INFORMASI UMUM
Dalam kondisi area penambangan normal dan dengan pertimbangan bentuk dan
kedudukan lapisan batubara, metode penambangan yang diterapkan pada kegiatan
penambangan di daerah Senakin adalah metode tambang terbuka strip mine.
Kemajuan bukaan tambang mengikuti arah jurus dan kedalaman lapisan batubara.
Bukaan tambang dibuat berjenjang dengan slope umum 25o di bagian low wall dan
42 o di bagian high wall. Lubang tambang awal akan digali terus sampai ke kedalaman
akhir lubang tambang (mined out) menurut blok untuk selanjutnya kemajuan bukaan
akan bergerak searah jurus. Tanah penutup dari lubang tambang awal tersebut akan
ditimbun di tempat timbunan di luar tambang sedangkan tanah penutup dari blok-blok
selanjutnya dapat ditimbun pada lubang tambang yang telah selesai ditambang atau
yang umum disebut sebagai sistem penambangan backfilling.
Kegiatan pengupasan lapisan tanah pucuk (top soil) dan lapisan penutup dilakukan
berdasarkan rencana yang terdapat pada monthly forecast. Pelaksanaan pengupasan
tanah pucuk dilakukan menurut prosedur yang telah ditentukan, dimana prosedur ini
digunakan sebagai pedoman pengaturan keseimbangan banyaknya tanah pucuk,
penjadualan, pengerukan, pengisian dan penempatan tanah pucuk, serta untuk
penyimpanan pengelolaan data dimasa yang akan datang. Pengerukan tanah pucuk
berdasarkan hasil survei mengenai ketebalan/ kedalaman kerukan dan di lapangan
sudah ditandai dengan bendera warna hijau di bawah pengawasan Supervisor
Reklamasi. Rencana pengerukan ini diinformasikan ke Departmen Mining dan
Departemen Engineering.
Tanah pucuk yang sudah dikeruk bisa langsung ditempatkan pada tempat
penyimpanan top soil (Stockpile Top Soil). Lahan yang akan disebari tanah pucuk
harus sudah sesuai dengan design dan dipastikan siap berdasarkan rekomendasi dari
Supervisor Reklamasi. Apabila belum tersedia lahan yang siap tebar, maka tanah
pucuk harus disimpan pada stockpile top soil dan harus didata jumlahnya untuk
memastikan banyaknya jumlah cadangan top soil sebagai acuan untuk rencana yang
akan datang. Lahan yang sudah siap ditebari tanah pucuk diberi tanda bendera warna
kuning sebagai pedoman di lapangan.
Kegiatan reklamasi dan revegetasi sesegera mungkin dilakukan setelah lahan tersebut
tidak terganggu lagi (final). Setiap kegiatan ini memiliki perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi keberhasilan dan pelaporan sesuai dengan dokumen RKTTL
(Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan).
Kebijakan yang diambil oleh perusahaan saat ini adalah mempersiapkan dahulu
fasilitas pengelolaan air limbah dan kemudian memintakan izin pembuangan air
limbah ke Bupati. Setelah semua fasilitas dan izin diperoleh baru fasilitas tersebut
dioperasikan sebagai sarana pengolahan air limpah (IPAL). Perlakuan secara teknis
yang dilakukan adalah membuat settling pond, culvert, gradien channel, tailing dam,
spillway, dan slope 4:1 untuk semua kemiringan lahan.
Pembuatan kolam pengendapan dirancang dalam bentuk dua bagian, yaitu kolam
pertama sebagai tempat untuk pengendapan dan kolam kedua yang berfungsi sebagai
tempat untuk penetralan dan penjernihan air. Pembuatan rancangan kolam
pengendapan dihitung berdasarkan beberapa parameter yang ada di lokasi rencana
tambang yang antara lain, yaitu banyaknya curah hujan, luas daerah tangkapan hujan,
bentuk dan kemiringan permukaan tanah, jenis lapisan tanah penutup, serta jenis
vegetasi yang ada di wilayah tersebut. Ukuran kolam pengendapan pada prinsipnya
disesuaikan dengan mempertimbangkan jumlah air yang akan masuk dalam kolam.
