saat ini memang tidak bisa
dikendalikan, baik oleh seorang guru sekalipun. Tetapi, kemudahan akses seorang
guru terhadap sumber-sumber informasi merupakan bagian penting dalam
menjaga terbarunya informasi seorang guru. Seorang guru yang terbiasa dengan
informasi-informasi faktual dan aktual, akan menarik perhatian anak untuk bisa
belajar dengan baik. Begitu pula sebaliknya, guru yang tertinggal sumber
informasi dan teknologi saat ini, menyebabkan dirinya tidak akan mampu menjadi
perhatian peserta didik. Dikala peserta didik dapat dengan mudah mengakses
informasi dari televisi, media cetak, facebook, twitter, dan internet khususnya,
maka arus informasi akan bergerak dengan cepat. Bukan hal mustahil, informasi-
informasi yang ter-up date di media elektronik akan lebih cepat diketahui oleh
peserta didik dibandingkan oleh gurunya. Guru yang tidak memiliki akses
terhadap informasi dan gagap teknologi ini akan membuat siswa-siswa ‘gaul’
merasa bosan dan tidak terangsang untuk belajar dengan baik.
12
2.3. Kreativitas Guru dalam Menghadapi Generasi Digital Native
2.3.1. Makna kreativitas keguruan
13
Guru-guru selalu mengkomunikasikan kepada anak-anak didiknya ide-ide lama
dan ide-ide baru dalam bentuk yang baru.
Brown merumuskan ciri-ciri seorang teacher scholar itu sebagai berikut:
14
2.3.2. Kreativitas Membaca
15
akan menjadi tujuan para siswanya untuk berdiskusi atau membincangkan
masalah-masalah yang menjadi PR bagi dirinya. Seorang guru yang kreatif dalam
membaca juga dapat membantu siswanya dalam memberikan pencerahan,
pemahaman baru, atau pandangan baru terhadap fenomena yang ada dan sedang
menjadi perbincangan masyarakat, sehingga siswa tidak langsung terjebak pada
keyakinannya mengenai informasi yang melenceng.
16
2.3.4. Kreativitas Mengolah Materi Berbasis Teknologi
Mau tidak mau, setuju atau tidak, teknologi informasi saat ini sudah
memasuki seluruh relung kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan.
Sekolah yang gagal memanfaatkan perkembangan teknologi, akan gagal dalam
melahirkan lulusan yang kompetitif. Seorang guru yang gagal dalam
memanfaatkan teknologi, akan gagal melahirkan kualitas lulusan yang unggul.
Iskandar agung (2010:74) menyebutkan bahwa salah satu strategi
pengembangan kreativitas pada guru itu adalah dengan cara memanfaatkan
teknologi pembelajaran. Istilah teknologi pembelajaran, tidak diartikan saja
sebagai pemanfaatan teknologi (dalam pengertian mesin), melainkan dalam
pengertian upaya-upaya teknis dalam mengembangakn pembelajaran. Oleh karena
itu, guru yang kreatif yaitu guru yang mampu mengembangkan model
pembelajaran secara variatif, dan menyenangkan. Keberadaan media atau alat
bantu pembelajaran pun, perlu dirancang dan dimanfaatkan secra optimal dalam
rangka meningkatkan layanan pendidikan. Itulah yang disebut dengan teknologi
dalam pembelajaran. (Sudarma, 2014 : 87).
17
peserta didik yang disebut digital native atau penduduk asli dalam dunia digital.
Oleh karenanya dalam menghadapi Digital Native sekaligus kekurangan tenaga
pendidik sangat efektif dalam menerapkan Metode C-Generation. (Kusumah,
2012 : 27).
C-generation merupakan metode aktivitas belajar yang tidak hanya
membuat konten-konten edukatif yang membuat peserta didik menjadi kreatif.
Kebiasaan peserta didik yang Digital Native sangat cocok untuk mengikuti
metode belajar yang baru ini. Langkah guru selanjunya hanya membuat sebuah
jaringan pembelajaran salah satunya blog, dikarenakan mudah diakses siswa.
dalam blog tersebut, semua penugasan, materi singkat maupun padat dituliskan
disana. Terjadilah connecting and sharing antar pendidik dan peserta didiknya di
era digital ini. Para guru harus bisa memasukkan atau meng-upload file-file video
ke dalam situs youtube.com. semua materi pembelajaran dibuat dalam bentuk film
dan di sinilah kreativitas para guru diuji. (Afriansyah, 2017).
Dalam aktivitas pembelajaran C-Generation, guru dan siswa dituntut
terampil menulis. Dengan terampil menulis, maka akan banyak materi
pembelajaran dibuat seseuai Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar
(KD) yang disajikan dalam kurikulum yang dibuat oleh guru sendiri sesuai
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Aktivitas pembelajaran lainnya
juga dapat dilakukan melalui Facebook dan Twitter. Para guru harus mampu
melakukan diskusi dengan para peserta didiknya melalui media ini. (Kusumah,
2012 : 30).
Kreativitas guru dalam mengembangkan metode C-Generation ini
membuat peserta didik mudah mengakses bahan pelajaran dari manapun dan
kapan saja. Mereka bisa mengakses dari rumah melalui laptop atau handphone
mereka. Peserta didik tinggal mendownload saja materi yang diberikan tanpa
harus capek-capek membawa buku yang tebal. Materi presentasi pun dapat di
upload di internet, dan para guru dapat mendownload kapan saja dan di mana saja
ketika memerlukannya. Tentu akan semakin menyenangkan cara belajar seperti
itu. Bila guru kreatif, maka akan ada sebuah produk pembelajaran baru yang pada
akhirnya mampu membuat pembelajaran menjadi menyenangkan untuk semua.
18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarma, Momon. 2014. Profesi Guru; Dipuji, Dikritisi, dan Dicaci. Jakarta:
Rajawali Pers.
20
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
21