Anda di halaman 1dari 3

Tarik Ulur Pergantian Nama Jalan Raya Darmo Surabaya

Selain Jalan Tunjungan, Surabaya memiliki sebuah jalan yang menjadi ikon.

Jalan ini merupakan jalan utama yang menghubungkan wilayah selatan dan utara Surabaya. Dipagari
dengan aneka rupa bangunan lama dan baru, jalan tersebut menjadi titik wajib ketika berkunjung ke
Kota Surabaya. Tak lain dan tak bukan, jalan ini adalah Jalan Raya Darmo.

Mungkin, hanya Surabaya yang memiliki jalan bernama Jalan Raya Darmo. Saya masih belum
menemukan kota lain memiliki jalan dengan nama ini. Jalan Raya Darmo sendiri melintasi beberapa
tempat penting, semisal Taman Bungkul, kompleks sekolah dan gereja Santa Maria, Monumen
Perjuangan Polri, dan tempat lain. Bisa dikatakan, Jalan Raya Darmo adalah denyut nadi kehidupan
warga Surabaya.

Nah, mengingat pentingnya jalan ini, bisa disebut Jalan Raya Darmo menampilkan sisi utama Kota
Surabaya. Makanya, kebersihan pedestrian dan aneka pepohonan dirawat secara apik oleh Pemkot
Surabaya. Halte bus yang melintas di jalan ini juga dirawat sebaik-baiknya sehingga nyaman untuk
digunakan oleh warga.

Namun, tak banyak yang tahu, mengapa jalan ini disebut sebagai Jalan Raya Darmo? Mengapa tidak
diberi nama lain yang biasanya mencerminkan sebuah jalan protokol?

Sebenarnya, tidak ada yang tahu secara pasti asal mula penamaan nama Darmo ini. Ada yang
menyebut, nama Darmo dimulai dari penyebutannya dalam Serat Pararaton. Darmo adalah seorang
tuan tanah pribumi yang menguasai wilayah di sekitar tempat yang kini disebut Jalan Raya Darmo
tersebut.

Tutur cerita turun-temurun lain mengatakan bahwa Darmo adalah seorang jongos (pembantu) orang
Belanda. Jongos ini begitu setia terhadap tuannya. Cerita lain menyebutkan bahwa Darmo bermakna
Dharma, atau dalam bahasa Jawa berarti kewajiban, undang-undang, candi, kuburan, atau tempat
suci lain. Bisa dikatakan, dharma adalah bentuk ketaatan seorang manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa atau dengan sesama manusia.

Nama Darmo telah lekat dengan jalan ini. Mengucapkan nama Jalan Raya Darmo, orang Surabaya
akan langsung paham dengan keberadaan jalan yang dimulai dari persimpangannya dengan Jalan
Raya Diponegoro dari arah Kebun Binatang Surabaya (KBS).

Tapi, tak banyak yang tahu, dalam perjalanannya, jalan protokol ini pernah akan digianti namanya
dengan nama lain. Nama pahlawan sempat menjadi pengganti jalan ini. Di masa pemerintahan Wali
kota Soenarto Sumoprawiro, menjelang HUT Kota Surabaya ke-708 pada 31 Mei 2001, Jalan Raya
Darmo akan diubah menjadi Jalan Soekarno-Hatta.

Walau alasan pengubahan ini bertujuan baik, namun segera saja rencana itu ditentang habis-
habisan. Alasannya, nama Darmo sudah begitu pas mereperesentasikan Kota Surabaya. Meski,
Surabaya adalah salah satu kota di Indonesia yang tidak memiliki nama jalan Soekarno-Hatta. Kota
ini juga tidak memiliki satu pun bangunan penting dengan nama kedua tokoh proklamator tersebut.
Kalaulah ingin mengubah nama Jalan Raya Darmo, ada usulan kala itu menggunakan nama mantan
wali kota Surabaya yang memiliki jasa penting, semisal Doel Arnowo, penggagas pembangunan Tugu
Pahlawan Surabaya. Mengingat, ada nama mantan wali kota Surabaya yang sudah dijadikan nama
jalan. Sang pemimpin tersebut bernama Mustajab. Jalan Wali kota Mustajab kini juga menjadi jalan
penting di sekitar pusat pemerintahan Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur.

