Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE ANAK
HIPERBILIRUBINEMIA

Di susun oleh:

Erwan Budi Prayogo


20184030081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
A. Pengertian
Ikterus adalah keadaan transisional normal yang mempengaruhi hingga
50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin
tak terkongjugasi dan ikterus pada hari ketiga (Myles, 2009).
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Bilirubin merupakan
produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial.
Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada konsentrasi
> 5 mg/dl bilirubin maka akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning
pada kulit dan membran mukosa yang disebut ikterus. Ikterus akan ditemukan
dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian
ikterus terdapat pada 50% bayi cukup bulan (aterm) dan 75% bayi kurang
bulan (preterm) (Winkjosastro, 2007).

B. Klasifikasi
1. Ikterus fisiologis adalah :
a. Ikterus yang timbul pada hari ke dua atau ke tiga lalu menghilang
setelah sepuluh hari atau pada akhir minggu ke dua.
b. Tidak mempunyai dasar patologis
c. Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan
d. Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus
e. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
f. Sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah.
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan
pemeriksaan selanjutnya tidah menunjukkan dasar patologis dan tidak
mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus. Kern-icterus
(ensefalopati biliaris) ialah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak (Sarwono, 2008).

2. Ikterus patologis
Adalah suatu keadaan di mana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg% (Sarwono, 2002).
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
b. Ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan atau > 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin > 5 mg% per hari.
d. Ikterus pada BBLR yang terjadi hari ke 2-7
e. Ikterus pada BBLR dengan pewarnaan kuning melebihi/melewati daerah
muka
f. Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah :
 Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir
 Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg % atau lebih setiap
24 jam
 Ikterus yang disertai :
- Berat lahir kurang dari 2000 gram
- Masa gestasi kurang dari 36 minggu
- Asfiksia,hipoksia,dan sindroma gawat nafas pada neonatus
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
- Hipoglikemia
- Hiperosmolaritas darah
- Proses hemolisis
- Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia kurang dari 8 hari
atau 14 hari

C. Etiologi
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:
1. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah
merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh :
- Kelainan sel darah merah
- Infeksi seperti malaria, sepsis
- Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan
eritroblastosis fetalis.
2. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin
konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami
regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah,
masuk ke ginjal dan dieksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin
dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin ke
dalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna
dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
3. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga
bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam
hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel
hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di
dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan hepatitis,
sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.

D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan
bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh.
Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan
lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia.
Pathway :
E. Manifestasi Klinis
Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi 2 fase yaitu akut dan kronik
(Surasmi, 2003).
1. Gejala akut
a. Lethargi (lemas)
b. Tidak ingin mengisap
c. Feses berwarna seperti dempul
d. Urin berwarna gelap
2. Gejala kronik
a. Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b. Kejang
c. Perut membuncit dan pembesaran hati
d. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
e. Tampak matanya seperti berputar-putar

F. Komplikasi
Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dalam
penelitian yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi
sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat
sementara, dan dapat dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara
penggunaan terapi sinar. Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar
antara lain :
1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan
harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI,
sesering mungkin berikan ASI.
2. Frekuensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus
yang meningkat).
3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat
gerak.
4. Kenaikan suhu tubuh.
5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang
hanya bersifat sementara.

G. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan
kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi
pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim.
Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir,
lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat.
Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi
sekitar jam 7-jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka
pakaiannya.

ASUHAN KEPERAWATAN
Data Etyologi Problem
DO : - Skelra tampak Nutrisi bayi tidak adekuat Hiperbilirubinemia
kuning neonatal
- Kulit tampak
kuning
- Bilirubin total
diatas normal
> 12,6 mg/dl
DS : -
DO : Asupan cairan kurang Defisisensi Volume
- Turgor kulit
Cairan
>2detik
- Kulit tampak
kering
- Mukosa bibir
kering
- Tmapak
kelemahan
- Suhu tubuh
tinggi (>37,5)
DS :
-

Nursing Care Plan


Diagnosa NOC NIC
Hiperbilirubinemia Setelah dilakukan Fototerapi : Neonatal
nenonatal b/d Nutrisi tindakan keperawatan (6924)
1. Monitor tanda-tanda
bayi tidak adekuat selama 2x24 jam
jaundice pada tubuh
hiperbilirubinemia pada
2. Berikan terapi berupa
pasien dapat teratasi
fototerapi
dengan kriteria hasil : 3. Edukasi keluarga
Integritas jaringan : Kulit
untuk bisa melakukan
dan membran mukosa
dirumah
1. Warna kulit normal
2. Membran mukosa
normal
Defisiensi volume cairan Setelah dilakukan Manajemen cairan (4120)
1. Monitor turgor kulit dan
b/d Asupan nutrisi tindakan keperawatan
kelembapan
kurang selama 2x24 jam
2. monitor input output
Defisiensi volume cairan
ASI
dapat teratasi dengan 3. Ajartkan pijat oksitosin
kriteria hasil : untuk memperlancar ASI
Keseimbangan cairan
pada ibu pasien
(0601)
1. Turgor kulit normal
2. mukosa dan kulit
lembab
3. Pasien tampak lebih
tenag

Anda mungkin juga menyukai