Untuk menjaga agar kolam pengendapan dapat berfungsi dengan baik, maka setiap 3
bulan sekali dilakukan pengambilan atau penggalian endapan dan perbaikan saluran
masuk maupun keluar dari kolam tersebut. Periode pengerukan endapan juga bersifat
dinamis, artinya tidak harus dilakukan setiap 3 bulan sekali, tetapi bisa lebih sering
atau lebih lambat dari jadwal perawatan yang telah ditetapkan tergantung dari tingkat
pengendapan material yang dibawa oleh aliran air yang menuju kolam tersebut.
Tujuan dari pengelolaan air limbah adalah agar air tersebut tidak mencemari
lingkungan dan mampu mendukung kehidupan makluk hidup. Pengelolaan air limbah
atau air larian dari tambang dilakukan karena air ini membawa partikel dan tanah
tererosi yang mengandung senyawa Fe, Al, Mn, dan S. Senyawa-senyawa ini dapat
mengakibatkan turunnya pH dan menyebabkan air bersifat asam.
Pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara pengaturan sistem penirisan (drainase),
pembuatan kolam pengendapan (settling pond), dan netralisasi pH. Sistem drainase
diatur sedemikian rupa sehingga air larian/ limbah dari tambang masuk ke dalam
settling pond. Settling pond di Tambang Senakin ada dua, yaitu kolam pertama yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel batubara, tanah atau senyawa lainnya,
sedangkan kolam pengendap yang kedua berfungsi untuk penetralan pH. Pemberian
kapur di Senakin dimaksudkan untuk menurunkan pH air. Sedangkan untuk
menurunkan tingkat kekeruhan (turbidity) air yang keluar dari tambang ditambahkan
flokulant tawas.
Status Penaatan:
No. Pengelolaan Limbah Cair Penaatan Temuan
1. Ketaatan terhadap Izin Taat Perusahaan telah memiliki izin pembuangan air
limbah ke badan air dari Bupati Kotabaru dan
Menteri Lingkungan Hidup
2. Ketaatan terhadap titik 100% Perusahaan memiliki 20 (dua puluh) titik penaatan
penaatan pemantauan air limbah yang aktif dan seluruhnya sudah
dilakukan pemantauan
3. Ketaatan terhadap parameter 100% Parameter yang dipantau sudah lengkap sesuai
Baku Mutu dengan parameter yang ditetapkan dalam
Peraturan Gubernur Kalsel No 036 Tahun 2008,
Izin Pembuangan Limbah Cair dari Bupati
Kotabaru dan Izin Pembuangan Limbah Cair dari
Menteri Lingkungan Hidup
4. Ketaatan terhadap pelaporan 100% Data yang sudah dilaporkan lengkap sesuai
dengan periode Juli 2012-Juni 2013
5. a. Ketaatan terhadap 100% Semua hasil uji parameter telah memenuhi BMAL
pemenuhan Baku Mutu
b. Pemenuhan Baku Mutu ------ Tim PROPER telah mengambil sampel air limbah
berdasarkan Pemantauan dan menunggu hasil pengukuran dari Laboratorium
Tim PROPER PUSARPEDAL
6. Ketaatan terhadap Ketentuan Taat Telah sesuai dengan ketentuan teknis yang
Teknis dipersyaratkan
Status Penaatan:
No. Pengendalian Pencemaran Udara Penaatan Temuan
1. Ketaatan terhadap titik penaatan 100% Perusahaan memiliki 25 (Dua Puluh
pemantauan Lima) genset dan semuanya telah
dipantau
2. Ketaatan terhadap pelaporan 100% Sudah melaporkan data Semester II
2012 dan Semester I 2013
3. Ketaatan terhadap parameter Baku 100% Semua parameter dari hasil
Mutu Emisi pemantauan semua sumber emisi
sudah dipantau sesuai dengan
Peraturan
4. Ketaatan terhadap pemenuhan Baku 100% Hasil pemantauan emisi seluruh sumber
Mutu Emisi emisi telah memenuhi BME
5. Ketaatan terhadap ketentuan Teknis Semua cerobong sudah dilengkapi
Taat
yang dipersyaratkan dengan sarana dan prasarana sampling
D. Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 telah dilakukan sebagai kewajiban perusahaan yang dalam
kegiatan industrinya menghasilkan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan di tempat
sementara di TPS limbah B3 yang telah diizinkan oleh instansi yang
bertanggungjawab. PT. Arutmin Indonesia – Senakin telah memiliki izin
Penyimpanan sementara limbah B3 yang diterbitkan oleh Bupati Kotabaru sesuai SK
Bupati Kotabaru Nomor: 188.45/427/KUM/2010, tertanggal 08 Desember 2010
dengan masa berlaku izin 5 tahun. Adapun Tempat Penyimpanan Sementara limbah
B3 yang diizinkan ada 2 lokasi yaitu :
1) Lokasi kontraktor PT. Thiess Contractor Indonesia (TCI): berukuran 9.5x15m,
pada titik koordinat 02o54’08.1”LS, 116o16’09.7”BT.
