Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"

dan aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum

berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan

pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit

pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel

Holmes Sr pada tahun 1846.1

Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama

operasi, dimulai lebih dari 100 tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884)

seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain suatu ester

dari asam para amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anstesi

korneal.1

Obat anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls

saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lender. Disamping itu, anastesi

lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi / tranmisi

dari berbagai impuls. Artinya, anastesi local mempunyai efek yang

penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuscular dan

semua jaringan otot.2

1
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi

Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau

blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap

rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau

perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya

konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan

struktur saraf.3

Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf.

Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia

lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi

dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang

penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan

semua jaringan otot. Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai

anestesi lokal:

1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen


2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat
pada membran mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka
waktu yang yang cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil
terhadap pemanasan.
2
2.1 Klasifikasi Anestetikum Lokal
Anestetikum lokal diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sesuai dengan
ikatan, yaitu ikatan golongan amida (-NHCO-) dan ikatan golongan ester (-COO-).
Perbedaan ini berguna karena ada perbedaan ditandai dalam alergenitas dan
metabolisme antara dua kategori bahan anestetikum lokal.
Secara kimiawi bahan anestetikum lokal dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan, yaitu : 12,13,15,16
A. Golongan Ester (-COO-)
1. Prokain
2. Tetrakain
3. Kokain
4. Benzokain
5. Kloroprokain

B. Golongan Amida (-NHCO-)


1. Lidokain
2. Mepivakain
3. Bupivacaine
4. Prilokain
5. Artikain
6. Dibukain
7. Ropivakain
8. Etidokain
9. Levobupivakain

Perbedaan klinis yang signifikan antara golongan ester dan golongan amida
adalah ikatan kimiawi golongan ester lebih mudah rusak dibandingkan ikatan kimiawi
golongan amida sehingga golongan ester kurang stabil dalam larutan dan tidak dapat
disimpan lama. Bahan anestetikum golongan amida stabil terhadap panas, oleh karena
itu bahan golongan amida dapat dimasukkan kedalam autoklaf, sedangkan golongan
ester tidak bisa. Hasil metabolisme golongan ester dapat memproduksi para-
aminobenzoate (PABA), yaitu zat yang dapat memicu reaksi alergi, sehingga golongan

3
ester dapat menimbulkan fenomena alergi. Hal inilah yang menjadi alasan bahan
anestetikum golongan amida lebih sering digunakan daripada golongan ester.11,12,13,17

Tabel 1. Mula dan masa kerja penggunaan anestetikum lokal dengan dan tanpa
vasokonstriktor3,13,20,21

Masa kerja, menit


Anestetikum Mula kerja,
Vasokonstriktor Jaringan
% pulpa
Lokal menit
lunak
Artikain 4 1:200.000 2-3 60 180-300
1:100.000 2-3 60 180-300
Bupivakain 0.5 1:200.000 6-10 90-180 180-720
Lidokain 2 - 3-5 10 60-120
1:50.000 / 3-5 60 180-300
1:100.000
Prilokain 4 - 3-5 5-10 120-180
(infiltrasi)
40-60
(blok saraf)
1:200.000 3-5 60-90 180-480
Mepivakain 3 - 3-5 20-40 120-180
2 1:100.000 3-5 60 180-300

2.2. Mekanisme Kerja

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah

peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium,

sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi

konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin

larut makin poten. Ikatan dengan protein mempengaruhi lama kerja dan
4
konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal

anestetika local dipengaruhi oleh: ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH

(asidosis menghambat blockade saraf), frekuensi stimulasi saraf.3

Mula kerja bergantung beberapa factor, yaitu: pKa mendekati pH

fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat

menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat,

alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat

anestetika local.

5
Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena reseptor

anestetika local adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi; dipengaruhi

oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.3

6
2.4. Teknik Pemberian Anestetik Lokal

1. Anestesia Permukaan

Sebagai suntikan banyak di gunakan sebagai penghilang rasa

oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau dokter keluarga

untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini

aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses

penyembuhan luka. Anestesi permukaan juga di gunakan sebagai

persiapan untuk prosedur diagnostic, seperti bronkoskopi,

gastroskopi, dan sitoskopi.