Alasan historis juga menjadi dasar penolakan tersebut. Sejak zaman kolonial, Jalan Raya Darmo
menjadi jalur perdagangan dan lalu lintas utama bagi warga kota dan pemerintah kolonial. Aneka
perumahan elit yang dikenal sebagai Darmo Boulevard juga terdapat di sekitar jalan itu. Artinya,
kedekatan warga Surabaya dan jalan ini sudah terjalin erat sejak dahulu kala.

Upaya untuk mengganti Jalan Raya Darmo dengan nama pahlawan ternyata bukan yang pertama
kali. Pada tahun 1961, kala Surabaya dipimpin oleh wali kota Raden Satrio Sastrodiredjo, pernah
tercetus penggantian Jalan Raya Darmo menjadi Jalan Patrice Lumumba. Mungkin, banyak yang
bertanya, siapakah sosok Patrice Lumumba? Dari provinsi mana ia berasal?

Uniknya, sang pahlawan yang akan dijadikan nama jalan pengganti Jalan Raya Darmo adalah seorang
tokoh politik Kongo dan pendiri Movement National Congolais (MNC). Lumumba berhasil
membentuk pemerintahan Kongo pada tahun 1960 setelah berhasil memenangkan pemilu.
Sayangnya, pada masa pemerintahannya ini, Kongo berada pada kondisi sulit akibat pemberontakan
militer dan terbunuh pada tahun 1961.

Kematian Lumumba mendapat simpati dari seluruh dunia. Termasuk pula Presiden Soekarno yang
kala itu gigih menentang kolonialisme di Asia-Afrika. Mengingat pada masa itu Indonesia berada
pada masa Demokrasi Terpimpin, maka loyalitas kepada Bung Karno sangat kuat. Para elit tak segan
melakukan kegiatan yang ditujukan sebagai simbol loyalitas kepada Bung Karno. Salah satunya
dengan mengganti nama Jalan Raya Darmo ini.

Maka, pada tanggal 13 Maret 1961, sesuai SK Walikotapraja Surabaya nomor 187-k (pembetulan),
Jalan Raya Darmo diubah menjadi Jalan Patrice Lumumba. Sayangnya, usia nama jalan baru ini hanya
sekitar lima bulan. Pada Agustus 1961, SK itu dicabut dan nama Jalan Raya Darmo dikembalikan
sesuai asalnya hingga kini. Penolakan dari warga dengan alasan tertentu yang membuat nama
Darmo tetap ada di jantung Kota Surabaya.

Penolakan warga mengenai perubahan nama jalan ini sejatinya juga terjadi di berbagai wilayah.
Artinya, jalan sebagai simbol kota, juga menjadi ajang atau ruang untuk berbagai kompetisi antara
berbagai kepentingan politik. Nama jalan juga wujud dari perebutan kontrol atas produksi makna
simbolik dalam pembangunan lingkungan kota. Jalan Raya Darmo akhirnya tak diganti namanya
seperti jalan lain. Sebut saja Jalan Simpangplein yang menjadi Jalan Pemuda dan Kaliasin yang
menjadi Jalan Basuki Rahmad.

Alih-alih mengubah nama Jalan Raya Darmo, kini Wali kota Surabaya Tri Rismaharini menjadikan
jalan ini sebagai percontohan jalan lain di Surabaya. Bu Risma dengan telaten mempercantik jalan ini
agar tetap nyaman dilalui. Beliau tak segan memarahi habis-habisan orang-orang yang mencoba
mengusik ketenangan Jalan Raya Darmo, seperti yang pernah terjadi saat pembagian es krim gratis
di sekitar Taman Bungkul. Acara yang mengakibatkan rusaknya pohon dan tanaman hias yang telah
dirawat sejak bertahun-tahun.
Nah, bagaimana dengan kota Anda? Apakah pernah terjadi pro kontra perubahan nama jalan?
Ceritakan yuk di kolom komentar.

Anda mungkin juga menyukai