Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa kini, pers telah mengalami perkembangan pesat baik dari segi
media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi, cakupan wilayah
penyebaran informasi yang sangat luas maupun kebebasan pers itu sendiri. Meski
masih menjadi kontroversi di masyarakat, dibandingkan dengan pers masa orde baru,
kebebasan pers yang lebih terbuka juga mengandung sisi positif dalam penyampain
informasi di masyarakat.
Media memiliki peranan penting sebagai katalisator dalam masyarakat. Namun
seiring dengan semakin beragamnya media dan semakin berkembangnya
masyarakat, kebenaran hal tersebut menjadi diragukan. Media massa yang terjamin
kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik
negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingan-
kepentingan politik tertentu.
Media massa dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat. Secara
konseptual, keberadaan media massa dan masyarakat perlu dilihat secara bertimbal
balik. Untuk itu ada dua pandangan yaitu apakah media massa membentuk atau
mempengaruhi masyarakat, ataukah sebaliknya sebagai cermin atau dipengaruhi oleh
realitas masyarakat. Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial,
pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segala sesuatu yang menrutnya tidak
beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka
memberitakan hah-hal yang salah daripada yang benar. Pandangan seperti itu
sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan
parsial dan ketinggalan jaman. Karena kenyataannya, pers sekarang juga
memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang
meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai
kesulitan.
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan, tentunya penyebaran berita
diawasi dengan ketat oleh para penjajah negeri ini, yang salah satu tujuannya adalah
agar nasionalisme dan rasa persatuan tidak mudah terbentuk. Selain itu pada masa

1
orde lama kebebasan pers masih sangat terbatas. Sedangkan pada orde baru pers
mendapat ruang cukup bebas. Berdasarkan uraian diataslah penulis menyusun
makalah ini agar pembaca lebih memahami arti dan peranan pers itu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat mengemukakan beberapa


rumusan masalah, yaitu:
1.2.1 Apa pengertian pers?
1.2.2 Bagaimana fungsi dan peranan pers dalam masyarakat?
1.2.3 Bagaimana perkembangan pers pada masa kemerdekaan Indonesia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk memahami apa pengertian pers


1.3.2 Untuk mengetahui fungsi dan peranan pers dalam masyarakat
1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan pers pada masa kemerdekaan Indonesia

1.4 Manfaat

Selain memiliki tujuan, makalah ini juga memiliki manfaat dalam


penulisannya. Manfaat utama dalam penulisan makalah ini adalah untuk
meningkatkan rasa ingin tahu para pelajar tentang peranan pers pada masa
kemerdekaan Indonesia. Atau dengan kata lain yang diharapkan untuk mengajak
remaja untuk semakin meningkatkan rasa nasionalisme dengan cara mengetahui
sejarah pers Indonesia pada masa kemerdekaan Republik Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pers

Secara etimologis, kata pers dalam bahasa Belanda, atau press dalam bahasa
Inggris, berasal dari bahasa Latin, yaitu pressare dari kata premere yang berarti
tekan atau cetak. Dalam pengertian umum, pers adalah suatu alat yang terdiri dari
dua lembar besi atau baja yang di antara kedua lembar tersebut dapat diletakkan
suatu barang (kertas), sehingga apa yang hendak ditulis atau digambar akan tampak
pada kertas tersebut dengan cara menekannya.
Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 13 dalam edukasi.kompasiana.com,
menyebutkan bahwa pers memiliki dua arti, yaitu arti luas da arti sempit. Dalam arti
luas, pers adalah seluruh media baik elektronik maupun cetak yang menyampaikan
laporan dalam bentuk fakta, ulasan, laporan, dan gambar kepada masyarakat luas
secara regular. Dalam arti sempit, pers hanya terbatas media cetak seperti surat kabar
harian, surat kabar mingguan, bulletin dan majalah. Secara yuridis formal,
pengertian pers disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang pers
yang menjelaskan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan,
gambar, suara, suara dan gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis jalur yang tersedia.