2. Anestesia infiltrasi

Disini beberapa injeksi di berikan pada atau sekitar jaringan

yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di

kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya: pada

praktek THT atau pencabutan gigi

3. Anestesi regional intravena dalam daerah anggota badan

Aliran darah ke dalam dan ke luar dihentikan dengan

mengikat dengan ban pengukur tekanan darah dan selanjutnya

anestetik lokal yang disuntikkan berdifusi ke luar dari vena dan

menuju ke jaringan di sekitarnya dan dalam waktu 10-15 menit

menimbulkan anestesi. Pengosongan darah harus dipertahankan

minimum 20-30 menit untuk menghindari aliran ke luar, sejumlah

besar anestetik lokal yang

7
berpenetrasi, yang belum ke jaringan. Pada akhir pengosongan

darah, efek anestetik lokal menurun dalam waktu beberapa menit

4. Anestesi infiltrasi

Disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke

dalam jaringan. Dengan demikian selain organ ujung sensorik,

juga batang- bataang saraf kecil dihambat.

5. Anestesi konduksi

Disuntikkan di sekitar saraf tertentuyang dituju dan hantarn

rangsang pada tempat ini diputuskan. Contoh : anestesi spinal,

anestesi peridural, anestesi paravertebral.

2.2 Mekanisme Anestetikum Lokal


Mekanisme anestetikum lokal yaitu dengan menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Bahan ini bekerja pada

8
tiap bagian susunan saraf. Anestetikum lokal mencegah terjadi pembentukan dan
konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada
aksoplasma hanya sedikit saja.
Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat permeabilitas
membran terhadap ion natrium (Na+) akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses
inilah yang dihambat oleh anestetikum lokal, hal ini terjadi akibat adanya interaksi
langsung antara zat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap adanya
perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek anestesi lokal di
dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap,
kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor
pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan
penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian
mengakibatkan kegagalan konduksi saraf.
Anestetikum lokal juga mengurangi permeabilitas membran bagi (kalium) K+ dan
Na+ dalam keadaan istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak
perubahan pada potensial istirahat. Menurut Sunaryo, bahwa anestesi lokal menghambat
hantaran saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan ditemukan hiperpolarisasi
ringan. Pengurangan permeabilitas membran oleh anestesi lokal juga timbul pada otot
rangka, baik waktu istirahat maupun waktu terjadinya potensial aksi.
Potensi berbagai anestetikum lokal sama dengan kemampuannya untuk
meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Mungkin sekali
anestesi lokal dapat meningkatkan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan
membran sel saraf, dengan demikian pori dalam membran menutup sehingga
menghambat gerak ion melalui membran. Hal ini akan menyebabkan penurunan
permeabilitas membran dalam keadaan istiharat sehingga akan membatasi peningkatan
permeabilitas Na+. Dapat disimpulkan bahwa cara kerja utama bahan anestetikum lokal
adalah dengan bergabung dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal Na,
sehingga mengakibatkan terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal ini akan
mengakibatkan hambatan gerakan ion melalui membran.11,13,14,20

9
2.5.1 Klasifikasi Mula Kerja Anestetikum Lokal
Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan mula kerjanya, dibagi menjadi mula
kerja yang cepat seperti kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain dan etidokain.
Mula kerja menengah seperti bupivakain. Mula kerja lambat seperti prokain dan
tetrakain.4,13,22

10
2.5.2 Klasifikasi Potensi Dan Masa Kerja Anestetikum Lokal
Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan potensi dan masa kerja dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu kelompok I yang memiliki potensi lemah dengan masa kerja
singkat (≈30menit) seperti prokain dan kloroprokain. Kelompok II adalah kelompok
yang memiliki potensi dan masa kerja menengah (≈60menit) seperti lidokain,
mepivakain dan prilokain. Kelompok III merupakan kelompok yang memiliki potensi
kuat dengan masa kerja panjang (>90menit). Contohnya tetrakain, bupivakain, etidokain
dan ropivakain.4,13,20

