Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia
harapan hidup penduduk. Usia harapan hidup penduduk yang semakin meningkat,
menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang
dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas
(BPS, 2010).
Lanjut usia yang mengalami penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
dapat berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan secara umum dan secara
khusus dapat mengganggu kesehatan jiwa lanjut usia. Kondisi ini menjadikan alasan para
lanjut usia ditempatkan di panti sosial, salah satunya karena kondisi yang sudah tua
sehingga tidak lagi punya nilai produktif (Sari, 2011). Faktor kesibukan keluarga, alasan
ekonomi keluarga dan masalah jarak membuat para lanjut usia kurang mendapat
perhatian dan perawatan dari keluarganya, hal ini dapat menjadi faktor pendorong
keluarga untuk menitipkan anggota keluarga yang lanjut usia di panti sosial (Adwi,
2011).
Terapi musik memiliki dua cabang utama yaitu terapi musik aktif dan terapi
musik pasif. Terapi musik aktif adalah suatu intervensi pemberian terapi musik kepada
peserta berupa bernyanyi, belajar bermain alat musik bahkan membuat lagu singkat atau
dengan kata lain terjadi interaksi yang aktif. Terapi musik secara pasif, peserta hanya
mendengarkan musik yang telah direkam saja tanpa ada keterlibatan aktif dari peserta
tersebut (Halim, 2003).
Hipertensi seringkali ditemukan pada lansia. Dari hasil studi tentang kondisi
sosial ekonomi dan kesehatan lanjut usia yang dilaksanakan Komnas Lansia di 10
Provinsi tahun 2006, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah
penyakit sendi (52,3%) dan Hipertensi (38,8%), penyakit tersebut merupakan penyebab
utama disabilitas pada lansia (Komnas Lansia, 2010).
Seseorang yang telah dinyatakan terkena hipertensi akan direkomendasikan oleh
dokter untuk menjaga tekanan darah agar terkendali dengan konsumsi obat. Selain obat-
obatan, untuk mengatasi hipertensi ada pula berbagai tindakan keperawatan yang dapat
diberikan seperti terapi komplementer yang dapat membantu dalam pengendalian tekanan
darah pada pasien hipertensi, seperti aktifitas fisik, air, makanan, olah nafas, dan musik
sebagai teknik relaksasi (Djohan, 2006).

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dengan irama. Denyut nadi dan degup
jantung manusia pun memiliki irama khusus. Belahan otak kanan menunjukkan aktivitas
kerja ketika diperdengarkan musik. Reaksi yang diperlihatkan otak tergantung jenis
musik yang mempengaruhinya (Sari, 2005 Terapi musik tidak hanya terkait dengan
bidang ilmu seperti psikologi, tetapi juga dapat dimanfaatkan di kalangan medis dan
keperawatan. Terapi musik sekarang digunakan secara lebih komprehensif termasuk
untuk mengatasi rasa sakit, manajemen stres atau stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan bayi (Djohan, 2006).

Banyak musik yang dapat digunakan sebagai terapi untuk penyembuhan seperti
musik klasik ataupun musik tradisional, salah satunya yaitu musik tradisional kecapi
suling. Kecapi suling merupakan alat musik Sunda yang terdapat hampir di setiap daerah
di tatar Sunda. Alat musik tersebut terdiri dari kecapi dan suling. Kecapi suling disajikan
secara instrumental yang menghasilkan alunan nada yang harmoni dan indah. Selain
disajikan secara instrumental, kecapi suling juga dapat digunakan untuk mengiringi Juru
Sekar yang melantunkan lagu secara Anggana Sekar atau Rampak Sekar. Lagu yang
disajikannya di antaranya Sinom Degung, Kaleon, Talutur dan lain sebagainya. Kecapi
suling kini banyak di gemari para kalangan muda, baik di pedesaan mau pun di
perkotaan.Khusus untuk alat kecapinya, saat ini sering digunakan oleh beberapa grup seni
lawak sebagai pengiring seringkali kecapi suling menjadi pelengkap utama yang
lantunannya tidak saja mengiringi lagu-lagu Sunda, tapi juga lagu asing (Disparbud
Jabar, 2010).

Anda mungkin juga menyukai