Anda di halaman 1dari 6

A.

PENYAKIT MEDIS DAN DIAGNOSIS BANDING


A.1 DEFINISI HIPERTENSI DAN KLASIFIKASINYA

Hipertensi dapat didiagnosis jika terdapat peningkatan tekanan arteri diatas


tekanan normalnya berdasarkan usia, jenis kelamin, dan ras. Berdasarkan
klasifikasi dan karakteristik tekanan darah oleh Joint National Committee on
Evaluation, Detection, and Prevention of High Blood Pressure, tekanan darah
optimal pada orang dewasa adalah sistolik < 120mmHg dan diastolic < 80mmHg.
Sedangkan untuk pediatric adalah
Remaja 100/75 mmHg
Anak usia dini 88/55 mmHg
Bayi 70/45 mmHg
Perlu diketahui bahwa klasifikasi hipertensi menunjukkan proses patofisiologik
yang berbeda. Hipertensi sistolik sebagai penanda penyakit makrovaskular dan
kekakuan arteri (aterosklerosis) dan hipertensi diastolik adalah sebagai akibat
penyakit mikrovaskular yang melibatkan pembuluh darah yang khas
(arteriosclerosis).

Tabel 1.1 Kategori Tekanan darah dan Subtipe Hipertensi


TEKANAN DARAH
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Stage 1 140-150
Stage 2 160-179 100-109
Stage 3 >180 >110
ISH >140 <90
PPH Tekanan denyut
>65mmHg)

ISH = Isolated Systolic Hypertension


PPH = Pulse Pressure Hypertension

A.2 PREVALENSI HIPERTENSI


Prevalensi hipertensi tergantung pada komponen ras dan kriteria yang
digunakan untuk menentukan dipertensi. Pada populasi berkulit putih dalam
Framingham Study hampir 1/5 populasi memiliki tekanna darah lebih tinggi dari
160/95 mmHg, dan hampir 1/2 populasi memiliki tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg. Prevalensi lebih tinggi telah ditemukan pada populasi non berkulit putih.
Peningkatan terjadinya hipertensi hampir 2/3 populasi yang berusia lebih dari 50
tahun. Subtype hipertensi juga dipengaruhi oleh usia. Individu yang lebih muda
menderita hipertensi diastolik dan kombinasi dari hipertensi sistolik dan diastolik
yang mana usia lebih tua cenderung hipertensi sistolik. Saat ini, sekitar 70 juta
orang Amerika menderita hipertensi.
Tabel 2.1 . Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi sistolik dan diastolic
 Esensial
 Renal
 Endokrin
 Neurogenic
 dll
Hipertensi sistolik dengan tekanan denyut luas
 Peningkatan Cardiac Output
 Kekakuan aorta

A.3. KLASIFIKASI UMUM

Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan subtipe hipertensi yaitu sistolik,


diastolic dan tekanan denyut. Secara sejarah hanya hipertensi diastolic,
hipertensi esensial yang telah dikenal tetapi saat ini terdapat penambahan yaitu
Isolated Systolic Hypertension (ISH). ISH biasanya terdapat pada individu
yang berusia lebih dari 60 tahun. Pada faktanya, 70% pasien hipertensi
memiliki ISH dan sekitar setengahnya memiliki tekanan denyut luas atau Pulse
Pressure Hypertension (PPH).

Etiologi hipertensi
 Hipertensi Esensial : etiologi tidak diketahui
 Renal : glumerulonefritis akut dan kronik, pielonefritis kronik,
polycystic kidney, nefropatik diabetic, hidronefrosis, stenosis
renovascular, retensi natrium primer.
 Endokrin : adrenal – Cushing Syndrome, hyperplasia adrenal
kongenital, Kontrasepsi oral, akromegali, hipotiroid
 Neurogenic : psikogenic, Guillain Barre Syndrome, peningkatan
tekanan intracranial
 Dan lain- lain : peningkatan tekanan intravascular, hipertensi dalam
kehamilan,
 hiperkalsemia, penggunaan obat dan alkohol.

A.4 MANIFESTASI KLINIS


 “Vasokonstriksi” hipertensi pada pasien hipertensi renovascular
kronik di cirikan oleh hipertensi diastolic dan tahanan vaskuler
sistemik (SVR) dengan cardiac output yang normal atau bahkan
berkurang dan denyut jantung.
 “hiperdinamik” hipertensi pada pasien pasca operatif, dicirikan oleh
hipertensi sistolik akut, pelebaran tekanan denyut, dan peningkatan
cardiac output, denyut jantung atau tahanan vaskuler sistemik.