2.7. Obat Anestesi yang sering Digunakan

BUPIVACAINE

Definisi

Sebuah anastesi lokal yang long-acting yang sering digunakan untuk blok saraf, persalinan
,anestesi epidural dan anastesi subdural.Bupivakain (Rinn) adalah obat bius lokal milik
kelompok amino amida. Bupivakain adalah anestesi lokal yang menghambat generasi
dan konduksi impuls saraf. Hal ini umumnya digunakan untuk analgesia oleh infiltrasi
sayatan bedah. Penggunaan preemptive analgesik (termasuk anestesi lokal digunakan
untuk mengontrol nyeri pasca operasi) yaitu sebelum cedera jaringan, disarankan untuk
memblokir sensitisasi sentral, sehingga mencegah rasa sakit atau nyeri membuat lebih
mudah untuk mengontrol.

Indikasi dan Penggunaan untuk Bupivakain

Bupivakain diindikasikan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, blok saraf, epidural, dan
intratekal anestesi. Bupivakain sering diberikan melalui suntikan epidural sebelum
artroplasti pinggul Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi. Bupivacaine
dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjangdurasi efek obat
seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi epidural

11
Kontra Indikasi

Pada pasien dengan alergi terhadap obat golongan amino-amida dan anestesi regional IV (IVRA)
karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi sistemik dari obat
tersebut,hati-hati terhadap pasien degan gangguan hati,jantung,ginjal,hipovolemik
Hipotensi,dan pasien usia lanjut

Farmakodinamik

Bupivacaine adalah agent anastesi local yang sering digunakan,sering digunakan untuk injeksi
spinal pada tulang belakang untuk anatesi total bagian pinggul kebawah. Bupivacaine
bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk
natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan
serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan
tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke
dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa
proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih
tebal.Bupivacaine mempunyai lama kerja obat yang lebih lama dibandingkan dengan
obat anastesi local yang lain. Pada pemberian dosis yang berlebihan dapat menyebabkan
toxic pada jantung dan system saraf pusat .pada jantung dapat menekan konduksi
jantung dan rangsangan, yang dapat menyebabkan blok atrioventrikular, aritmia
ventrikel dan henti jantung, dan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, kontraktilitas
miokard dan depresi vasodilatasi perifer terjadi, menyebabkan penurunan curah jantung
dan tekanan darah arteri. Efek pada SSP mungkin termasuk eksitasi SSP (gugup,
kesemutan di sekitar mulut, tinitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, kejang) diikuti
oleh dmengantuk, hilangnya kesadaran, depresi pernafasan dan apnea)

Farmakokinetik

Digunakan secara injeksi epidural dan bersifat lipofilik dimana 95% terikat protein plasma,
bupivacaine dari ruang subarachnoid relatif lambat, yaitu 0,4 mg/ml pada setiap 100 mg

12
yang diinjeksikan sehingga konsentrasi maksimal di plasma sulit dicapai. Setelah disuntikkan di
ruang subarachnoid dosis maksimal (20 mg) akan menghasilkan konsentrasi plasma <
0,1 mg/ml (Anonim, 1999).Bupivacaine dimetabolisir oleh hepar menjadi 2,6
pipecolylxylidine serta derivetnya, hanya 6% yang diekskresikan dalam bentuk yang tak
berubah (Aninom, 1999).Bupivacaine dapat menembus plasenta. Karena ikatan protein
pada fetus kurang dibandingkan ibu, maka konsentrasi total plasma akan lebih tinggi
pada ibu, walaupun konsentrasi obat bebas plasma sama (Anonim, 1999).

Mula Kerja Obat

Anestesi lokal seperti bupivakain memblok generasi dan konduksi impuls saraf, mungkin dengan
meningkatkan ambang eksitasi untuk listrik pada saraf, dengan memperlambat
penyebaran impuls saraf, dan dengan mengurangi laju kenaikan dari potensial aksi.
Bupivakain mengikat bagian saluran intraseluler natrium dan memblok masuknya
natrium ke dalam sel saraf, sehingga mencegah depolarisasi.

Lama kerja obat

6-8 jam Durasi tindakan dipengaruhi oleh konsentrasi volume suntikan bupivacaine
yang diggunakan.