2) Lokasi kontraktor PT. Bukit Makmur Mandiri Utama (Buma): berukuran
o o
11.5x19.5m, pada titik koordinat 02 40’59.2”LS, 116 18’44.0”BT.
Limbah B3 yang disimpan di TPS limbah B3 disimpan tidak melebihi batas waktu
penyimpanan sementara 90 (Sembilan puluh) hari. Selanjutnya limbah B3 dikelola
lebih lanjut dengan diserahkan kepada pihak ketiga pengelola limbah B3. Ketentuan
yang harus dilakukan dalam penyerahan limbah B3 kepada pihak ketiga telah
dilakukan, seperti pihak ketiga pengumpul, pengangkut, dan pengolah akhir telah
memiliki izin yang sesuai dan penggunaan dokumen limbah B3 (Manifest limbah B3)
yang telah sesuai.
Limbah B3 diserahkan kepada pengumpul limbah B3 yang telah memiliki izin yang
sesuai yaitu:
1. PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia Cabang Banjarmasin: SK MENLH Nomor:
63 Tahun 2010, tertanggal 30 Maret 2010, masa berlaku 5 tahun tentang izin
pengumpulan limbah B3.
2. PT. Balikpapan Environmental Service: SK MENLH Nomor: 163 Tahun 2010,
tertanggal 12 Juli 2010, masa berlaku 5 tahun, tentang izin pengumpulan limbah
B3.
3. PT. Nazar: SK MENLH Nomor: 122 Tahun 2010, tertanggal, tertanggal 15 Juni
2010, masa berlaku 5 tahun, tentang Izin Pengumpulan limbah B3.
4. PT. Nazar: SK Kepala BLHD Provinsi Kalimantan Selatan Nomor: 078 Tahun
2012, tertanggal 21 Maret 2012, masa berlaku 5 tahun, tentang izin pengumpulan
limbah B3 berupa limbah B3 jenis padat dan cair non oli bekas.
Limbah B3 yang diserahkan kepada pihak ketiga diangkut oleh pengangkut limbah B3
yang telah memiliki rekomendasi pengangkutan limbah B3 dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan memiliki izin pengangkutan limbah B3 dari kementerian
Perhubungan. Adapun pengangkut limbah B3 tersebut yaitu:
1. PT. Nazar: memiliki rekomendasi pengangkutan limbah B3 sesuai surat Deputi IV
MENLH Nomor: B-4860/Dep.IV/LH/PDAL/05/2012, tertanggal 10 Mei 2012,
masa berlaku 1 (satu) tahun dan memiliki izin dari Kementerian Perhubungan,
masa berlaku s.d. 29 Juli 2013.
2. PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia: memiliki rekomendasi pengangkutan limbah
B3 dari KLH sesuai surat Deputi IV MENLH Nomor: B-140/Dep.IV/LH/01/2011,
tertanggal 6 Januari 2011 dan memiliki izin dari Kementerian Perhubungan, masa
berlaku s.d. 26 Maret 2014.
3. PT. Maju Asri Jaya Utama: memiliki rekomendasi pengangkutan limbah B3 dari
KLH sesuai surat Deputi IV MENLH Nomor: B-808/Dep.IV/LH/01/2012,
tertanggal 26 Januari 2012 dan memiliki izin dari Kementerian perhubungan, masa
berlaku s.d. 17 Maret 2013.
