Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fitrina Rachmadanty Siregar

NIM : 17/418242/PKU/16734

Kelas : MMR Reguler 2017

TUGAS TOPIK 1 – 14 AGUSTUS 2017 – Prof.dr.Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D.

1. Identifikasilah situasi atau keadaan yang berpotensi untuk terjadinya medical error di
rumah sakit.
2. Lakukan pengamatan di RS untuk mengidentifikasi:
a. Error of ommission
b. Error of commission
c. Clinical negligence
d. Slip
e. Lapses
3. Berdasarkan beberapa kasus di atas, jelaskan bagaimana saudara membangun
budaya safety untuk meminimalkan risiko.
4. Berikan 2 contoh intervensi patient safety yang applicable untuk rumah sakit saudara
(sumber: jurnal berbahasa Inggris)

Dikumpulkan ke gamel.fk.ugm.ac.id paling lambat Senin 21 Agustus 2017 pukul


12.00 WIB

JAWABAN

1. Situasi/ keadaan yang berpotensi menimbulkan terjadinya medical error di rumah


sakit
- Kelelahan petugas kesehatan (shift yang terlalu panjang)
- Jumlah pasien yang terlalu banyak setiap harinya
- Pengisian riwayat penyakit yang tidak lengkap pada rekam medis
- Fasilitas/ peralatan yang kurang lengkap
2. Contoh diambil berdasarkan wawancara dengan salah satu dokter praktek di salah
satu RSU di Bandung
- Error of ommission: Anamnesis yang kurang lengkap, misalnya tidak
menanyakan kepada pasien perihal riwayat pemakaian obat pengencer darah,
sedangkan dalam hal ini pasien membutuhkan tindakan bedah minor. Akibatnya
terjadi perdarahan pada pasien.
- Error of ommission: Memberi antibiotik pasien dewasa tanpa skin test,
kemudian muncul alergi.
- Error of ommission: Dokter melakukan tindakan di luar kompetensinya. Pernah
terjadi dokter spesialis THT akan melakukan operasi hipertrofi tonsil, akan tetapi
area operasi tertutup/ terhalang oleh gigi sehingga dokter tersebut melakukan
pencabutan gigi tanpa berkonsultasi dengan dokter gigi.
- Error of commission: Dokter jaga sering kali tidak mengkonfirmasi terapi yang
dilakukan saat berkonsultasi ke dokter spesialis sehingga terjadi kesalahan
penulisan terapi, seperti salah nama obat/ sediaan obat.
- Error of commission: Kompetensi dokter yang kurang. Dokter jaga seharusnya
memiliki kemampuan membaca EKG akan tetapi pernah terjadi dokter jaga salah
dalam menginterpretasi EKG sehingga terapi yang diberikan kepada pasien
kurang tepat.
- Clinical negligence: Dokter bedah meninggalkan kassa di dalam abdomen saat
melakukan pembedahan.
- Perawat tidak lengkap dalam melakukan identifikasi pasien, misal: hanya
memanggil nama depan pasien, sehingga tidak jarang terjadi kekeliruan.
Seharusnya pasien dipanggil dengan nama lengkap dan menyebutkan identitas
lain seperti tanggal lahir.

Contoh lain, berdasarkan pengamatan di poli gigi sebuah klinik pratama di


Sleman, Yogyakarta
- Error of commission: Dokter gigi mencabut elemen gigi yang salah.
- Dokter gigi salah menulis elemen gigi yang telah dilakukan perawatan, sehingga
apabila pasien datang untuk melanjutkan perawatan, terjadi kebingungan pada
dokter gigi lain yang saat itu bertugas.
- Slip: Penempatan alat (elevator dan forceps) dengan tumpuan yang tidak
adekuat saat tindakan pencabutan gigi dapat menyebabkan ulkus traumatik pada
mukosa mulut.
- Lapses: Dokter gigi lupa tidak memberikan edukasi pascaekstraksi secara
lengkap kepada pasien, misalnya pasien tidak boleh sering berkumur dan
meludah setelah tindakan pencabutan gigi.
3. Membangun budaya safety untuk meminimalkan risiko:

a. Put the focus back on safety


Patient safety harus menjadi prioritas strategis dari pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab penuh dalam membangun
dan mempertahankan fokus patient safety di dalam rumah sakit.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien tentu tidak mudah,
akan tetapi dalam pelaksanaannya dibangun suatu persepsi bahwa memberikan
pelayanan yang aman bagi pasien adalah hal yang tidak sulit untuk dilakukan.
c. Encourage open reporting
Pimpinan/ manajer rumah sakit perlu untuk membuat budaya yang
mendorong pelaporan dengan mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan
pasien termasuk tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Perlu juga
diadakan evaluasi dan diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi
sehingga dapat menjadi menjadi pembelajaran bagi semua staf.
d. Make data capture a priority
Sistem pencatatan data perlu dibuat untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas rumah sakit selama waktu tertentu. Misalnya data mortalitas.
Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa
melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
e. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien bukan hanya merupakan tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf
juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan
keselamatan terhadap pasien.
f. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Dibutuhkan peran yang besar
dari pemimpin rumah sakit sebagai pengarah jalannya program.
g. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety dapat memberikan
pengaruh yang positif. Misalnya dengan melibatkan perwakilan masyarakat umum
dalam komite keselamatan pasien sebagai salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien).
h. Develop top-class patient safety leaders
Untuk membangun sistem pelayanan yang memprioritaskan patient safety,
perlu meningkatkan budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim
yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi. Rumah sakit perlu
melakukan kegiatan-kegiatan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan
keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan
anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.
(Sumber: Hasting G. 2006. Service Redesign: Eight steps to better patient safety.
Health Service)

4. Contoh intervensi patient safety

Menurut Ashley et al. (2014), peningkatan mutu pelayanan dengan pengembangan


patient safety tidak dapat dilakukan tanpa memahami seberapa baik atau seberapa buruk
pelayanan yang dilakukan saat ini, serta memiliki visi yang jelas sampai mana
pengembangan mutu akan dilakukan. Oleh karena itu perlu dikembangkan alat untuk
mengukur posisi mutu pelayanan saat ini melalui suatu audit klinis.

Siklus audit klinis terdiri dari 5 tahap yaitu (1) mengidentifikasi topik audit
berdasarkan permasalahan klinis yang terjadi di lapangan, (2) menetapkan standar,
biasanya berdasarkan standar ideal yang sudah ditetapkan sebelumnya, (3) mengumpulkan
data melalui pengamatan praktek klinis, (4) analisis data dan membandingkan dengan
standar, (5) mengimplementasikan perubahan dan praktik klinis untuk tujuan
pengembangan. Siklus audit klinis ini akan efektif jika prosesnya diulang terus menerus
sehingga menjadi spiral audit klinis. Dalam proses audit klinis ini diperlukan komite khusus
untuk memastikan efektivitas kegiatan audit klinis.
Pada level pelayanan primer, issue patient safety juga menjadi perhatian khusus.
Menurut Bailey et al. (2014), kejadian error pada pelayanan medis digambarkan seperti
lapisan-lapisan keju Swiss dengan lubang-lubang pada masing-masing lapisannya. Masing-
masih kesalahan yang terjadi pada setiap level/ tahap tindakan akan menimbulkan adverse
outcome pada tahapan selanjutnya, kecuali dilakukan pencegahan. Oleh karena itu pada
setiap lapisan tindakan perlu ada kontrol dari berbagai aspek di antaranya: prosedur yang
tepat, kebijakan, profesionalisme pemberi pelayanan kesehatan, tim, individu dalam tim,
lingkungan, dan peralatan yang digunakan.

Sumber:

Ashley MP, Pemberton MN, Saksena A, Shaw A, Dickson S, 2014, Improving patient safety
in a UK dental hospital: long-term use of clinical audit, British Dental Journal, 217(7)

Bailey E, Tickle M, Campbell S, 2014, Patient safety in primary care dentistry: where are we
now?, British Dental Journal, 217(7)

Anda mungkin juga menyukai