Dosis dan penggunaan

Bentuk sediaan: 0,25%, 0,5%, 0,75% inj

anestesi lokal
Max: 2 mg / kg atau 175 mg / dosis, 400 mg/24h; Info: onset 2-10min, puncak 30-45min, durasi
3-6h, beberapa konsentrasi pengawet-bebas; conc semua. tersedia w / epinefrin
1:200.000

Anastesi regional

13
Max: 2 mg / kg atau 175 mg / dosis, 400 mg/24h; Info: untuk blok saraf perifer dan simpatik dan
blok epidural; onset 2-10min, puncak 30-45min, durasi 3-6h, beberapa konsentrasi
pengawet bebas; conc semua. tersedia w / epinefrin 1:200.000

anestesi spinal
Info: onset <1min, 15min puncak, durasi 3-6h, beberapa konsentrasi pengawet-bebas; conc
semua. tersedia w / epinefrin 1:200

Efek Samping dan toksisitas

Bupivacaine mempunyai ikatan dengan protein tinggi dan kelarutan dalam lemak yang tinggi,
menyebabkan tingginya durasi dan potensi kardiotoksisitasnya (Rathmell et al., 2004).
Pada konsentrasi tinggi obat anestesi local akan menghambat respirasi mitokondria pada sel yang
mempunyai metabolisme cepat, sehingga akan menurunkan pembentukan ATP, efek ini
tergantung pada lipofilisitas obat anestasi local, dan bupivacaine mempunyai
lipofilisitas yang tinggi, hal inilah yang menyebabkan kardiotoksisitasnya tinggi
(Rathmell et al., 2004).
Ikatan bupivacaine pada chanel Na pada sistem konduksi jantung 100% lebih lama dibandingkan
dengan lidokain, hal ini karena bupivacaine bersifat fast-in, slow-out terhadap chanel
Na sedangkan lidokain bersifat fast-in, fast-out. Hal ini menyebabkan bupivacaine 9
kali lebih kardiotoksik dibandingkan lidokain (Rathmell et al., 2004).
Pada saat bupivacaine masuk ke sistemik, bupivacaine akan berikatan dengan protein. Tetapi
bila tempat pengikatan protein sudah jenuh terikat
6dengan bupivacaine, penambahan dosis bupivacaine secara cepat akan menimbulkan toksisitas.
Sehingga toksisitas bupivacaine sering muncul sebagai neurotoksisitas stimulaneus
(kejang) terlebih dahulu sebelum akhirnya muncul kardiotoksisitas. Kardiotoksisitas
yang muncul berupa fibrilasi ventrikel dan high-grade conduction block. Resusitasi
sangat sulit untuk berhasil (sekitar 70% mortalitas, separuh dari yang selamat dengan
disabilitas jangka panjang) (Rathmell et al., 2004).
Efek samping pada kardiovaskuler dapat berupa efek toksik konsentrasi bupivacaine plasma
yang tinggi, sehingga menyebabkan efek pada jantung, berupa hipotensi kerena

14
relaksasi otot polos arteriol dan depresi langsung pada miokard, sehingga menurunkan
resistensi vaskuler sistemik dan cardiac output (Barash et al., 1997)
• kecemasan, gelisah

• penglihatan kabur

• kesulitan bernapas
• pusing, mengantuk
• detak jantung tidak teratur (palpitasi)
• mual, muntah
• kejang (konvulsi)
• ruam kulit, gatal-gatal (gatal-gatal)
• pembengkakan pada wajah atau mulut
• tremor

Lidokain HCL (Xylocaine)

Penggunaan: anesthesia regional, pengobatan aritmia ventrikuler, khususnya yang berkaitan


dengan infark miokard akut atau pembedahan jantung, perlemahan respons presor
terhadap intubasi (tekanan darah/tekanan intrakranial); perlemahan fasikulasi yang
diakibatkan suksinilkolin.