Status Penaatan:
Aspek Pelaksanaan Belum
No. Taat Keterangan
Pengelolaan Limbah B3 Taat
1. a. Pendataan jenis dan volume √ --- Telah melakukan pendataan
limbah B3 yang dihasilkan jenis dan volume limbah B3
yang dihasilkan
b. Pelaporan √ --- Telah melakukan pelaporan
yang sesuai
2. Status perizinan pengelolaan √ --- Telah memiliki izin yang
limbah B3 sesuai
3. Pelaksanaan ketentuan dalam izin --- --- ---
a. Pemenuhan Ketentuan √ --- Prosentase penaatan
Teknis penyimpanan sementara
limbah B3 100%
b. Pemenuhan Baku Mutu --- --- ---
Emisi
c. Pemenuhan Baku Mutu Air --- --- ---
Limbah
d. Pemenuhan Pemanfaatan --- --- ---
4. Penanganan open dumping, --- --- ---
pengelolaan tumpahan, dan
penanganan media terkontaminasi
limbah B3
a. Rencana pengelolaan --- --- ---
b. Pelaksanaan pengelolaan --- --- ---
c. Jumlah tanah terkontaminasi --- --- ---
yang dikelola
d. Pelaksanaan ketentuan --- --- ---
SSPLT
5. Jumlah limbah B3 yang dikelola √ --- Limbah B3 yang dikelola
sesuai dengan peraturan 100%
6. Pengelolaan limbah B3 oleh pihak √ --- Pengelolaan limbah B3 oleh
ke-3 dan pengangkutan limbah B3 pihak ketiga telah sesuai
7. Pengelolaan limbah B3 dengan --- --- ---
cara tertentu (antara lain :
Dumping, Re-injeksi, dll)
Kesimpulan Penaatan √ --- ---
Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
E. Pengendalian Kerusakan Lingkungan
Rekapitulasi Penilaian
KRITERIA PENILIAI
Tidak Potens Potensi
Nilai Potensi i Rusak Rusak
No. Tahapan Lokasi Rusak Ringan Berat Keterangan
Total
(X ≥ 80) (55 < X (X < 55)
< 80)x
F. Pasca Tambang
Kegiatan Revegetasi di Tambang Senakin pada dasarnya adalah upaya untuk
merehabilitasi lahan bekas tambang menjadi lahan yang produktif kembali melalui
praktek-praktek konservasi tanah dan penanaman.
Praktek konservasi tanah meliputi kegiatan :
Pembajakan
Pembuatan saluran air pencegah erosi (rip rap)
Penaburan tanaman penutup tanah (cover crop)
Pemulsaan (mulching)
Penanaman baru
Replanting
Pemeliharaan tanaman
Pembajakan dilakukan pada seluruh lahan reklamasi yang telah dinyatakan siap tanam
dengan maksud menggemburkan tanah untuk mempermudah masuknya oksigen ke
dalam tanah (lapisan bawah) dan meningkatkan porositas. Pembuatan drainase air
dengan kombinasi penggunaan batu pada sisi sepanjang saluran (riprap), conveyor
belt, soil saver, geotextile, dan ban bekas pada dasar saluran agar dapat mengurangi
kerusakan area reklamasi akibat aliran air di permukaan tanah, mengurangi
terbentuknya gully erosion dan rill erosion. Akibat lain yang ingin dihindari dari
proses ini adalah penurunan kualitas air sungai yaitu meningkatnya kekeruhan dan
penurunan oksigen terlarut. Pada saat ini (tahun Juni 2013) Indeks Rehabilitasi telah
mencapai 59.67 %. Angka tersebut merupakan perbandingan antara area yang telah di
rehab dengan area bukaan tambang. Sisa area yang belum direhab merupakan area
yang masih digunakan baik untuk operasional penambangan dan sarana infrastruktur
pendukung.
Pemulsaan diprioritaskan pada area dengan kemiringan yang masih cembung dan
panjang lereng yang besar. Pemulsaan dilakukan setelah kegiatan penyebaran kacang-
kacangan (cover crop). Dam penghambat merupakan tanggul kecil dan bersifat
sementara yang dibangun melintang pada alur/saluran air dengan tujuan untuk
mengurangi kecepatan aliran air hujan yang terkonsentrasi sehingga pada akhirnya
dapat mengurangi erosi yang diakibatkan oleh alur atau saluran air. Sarana ini juga
dapat menangkap sejumlah kecil sedimen yang berasal dari saluran itu sendiri, namun
bukan sebagai tujuan utama. Dam tersebut terbuat dari kayu dengan garis tengah 10-
15 cm dan ditanamkan ke tanah sekitar 50 cm, berada di permukaan tanah sekitar 50
cm.
