Anda di halaman 1dari 191

BAB I

RUANG LINGKUP MANAJEMEN STRESS KERJA (BURNOUT)

A. Lingkup Manajemen Stress Kerja

Peranan pendidikan dalam kehidupan sangat penting bagi bangsa


Indonesia. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Demikian pentingnya peranan pendidikan, maka dalam UUD 1945
diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat
pendidikan, pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya
diatur dalam Undang-Undang. Sebagai penghasil sumberdaya manusia yang
handal dan sebagai penyedia jasa (service provider), pendidikan memiliki
kewajiban untuk menciptakan manusia berkualitas melalui suatu proses
pendidikan secara efektif. Secara umum, penyedia jasa pendidikan di
Indonesia terdiri dari dua macam jasa yaitu pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. Penyedia jasa pendidikan
dikategorikan menurut tujuan penyedia jasa dan bersifat nirlaba. Perguruan
tinggi sebagai salah satu instrumen pendidikan nasional diharapkan dapat
menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan tinggi serta
pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah ilmiah yang dapat
meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam
Undang- Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), penyelenggara pendidikan tinggi nasional yang berlaku di
Indonesia dilakukan oleh pemerintah. Jasa pendidikan tinggi terdiri dari
pendidikan Akademik dan Pendidikan Profesi, sedangkan satuan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berbentuk Akademi, Politeknik,
Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas baik yang negeri maupun swasta.
Sebagai sebuah organisasi, Perguruan Tinggi tentunya dituntut memiliki
perencanaan-perencanaan strategik yang berkaitan dengan usaha menunjang
kelancaran kegiatannya serta usaha pengembangan lebih lanjut. Untuk
pengembangan, maka diperlukan adanya upaya secara berkelanjutan untuk
merealisasi berbagai program kegiatan baik yang menyangkut dimensi
personalia maupun dimensi material dan manajemen administratif dan yang
paling penting untuk dikaji lebih dalam lagi adalah pengembangan dimensi
personalianya yang menyangkut peningkatan kualitas kerja sumberdaya
manusia (khususnya dosen) yang berada pada PT. Disebut penting karena
salah satu elemen pokok dalam PT sebagai sebuah organisasi adalah
kesediaan dan kemauan dosen untuk memberikan sebagian daya upaya
masing-masing secara nyata pada sistim kerjasama dalam berorganisasi.
Konsep ini memfokuskan perhatian tentang bagaimana memotivasi dosen
untuk bekerja sama secara manusiawi dengan atasannya, rekan dosen, staf
administrasi maupun dengan mahasiswa. Hubungan manusiawi ini lebih
menekankan kepada terciptanya suatu kondisi lingkungan kerja yang lebih
baik, penyelia yang simpatik, tunjangan yang lebih baik, motivasi kerja yang
lebih baik sehingga kesemua hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja
organisasi yang secara tidak langsung juga telah mempengaruhi tingkat
kepuasan kerja (Straus dan Sayles, 1996 dalam Zaenal Abidin Sahabuddin,
2009). Dosen selaku civitas akademika dalam setiap aktivitasnya pasti akan
mengadakan kontak langsung dengan individu-individu yang telah
disebutkan atas, seperti dalam bentuk pertemuan rapat secara periodic
dengan atasannya, hubungan rekan kerja dengan sesama dosen dan staf
adminstasi secara rutin maupun interaksi antara dosen dengan mahasiswa
dalam bentuk perkuliahan, seminar, bimbingan dan hubungan dalam bentuk
lainnya. Namun tingkat rutinitas pekerjaan seorang dosen yang selalu
mengadakan kontak langsung dengan individu lain secara tinggi pasti akan
menjadi determinan bagi lahirnya suatu kondisi yang dikenal dengan istilah
”Burnout”, seperti ; kelelahan emosional (yang ditandai dengan
berkurangnya sumber emosional di dalam diri seperti rasa kasih, empati, dan
perhatian), memandang rendah dan meremehkan, bersikap sinis serta kasar
kepada orang lain, juga merasa dirinya tidak kompeten dan tidak efektif
serta kurang puas dengan apa yang telah dicapai dalam pekerjaan.
Pendapat ini didasari oleh beberapa hasil kajian ilmiah antara lain : Cordes
dan Dougherty (1993) dalam Low et al., (2001) yang mengungkapkan
bahwa Burnout mungkin saja atau biasa terjadi dalam berbagai jenis
pekerjaan dan kondisi. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Maslach
yakni bahwa Burnout lebih dekat hubungannya dengan profesi-profesi
penolong seperti perawat, pendidik (seperti guru atau dosen), pekerja sosial
serta tenaga penjual atau tenaga pelayan yang selalu berhadapan langsung
dengan konsumen. Profesi-profesi yang memiliki kecenderungan untuk
mengalami Burnout tersebut, kemudian menjadi sampel penelitian yang
ramai diteliti , antara lain oleh ; Dubisky at al., (1992) ; Moncrief et al.,
(1997) ; Babakus at al., (1999) ; Brashear at al., (2000) ; Low at al., (2001) ;
Zagladi, (2004) dan Harris at al., (2006).
Pendapat terakhir Burnout pada guru sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat
pertama, sekolah lanjutan tingkat umum hingga perguruan tinggi di Amerika
Serikat oleh Sweeney dan Summers, (2002) yang membuktikan bahwa
Burnout pada umumnya dialami juga oleh guru dan tenaga pendidik lainnya.
Demikian juga tak terkecuali peran sector swasta dalam perannya
sebagai suatu organisasi yang bersama – sama dengan bekerja dalam
pengembangan perekonomian suatu Negara sangat pasti dan tidak terlepas
kemungkinan mengalami hal yang sama manakalah diperhadapkan dalam
proses pekerjaan yang dilakukannya di suatu jaringan organisasi perusahaan
sangat pasti diperhadapkan dengan apa yang dinamakan sebagai Burnout
atau stress kerja yang bias dialami oleh karyawan perusahaan.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dikatakan bahwa Burnout


sangat mungkin dialami oleh tenaga dosen, baik dosen dengan status
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dpk maupun dosen yayasan (dosen swasta).
Burnout yang mungkin dialami oleh tenaga dosen yang sementara
menduduki jabatan struktural secara pasti disebabkan karena adanya
kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan bagi dosen tersebut. Salah satu
penyebabnya karena adanya konflik peran yang dihadapi oleh dosen.
Konflik peran yang dimaksud bersumber dari buruknya hubungan atasan,
rekan dosen dan staf yang rendah serta tingkat keakraban yang rendah juga
menjadi pemicu buruknya hubungan tersebut. Konflik antara sesama rekan
dosen yang terjadi pada PTS disebabkan oleh adanya persaingan internal di
antara dosen tersebut, terutama dalam hal perebutan jumlah mata kuliah
yang diasuh dan jam mengajar. Konflik yang samapun terjadidengan
mahasiswa, dan seperti yang telah dijelaskan di atas, hal ini disebabkan oleh
karena tingginya tingkat rutinitas pertemuan antara dosen dengan mahasiswa
dalam bentuk perkuliahan, pendampingan mahasiswa (permentoran),
seminar, pengujian dan bentuk hubungan lainnya. Konflik lainnya lahir dari
tanggung jawab lain yang harus dipikul oleh dosen yaitu menduduki salah
satu jabatan struktural pada Perguruan Tinggi . Dalam hal ini seorang dosen
akan diperhadapkan dengan 2 (dua) pekerjaan, tanggung jawab dan tuntutan
harapan yang berbeda dari pekerjaannya sebagai seorang dosen maupun
sebagai seorang pejabat struktural. Fenomena ini selaras dengan hasil kajian
empiris yang diteliti Dubisky at al., (1992) yang menyimpulkan bahwa
konflik peran pada tenaga penjualan ternyata berpengaruh (negatif) terhadap
tingkat kepuasan. Temuan ini diperkuat oleh hasil penelitian yang sama oleh
Brashear at al., (2000). Faktor lain yang relatif berpotensi menyebabkan
lahirnya Burnout pada dosen adalah beban kerja yang harusditanggung oleh
dosen tersebut. Beban kerja tersebut antara lain ; banyaknya jumlah mata
kuliah yang diasuh per semester, melakukan berbagai kegiatan penelitian
dan kegiatan pengabdian pada masyarakat serta harus berpartisipasi aktif
dalam berbagai kegiatan-kegiatan kepanitiaan. Beban kerja kerja tersebut
akan semakin berat, karena ditambah dengan tugas lainnya yaitu sebagai
pejabat struktural yang harus diembani oleh dosen tersebut dan dalam
kenyataannya dosen-dosen tersebut sering kali ditugasi untuk memenuhi
seminar, undangan atau petemuanpertemuan ilmiah mewakili atasannya. Hal
ini dipertegas oleh hasil kajian Shaw dan Weekly, (1985) dalam peneltian
mereka yang berjudul “The effect of objective work load variations of
psychological strain and post work load performance” yang menjelaskan
bahwa work overload (kelebihan beban kerja) berpengaruh secara positif
terhadap perceive pressure (perasaan tertekan).
Kedua determinan Burnout di atas didukung oleh Moncrief at al.,
(1997) menjelaskan bahwa Konflik peran mempengaruhi secara langsung
terhadap Burnout, sementara kepuasan kerja dapat mengurangi Burnout.
Sedangkan selaras dengan Shaw dan Weekly, (1985), Zagladi (2004)
menemukan bahwa beban kerja yang berlebihan berpengaruh positif
terhadap Burnout, konflik peran tidak berpengaruh terhadap Burnout dan
kelelahan emosional (salah satu dimensi Burnout) yang tinggi berpengaruh
negatif terhadap kepuasan kerja. Determinan Burnout lainnya justru berasal
dari motivasi intrinsik dosen tersebut. Brewer, 1994 (dalam Karatepe dan
Tekinkus, 2006) menjelaskan bahwa motivasi intrinsik adalah merupakan
salah satu kunci talenta terbaik dari pekerja yang berada di garis depan.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik
merupakan variabel yang dapat mengurangi intensitas Burnout. Pernyataan
di atas dapat dibenarkan melalui hasil wawancara yang dilakukan penulis
dengan beberapa dosen PTS baik yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dpk maupun yang berstatus dosen swasta ataudosen yayasan yang sementara
menempuh pendidikan lanjut pada berbagai universitas Motivasi intrinsic
tersebut berupa adanya persepsi dari dosen PT tersebut, bahwa mereka akan
mempunyai peluang untuk lebih cepat dalam pengusulan kenaikan pangkat
fungsional jika menduduki salah satu jabatan struktural pada lembaga tempat
pengabdiannya. Proksi motivasi intrinsik lainnya yaitu bahwa mereka juga
tertarik untuk mendapatkan pengakuan, merasa tertarik dengan tugas itu
sendiri, juga memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugasnya
serta memiliki motivasi untuk memajukan lembaga tempat mengabdi.
Kontribusi pengaruh motivasi intrinsik ini diteliti oleh Low at al., (2001)
dalam hasil penelitiannya yang menggunakan 148 tenaga penjualan sebagai
objek terteliti, mengungkapkan bahwa semakin tinggi motivasi intrinsik
maka konflik peran akan semakin rendah. Mereka juga mengemukakan
bahwa semakin tinggi motivasi intrinsik maka Burnout akan semakin rendah
dan semakin tinggi Burnout maka akan menurunkan tingkat kepuasan kerja.
Berdasarkan pemaparan fenomena yang berpatokan pada kajian empiris
terdahulu tentang Burnout serta konsekuensinya terhadap tingkat kepuasan
kerja, maka variabel anteseden dari Burnout dalam penelitian ini : (1).
Konflik peran (Dubisky at al., (1992) ; Moncrief at al., (1997) ; Babakus,
(1999) ; Brashear at al., (2000) ; Low at al., (2001) ; Zagladi, (2004) ;
Lankau at al., (2006) ; Harris et al., (2006) dan Bhanugopan, (2006)). (2).
Kelebihan kelebihan beban kerja (Shaw & Weekly, (1985) ; Zagladi, (2004)
dan Bhanugopan, (2006)). (3). Motivasi intrinsik (Low at al., (2001);
Karatepe dan Tekinkus, (2006)). Variabel-variabel tersebut adalah variabel
anteseden yang akan diuji secara empiris dan dianalisa pengaruhnya
terhadap Burnout serta besarnya konsekuensinya terhadap tingkat kepuasan
kerja. Hal ini dapat diartikan sebagai suatu pengungkapan yang sama sekali
tidak bertujuan untuk ”mengecilkan” atau bahkan menolak masuknya
variabel lain dalam penelitian ini yang semula ”terkesampingkan”, namun
relevansi variable tersebut merupakan gambaran nyata dihadapi oleh dosen
pada PT Memang diakui penulis bahwa kajian mengenai Burnout serta
konsekuansinya terhadap tingkat kepuasan kerja telah banyak dilakukan.
Namun masih belum cukup menjelaskan fenomena secara integratif dan
meneliti pada subyek, serta dimensi variable anteseden yang diungkap
seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Secara umum, hal ini tentu saja
merupakan celah penelitian yang dapat ”dimasuki” penulis untuk meneliti
lebih lanjut, di samping celah penelitian yang diperoleh dari hasil telaah
kajian empiris terdahulu.
Demikian juga tak terkecuali peran sector swasta dalam perannya
sebagai suatu organisasi yang bersama – sama dengan bekerja dalam
pengembangan perekonomian suatu Negara sangat pasti dan tidak terlepas
kemungkinan mengalami hal yang sama manakalah diperhadapkan dalam
proses pekerjaan yang dilakukannya di suatu jaringan organisasi perusahaan
sangat pasti diperhadapkan dengan apa yang dinamakan sebagai Burnout
atau stress kerja yang bias dialami oleh karyawan perusahaan. Siapa yang
tidak kenal dengan Apple.Inc. Perusahaan ternama asal Amerika Serikat ini
benar-benar menjadi fenomena baru teknologi dunia. Sejak didirikan pada
tahun 1976 oleh Steve Jobs dan Steve Wozniak, berbagai macam produk
telah dikeluarkan oleh Apple. Yang terbaru, sebut saja iPhone dan iPad.
Kedua produk Apple tersebut benar-benar menguasai pasar telekomunikasi
dan gadget dunia. Total penjualan iPhone pada April tahun 2012 ini telah
mencapai angka 35,1 Juta unit atau naik sekitar 88% dibandingkan tahun
sebelumnya (Apple Conference Call, 2012). iPad pun pada kuartal pertama
ini telah menyentuh angka penjualan fantastis sebesar 11,8 Juta unit (naik
lebih dari 100% dibandingkan tahun sebelumnya). Secara keseluruhan,
jumlah pemasukan Apple pada kuartal ini telah mencapai US$ 39,2 Miliar
dengan total keuntungan bersih sebesar US$ 11,6 Miliar. Apple-pun
dinobatkan sebagai top 20 perusahaan terkaya di dunia dan top three
perusahaan dengan perolehan laba tertinggi di dunia periode 2011-2012
(Bambang, 2012).
Ironisnya, di saat Apple bahagia karena hasil perolehan keuntungannya
yang terus meningkat, Foxconn yang notabene adalah perusahaan perakit
hampir seluruh produk Apple justru dalam suasana mencekam. Tuntutan
kenaikan upah yang disertai dengan ancaman bunuh diri masal oleh para
pekerja Foxconn seolah menjadi noda hitam dalam keberhasilan Apple.
Hingga awal tahun ini, tercatat lebih dari 18 usaha percobaan bunuh diri
telah dilakukan oleh pekerja Foxconn di berbagai lini produksi. Tiga belas
diantaranya berakhir pada kematian. Beban kerja yang tinggi, lingkungan
kerja yang ketat, serta upah yang tidak adil memberikan tekanan kerja
tersendiri bagi para pekerja Foxconn.
Laporan Center for Research on Multinational Corporations dan
Students & Scholars Against Corporate Misbehaviour (Sacom)
mengungkapkan bahwa sekitar 500 ribu karyawan bekerja dalam kondisi
tertekan. Mereka dipaksa berkerja bagai mesin. Jam kerja Foxconn yang
melebihi batasan jam kerja legal di China seakan menjadi bukti akan hal
tersebut. Rata-rata pegawai Foxconn bekerja selama 60 jam setiap pekannya.
Padahal, batasan jam kerja yang dilegalkan di China hanya selama 49 jam
setiap pekannya. Seringkali, mereka terpaksa tidak mengambil ‘jatah libur’
guna memenuhi target produksi yang telah ditetapkan perusahaan.
Permintaan pasar terhadap produk Apple yang terus meningkat tiap
tahunnya memaksa para pekerja Foxconn untuk bekerja lebih keras melebihi
batas kemampuan yang mereka miliki.
Gambar 2. Suasana dan Lingkungan Kerja Foxconn

Kerja lembur tanpa libur bukan merupakan satu-satunya isu yang


dihadapi Foxconn terkait stres yang dialami pekerja mereka. Hasil survey
Fair Labor Association dan lembaga-lembaga independen lainnya
mengungkapkan bahwa terdapat stressor-stressor (pemicu stres) lain yang
diindikasi berperan terhadap stres yang dialami para pekerja Foxconn,
seperti; upah kerja yang relatif kecil jika dibandingkan dengan jam
kerja yang dihabiskan oleh para pekerja Foxconn (pekerja Foxcon rata-
rata mendapatkan upah sebesar USD 350-400 setiap bulannya atau sekitar
Rp. 3 Juta - 4 Juta per bulan. Sebanyak 64% pekerja Foxconn mengatakan
bahwa upah mereka tidaklah bisa menutupi kebutuhan dasar mereka),
lingkungan kerja yang mirip militer (semuanya serba disiplin dengan
aturan yang kaku dan ketat), perlakuan kerja yang tidak manusiawi
(seperti jam istirahat kerja yang hanya 2x10 menit, sehingga tidak jarang
para pegawai terpaksa menahan kebutuhannya untuk membuang air
besar/kecil lantaran ia telah menggunakan jam istirahatnya, teriakan dan
omelan para manajer terhadap pegawai yang melakukan kesalahan, susah
bergerak akibat terlalu lama memakai jaket plastik dan sepatu bot ketika
merakit produk, serta seringkali pekerja Foxconn mengalami kebengkakan
di kakinya, nyaris tidak mampu berdiri lagi karena terlalu lama berdiri dalam
kerja shift 24 jam), ruang atau kamar asrama perusahaan yang penuh
sesak dengan ratusan pekerja dan desain bangunan yang mirip penjara,
penggunaan anak-anak muda sebagai buruh perusahaan (Foxconn
hanya mau merekrut pekerja berusia 20-28 tahun, bahkan ada sebagian
pekerja yang masih berusia belasan tahun), serta kurangnya kepedulian
Foxconn terhadap cedera yang dialami pekerja, baik karena tanggung
jawab kerjanya (seperti penggunaan bahan kimia beracun untuk
membersihkan produk) ataupun musibah akibat kurangnya protokol
keselamatan (seperti kebakaran perusahaan yang terjadi 2 tahun lalu yang
menewaskan 4 pekerja dan melukai hampir 75 pekerja). Tidak ada bentuk
kepedulian sama sekali dari Foxconn. Jikalaupun ada, biasanya itu terjadi
lantaran adanya desakan dari pihak ketiga agar Foxconn lebih peduli
terhadap nasib pekerjanya.
Akibat kondisi tersebut, banyak pegawai Foxconn yang merasa stres
dan melakukan upaya bunuh diri. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Liu
Zhi Yi (21 tahun), seorang reporter sebuah surat kabar China yang
melakukan penyamaran menjadi pekerja Foxconn guna mengetahui kondisi
kerja Foxconn sebenarnya. Setelah 28 hari penyamarannya, Liu
menyimpulkan, “tidak ada keraguan lagi bahwa terdapat hubungan yang
sangat jelas antara tingkat stres yang dialami oleh pekerja Foxconn dengan
upaya percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh mereka. Total sebanyak 13
pekerja muda telah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri akibat stres
yang mereka rasakan. Disamping itu, akibat sibuknya mereka dengan
rutinitas bekerja, kebanyakan pekerja tidak mengenal satu sama lain
(ghizmodo.com dan berbagai sumber).”
Foxconn tidak tinggal diam. Berulang kali mediasi coba dilakukan
Foxconn untuk mengatasi masalah ini. Berbagai alternatif solusi pun telah
dijalankan. Mulai dari menyediakan fasilitas CARE center untuk menjaga
kesehataan psikologis pekerja, memasang jala di setiap gedung bertingkat
Foxconn untuk mencegah timbunya korban bunuh diri baru, membuat surat
perjanjian tidak akan bunuh diri dengan pekerja mereka, menuruti
permintaan pekerja akan kenaikan gaji, menyediakan distress room,
pengadaan fasilitas hiburan baru seperti restoran, kafe internet, bioskop,
kolam renang untuk menyegarkan mental pekerja, mengurangi jam kerja
lembur, peningkatan penggunaan robot untuk mencapai efesiensi, hingga
memberikan pesangon (meski nilainya relatif kecil) bagi pekerja yang
memilih berhenti bekerja, tetap saja hal itu tidak mengurangi tingkat stres
yang dialami pekerja Foxconn. Sebanyak 200-300 pekerja justru
mengancam akan melakukan bunuh diri masal pada awal tahun 2012 ini.
Gambar 3.
CARE center dan jala yang dibuat Foxconn sebagai upaya untuk
mencegah adanya korban bunuh diri serta lowongan kerja Foxconn yang
selalu ramai peminat

CEO Foxconn, Terry Gou, seakan sudah jenuh dan tidak peduli lagi
akan permasalahan tersebut, ia mengatakan, “Hon Hai (Foxconn) has a
workforce of over one million worldwide and as human beings are also
animals, to manage one million animals give me a headache (Blodget,
2012).” Gou menganggap bahwa isu negatif tentang perlakuan buruh yang
menyerang Foxconn bukanlah semata kesalahan dirinya. Hal itu (upah kecil,
jam kerja panjang) merupakan permasalahan yang umum terjadi di berbagai
industri manufaktur dunia. Lagipula, meski isu tersebut semakin sering
terpublikasi media, ternyata hal itu tidak mengurangi minat rakyat China
untuk bekerja di Foxconn. Antrian panjang selalu terjadi ketika Foxconn
membuka lowongan kerja. Foxconn lagi-lagi memiliki bargaining power
yang lebih tinggi atas pekerjanya. Pekerja Foxconn semakin tidak memiliki
pilihan selain bekerja keras dalam pekerjaan saat ini dengan menerima upah
dan kondisi yang ada atau memutuskan untuk keluar dan bekerja keras
mencari pekerjaan lain.

POKOK PERMASALAHAN

1. Apakah yang melatarbelakangi stress yang ada di Foxconn?


2. Bagaimana manajemen perusahaan menangani dan mengurangi
tingkat stres pekerja yang dialami pekerja Foxconn?

B. ANALISA KASUS DAN TEORI


a. Stres Kerja
Stres kerja dapat didefinisikan sebagai suatu tanggapan dalam
menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik
seseorang (Luthans, 1992). Baron dan Greenberg (1999) mendefinisikan
stres kerja sebagai reaksi – reaksi emosional dan psikologis yang terjadi
pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Sedangkan, Rivai dan Mulyadi (2003) menjelaskan bahwa
timbulnya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara
karakteristik kepribadian pegawai dengan karakteristik aspek-aspek
pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Secara
keseluruhan, stres kerja dapat diartikan sebagai suatu respon (bisa berupa
reaksi emosional ataupun psikologis) dari setiap individu baik positif
maupun respon negatif yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara
kepribadian, psikologis dari setiap individu dengan karakteristik
pekerjaannya.
Berdasarkan definisi tersebut, tampak jelas bahwa kasus yang terjadi di
Foxconn, China, merupakan akibat dari adanya stres kerja yang dialami para
pegawainya. Ada ketidakseimbangan antara kepribadian pekerja Foxconn
dengan karakteristik pekerjaan yang dihadapinya, selain itu adanya beban
kerja yang berlebih dengan imbalan yang tidak sebanding atas apa yang
mereka kerjakan semakin memberikan tekanan psikis tersendiri bagi mereka.
Permasalahanpun semakin rumit ketika beban kerja yang mereka dapatkan
ternyata lebih tinggi dari yang mereka bayangkan. Upah yang kecil serta
perlakuan manajemen yang diluar batas manusiawi semakin menambah
derita pekerja. Para pekerja pun bereaksi dengan menuntut perbaikan gaji,
kondisi kerja, jam kerja, serta perlakuan yang lebih baik dan manusiawi.
Bahkan, mereka mengancam untuk melakukan tindakan bunuh diri jika
tuntutan mereka tidak dipenuhi oleh Foxconn (acute stressor).
b. Faktor – Faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor penyebab stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja
dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik,
manajemen di organisasi dan hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.
Sedangkan, faktor personal berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman
pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan
mengembangkan diri (Dwiyanti, 2001 dalam Rivai and Mulyadi, 2003:
hal.310). Merekapun membagi faktor penyebab stres ke dalam tujuh
kelompok yaitu orang yang stres karena tidak adanya dukungan sosial
(lingkungan/rekan kerja), tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan di kantor, pelecehan seksual, kondisi fisik lingkungan
kerja, manajemen yang tidak sehat, tipe kepribadian individu, serta peristiwa
yang dialami individu di luar lingkungan kerjanya. Adapun, National
Association of Social Worker (2008) mengungkapkan bahwa faktor-faktor
pemicu stres kerja (jobs stressor) yang biasa dialami oleh para pekerja,
diantaranya adalah heavy workload, lack of time to do job,
difficult/challenging clients, overall inadequate compensation, dan salary
not comparable to collegues in similiar jobs.
Berdasarkan hal tersebut, faktor yang menyebabkan terjadinya stres
pada pekerja Foxconn dapat dikelompokkan ke dalam 8 hal sebagai berikut :
1. Tidak adanya dukungan sosial
Tidak ada interaksi sosial yang baik antar pegawai Foxconn. Mereka
tidak memiliki waktu untuk bercengkrama dengan sesama karyawan,
bahkan untuk sekedar saling menyapa. Pegawai Foxconn dipaksa
untuk bekerja lembur selama 60 jam, padahal aturan legal batasan
lembur yang hanya sebatas 49 jam tiap bulannya, waktu istirahat
kerjapun hanya 2x10 menit.
2. Pelecehan
Teriakan-teriakan dari supervisor/manajer produksi sering diterima
para pegawai Foxconn. Kesalahan sedikit akan berbuah cacian atau
pun makian bagi mereka. Dari berbagai sumber, memang belum ada
yang menyatakan akan terjadinya pelecehan fisik (contohnya:
pukulan) di Foxconn, tetapi kekerasan berupa pelecehan verbal tidak
jarang terjadi.
3. Kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung
Lingkungan kerja perusahaan beromzet Rp. 9 Triliun ini sama sekali
tidak mendukung untuk bekerja, ruangan pabrik yang panas, asrama
yang begitu sesak dengan desain bangunan yang mirip penjara serta
aturan-aturan perusahaan yang sangat ketat menjadi tempat
keseharian pekerja dalam menghabiskan waktu. Hal ini tentu saja
bukan kondisi yang ideal bagi karyawan Foxconn untuk bekerja dan
beraktivitas. Meskipun, telah ada perbaikan-perbaikan serta
penambahan fasilitas baru oleh Foxconn akhir-akhir ini, tetap saja
hal itu tidak menyelesaikan permasalahan utama mereka terkait stres
pekerja. Permasalahan utama bukan terletak pada fasilitas,
akantetapi pada sikap dan cara pandang manajemen Foxconn.
4. Manajemen yang tidak sehat
Foxconn dikenal sebagai perusahaan yang sering berperilaku buruk
terhadap pekerjanya. Hal ini tidak terlepas dari sikap CEO Foxconn
yang secara tersirat menganggap pekerjanya sebagai binatang dan
terlalu otoriter. Karyawan atau buruh yang melakukan kesalahan
seringkali dipermalukan di depan umum, teriakan dari para atasan
pun merupakan hal yang biasa dalam suasana kerja Foxconn.
Mereka tidak menghargai hak–hak asasi yang dimiliki para
pekerjanya. Manajemen Foxconn hanya berorientasi pada profit
dengan memaksimalkan kuota produksi, bukan berorientasi pada
people.
5. Heavy workload
Pandangan CEO Foxconn yang mengibaratkan pekerjanya sebagai
binatang, sangat terlihat dalam sikap mereka memperlakukan
karyawan. Pekerja Foxconn dipaksa untuk bekerja melebihi batasan
waktu kerja yang dilegalkan di China. Mereka bekerja selama 60
jam setiap pekannya, bahkan tanpa waktu libur jika permintaan
produksi meningkat.
6. Overall inadequate compensation
Jam kerja lembur tanpa hari libur dengan upah yang amat sangat
tidak sebanding merupakan ciri khas dari Foxconn. Para pekerja
Foxconn hanya mendapatkan upah sebesar USD 350-400 setiap
bulannya. Namun pada awal tahun 2013, sesuai perjanjian, Foxconn
dan Apple sepakat untuk menaikkan gaji karyawan sebesar 25%
atau sekitar USD 750 per bulannya.
7. Overload and Underload
Greenberg (2011, hal. 193) mendefinisikan overload sebagai suatu
penyebab stress dalam pekerjaan namun masih secara global. Ada
dua jenis tipe overload (J.L. Gibson, et. al). Kedua jenis tersebut
yaitu Qualitative overload dan Quantitative overload. Qualitative
overload terjadi ketika seseorang merasa memiliki kekurangan
sehingga tidak mampu untuk memenuhi standar kerja yang tinggi.
Sedangkan Quantitative overload merupakan hasil dari banyak
pekerjaan yang dilakukan atau tidak memiliki waktu cukup untuk
memenuhi pekerjaannya. Underload merupakan rasa jemu akibat
melakukan pekerjaan sama yang berulang-ulang (monoton).
Para pekerja Foxconn menghadapi kondisi kerja yang overload
(kuantitatif) dengan kondisi psikis yang underload. Pekerjaan
pabrikan yang monoton dengan target produksi yang tinggi dan
waktu pemenuhan yang sempit serta ancaman pelecehan dari
manajemen jika bekerja buruk, seringkali menyebabkan pekerja
Foxconn bekerja keras melebihi batas kemampuan mereka. Para
pekerja Foxconnpun banyak yang kehilangan motivasi kerja (mulai
dilanda kebosanan-boredom) dan apathy (cuek dengan lingkungan
kerjanya).
Gambar 4.
Underload-Overload Continuum
Source: Gibson, et al; 2006: p. 202
8. Salary not comparable to collegues in similiar jobs
Dibandingkan dengan pekerja di manufaktur pembuat Samsung,
upah yang diterima pekerja jauh lebih kecil. Tercatat, upah pekerja
Foxconn per bulannya adalah sebesar USD 350 sementara pekerja di
pabrikan Samsung menerima upah USD 2000 setiap bulannya. Upah
yang sangat rendah diterima pekerja Foxconn untuk ukuran
perusahaan beromzet Rp. 9 Triliun dengan 35% kekuasaan pasar.