Dosis Anestesia lokal:

 Topikal, 0,6-3mg/kg (larutan 2%-4%)


 Blok saraf tepi/infiltrative, o,5-5mg/kg (larutan 0,5-2%)
 Transtrakea, 80-120mg (2-3 ml larutan 6%)
 Nervus laringeus superior; 40-60mg (2-3ml larutan 2% pada setiap sisi)

Eliminasi: Hati, paru

Kemasan:

15
 Pemberian parenteral : suntikan untuk suntik IM, 10% suntikan untuk IV langsung, 1%,
2%; suntikan untuk campuran IV, 4%,10%, 20%; suntikan untuk infuse IV, 0,2%, 0,4%,
0,8%.
 Blok saraf tepi/ infiltrasi: 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dengan atau tanpa epinefrin, 1:50.000,
1:100.000, 1:200.000
 Epidural: 1%, 1,5%, 2% bebas pengawet
 Spinal (larutan hiperbarik), larutan 1,5%, larutan 5% dengan dextrose/gukose 7,5%
 Laringotrakea, (dengan kanula laringotrakea), larutan steril 4%

Farmakologi:

Anestesi lokal turunan amida ini mempunyai awitan aksi yang cepat. Menstabilisasi membrane
neuronal dengan inhibis fluks natrium yang diperlukan untuk memulai dan
menghantarkan impuls. Obat ini juga merupakan suatu obat antiaritmik Kelas IB, yang
secara otomatis menekan dan memperpendek periode refrakter efektif dan lama
potensial aksi dari sistem His-purkinje. Lama potensial aksi dan periode refrakter efektif
otot ventrikel juga berkurang. Lidokain intravena dan laringotrakea menurunkan
respons tekanan darah yang ditimbulkan oleh intubasi trakea. Jika diberikan secara
intravena, hal ini sebagian disebabkan oleh efek analgesic dan efek anestetik lokal
(mencerminkan pengiriman obat ke percabangan trakeobronkus yang sangat vascular).
Penurunan tergantung dosis dari tekanan intrakranial merupakan akibat sekunder dari
peningkatan resistensi vascular otak dan penurunan aliran darah otak. Kadar plasma
yang tinggi (seperti yang terjadi pada blok paraservikal) menimbulkan vasokonstriksi
dan mengurangi aliran darah uterus. Dosis terapeutik tidak mengurangi secara bermakna
tekanan darah sistemik, kontraktilitas miokard, atau curah jantung. Dosis yang berulang
menyebabkan peningkatan yang bermakna dari kadar darah karena akumulasi yang
lambat.

Farmakokinetik

Awitan aksi: IV (efek antiaritmik), 45-90 detik; intratrakea (efek antiaritmik), 10-15 deti;
infiltrasi, 0,5-1 menit; epidural, 5-15 menit

Efek puncak: IV (efek antiaritmik), 1-2 menit; infiltrasi/epidural, <30 menit

16
Lama aksi: IV (efek antiaritmik), 10-20 menit; intratrakea (efek antiaritmik), 30-50 menit;
infiltrasi, 0,5-1 jam; w/ epinefrin 2-6 jam; epidural, 1-3 jam

Interaksi/ toksisitas: efek jantung dengan antiaritmik lin seperti fenitoin, prokainamid,
propanolol, atau kuinidin dapat bersifat aditif atau antagonistic; dapat mempotensiasi
efek bloking neuromuskulaer suksinilkolin, tubokurarin; penurunan bersihan pada
pemakaian berbarengan dengan obat-obatan penyekat beta, simetidin; kejang, depresi
pernafasan dan sirkulasi terjadi pada kadar plasma tinggi, benzodiazepine, barbiturate,
dan anestetik volatile meningkatkan ambang kejang; lamanya anesthesia regional
diperpanjang oleh obat-obatan vasokonstriktor (contohnya, epinefrin), agonis alfa-2
(contohnya, klonidin), dan narkotik (contohnya, fentanil); alkalinisasi meningkatkan
kecepatan awitan dan potensi dari anesthesia lokal atau regional.