Jenis tanaman tahunan yang ditanam, terbagi dalam jenis kelompok berdasar sifat
pertumbuhannya dan peruntukannya, yaitu jenis tanaman pioneer dan tanaman multi-
guna (multi purposes tree species) serta tanaman sisipan. Jenis yang termasuk
tanaman pioneer yang ditanam pada triwulan ini antara lain : Alaban (Vitex
Pubescens), Gmelina (Gmelina arborea), Johar (Casia siema), Sengon (Albizia
falcataria), Sengon Buto, Sungkai (Peronema canescens), Trembesi (Samanea
saman) dan lain-lain. Sedangkan tanaman multi guna seperti buah-buahan lokal Asam
(Tamarindus indica), Cempedak (Artocarpus integer), Durian (Durio zibetinus),
Madang (Listea sp.) Rambutan (Nephelium sp.). Penanaman tanaman multi-guna
ditujukan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar tambang akan hasil hutan
baik kayu maupun non kayu (getah, buah, kulit batang dll). Untuk tanaman sisipan
(spesies lokal) yang ditanam seperti Lua, Kayu Hutan, Ulin dan lain-lain. Pemilihan
spesies ini didasarkan atas kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang di tanah
yang cenderung mempunyai pH rendah, miskin hara tanah, kemampuan dekomposisi
daun relatif cepat, tahan terhadap api dan dapat diambil hasilnya kelak oleh
masyarakat sekitar tambang.
Pada level kebijakan, PT Arutmin Indonesia Site Senakin sudah menyusun visi
dan misi perusahaan yang mengacu pada PT Bumi resources sebagaimana telah
tertulis dalam dokumen Indonesian CSR Awards 2011 termasuk visi, misi, tujuan dan
strategi CSR PT Arutmin Indonesia Site Senakin. Adapun visinya adalah :
Berdayanya masyarakat Lingkar Tambang Menjadi Mandiri dan Sejahtera. Sedangkan
misinya : Memberdayakan sumber daya lokal dengan berpegang pada nilai-nilai adat
dan budaya setempat. Dari misi ini diturunkan menjadi dua tujuan, yaitu : 1)
Berpartisipasi dalam pembangunan daerah dengan membangun struktur komunitas
yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam menciptakan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat setempat, 2) Menjalin hubungan yang harmonis dengan
pemangku kepentingan, berdasarkan atas keyakinan, saling percaya, kebersamaan dan
saling menguntungkan. Startegi yang diterapkan untuk mencapai visi tersebut adalah :
1) Membangun kemitraan atas dasar saling menguntungkan antara perusahaan,
masyarakat, pemerintah dan mitra kerja; 2) hidup berdampingan dengan masyarakat,
harmonis dan saling percaya dimana perusahaan beroperasi; 3) Membangun
keswadayaan masyarakat dalam rangka mengelola dan mengembangkan potensi
sumber daya local; 4) berbasis komunitas dan sumberdaya local; 5) Melaksanakan
prinsip-prinsip pengembangan masyarakat (community development); 6) Menyiapkan
kemandirian masyarakat pasca tambang.
4. Perencanaan CSR
Program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Arutmin Indonesia Site Senakin
dilaksanakan secara baik yang melibatkan unsur pemerintah, perusahaan dan
masyarakat. Pada tingkat kabupaten, dibentuk forum CSR yang dibawah koordinasi
Bappeda yang anggotanya terdiri dari perwakilan-perwakilan perusahaan yang ada di
Kabupaten Kotabaru. Forum tersebut bertujuan untuk membangun sinergitas antara
pemerintah dan perusahaan dalam melaksanakan program CSR. Pertemuan
dilaksanakan secara periodik setiap 3 bulan sekali. Forum tersebut disamping sebagai
forum untuk membangun koordinasi antara pemerintah dan perusahaan-perusahaan
tetapi juga sebagai media berbagi informasi dan pengalaman dalam penyelenggaraan
CSR. Forum tersebut akan memberikan manfaat yang besar bagi kepentingan
pemberdayaan masyarakat yang melibatkan ketiga stakeholders (pemerintah,
perusahaan dan masyarakat). sejauh tidak dimanfaatkan untuk kepentingan praktis
penguasa. Oleh karena itu, peran yang dapat dimainkan oleh perusahaan adalah
mengontrol agar forum tersebut konsisten untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berada di sekitar perusahaan.