C. Dampak Stres Kerja


Stres kerja yang terjadi di dalam suatu organisasi bisa menjadi suatu hal
yang menguntungkan tetapi juga dapat menjadi hal yang sangat merugikan
bagi perusahaan maupun karyawan. Pada umumnya dampak negatif dari
stres kerja kepada perusahaan dapat berupa terjadinya kekacauan, hambatan
baik dalam manajemen maupun operasional kerja, mengganggu kenormalan
aktivitas kerja, menurunkan tingkat produktivitas, menurunkan komitmen
organisasi, menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan, turnover
pekerja (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).
Sementara dampak negatif stres kerja kepada karyawan dapat berupa
(Arnold, 1986 dalam Rivai and Mulyadi, 2003: hal.317) ; terganggunya
kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi
individu dalam pengambilan keputusan.
Stres kerja yang dialami pekerja Foxconn pada umumnya memberikan
dampak negatif baik bagi perusahaan ataupun karyawan itu sendiri. Kondisi
terburuk adalah meningkatnya angka bunuh diri yang dilakukan oleh pekerja
Foxconn dari tahun ke tahun (gangguan psikologis). Adapun, dampak
negatif bagi perusahaan adalah tingginya tingkat turnover pekerja (data
statistik Foxconn mengungkapkan bahwa lebih dari 5% pekerja mereka telah
mengundurkan diri tiap bulannya) dan terjadinya kekacauan baik dalam
manajemen maupun operasional kerja karena karyawan tidak bekerja dengan
maksimal sebagai akibat penuntutan kenaikan gaji serta ancaman bunuh diri
(masal).

D. Strategi Mengelolah Stres


Stres dapat dicegah dengan pengelolaan manajemen yang lebih baik.
Suatu organisasi perlu mendirikan atau membuat stress management. Bagan
dari target organizational stress management program dapat dilihat pada
gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut, manajemen dapat menyiapkan
program dengan target untuk (1) mengidentifikasi dan memodifikasi stres
pekerja, (2) mengajak pegawai untuk mengidentifikasi jenis stress dan
dampak stress itu sendiri, (3) memberikan dukungan kepada pekerja melalui
fasilitas/saran menghindari stres. Perubahan suasana kerja yang cepat
mungkin tidak bisa langsung dilakukan. Namun, dapat dilakukan perlahan
dan step-by-step. Metode ini adalah salah satu alternatif yang dapat
diterapkan di Foxconn.
Stres yang dihadapi oleh pekerja Foxconn merupakan stres dengan
stadium tinggi (acute stressor). Manajemen Foxconn hendaknya mampu
mengatasi permasalahan ini dengan adaptif dan efektif. Diperlukan metode
pendekatan yang tepat dalam mengelola stres. Suprihanto (dalam Rivai and
Mulyadi, 2003: hal. 319) menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan yang
biasa digunakan perusahaan dalam mengelola stres yang dialami pekerjanya,
yaitu pendekatan indidvidu dan pendekatan organisasi.

1). Pendekatan Individual


Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yang bisa dilakukan
oleh perusahaan Foxconn untuk menghadapi karyawan yang mengalami
stres kerja adalah memberikan perhatian dan dukungan secara individu,
mengatur waktu kerja dengan baik, menyediakan jasa konseling bagi
seluruh karyawan sebagai wadah karyawan untuk berkonseling
mengenai kehidupan, dan serta menjadwalkan untuk mengadakan wisata
bersama karyawan hal ini perlu untuk menghilangkan stres serta lebih
mendekatkan karyawan dengan pimpinannya dan juga sesama
karyawan. Adanya wadah untuk bersosialisasi maupun kegiatan
sosialisasi bagi karyawan dipercaya dapat menjaga emotional pekerja
tetap stabil. Sosialisasi merupakan suatu proses individu mempelajari
nilai dan kebutuhan perilaku untuk menjadi anggota organisasi yang
efektif (Gibson, 2006, hal. 216).

Organization Stress Management and


prevention Program

Target at:

1 3
2

Work and Nonwork


Stressor
Outcomes of stress:
 Workload
 Job conditions
 Role conflict and
Employee  Physiological
ambiguity Perceptions/experience  Emotional
 Career development of stress  Behavior
 Interpersonal relations
 Aggressive behavior
 Conflict between work
and nonwork (child
care and elder care)

Gambar 5
Organizational stress management program target
Source: John M. Ivaneevich, Michael T. Matteson, Sara M, Freedman,
and James S. Phillips, “Worksite Stress Management,” American
Psychologist, 1990, p.253 in Organizational Behavior Structure Process,
Gibson, 2006.

2). Pendekatan Organisasional.


Strategi dengan pendekatan organisasional merupakan strategi yang
sangat efektif dilakukan oleh perusahaan Foxconn karena awal stres dari
karyawan adalah manajemen perusahaan yang tidak baik. Pendekatan
organisasional yang bisa dilakukan perusahaan Foxconn adalah dengan
menciptkan iklim organisasi yang kondusif, pembuatan keputusan
partisipatif yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan,
membenahi sistem manajemen di dalam perusahaan, menempatkan
karyawan di divisi yang sesuai dengan kemampuannya, mendesain
kembali manajemen yang ada di perusahaan Foxconn, pemimpin
perusahaan harus lebih manusiawi dan mempunyai jiwa kepemimpinan
yang tinggi yang mampu mengayomi seluruh karyawannya,
melaksanakan program kesejahteraan bagi pegawai seperti memberikan
asuransi kesehatan bagi karyawan dan keluarga, serta memberikan
bantuan pendidikan kepada anak–anak dari karyawan. Selain itu yang
terpenting adalah membangun komunikasi yang baik antara pimpinan
dengan karyawan, dan komunikasi antara sesama karyawan. Dengan
strategi ini akan bisa membuat karyawan mendapatkan pekejaan yang
sesuai dengan kemampuannya, serta terciptanya hubungan interpersonal
yang sehat.
Selain melalui dua pendekatan tersebut, dapat menggunakan beberapa
pendekatan berikut ini:
1. Person-Environment (P-E) fit
P-E fit adalah suatu pendekatan yang secara umum, berfokus pada dua
dimensi. Pertama, menyesuaikan penghargaan (reward) atas kinerja
pekerjaan seseorang dengan kebutuhan pekerja. Dan yang kedua,
memberikan pekerjaan yang tepat bagi pekerja sesuai dengan
kompentensi, kemampuan, dan keinginan (desire) yang pekerja miliki.
P-E fit dapat diterapkan di Foxconn, terutama dalam pemberian reward
kepada pekerjanya. Reward yang akan diterima pegawai selayaknya
seimbang dengan apa yang telah didedikasikan pekerja ke perusahaan.
2. Employee Assistance Programs (EAPs)
EAPs adalah merupakan layanan yang diberikan perusahaan untuk
membantu pekerja dan keluarganya mengelola tantangan pekerjaan dan
kehidupan sehari-hari. Foxconn dapat menerapkan ini melalui kegiatan
konseling tatap muka, kunjungan/komunikasi keluarga pekerja,
pelatihan dan pengembangan serta critical incident support services
(konsultasi khusus karena suatu tragedi tragis seperti dampak bunuh diri
terhadap kondisi psikologis pekerja lain, rencana pemulihan dan
pemulihan).
3. Wellness Programs
Wellness programs adalah suatu aktifitas yang berfokus pada
keseluruhan kesehatan pegawai baik secara fisik maupun mental (health
promotion programs). Program ini dapat diterapkan di Foxconn guna
memantau kesehatan pekerja dan pemenuhan fasilitas yang diterima
pekerja. Wellness programs dapat menjadi tolak ukur standar kesehatan
pekerja maupun lingkungan kerja Foxconn.

E. Rekomendasi
Dari analisa diatas, kami dapat memberikan beberapa rekomendasi
untuk Foxconn, yaitu:
 Meningkatkan kinerja CARE center dengan menggencarkan program
konsultasi psikologikal (manajemen stres) gratis melalui pendekatan
personal. Kami berpendapat stress management merupakan hal
paling urgent bagi perusahaan Foxconn saat ini. Melalui program ini
diharapkan tingkat stress pekerja dapat dikurangi.
 Memberikan fasilitas yang layak bagi pekerja, perbaikan bangunan
(asrama maupun pabrik) dan kakus segera dilakukan.
 Foxconn perlu mengubah kebijakannya dalam hal recruitment,
pekerja berusia di atas 28 tahun diperbolehkan untuk bekerja di
Foxconn. Mengingat pada usia tersebut orang cenderung matang
dalam bertindak dan memiliki keluarga.
 Menambah kinerja otomatisasi sehingga dapat menciptakan
fleksibilitas jam kerja.
 Memberikan waktu cuti / menerapkan shift kerja bulanan mengingat
China memiliki banyak sumber daya manusia.
 Memberlakukan sistem rotasi kerja ke berbagai lini produksi
Foxconn guna mengurangi kejenuhan akibat bekerja.
 Tidak ada jalan lain bagi Foxconn selain wajib meningkatkan upah
pekerja. Peningkatan upah kerja ini bisa melalui kerjasama dengan
rekan bisnis Foxconn seperti Apple, Microsoft, Nintendo, Acer dan
lain sebagainya. Hal ini sebenarnya sejalan dengan tren tuntutan
masyarakat akan kepedulian etis perusahaan.
 Mengeratkan hubungan manajemen dengan pekerja melalui
program-program tertentu, seperti job-fit-training, vacation,
undercover boss, ataupun dengan hanya sekedar membuka pintu
komunikasi melalui e-mail dan dengar pendapat.

F. PENYAJIAN MATERI

1.Pengertian Stress

Dalam sejarah manusia struktur sosial dan ekonomi kehidupan


modern sekarang ini telah menciptakan lebih banyak stress dibanding masa-
masa sebelumnya. Pekerjaan, broken home dan ada beberapa sumber atau
penyebab stress secara umum (yang oleh para psikolog disebut stressor) bisa
berupa bencana besar (angin badai, tsunami, gempa bumi) kejadiaan-
kejadian di dalam kehidupan individu (kehilangan pekerjaan, kehilangan
orang yang dicintai karena kematian atau putus cinta) kondisi yang tidak
menyenangkan (tinggal disuatu daerah yang berhimpit dan bising) dan masih
banyakpenyebabpenyebabstressyanglain.

Stres adalah suatu rangsangan yang menegangkan psikologis dari


suatu organisme,tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang menekan organ
tubuh dan atau dirisendiri,suatu keadaan ketegangan psikologis karena /
kecemasan.Kata “stres” telah digunakan sejak awal tahun 1900-an untuk
menggambarkan situasi yang menimbulkan perubahan secara fisik dan
psikis dalam diri kita.Sulit untuk mengartikannya karena stres muncul dalam
begitu banyak bentuk. Tiap orang memandang stress secara berbeda-
berbeda. Stres dapat menjadi berbahaya atau malahan membantu, tergantung
keadaan.Beberapa stres menguntungkan karena memotivasi kita untuk
meningkatkan kinerja dan membuat perubahan-perubahan dalam hidup kita.
Jika kita tidak memiliki stres , kita tidak akan melakukan fungsi apa pun..

Stress adalah tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan


atau beban atasnya yang bersifat non spesifik. Namaun disamping itu stress
dapat juga merupakan factor pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu
gangguan atau penyakit.Stres dapat terjadi akibat adanya pemicu, misalnya
sebuah situasi atau peristiwa yang terjadi pada kita.

Peristiwa tersebut dapat bersifat fisik maupun emosional, seperti


kecelakaan mobil,perdebatan di kantor , kehilangan pekerjaaan, atau
kehilangan orang yang kita kasihi.Stres juga bisa timbul akibat respon fisik
dan psikis kita terhadap peristiwa tersebut. Itu bisa berupa respon terhadap
ancaman yang kita rasakan atau yang sebenarnya belum terjadi, tapi kita
khawatirkan akan terjadi, seperti tidak mendapatkan promosi di kantor.
Dalam beberapa kasus, persepsi lebih menguasai kita daripada kenyataan.
Tak peduli bahwa peristiwa tersebut tidak akan pernah terjadi ancamannya
sendiri sudah cukupuntuk menimbulkan respons dalam bentuk stress.

Stres bisa timbul akibat tuntutan- tuntutan yang kita letakkan dalam
diri kita.Mialnya berusaha menjadi seorang perfeksionis atau disukai oleh
setiap orang.Tak sesuatu pun yang kita lakukan cukup sempurna sehingga
kita dapat terus-menerus mengulangi atau memperbaiki tugas tertentu untuk
dapat dilakukan dengan sangat tepat.Beberapa orang menghabiskan seluruh
hidup mereka dengan berusaha menyenangkan setiap atau mengungguli
mereka.Mereka menciptakan tekanan dan tuntutan yang amat besar terhadap
diri mereka sndiri untuk sedapat-dapatnya mencapai tingkat kesempurnaan
dan penerimaan yang memungkinkan.

Stres juga bisa menjadi respons terhadap sebuah situasi positif,


seperti pindah kerumah baru, mendapatkan promosi, menikahkan
anak.Dalam beberapa kasus orang menunjukkan ketakutan dan kecemasan
dan beberapa lagi hampir tidak mampu mengatasinya.Stres menimbulkan
lebih banyak tuntutan terhadap tubuh, baik fisik maupun mental. Saya
memakai istilah “penyebab stress” untuk menunjukan situasi dan peristiwa
yang menciptakan sebuah respons, dan istilah “ stress” sebagai reaksi tubuh
terhadap penyebab tersebut.

Jika diamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah


organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan.
Rangkaian perubahan ini dinamakan general adaptation syndrome yang
terdiri dari tiga tahap . Tahap pertama dinamakan tahapalarm(tanda bahaya).
Organisme berorientasi terhadap tuntutan yang diberikan oleh
lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman.Tahap ini tidak
dapat tahan lama.Organisme mamasuki tahap kedua,
tahap resistance (perlawanan).Organisme memobilisasi sumber-
sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan.Jika tuntutan berlangsung
terlalu lama, maka sumber penyesuaian ini mulai habis dan organisme
mencapai tahap terakhir, yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga).

Jika seseorang untuk pertama kali mengalami situasi penuh


stres,makamekanismepertahanandalambadadiaktifkan: kelenjarkelenjar me
ngeluarkan/melespakanadrenalin,cortisonedanhormon-hormon lain dalam
jumlah yang besar,dan perubahan-perubahan yang
terkoordinasiberlangsungdalam system saraf pusat (tahap alarm).jika
exposure (paparan) terhadap pembangkit stress bersinambung dan badan
mampu menyesuaikan,maka terjadi perlawanan terhadap sakit.reaksi
badaniah yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat daripembangkit
stres (tahap resistance).Tetapi jika paparan terhadap stress berlanjut, maka
mekanisme pertahanan badan secara berlahan-lahan menurun sampai
menjadi tidak sesuai,dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi
sepatutnya. Proses pemunduran ini dapat mengarah ke penyakit dari hampir
semua bagian dari badan (tahap exhaustion).

Menurut Selye jika reaksibadan tidak cukup,berlebihan,atau


salah,maka reaksi badan itu sendiri dapat menimbulkan penyakit. Hal ini
dinamakan diseases dapat menimbulkan penyakit. Hal ini
dinamakan diseases of adaptation (penyaakit dari adaptasi),karena penyakit-
penyakit tersebut lebih disebabkan oleh reaksi adaptasi yang kacau dari
badan kita dari pada oleh hasil yang merusak langsung dari penimbul stres.
Misalnya gastrosintestianl ulcers (puru/nanahdariperut),tekanan dari
tinggi,penyakit jantung ( cardiac incidents),alergi,dan berbagai jenis
kekacauan/gangguan mental.

ApaituStres?
Stres adalah perasaan yang tercipta ketika kita bereaksi terhadap kejadian
tertentu. Ini adalah cara tubuh naik ke sebuah tantangan dan bersiap-siap
untuk memenuhi situasi yang sulit dengan fokus, kekuatan, stamina, dan
kewaspadaantinggi.
Peristiwa yang memprovokasi stres disebut stressor, dan mereka mencakup
berbagai macam situasi - mulai dari bahaya fisik langsung untuk
membuat presentasi kelas atau mengambil bernilai semester subjek
Andaterberat. Tubuh manusia merespon stres dengan mengaktifkan sistem
saraf dan hormon tertentu. Hipotalamus sinyal kelenjar adrenal untuk
memproduksi lebih banyak hormon adrenalin dan kortisol dan melepaskan
mereka ke dalam aliran darah. Hormon-hormon ini mempercepat detak
jantung, laju pernapasan, tekanan darah, dan metabolisme. Pembuluh darah
terbuka lebih lebar untuk membiarkan aliran darah lebih untuk kelompok
otot besar, menempatkan otot kita waspada. Murid melebar untuk
memperbaiki penglihatan. Hati melepaskan sebagian dari glukosa yang
disimpan untuk meningkatkan energi tubuh. Dan keringat diproduksi untuk
mendinginkan tubuh. Semua perubahan fisik mempersiapkan seseorang
untuk bereaksi dengan cepat dan efektif untuk menangani tekanan saat
itu.
Ini reaksi alami dikenal sebagai respons stres. Bekerja dengan baik, respons
stres tubuh meningkatkan kemampuan seseorang untuk tampil baik di bawah
tekanan. Tetapi respon stres juga dapat menyebabkan masalah ketika
bereaksi berlebihan atau gagal untuk mematikan dan me-
resesendiridengabenar.
Respon stres (juga disebut fight or flight respon) sangat penting dalam
situasi darurat, seperti ketika seorang pengemudi harus menginjak rem untuk
menghindari kecelakaan. Hal ini juga dapat diaktifkan dalam bentuk yang
lebih ringan pada saat tekanan yang ada di tapi tidak ada bahaya yang
sebenarnya - seperti melangkah untuk mengambil tembakan busuk yang bisa
memenangkan pertandingan, bersiap-siap untuk pergi ke pesta dansa besar,
atau duduk untuk akhir ujian. Sedikit stres ini dapat membantu menjaga
Anda pada jari-jari kaki, siap untuk naik ke sebuah tantangan. Dan sistem
saraf dengan cepat kembali ke keadaan normal, berdiri untuk menanggapi
lagIbiladiperlukan. Namun stres tidak selalu terjadi dalam menanggapi
hal-hal yang langsung atau yang lebih cepat. Peristiwa yang sedang
berlangsung atau jangka panjang, seperti menghadapi perceraian atau pindah
ke lingkungan baru atau sekolah, dapat menyebabkan stres, juga.
Jangka panjang situasi stres dapat menghasilkan, selama rendah tingkat stres
yang sulit pada orang. Indra sistem saraf melanjutkan tekanan dan mungkin
tetap agak aktif dan terus memompa keluar hormon stres ekstra selama
periode yang diperpanjang. Hal ini dapat cadangan tubuh, meninggalkan
perasaan seseorang habis atau kewalahan, melemahkan sistem kekebalan
tubuh, dan menyebabkan masalah lain.

2. Konsep Manajemen Stress (Burnout)

Manajemen strees adalah kemampuan untuk mengendalikan diri


ketika situasi orang-orang, dan kejadian-kejadian yang ada memberi tuntutan
yang berlebihan.“Tidak ada seorangpun yang bisa menghindarkan diri dari
stres.Namun stres dapat bisa dikelola sehingga justru dapat menimbulkan
nilai positif bagi seseorang.Stres tidak boleh dihilangkan sama sekali karena
dia membantu kelangsungan hidup dan memberikan kelangsungan
hidup” (Mudjaddid,Diffy:2005).

Stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh
para pekerja di kota besar. Masyarakat pekerja di kota-kota besar seperti
Jakarta sebagian besar merupakan urbanis dan industrialis yang selalu
disibukkan dengan deadline penyelesaian tugas, tuntutan peran di tempat
kerja yang semakin beragam dan kadang bertentangan satu dengan yang
lain, masalah keluarga, beban kerja yang berlebihan, dan masih banyak
tantangan lainnya yang membuat stres menjadi suatu faktor yang hampir
tidak mungkin untuk dihindari. Stres di tempat kerja menjadi suatu persoalan
yang serius bagi perusahaan karena dapat menurunkan kinerja karyawan dan
perusahaan. Sebuah lembaga penelitian terhadap stres di Amerika
memperkirakan bahwa stres di tempat kerja menyebabkan para pengusaha di
Amerika terpaksa merugi sekitar 300 juta dollar Amerika setiap tahunnya
akibat menurunnya produktivitas, serta meningkatnya ketidakhadiran,
turnover, konsumsi minuman keras dan biaya pengobatan karyawan.

Di Jepang, pemerintah secara berkala memantau tingkat stres yang terjadi di


tempat kerja dan menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan
tingkat stres tinggi dalam menjalani pekerjaan sehari-hari mengalami
peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua pertiga dari total
populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun yang hampir sama
yaitu sekitar tahun 2000an, lebih dari 6000 perusahaan di Inggris
mengeluarkan rata-rata lebih dari 80 ribu dollar Amerika untuk membayar
kerusakan yang ditimbulkan akibat stres pada karyawan. Di Indonesia
sendiri, salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh sebuah lembaga
manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi
yang berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk
bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki
merupakan stressor utama pada saat itu.

2.1 Konsep Burnout


Istilah Burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada
masyarakat oleh Freudenberger pada 1973. Freudenberger adalah seorang
ahli psikologi klinis pada lembaga pelayanan sosial di New York yang
menangani remaja bermasalah. Ia mengamati perubahan perilaku para
sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja. Hasil pengamatannya, ia
laporkan dalam sebuah jurnal psikologi professional yang disebut sebagai
sindrom Burnout (Freudenberger dalam Turnipseed dan Moore (1997).
Menurutnya, para relawan tersebut mengalami kelelahan mental, kehilangan
komitmen, dan penurunan motivasi seiring dengan berjalannya waktu.
Selanjutnya, Freudenberger memberikan ilustrasi tentang apa yang dirasakan
seseorang yang mengalami sindrom tersebut seperti gedung yang terbakar
habis (burned-out). Ibaratnya suatu gedung yang pada mulanya berdiri
megah dengan berbagai aktivitas didalamnya, setelah terbakar yang tampak
hanyalah kerangka luarnya saja. Demikian pula dengan seseorang yang
mengalami Burnout, dari luar segalanya masih nampak utuh, namun di
dalamnya kosong dan penuh masalah (seperti gedung yang terbakar tadi).
kemudian kemudian terminologi Burnout mengalami perkembangan secara
luas dan digunakan untuk memahami gejala kejiwaan pada diri seseorang.
Dari berbagai tinjauan empirik khususnya dalam ilmu manajemen, terlihat
bahwa penggunaan terminologi tersebut lebih difokuskan pada sindroma
psikologi tentang tekanan kerja yang dialami seseorang dilingkungan
pekerjaannya. Seiring dengan semakin populernya istilah “Burnout”,
beberapa peneliti stres beranggapan bahwa Burnout adalah salah satu tipe
stres dan sebagian lain memperlakukannya sebagai sesuatu yang memiliki
sejumlah komponen. Salah satu komponen pendukung stres dan trauma
membuat perbedaan antara stres dan Burnout sebagai berikut, stres adalah
normal dan sering kali cukup sehat namun ketika kemampuan untuk
menghadapi stres mulai berkurang atau menurun maka kita mungkin sedang
mengarah pada “Burnout”. John Izzo seorang profesional human resource
senior dalam bidang pengembangan profesi dalam Luthans, menyatakan
bahwa Burnout mungkin konsekuensi dari “hilangnya tujuan dasar dan
pemenuhan dari pekerjaan anda”. Dia melanjutkan bahwa “mendapatkan
keseimbangan lebih atau mendapatkan lebih banyak waktu pribadi akan
membantu Anda menghadapi stres namun hal ini seringkali tidak membantu
anda dalam menghadapi Burnout. Penelitian dalam area ini menunjukkan
bahwa Burnout bukanlah harus sesuatu yang dihasilkan oleh permasalahan
individu seperti cacat/kekurang-sempurnaan karakter atau perilaku sesorang
didalam organisasi. Maslach (1993), seorang ahli peneliti stres dan Burnout
terkenal menyimpulkan bahwa “dari hasil penelitian ekstensif, dipercaya
bahwa Burnout bukanlah sebuah masalah orang-orang itu sendiri, tapi
masalah lingkungan sosial di mana orang-orang itu bekerja. Dia yakin
bahwa Burnout menciptakan rasa terisolasi dan perasaan kehilangan kontrol,
yang menyebabkan pegawai yang mengalaminya berhubungan secara
berbeda dengan rekannya dan terhadap pekerjaannya. Cordes dan Dougherty
(1993) dalam Low et al., (2001) menunjukan Burnout itu mungkin saja atau
biasa terjadi dalam berbagai jenis pekerjaan dan kondisi. Maslach juga
menjelaskan hal yang sama yakni bahwa Burnout juga lebih dekat
hubungannya dengan profesi-profesi penolong seperti perawat, pendidik
(seperti guru atau dosen), pekerja sosial serta individu-individu yang selalu
mengadakan kontak langsung dengan individu lainnya seperti ; tenaga
penjual dan tenaga pelayan yang selalu berhadapan langsung dengan
konsumen (Dubisky et al., (1992) ; Moncrief et al., (1997) ; Babakus et al.,
(1999) ; Brashear et al., (2000) ; Low et al., (2001) ; Zagladi, (2004) dan
Harris et al., (2006). Berdasarkan kajian-kajian empiris tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa seseorang yang bekerja berorientasi melayani orang lain
dapat membentuk hubungan yang bersifat “asimetris” antara pemberi dan
penerima layanan karena seseorang yang bekerja pada bidang pelayanan, ia
akan memberikan perhatian, pelayanan, bantuan, dan dukungan kepada
klien, siswa atau pasien. Hubungan yang tidak seimbang inilah yang paling
berpotensi untuk dapat menimbulkan Burnout bagi individu-individu
tersebut. Profesi pelayanan khususnya dibidang pendidikan seperti guru dan
dosen pada dasarnya merupakan suatu pekerjaan yang menghadapi tuntutan
beban kerja dan keterlibatan emosional. Hal ini terlihat dari hasil penelitian
mengenai Burnout yang dilakukan oleh Sweeney dan Summers, (2002)
terhadap guru sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah
lanjutan tingkat umum hingga perguruan tinggi, membuktikan adanya
Burnout yang dialami guru dan tenaga pendidik pada umumnya.
Penelitian yang dilakukan pada bulan November-Desember 2002 di berbagai
kota di Amerika Serikat menunjukkan hasil sebagai berikut :
1. Guru Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang
mengalami :
a. Kelelahan emosional : 38,84%
b. Depersonalisasi : 20,10%
c. Kemunduran kepribadian : 41,06%.
2. Tenaga pendidik di Sekolah Menengah Lanjutan Umum sampai
Perguruan Tinggi yang mengalami :
a. Kelelahan emosional : 45,33%
b. Depersonalisasi : 13,59%
c. Kemunduran kepribadian : 41,08%

2.1.2. Ciri-Ciri Burnout


Gelisah dan tidak mampu tidur dengan baik adalah sindrom yang
umum dari kelelahan syaraf. Ciri umum Burnout yang kedua adalah
kecemasan yang mengambang. Individu yang mengalami Burnout
tampaknya terayun-ayun di antara kecemasan dan depresi. Gejala Burnout
lainnya ialah di mana seseorang merasa gagal, seakan-akan semua
perjuangannya sia-sia saja dan tidak ada artinya, merasa diperlakukan tidak
adil dan juga tidak dihargai. Hal inilah yang membuat seseorang menjadi
sangat kecewa, stres, dan kehilangan kepercayaan maupun harga diri.
Cherniss (dalam Sutjipto, 2001) menyatakan tanda dan gejala Burnout
adalah sebagai berikut : (1) resistensi yang tinggi untuk pergi kerja setiap
hari, (2) terdapat perasaan gagal di dalam diri, (3) cepat marah dan sering
kesal, (4) rasa bersalah dan menyalahkan, (5) keengganan dan
ketidakberdayaan, (6) negatifisme, (7) isolasi dan penarikan diri, (8)
perasaan capek dan lelah setiap hari, (9) sering memperhatikan jam saat
bekerja, (10) sangat pegal setelah bekerja, (11) hilang perasaan positif
terhadap orang lain, (12) sinisme terhadap orang lain dan bersikap
menyalahkan, (13) gangguan tidur atau sulit tidur, (14) asyik dengan diri
sendiri, (15) mendukung tindakan untuk mengontrol perilaku, misalnya
menggunakan obat penenang, (16) sering demam dan flu, (17) sering sakit
kepala dan gangguan pencernaan, (18) kaku dalam berpikir dan resisten
terhadap perubahan, (19) rasa curiga yang berlebihan dan paranoid dan (20)
penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Orang yang sedang mengalami
Burnout, pada umumnya ingin menyendiri, dan tidak ingin banyak bicara.
Mereka ingin mencari ketenangan. Mereka tidak membutuhkan segala
macam nasehat, sebab nasehat maupun usulan-usulan apapun yang diberikan
karena bias disalahartikan sebagai kritikan. Masalahnya orang yang sedang
mengalami Burnout itu sangat sensitif sehingga mudah sekali tersinggung.
Hasil penelitian Maslach bahwa Burnout paling banyak dijumpai pada
individu yang berusia muda.