2.2 Fungsi dan Peranan Pers Dalam Masyarakat

Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun


1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan
kontrol sosial. Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional
melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
menegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum
dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan mengembangkan pendapat
umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan,

3
kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering
disebut sebagai pilar keempat demokrasi (the fourth estate) setelah lembaga
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta pembentuk opini publik yang paling
potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secara optimal
apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah. Kebebasan pers menjadi
syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit
dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada
jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim
pemerintahan yang sangat membatasi kebebasan pers . Hal ini terlihat, dengan
keluarnya Peraturan Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh
untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.

2.3 Perkembangan Pers Pada Masa Kemerdekaan Indonesia

1) Awal Kemerdekaan (1942-1945)


Masa transisi pertama berlangsung dari tahun 1942 hingga tahun 1945,
yakni selama penjajahan Jepang. Selama periode ini situasi politik Indonesia
mengalami perubahan yang radikal. Dalam era ini juga pers Indonesia belajar
tentang kemampuan media massa sebagi alat mobilisasi massa untuk tujuan
tertentu. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis
namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Dalam masa ini surat kabar berbahasa Belanda diberangus dan beberapa
surat kabar baru diterbitkan meskipun masih dikontrol oleh Jepang. Selain itu
Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei
dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yaitu Aneta dan
Antara. Selain itu surat kabar cina juga hadir dengan nama Kung Yung Pao.
Pers yang terbit pada masa ini adalah Sinar Selatan (Semarang),
Pemandangan yang berganti nama menjadi Pembangoenan, di daerah jawa
muncul surat kabar Asia Raya, Tjahaja (yang merupakan gabungan dari surat
kabar Nicork Expres, Sipatahoenan, Sinar Pasoendan dan Kaome Moeda), Sinar
Matahari, Sinar Baru,Suara Asia, Kana-Shimbun (dengan huruf kana), Suara

4
Muslimin Indonesia(bernafaskan Islam), Padang Nippo, Sumatra Shimbun,
Fadjar Menyingsing, Palembang Shimbun, Lampung Shimbun, Seram
Shimbun(berbahasa jepang), Suara Kalimantan berubah menjadi Borneo
Shimbun, Pewarta Selebes berubah menjadi Selebes Shimbun, Djawa Shimbun
dan Prajoerit. Selain itu di masa ini juga hidup beberapa majalah, diantaranya;
Pandji Pustaka, Djawa Baru, Semangat Islam, Keboedajaan dan Panggoeng Giat
Gembira.

2) Setelah Indonesia Merdeka atau Orde Lama (1945-1959)

Pers pada era ini masih sekedar menjadi corong partai politik. Penguasa
Demokrasi Terpimpin memandang pers semata-mata dari sudut kemampuannya
dalam memobilisasi massa dan opini publik. Karena itu, rezim Demokrasi
Terpimpin merasa perlu menguasai seluruh pers, yang dalam praktik bukannya
untuk memperbaiki kehidupan sosial, ekonomi, dan politik masyarakat tetapi
untuk revolusi kekuasaan rezim itu sendiri.
Penguasa untuk benar-benar “menjinakkan” pers di dalam cengkeraman
kekuasaannya. Bagi penerbit yang tidak bersedia menandatangani perjanjian
yang di buat penguasa, otomatis dilarang melanjutkan penerbitannya. Para
penanggung jawab surat kabar dan majalah yang masih ingin mempertahankan
idealismenya, kebanyakan tidak bersedia menandatanganinya dan menutup
sendiri penerbitannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa ini penguasa lebih
cenderung memperlakukan pers sebagai extension of power-nya (ekstensi dari
kekuatan penguasa tersebut). Pada masa tersebut dapat digambarkan sebagai
berkuasanya pers komunis dan pers simpatisan-simpatisipannya.
Surat kabar yang ada di masa ini adalah Thaja, Soeara Asia, Berita
Indonesia, Merdeka, Rakyat, Suember, Negara Baroe, Soera Oemoem,
Pembangunan, Mimbar Indonesia, Independent(berbahasa inggris), Semangat
Merdeka, Tjermin Masyarakat, Pasifik, Pewarta Deli, Mimbar Oemoem,
Soematra Baroe, Soeloeh Merdeka, Sinar Deli, Boeroeh Merdeka, Islam
Bedjoang, Free Indonesia, Vrijheid(Bahasa Belanda), Palembang Shimbun, dll.
Majalah yang muncul diantaranya Pahlawan, Dharma, Kebangoenan Islam,
Menara, Bebas, Widjaja, dll.