Pada tingkat perusahaan, secara umum implementasi program CSR bukan
hanya menjadi kewenangan tunggal CDEA melainkan juga melibatkan unit-unit lain
seperti departemen enginering, departemen project, departemen lingkungan dan
departemen finance. Hal ini terutama untuk program-program CSR bidang fisik dan
infrastruktur yang skalanya besar. Koordinasi antar departemen selalu dilaksanakan
mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Program-program community
relation, terutama program pembangunan infrastruktur, Departemen Community
Development dan Affair selalu melibatkan Departemen Engineering untuk
mempersiapkan perencanaan fisik dan teknis, sementara dari Departemen Financial
menyusun alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur
tersebut.
Kebijakan PT Arutmin Indonesia Site Senakin dalam mengembangkan
program CSR dalam rangka memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi ditempuh
melalui pengembangan kerja sama dengan Dompet Dhuafa yang sudah berjalan
selama tiga tahun lebih, keberadaan lembaga ini sudah dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat yang terlibat dalam kelompok-kelompok usaha mandiri dan koperasi.
Mengingat staf Dompet Dhuafa berasal dari luar daerah, maka pemahaman mereka
terhadap wilayah dan sosial budaya masyarakat masih terbatas, agar kegiatan mereka
menjadi lebih sinergis maka perlu adanya komunikasi dan sinergi yang lebih baik
antara staf Dompet Dhuafa dengan CD Officer.
Berdasarkan data lapangan dapat diketahui bahwa cukup banyak program-
program pemberdayaan masyarakat yang sudah berhasil dilaksanakan. Program-
program yang dinilai cukup prospektif untuk terus dikembangkan adalah program
pengembangan peternakan sapi yang ada di Desa Sei Seluang, program ini telah
berhasil meningkatkan penghasilan keluarga miskin yang tergabung dalam kelompok
peternak sapi. Ke depan program ini dapat direplikasi di desa-desa yang lain.
Pengelolaan kelompok peternak sapi ini diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat
sehingga masyarakat merasa bertanggung jawab dan dapat memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk belajar dari proses pendampingan yang dilakukan oleh
Dompet Dhuafa.
Program lain yang cukup prospektif di waktu yang akan datang adalah
program pengembangan perkebunan karet. Program ini cukup menjajikan karena
didukung dengan potensi lahan yang sangat bagus. Sebagai contoh, pengembangan
perkebunan karet di desa Sebuli berkembang cukup baik, masyarakat antusias untuk
mendukung program tersebut. Bentuk bantuan yang diberikan oleh perusahaan adalah
pemberian bantuan bibnit karet unggul yang kemudian diteruskan dengan program
okulasi bibit karet local dengan bibit unggul yang difasilitasi oleh perusahaan.
Program ini didukung dengan sarana yang cukup memadai dengan didirikannya
LPPM sebagai pusat pengembangan ketrampilan masyarakat.
Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan melalui
program CSR dapat dilihat dari dinamika perkembangan lembaga di tingkat lokal.
Dinamika lembaga lokal merupakan salah satu output dari program yang dibina oleh
Dompet Dhuafa selaku mitra PT Arutmin Indonesia Site Senakin. Fungsi dibentuknya
kelembagaan lokal adalah sebagai wadah untuk menampung aspirasi mitra binaan,
serta untuk mengembangkan dan mengamankan dana program dalam suatu system
yang terikat menuju kemandirian masyarakat. Bentuk kelembagaan cukup variatif
seperti koperasi serba usaha yang di dalamnya ada beberapa usaha Lembaga
Keuangan Mikro Syariah dan Unit Usaha.
Meskipun demikian, masih ada program-program pemberdayaan yang belum
berhasil secara optimal, di antara program tersebut adalah program pelatihan. Program
pelatihan yang dilaksanakan selama ini sudah cukup variatif (bidang pertanian,
perkebunan, perikanan, dll) namun pendekatan yang dilakukan masih bersifat
konvensional masih sebatas training delivery, sehingga belum berhasil secara optimal.