2.1.3. Dimensi Burnout


Menurut Cordes dan Dougherty (1993) dalam Babakus (1999) dan
Low (2001) bahwa Burnout terdiri dari tiga dimensi yang menggambarkan
sindrom psikologi yang antara lain adalah :
Kelelahan emosional (emotional exhaustion).
Depersonalisasi (depersonalization).
Kemunduran kepribadian (diminished personal accomplishment oleh
Maslach dan Jackson (1981) ; Pines dan Maslach (1980) ; Maslach (1982)).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar berikut ini ;
Gambar Komponen Utama Burnout
Maslach dan Jackson (1981), Cordes dan Dougherty (1993)
dalam Babakus (1999) dan Low (2001)

Burnout merupakan sindrom psikologis yang terdiri dari tiga


dimensi, yaitu(kelelahan emosional), personal accomplishment lanjut
dijelaskan bahwa ketegangan emosional yang muncul karena berhubu
dengan orang lain. Hubungan yang terjadi antara pemberi dan penerima
pelayanan, menurut Maslach (1980), merupakan hubungan yang asimetris.
Kelelahan emosional ditandai dengan adanya perasaan lelah akibat
banyaknya tuntutan emosional yang ditandai dengan perasaan terkurasnya
energi yang dimiliki, berkurangnya sumber-sumber emosional di dalam diri
seperti rasa kasih, empati, dan perhatian, yang pada akhirnya memunculkan
perasaan tidak mampu lagi memberikan pelayanan kepada orang lain. Cara
yang biasa dilakukan untuk mengatasi sindrom ini adalah mengurangi
keterlibatan secara emosional dengan penerima pelayanan (Maslach, 1980;
Maslach dkk, 1996). Depersonalisasi merupakan sikap, perasaan, maupun
pandangan negatif terhadap penerima pelayanan (Maslach, 1996). Reaksi
negatif ini muncul dalam tingkah laku seperti memandang rendah dan
meremehkan klien, bersikap sinis terhadap klien, kasar dan tidak manusiawi
dalam berhubungan dengan klien, serta mengabaikan kebutuhan dan
tuntutan klien (Maslach, 1982, 1993). Sindrom ini merupakan akibat lebih
lanjut dari adanya upaya penarikan diri dari keterlibatan secara emosional
dengan orang lain.
Reduced personal accomplishment ditandai dengan kecenderungan memberi
evaluasi negatif terhadap diri sendiri, terutama berkaitan dengan pekerjaan.
Pekerja merasa dirinya tidak kompeten dan tidak efektif, kurang puas
dengan apa yang telah dicapai dalam pekerjaan, bahkan perasaan kegagalan
dalam bekerja (Maslach, 1982, 1993). Menurut Maslach (1982) evaluasi
negatif terhadap pencapaian kerja ini berkembang dari adanya tingakan
depersonalisasi terhadap penerima pelayanan. Pandangan maupun sikap
negatif terhadap klien lama-kelamaan menimbulkan perasaan bersalah pada
diri pemberi pelayanan. yang menjadi indikator dari Burnout adalah ketiga
dimensi utama di atas yaitu ; emotional exhaustion (kelelahan emosional),
depersonalization (depersonalisasi), dan reduced personal accomplishment
(penurunan pencapaian prestasi diri).

Anteseden Burnout
1) Konflik Peran
Luthans (2002) mendefinisikan konflik peran sebagai suatu posisi
yang memiliki harapan untuk berkembang dari norma yang dibangun.
Seorang individu akan mengalami konflik peran dalam organisasi jika yang
bersangkutan menerima peran yang tidak sesuai dengan perilaku peran yang
tepat. Lebih lanjut Luthans (2002) mendeskripsikan konflik peran melalui
tiga dimensi utama yaitu :
a. Konflik antara individu dengan perannya, di mana konflik ini terjadi di
antara kepribadian individu tersebut dengan harapan akan perannya.
b. Konflik intrarole, di mana konfilk ini dihasilkan oleh harapan yang
kontradiktif terhadap bagaimana peran tertentu harus dijalankan.
c. Konflik interrole, di mana konflik ini dihasilkan dari persyaratan yang
berbeda dari dua atau lebih peran yang harus dijalankan pada saat yang
bersamaan.
Sementara itu Robbins (2002) mendefinisikan konflik peran sebagai
seperangkat pola perilaku yang diharapkan sebagai atribut seseorang yang
menduduki suatu posisi yang diberikan pada satu unit sosial. Konflik peran
didefinisikan sebagai sebuah situasi di mana seorang individu dihadapkan
dengan harapan peran (role expectation) yang berbeda. Sementara harapan
peran sendiri adalah bagaimana orang lain yakin bahwa seseorang harus
berbuat pada situasi tertentu sehingga konflik peran akan memunculkan
harapan yang akan sulit untuk dicapai.Indikator dari konflik peran yang
digunakan adalah ; (1) hubungan dengan atasan, rekan dosen dan staf
administrasi,
(2) hubungan dengan mahasiswa, (3) persaingan dalam merebut jabatan
struktural, (4) perebutan mata kuliah yang akan diasuh dan jam mengajar
dan (5) menjalankan peran lain sebagai tenaga struktural atau pejabat
struktural.

2.1.4 Kelebihan Beban Kerja


Kelebihan beban kerja merupakan bagian dari konsep beban keja
secara keseluruhan. Pada dasarnya beban kerja terdiri dari empat dimensi
yang merupakan salah satu penyebab utama dari Burnout (Gibson et al.,
1996). Ke-empat dimensi tersebut antara lain :
a. Quantitative overload merupakan kepercayaan bahwa seseorangharus
mengerjakan pekerjaan yang lebih dari yang dapat diselesaikan pada waktu
tertentu.
b. Qualitative overload merupakan kepercayaan bahwa keterbatasan
keahlian atau kemampuan untuk melaksanakan tugas yang diberikan.
Misalnya jarak baca yang berkurang karena bertambahnya usia.
c. Quantitative underload merupakan kebosanan yang diperoleh ketika para
pekerja memiliki sedikit pekerjaan sehingga hanya duduk dan tidak
melakukan apa-apa.
d. Qualitative underload merupakan Keterbatasan stimulus akibat
banyaknya rutinitas dan pengulangan pekerjaan. Kelebihan beban kerja pada
diri seseorang adalah beban yangmenjadi tugas dan kewajibannya tetapi
melebihi takaran kesanggupannya.Kelebihan beban kerja tersebut dapat
berbentuk bobot maupun waktu kerja yang berlebihan yang akan
menimbulkan hal-hal buruk bagi individu karena cenderung dapat
mengurangi efektifitas pekerjaan dan mengganggu perasaan pekerja yang
bersangkutan. Focus HR, 2001 dalam Zagladi, (2004) mengungkapkan
bahwa kelebihan beban kerja pada karyawan pada kurun waktu tiga bulan
memperoleh hasil antara lain ; 28% karyawan mengatakan bahwa dibebani
kelebihan beban kerja bahkan sangat sering, 28% karyawan mengalami
beban kerja yang lebih berat dari biasanya dan 29% karyawan mengatakan
bahwa tidak lagi mempuyai waktu yang cukup untuk kembali ke pekerjaan
semula. Berdasarkan temuan hasil penelitian tersebut maka kelebihan beban
kerja akan dirasakan oleh karyawan sebagai beban tambahan dan hal
tersebut dapat mengakibatkan :
1. Kesalahan dalam bekerja. Sebanyak 71% karyawan melaporkan bahwa
karena kelebihan beban kerja merka sering meakukan kesalahan dan hanya
1% yang hanya mengalami tekanan kerja karena kelebihan beban kerja
tersebut.
2. Perasaan takut diawasi oleh atasan. Sebayak 43% menyatakan rasa takut
karena diawasi dan hanya 3% yang menyatakan tidak mengalaminya.
3. Perasaan tidak menyukai asistennya yang tidak bias bekerja sesuai dengan
keinginannya.
4. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain yang baru. Sebanyak 49 %
menyatakan keinginannya untuk pidah kerja setelah mencapai masa
kerja selama satu tahun karena kelebihan beban kerja dan hanya 30%
yang tidak mengalami kelebihan beban kerja.
5. Kecenderungan untuk mengucilkan diri sendiri. Hanya 41% karyawan
dengan beban kerja yang tinggi yang dapat menyelesaikan pekerjaandengan
sukses dan 61% mengalami hal sebaliknya. Beban kerja di lingkungan
pendidikan tinggi dikenal dengan Beban Kerja Normal Dosen. Beban kerja
dosen di perguruan tinggi dapat diukur dengan satuan yang disebut FTE,
singkatan dari full time equivalent. Bagi perguruan tinggi di Indonesia,
menurut SK Dirjen Dikti No. 48/DJ/Kep/1983, Beban kerja dosen sebesar
12 sks dalam satu semester dinilai setara dengan satu FTE (istilah Indonesia-
nya: EWMP atau ekuivalen waktu mengajar penuh). Beban kerja sebesar 12
sks atau 1 FTE ini dianggapsebagai beban kerja penuh seorang dosen. Beban
kerja sebesar 1 sksdinilai setara dengan beban kerja mengajarkan satu mata
ajaran berbobot 1 kredit selama satu semester kepada satu kelas mahasiswa
program S1 sebanyak 40 orang. Perlu dicatat bahwa beban mengajar sebesar
1 sks setara dengan 3 jam kerja per minggu selama satu semester, sedangkan
3 jam per minggu ini terdiri dari 1 jam persiapan kuliah, 1 jam tatap
muka,dan 1 jam evaluasi.Menurut SK Dirjen Dikti No. 48/DJ/Kep/1983
yang menjelaskan taentang Beban Kerja Dosen, beban kerja penuh seorang
dosen sebesar 12 sks dalam satu semester atau 1 FTE secara rata-rata dapat
tersebar untuk pelaksanaan berbagai tugas dengan kisaran sebagai berikut :
1. Pengajaran : 2-8 sks (17-67)%.
2. Penelitian dan pengembangan ilmu : 2-6 sks (17-50)%.
3. Pengabdian pada masyarakat : 1-6 sks ( 8-50)%.
4. Pembinaan civitas akademika : 1-4 sks ( 8-33)%.
5. Administrasi dan manajemen : 0-3 sks ( 0-25)%.
Sementara tentang beban kerja normal dosen oleh Dirjen Dikti
diperjelas melalui surat Dirjen Dikti No. 3298/D/T/99 tanggal 29 Desember
1999 dan Lampiran II-nya tentang beban kerja normal dosen dapat dilihat di
bawah ini :
Dalam Lampiran II Surat Dirjen Dikti No. 3298/D/T/99 tanggal 29
Desember 1999 yang diperjelas adalah menyangkut rasional perhitungan
jumlah jam kerja per minggu sebagai berikut :
1. Mengajar/memberi kuliah : 1 SKS (Satuan Kredit Semester) kuivalen
dengan 3 jam pelaksanaan yang terdiri atas 1 jam tatap muka di kelas dan 2
jam persiapan menyusun bahan kuliah.
2. Membimbing mahasiswa menyelesaikan skripsi : Skripsi mempunyai
bobot 6 SKS berarti setiap mahasiswa harus menyediakan waktu 6 x 3 = 18
jam per minggu untuk mengerjakan skripsi. Karena sifat skripsi adalah tugas
mandiri, maka minimal setiap mahasiswa harus berkonsultasi dengan dosen
pembimbing selama 2 jam per minggu.
3. Perwalian mahasiswa : Beban normal dosen wali adalah 20 orang
mahasiswa per semester sehingga dosen mengenal setiap mahasiswa yang
dibinanya. Untuk hal tersebut dosen menyediakan waktu minimal 1 jam per
minggu untuk konsultasiterhadapmasalah-masalah yang dihadapi oleh para
mahasiswanya.
4. Menguji ujian akhir/sidang sarjana : Setiap ujian akhir (siding sarjana)
memakan waktu 3 jam sehingga jika ada 3 mahasiswa mengikuti sidang
sarjana pada akhir semester, dosen penguji harusmenyediakan waktu 9 jam
per semester atau 0,5 jam per minggu (1 semester ekuivalen dengan18
minggu).
5. Membuat diktat kuliah : Diktat kuliah diperkirakan berjumlah 100
halaman dan untuk menjamin mutu diktat yang baik diperlukan waktu
menulis yang cukup. Jika 100 halaman ditulis dalam waktu 1 tahun, maka
diperkirakan setiap minggu dapat ditulis 2 halaman (50 minggu efektif
dalam 1 tahun) dan untuk dapat menulis 2 halaman yang bermutu diperlukan
waktu 2 jam (termasuk persiapan mencariliteratur, gambar, dsb.).
6. Penelitian sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Direktorat Pembinaan
Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Ditjen Dikti, maka alokasi
waktu yang harus disediakan oleh peneliti utama dalam melakukan
penelitian Hibah Bersaing (HB) adalah 10 jam per minggu.
7. Penulisan makalah di jurnal terakreditasi : Penulisan makalah yang
diterbitkan dijurnal memerlukan waktu cukup lama, dimulai dari penulisan
naskah, pengiriman ke dewan redaksi, review oleh tim penilai,
perbaikan/koreksi oleh penulis berdasarkan hasil review dan proses
penyempurnaan untuk siap cetak. Menurut kaidah nornal, diperlukan waktu
2 tahun dari saat mulai penulisan untuk akhirnya
terbit dijurnal, dan waktu yang harus dialokasikan oleh penulis adalah
ekuivalen dengan 1 jam per minggu.
8. Pelatihan insidental : Kegiatan ini ditujukan untuk pengabdian pada
masyarakat dengan memberikan jasa keahlian yang dimiliki oleh dosen
tersebut. Berdasarkan kaidah normal, maka dosenmengadakan pelatihan 1
topik per semester dengan lama waktu pelatihan 3 hari kerja (ekuivalen 18
jam pelatihan). Untuk mempersiapkan bahan pelatihan diperlukan waktu
minimal 18 jam, berarti diperlukan waktu 1 jam per minggu (1 semester
ekuivalen dengan 18 minggu).
9. Keanggotaan dalam panitia : Keanggotaan dalam panitia memerlukan
komitmen waktu minimal untuk menghadiri rapat. Jika rapat rutin diadakan
setiap 2 minggu dan setiap rapat normalnya berlangsung 2 jam maka
diperlukan komitmen untuk 1 jam per minggu. Berdasarkan pemaparan di
atas maka indikator yang digunakan untuk mengukur kelebihan beban kerja
adalah ; (1) melakukan berbagai kegiatan pendidikan, (2) melakukan
berbagai kegiatan penelitian, (3) melakukan berbagai kegiatan pengabdian
pada masyarakat (4) melakukan berbagai kegiatan penunjang lainnya dan (5)
melakukan tugas lain di samping dosen yaitu sebagai tenaga atau sebagai
pejabat struktural.
3) Motivasi Intrinsik
Menurut Herzberg, (1996) dalam Robbins, (2002) yang
mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua factor
tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation
faktor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsik motivation dan
faktorpemelihara (maintenance faktor) yang disebut dengan disatisfier atau
extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang
merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber
dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain :
a. Prestasi yang diraih (achievement)
b. Pengakuan orang lain (recognition)
c. Tanggung jawab (responsibility)
d. Peluang untuk maju (advancement)
e. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self)
f. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth)Sedangkan
faktor pemelihara (maintenance faktor) disebut juga hygiene faktor
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan
ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber
ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhankebutuhan tingkat
rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi :
a. Kompensasi
b. Keamanan dan keselamatan kerja
c. Kondisi kerja
d. Status
e. Prosedur perusahaan
f. Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman
sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan. Indikator penelitian dari
variabel motivasi intrinsik ini adalah ; (1) merasa tertarik dengan pekerjaan
itu sendiri, (2) mendapatkan pengakuan,(3) mempunyai kesempatan untuk
mempelajari sesuatu yang baru dan memperoleh kenaikan pangkat
fungsional secara cepat adalah lebih pastijika menduduki salah satu jabatan
fungsional, (4) merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan (5)
memiliki motivasi untuk memajukan lembaga tempat mengabdi.

2.1.5. Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan yang diinginkan oleh
setiap pekerja. Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai selisih antaraharapan
dan kenyataan yang diterima seorang pekerja atau keadaan emosional
pekerja yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap
pekerjaannya. Menurut Robbins, (1996), kepuasan kerja (job satisfaction)
merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya,
sehingga seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan menunjukkan
sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya jikaseseorang tidak puas
dengan pekerjaaannya akan menunjukkan sikap negatif terhadap
pekerjaannya. Lebih lanjut Handoko, (1996) menyatakan bahwa kepuasan
kerja akan menampakan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan
segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Lebih luas lagi
Luthans, (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja menyangkut beberapa
hal pokok antara lain :
a. Kepuasan kerja tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diduga
keberadaannya karena kepuasan kerja menyangkut persoalan emosi atau
respons pekerja dari situasi kerja yang dihadapi.
b. Kepuasan kerja menyangkut kesesuaian hasil kerja yang diperoleh dengan
harapan para pekerja.
c. Kepuasan kerja sangat terkait erat dengan persoalan; pekerjaan itu sendiri,
kesempatan promosi, gaji, supervise maupun rekan kerja. Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja sangat
tergantung pada perbedaan antara harapan dan kenyataan yang dirasakan
pekerja terhadap pekerjaannya termasuk lingkungan kerjanya. Seorang
pekerja akan merasa puas jika harapannya
terhadap pekerjaan termasuk lingkungan kerjanya terwujud. Beberapa teori
kepuasan kerja, (Mangkunegara, 2005) antara lain :
a. Teori Keseimbangan (Equity Theory) ; Dikembangkan oleh Adam,dengan
komponennya yaitu input, outcome, comparison person, dan equity-in-
equity. Teori ini menjelaskan bahwa puas atau tidak puasnya pegawai
merupakan hasil dari membandingkan input-outcome dirinya dengan
perbandingan input-outcome pegawai lainnya.
b. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory) ; Dipelopori oleh Proter. Ia
berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara
menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang
dirasakan pegawai. Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar
daripada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut puas. Begitu pula
sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan
merasa tidak puas.
c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) ; Teori ini
menjelaskan bahwa kepuasan pegawai tergantung pada terpenuhi tidaknya
kebutuhan pegawai.
d. Teori Pandangan Kelompok (Sosial Reference Group Theory) ;
mKepuasan kerja bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja,
tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh
para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Jadi pegawai akan merasa
puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan
minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
e. Teori dua Faktor dari Herzberg ; Teori ini menjadikan teori Maslow
sebagai acuannya. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas
atau tidak puas yaitu: (1) faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan
kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas,
hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja,kondisi kerja dan
status. (2) faktor pemotivasian, yang meliputi dorongan berprestasi,
pengenalan, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kesempatan berkembang dan
tanggung jawab.
f. Teori pengharapan (Exceptancy Theory) ; Teori ini dikembangkan oleh
Vroom, kemudian diperluas oleh Porter, Lawler dan Davis. Motivasi
merupakan suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu,
dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan
menentukannya. Di mana kekuatan hasrat seseoang untuk mencapai sesuatu
(valensi) dikalikan harapan (kemungkinan mencapa sesuatu dengan aksi
tertentu) akan menghasilkan motivasi (kekuatan dorongan yang mempunyai
arah pada tujuan tertentu). Produk dari valensi dan harapan adalah motivasi
yang meningkatkan dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan aksi
untuk mencapai tujuannya. Aksinya dapat dilakukan pegawai dengan cara
berusaha lebih besar matau mengikuti kursus pelatihan. Hasil yang akan
dicapai secara primer
adalah promosi jabatan, dan gaji lebih tinggi. Hasil sekundernya, antara
lain status menjadi lebih tinggi, pengenalan kembali, keputusan membeli
produk dan pelayanan keinginan keluarga, dengan demikian lebih besar
dorongan pegawai dalam mencapai kepuasan. Dalam praktiknya sering
ditemukan kepuasan kerja berhubungan dengan beberapa variabel seperti;
turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi.
Kepuasan kerja yang tinggi dihubungkan dengan turnover pagawai yang
rendah, sebaliknya pekerja yang tidak puas umumnya turnover yang tinggi
dan atau tingkat absensinya tinggi. Ketidakhadiran mereka sering dengan
alasan yang tidak logis dan subjektif (Davis, 2004). Ketidakpuasan pekerja
juga sering dinyatakan dengan berbagai cara. Misalnya berhenti bekerja,
mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi atau mengelak dari
tanggungajawab kerja mereka. mLebih spesifik dikemukakan beberapa
faktor yang mempengaruhi mkepuasan kerja. Robbins, (2001) menyatakan
ada 4 (empat) faktor yang mendorong kepuasan kerja yaitu:
a. Pekerjaan yang secara mental menantang. Karyawan cenderung lebih
menyukai pekerjaan yang memberikan peluang kepada mereka untuk
menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan
keberagaman tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang bagaimana kinerja
mereka. Ketika karakteristik tersebut dapat diwujudkan, maka bawahan akan
merasa bangga dan puas dengan mpekerjaannya. b. Ganjaran yang setimpal.
Karyawan menginginkan system pembayaran dan kebikajan promosi yang
adil, tidak bermakna ganda, dan sesuai dengan harapan mereka. Ketika
pembayaran dipandang adil berdasarkan tuntutan pekerjaan, level
ketrampilan individu, dan standar pembayaran komunitas, maka kepuasan
berpotensi muncul.
Karyawan akan mencari kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi
memberikan peluang untuk pertumbuhan pribadi, mpeningkatan tanggung
jawab, dan kenaikan status sosial. Jika mindividu-individu yang
menganggap keputusan promosi jabatan dalam morganisasi atau perusahaan
dibuat secara terbuka dan adil, maka mereka berpeluang meraih kepuasan
dalam pekerjaan mereka. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Provinsi Bali I Gede Wenten Aryasuda menilai kebijakan pemerintah pusat
melakukan pemangkasan tunjangan fungsional para guru swasta adalah
tindakan kurang adil.
"Kebijakan pemerintah tersebut kurang adil terhadap para guru swasta,
apalagi gaji tunjangan yang diterima selama ini sangat kurang dibanding
pengabdiannya selaku pendidik," katanya di Denpasar, Ahad (8/4). Ia
mengaku sangat menyesalkan kebijakan pemerintah pusat yang memangkas
kuota guru swasta di Bali yang berhak menerima tunjangan fungsionalnya
sebagai pengajar atau pendidik. Apalagi, kata dia, tunjangan fungsional dari
para guru swasta ini nilainya sudah sangat minim. Hanya sebesar Rp300 ribu
per bulan.
Menurut Aryasuda, hal ini tentunya tidak boleh dibiarkan terus-menerus
terjadi, karena kebijakan ini sangat kontraproduktif dengan upaya
pemerintah dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan berkarakter
di jenjang pendidikan dasar maupun menengah. Selain itu, kurang sinergi
dengan upaya progam peningkatan anggaran pendidikan sebesar 20 persen
dari total anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Ia mengatakan, pemberian tunjangan fungsional bagi para guru swasta
tersebut merupakan amanah PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru,
sehingga pemerintah wajib menindaklanjuti aturan tersebut. Karena pada
pasal 21 ayat 2, disebutkan subsidi tunjangan fungsional guru yang diangkat
oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan oleh
masyarakat dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan
tunjangan fungsional bagi guru swasta," ujarnya.
Hal senada juga dikemukakan pengamat pendidikan Drs I Nengah
Madiadnyana, bahwa bila merujuk ketentuan PP Nomor 74 tahun 2008
pemerintah semestinya punya komitmen yang kuat dalam memperjuangkan
hak para guru swasta terkait tunjangan fungsionalnya sebagai pengajar atau
pendidik demi meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Logikanya, kata dia, jumlah guru swasta semestinya terus ditingkatkan, dan
bukan sebaliknya malahan terus dipangkas. "Terus terang saja, saya tidak
habis pikir dengan kebijakan pemerintah yang terkesan kontraproduktif,"
ucapnya. Madiadnyana yang juga mantan Ketua PGRI Kota Denpasar ini
mengakui kebijakan pemerintah pusat yang memangkas tunjangan
fungsional guru swasta ini tidak mencerminkan kebijakan yang berkeadilan
dan kurang manusiawi. Hal ini juga dapat memicu kesenjangan sosial yang
tidak sinergi dengan program pendidikan berkarakter, karena masih ada guru
swasta yang tetap menerima tunjangan.
c. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli dengan lingkungan
mkerja mereka untuk kenyamanan pribadi sekaligus untuk memfasilitasi
kinerja yang baik. Karyawan lebih menyukai kondisi fisik yang
tidakberbahaya dan nyaman.
d. Mitra kerja yang yang mendukung. Bagi sebagian besar karyawan,
pekerjaan juga memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial mereka. Oleh
karena itu mitra kerja yang ramah dan mendukung mendorong kepuasan
kerja. Perilaku atasan karyawan juga menjadi penentu kepuasan kerja.
Selanjutnya Mangkunegara, (2005) menyebutkan ada dua factor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.
b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, interaksi sosial, dan hubungan
kerja. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, yang menjadi
indikatorkepuasan kerja adalah ; (1). Pekerjaan sesuai dengan keinginan dan
keahlian. (2). Adanya peluang promosi, kenaikan pangkat fungsional dan
kenaikan jabatan yang baik. (3). Gaji, honorarium dan tunjangan yang
memuaskan. (4).Dukungan rekan kerja, dan atasan. (5). Adanya prestise
yang baik menyangkut citra lembaga tempat mengabdi.

1) Shaw dan Weekly, (1985)


The effect of objective work load variations of psychological strain
andpost work load performance Penelitian yang dilakukan oleh Shaw dan
Weekly, (1985) ini bertujuan untuk menguji dan menganalisa pengaruh dari
; work overload/underload, perceive pressure, fresentment, unxiety,
depression dan hostility terhadap performance. Penelitian ini dilakukan
dengan mengambil siswa baru jurusan atau konsentrasi psikologisebagai
sampel penelitian. Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut ;
workoverload/underload sebagai variabel eksogen, perceive pressure,
fresentment,unxiety, depression dan hostility sebagai variabel antara dan
variabel endogonusnya adalah performance. Sementara (1) work overload
berpengaruh terhadap perceive pressure (perasaan tertekan), fresentment,
unxiety, depression dan hostility dan juga memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap performance. (2) work underload menghasilkan perasaan untuk
menikmati tugas (fresentment). (3) perasaan tertekan (perceive pressure)
berpengaruh negatif terhadap kinerja. Hasil analisa pertama Shaw dan
Weekly inilah yang diadopsi oleh penulis untuk menguji pengaruh kelebihan
beban kerja sekaligus menjadikannya sebagai salah satu variabel anteseden
dari Burnout.

2) Dubisky et al., (1992)


Influence of role stres in industrial salespeoples work outcomes in
The United States, Japan and Korea Dubisky, Michaels, Katobe, Lim dan
Moon, (1992) melakukan penelitian pada tiga negara berbeda yaitu Amerika
Serikat, Jepang dan Korea dengan mengambil tenaga penjual industri
sebagai sampel penelitian dengan judul “Influence of role stres in industrial
salespeoples work outcomes in The United States, Japan and Korea”.
Variabel penelitiannya adalah ; ambiguitas peran, konflik peran, kinerja,
kepuasan kerja dan komitmen organisasional dengan tujuan untuk melihat
hubungan kausalitas antara variabel-variabel penelitian tersebut. Model
hubungan antara variabel yang ditampilkan adalah ; ambiguitas peran
berpengaruh terhadap ; kinerja, kepuasan kerja dan komitmen
organisasional. Konflik peran berpengaruh terhadap ambiguitas peran,
kinerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Selanjutnya kinerja
berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional dan
kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasional. Sampel
terpilih adalah tenaga penjual dari produk elektronik yang diambil dari tiga
negara yaitu Amerika Serikat sebanyak 218 sampel , Jepang sebanyak 220
sampel dan Korea berjumlah 156 sampel. Instrumen pengumpulan data
menggunakan kuisioner dengan skala pengukuran variabel yang dipakai
adalah skala 7 (tujuh) rangking, di mana 1 (amat sangat tidak setuju) dan 7
(amat sangat setuju). Untuk menganalisis data digunakan analisis jalur (path
analysis), sementara untuk membentuk model yang direkomendasikan,
peneliti menggunakan uji trimming dengan sehingga koefisien jalur-jalur
yang tidak signifikan akan direduksi atau dibuang.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ; (1) Konflik peran mempunyai
hubungan positif dengan ambiguitas peran dan keduanya berpengaruh
negatif terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi, (2) konflik peran
tidak berpengaruh terhadap kinerja pada 2 sampai 3 sampel, (3) ambiguitas
peran mengurangi kinerja dan komitmen organisasi, (4) ambiguitas peran
tidak berhubungan dengan kepuasan kerja pada 2 sampai 3 sampel, (5)
kinerja berhubungan positif dengan kepuasan kerja pada 2 sampai 3 sampel
dan (6) kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi.
Untuk pengembangan penelitian-penelitian dimasa mendatang diharapkan
dilakukan di negara-negara lain dengan sampel yang berbeda. Disarankan
bagi penelitian yang akan datang untuk meneliti tentang elemen-elemen dari
tingkat kepuasan kerja pada berbagai negara. Kontribusi pemikiran Dubisky
et al., (1992) inilah yang diadopsi dalam penelitian ini khususnya dalam
pemilihan sampel dengan memilih dosen Perguruan Tinggi sebagi sampel
terteliti. Di samping itu juga penelitian ini berusaha untuk mengeksplorasi
keterkaitan antara hubungan variabel anteseden Burnout serta
konsekuensinya terhadap tingkat kepuasan kerja dengan menggunakan
manifes-manifes yang berbeda sehingga menghasilkan suatu variabel
penelitian yang berbeda pula untuk mengukur tingkat kepuasan kerja pada
sampel terteliti.
3) Moncrief et al., (1997)
Examination the antecedent and concequences of salespeoples job
Stress Moncrief, Babakus, Cravens Dan Johnston, (1997) dengan judul
“Examination the antecedent dan concequences of salespeoples job stres”
mengekstensi oleh Seger, (1994) dalam “a structural model depicting
salespeople’s job stres ” yaitu konflik peran dan ambiguitas peran sebagai
variabel antesede dari tekanan kerja. Variabel lain yang digunakan oleh
Moncrief et al.,(1997) adalah kepuasan kerja, tekanan kerja, hasil yang
diharapkan dan komitmen organisasional serta kecenderungan untuk keluar
dari pekerjaan. Model konseptual dari variabel anteseden dan konsekuensi
dari tekanan kerja tersebut adalah sebagai berikut ; ambiguitas peran
berpengaruh terhadap konflik peran, tekanan kerja, dan kepuasan kerja.
Peran konflik berpengaruh terhadap kepuasan kerja, tekanan kerja, hasil
yang diharapkan. Selanjutnya tekanan kerja berpengaruh terhadap kepuasan
kerja dan komitmen organisasional. Kepuasan kerja berpengaruh terhadap
hasil yang diharapkan dan kecenderungan untuk keluar dari pekerjaan.
Kemudian hasil yang diharapkan berpengaruh terhadap komitmen
organisasional dan komitmen organisasional berpengaruh terhadap
kecenderungan untuk keluar dari pekerjaan. Contoh diambil adalah tenaga
penjualan yang dipilih dari perusahan pelayanan internasional yang berskala
besar. Pemilihan sampel ini direpresentasikan oleh besarnya kompensasi di
atas gaji dasar ditambah komisi yang diterima oleh sampel terpilih dengan
jumlah sampel keseluruhan berjumlah 188 tenaga penjual. Alat analisa yang
dipakai dalam penelitian ini adalah alaisis jalur (path analysisdengan
menggunakan program LISREL 7,0) dengan tujuan untuk menguji pengaruh
secara langsung maupun secara tidak langsung dari variabel-variabel yang
diteliti. kepada identifikasi variabel anteseden yang dapat dikontrol dan
yangtidak dapat dikontrol seperti faktor besarnya kompensasi
(dapatdikontrol) yang diterima dan faktor-faktor lain serta pengaruhnya
terhadapnya sebagai variabel anteseden dari tekanan kerja. Hal ini
menjustifikasi bahwa variabel penelitian yang diteliti oleh penulis adalah
relevan dengan yang disarankan oleh Moncrief et al., (1997) juga berusaha
untuk menganalisis variabel enteseden Burnout namun terfokus hanya pada
konsekuensinya terhadap tingkat kepuasan kerja. Yang membedakan antara
oleh Moncrief et al., (1997) adalah bahwa untuk mengembangkan variabel
antededen dari model Burnout yaitu dengan menambahkan variabel motivasi
intrinsik dan kelebihan beban kerja sebagai prediktor Burnout sehingga
variabel anteseden Burnout yang dibangun mampu untuk medeskripsikan
atau menggambarkan fenomena penelitian yang terjadi.