5
3) Masa Orde Baru (1959-1998)

Pada awal pemerintahan Orde baru ini, pers mendapatkan ruang yang
cukup bebas. Meskipun demikian pada tahun 1970, pemerintah mulai campur
tangan dalam pemilihan ketua Persatuan Wartawan Indonesia. Pembredelan
media massa yang terjadi setelah peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974
(Malari), mengakibatkan pers yang tadi nya kuat menjadi lemah. Pers Indonesia
semakin bisa dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah setelah sebagian surat
kabar dilarang terbit. Selain itu pemerintahan Orde Baru berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang berimbas pada semakin terbukanya pasar bagi surat
kabar. Hanya saja sebagian besar pers yang dapat mengembangkan bisnisnya
harus berhati-hati dalam mengutarakan pandangan politik agar tidak
bertentangan dengan penguasa.
Pers dimata negara memiliki peranan sebagai pendorong kesatuan nasional
dan pembangunan sambil menerapkan sistem perijinan.Pemerintah juga tidak
menjamin dengan tegas kebebasan pers di Indonesia, hal ini terbukti dengan
kontrol ketat pemerintah dengan mendirikan dewan pers dan PWI, selain itu
pemerintah juga ikut campur tangan dalam keredaksian. Dalam pemerintahan
Orde Baru ini setidaknya ada tiga macam cara yang digunakan wartawan untuk
menghindari peringatan dari pemerintah, yaitu; eufeumisme (mengungkapkan
fakta secara sopan), jurnalisme rekaman (mentranskrip setepat-tepatnya apa
yang dikatakan sumber berita dan tidak mengertikannya sendiri), dan jurnalisme
amplop (pemberian amplop bagi wartawan oleh sumber berita).
Pada masa orde baru ini juga diketemukan adanya monopoli media massa
oleh keluarga para pejabat. Hal ini tentu saja membuat sudut pandang
pemberitaan yang hampir sama dan sangat berhati-hati karena takut
menyinggung pemilik saham. Pada awal tahun 1990-an pemerintah mulai
bersikap terbuka, begitupun dengan pers meskipun tetap harus bersikap hati-
hati. Keterbukaan ini merupakan pengaruh dari perubahan situasi politik di
Indonesia dan juga tuntutan pembaca kelas menengah yang jumlahnya semakin
banyak di Indonesia. Surat kabar yang ada pada masa ini yaitu; Pedoman,
Nusantara, Post Indonesia, Bintang Timur, Warta Bhakti, Surabaya Post, Harian
Rakyat, Revolusioner, Merdeka, Angkatan Bersenjata, yang di iringi dengan
munculnya surat kabar di beberapa daerah di Indonesia.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pers memiliki peranan yang sangat penting untuk bangsa ini mulai dari zaman
kemerdekaan hingga saat ini, itu disebabkan karena antara pemerintah dan warga
negara memerlukan komunikasi dan media yang dapat menghubungkan keduanya.
Apalagi saat ini perkembangan pers di Indonesia sudah maju dengan pesat. Dengan
adanya berita melalui koran, tabloid, majalah, radio, televisi, dan internet,
masyarakat dapat dengan cepat mengetahui suatu kebijakan pemerintah. Penyajian
berita atau kejadian melalui pers dapat diketahui masyarakat dengan cepat, akurat,
dan efektif.
Pada awal kemerdekaan pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis
namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers. Setelah kemerdekaan atau
pada era orde lama pers masih sekedar menjadi corong partai politik, pers cenderung
diperlakukan sebagai extension of power-nya (ekstensi dari kekuatan penguasa
tersebut). Dan di era orde baru, pers sudah mendapatkan ruang yang cukup bebas.

3.2 Saran
Setelah mengetahui arti dan peranan pers di Indonesia, penulis mengharapkan
bahwa hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia meyakini bahwa keberadaan pers
sangat dibutuhkan dalam memperoleh suatu informasi, akan tetapi kita juga harus
lebih pandai dalam memilah informasi yang disampaikan oleh media.

Anda mungkin juga menyukai