Pedoman/ peringatan:

1. Gunakan hati-hati pada pasien dengan hipovolemia, gagal jantung kongestif berat, syok,
dan semua bentuk blok jantung
2. Merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap anestetik lokal
tipe anida
3. Benzodiazepine meningkatkan ambang kejang
4. Penggunaan untuk blok paraservikal berkaitan dengan bradikardia dan asidosis janin
5. Jika akses intravena tidak ada, obat dapat diencerkan 1:1 dalam NS steril dan disuntikkan
via suatu pipa endotrakea. Kecepatan, lama absorbs, dan efek farmakologik dari
pemberian obat intratrakea sebanding dengan rute IV
6. Pada blok IV regional, kempeskan manset setelah 40 menit dan tidak kurang dari 20
menit. Antara 20 dan 40 menit manset dapat dikempeskan, dikembangkang dengan
segera, dan setelah 1 menit akhirnya dikempeskan untuk mengurangi absorbs mendadak
dari anestetik kedalam sirkulasi sitemik.
7. Sindrom kauda ekuina dengan deficit neurologic permanen terjadi pada pasien yang
mendapat 100mg larutan lidokain 5% dengan teknik spinal kontinu. Deficit neurologic

17
sementara telah terjadi dengan suntikan bolus dari lidokain 5% hiperbarik (dalam
dekstrose 7,5%), khususnya untuk pembedahan yang dilakukan dalam posisi litotomi
ketika perfusi kauda ekuina dapat terganggu dan sarah lebih rentan. Kerusakan
neurologic konsiten lebih lazim ditimbulkan oleh lidokain 5% hiperbarik dibandingkan
bupivakain.
8. Volume yang disarankan untuk blok pleksus brakialis konsisten dengan data yang ada
mengenai kadar plasma (subtoksik) setelah blok pleksus brakialis. Risiko keracunan
sistemik dapat dikurangi dengan penambahan epinefrin kepada anestetik lokal dan
menghindari suntikan IV, yang dapat menimbulkan reaksi toksik yang segera.
9. Kadar plasma toksik (contohnya, akibat suntikan intravascular yang asidentil) dan
menyebabkan kolaps dan kejang. Tanda dan gejala pramonitor bermanifestasi sebagai
perasaan tebal dari lidah dan jaringan sirkum-oral, rasa logam, gelisah, tinnitus, dan
tremor. Bantuan sirkulasi (cairan IV, vasopressor, natrium bikarbonat IV 1-2 mEq/kg
untuk mengobati keracunan jantung (blockade saluran kalsium), bretilium IV 5mg/kg,
kardioversi/defibrilasi DC untuk aritmia ventrikel) dan mengamankan saluran pernapasan
paten (ventilasi dengan oksigen 100%) merupakan hal yang penting. Thiopental (1-
2mg/kg IV), midazolam (0,02-0,04 mg/kg IV), atau diazepam (0,1 mg/kg IV), dapat
digunakan untuk profilaksis dan/atau pengobatan kejang.
10. Tingkat blockade simpatis (bradikardia dengan blok diatas T5) menentukan tingkat
hipotensi (sering ditandai dengan mual dan muntah) setelah lidokain epidural atau
intratekal. Hidrasi cairan (10-20 ml/kg larutan NS atau Ringer laktat), obat-obatan
vasopressor (contohnya, epinefrin), dan pergeseran uterus ke kiri pada pasien hamil dapat
digunakan untuk profilaksis dan/atau pengobatan. Berikan atropine untuk mengobati
bradikardia.
11. Jika pasien mengalami syok hipovolemik, septicemia, infeksi pada tempat suntikan, atau
koagulopati, suntikan epidural, kaudal, intratekal harus dihindari.
12. Monitor terhadap hipoventilasi dengan melepaskan manset jika ditambahkan relaksan
otot pada larutan anestetik lokal untuk blockade intravena regional.

Reaksi efek samping

 Kardiovaskular : hipotensi, bradikardi, aritmia, blok jantung

18
 Pulmoner: depresi pernapasa, henti napas
 SSP: tinnitus, kejang, kehilangan pendengaran, euphoria, ansietas, diplopia, nyeri kepala
pascaspinal, araknoiditis, kelumpuhan
 Alergik: urtikaria, pruritus, edema angioneurotik
 Epidural/ kaudal/ spinal: spinal tinggi, kehilangan komtrol kandung kemih dan usus,
deifisit motorik, sensorik, otonomik (kontrol sfingter) dari segmen bawah.

19

Anda mungkin juga menyukai