4) Babakus et al., (1999)


The role of emotional exhaustion in sales force attitude and behavior
relationship tentang kelelahan emosional tenaga penjual yang dilakukan
oleh Babakus, Cravens, Johnston dan Moncrief, (1999) adalah tentang peran
kelelahan emosional dalam hubunganatara sikap, kekuatan penjualan dan
perilaku. Objek dan subjek dalam adalah manejer pemasaran yang
menempatkan tenaga penjual dilapangan sebagai objek tertelitinya dan
hubungan antar ambigiutas peran, konflik peran, kekelahan emosi,
komitmen organisasional, kepuasan kerja, dan kinerja serta keinginan untuk
keluar dari pekerjaan sebagai subjeknya. Menurut Babakus et al., (1999)
pengujian kelelahan emosional dengan menggunakan tenaga penjual di
lanpangan sangat menarik karena hanya ada satu kajian dengan
menggunakan sampel terteliti yang sama yang pernah dilakukan oleh Boles,
Johnson dan Hair (1997). Menurut Babakus et al., (1999), kelelahan
emosional adalah sebuah konstruk penting dalam menguji perilaku dan sikap
tenaga penjual. Salah satu sikap yang amat disfungsional yang sewaktu
waktu dapat menimbulkan stres berat adalah Burnout yang adalah karakter
sebuah sindroma kelelahan emosional dan sinisme yang terjadi pada
individu pekerja di lapangan. Model konseptual yang ditampilkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut ; kelelahan emosional dipengaruhi oleh
ambigiutas peran dan konflik peran. Kemudian Burnout tersebut
mempengaruhi komitmen organisasional, kepuasan kerja dan kinerja.
Komitmen organisasional dan kepuasan kerja mempengaruhi keinginan
untuk keluar dari pekerjaan. Sementara itu menurut model yang ada,
terdapat pengaruh konflik peran terhadap ; kepuasan kerja dan komitmen
organisasional. Ambigiutas peran juga mempengaruhi konflik peran,
kepuasan kerja dan kinerja. Model ini juga memperlihatkan adanya
pengaruh kinerja terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional.
Hasil kajian Babakus et al., (1999) ini adalah ; (1) ambiguitas berpengaruh
positif terhadap konflik peran, negatif terhadap komitmen organisasi, positif
terhadap Burnout, negatif terhadap kinerja. (2) Konflik peran berpengaruh
positif terhadap Burnout negatif terhadap kepuasan dan positif terhadap
kinerja. (3) Burnout berpengaruh negatif terhadap kepuasan, komitmen dan
kinerja. (4) Kinerja berpengaruh positif terhadap kepuasan. (5) Kepuasan
berpengaruh positif terhadap komitmen dan negatif terhadap keinginan
untuk keluar. (6) Komitmen berpengaruh negatif terhadap keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan.
Yang menarik bahwa Babakus et al., (1999) menjustifikasi bahwa
penelitian tentang kelelahan emosional bahkan Burnout dapat terjadi pada
semua lapangan kerja yang menempatkan seseorang sebagai pekerja garis
depan yang selalu berinteraksi (bertatap muka) secara langsung dengan
penerima layanan. Hubungannya dengan penelitian ini yaitu bahwa
rekomendas Babakus et al., (1999) diadopsi penulis dalam peneltian ini
yaitu dengan memilih dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebagai sampel
terteliti karena faktor interaksi langsung yang dihadapi oleh seorang dosen
baik dengan atasan, rekan sejawat, staf administrasi dan terlebih dalam
interaksi dengan mahasiwa dalam bentuk perkuliahan, seminar, bimbingan
ataupun dalam bentuk interaksi lainnya.
5) Brashear et al., (2000)
` A test of retail salesforce turnover in Romania Brashear,
Rosenberger III, Brooks dan Acevedo, (2000) melakukan peneltian ilmiah
ini dengan mengambil judul “A test of retail salesforce turnover in
Romania”, dengan tujuan secara umum untuk melihat kecenderungan
tingkat turnover pada tenaga penjualan retail di Rumania. Kajian ini
dilakukan di Rumania dengan beberapa alasan yaitu ; karena Rumania
dipandang sebagai salah satu pasar yang penting di Eropa Timur yang
memikili lokasi yang dipandang sentral, memiliki populasi penduduk yang
besar serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik. Fenomena yang
melatar-belakangi penelitian ini adalah karena pengaruh dari sistim
perdagangan bebas sehingga menyebabkan adanya perubahan-perubahan
yang harus segera dilakukan oleh perusahaan dan wirausaha lokal, di mana
mereka harus mampu mengaplikasikan sistim manajemen penjualan
negaranegara barat dengan sebelumnya perlu untuk mengetahui
tentangpengaruh yang dapat saja terjadi pada bidang usaha mereka. Fokus
dan tujuan secara khusus dari penelitian ini akan lebih terpusat pada
pengujian secara empiris tentang tingkat kinerja, kepuasan dan turnover
yang terjadi pada tenaga penjualan di Rumania. Untuk mencapai fokus dan
tujuan tersebut maka model hubungan antar variabel terteliti yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah ; ambiguitas konflik berpengaruh terhadap
kinerja, kepuasan, dan komitmen. Peran konflik berpengaruh terhadap
kinerja dan kepuasan. Antara ambiguitas peran dan konflik peran terdapat
hubungan timbal balik (resiprocal). Selanjutnya kinerja berpengaruh
terhadap kepuasan dan komitmen. Kepuasan juga berpengaruh terhadap
komitmen dan komitmen berpengaruh terhadap tingkat turnover.
Dengan menggunakan analisis structural equation models (SEM) dengan
bantuan program LISREL 8,30, Brashear et al., (2000) memberikan hasil
antara lain ; ambiguitas peran dan konflik peran memiliki hubungan negatif
dengan kinerja dan kepuasan. Kemudian kinerja dan kepuasan berhubungan
positif dengan komitmen
organisasional. Komitmen berhubungan negatif dengan kecenderungan
tingkat turnover. Hubungannya dengan penelitian in yaitu, penulis dalam
penelitian ini berusaha untuk mengekstensi model Brashear et al., (2000)
dengan memasukan variabel lain yaitu kelebihan beban kerja dan motivasi
intrinsik dengan tetap mengadopsi konflik peran sebagai variabel anteseden
Burnout serta menguji pengaruh antara variable enteseden Burnout dan
konsekuensinya terhadap tingkat kepuasan kerja.

6) Low et al., (2001)


Antecedents and consequences of salesperson Burnout Low,
Cravens, Grant, Moncrief, (2001) dalam penelitiannya yang berjudul
“Antecedents and consequences of salesperson Burnout”, mengambil
sampel sebanyak 148 tenaga penjualan di Australia sebagai objek terteliti.
Menurut Low et al., (2001) bahwa Burnout dianggap penting sebagai
penelitian karena beberapa alas an antara lain ; pertama karena pengaruh
negatif dari Burnout pada karyawan dapat menyebabkan biaya turnover
yang tinggi dan pasti akan menurunkan produktifitas. Kedua, dengan
memahami tentang peran dari Burnout maka dapat menjadi pedoman bagi
manajemen untuk mengurangi pengaruh yang dapat ditimbulkan dan ketiga
yaituterdapat hubungan yang erat antara Burnout, sikap dan perilaku
individu dalam organisasi (Lee dan Ashforth, 1996 dan Sigh et al.,1994).
Model konseptual yang ditampilkan oleh Low et al., (2001) lewat variabel-
variabel yang diteliti antara lain ; peran konflik, motivasi intrinsik,
ambiguitas peran, Burnout, kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja
serta keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Sedangkan hubungan antar
variabelnya adalah ; peran konflik
terhadap Burnout, kepuasan kerja, komitmen organisasi, kinerja dan
keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Motivasi intrinsic berpengaruh
terhadap peran konflik, ambiguitas peran, Burnout, kepuasan kerja,
komitmen organisasi, kinerja dan keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.
Kemudian Burnout berpengaruh terhadap kepuasan kerja, komitmen
organisasi, kinerja dan keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Kepuasan
kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi dan keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan. Komitmen organisasional dan kinerja berpengaruh
terhadap keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Dalam model konseptual
ini yang
menjadi variabel anteseden dari Burnout adalah konflik peran, motivasi
intrinsik dan ambiguitas peran. Populasi target dari penelitian ini adalah
tenaga penjualan diAustralia. Pemilihan Australia karena dalam kurun waktu
tersebut
penelitian tentang Burnout hanya dilakukan di Amerika Serikat. Sampel
dipilih dari berbagai perusahaan seperti telekomunikasi, jasa pengiriman,
jasa pengepakan barang dan lain-lain. Teknik penarikan sampel yang
digunakan adalah judgment sampling method denganjumlah sampel sebesar
148 tenaga penjualan. Hasil penelitian ini mempertegas penemuan peneliti-
penelititerdahulu yaitu (Sigh et al., 1994 dan Babakus et al., 1999) yaitu ;
(1).Semakin tinggi motivasi intrinsik maka konflik peran akan
semakinrendah, (2). Semakin tinggi motivasi intrinsik maka ambiguitas
peranakan semakin rendah, (3). Semakin tinggi ambiguitas peran
makakonflik peran akan semakin besar, (4). Semakin tinggi motivasi
intrinsikmaka Burnout akan semakin rendah, (5). Semakin tinggi
ambiguitasperan maka Burnout akan semakin tinggi pula, (6). Semakin
tinggikonflik peran maka Burnout akan semakin tinggi, (7). Semakin tinggi
Burnout maka akan menurunkan tingkat kepuasan kerja, (8). Tingkat
motivasi intrinsik yang semakin tinggi memiliki pengaruh positif terhadap
kepuasan kerja, (9). Semakin tinggi ambiguitas peran akan menurunkan
tingkat kepuasan kerja, (10). Semakin tinggi tingkat konflik peran akan
menurunkan tingkat kepuasan, (11). Tingkatkepuasan yang semakin tinggi
akan berpengaruh negatif terhadap niat
untuk meninggalkan pekerjaan, (12). Tingkat komitmen yang semakin tinggi
akan berpengaruh negatif terhadap niat untuk meninggalkan pekerjaan, (13).
Semakin tinggi ambiguitas peran akan berpengaruh
positif terhadap niat untuk meninggalkan pekerjaan, (14). Semakin
tinggi ambiguitas peran berpengaruh negatif terhadap kinerja, (15).
Semakin tinggi Burnout akan menyebabkan kinerja menjadi rendah
dan (16). Semakin tinggi kinerja maka komitmenpun akan semakin tinggi
serta (17). Semakin tinggi kinerja akan menurunkan niat untuk
meninggalkan pekerjaan. melakukan saran yang dikemukakan oleh Low et
al., (2001) untuk mengkaji lebih lanjut tentang Burnout yang
dihubungkan dengan tingkat kepuasan kerja dalam kondisi dan situasi
yang berbeda dengan memasukan variabel lain (kelebihan beban
kerja) untuk diteliti. Kelebihan beban pekerjaan dipilih untuk diteliti
lebih didasarkan pada realitas fenomena yang terjadi.

7) Zagladi, (2004)
Pengaruh kelelahan emosional terhadap kepuasan kerja dan kinerja
dalam pencapaian komitmen organisasional Dosen Perguruan Zagladi,
(2004) dalam “Pengaruh kelelahan emosional terhadapkepuasan kerja dan
kinerja dalam pencapaian komitmen organisasional Dosen Perguruan Tinggi
Swasta” menggunakanbeberapa variabel penelitian yaitu ; beban kerja,
penghargaan,lingkungan keluarga, konflik peran, kelelahan emosional,
kinerja dankepuasan kerja serta komitmen organisasional.
Kemudian kelelahan emosional tersebut mempengaruhi kinerja dan
kepuasan kerja. Selanjutnya kinerja berpengaruh terhadap penilaian kinerja
dan penilaian kinerja tersebut berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Kemudian kinerja dan kepuasan kerja mempengaruhi komitmen
organisasional.
yang tinggi berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Selanjutnya
kepuasan kerja yang tinggi berpengaruh terhadap kinerja. Serta kepuasan
kerja dan kinerja berpengaruh terhadap komitmen
organisasional.

8) Lankau et al., (2006)


The mediating influence of role stresors in the relationship between
mentoring and job attitudes
Penelitian ini dilakukan oleh Lankau, Carlson, Nielson, (2006) bertujuan
untuk menganalisa pengaruh dua peran stresor yaitu peran konflik dan
ambiguitas peran terhadap hubungannya dengan aktivitasaktivitas mentoring
dan sifat dari pekerjaan. Pada bagian pendahuluan penelitian ini Lankau et
al., (2006) melihat bahwa aktivitas mentoring adalah merupakan salah satu
subjek penelitian yang cukup berfariasi dalam dua dekade terakhir. Hal
berikutnya yang melatar-belakangi penelitian ini adalah bahwa ternyata
hanya terdapat 3 (tiga) penelitian yang menganalisa tentang mediasi
pengaruh antara peran stres terhadap mentoring dan sikap. Penelitian-
penelitian tersebut dilakukan oleh (1) Young dan Perrewe, (2000), (2)
Lankau dan Scandura, (2002) dan (3) Day dan Allen, (2002). Lankau et al.,
(2006) dalam penelitian ini mengusulkan adanya pengurangan terhadap
peran stres sehingga pada akhirnya mampu untuk menjelaskan tentang
mengapa aktivitas-aktivitas mentoring seperti ; dukungan vocational,
dukungan psikologi dan peran model berpengaruh secara positif terhadap
sikap dari tenaga
mentor. Variabel terteliti dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) demensi
yaitu demensi aktivitas-aktivitas mentoring yang terdiri dari dukungan
vocational, dukungan psikologi dan peran model. Dimensi kedua adalah
dimensi peran stres yang terdiri dari peran konflik dan ambiguitas peran dan
dimensi terakhir adalah dimensi sikap yang terdiri dari kepuasan kerja dan
komitmen organisasi. Hubungan antar variabelnya dan hipotesi
penelitiannya adalah ; (1) peran stress memediasi hubungan antara dukungan
vocational dan sikap mentor sikap mentor dan (3) peran stres memediasi
hubungan antara dukungan model dan sikap mentor. Alat analisa yang
digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah structural
equation model (SEM) dengan bantuan software LISREL 8,56. Sementara
sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah lulusan bisnis manajemen
yang secara acak terpilih dari universitas bagian barat serta universitas
bagian timur laut di Amerika Serikat dengan totalnya sebesar 355 sampel.
Hasil analisis menunjukan bahwa ternyata peran stress memediasi hubungan
antara dukungan vocational dan sikap mentor. Hipotesis kedua dan ketiga-
pun ternyata terdukung oleh hasil analisa yang dilakukan yaitu, peran stres
memediasi hubungan antara dukungan psikologi dan sikap mentor serta
peran stres juga memediasi hubungan antara dukungan model dan sikap
mentor. Keterbatasan dari penelitian ini adalah bahwa semua pengukuran
yang digunakan diperoleh dari laporan pribadi responden sehingga mungkin
saja akan bias, karena perbedaan metoda umum dan konsistensi responden.
Untuk mengatasinya maka Lankau et al., (2006) mengusulkan untuk
penelitian yang akan datang untuk juga mengkaji persepsi yang barasal dari
tenaga mentor itu sendiri khususnya menyangkut aktivitas-aktivitas
mentoring dan peran stress yang dialaminya. Selanjutnya Lankau et al.,
(2006) juga mengusulkan untuk menganalisa lebih lanjut tentang perspektif
keterlibatan mentor serta dampak peran stres yang ditimbulkan karena ada
kemungkinan bahwa tugas mentoring dapat menjadi satu sumber Burnout
yang signifikan untuk tenaga mentor, terutama dalam kaitan dengan peran
konflik, ambiguitas peran dan kelebihan beban kerja yang harus
dijalankannya. Hubungan antara penelitian oleh Lankau et al., (2006)
denganpenelitian ini adalah bahwa rekomendasi peneltian oleh Lankau et al.,
(2006) ini yang coba untuk diteliti lebih lanjut oleh penulis, yaitu peran
konflik dan kelebihan beban kerja akan dinalisa sebagai variable anteseden
Burnout serta juga menganalisa variabel lainnya yang relevan dengan
fenomena yang terjadi.

9) Bhanugopan, (2006)
An empirical investigation of job Burnout among expatriates
Penelitian oleh Bhanugopan, (2006) dilakukan dengan tujuan untuk menguji
hubungan antara Burnout dan keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan dengan mengambil sampel penelitiannyaadalah
manejer expatriate di Papua New Guinea (PNG) dengan judul ” An
empirical investigation of job Burnout among expatriate”.Terdapat dua
konsep besar yang digunakan untuk melihathubungan antara determinan
konsep-konsep tersebut dengan Burnou dan keinginan untuk menginggalkan
pekerjaan di mana konsep tersebut akan terwakilkan oleh variabel-variabel
yang akan diuji. Konsep dimaksud adalah ; pertama, konsep karakteristik
pekerjaan yang terdiri dari role conflict, role ambiguity dan role overload.
Konsep kedua adalah konsep dimensi Burnout terdiri dari emotional
exhaustion, depersonalization dan reduced personal accomplishments.
Model hubungan antar variabel terteliti yang ditampilkan adalah role
conflict, role ambiguity dan role overload berpengaruh terhadap emotional
exhaustion, depersonalization dan reduced personal
accomplishments. Emotional exhaustion, depersonalization da reduced
personal accomplishments berpengaruh terhadap Burnout dan Burnout
sendiri berpengaruh terhadap keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.
Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner dengan
mengadopsi skala pengukuran Likert sebagai skala pengukuran jawaban
responden. Bhanugopan, (2006) dalam penelitian ini membagikan kuisioner
sebanyak 300 buah dan yang kembali hanya sebanyak 189 yang akhirnya
dijadikan sebagai sampel penelitian ini. Alat analisa yang digunakan untuk
mencapai atau memenuhi tujuan dari penelitian ini adalah analisa structural
equation modelling (SEM) dengan menggunakan program LISREL.
Hasilnya Bhanugopan, (2006) mengemukakan bahwa ; (1) role conflict, role
ambiguity dan role overload berhubungan positif secara signifikan terhadap
dimensi Burnout (emotional exhaustion,
depersonalization dan reduced personal accomplishments). (2) emotional
exhaustion, depersonalization dan reduced personal accomplishments yang
dialami oleh pekerja akan membuat mereka mengalami Burnout. (3)
Burnout berhubungan positif secara signifikan
terhadap kecenderungan turnover. Bhanugopan, (2006) juga menyarankan
untuk penelitianpeneltitan dimasa mendatang untuk meneliti secara lebih
mendalam tentang hubungan dimensi Burnout dengan pengaruh
organisasional dan karakteristik individu. Yang diadopsi penulis dari
penelitian Bhanugopan, (2006) ini adalah menyangkut hubungan antar role
conflict dengan Burnout dan juga menyangkut saran bagi penelitian
mendatang yakni mencoba untuk melibatkan unsur individu terutama
menyangkut motivasi intrinsik sebagai variabel anteseden dari Burnout.

10) Harris et al., (2006)

Role stresors, service worker job resourcefulness, and job outcomes : An


empirical analysis
Harris, Artis, Walters, Licata, (2006) dalam penelitiannya yang berjudul
“Role stresors, service worker job resourcefulness, and job outcomes : An
empirical analysis” secara umum bertujuan untuk menyoroti pentingnya
upaya untuk mengurangi peran stresor untuk meningkatkan keseluruhan
efisiensi dan efektifitas perusahaan. Fenomena yang diangkat dari penelitian
ini adalah sebuah tema yang sedang popular di dunia bisnis yaitu “do more
with less” yang adalah
sebuah ungkapan yang bermakna adanya usaha untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas dalam organisasi. Tema ini lebih difokuskan kepada
bagaimana menggunakan karyawan yang ada didalam perusahaan untuk
bekerja secara lebih produktif dengan sumberdaya
yang terbatas. Fenomena berikutnya adalah tentang Burnout (ambiguitas dan
konflik peran) yang ternyata sangat mempengaruhi tingkat pemenuhan
sumberdaya yang ada didalam perusahaan, tingkat kepuasan dan juga
tingginya tingkat turnover seperti yang dikemukakan oleh Licata (2003).
Variabel-variabel yang digunakan oleh Harris et al., (2006) dalam penelitian
ini adalah kepribadian, peran konflik dan ambiguitas peran, job
resourcefulness, orientasi konsumen, kepuasan kerja serta keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan. Adapun model hubungan antar variabel penelitian
ini adalah kepribadian berpengaruh terhadap job resourcefulness, peran
konflik dan ambiguitas peran berpengaruh terhadap job resourcefulness,
kepuasan kerja dan keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Selanjutnya
job resourcefulness berpengaruh terhadap orientasi konsumen, kepuasan
kerja da keinginan untuk meninggalkan pekerjaan dan orientasi konsumen
berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan keinginan untuk meninggalkan
pekerjaan. Sampel penelitian ini yang dipilih adalah karyawan retail pada
perbankan berskala besar di Amerika Serikat. menunjukan bahwa semua
yang antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kontrol kepribadian dan ambiguitas peran berhubungan negative dengan
job resourcefulness.
2. Kontrol kepribadian dan peran konflik berhubungan negatif dengan job
resourcefulness.
3. Pengaruh ambiguitas peran terhadap Job resourcefulness lebih besar
dibandingkan pengaruh peran konflik terhadap job resourcefulness.
4. Job resourcefulness berhubungan positif dengan orientasi konsumen.
5. Job resourcefulness berhubungan positif dengan kepuasan kerja.
6. Orientasi konsumen memediasi pengaruh job resourcefulness terhadap
kepuasan kerja.
7. Job resourcefulness berhubungan negatif dengan keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan.
8. Orientasi konsumen memediasi pengaruh job resourcefulness terhadap
keinginan untuk meninggalkan pekerjaan Harris et al., (2006) mengusulkan
dalam rangka generalisasi serta untuk perkembangan topik penelitian ini
maka sebaiknya penelitian mendatang juga menganalisa dimensi kepribadian
lainnya seperti layanan profesional, dimensi keramah tamahan dan dimensi
layanan lainnya yang berhubungan dengan karakteristik yang dibutuhkan
dalam suatu pekerjaan seperti keterbukaan dan ketelitian yang tinggi.
Kontribusi penelitian Harris et al., (2006) untuk penulisan ini adalah
pengadopsian hubungan variabel konflik peran dengan kepuasan kerja
sebagai bagian dari model konseptual penelitian.

11) Karatepe dan Tekinkus, (2006)

The effects of work-family conflict, emotional exhaustion, and intrinsik


motivation on job outcomes of front-line employees Penelitian ini dilakukan
oleh Karatepe dan Tekinkus, (2006) ini dilakukan di Turky dengan tujuan
untuk menganalisa dampak dari (1).
Konflik keluarga-pekerjaan terhadap kelelahan emosional, kinerja pekerjaan,
kepuasan pekerjaan, dan komitmen afektif organisasi. (2). Kelelahan
emosional terhadap kinerja pekerjaan, kepuasan pekerjaan, dan komitmen
organisasi. (3). Pengaruh motivasi intrinsik terhadap
kelelahan emosional, kinerja pekerjaan, kepuasan pekerjaan, dan komitmen
organisasi. (4). Kinerja pekerjaan terhadap kepuasan pekerjaan dan
komitmen organisasi. mkonflik keluargapekerjaan) mempunyai efek positif
signifikan terhadap kelelahan emosional, dan motivasi intrinsik mempunyai
dampak negative msignifikan terhadap kelelahan emosional. Hasil lainnya
berdasarkan manalisa jalur, yaitu bahwa konflik keluarga-pekerjaan dan
kelelahan
emosional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerjaan, terdapat
pengaruh positif yang signifikan dari motivasi intrinsic terhadap kinerja
pekerjaan. Hasil juga mengungkapkan bahwa konflik keluarga-pekerjaan
dan kelelahan emosional berpengaruh negative yang signifikan terhadap
kepuasan pekerjaan. Sementara motivasi intrinsik dan kinerja pekerjaan
mempunyai efek positif yang signifikan terhadap kepuasan pekerjaan,
konflik keluarga-pekerjaan dan kelelahan emosional berpengaruh negative
terhadap komitmen afektif organisasi. Hasil selanjutnya dalah bahwa
motivasi intrinsik mempunyai dampak positif signifikan terhadap
komitmen afektif organisasi, dan kemudian hasil yang terakhir menunjukan
bahwa kinerja pekerjaan dan kepuasan pekerjaan mempunyai efek positif
yang signifikan terhadap komitmen afektif organisasi.

12) Kuruuzum et al., (2008)

Predictors of Burnout among middle managers in the Turkish


hospitality industry
Kuruuzum, Anafarta dan Irmak, (2008) melakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk menguji, memprediksi serta melihat predictor terpenting dari
pengaruh kepuasan kerja, karakteristik pekerjaan dan karakteristik
demografi terhadap Burnout dengan objek terteliti manejer tingkatan
menengah pada industri kesehatan di Turky. Fenomena penelitian ini
dimulai dari kondisi pekerjaan industry kesehatan yang digambarkan sebagai
suatu pekerjaan dengan
prosedur yang kompleks, tingkat hubungan pekerja yang intensif pada setiap
jenjang pekerjaan. Khusus untuk manejer tingkat menengah di mTurky,
tuntututan pekerjaan mengharuskannya untuk selalu melakukan mkontak
langsung dengan konsumen dan mereka juga dituntut untuk
bekerja dalam waktu yang lebih panjang, harus diperhadapkan dengan
bermacam permintaan konsumen, keinginan atau kebutuhan pekerja dan
kebijakan-kebijakan perusahaan. Hal-hal tersebut disimpulkan dapat
melahirkan Burnout khususnya secara umum pada menejer
tingkat menengah.