Perlu mengembangkan pendekatan pelatihan yang berbasis Community Based
Training (CBT), dimana penyelenggaraan training dilakukan dalam tiga tahapan : pra
training – training delivery – post training. Sementara itu, indikator keberhasilan
sebagian program-program CSR yang dilaksanakan masih terbatas pada indicator
output belum menggunakan indicator outcome sehingga tidak dapat diukur tingkat
kemanfaatannya bagi masyarakat (kelompok sasaran). Padahal semestinya ukuran
keberhasilan dari program pelatihan adalah seberapa banyak peserta pelatihan mampu
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki untuk mendirikan atau
mengembangkan usaha secara mandiri.
Di samping itu, dalam implementasi program CSR juga menghadapi beberapa
persoalan, Pada awalnya (tahun 2000-an) efektivitas program CSR masih perlu
ditingkatkan, dari data yang ada menunjukkan bahwa tingkat efektitas program KUM
yang dilaksanakan oleh LPPM mengalami kredit macet kurang lebih sebesar 70%,
sementara untuk program bantuan perkebunan karet tingkat keberhasilannya masih
sebesar 50%. Hal ini disebabkan karena implementasi program tidak sesuai dengan
kondisi kesiapan masyarakat terutama dalam mempersiapkan lahan. Kondisi ini
menjadi tantangan bagi pengelola program CSR di bawah Departemen CDEA. Pada
saat ini program CSR yang dilaksanakan sudah berjalan lebih efektif, namun belum
ada data yang lebih actual.
Gambar : Produk Kerupuk Udang Binaan Gambar : Srtifikat Produk dan Standar
PT. Arutmin Inbdonesia Senakin Keamanan Pangan
Gambar : Pembangunan Masjid di Desa Gambar : Kebun Karet
Binaan PT.
Wilas (Bantuan PT Arutmin Indonesia Arutmin Indonesia Senakin
di Desa
Senakin) Sebuli
PT. Arutmin Indonesia Site Senakin mempunyai komitmen yang kuat dalam
melaksanakan program CSR, hal ini ditunjukkan dengan adanya system monitoring
dan evaluasi dengan cara memantau pelaksanaan program. Kajian evaluative
dilaksanakan secara periodik 3 tahun sekali yang diintegrasikan dalam kegiatan social
mapping. Secara garis besar kajian evaluasi ini mencakup 3 level, yaitu evaluasi
kebijakan, review persepsi masyarakat terhadap perusahaan, dan evaluasi program-
program yang sudah dilaksanakan pada periode sebelumnya. Secara metodologis
review yang dilakukan terhadap kondisi lingkungan masyarakat secara menyeluruh
dilakukan dengan mencermati kembali mengenai beberapa aspek seperti: review peta
perubahan desa, peta lingkungan dan pemukiman, peta potensi sumber daya, peta
kalender musim, peta kalender pendapatan, peta dampak, peta diagram venn, peta
peran serta perempuan dan peta kebutuhan.
Secara garis besar kajian evaluasi ini memberikan informasi mengenai temuan
atas persepsi masyarakat yang berkaitan dengan keberadaan perusahaan berpartisipasi
dalam mensejahterakan masyarakat, pergaulan karyawan, pengelolaan dampak
lingkungan, penyediaan kesempatan kerja, manfaat keberadaan perusahaan dan
penghormatan terhadap adat budaya setempat), dan penyelenggaraan program
Community Development (CD) PT. Arutmin Indonesia Site Senakin, yang
menggambarkan mengenai pelibatan masyarakat, kesesuaian kebutuhan, sosialisasi
program, identifikasi kelompok sasaran, pendampingan, modal sosial dan
kemandirian, dimana hasil persepsi ini dapat dijadikan parameter (benchmark) untuk
mengukur tingkat perubahan persepsi masyarakat. Pada tingkat teknis, evaluasi
dilakukan pada setiap program, sehingga dapat diketahui apakah proses, output dan
outcome program sudah sesuai dengan perencanaan atau ada penyimpangan.
Sedangkan pada tingkat empiris, mekanisme pelaksanaan kegiatan baik yang berupa
pembangunan fisik maupun program pemberdayaan ekonomi masyarakat, mekanisme
pencairan dana dilakukan secara bertahap, dan setiap tahapan dimulai diikuti dengan
penilaian apakah pelaksanaan program sudah sesuai dengan kesepakatan yang
disepakati, apabila sudah sesuai maka baru dikucurkan dana stimulant berikutnya.
Gambar : Areal Reklamasi tahun 2007 Gambar : Contoh areal yang direklamasi
8. Lesson Learned