A.5 PATOFISIOLOGI HIPERTENSI ESENSIAL


Mekanisme yang mendasari dari hipertensi esensial tidak diketahui.
Macam- macam faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
hipertensi adalah hereditas, janin kurang gizi, aktifitas abnormal
system saraf simpatis, defek membrane sel, perubahan sirkulasi mikro,
disfungsi sel endotel, retensi garam pada ginjal. Karakteristik
perubahan hemodinamik adalah sebagai berikut :
 Peningkatan Systemic Vascular Resistant(SVR) dengan cardiac output
yang normal
 Ditandai dengan peningkatan respon simpatik terhadap tekanan seperti
intubasi endotrakeal
 Peningkatan tekanan darah dengan vasokonstriksi dan penurunan
tekanan darah dengan vasodilatasi karena peningkatan ketebalan
dinding arteri dan rasio yang tinggi dari ketebalan dinding terhadap
diameter intenal.
Semakin tinggi tingakatan tekanan darah maka semakin cepat pula
percepatan arteriosclerosis. Jika tidak diobati, sekitar 50% pasien hipertensi
meninggal krena penyakit jantung coroner atau gagal jantung kongestif,
sekitar 33% karena stroke, dn 10-15% karena gagal ginjal.
B. EVALUASI PRE OPERATIF DAN PERSIAPAN
B1. EVALUASI PRE OPERATIF
Etiologi dan keparahan hipertensi, subtipe hipertensi, terapi saat ini, dan kerusakan
akhir organ oleh hipertensi kronik. Penyebab yang mendasari hipertensi harus jelas.
Mortalitas pembedahan relative lebih tinggi pada pasien hipertensi renovascular. Bahkan,
kegagalan mendiagnosis Feokromositoma sebelum operasi, walaupun jarang ditemukan dapat
berakibat fatal, karena agen anastesi yang dikenal memicu krisis pada pasien. Disamping itu,
keparahan hipertensi mengubah risiko anestesi.
Obat antihipertensi memiliki keterlibatan anestesi yang berbeda. Diuretic sering
menyebabkan hypokalemia kronik dan hypomagnesemia yang dapat meningkatka risiko
aritmia karena itu serum elektrolit harus diperiksa pada persiapan preoperative.
Adanya kerusakan organ target pada otak, jantung dan ginjal menunjukkan hipertensi
lama yang kurang terkontrol. Penanda kerusakan organ hanya dapat ditunjukkan setelah
kerusakan organ akhir sudah terjadi.
Untuk evaluasi jantung, EKG dan x-ray dada menunjukkan tes minimal. EKG dapat
berguna. Left Ventricle Hypertrophy (LVH) dapat meningkatkan risiko iskemik miokard
perioperative akibat ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard dan tanpa
memandang ada atau tidaknya penyakit arteri coroner. Pasien dengan hipertensi parah juga
dapat meningkatkan risiko CHF dan edema paru.
Untuk evaluasi renal, urinalisis, serum kreatinin dan urea nitrogen darah harus
diperiksa untuk menentukan adanya penyakit parenkim renal. Jika terdapat gagal ginjal
kronik, hyperkalemia dan kenaikan volume plasma harus dipertimbangkan.
Untuk evaluasi serebrovaskular, yaitu mencari riwayat CVA dan TIA dan adanya
hipertensi retinopati
B.2 TEKANAN DARAH YANG HARUS DICAPAI SEBELUM OPERASI
Menunda operasi elektif karena karena tekana darah 230/120 mmHg. Pada umumnya,
operasi elektif harus di tunda pada pasien hipertensi parah (diastolic >115 mmHg) atau ISH
parah (sistolik >200 mmHg) sampai tekanan darah dibawah 180/110 mmHg. Jika waktu
memungkinkan, tekanan darah harus diturunkan 6-8 bulan hingga dibawah 140/90 mmHg.
Kontrol akut dalam beberapa jam sebelum operasi elektif tidak dianjurkan, karena dapat
menyebabkan serebral dan sirkulasi lain berisiko iskemik.
Pada pasien hipertensi sedang dengan keterlibatan organ akhir parah, tekanan darah
preoperative harus dinormalkan sebanyak mungkin, walaupun pasien asimptomatik dengan
hipertensi ringan ke sedang (diastolic <110 mmHg), operasi elektif dapat dilakukan tanpa
meningkatkan risiko CVS. Goldman dkk menemukan bahwa pasien hipertensi ringan ke
sedang tidak meningkatan berisiko komplikasi vascular kecuali mereka memiliki risiko lain
terhadap penyakit jantung coroner. Kebanyakan pasien hipertensi yang akan dioperasi adalah
lansia yang menderita ISH dan PPH. Ketidakpastian tentang perubahan akut pada tekanan
darah peroperatif akan menimbulkan hasil perubahan patologis yang kronis dan tidak
mungkin di normalkan dengan pengobatan.
B3. HARUSKAH SEMUA PENGOBATAN KRONIK TIDAK DILANJUTKAN
SEBELUM OPERASI
Opini terkini pada umumnya menganjurkan melanjutkan pengobatan antihipertensi,
terutama b-blocker hingga saat operasi. Ada kekhawatiran terhadap efek akut dari pengobatan
yang dapat memicu terjadina miokard iskemik. Karena b-blocade tidak merusakrespon
hemodinamik terhadap perdarahan dan tidak menimbulkan respon merugikan terhadap
hipoksia. Keamananan b-blocker and dan keuntungannya (mencegah respon hipertensi,
disrithmia, dan iskemik miokard) sudah lama di ketahui. Pengobatan dengan Calcium
Channel Blocker (CCB), Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor dan diuretic dapat
dilanjutkan. Respon induksi dari anestesi, laringoskopi, dan intubasi sedikit berbeda
tergantung pasien mendapatkan b-blocker, ACEI, CCB, atau diuretic. Penghentian clonidine
dikaitkan dengan terjadinya rebound hypertension.
C. MANAJEMEN INTRAOPERATIF
C.1 MEMONITOR PASIEN
 EKG. Menganalisis lead V5 dan II, lead ST
 Tekanan darah. Penting memantau tekanan darah karena labilnya tekanan
darah pada pasien. Pengukuran tekanan darah intraarterial langsung
diizinkan obervasi detak ke detak. Non invasive otomatis
sphigmomanometri juga sudah cukup.
 Pulmonary Artery Catheter (PAC). Untuk pasien hipertensi dengan
riwayat CHF atau MI, PAC dapat berguna dalam mengatur pergantian
cairan dan monitoring fungsi ventricular. Ada keterkaitan kuat antara
hipertensi dan LVH, yang mana menghasilkan komplians ventricular yang
buruk ditunjukkan oleh meningkatnya tekanan oklusi arteri pulmo dalam
menghadapi rendah atau normalnya volume ventricular dan kontratil
normal. Adanya CHF pada pasien hipertensi sering menandakan disfungsi
diastole dan bukan disfungsi sistolik.
 Pulse oximeter. Untuk memonitor aliran darah perifer dan oksigenasi
 End-Tidal CO2 Analyzer untuk menjaga normocarbia
 Temperature