13) Henkens dan Leenders, (2010

Burnout and Older Workers Fenomena uitama dari penelitian ini adalah
bahwa semakin
tingginya partisipasi angkatan kerja pada usia tua yang terjadi di mBelanda.
Fenomena ini segera diantisipasi dengan cepat oleh pemerintah Belanda
dengan melancarkan kebijakan-kebijakan formal lewat program pensiun
dini. Dengan mengadopsi asumsi yang digunakan pada penelitian
empiris sebelumnya, penelitian ini berasumsi bahwa pensiun dini dapat
dilihat sebagai bentuk penarikan dari organisasi dalam upaya untuk
menghindari situasi kerja yang tidak memuaskan, yang dapat dibandingkan
dengan bentuk lain dari penarikan diri (salah satu ciri Burnout) seperti
absensi atau penarikan psikologis. Berdasarkan asumsi tersebut maka fokus
dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara Burnout dengan
niat untuk pensiun dini.
Model konseptual penelitian ini menggambarkan tentang determinan dari
Burnout. Pertama adalah karakteristik pekerjaan, yang teraktualisasi melalui
beban kerja yang tinggi, tingkat otonomi mpekerjaan, tantangan pekerjaan,
tuntutan beban pekerjaan. Kedua
adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan manejer, dukungankolega
dan dukungan rekan kerja. mData penelitian ini bersumber dari informasi
yang dikumpulkan selama survey pada tahun 2001 oleh Institute Demografi
Interdisipliner Belanda (NIDI). Sebanyak 2.892 karyawan pada 4
perusahaan swasta dan 1 perusahaan pemerintah dijadikan sebagai sampel
penelitian.
Umur sampel rata-rata adalah diatas 50 tahun, dengan 76% adalah laki-laki,
41% di antaranya memiliki tingkat pendidikan rendah, 28% tingkat
menengah dan 31% berpendidikan tinggi.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelelahan, sinisme, dan kompetensi (dimensi Burnout)
merupakan reaksi terhadap aspek yang berbedadari pekerjaan dan
lingkungan sosial mereka, kelelahan sebagian besar dijelaskan oleh beban
kerja yang tinggi, kurangnya tantangan, tingginya tuntutan fisik pekerjaan,
dan rendahnya dukungan sosial.Sinisme dijelaskan terutama oleh kurangnya
tantangan dan beban kerja yang tinggi dan kurangnya dukungan kolega.
Kompetensi dijelaskan oleh tantangan, dukungan beban kerja yang berat,
otonomi, dan kurangnya dukungan sosial dari rekan kerja. Hasil penelitian
lainnya menunjukkan bahwa kelelahan signifikan dimediasi efek dari beban
kerja, tantangan dan peluang pertumbuhan pada niat pensiun. Burnout
berhubungan positif dengan niat untuk pensiun. Sementara efek beban kerja
pada niat pensiun sepenuhnya dimediasi oleh kelelahan. Keterbatasan
penelitian ini antara lain yaitu bahwa penelitian ini dilakukan dalam waktu
yang relatif singkat (studi cross-sectional) dan yang kedua adalah faktor
tingkat kesehatan karyawan yang berusia lanjut tidak diperhatikan dalam
penelitian ini. Sementara hubungannya
dengan penelitian ini adalah sama-sama menganalisis faktor-faktor penyebab
Burnout terutama pada variabel beban kerja namun Henkens dan Leenders
tidak meneliti konsekuensinya yang
ditimbulkan oleh Burnout tersebut.
14) Izquierdo et al., (2010
) Applying Information Theory to Small Groups Assessment: Emotions and
Well-Being at Work Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menganalisis pengaruh emosi, desain pekerjaan hubungannya dengan tingkat
kesehatan dengan menggunakan sampel awak kabin maskapai penerbangan
atau (CC-Cabin Crew). Topik penelitian ini dipilih karenamenurut peneliti
bahwa salah satu kunci untuk kinerja pekerjaan yang memadai untuk
sejumlah besar pekerja di sektor jasa berpusat pada ekspresi emosi.
Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi variabel
emosional. Variabel ini diaktualisasikan melalui penularan emosional (EC)
yang adalah proses di mana perasaan dan kerangka pikiran seorang individu
ditransfer ke orang sekitarnya. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat
dijustifikasi bahwa penularan emosi menjelaskan proporsi yang signifikan
dari varians dalam kelelahan
emosional. Selain itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa perasaan
negatif lebih mudah menular daripada yang positif (EW-Well Being)
sehingga berpotensi untuk melahirkan Burnout.
Selain EW, variabel lain telah diperhitungkan, terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan desain. Desain pekerjaan juga berhubungan
dengan stres EW dan bekerja, seperti dalam kasuskasus di mana konflik dan
ambiguitas peran muncul. Rizzo, House & Lirtzman (1970) menunjukkan
bahwa ambiguitas peran dicirikan oleh persepsi ketidaksesuaian antara
harapan yang berbeda, tuntutan, dan perilaku selama bekerja. Sementara
konflik peran ditandai oleh persepsi ketidaksesuaian antara tuntutan, harapan
dan perilaku yang
berbeda di tempat kerja. Variabel EW juga berhubungan dengan kelelahan.
Sindrom ini didefinisikan sebagai kelelahan emosional, sikap negatif
terhadap orang lain pada umumnya klien, (depersonalisasi), dan efisiensi
yang rendah di tempat kerja (kinerja pribadi berkurang) (Maslach &
Jackson, 1986). Salah satu aspek penting dari kerangka emosional adalah
pengaturan diri yang adalah elemen yang stabil yang memungkinkan
individu untuk memandu kegiatan tujuan mereka dari waktu ke waktu dan
tindakan. Aspek lainnya yang menggambarkan emosi adalah self efficacy
merupakan rasa kompetensi yang membantu untuk mengatasi kesulitan
dalam situasi menuntut tertentu. Kesimpulannya bahwa
model konseptual yang dibangun dalam penelitian ini akan menegambarkan
hubungan antara organisasi dan variabel pekerjaan desain (EW, peran dan
konflik ambiguitas) berhubungan dengan variabel kesehatan. Sampel
penelitian sebanyak 181 awak kabin pada sebuah
maskapai penerbangan sipil dengan karakteristik sebagai berikut : semua
responden adalah wanita, di antaranya 60% adalah sarjana dan 40%
berpendidikan sekolah menengah, usia mereka berkisar antara 22-45 tahun,
dengan usia rata-rata adalah 32,8 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perasaan cemas Kecemasan dijelaskan oleh emosi negatif, ambiguitas peran
dan konflik peran. Disfungsi sosial dijelaskan oleh konflik peran, emosi
positif dan Selfefficacy.
Depresi dijelaskan oleh variabel konflik peran. Burnout dijelaskan oleh
konflik peran, emosi negatif, penularan emosional dan disonansi emosional.
Hubungannya dengan penelitian ini adalah sama menganalisis dimensi
Burnout lewat determinannya khususnya konflik peran

15) Hamwi et al., (2011)

Reducing Emotional Exhaustion and Increasing Organizational Support


Penelitian ini dilakukan oleh G. Alexander Hamwi, Brian N. Rutherford dan
James S. Boles dengan tujuan untuk mejelaskansecara mendalam tentang
determinan stress dan pengaruhnya terhadap kelelahan emosional individu
dan persepsi individu tersebut terhadap dukungan organisasional. Guna
memeperoleh data penelitian, maka sebanyak 188 kuisioner dibagikan
kepada karyawan yang berasal dari perusahaan iklan di selatan Amerika
Serikat. Dari 188 kuisioner tersebut, 136 kuisioner dikembalikan dan
selanjutnya dianalisis. Sampel penelitian
ini terdiri dari 72% adalah laki-laki dengan umur rata-rata 30 tahun dan telah
memiliki pengalaman berkeja selama 6,6 tahun, 73% diantaranya adalah
lulusan perguruan tinggi dengan pendapatan rata-rata berkisar diantara
$9,600 sampai dengan $75,000 (tanpa bonus). Kerangka
konseptual yang ditampilkan dalam penelitian ini dirancang untuk
menganalisis hubungan antara determinan stress yakni konflik peran dan
ambigiutas peran terhadap persepsi dukungan organisasional dan kelelahan
emosional, kemudian hubungan antara persepsi dukungan organisasional
dengan konflik pekerjaaan-keluarga dan kelelahan
emosional serta hubungan antara konflik pekerjaaan-keluarga terhadap
kelelahan emosional. Hasil analisis menunjukan bahwa konflik peran
berpengaruh
negatif terhadap dukungan organisasional, ambiguitas peran berpengaruh
negatif terhadap dukungan organisasional, dukungan organisasional
berpengaruh negatif terhadap konflik pekerjaankeluarga, konflik peran
berpengaruh positif terhadap kelelahan emosional dan persepsi dukungan
organisasional tidak berpengaruh terhadap kelelahan emosional serta konflik
pekerjaan-keluarga berpengaruh positif terhadap kelelahan emosional.
Keterbatasan dari penelitian ini antara lain pertama, penelitian ini hanya
meneliti persepsi karyawan, sementara dalam kenyataannya informasi yang
berasal dari manejer sebuah perusahaan juga tidak kalah pentingnya. Kedua,
tingkat generalisasi hasil penelitian ini akan melemah karena hanya meneliti
pada satu perusahaan saja. Berdasarkan keterbatasan tersebut maka untuk
penelitian yang akan
datang disarankan untuk meneliti pada perusahaan-perusahaan penghasil
barang dan jasa serta melibatkan beberapa variabel lain yang berhubungan
dengan organisasi seperti komitmen dan tingkat turnover karyawan.
Hubungannya antara penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel
yang sama yaitu konflik peran dan kelelahan emosional (kelelahan
emosional dalam penelitian ini merupakan salah satu indikator Burnout).
Sementara bedanya adalah penelitian Hamwi ini lebih difokuskan pada
determinan stress serta konsekuensinya terhadap dukungan organisasional,
konflik pekerjaan-keluarga dan kelelahan emosional sementara penelitian ini
lebih khusus menganalisis pengaruh antaseden Burnout serta
konsekuensinya terhadap tingkat kepuasan kerja. Konflik peran, kelebihan
beban kerja dan motivasi intrinsik adalah merupakan ekstensi model
anteseden Burnout yang dikembangkan penulis dalam penelitian ini.
Sebelumnya model anteseden Burnout telah diteliti oleh beberapa peneliti
terdahulu yang sebagian modelnya diadopsi penulis untuk memenuhi tujuan
penelitian ini. Pengembangan (ekstensi) model penelitian ini dibangun
berdasarkan model penelitian yang dilakukan oleh ; Babakus et al., (1999)
dalam “The role of emotional exhaustion in sales force attitude and behavior
relationship” yang menggunakan ambiguitas peran dan konflik peran
sebagai variabel yang menyebabkan terjadinya salah satu dimensi Burnout
yaitu kelelahan emosional pada 203 tenaga penjualan di Amerika Serikat

3.2.1. Konflik Peran

Menurut Babakus et al., (1999) bahwa kelelahan emosional (salah satu


dimensi Burnout) adalah sebuah konstruk penting dalammenguji perilaku
dan sikap tenaga penjual sebagai pekerja garis depan yang selalu
berinteraksi (bertatap muka) secara langsung dengan penerima layanan.
Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa konflik peran berpengaruh
secara positif terhadap Burnout dan berpengaruh negatif terhadap kepuasan.
Hasil yang sama-pun ditunjukan oleh Low et al., (2001) yang menyatakan
bahwa konflik peran berhubungan positif dengan Burnout dan semakin
tinggi tingkat konflik peran akan menurunkan tingkat kepuasan. Pendapat
senada lainnya datang dari Bhanugopan, (2006) yang menyebutkan bahwa
konflik peran berhubungan positif secara signifikan terhadap semua dimensi
Burnout (emotional exhaustion, depersonalization, reducedpersonal
accomplishments). Kajian empiris terakhir yang menjadi rujukan adalah
hasil penelitian Hamwi et al., (2011) yang menunjukkan bahwa konflik
peran berpengaruh positif terhadap kelelahan emosional. Namun hubungan
konflik peran dan Burnout dari keempat penelitian di atas ternyata bertolak
belakang dengan hasil yang tampilkan oleh Zagladi, (2004). Zagladi
menyatakan bahwa konflik peran tidak berpengaruh terhadap kelelahan
emosional. Hubungan antara konflik peran dan tingkat kepuasan kerja juga
diteliti oleh beberapa peneliti yang antara lain ; Dubisky et al., (1992) ;
Moncrief et al., (1997) ; Brashear et al., (2000) ; Lankau et al., (2006) dan
Harris et al., (2006) yang semuanya menyatakan hasil yang serupa yaitu
Konflik peran berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja.

3.2.2. Kelebihan Beban Kerja

Shawn dan Weekly dalam penelitiannya tahun 1985 mengungkapkan bahwa


kelebihan beban kerja berpengaruh terhadap perceive pressure (perasaan
tertekan). Sementara Zagladi, (2004) menyatakan bahwa beban kerja yang
berlebihan berpengaruh secara positif terhadap salah satu dimensi Burnout
yaitu kelelahan emosional dan kelelahan emosional yang tinggi berpengaruh
negatif terhadap kepuasan kerja. Hal senada juga sampaikan oleh
Bhanugopan, (2006) yaitu kelebihan beban kerja berhubungan positif secara
signifikan terhadap semua dimensi Burnout (emotional exhaustion,
depersonalization dan reduced personal accomplishments). Sementara
kajian empiris lainnya oleh Henkens dan Leenders, (2010) menunjukkan
bahwa seluruh dimensi Burnout dipengaruhi oleh tingginya beban kerja.
Hasil yang sama juga ditunjukan oleh Izquierdoet et al., (2010) dalam
penelitiannya dengan sampel awak kabin sebuah penerbangan sipil di
Spanyol, yakni kelelahan (emosional dan fisik) signifikan dimediasi efek
dari beban kerja.

3.2.3. Motivasi Intrinsik


Hubungan antara motivasi intrinsik dengan konflik peran, Burnout dan
tingkat kepuasan kerja dalam penelitian ini diadopsi dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Low et al., (2001). Hasil penelitiannya membuktikan
bahwa ; semakin tinggi motivasi intrinsic maka konflik peran akan semakin
rendah, semakin tinggi motivasi intrinsik maka Burnout akan semakin
rendah dan tingkat motivasi intrinsik yang semakin tinggi memiliki
pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Kajian empiris lainya berasal dari
hasil penelitian oleh Karatepe dan Tekinkus, (2006) yang menyatakan
bahwa motivasi intrinsic ternyata berpengaruh negatif terhadap salah satu
dimensi Burnout yaitu kelelahan emosional dan berpengaruh secara positif
terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan kajian-kajian empiris tersebut, maka
hipotesis mengenai hubungan antara motivasi intrinsik dengan konflik peran,
(1). Babakus et al., (1999) menyatakan bahwa Burnout berpengaruh negatif
terhadap kepuasan, (2). Low et al., (2001) mengungkapkan bahwa semakin
tinggi Burnout maka akan menurunkan tingkat kepuasan kerja, (3).
Sementara Zagladi, (2004) juga menyatakan hasil yang sama yaitu bahwa
kelelahan emosional yang tinggi berpengaruh negatif terhadap kepuasan
kerja dan (4). Kuruuzum et al., (2008) ternyata juga mendukung hasil
penelitianpenelitian di atas yakni prediktor utama dari kepuasan kerja adalah
salah satu dimensi Burnout yaitu depersonalization.
1) Konflik Peran
Luthans, (2002) mendefinisikan konflik peran sebagai suatu posisi yang
memiliki harapan untuk berkembang dari norma yang dibangun. Seorang
individu akan mengalami konflik peran dalam organisasi jika yang
bersangkutan menerima peran yang tidak sesuai dengan perilaku peran yang
tepat. Lebih lanjut Luthans menjelaskan bahwa seorang individu seringkali
memiliki peran ganda (multiple roles), misalnya dalam penelitian ini yakni ;
selain sebagai seorang dosen, orang tersebut juga memiliki peran lain
sebagai tenaga atau pejabat struktural. Peran-peran tersebut sering
memunculkan konflik tuntutan dan konflik harapan. Indikator variabel
konflik peran dalam penelitian ini meliputi :
1. Hubungan dengan atasan, rekan dosen dan staf administrasi
2. Hubungan dengan mahasiswa
3. Persaingan dalam merebut jabatan structural
4. Perebutan mata kuliah yang akan diasuh dan jam mengajar
5. Menjalankan peran lain sebagai tenaga atau pejabat structural

Konflik Peran
Hubungan dengan atasan, rekan dosen dan staf administrasi Dukungan
ataukeakraban hubungandengan atasan, sesamarekan dosen atau denganstaff
administrasi di tempat mengabdiHubungan dengan mahasiswaHubungan
denganmahasiswa sebagaipeserta didik Persaingan dalammerebut
jabatanstrukturalPersaingan di antarasesama rekan dosenuntuk merebut
jabatanjabatanstructuralPerebutan mata kuliahyang akan diasuh danjam
mengajarPersaingan di antarasesama rekan dosenuntuk merebut matakuliah
atau jam mengajar Menjalankan peran lain sebagai tenaga atau pejabat
structural Menjalankan peran lain disamping tugas utama sebagai dosen
yaitu sebagai pejabat struktural di tempat mengabdi
Sumber : Diolah, Zagladi, (2004) dan Hamwi et al., (2011)
2) Kelebihan Beban Kerja
Kelebihan beban kerja pada diri seseorang adalah beban yang menjadi tugas
dan kewajibannya tetapi melebihi takaran kesanggupannya. Kelebihan beban
kerja tersebut dapat berbentuk bobot maupun waktu kerja yang berlebihan
yang akan menimbulkan hal-hal buruk bagi individu karena cenderung dapat
mengurangi efektivitas pekerjaan dan mengganggu perasaan pekerja yang
bersangkutan. Indikator variabel kelebihan beban kerja dalam
penelitian ini meliputi :
1.Melakukan berbagai kegiatan pendidikan
2. Melakukan berbagai kegiatan penelitian
3. Melakukan berbagai kegiatan pengabdian pada masyarakat
4. Melakukan berbagai kegiatan penunjang lainnya
5. Melakukan tugas lain disamping dosen yaitu sebagai tenaga atau sebagai
pejabat structural.

3) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik menurut Herzberg, (1996) adalah factor pemuas yang


disebut juga motivator yang merupakan factor pendorong seseorang untuk
berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi
intrinsik). Indikator variabel motivasi intrinsik dalam penelitian ini antara
lain :
1. Tertarik dengan pekerjaan itu sendiri
2. Mendapatkan pengakuan
3. Mempunyai kesempatan untuk mempelajari sesuatu yang baru dan
memperoleh kenaikan pangkat fungsional secara cepat adalah lebih pasti jika
menduduki salah satu jabatan struktural
4. Bertanggung jawab terhadap pekerjaan
5. Memiliki motivasi dan bangga jika mampu memajukan lembaga tempat
mengabdi

4) Burnout

Burnout menurut Maslach dan Jackson (1981) merupakan suatu sindrom


psikologis yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu emotional exhaustion
(kelelahan emosional), depersonalization (depersonalisasi), dan reduced
personal accomplishment (penurunan pencapaian prestasi diri). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa Burnout merupakan respon terhadap ketegangan-
ketegangan emosional yang muncul karena adanya hubungan secara intensif
dengan orang lain. Indikator dari variabel Burnout dalam penelitian ini
meliputi :
1. Emotional exhaustion (kelelahan emosional) seperti perasaan terkurasnya
energi yang dimiliki, berkurangnya sumber-sumber emosional di dalam diri
seperti rasa kasih, empati, dan perhatian.
2. Depersonalization (depersonalisasi) seperti memandang rendah dan
meremehkan orang lain, bersikap sinis dan cenderung kasar.
3. Reduced personal accomplishment (penurunan pencapaian prestasi diri)
seperti merasa dirinya tidak kompeten dan tidak efektif, kurang puas dengan
apa yang telah dicapai dalam pekerjaan.

5) Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan yang diinginkan oleh setiap
pekerja. Kepuasan kerja dapat diartikan juga sebagai selisih antara harapan
dan kenyataan yang diterima seorang pekerja
atau keadaan emosional pekerja yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap pekerjaannya. Indikator variabel kepuasan kerja
dalam penelitian ini antara lain :
1. Pekerjaan sesuai dengan keinginan dan keahlian
2. Adanya peluang promosi, kenaikan pangkat fungsional dankenaikan
jabatan yang baik
3. Gaji, honorarium dan tunjangan yang memuaskan
4. Dukungan rekan kerja, dan atasan
5. Adanya prestise yang baik menyangkut citra lembaga tempat mengabdi

Konsekuensi Yang Ditimbulkan Stres di Tempat Kerja Pada Individu


Pekerja dan Organisasi.Stres di tempat kerja dapat menimbulkan berbagai
konsekuensi pada individu pekerja. Secara fisiologis, pekerja dengan tingkat
stres kerja yang tinggi dapat mengalami ganguan fisik seperti: sulit tidur,
perubahan pada metabolisme, hilang selera makan, perut mual, tekanan
darah dan detak jantung meningkat, gangguan pernapasan, sakit kepala,
telapak tangan yang berkeringat, dan gatal-gatal.

Secara psikologis, timbul ketidakpuasan kerja yang diikuti dengan adanya


tekanan pada emosi seperti cemas, mudah tersinggung atau mudah marah,
bad mood, muram, bosan dan sikap kasar. Stres juga bisa berakibat pada
perubahan perilaku pekerja, seperti: menurunnya produktivitas, tingkat
kehadiran dan komitmen terhadap organisasi. Selain itu juga menghasilkan
perilaku seperti merokok atau mengkonsumsi minuman keras secara
berlebihan, agresivitas dalam berbicara atau bertindak, melakukan hal-hal
yang mengganggu di tempat kerja, atau sering ditemukan tidur tempat kerja.

Stres yang dialami secara terus-menerus dan tidak terkendali, bisa


menyebabkan terjadinya burn-out yaitu kombinasi kelelahan secara fisik,
psikis dan emosi.Bagi organisasi, stres di tempat kerja dapat berakibat pada
rendahnya kepuasan kerja, kurangnya komitmen terhadap organisasi,
terhambatnya pembentukan emosi positif, pengambilan keputusan yang
buruk, rendahnya kinerja, dan tingginya turnover.Sebagaimana telah
dikemukakan di awal tulisan, stres di tempat kerja pada akhirnya bisa
menyebabkan terjadinya kerugian finansial pada organisasi yang tidak
sedikit jumlahnya.

Strategi –strategi yang termasuk dalam menagemen stres adalah:

1. Perhatikan lingkungan sekitar anda

Lihatlah, mungkin ada sesuatu yang benar-benar dapat anda ubah atau
kendalikan dalam situasi tersebut.

2. Jauhkan diri anda dari situasi-situasi yang menekan

Beri diri anda kesempatan untuk beristrirahat biarpun hanya untuk beberapa
saat setiap hari.

3. Jangan mempermasalahkan hal-hal yang sepele

cobalah untuk memprioritaskan beberapa hal yang benar-benar penting dan


biarkan yang lainnya mengikuti.

4. Secara selektif ubahlah cara anda bereaksi

Tetapi jangan terlalu banyak sekaligus. Fokuskan pada satu masalah dan
kendalikan reaksi anda terhadap hal ini.

5. Hindari reaksi yang berlebihan


Mengapa harus membenci jika sedikit tidak suka sudah cukup?Mengapa
harus merasa bingung jika cukup hanya merasa gugup?Mengapa harus
mengamuk jika marah saja sudah cukup?Mengapa harus depresi ketika
cukup dengan merasa sedih?

6. Tidur secukupnya

Tidur merupakan istirahat yang baik untuk tubuh. Kurang istirahat hanya
akan memperburuk stress.

7. Hindari pengobatan diri sendiri atau menghindar

Alkohol dan obat-obatan dapat menyembunyikan stress. Namun tidak dapat


membantu memecahkan masalah .

8. Belajarlah untuk merelaksasikan diri

Meditasi dan latihan pernafasan telah terbukti efektif dalam mengendalikan


stres.Senam ringan selama 5-10 menit juga merupakan salah satu alternatif
yang dapat di gunakan untuk mengatasi stres di tempat kerja. Selain itu
berlatihlah untuk menjernihkan pikiran anda dari pikiran-pikiran yang
mengganggu .

9. Tentukan tujuan yang realistis bagi diri anda sendiri

Dengan mengurangi jumlah kejadian-kejadian yang terjadi dalam hidup


Anda, Anda akan dapat mengurangi beban yang berlebihan.

10. Jangan membebani diri anda secara berlebihan


Dengan mengeluh mengenai seluruh beban kerja anda.Tangani setiap tugas
sebagai mana mestinya, atau tangani secara selektif dengan memperhatikan
beberapa prioritas.

11. Ubahlah cara pandang anda

Belajarlah untuk mengenali stres.Tingkatkan reaksi tubuh anda dan buatlah


mengaturan diri terhadap stres.

12. Lakukan sesuatu untuk orang lain

Untuk melepaskan pikiran dari masalah anda sendiri.

13. Tingkatkan ketahanan diri anda

Yang harus di garis bawahi dari manajemen stres adalah bagaimana anda
bertahan dan mencari solusi yang positif.

15. Mencoba berfikir positif

Tanamkan pada diri anda bahwa anda dapat mengatasi segala sesuatu
dengan baik dari pada hanya memikirkan betapa buruknya segala sesuatu
yang terjadi? Stress sebenarnya dapat membantu ingatan, terutama pada
ingatan jangka pendek dan tidak terlalu komplek. Stres dapat menyebabkan
meningkatan glukosa yang menuju otak, yang memberikan energi lebih pada
neuron.Hal ini sebaiknya, meningkatkan pembentukan dan pengembalian
ingatan.Hadapilah setiap masalah yang datang dengan tetap berfikiran
positif.Berusaha untuk mencari jalan keluar adalah kunci keberhasilan
menghadapi masalah tersebut.
16. Biasakan hidup sehat makan dengan gizi seimbang

Berusahalah mempertahankan aktifitas yang reatif seperti olahraga


dan rekreasi, hindari rokok dan minuman keras, cukup istirahat dan tidur.

17. Tetaplah memelihara hubungan persahabatan dan sosial dengan orang-


orang di luar lingkungan kerja atau belajar.

Misalnya; tetangga, kerabat dekat,serta melibatkan diri dalam


aktifitas yang berguna seperti kegiatan sosial dan keagamaan.

Keuntungan manajemen stress

Meningkatkan sistem kekebalan tubuh, daya ingat dan daya pikir,


kualitas tidur, kualitas hubungan sosial, kualitas cinta kasih dalam keluarga,
produktivitas, lingkungan kerja atau belajar yang sehat dan dinamis, sangat
memberi kontribusi menekan efek samping sterss kecakapan mengelola
stress juga ditenagarai dapat mengurangi resiko terkena seperti jantung dan
stroke.

Bagi setiap orang, pekerjaan merupakan hal yang penting.Bukan


hanya sebagai sumber penghasilan untuk keperluan hidup, tetapi juga
menjadi bagian dari identitas diri. Apapun pekerjaannya ia akan merasa
lebih percaya diri ketika ditanya orang apa pekerjaannya. Sebaliknya ia akan
merasa malu ketika terpaksa harus menjawab belum punya pekerjaan. Aspek
psikologis dari suatu pekerjaan itulah yang jarang dipikirkan oleh
pemerintah.Maka solusi yang dipilih ketika melihat rakyat miskin bukannya
memberikan pekerjaan (dan penghasilan), tetapi hanya diberi bantuan
langsung tunai.
Orang yang tidak punya pekerjaan jelas mengalami stres. Apalagi
jika ia juga mempunyai tanggungan yang menggantungkan nasib kepadanya.
Tetapi orang yang mempunyai pekerjaan juga tidak terlepas dari
stres.Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap stres di tempat kerja tersebut
antara lain rasa aman atas pekerjaannnya (job security), dukungan sosial,
sifat pekerjaan yang monoton, upaya fisik yang diperlukan, tingkat
kebutuhan fisiologik, tingkat kesertaan dalam mengambil keputusan untuk
jenis pekerjaan, suasana tempat kerja, kebersihan udara tempat kerja.

Stres di tempat kerja juga dipengaruhi oleh faktor individu, seperti


tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, latar belakang budaya (termasuk
etnisitas) dan gaya hidup (merokok, minum alkohol, dan yang lain).
Selanjutnya, derajat stres di tempat kerja sudah tentu akan memengaruhi
produktivitas, loyalitas terhadap perusahaan, tingkat kesehatan individu
termasuk beban biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan baik langsung
maupun tidak langsung, angka kecelakaan kerja, dan angka mangkir
(absenteism rate). Sebegitu jauh penelitian yang ada mengenai stres di
tempat kerja baru melihat dampaknya terhadap individu pekerja yang
berkaitan dengan pekerjaannya.Belum sampai meneliti dampak stres di
tempat kerja terhadap kehidupan keluarga mereka.Reaksi tiap orang
terhadap stres dapat berbeda-beda.

Masalah baru yang muncul akhir-akhir ini adalah adanya larangan


merokok di tempat kerja.Dalam ruangan ber-AC, banyak menggunakan
komputer atau alat-alat elektronik yang peka terhadap debu, atau sifat
pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan kecepatan, dan dengan benda-
benda yang mudah terbakar, atau pekerjaan yang memberikan pelayanan
kepada orang lain, perusahaan mengenakan larangan merokok di tempat
kerja. Peraturan ini juga akan dapat menimbulkan stres bagi mereka yang
sudah kecanduan rokok. Sebaliknya, kalau dibiarkan pekerja merokok di
tempat kerja, ia dapat menimbulkan stress bagi yang bukan perokok. Kedua-
duanya merupakan masalah yang akan berdampak pada produktivitas
pekerja. Di situlah diperlukan kearifan pemilik perusahaan atau manajer
perusahaan untuk membuat aturan yang bijaksana.

Definisi Tanggapan Stimulus

Contoh definisi tanggapan stimulus adalah bahwa stress merupakan


konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dan tanggapan dari
individu yang bersangkutan. Stress dipandang lebih dari sekedar stimulus
atau tanggapan; strss adalah hasil dari suatu interaksi yang unik antara
kondisi stimulus dalam lingkungan dan kecenderungan individu mrnanggapi
dengan cara tertentu.

Definisi Kerja

Masing-masing dari ketiga definisi tersebut mengajukan wawasan


tentang hal-hal yang menimbulkan stress. Oleh karena itu, masing-masing
digunakan untuk mengembangkan suatu definisi kerja untuk bab ini. Kami
mendifinisikan stress sebagai :

Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual


dan/atau proses psikologis, yaitu, suatu konsekuensi dari setiap
kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang
membenahi tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap
seseorang.

Definisi kerja ini melukiskan strss dalam suatu gambaran yang lebih
negatif dibandingkan dengan kebanyakan definisi lainnya, yang
menempatkannya sebagai suatu istilah netral. Akan tetapi, kita telah
memasukkan istilah berlebihan dalam definisi kita. Tentunya tidak semua
stress bersifast negatif. Stress yang positif, yang dikemukakan oleh Dr. Hans
Selye, ialah eustress (dari kata Yunani eu, yang berarti baik, sebagai
euphoria) yang mendorong dalam pengertian positif. Eustress diperlukan
dalam kehidupan kita. Akan tetapi, karena terbatasnya tempat kita tidak
dapat mengembangkan pembahasan kita tentang eustress dalam bab ini.

Definisi kerja di atas memungkinkan kita memusatkan perhatian atas


kondisi lingkungan yang khas sebagai sumber stress yang potensial. Kondisi
semacam itu disebit penekan (stressors). Apakah stress tersebut dirasakan
atau dialami oleh seseorang atau tidak akan tergantung pada karakteristik
orang yang bersangkutan. Selanjutnya definisi tersebut menekankan suatu
tanggapan adaptif. Sebagian besar tanggapan kita terhadap stimulus dalam
lingkungan kerja tidak memerlukan adaptasi, dan karenanya bukab sumber
stress yang benar-benar potensial.

Suatu hal yang perlu diingat adalah keanekaragaman situasi yang


tidak serupa, upaya kerja, kejenuhan, ketidakpastian, ketakutan, timbulnya
emosi dapat menimbulkan stress. Oleh karena itu sangat sukar mengisolasi
faktor tunggal sebagai penyebab satu-satunya.

STRESS PSIKOFISIOLOGI

Jika karena sesuatu alasan tanpa sengaja tangan anda menyentuh


kompor yang panas, beberapa kejadian yang dapat diramalkan akan terjadi.
Anda akan merasa sakit. Dan juga akan ada kerusakan jaringan kulit yang
terkena kompor tersebut. Tergantung pada waktu reaksi anda, anda akan
segera menarik tangan dari kompor. Mungkin anda melontarkan kata-kata
tertentu.
Kejadian tersebut menggambarkan suatu interaksi antara anda
dengan lingkungan itu adalah suatu kejadian yang mengakibatkan
konsekuensi fisik dan psikologis. Hal tersebut juga merupakan kejadian
yang memproyeksikan tentang pengertian stress dan cara kita
menanggapinya secara fisik dan psikologis.

Sindrom Adaptasi Umum (GAS)

Dr. Hans Selye, pelopor riset tentang stress menyusun konsep


tanggapan psikofisiologis terhadap stress. Selye menganggap stress sebagai
tanggapan yang tidak khas terhadap setiap tuntutan terhadap organisme. Ia
memberi nama ketiga fase reaksi pertahanan yang dibentuk seseorang jika
terjadi stress sebagai Sindrom Adaptasi Umum (GAS). Selye menyebut
reaksi pertahanan tersebut sebagai umum karena penekan menimbulkan
dampak atas beberapa bagian dari tubuh; adaptasi menunjukkan suatu
rangsangan pertahanan yang dirancang untuk membantu tubuh
menyeselaikan atau menanggulangi penekan; dan sindrom menunjukkan
bahwa bagian-bagian reaksi yang terjadi lebih kurang bersamaan. Ketiga
fase yang berbeda tersebut diacu sebagai peringatan, perlawanan, dan
peredaran.

Tahap peringatan (alarm stage) adalah awal pengerahan dimana


tubuh bertemu tantangan yang ditimbulkan penekan. Jika penekan sudah
dikenali, otak segera mengirim suatu pesan biokimia ke seluruh sistem
dalam tubuh. Denyut jantung meningkat, tekanan darah menaik, pupil mata
membesar, otot menegang dan sebagainya.

Jika penekan berlanjut, GAS maju ke tahap perlawanan. Tanda-


tanda yang menunjukkan tahap perlawanan mencakup kejenuhan,
kecemasan, dan ketegangan. Orang tersebut sekarang sedang berjuang
melawan penekan. Jika perlawanan terhadap penekan tertentu kuat selama
periode ini, perlawanan terhadap penekan lain lemah. Seseorang hanya
mempunyai sumber tenaga, kosentrasi, dan kemampuan terbatas. Individu
sering lebih mudah sakit selama periode stress tersebut dibandingkan pada
waktu-waktu lainnya.

Tahap GAS yang terakhir ialah peredaan (exhaustion). Perlawanan


yang panjang dan terus-menerus terhadap penekan yang sama pada akhirnya
mungkin menghabiskan adaptif yang tersedia, dan sistem perlawanan
terhadap penekan menjadi kendur. Ketiga tahapan GAS itu disajikan dalam
Gambar 6 – 1.

Sindrom Adaptasi Umum

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Tingkat

Perlawanan

Normal

Reaksialarm Perlawanan
Peredaan
Tubuh menunjukkan Tahap kedua terjadi Dengan mengikuti eksposur
perubahan karakteristik berlanjut yang lama
pada eksposur pertama Jika kelanjutan terhadap eksposur yang
terhadap strssor eksposur terhadap sama di mana tubuh telah
stressor sejalan menyesuaikan diri. Akhirnya
dengan adaptasi energi adaptasi mereda
Sangat penting untuk selalu diingat, bahwa pengaktifan GAS
menempatkan tuntutan yang luar biasa terhadap tubuh. Jelasnya, semakin
sering GAS diaktifkan dan semakinlama ia bekerja, semakin usang dan
rusak mekanisme psikofisiologis. Tubuh dan otak mempunyai keterbatasan.
Semakin sering seseorang mendapat ancaman, melawan, dan terkuras oleh
pekerjaan, atau bukan pekerjaan, atau oleh interaksi dari kegiatan tersebut,
semakin cenderung orang yang bersangkutan menjadi jenuh, sakit, kuyu, dan
berbagai konsekuensi negatif lainnya.

STRESS DAN KERJA: SEBUAH MODEL

Bagi sebagian besar individu yang bekerja, bekerja itu lebih dari
sekedar kewajiban 40 jam seminggu. Bahkan jika waktu kerja yang nyata 40
jam, jika kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut ditambahkan
seperti waktu perjalanan kedan dari tempt kerja, persiapan untuk bekerja,
dan waktu makan siang maka kebanyakan individu mempergunakan 10 jam
atau lebih seharinya untuk berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
pekerjaan tersebut.

Tidak hanya jumlah waktu yang banyak dipakai untuk kegiatan yang
berkaitan dengan pekerjaan, tetapi banyak individu menemukan porsi
penting kepuasan mereka dan identitas dalam pekerjaannya.
Konsekuensinya, kegiatan kerja dan nonkerja saling bergantung. Perbedaan
antara stress di tempat kerja dan stress di rumah adalah sesuatu tiruan dalam
keadaan paling baik. Sumber stress di tempat kerja tercurah ke dalam
kegiatan nonkerja seseorang. Sebagai konsekuensi adanya penekan yang
dialami di tempat kerja, seseorang mungkin pulang ke rumah dengan
perasaan terganggu, marah dan letih. Hal ini dapat mengakibatkan cekcok
dengan isteri atau suami. Konflik perkawinan dapat menjadi sumber stress
berikutnya yang pada gilirannya menimbulkan dampak negatif atas prestasi
kerja. Jadi, stress di tempat kerja dan stress di luar kerja sering berkaitan.
Akan tetapi, kepentingan kita dalam hal ini berkenan dengan penekan
(stressors) ditempat kerja.

Agar dapat memahami lebih baik kaitan antara stressor, stress, dan
konsekuensinya, kita telah mengembangkan suatu model integrasi antara
stress dan kerja. Perspektif manajerial digunakan untuk mengembangkan
bagian-bagian dari model yang ditunjukkan pada Gambar 6 – 2. Mode l
tersebut membagi stressor di tempat kerja ke dalam empat kategori: fisik,
individual, kelompok, dan organisasi. Model itu juga menyajikan lima
kategori dampak stress yang potensial. Dalam buku ini, secara khusus kita
akan menekankan perhatian terhadap dampak yang mempengaruhi prestasi
kerja.

Model tersebut memperkenalkan moderator (penengah). Moderator


yang telah diteliti oleh para peneliti stress pekerjaan meliputi umur, jenis
kelamin, ketagihan kerja, harga diri, dan keterlibatan dalam lingkungan
masyarakat. Kami memilih untuk membahas tiga moderator yang telah
menerima paling banyak perhatian dalam riset, yaitu Pola Perilaku Tipe A,
kejadian-kejadian perubahan dalam hidup (life change events), dan
dukungan sosial (social support).

Konsekuensi Stress

Pengerahan mekanisme pertahanan tubuh bukanlah satu-satunya


konsekuensi potensial yang timbul dari adanya kontak dengan stressor.
Dampak stress sangat banyak dan beragam.

Tentunya beberapa di antaranya bersifat positif seperti motivasi diri,


rangsangan untuk kerja keras, meningkatnya inspirasi untuk menikmati
kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi, banyak juga stressor yang sifatnya
mengganggu dan secara potensial berbahaya. Cox telah mengidentifikasi 5
jenis konsekuensi dampak stress yang potensial. Kategori yang disusun Cox
meliputi :

Dampak subyektif: Kecemasan, agresi, acuh, kebosanan, depresi,


keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup,
merasa kesepian.

Dampak perilaku (Behavioral effects): Kecenderungan mendapat


kecelakaan, alkoholik, penyalah gunaan obat-obatan, emosi yang
tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok berlebihan,
perilaku yang mengikuti kata hati, ketawa gugup.

Dampak kognitif: Ketidakmampuan mengambil keputusan yang


jelas, kosentrasi yang buruk, rentang perhatian yang pendek,
sangat peka terhadap kritik, rintangan mental.

Dampak fisiologis: Meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut


jantung dan tekanan darah, kekeringan di mulut, berkeringat,
membesarnya pupil mata, tubuh panas dingin.

Dampak organisasi: Keabsenan, pergantian karyawan, rendahnya


produktivitas, keterasingan dari rekan sekerja, ketidakpuasan
kerja, menurunnya keikatan dan kesetiaan terhadap organisasi.

Kelima jenis tersebut tidak mencakup seluruhnya, juga tidak terbatas


pada dampak-dampak dimana ada kesepakatan universal dan untuk hal itu
ada bukti ilmiah yang jelas, kesemuanya hanya mewakili beberapa dampak
potensial yang sering dikaitkan dengan stress.
Akan tetapi, jangan diartikan bahwa stress selalu menyebabkan dampak
seperti yang disebutkan di atas.

Dari perspektif manajerial, masing-masing dari kelima kategori


dampak stress seperti yang digambarkan dalam Gambar 6 – 2 adalah
penting. Akan tetapi, pengunduran diri dan perilaku yang nonproduktif
seperti keabsenan, pergantian karyawan, alkoholik, dan penyalahgunaan
obat-obatan, merupakan dampak yang mengganggu diukur dari hilangnya
produktivitas dan biaya.

Pengunduran Diri (Withdrawal). Ketidakhadiran dan keluar dari


pekerjaan adalah dua bentuk perilaku pengunduran diri yang untuk
sementara dapat mengurangi stress pekerjaan dalam beberapa hal. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya hubungan antara stress pekerjaan dengan
keabsenan dan pergantian karyawan. Sebagai contoh, suatu studi
menunjukkan bahwa dalam jangka waktu 15 tahun terdapat peningkatan 22
persen dalam keabsenan dan pergantian karyawan yang disebabkan masalah
kesehatan fisik, sedangkan keabsenan yang dikaitkan dengan masalah
kesehatan psikologis meningkat 152 persen untuk pria dan 302 persen untuk
wanita.

Suatu studi terhadap 175 karyawan rumah sakit mengkaji stress


sebagai satu penduga (predictor) pergantian pegawai. Kewajiban
keorganisasian, kepuasan kerja, dan kondisi kerja tidak dapat menduga
adanya pergantian karyawan. Akan tetapi, tingkat stress yang tinggi
merupakan suatu penduga yang penting dari tindakan meninggalkan rumah
sakit. Para peneliti menyimpulkan bahwa karyawan yang tingkat stressnya
rendah mempunyai harapan masa jabatan yang lebih lama di rumah sakit itu.
Kecanduan Alkohol (Alcoholism). Kecanduan alkohol adalah suatu
penyakit yang dicirikan oleh minum alkohol berlebihan dan berulang-ulang
yang mengganggu kesehatan individu dan perilaku kerja. Mungkin tidak ada
satu faktor pun yang dapat menyebabkan kecanduan alkohol, karena hal itu
merupakan satu kesatuan yang rumit. Diukur dari segi biaya masyarakat dan
hilangnya produktivitas, kecanduan alkohol merupakan penyakit yang
mahal.

Angka bunuh diri di antara para pecandu alkohol 58 kali angka bunuh diri
karena alasan lainnya. Kerugian biaya yang diukur dengan hilangnya hari
kerja dan bakat yang disia-siakan diperkirakan lebih dari $10 milyar setiap
tahunnya. North American Rockwell Corporation yang mempunyai 100.000
karyawan, memasukkan biaya sebesar $250 juta untuk penanggulangan
kecanduan alkohol dalam anggaran belanjanya. The lllinois Bell Telephone
Company menetapkan upah pergantin karyawan disebabkan kecanduan
alkohol sebesar $418.500. Untuk membendung pengeluaran biaya semacam
ini, makin banyak pengusaha yang menyusun program pengawasan alkohol.
Lebih dari 12.000 program bantuan jabatan dilaksanakan dalam berbagai
organisasi.

Tidak terdapat bukti adanya korelasi jenis stress kerja tertentu


dengan penggunaan alkohol sebagai suatu tanggapan atas stress. Akan tetapi,
para peneliti telah menemukan bahwa para pecandu alkohol mempunyai
kebutuhan yang tinggi akan dukungan emosional, mengajukan tuntutan yang
agresif, mengambil keputusan dengan mudah karena mengikuti kehendak
hati, dan terlibat dalam usaha pengawasan dengan cara menekan. Sangat
mengherankan, kecanduan alkohol tidak selalu diikuti oleh memburuknya
prestasi kerja pada tahap awal penyakit tersebut. Pada saat penyakit tersebut
berkembang, kuantitas dan kualitas prestasi kerja pada akhirnya mengalami
penurunan.
Pengidentifikasian awal dari kecanduan alkohol adalah penting
karena prognosis untuk pengobatan yang berhasil lebih menguntungkan jika
pengobatan dimulai pada tahap awal penyakit tersebut. Para manajer dapat
melihat berbagai ciri orang kecanduan alkohol, yang meliputi :

1. Pola keabsenan yang berlebihan: Senin, Jum’at, dan hari-hari sebelum


dan sesudah hari libur.
2. Ketidakhadiran yang sering dan tidak dapat dimaafkan.
3. Datang terlambat dan pulang lebih awal.
4. Pertimbangan dan keputusan buruk.
5. Penampilan pribadi yang lusuh.
6. Meningkatnya kegugupan dan tangan yang tiba-tiba menggigil.
7. Meningkatnya tuntutan biaya rumah sakit, dokter, operasi.

Tanda-tanda ini dapat menunjukkan masah agar manajer siap siaga.


Penting bagi manajer untuk memahami bahwa stress pekerjaan dapat
menimbulkan kebutuhan seseorang akan penggunaan alkohol. Juga penting
bagi manajer untuk mengetahui bahwa bantuan para ahli perlu diterapkan
lebih awal jika orang yang bersangkutan ingin diobati dengan berhasil.
Selanjutnya, meskipun penggunaan alkohol berkembang sebagai tanggapan
terhadap stress dan membantu menghilangkan stress tersebut, jika pola
penggunaan berkembang menjadi kecanduan alkohol, maka dengan
meminumnya dapat menjadi sumber stress.

Penyalahgunaan Obat-obatan (Drug Abuse). Organisasi pada akhirnya


menyadari adanya masalah penyalahgunaan obat-obatan. Beberapa
perusahaan telah mengakui bahwa penyalahgunaan obat-obatan terjadi di
tempat kerja dan mereka telah menggunakan berbagai cara untuk
memberantas masalah tersebut. Anjing-anjing pelacak obat-obatan untuk
menggeledah tempat kerja telah digunakan oleh Mobay Chemical
Corporation di Baytown, Texas. Humprey & Associates, sebuah perusahaan
kelistrikan di Dallas, mengadakan tes darah terhadap siapa saja yang
mendapat kecelakaan di tempat kerja, dan Sunkist Product Group of Ontario,
California, mengharuskan karyawan yang berperilaku aneh di tempat kerja,
mengambil tes air seni. Jenis program deteksi obat-obatan tersebut telah
mendapat kritik dan menimbulkan masalah hukum yang serius. Akan tetapi,
semakin banyak organisasi yang bergabung dalam aksi anti obat-obatan
demi kemanusiaan dan karena jumlah kerugian akibat penyalahgunaan obat-
obatanyang besar yang diperkirakan $16,6 milyar setahun.

Salah satu penyebab penyalahgunaan obat-obatan ialah stress yang


bermula dari pekerjaan. Perangsang dan halusinogen (seperti ganja dan
cocaine), narkotik (seperti heroin dan Demerol), dan obat penenang hipnotis
(obat bius tidur dan valium) digunakan oleh karyawan dari seluruh lapisan
pekerjaan untuk menghilangkan kebosanan, stress yang berlebihan, dan
masalah yang berkaitan lainnya. Agar dapat memberantas penyalahgunaan
obat-obatan, manajer pertama-tama harus mengakui bahwa stress yang
berkaitan dengan pekerjaan dapat menjurus atau menimbulkan
penyalahgunaan obat-obatan. Selanjutnya, menjadi kepentingan manajer
untuk memberantas penyalahgunaan obat-obatan tersebut melalui suatu
program yang manusiawi dan efektif. Sayangnya, penyalahgunaan obat-
obatan tidak terjadi di tempat kerja, tetapi juga di seluruh masyarakat.
Pemberantasan obat-obatan mengharuskan manajer untuk memusatkan
perhatian utamanya pada dampak penggunaan obat tersebut atas prestasi
kerja. Saran-saran lain yang didasarkan atas pengalaman perusahaan yang
berjuang melawan penyalahgunaan obat-obatan ialah :

1. susun dan kominasikan kebijaksanaan yang jelas tentang pengunaan


obat obatan. Manajemen harus meberitahu karyawan tentang risiko
kesehatan dan keselamatan yang disebabkan oleh obat- obatan dan
bahaya yang mengancam di tempat kerja karena penyalahgunaan obat-
obatan. Manajemen harus juga mengkomunikasikan bahwa undang-
undang mewajibkan setiap orang untuk mematuhi hal itu.
2. Laksanakan kebijaksanaan anti penyalahgunaan obat-obatan.
Manajemen tingkat atas harus mendukung para pengawas yang
melaksanakan kebijaksanaan perusahaan tentang obat-obatan.
3. Ketahui lebih dahulu masalah tersebut dan jangan kaget karenanya.
Perusahaan perlu waspada tentang seriusnya masalah penyalahgunaan
obat-obatan di dalam masyarakat. Rumuskan kebijaksanaan tentang
obat-obatan tersebut dan laksanakan secara konsisten.
4. Pelihara hubungan yang baik dengan badan-badan yang melaksanakan
peraturan perundang-undangan. Polisi diperlukan untuk mengambil
tindakan dalam kasus yang bersangkutan dan harus dipandang sebagai
suatu bagian dari tim yang berjuang memberantas penyalahgunaan obat-
obatan di tempat kerja.
5. Jangan mencoba menangani masalah tersebut sendirian; carilah
bantuan para ahli. Kebanyakan organisasi kurang mempunyai
kemampuan dan keahlian yang diperlukan untuk menyelediki dan
menemukan bukti penyalahgunaan obat-obatan.

Organisasi yang telah mengembangkan dan menerapkan program


anti obat-obatan telah menerima peranan membantu karyawan yang
mempunyai masalah obat-obatan yang ingin mencari bantuan. Hal ini bukan
hanya merupakan hubungan kepegawaian yang baik, tetapi juga baik dar i
sudut pandang ekonomi. Pelatihan kembali, mempekerjakan pegawai baru,
dan biaya arbitrasi dapat dihindarkan, dan program anti obat-obatan yang
dilaksanakan dengan baik dapat menimbulkan kesan yang menyenangkan.
Kesehatan Fisik dan Mental

Dari konsekuensi stress yang potensial, konsekuensi fisiologis


barangkali yang paling sering diperdebatan dan secara organisasi tidak
berfungsi. Mereka yang membuat hipotesis adanya hubungan antara stress
dan masalah kesehatan fisik, pada akhirnya menyarankan bahwa suatu
tanggapan emosional berakibat terjadinya perubahan fisik seseorang.
Sebenarnya sebagian buku teks medis mengungkapkan bahwa antara 50 dan
75 persen penyakit berasal dari stress.

Barangkali yang paling penting dari hubungan stress penyakit fisik


yang potensial ialah penyakit jantung koroner (coronary heart disease-CHD).
Meskipun sebenarnya tidak dikenal dalam dunia industri 60 tahun yang lalu,
CHD sekarang menjadi penyebab setengah dari kematian yang terjadi di
Amerika Serikat. Penyakit tersebut begitu meluas sehingga pria Amerika
yang sekarang berumur 45 dan 55 tahun mempunyai kemungkinan 1 di
antara 4 untuk mati karena serangan jantung, dalam 10 tahun mendatang.

Faktor-faktor resiko tradisional seperti kegemukan, perokok,


keturunan, kolesterol yang tinggi, dan tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan tidak lebih 25 persen dari kejadian penyakit jantung koroner.
Oleh karena itu, ada pendapat medis yang mulai berkembang bahwa stress
pekerjaan dan stress kehidupan mungkin merupakan penyebab utama dari
sisa yang 75 persen itu.

Bahkan tinjauan singkat tentang konsekuensi kesehatan dari stress


tidak akan lengkap tanpa menyebutkan dampak kesehatan mental.
Kornhauser meneliti secara luas kesehatan mental para pekerja industri. Ia
tidak menemukan hubungan antara kesehatan mental dengan faktor-faktor
seperti gaji, keamanan kerja, dan kondisi kerja. Melainkan timbul hubungan
yang jelas antara kesehatan mental dengan kepuasan kerja. Esehatan mental
yang buruk dihubungkan dengan frustasi yang timbul karena tidak
memperoleh kepuasan kerja.

Di samping frustasi, kecemasan, dan depresi yang mungkin dialami


seseorang mengalami stress yang hebat, mungkin akan mewujudkan dirinya
dalam bentuk kecanduan alkohol. Kira-kira 5 persen dari penduduk dewasa
punya masalah tentang minum alkohol, ketergantungan akan obat-obatan
(lebih dari 150 juta resep obat-obatan ditulis setiap tahun di A.S.),
dirumahsakitkan(lebih dari 25 persen tempat tidur rumah sakit diisi oleh
orang-orang yang mempunyai masalah psikologis), dan kasus yang ekstrim,
bunuh diri. Bahkan gangguan mental yang minor yang ditimulkan oleh
stress, seperti ketidakmampuan berkosentrasi atau berkurangnya
kemampuan memecahkan masalah, dapat menelan biaya sangat mahal bagi
suatu organisasi.

Sebelum kita mengkaji bagian dari model stress dan kerja lebih
terinci, perlu dikemukakan beberapa hal yang penting diperhatikan. Model
ini, atau setiap model yang mencoba mengintegrasikan fenomena stress dan
kerja, tidak seluruhnya lengkap. Terdapat begitu banyak variabel penting
sehingga pengobatan yang lengkap akan memerlukan tempat lebih banyak.
Selanjutnya variabel yang akan dibahas hanya diajukan sebagai satu-satunya
variabel yang menyediakan perspektif manajerial tentang stress. Variabel-
variabel tersebut tentunya bukan merupakan variabel yang tepat untuk
dipertimbangkan. Akhirnya, adanya ukuran yang tepat dan dapat dipercaya
benar-benar penting, karena program yang diprakarsai manajemen untuk
menanggulangi stress pada tingkatan yang optimal akan tergantung pada
bagaimana pengukuran variabel ini dan variabel lainnya.
Stressor Lingkungan Fisik (Physical Environmental Stressor)

Stressor (penekan) lingkungan fisik sering diberi nama penekan


kerah biru (blue collar stressor), karena lebih merupakan masalah dalam
pekerjaan-pekerjaan teknis. Lebih dari 14.000 pekerja meninggal setiap
tahunnya dalam kecelakaan industri (hampir 55 orang per hari atau 7 orang
setiap jam kerja); dan lebih dari 100.000 oarang pekerja menjadi cacat
permanen setiap tahun; dan karyawan melaporkan lebih dari 5 juta
kecelakaan pekerjaan yang terjadi setiap tahunnya. Perkiraan baru dari
korban di tempat kerja kimiawi, radiasi, tekanan panas, dan bahan-bahan
toxic lainnya, mendorong lembaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional (National Institute of Occupational Safety and Health – NIOSH)
membuat estimasi bahwa 100.000 pekerja mungkin mati setiap tahunnya
karena penyakit (yang ditimbulkan) industri yang seharusnya dapat dicegah.

Banyak pekerja teknis yang gugup dan tertekan oleh konsekuensi


kesehatan yang diduga keras karena bekerja pada pekerjaannya yang
sekarang. Sejak diundangkannya Undang-undang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Occupational Safety and Health Act – OSHA) pada
tahun1970, sebagian dari stress yang dialami seseorang telah berkurang.
Pencapaian ini dapat ditelusuri dari meningkatnya kesediaan para pengusaha
atas ketentuan OSHA tersebut.

Tambahan lagi, banyak serikat buruh yang secara antusias mendukung


Undang-undang tersebut. Masalah masih tetap ada, dan pengadilan
membebani manajemen tanggung jawab atas stress yang berkaitan dengan
lingkungan fisik dan lingkungan kerja umumnya. Kompensasi imbalan yang
ditentukan juri telah meluas. Kita harapkan di masa akan datang peranan
pengadilan akan lebih penting.
Stressor Individu

Stressor pada individu telah diteliti lebih lama dibanding kategori


lain seperti disajikan pada Gambar 6 – 2. Konflik peranan (role conflict)
adalah stresssor individu yang paling banyak diteliti secara luas. Konflik
peranan terjadi bilamana penyesuaian terhadap seperangkat harapan tentang
pekerjaan bertentangan dengan penyesuaian terhadap seperangkat harapan
lain. Segi-segi konflik peranan mencakup perasaan tidak menentu oleh
tuntutan yang berlawanan dari seorang penyelia (supervisor) tentang
pekerjaan, dan mendapat tekanan agar bekerja sama dengan orang yang anda
rasa tidak bisa cocok. Tanpa memperhatikan apakah konflik peranan
disebabkan oleh kebijaksanaan organisasi atau dari orang lain, konflik
tersebut dapat menjadi penekan stressor) yang penting bagi sebagian orang.

Khan dan kawan-kawan melaporkan hasil suatu survei wawancara


dari percontoh (sampel) nasional tentang upah dan gaji karyawan pria,
bahwa 48 persen dari peserta survei mengalami konflik peranan. Dalam
suatu studi dari Goddard Space Flight Center, ditent ukan bahwa 67 persen
dari karyawan melaporkan beberapa konflik peranan. Studi juga menemukan
bahwa para pekerja yang menderita lebih banyak konflik peranan merasakan
kepuasan kerja yang rendah dan ketegangan yang lebih tinggi sehubungan
dengan pekerjaan. Sangat menarik dicatat, para peneliti juga menemukan
bahwa semakin besar kekuasaan atau wewenang dari orang yang
mengirimkan pesan konflik peranan, semakin besar ketidak puasan kerja
yang diakibatkan oleh konflik peranan.

Suatu studi yang lebih besar dan bero rientasikan medis menemukan bahwa
bagi para pekerja ketatalaksanaan (white collar workers) konflik peranan
berkaitan dengan bacaan elektrokardiografik yang abnormal (abnormal
electrocardiographic readings). Dalam bab 8, Perilaku kelompok, kita akan
melihat bahwa konflik peranan juga ditemukan dalam konflik yang terjadi
dalam kelompok.

Agar mereka melaksanakan pekerjaan dengan baik, para karyawan


memerlukan keterangan tertentu yang menyangkut hal-hal yang diharapkan
untuk mereka lakukan dan hal-hal yang tidak harus mereka lakukan.
Karyawan perlu mengetahui hak-hak, hak-hak istimewa, dan kewajiban-
kewajiban mereka.

Ketaksaan peranan (role ambiguity) adalah kurangnya pemahan atas hak-


hak istimewa, dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan
pekerjaan. Beberapa studi telah menunjukkan persoalan ketaksaan peranan.
Dari studi pada Goddard Space Flight Center, para administrator, insinyur,
dan ilmuwa mengisi skala stress ketaksaan peranan. Contoh-contoh darah,
tekanan darah, dan frekuensi denyut jantung telah diperoleh. Berdasarkan
hal-hal itu ditemukan bahwa ketaksaan peranan secara nyata berkaitan
dengan rendahnya kepuasan kerja dan perasaan ancaman dari pekerjaan
terhadap kesejahteraan mental dan fisik. Selanjutnya, semakin lebih tidak
jelas peranan seseorang dilaporkan, semakin rendah pemanfaatan keahlian
intelektual, pengetahuan, keahlian kepemimpinan orang tersebut.

Setiap orang pernah mengalami “beban lajak pekerjaan” (work


overload) pada suatu ketika. Beban lebih tersebut mungkin terdiri atas dua
jenis yang berbeda; kuantitatif atau kualitatif. Terlalu banyak harus
melakukan sesuatu tau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan adalah beban lajak kuantitatif (quantitatif overload). Di lain pihak,
beban lajak kuantitatif (quantitatif overload) terjadi jika individu merasa
bahwa ia kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau
standar prestasi terlalu tinggi.
Dari sudut pandangan kesehatan, penelitian sejak tahun 1958
menunjukkan bahwa beban lajak kuantitatif dapat menyebabkan perubahan
biokimia, khususnya kenaikan tingkat kolesterol dalam darah. Juga telah
dikemukakan bahwa beban lajak sangat berbahaya bagi mereka yang
mengalami kepuasan kerja yang sangat rendah. Studi lain menemukan beban
lajak dikaitkan dengan menurunnya kepercayaan diri, menurunnya motivasi
kerja, dan meningkatnya keabsenan. Beban lajak dapat juga tidak berakibat
langsung menurunnya kualitas pengambilan keputusan, rusaknya hubungan
antarpribadi, dan meningkatnya kecelakaan.

Suatu studi menguji hubungan antara beban lajak, beban kurang, dan
stress di antara 1.540 eksekutif perusahaan besar. Para eksekutif yang
dilaporkan memiliki jenjang stress rendah dan tinggi mempunyai lebih
banyak masalah medis yang penting. Studi tersebut mengemukakan bahwa
hubungan antara stressor, stress, dan penyakit mungkin kurvalinier. Yaitu,
mereka yang mempunyai beban kurang dan mereka yang mempunyai beban
lajak mewakili kedua ujung sebuah kontinuum, masing-masing dengan
masalah kesehatannya yang penting. Kontinuum beban kurang dan beban
lajak tersebut disajikan dalam gambar 6 – 3. Tingkat stress optimal
menyediakan keseimbangan yang terbaik antara tantangan, tanggung jawab,
dan imbalan.

Gambar 6 – 3

Kontinum Beban Kurang/Beban Lajak

Stress

yang

optimal
Prestasi Prestasi

rendah rendah

Beban kurang Prestasi optimal Beban lebih

 Motivasi tinggi  Sukar tidur


 Tenaga kuat  Sikap lekas marah
 Persepsi tajam  Kesalahan
 Kebosanan
 Ketenangan meningkat
 Motivasi yang
 Keragu-raguan
menurun
 Keabsenan
 Sikap acuh

Setiap jenis tanggung jawab dapat merupakan beban bagi sebagian


orang. Jenis tanggung jawab yang berbeda berfungsi sebagai stressor dengan
cara yang berbeda pula. Salah, satu cara mengkategorikan variabel ini ialah
dalam ukuran tanggung jawab terhadap orang versus tanggung
jawabterhadap barang. Juru rawat unit perawatan intensif, ahli bedah syaraf,
dan pengawas lalu lintas udara masing-masing mempunyai suatu tanggung
jawab yang besar terhadap manusia. Suatu studi mendukung hipotesis bahwa
tanggaung jawab terhadap manusia menimbulkan stress pekerjaan. Semakin
besar tanggung jawab seseorang dilaporkan, semakin besar kemungkinan
orang tersebut banyak merokok, mempunyai tekanan darah tinggi, dan
menunjukkan kenaikan tingkat kolesterol. Sebaliknya, semakin besar
tanggung jawab karyawan yang bersangkutan terhadap barang, semakin
rendah pula indikator tersebut.

Stressor Kelompok (Group Stressor)

Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan antara


kelompok. Terdapat banyak karakteristik kelompok yang dapat menjadi
stressor kuat bagi sebagian individu. Sejumlah ahli ilmu perilaku telah
mengemukakan bahwa hubungan yang baik di antara anggota suatu
kelompok kerja merupakan faktor sentral bagi kesejahteraan individu.
Hubungan yang buruk mencakup rendahnya kepercayaan, rendahnya
dukungan, dan rendahnya minat untuk mendengarkan dan mencoba
menanggulangi masalah yang dihadapi seorang karyawan. Studi di bidang
ini telah mencapai kesimpulan yang sama: ketidakpercayaan terhadap rekan
kerja berkaitan secara positif terhadap tingginya ketaksaan peranan, yang
menjurus pada kurangnya komunikasi di antara orang-orang dan kepuasan
kerja yang rendah.
Stressor Keorganisasian (Organizational Stressor)

Masalah dalam mempelajari stressor keorganisasian ialah


pengidentifikasian stressor yang paling penting. Partisipasi dalam
pengambilan keputusan dianggap sebagai bagian pekerjaan yang penting di
dalam organisasi bagi sebagian individu. “Partisipasi” menunjukkan tingkat
dimana pengetahuan, pendapat, dan ide seseorang diikutsertakan dalam
proses pengambilan keputusan. Partisipasi dapat menyebabkan stress.
Sebagian orang merasa frustasi dengan penangguhan yang sering dikaitkan
dengan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Yang lainnya mungkin
memandang bahwa ikut serta dalam pengambilan keputusan merupakan
ancaman terhadap hak-hak tradisional seorang penyelia atau manajer yang
mempunyai hak untuk mengambil keputusan akhir.

Struktur organisasi merupakan stressor lain yang jarang diteliti.