C2. TUJUAN ANESTESI PADA PASIEN HIPERTENSI


Tujuan anestesi adalah untuk meminimalisir luasnya labilitas dari
tekanan darah dalam respon anestesi dan rangsangan pembedahan untuk
mencegah hal berikut :
 Iskemia miokard dari takikardi atau kurang umumnya antara
hipertensi atau hipotensi
 Hipoperfusi serebral dari hipotensi
 Perdarahan serebral dan ensefalopati hipertensi akibat
hipertensi atau stroke emboli dari ruptur plak antara area sekitar
atau dari aorta dan pembuluh darah leher.
 Gagal ginjal akibat hipoperfusi ginjal

Perhatian terhadap tekanan darah diastolic sangat direkomedasikan


ketika berusaha menurunkan tekanan sistolik sangat berguna pada pasien
lansia yang cenderung mengalami ISH atau PPH.
Kontrol dari respon hemodinamik terhadap rangsangan berbahaya
seperti intubasi endotrakeal, insisi pembedahan dan manipulasi dan
kegawatdaruratan dari anestesi terhadap pasien hipertensi.

C.3 INDUKSI ANESTESI PADA PASIEN HIPERTENSI


Ketika pasien sedang preoksigenasi fentanyl 7-8 ug/kg diberikan
perlahan untuk mencapai kantuk. Kemudian antara Tiopental 50 mg atau
Propofol 30-50 mg dititrasi untuk menimbulkan ketidaksadaran diikuti dengan
suksinilkolin 1mg/kg atau relaksan otot nondepolarisasi untuk intubasi trakeal.
Semua agen anestesi diterima dengan pengecualian ketamine yang
dapat meningkatkan hipertensi dan takikardi. Lebih dalam anestesi dengan
agen inhalasi poten untuk takikadia dan hipertensi harus dilakukan dengan hati
hati karena insidensi hipotensi meningkat antara vasodilatasi dan depresi
kardia
C.4 BAGAIMANA CARA INTUBASI TRAKEAL
MENYEBABKAN HIPERTENSI
INTUBASI TRANSLARRINGEALdari trakea merangsang resptor
laring dan trakea hingga meningkatan penguraian amine simpatomimetik.
Rangsangan simpatis ini menghasilkan takikardi dan naiknya tekanan darah.
Pada pasien normotensi, sekitar 20-25 mmHg lebih besar dibandingkan pasien
hipertensi. Hal ini meningkatkan tekanan darah yang menghasilkan
vasokonstriksi karena stimulasi a tanpa lawan pada pasien hipertensi yang
mendapatkan obat b blocker.

Anda mungkin juga menyukai