Studi yang dilakukan terhadap pramuniaga menguji dampak tatanan tinggi
(struktur birokratis), medium, dan datar (struktur yang kurang kaku) atas
kepuasan kerja, stress, dan prestasi. Studi tersebut menunjukkan bahwa
pramuniaga dari tatanan yang strukturnya kurang birokratis kurang
mengalami stress, lebih banyak mengalami kepuasan kerja, dan berprestasi
lebih efektif dibandingkan dengan pramuniaga dari struktur medium dan
tinggi.

Sejumlah penelitian telah menguji hubungan antara tingkat


organisasi dengan dampak kesehatan. Sebagian besar penelitian ini
mengajukan gagasan bahwa resiko terkena masalah kesehatan seperti
penyakit jantung koroner meningkat sejalan dengan tingkatan organisasi.

Akan tetapi, tidak semua peneliti mendukung gagasan bahwa semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam hirarki organisasi, semakin besar risiko
kesehatannya. Suatu studi dari karyawan Du Pont menemukan kejadian
penyakit jantung berhubungan secara terbalik dengan tingkat gaji.

Sifat dari klasifikasi yang digunakan dalam studi tersebut


menimbulkan kebingungan tentang hasilnya. Sekarang kecenderungannya
adalah mengkaji komponen-komponen pekerjaan yang penting lebih
mendalam, sebagai cara untuk menjelaskan dampak stress. Sebagai contoh,
beberapa studi telah mencoba menilai apakah meningkatnya ketidakaktifan
atau intelektualitas dan tuntutan emosional pekerjaan berakibat besar
terhadap meningkatnya risiko penyakit jantung koroner. Studi terdahulu
menyumbang terhadap bentuk analisis dalam arti bahwa studi itu
menemukan bahwa pengemudi bis kota (pekerjaan terus duduk) dan
kondektur (pekerjaan aktif) mengidap penyakit jantung koroner lebih tinggi
dibanding rekannya di daerah pinggiran kota. Lebih banyak lagi penelitian
yang diperlukan untuk menentukan apakah tuntutan pekerjaan emosional
lebih kuat dibandingkan dengan ketidakaktifan dalam menjelaskan kejadian
masalah kesehatan.

Kita hanya mempertimbangkan percontoh yang kecil dari sejumlah


besar riset keperilakuan dan medis yang tersedia tentang stressor, stress, dan
kaitan dampaknya. Keterangan yang diperoleh berlawanan dalam beberapa
kasus, seperti riset keorganisasian lainnya. Akan tetapi, apa yang diperoleh
mengisyaratkan sejumlah hal penting, yaitu :

1. Terdapat hubungan antara stressor di tempat kerja dengan perubahan


fisik, psikologis, dan emosional seseorang.
2. Tanggapan yang adaptif terhadap stressor di tempat kerja telah diukur
dengan penilaian diri, penilaian prestasi, dan tes biokimia. Lebih banyak
lagi pekerjaan harus dilakukan untuk mengukur stress secara tepat di
tempat kerja.
3. Tidak terdapat daftar urutan stressor yang berlaku secara universal.
Setiap organisasi mempunyai perangkat keunikan tersendiri yang harus
diteliti.
4. Perbedaan individu menunjukkan mengapa stressor yang sama yang
mengganggu dan tidak dapat ditanggulangi seseorang bersifat menantang
terhadap orang lainnya.

MODERATOR (Penengah)

Stressor mengakibatkan tanggapan berbeda dari orang yang berbeda.


Sebagian orang lebih mampu mengatasi suatu stressor dibandingkan yang
lain, mereka dapat mengadaptasikan perilaku mereka sedemikian rupa sesuai
dengan arah stressor. Di lain pihak, sebagian orang dipengaruhi oleh stress,
yaitu mereka tidak dapat beradaptasi dengan stressor.

Model yang disajikan dalam Gambar 6 – 2 menunjukkan bahwa


berbagai faktor menengahi hubungan antara stressor dan stress. Moderator
adalah suatu kondisi, perilaku, atau karakteristik yang memenuhi syarat
hubungan antara dua variabel. Dampaknya mungkin menguatkan atau
melemahkan hubungan tersebut. Hubungan antara jumlah liter bensin yang
digunakan dengan total kilometer yang dilalui, dipengaruhi oleh variabel
kecepatan (moderator). Demikian juga halnya, kepribadian seseorang dapat
menengahi atau mempengaruhi tingkat individu mengalami stress sebagai
konsekuensi terjadinya hubungan dengan stressor tertentu.
Jenis-Jenis Stres
Menurut Nasir (2011) Di tinjau dari penyebabanya, stres dapat dibedakan ke
dalam beberapa jenis berikut :
1. Stres fisik, merupakan stres yang di sebabkan oleh keadaan fisik, seperti
suhu yang terlalu tinggi atau rendah, suara bising, sinar matahari yang terlalu
menyengat, dan lain lain.
2. Stres kimiawai, merupakan stres yang disebabkan oleh pengaruh senyawa
kimia yang terdapat pada obat-obatan, zat berajun asam, basa, faktor hormon
atau gas, dan lain lain.
3. Stres mikrobiologis, merupakan stres yang disebabkan oleh kuman, seperti
virus, bakteri, atau parasit.
4. Stres fisiologis, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan fungsi
organ tubuh, antara laingangguan struktur tubuh, fungsi jaringan organ, dan
lain lain.
5. Stres proses tumbunh kembang seperti pada masa pubertas, pernikahan, dan
pertambahan usia.
6. Stres psikis/emosional, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan
situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk
menyesuaikan diri, misalnya dalam hubungan interpersonal, sosial budaya,
atau ke agamaan.
Ada dua jenis stres yaitu baik dan buruk. Stres melibatkan perubahan
fisiologis yang kemungkinan dapat dialami sebagai perasaan yang
baik anxiouness (distres) atau pleasure ( eustres ).
1. Stres yang baik atau eustres adalah sesuatu yang positif. Stres dikatakan
berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk
menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang
baik dan berharga. Dengan stres yang baik, semua pihak merasa di
untungkan.
2. Stres yang buruk atau distres adalah stres yang bersifat negatif. Distres
dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana
respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu
integritas diri sehingga bisa diartikan sebuah ancaman.

Terdapat 4 jenis stres , antara lain sebagai berikut.


a. Frustasi. Kondisi dimna seseorang merasa jalan jalan yang akan
ditempatkan untuk meraih tujuan di hambat.
b. Konflik. Kondisi ini muncul ketika dua atau lebih prilaku saling
berbenturan, di mana masing masing perilaku tersebut butuh untuk
diekspresikan atau malah saling memberatkan.
c. Perubahan . kondisi yang di jumpai ternyata merupakan kondisi yang
semestinya serta membutuhkan adanya suatu penyesuaian.
d. Tekanan . kondisi dimana terdapat suatu harapan atau tuntutan yang sangat
besar terhadap seseorang untuk melakukan prilaku tertentu.
Patel (1996) dalam Nasir (2011) menjelaskan adanya berbagai jenis reaksi
stres yang umumnya dialami manusia.
1. Too little stres. Dalam kondisi ini, seseorang belum mengalami tantangan
yang berat dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan
belum sampai dimanfaatkan, serta kurangnya stimulus mengakibatkan
munculnya kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup.
2. Optimun stres. Seseorang mengalami kehidupan yang seimbang saat berada
di “atas” maupun “bawah” akibat proses manajemen yang baik oleh dirinya.
Kepuasan kerja dan perasaan individu dalam meraih prestasi menyebabkan
seseorang mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan sehari hari tanpa
menghadapi masalah yang terlalu banyak atau ras leleh yang berlebihan.
3. Too much stress. Dalam kondisi ini, seseorang merasa lelah melakukan
pekerjaan yang terlalu banyak setiap hari.
4. Breakdown stress. Ketika pada tahap too much stres individu tetap
meneruskan usahanya pada kondisi yang tatis. Kondisi akan berkembang
menjadi adanya kecendrungan neurotis yang kronis atau munculnya rasa
sakit psikosomatis. Misalnya pada individu yang memiliki perilaku merokok
atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur, dan terjadinya
kecelakaan kerja.

B. TAHAPAN STRES

Menurut Dadang Hawari Tahapan stres dibagi menjadi 6 yaitu:

Stres tingkat I

Stres tingkat II

Stres tingkat III

Stres tingkat IV

Stres tingkat V

Stres tingkat VI

C. SUMBER-SUMBER STRES:

Menurut Dadang Hawari Stres bersumber dari:

- Faktor lingkungan

- Faktor organisasi

- Faktor pribadi
Menurut Maramis 1 Stres bersumber dari:

- Frustasi

- Konflik

- Tekanan atau krisis

ü Efek Stres

Gejala stres dapat mempengaruhi kesehatan, meskipun anda


mungkin tidak menyadarinya.Anda mungkin berpikir penyakit yang harus
disalahkan untuk sakit kepala yang mengganggu, insomnia atau
produktivitas yang berkurang di tempat kerja.Tetapi stres sebenarnya bisa
saja pelakunya.Memang, gejala stres dapat mempengaruhi tubuh, pikiran
dan perasaan, serta perilaku Anda.Mampu mengenali gejala umum stres
dapat memberikan informasi pada bagaimana untuk mengelolanya.Stres
yang dibiarkan tak terkendali dapat berkontribusi pada masalah kesehatan
seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, obesitas dan diabetes. Tentu
saja, jika anda tidak yakin jika stres adalah penyebabnya atau jika Anda
telah mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan stres, tetapi gejala
berlanjut, pergilah ke dokter.Dokter anda bisa memeriksa penyebab
potensial lainnya yang mungkin menjadi penyebab keluhan-keluhan
tersebut.Juga, jika Anda memiliki nyeri dada, terutama jika itu terjadi selama
aktivitas fisik atau disertai dengan sesak napas, berkeringat, pusing, mual,
atau nyeri yang menjalar ke bahu dan lengan, sebaiknya anda mendapatkan
bantuan darurat segera. Ini mungkin peringatan dari serangan jantung dan
bukan hanya gejala stres.
Efek Umum Stress
Pada Tubuh Pada Perasaan Pada Perilaku
 Sakit kepala  Kecemasan  Kurang nafsu makan atau
Gelisah malah makan berlebihan
 Ketegangan atau nyeri
otot  Kurangnya motivasi  Kemarahan yang meledak
atau fokus ledak
 Nyeri dada
 Lekas marah  Penyalahgunaan obat atau
 Kelelahan alkohol
 Kesedihan atau depresi
 Perubahan dalam gairah  Penarikan sosial
seks
 Merokok
 Gangguan perut

 Masalah Tidur

ü Simptom Stres:

Simptom Stress yang tiba-tiba muncul dan tidak diketahui sebabnya:


- Jantung sering berdebar tanpa sebab diketaui

- Berkeringat-dingi atau merasa menggigil

- Ke toilet lebih sering dari biasanya

- Mulut terasa kering

- Sakit/ nyeri di perut bagian atas

- Mudah lelah walaupun mengerjakan pekerjaan yang ringan

- Merasa sakit seluruh otot badan yang tidak biasa

- Sakit kepala tanpa sebab

- Mudah tersinggung,

- Kurang rasa humor

- Kurang selera terhadap makanan, kesenangan ataupun seks

- Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit tanpa disadari

- Kurang punya waktu menjalankan hobi/ kebiasaan

- Merasa tidak mampu mengatasi permasalahan apapun”

- Kurang tertarik berkomunikasi dengan orang lain, selalu menghindar

- Kurang percaya terhadap penampilan diri


- Merasa segala sesuatu tidak berguna

- Selalu merasa kehilangan dan sedih

- Pelupa

- Sulit tidur, tidur tidak nyaman dan mudah terbangun, bangun merasa
tidak segar

ü Stres dan kesehatan

Setiap manusia menginginkan kebahagiaan.Setiap hari ingin bisa tersenyum


dan tertawa untuk mengekspresikan kebahagiaan di dalam hati, namun di
dalam hidup ini hal itu tidak bisa dinikmati seratus persen. Ada emosi sedih,
marah, jengkel dan berbagai emosi negatif lain yang datang bergantian. Ini
sering kali muncul akibat proses emosi manusia yang kita sebut dengan
stres. Stres adalah suatu keadaan dimana seseorang menghadapi ataupun
menghindari suatu pengalaman yang berupa tuntutan untuk dirinya, stres
adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan
tuntutan fisik dan psikis pada seseorang dan berbagai macam pengertian
yang lainnya.

Stres berasal dari tiga sumber yaitu lingkungan, tubuh dan pikiran
kita.Lingkungan menuntut kita untuk bisa menyesuaikan diri.Beradaptasi
dengan cuaca, suara, kepadatan, tuntutan interpersonal, tekanan waktu,
standar penampilan dan berbagai ancaman rasa aman dan harga diri.Sumber
stres yang kedua adalah fisiologis. Pertumbuhan yang cepat pada remaja,
menopause pada wanita, proses menua, penyakit, kecelakaan, kurangnya
latihan (gerak badan), nutrisi yang buruk, dan gangguan tidur, semuanya
membebani tubuh. Reaksi kita pada ancaman dan perubahan lingkungan
juga menyebabkan perubahan dalam tubuh yang menyebabkan keadaan
stres.Sumber stres yang ketiga adalah pikiran. Otak akan menafsirkan dan
menterjemahkan perubahan yang kompleks pada lingkungan. Cara kita
menafsirkan, mempersepsikan dan melabel pengalaman kita saat ini dan apa
yang diperkirakan pada masa yang akan datang menentukan apakah kita
relaks atau stres.

Berdasarkan penyebab stres tersebut, setiap orang memiliki respon yang


beragam.Ada yang berani menghadapi stres atau tekanan yang dihadapi,
namun ada juga yang lari dari sumber stres sehingga permasalahan menjadi
tidak selesai.Cara kita merespon inilah yang mempengaruhi kesehatan fisik
kita.Pada saat kita mengalami tekanan atau stres, korteks selebri (bagian
berpikir dari otak) mengirim tanda bahaya ke hipotalamus (tempat utama
pemberi respon stres, terletak pada otak tengah).Hipotalamus kemudian
menstimulus sistem saraf simpatis untuk membuat serangkain perubahan
pada tubuh kita sehingga denyut jantung, curah jantung, tekanan darah
semua meninggi.

Sementara semua ini berlangsung, hal lain terjadi yang dapat member
dampak negatif pada jangka panjang jika diabiarkan tanpa dikontrol.
Kelenjar adrenal mulai mengeluarkan kortikoid (adrenalin, epineprin,
noreprineprin) yang menghambat pencernaan, reproduksi, pertumbuhan dan
perbaikan jaringan, dan respon imun dan implamasi. Dengan kata lain
beberapa fungsi sangat penting untuk menjaga agar tetap merasa sehat mulai
tertutup.

Orang yang menderita gangguan berkaitan dengan stress cendrung


memperlihatkan hiperaktivitas pada sistem tubuh tertentu seperti sistem otot-
skeletal, kardiovaskular, atau pencernaan. Sebagai contoh, fakta
memeprlihatkan bahwa stress kronis dapat menyebabkan kelemahan otot
(miopati) pada beberapa orang. Bagi orang lain peningkatan tekanan darah
dapat menimbulkan hipertensi, merusak jantung dan pembuluh nadi. Selain
itu stress juga berkembang menjadi penyakit tukak lambung, colitis, dan
diare kronis jika stres menghambat fungsi pencernaan tubuh.

Selain itu, hampir semua sistem tubuh dapat dirusak oleh stress.tekanan pada
sistem reproduksi dapat mnyebabkan amenore (penekanan menstruasi) dan
kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria, dan kehilangan birahi
pada keduanya. Stress juga bisa sebagai pencetus perubahan pada paru-paru
yang memungkinkan terjadinya asma, bronchitis dan kondisi pernapasan
lain. Kehilangan insulin selama respon stress dapat menambah kemungkinan
terjadinya diabet. Stres menghambat perbaikan dan pembentukan sel yang
menyebabkan gangguan proses pengapuran (dekalsifikasi) pada tulang,
osteoporosis, dan mudah terjadi patah tulang. Hambatan pada sistem
kekebalan dan peradangan membuat anda lebih mudah terserang penyakit.
Sebagai tambahan stress telah diketahui berhubungan dengan penyakit lain
seperti sakit kepala, ketegangan otot, kelelahan dan artritis.

ü Ketenangan Hati Dan Ketenangan Jiwa

Setiap orang di dunia ini pasti mengharapkan ketenangan hati dan


ketenangan jiwa, namun belum tentu bisa mewujudkannya. Ada banyak
kasus menarik mengenai topik ini di antaranya, banyak orang yang
sebenarnya tahu tetapi membuat aturan main sendiri, banyak orang tahu
caranya tetapi lebih memilih cara lain yang sebenarnya dia tahu bahwa itu
bertentangan, dan juga banyak orang yang tahu bagaimana menggapainya
tetapi selalu mengulur waktu dan melakukan pembebasan atas kemauannya.
Itulah kita..Saya hanya memberikan renungan kembali, bukan menyalahkan
siapa-siapa.
Ada banyak kebahagiaan yang telah kita nikmati selama hidup kita, tetapi
ada juga banyak hal yang seharusnya kita nikmati dan syukuri tetapi kita
malah melupakannya. Kita hanya fokus pada apa yang belum kita raih, dan
apa yang kita telah kita dapatkan kita lupakan begitu saja untuk mengejar
kesenangan hidup selanjutnya. Bila kepuasan diri yang kita kejar, maka
yakinlah ketenangan hati dan ketenangan jiwaakan sulit kita ciptakan dalam
keseharian kita. Kepuasan diri tidak salah jika kita kejar, tetapi rasa syukur
atas apa yang telah kita raih harus ditanamkan juga dalam diri kita agar kita
bisa tenang.

Bagaimana menciptakan ketenangan hati dan ketenangan jiwa?Saya rasa


kita semua tahu jawabannya, yaitu kembali pada nilai akhlak agama.Agama
telah terbukti membawa aturan-aturan hidup yang berlaku sepanjang masa,
tidak perlu kita ragukan lagi.Ditambah pula dengan sejarah abadi manusia
yang telah diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi,
seharusnya menambah kemantapan hati kita untuk teguh memegang nilai
agama kita.

Satu hal penting yang diajarkan dalam agama kita adalah berbuat baik.Kata
yang sangat sederhana, tetapi memiliki pembahasan yang sangat luas,
apalagi kita tahu di dunia ini hanya dua sifat, baik dan buruk.Kalau bukan
baik ya buruk. Kita pun sudah tahu sebagian besar (bahkan semuanya saya
kira) hal yang baik di dunia ini, hal-hal baik yang akan membuat kita bisa
mencapai taraf ketenangan hati dan ketenangan jiwa yang optimal. Dengan
kata lain, kata kunci untuk mencapai ketenangan dalam hidup kita adalah
berbuat baik. Dengan berbuat baik, maka kita akan terhindar dari masalah
personal dengan orang lain, kita tidak memiliki musuh tetapi malah memiliki
banyak teman yang membuat hidup kita semakin bermakna dan bahagia.
Tentunya termasuk dalam berbuat baik adalah dalam hubungan kita dengan
Tuhan kita.Kita adalah makhluk yang diciptakan oleh-Nya untuk beribadah
dan diberi ujian dan cobaan untuk mengetahui sejauh mana kekokohan iman
kita. Dengan menyadari bahwa kita adalah makhluk yang semua hal sudah
digariskan dan dibatasi oleh-Nya, tentu akan menumbuhkan kesadaran kita
untuk bertawakkal kepada-Nya. Itulah ketenangan hati dan ketenangan jiwa
yang sebenarnya.

Stres dasar tingkat stres yang Anda alami dengan sumber daya pada stres
dan sabotase diri. Sementara ada banyak informasi yang tersedia tentang
efek stres, hal itu bisa menjadi stres mencoba untuk menyeberang melalui
semua itu! Berikut adalah 10 fakta penting tentang efek stres yang dapat
pergi jauh dalam membantu Anda memahami stres dan perannya dalam
kehidupan Anda. Hal ini dapat membantu Anda dengan cepat dan mudah
mempelajari lebih lanjut tentang efek stres dan menemukan beberapa teknik
manajemen stres yang efektif untuk memasukkan ke dalam hidup Anda
sekarang.
1. Sikap Salah signifikan Meningkatkan Tingkat Stres Anda
Kita semua mengalami stres, tetapi pesimis, perfeksionis, dan mereka
dengan 'A'personalities jenis (untuk beberapa nama) sangat meningkatkan
tingkat stres yang mereka alami dalam acara tertentu, dan bahkan membawa
lebih banyak acara stres dalam kehidupan mereka dengan diri mereka
sabotase pola pikir dan perilaku. Jika Anda memiliki beberapa
kecenderungan, Anda dapat secara signifikan mengurangi
2. Beberapa Jenis Stres Bisa Menguntungkan
Sebuah jenis tertentu stres, eustress, sebenarnya diperlukan dan bermanfaat
bagi kehidupan yang seimbang dan menarik. Eustress adalah jenis stres yang
Anda alami ketika Anda sedang mengendarai roller-coaster (jika Anda
menikmati wahana cepat), sedang bermain permainan yang menyenangkan,
atau jatuh cinta. Eustress membuat kita merasa penting dan hidup. (Stres
kronis, bagaimanapun, adalah cerita lain!) Jika Anda tertarik untuk belajar
lebih banyak tentang berbagai jenis stres dan bagaimana mereka
mempengaruhi kesehatan Anda, membaca artikel onstress dan
kesehatan.
3. Anda dapat Stop Reaksi Anda Saat Stres
Ketika Anda mengalami stres, segala macam perubahan fisiologis terjadi
untuk mendapatkan Anda dalam bentuk fisik atas untuk melawan atau lari.
Sayangnya, jika Anda tidak menenangkan diri relatif cepat, Anda bisa tetap
dalam keadaan yang berubah terlalu lama, dan bisa mengambil tol pada
kesehatan Anda. Berlatih penghilang stres seperti latihan pernapasan dan
meditasi dapat menenangkan Anda dengan cepat, kembali tubuh Anda
normal. Baca lebih lanjut tentang cara untuk menenangkan diri dengan
cepat.
4. Bahkan Jumlah kecil Stres Bisa Mempengaruhi Kesehatan Anda
Anda mungkin menyadari bahwa bulan dihabiskan dalam situasi kehidupan
yang penuh stres dapat membuat Anda rentan terhadap penyakit, tetapi
apakah Anda tahu bahwa waktu yang relatif singkat stres juga dapat
membahayakan sistem kekebalan tubuh, mengangkat risiko penyakit?
Sayangnya, itu benar. Pelajari lebih lanjut tentang cara-cara yang stres,
khususnya stres kerja, dapat mempengaruhi kesehatan Anda.
5. Sikap Salah Dapat Membuat Anda Sakit
Pola pikir negatif dan stres emosional dapat menyebabkan penyakit
psikosomatik, suatu kondisi yang disebabkan setidaknya sebagian oleh stres,
tetapi memiliki gejala-gejala fisik yang perlu diperlakukan sebagai penyakit
lain tidak. Jika Anda khawatir tentang pikiran dan emosi mengambil tol
fisik, baca lebih lanjut tentang penyakit psikosomatis dan tetap
sehat.
6. Anda Bisa Mencegah Jumlah Signifikan Dari Stres Dalam Hidup Anda
Dari Terjadi
Beberapa stres tidak bisa dihindari, tetapi Anda dapat struktur kehidupan
Anda dengan cara yang Anda penyangga dari stres dan peristiwa stres.
Misalnya, menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan
memiliki setidaknya persahabatan dekat beberapa adalah cara-cara penting
untuk menghilangkan stres dan tetap sehat. Cari lebih banyak cara untuk
meredakan stres sehari-hari dalam hidup Anda, dan mencegah beberapa stres
Anda dari yang pernah terjadi!
7. Stres Bisa Usia Anda prematur dalam Berbagai Cara
Ini mungkin mengejutkan, tetapi stres bisa lebih dari satu faktor dalam
menentukan usia fisik Anda dari jumlah lilin Anda meniup setiap tahun.
Stres sebenarnya mempercepat keausan pada banyak, banyak bidang tubuh
Anda dan pada semua tingkatan, mendorong banyak perubahan yang kita
lihat ketika kita berbicara tentang 'penuaan'. Baca lebih lanjut tentang
penelitian terbaru tentang ini di sini.
8. Tidak Semua orang Pengalaman Stres Dalam The Way Sama
Ciri kepribadian tertentu bawaan dan pola pikir belajar dapat menyebabkan
dua orang yang hidup melalui peristiwa yang sama untuk mengalami hal itu
sangat berbeda, dengan satu orang menemukan itu sangat menegangkan dan
yang lainnya menemukan hanya sedikit stres atau tidak sama sekali.
Beberapa sifat-sifat Anda tidak dapat mengubah, tetapi yang lain Anda dapat
mengubah untuk tingkat besar. Baca lebih lanjut tentang sifat-sifat mental
yang berkontribusi terhadap kejenuhan dan stres, dan menemukan sumber
daya untuk mengubah pengalaman Anda stres.
9. Beberapa 'Penghilang Stres' Sebenarnya Penyebab Stres Lebih
Sebagian besar dari kita memiliki kurang sehat beberapa cara untuk
mengatasi stres. Sayangnya, sebagian besar 'kebiasaan buruk' yang merasa
begitu baik pada saat itu benar-benar dapat menyebabkan stres lebih banyak
dalam jangka panjang. Jika Anda merokok, minum secara berlebihan,
menghabiskan terlalu banyak, atau menangani stres dengan cara yang Anda
tahu tidak mungkin baik bagi Anda, menemukan sumber daya untuk
memahami bagaimana Anda mempengaruhi tingkat stres Anda sekarang,
dan menemukan sumber daya untuk mengatasi sehat.
10. Dengan Membayangkan Stres Anda Hilang, Itu Bisa
Beberapa teknik bantuan stres mental, seperti afirmasi, dan visualisasi citra
dipandu, melibatkan membayangkan bahwa stres Anda hilang. Dan mereka
bekerja! Pelajari lebih lanjut tentang ini dan lainnya penghilang stres mental,
dan melihat mana yang terbaik untuk Anda.

D. TANDA-TANDA STRES:

1. Tanda-tanda suasana hati (mood):

· Menjadi overexcited

· Cemas

· Merasa tidak pasti

· Sulit tidur pada malam hari

· Menjadi mudah bingung dan lupa

· Menjadi sangat tidak enak dan gelisah

· Menjadi gugup

2. Tanda-tanda otot kerangka

· Jari-jari dan tangan gemetar

· Tidak dapat duduk diam atau berdiri ditempat


· Mengembangkan gerakan tidak sengaja

· Kepala mulai sakit

· Merasa otot menjadi tegang atau kaku

· Menggagap jika berbicara

· Leher menjadi kaku

3. Tanda-tanda organ-organ dalam badan

· Perut terganggu

· Merasa jantung berdebar

· Banyak berkeringat

· Tangan berkeringat

· Kapala merasa ringan atau akan pingsan

· Mengalami kedinginan

· Wajah menjadi panas

· Mulut menjadi kering

· Mendengar bunyi bordering dalam telinga

· Mengalami rasa akan tenggelam dalam perut


E. DAMPAK STRES

1. Dampak Positif dari Stres Ringan

Selama ini Anda mungkin hanya tahu dampak negatif dari


stres.Padahal stres juga menimbulkan dampak positif. Berikut lima dampak
positif dari stres.

· Mendorong orang berpikir kreatif

Banyak penulis atau artis mengungkap proses kreatif justru muncul


sebagai akibat dari frustrasi dan stres. Menurut Larina Kase, Ph.D., seorang
psikolog dan penulis buku “The Confident Leader: How the Most Successful
People Go from Effective to Exceptional”, hal itu bisa terjadi karena sebuah
alasan.

Stres sering mendahului atau menyertai suatu terobosan kreatif.Jika


pikiran kita benar-benar tenang dan santai, justru tidak perlu alasan untuk
melihat hal-hal berbeda. Stres akan meningkat terutama ketika menghadapi
hal baru yang terjadi karena perubahan. Hasil akhir dari proses kreatif yang
disertai stres akan sedikit mengintimidasi, karena reaksi orang lain,” kata
Kase, seperti VIVAnews kutip dari Shine.

· Meningkatkansistemkekebalatubuh
Penelitian menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh dapat
mengambil keuntungan dari stres. “Stres jangka pendek dapat membantu
sistem kekebalan tubuh,” ujar Mark Goulston, MD, seorang psikiater klinis
dan penulis buku “Get Out of Your Own Way:Overcoming Self-Defeating
Behavior Goulston menjelaskan, ketika hormon kortisol atau hormon
stres dilepaskan, akan meningkatkan kekebalan tubuh. Itu adalah proses
keseimbangan. Meskipun stres jangka pendek dapat menjaga tubuh dari
penyakit, ia memperingatkan bahwa terlalu banyak stres dapat menyebabkan
kelebihan kortisol. Hal ini bisa memicu obesitas, diabetes, dan penyakit
kardiovaskuler. MembuatTubuhlebihfit Olahraga seperti, angkat berat,
berjalan atau lari selama 45 menit, bisa membuat tubuh berkeringat. Selain
itu, stres juga bisa menjadi olahraga yang baik. Hal itu menurut Jessica
Matthews, MS, koordinator pendidikan berkelanjutan untuk American
Council on Exercise (ACE)

Stres merupakan latihan ringan yang bisa membuat tubuh lebih


sehat.Dari perspektif fisiologis, stres ditempatkan sebagai tuntutan, dan bisa
membantu latihan menjadi lebih efisien,” kata Matthews.

· Membantumemecahkanmasalah
Stres sering dipicu karena munculnya dari dilema dalam diri Anda,
atau ketika “dipaksa” membuat keputusan besar? Rasa kekhawatiran ini
sebenarnya bermanfaat. “Stres menunjukkan nilai-nilai yang kita miliki. Ja
kita tidak peduli tentang sesuatu, kita tidak akan khawatir tentang hal itu,”
kata Goulstin.

Jadi, dengarkan stres bisa jadi penanda untuk memberitahu Anda agar
mendengarkan intuisi.Memang sulit mendengar intuisi, ketika Anda berada
dalam rasa khawatir dan stres. Sehingga Anda akan “memaksa” diri untuk
istirahat, berjalan-jalan, tidur nyenyak atau pergi keluar untuk makan.

· Pemulihan
Penelitian menunjukkan hubungan antara stres jangka pendek
sebelum bedah atau prosedur medis, membuat pemulihan lebih sukses.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa stres dapat menekan produksi
estrogen, pemicu utama perkembangan kanker payudara.Respons stres dapat
memperingatkan kita adanya tantangan, bahaya, atau bahkan kesempatan.
Stres juga memicu pelepasan adrenalin, dan gelombang adrenalin dapat
membantu Anda lebih fokus dan berpikir jernih,” ujar Dr. Goulston
menjelaskan.

2. Dampak Negatif Dari Stres

Tujuh dampak buruk stres berikut ini:

· Emosi yang naik turun. Dia dapat dengan mudah mengeluarkan emosi
yang tidak terkontrol.

· Kecenderungan bersikap negatif.

Orang yang mengalami stres dapat terpengaruh untuk berperilaku


buruk. Di mana ia berpikir dengan perilaku tersebut bisa menghilangkan rasa
stresnya, seperti minum alkohol atau menggunangan narkoba. Bukan
pelepasan stres yang baik tentu saja.

· Konsentrasi terganggu.

Orang yang menderita stres menjadi tidak fokus akan apa yang
sedang dikerjakannya.

· Selera makan terganggu.


Biasanya, orang yang sedang stres akan melupakan makannya, atau
bahkan sebaliknya, ia akan makan tanpa henti yang dapat menyebabkan
obesitas.

· Lebih hiperaktif dari biasanya.

Penderita stres akan membuat keputusan tanpa pertimbangan karena


otaknya sedang tidak bisa berpikir panjang.

· Lebih mudah jatuh sakit.

Misalnya, terserang migrain dan maag.

· Rentan terkena insomnia.

Stres dapat membuat seseorang tidak nyenyak saat tidur.

F. PENYEBAB STRES

Aktivitas kehidupan sehari-hari kadang membuat kita merasa jenuh


dan bosan.Jika aktivitas yang kita kerjakan itu bervariasi atau berganti-ganti,
mungkin rasa bosan itu tidak terjadi.Namun meskipun demikian, rutinitas
yang dilakukan setiap harinya bisa memicu rasa jenuh dan bosan.Hal ini
sangat erat hubungannya dengan pekerjaan yang digeluti.Hampir setiap
pegawai atau pekerja mengeluh karena merasa bosan dengan rutinitas.

Keadaan tersebut makin diperparah oleh adanya beban kerja dan


tekanan dalam pekerjaan.Stres bisa timbul kalau keadaan sudah demikian
parah dan tidak bisa dikendalikan lagi. Bagi mereka yang mengalami,
mungkin akan menganggap bahwa hidup ini tidak menyenangkan, statis,
tidak berkembang bahkan mungkin tidak ada gunanya.
Hampir segala usia, mereka yang mengalami kejenuhan dan rasa
bosan. Mereka yang memiliki pekerjaan tetap saja tidak bisa terhindar dari
hal ini, apalagi mereka yang pengangguran dan tidak punya aktivitas apa-
apa.Kejenuhan yang sudah kronis dan mengakar pada diri seseorang bisa
mengakibatkan depresi, yaitu suatu kondisi kejiwaan yang lebih parah dari
sekedar stress.Kondisi semacam ini memerlukan terapi professional dari
psikiater.Kalau dibiarkan saja bisa berakibat fatal

Diantara sekian banyak orang yang mengalami kejenuhan, ada yang


merasakan pada waktu-waktu tertentu saja.Ini bisa hilang setelah beberapa
jam, beberapa hari atau beberapa minggu.Biasanya kejenuhan seperti ini
mudah diatasi tanpa lari ke hal-hal yang merugikan atau merusak.Tetapi ada
pula orang yang mengalami kejenuhan permanen. Kejenuhan ini akan
menetap apabila tidak terjadi perubahan kondisi, baik lingkungan ataupun
aktivitas. Hal inilah yang bisa memicu terjadinya depresi, kalau tidak diatasi
dengan segera.

Penyebab utama stress adalah ketidaksesuaian antara harapan dan


kenyataan. Stress adalah tuntutan, stress selalu menuntut dan menuntut saja.
Stress awalnya di gunakan pemicu untuk meningkatkan performa dalam hal
apapun namun saat ini stress sudah berlebihan dan merusak keseimbangan
yang ada. Banyak sekali penyebab stress. Penyebab-penyebab stress tersebut
mengelilingi kita dan hadir dalam kehidupan sehari-hati kita. Stress yang
berbahaya adalah stress yang berlebihan.

Berikut adalah beberapa penyebab stress yang dapat ditemukan dengan


mudah:
1. Gangguan kecemasan.

Orang awam biasanya mencampuradukan saja


pengertian fear,phobia,dan anxienty.Semu disebut “takut” saja, tetapi
dalam psikiatri dan psikologi, kegiatan istilah mempunyai arti masing-
masing.Fear adalah rasa takut (keadaan emosi yang tidak
menyenangkan),yang ditimbulkanolewh suatu obyek yang jelas dan alesanya
pun jelas,atau disebut juga takut yang rasional.Rasa takut ini normal,ada
pada setiaporang yang berakal sehat. Contohnya, takut digigit ular di
hutan,takut ketabrak mobil kalau menyabrang di jalan tol,takut pada dosen
yang galak atau takut pada mertua.

Anxiety atau cemas ,adalah takut yang tidak jelas objeknya dan tidak
jelas pula alasanya.Pada orang normal sering terjadi rasa cemas yang
normal.Sebagai contoh ,seorang ibu yang selalu cemas jika anak gadisnya
keluar malam dengan teman-temanya.Dia khawatir akan terjadi sesuatu yang
tidak menyenangkan pada anaknya.Apa yang di khawatirkanya ,dia tidak tau
pasti.Mungkin ,sang ibu terlalu banyak membaca atau menonton TV tentang
pemerkosaan.Padahal ,selama ini anak gadisnya itu selalu pulang dengan
selamat.

Kecemasan bisa berawal sejak masih usia kanak-kanak dan berkembang


tahap demi tahap.Misalnya,kecemasan yang timbul karena di masa
kecilsering di kunci di kamar sendirian sementara ibunya berbelanja.Di sisi
lain kecemasan bisa juga terjadi setelah suatu peristiwa yang menimbulkan
trauma mental. Jenis kecemasan antara lain adalah kecemasan umum yang
terdapat pada perempuan dua kali lebih banyak daripada laki-laki. Jenis ini
tidak focus pada objek atau situasi tertentu, tidak spesifik atau mengambang.
Orang yang bersangkutan dapat mengatakan bahwa dia cemas, takut, tetapi
tidak bisa menyebutkan apa yang dicemaskannya dan mengapa dia cemas.
Yang jelas dia tidak bisa mengontrol emosi takutnya dan reaksi takut pada
tubuhnya (otot-otot tegang, jantung berdebar,sakit kepala, tidak bisa tidur
dan sebagainya).

Jenis yang lain adalah panik, yaitu perasaan teror yang intens, gemetar,
bingung yang muncul begitu saja.Rasa panik ini biasanya timbul karena
suatu peristiwa yang menakutkan, stres yang berkelanjutan.Reaksi fisik yang
yang intens bisa terjadi selama sepuluh menit atau kurang tetapi dampaknya
bisa berjam-jam sesudahnya.

Berikutnya adalah fobia sosial. Orang yang bersangkutan merasa bahwa


dirinya selalu dinilai jelek oleh orang lain. Termasuk dalam golongan ini
adalah “ demam panggung” yaitu orang yang takut untuk tampil di depan
umum (berkeringat dingin dan gemetar setiap kali harus membacakan
laporan di depan rapat atau untuk menerangkan PR nya di depan kelas).
Pada remaja laki-laki banyak terjadi gejala “ malu-malu kucing” yaitu takut
untuk bergaul dengan lawan jenis.

Selanjutnya adalah cemas menghadapi perpisahan.Banyak terjadi pada


anak-anak yaitu ketika anak itu harus berpisah dari orang yang selama ini
memberinya perasaan aman dan terlindungi misalnya ketika anak itu harus
ditinggalkan sendirian di kelas pada waktu awal masuk sekolah. Jika gejala
ini terjadi pada anak khususnya jika tidak berlangsung lama maka tidak
termasuk gangguan mental. Jika hal ini terjadi pada orang dewasa aplagi
berulang-ulang terjadi maka perlu di bantu mengatasinya oleh psikiater atau
psikolog klinis.
2. Emosi yang berubah-ubah dari positif ke negative dan sebaliknya.

Gangguan mental ini adalah pergantian terus-menerus antara emosi


sangat positif seperti riang gembira, senang dan sebagainya dan emosi
sangat negatif (depresif) seperti murung, sedih, ingin menangis dan
sebagainya.

3. Fobia (rasa takut yang tidak beralasan)

Fobia berasal dari kata Yunani yang berarti “takut”.Takut dalam


fobia adalah tidak rasional, menetap dan sangat intens (ditandai dengan
gejala fisik seperti sesak napas, keringat dingin, bisa juga menjerit-jerit
histeria dan sebagainya) yang ditunjukan kepada situasi, benda, kegiatan
atau orang tertentu.Sepanjang hal yang ditakuti tidak ada, maka orang
tersebut biasa-biasa (normal) saja.Fobia adalah takut yang irasional pada
suatu objek atau situasi tertentu ( Ferdman, 2003).Artinya,objeknya memang
jelas,tetapi alasanya tidak masuk akal atau tidak jelas.Misalnya,takut
gelap,takut pada kucing,takut kepada tempat ramai,takut pada tempat yang
tertutup dan sebagainya.Fobia tergolong gangguan mental (akan diuraikan
tersendiri).

Dengan perkataan lain penderita fobia masih bisa mengontrol ketakutannya


dengan cara menghindari objek yang ditakutinya tersebut, maka diagnosis
yang lebih tepat adalah gangguan kecemasan (anxiety disorder).

Sekarang para ahli menduga bahwa fobia disebsbkan oleh kombinasi antara
faktor bakat, keturunan dan pengalaman tertentu (biasanya pengalaman
traumatis).
4. Halusinasi auditif (Schizophrenia)

Suatu diagnosis gangguan mental yang di tandai oleh kelainan dalam


persepsi atau ekspresi dari realitas.Yang sering adalah halusinasi auditif
(seakan-akan mendengar suara – suara atau ada yang mengajak bercakap-
cakap) delusi paranoid (curiga). Faktor penyebab skizofrenia belum jelas
dan bisa karena keturunan atau ginetik juga karena gangguan syaraf.

5. Dissociative Identity Disorder(DID)

DID atau yang lebih dikenal dengan istilah Split Personality atau
Multiple Personality (Kepribadian ganda), dulu dianggap sebagai salah satu
jenis skizofrenia karena mengandung suatu gejala dari gangguan mental itu
yaitu pola pikir yang kacau. DID sudah digolongkan sebagai jenis gangguan
mental tersendiri.

Cirinya adalah adanya minimal dua identitas atau kepribadian yang berbeda
yang mengendalikan perilaku orang yang bersangkutan. Kepribadian itu
mempersepsi, menilai, dan bereaksi terhadap lingkungan dengan cara yang
sangat berbeda dan ketika yang satu sedang memegang Kendal, kepribadian-
kepribadian yang lain tidak tahu- menahu.

Dengan demikian terjadi gejala yang khas pada pasien-pasien DID


yaitu tidak ingat apa yang sudah dilakukannya. Gejala lupaa ini bukan
karena pengaruh obat-obatan, trauma di kepala, melainkan karena ada
pergantian kendali dalam jiwa penderita.
G. TEMPAT-TEMPAT YANG DAPAT MENGAKIBATKAN STRES:

· Di rumah

Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan mulia yang


kadang diremehkan sebab tak menghasilkan profit.Ternyata ibu rumah
tangga rentan sekali mengalami stress, dibanding dengan wanita yang
bekerja di luar rumah.

Hal ini diungkap oleh sebuah jajak pendapat yang dilakukan


oleh Gallup, yang melibatkan para ibu yang murni hanya menjadi ibu rumah
tangga.Para ibu tersebut faktanya harus mengatasi segala permasalahan
emosionalseperti sedih, marah, depresi, dan lain-lain seorang diri.

Perbandingannya, jika 26% ibu rumah tangga yang merasa sedih,


maka wanita pekerja hanya 16 %.Depresi ibu rumah tangga 28%, sedang
wanita pekerja 17%. Sedangkan tingkat stress ibu rumah tangga mencapai
50%, sedang wanita pekerja 48%.Meski masih diperdebatkan, namun hal
tersebut setidaknya menunjukkan betapa berat beban para ibu rumah tangga
yang murni bekerja mengurus keluarganya. Cara untuk mengurangi beban
bagi Anda, yang menjadi ibu rumah tangga agar tidak terlalu berat; biasakan
putra dan putri Anda untuk membantu pekerjaan Anda.Misalnya dengan
menyuruh mereka membersihkan kamar serta mainan mereka sendiri.

Lalu, minta pengertian pada keluarga agar tak memperlakukan Anda


layaknya pembantu, sebab urusan rumah dan seisinya adalah tanggung
jawab semua penghuni rumah. Kerja sama adalah hal yang dapat
meringankan beban Anda, jika Anda tak memiliki asisten rumah tangga.
· Di tempat kerja

Stress karena menumpuknya pekerjaan ditempat kerja merupakan


hal yang biasa dijumpai,belum lagi masalah-masalah internal, keluarga, pasti
membuat otak Anda menjadi lebih tegang.

Berhati-hatilah jika Anda pada situasi ini karena dari pikiran yang
tidak sehat, potensi terkena penyakit akan lebih mudah. Ketegangan yang
ada di otak bisa mengakibatkan dampak yang buruk. Pekerjaan Anda acak-
acakan, dimarahi bos, dan akhirnya melampiaskan pada orang lain ditempat
kerja atau yang ada di rumah. Jelas, ini menambah masalah.

· Di Jalan

Arus mudik dan arus balik lebaran tak pernah lepas dari kemacetan
lalu lintas yang parah.Akibatnya dapat memicu stres dan menguras banyak
tenaga.Selain itu, masa lebaran umumnya sekaligus dijadikan sebagai masa
liburan sehingga banyak orang yang mengunjungi tempat
wisata.Dampaknya, lagi-lagi membuat jalanan macet.

Apabila membawa serta anak-anak yang masih kecil, kerewelannya


dapat menjadi penyebab utama stres di jalan dengan teriakan-teriakan dan
tangisannya.Karena kemacetan sulit dihindari, ada baiknya melakukan
langkah-langkah untuk meminimalisir stres saat terjebak macet. Berikut
adalah tips-tips untuk mengatasi stres di jalan akibat macet:

a. Jangan terburu-buru

Terburu-buru dan tak mau kalah adalah penyebab utama stres di jalanan
yang macet.Karena hal ini pula maka banyak terjadi kecelakaan lalu lintas.
Agar tidak terburu-buru, siasati dengan berangkat lebih dini dan
perhitungkan banyak waktu yang akan dihabiskan di jalan akibat macet.

b. Ciptakan suasana berkendara yang menyenangkan

Setiap pengendara memiliki karakterisitik dan temperamennya masing-


masing. Jangan mudah terpancing oleh ulah pengendara lain yang menyulut
emosi. Pastikan situasi di dalam kendaraan tetap kondusif dan nyaman.
Kalau perlu, bawa perlengkapan yang membuat tubuh jadi santai seperti alat
pijat, menyalakan radio atau bermain game untuk yang tidak menyetir.

c. Rapikan interior kendaraan

Tumpahan susu, makanan atau barang-barang lain yang carut-marut di


dalam mobil membuat suasana berkendara menjadi tidak nyaman. Barang-
barang yang berantakan di dalam mobil juga dapat mengganggu konsentrasi
pengemudi.Apabila terjadi kemungkinan terburuk seperti tabrakan, benda-
benda pengganggu tersebut bisa malah mengancam nyawa.

d. Lampu Penerangan Harus Baik

Saat yang paling melelahkan untuk mengemudi biasanya adalah malam


hari.Mungkin itu sebabnya kecelakaan mobil lebih cenderung berakibat fatal
setelah hari mulai gelap. Agar lampu penerangan makin oke, pasanglah satu
set lampu tambahan yang dapat menyinarkan cahaya lebih luas sehingga
dapat menerangi jalan lebih jauh ke depan dibanding lampu standar.

· Disekolah

Beberapa stres yang dialami seorang pelajar sekolah antara lain:


ü Tekanan Orang Tua

Orang tua ingin yang terbaik dengan masa depan anaknya. Untuk mencapai
nilai terbaik, maka orang tua membebani anak-anaknya dengan berbagai
kursus pelajaran yang dapat secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kesehatan anak, istirahatnya, dan perkembangannya.Banyak
orang tua tidak menyadari bahwa membantu si anak merasa relaks justru
akan menyegarkan pikiran dan membantunya belajar dengan lebih baik.
Sebaliknya para orang tua terus membebani anak-anak mereka untuk
mendapatkan prestasi terbaik dan lulus ujian dengan memuaskan.

ü Tekanan Guru

Sama seperti orang tua, banyak guru ingin siswanya mendapat nilai terbaik.
Guru selalu mendorong muridnya untuk unggul dalam pelajaran, terutama
jika muridnya berprestasi. Mengapa guru juga ikut menekan murid-
muridnya mendapat nilai terbaik?Karena reputasi guru dan sekolah
dipertaruhkan saat ujian sekolah khususnya Ujian Nasional.

ü Tekanan dari Sesama Siswa

Semangat kompetisi akan semakin memanas menjelang ujian sekolah. Setiap


siswa berlomba-lomba untuk menunjukkan prestasi terbaik. Bahkan segala
cara dilakukan untuk meraih nilai tertinggi termasuk menyontek maupun
mencari bocoran soal.

ü Tekanan dari Diri Sendiri

Siswa berprestasi cenderung menjadi perfeksionis.Sehingga jika suatu


kemunduran atau kegagalan terjadi, entah itu nyata atau masih belum terjadi,
dapat membuat stres dan depresi.
H. Siapa Saja Yang Mengalami Stres?

4. Stres bagi orang dewasa Dewasa

Seseorang bisa hampir setiap hari mengalami stres. Bahkan, berdasarkan


survei, orang dewasa merasa stres atau putus asa 36 menit per harinya.Rata-
rata hal yang menyebabkan mereka merasa cemas hingga akhirnya
menimbulkan stres, mulai dari masalah utang hingga kehidupan seks
yangmengecewakan .
Hasil survei yang dilakukan Everyman Campaign, sebuah gerakan
kepedulian terhadap pencegahan kanker prostat di Inggris, mengungkap, 36
menit perasaan stres yang dialami setiap hari setara dengan sembilan hari
penuh setiap tahun, atau satu tahun setengah selama seumur hidup.Masalah
biaya hidup dan kenaikan berat badan justru menjadi penyebab stres
teratas.Survei ini dilakukan di Inggris dengan melibatkan 2.000 orang
berusia antara 18 dan 65 tahun. Empat dari 10 orang merasa tertekan karena
utang, seperempat dari peserta survei mengaku merasa cemas
karena perjalanan hidupnya yang tak sempurna. Lalu, satu dari lima orang
merasa tak tenang karena anggota keluarganya jatuh sakit.

Para peneliti menemukan bahwa kecemasan ekstrem bisa dialami oleh


banyak orang yang tidak dapat berkonsentrasi di tempat kerja serta tidak
mendapatkan waktu tidur yang cukup.Termasuk perrtikaian dengan
pasangan.Satu dari sepuluh responden mengatakan bahwa mereka merasa
stres selama lebih dari dua jam sehari. Sementara, satu dari dua orang
merasa sangat cemas dengan banyak hal yang telah memengaruhi kesehatan
mereka."Pusing memikirkan biaya hidup dan banyaknya tagihan adalah
penyebab stres nomor satu di Inggris. Uang mendominasi sebagian besar
pikiran orang. Tapi yang menarik, masalah kesehatan justru tidak berada
dalam daftar teratas," kata juru bicara Everyman Campaign, seperti dikutip
dari Daily Mail.

Sebanyak 86 persen wanita diketahui memiliki tingkat stres yang lebih


tinggi daripada pria. Satu dari lima orang memikirkan tentang harga rumah
dan risiko kanker dan satu dari enam orang khawatir akan datangnya masa
pensiun dan beban kerja yang berat. Masalah lain yang menyebabkan stres
termasuk juga takut tua, serta minimnya jam biologis. Tiga dari 10 orang
juga merasa tertekan karena hubungan suami istri, termasuk kekhawatiran
tentang masa depan anak-anak mereka. Satu dari 20 orang juga merasa stres
karena kehilangan teman.

Hampir setengah dari responden mengaku mereka 'tidak bisa berhenti


khawatir', tetapi sepertiga mengatakan mereka bisa berbagi cerita pada
siapapun tentang ketakutan mereka.Sementara, satu dari sepuluh orang
merasa mereka tidak bisa membagi beban pikirannya pada orang lain.
Mereka yang mengalami stres setiap hari pun diketahui sering
melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan kondisi kesehatan memburuk.
Satu dari enam orang memilih pergi menikmati segelas anggur untuk
mengusir stres dan satu dari lima orang memilih santai menyaksikan acara
televisi.

5. Lansia

Pada lanjut usia, gejala dari stress ini akan lebih kelihatan karena lanjut usia
lebih rentan terhadap stress. Gejala stress pada lanjut usia meliputi penyakit
darah tinggi, stroke, jantung koroner yang tinggi frekuensinya, menangis,
rasa ketakutan yang berlebihan, menyalahkan diri dan rasa penyesalan yang
tidak sesuai, daya ingat menurun, pikun, tidak bisa mengatasi persoalan
dengan benar, tidak mudah percaya pada orang lain, tidak sabar menghadapi
orang lain, dan menarik diri dari pergaulan. Bila banyak dari gejala tersebut
diatas terjadi pada seseorang, khususnya di sini pada lanjut usia, maka ada
kemungkinan lanjut usia tersebut betul-betul mengalami stress.

Stress pada lanjut usia tersebut dapat diartikan sebagai kondisi tidak
seimbang, tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan, yang terjadi
menyeluruh pada tubuh dan dapat mempengaruhi kehidupan, yang tercipta
bila orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan dan
system sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang berkaitan dengan
berfikir dan respon dari ancaman dan bahaya pada lanjut usia. Dimana
terjadi penurunan kemampuan mempertahankan hidup, menyesuaikan diri
terhadap lingkungan, fungsi badan dan kejiwaan secara alami dan yang
akhirnya mengakibatkan kematian.

Singkatnya stress pada lanjut usia adalah kondisi tidak seimbang, terjadi
menyeluruh pada tubuh yang tercipta bila orang yang bersangkutan melihat
ketidaksepadanan antara keadaan dan system sumber daya biologis,
psikologis dan sosial, dimana terjadi penurunan
kemampuan mempertahankan hidup yang akhirnya mengkibatkan
kematian.

Faktor-Penyebab
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stress pada lanjut usia,
antara lain:

Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang


mengakibatkan terjadinya respons stres. Stresor dapat berasal dari berbagai
sumber, baiknya dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga
muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosila, dan lingkungan
luar lainya ( Patel, 1996 dalam Nasir, 2011).
Secara garis besar, strespr bisa dikelompokan menjadi dua.
a. Stresor makro, yang berupa major live events yang meliputi peristiwa
kematian orang yang disayang, masuk sekolah untuk pertama kali, dan
perpisahan.
b. Stresor mikro, yang biasanya berawal dari stimulus tentang masalah
kehidupan sehari-hari, misalnya ketidaksenangan emosional terhadap hal hal
tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres (Brantley,dkk, 1988, dalam
isnawarti, 1996 dikutip oleh Nasir, 2011).
Taylor (1991) dalam Nasir, 2011 merinci beberapa karakteristik kejadianya
yang berpotensial dan dinilai dapat menciptakan stresor.
a. Kejadian negatif agaknya lebih banyak menimbulkan stres daripada
kejadian positif.
b. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres
daripada kejadian yang terkontrol dan terprediksi.
c. Kejadian “ambigu” sering kali di[andang lebih mengakibatkan stres
daripada kejadian yang jelas.
d. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (oveload) lebih muda mengalami
stres daripada orang yang memiliki tuugas lebih sedikit.
Ada beberapa sumber stres yang berasal dari lingkungan, di antaranya
adalah lingkungan fisik, sepert: polusi udara, kebisingan, kesesakan,
lingkungan kontak sosial yang bervariasi, serta kompetis hidup yang tinggi
(Howart dan Gillham, 1981 dalam Atkinson, 1990 dikutip oleh Nasir, 2011).
Selain itu, sumber stres yang lain meliputi hal-hal berikut.
1. Dalam diri individu.
Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Pendorong dan penarik konflik
menghasilkan dua kecendrungan yang berkebalikan, yaitu approach dan
avoidance. Kecendrungan ini menghasilkan tipe dasar konflik ( Weiten,
1992), yaitu sebagai berikut.
a) Approach-approach conflict. Muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan
yang sama-sama baik.
b) Avoidance-avoidance conflict. Muncul ketika kita dihadapkan pada satu
pilihan antara dua situasi yang tidak menyenangkan.
c) Approach-avoidance conflict. Muncul ketika kita melihat kondisi yang
menarik dan tidak menarik dalam satu tujuan atau situasi.
2. Dalam keluarga.
Dari keluarga ini yang cenderung memungkinkan munculnya stres adalah
hadirnya anggota baru, sakit, dan kematian dalam keluarga.
3. Dalam komunitas dan masyarakat.
Kontak dengan orang di luar keluarga merupakan banyak sumber stres,
misalnya pengalaman anak di sekolah dan persaingan. Berdasarkan
penjelasan di atas, maka stresor atau hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya stres dapat berupa faktor-faktor fiologis, psikologis, dan
lingkungan di sekitar individu baik fisik tidak, bergantung pada bagaimana
individu menyikapi stresor itu.
Skala Miller dan Smith
Beberapa aspek tertentu dari kebiasaan, gaya hidup, dan lingkungan
seseorang dapat menjadikannya lebih kebal atau lebih rentan terhadap
dampak negative stress. Tingkat ketahanan atau kekebalan terhadap stress
ini diukur dengan mengisi daftar 20 pernyataan berikut.
Berikut ini cara untuk mengukur tingkat stress:
1= Hampir selalu, 2= Biasanya, 3= Kadang-kadang, 4= Hampir tidak
pernah, 5= Tidak pernah

1. Saya makan makanan yang hangat dan berimbang sedikitnya satu kali sehari. 1 2 3 4 5
2. Saya tidur 7-8 jam sedikitnya empat malam dalam seminggu. 1 2 3 4 5
3. Saya member dan menerima kasih sayang secara teratur. 1 2 3 4 5
4. Saya memiliki sedikitnya satu orang kerabat yang dapat di andalkan dalam 1 2 3 4 5
jarak 75 km.
5. Saya melakukan olah tubuh hingga berkeringat sedikitnya dua kali seminggu. 1 2 3 4 5
6. Saya merokok kurang dari setengah bungkus sehari 1 2 3 4 5
(bukan perokok = hamper selalu).
7. Saya minum kurang dari lima gelas minuman beralkohol dalam seminggu 1 2 3 4 5
(bukan peminum = hamper selalu).
8. Berat badan saya seimbang dengan tinggi badan. 1 2 3 4 5
9. Saya memiliki penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. 1 2 3 4 5
10. Saya memperoleh kekuatan dari agama / keyakinan saya. 1 2 3 4 5
11. Saya menghadiri kegiatan klub atau social secara teratur. 1 2 3 4 5
12. Saya mempunyai jaringan teman dan kenalan. 1 2 3 4 5
13. Saya mempunyai sedikitnya satu orang sahabat yang dapat dipercaya dalam 1 2 3 4 5
hal-hal yang bersifat abadi.
14. Kesehatan saya baik (termasuk mata, telinga, dan gigi). 1 2 3 4 5
15. Saya dapat berbicara secara terus terang mengenai perasaan saya di saat marah 1 2 3 4 5
atau gelisah.
16. Saya bercakap-cakap secara teratur dengan orang-orang yang tinggal bersama 1 2 3 4 5
saya mengenai urusan rumah, seperti pekerjaan rumah sehari-hari dan masalah
keuangan.
17. Saya melakukan sesuatu untuk bersenang-senang sedikitnya sekali seminggu. 1 2 3 4 5
18. Saya mampu mengelola waktu dengan efektif. 1 2 3 4 5
19. Saya minum kurang dari tiga cangkir kopi (atau minuman lain yang 1 2 3 4 5
mengandung kafein) sehari.
20. Saya mengalokasikan waktu untuk berdiam diri dalam sehari. 1 2 3 4 5
Total Skor = _________- 20 = ___________poin
Skor Ketahanan Stres:
0-10 poin = Memiliki ketahanan luar biasa terhadap stres
11-30 = Tidak terlalu rentan terhadap stress
31-50 = Cukup rentan terhadap stress
51-74 = Rentan terhadap stress
75-80 = Sangat rentan terhadap stres
· Kondisi kesehatan fisik

Proses penuaan mengakibatkan perubahan struktur dan fisiologis pada lanjut


usia seperti:

penurunan penglihatan,

penurunan pendengaran,

penurunan sistem paru,

penurunan pada persendian tulang.

Seiring dengan penurunan fungsi fisiologis itu, ketahanan tubuh lansia pun
semakin menurun sehingga berbagai penyakit dapat hinggap dengan
mudah. Penurunan kemampuan fisik ini dapat menyebabkan orang menjadi
stress, yang dulunya semua pekerjaan bisa dilakukan sendirian, kini
terkadang harus dibantu orang lain. Perasaan membebani orang lain inilah
yang dapat menyebabkan stress. Menderita penyakit dapat mengakibatkan
perubahan fungsi fisiologis pada orang yang menderitanya. Perubahan
fungsi tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dimana hal itu
dapat menyebabkan stress pada kaum lanjut usia yang mengalaminya.
Macam perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung pada
penyakit yang dideritanya.Semakin sehat jasmani lansia semakin jarang ia
terkena stress, dan sebaliknya, semakin mundur kesehatannya, maka
semakin mudah lansia itu terkena stress. Para lansia yang rentan terhada
stress misalnya lansia dengan penyakit degeneratif, lansia yang menjalani
perawatan lama di rumah sakit, lansia dengan keluhan somatis kronis, lansia
dengan imobilisasi berkepanjangansertalansiadengaisolasisosial.
2. Kondisi psikologi

Faktor non fiisik seorang lansia, misalnya sifat, kepribadian, cara pandang,
tingkat pendidikan, dll dapat berpengaruh dalam menghadapi stress. Seorang
lansia yang memiliki pikiran yang positif, biasanya dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapinya dengan positif pula. Orang yang selalu menyikapi
positif segala tekanan hidup akan kecil resiko terkena stress. Semakin luas
dan semakin tinggi harapan seseorang tentang hidup (optimis), semakin jauh
ia dari stress. Semakin berserah diri kepada Tuhan, semakin terbebaskan
seseorang dari stress. Semakin “santai” suatu kejadian dipersepsi, semakin
sukar seseorang terjangkit stress karena kejadian
tersebut.Begitujugasebaliknya.

3. Keluarga

Keluarga berperan besar dalam kejadian stress pada lansia. Jika terdapat
masalah dalam keluarga, hal ini dapat menjadi pemicu stress bagi lansia,
misalnya adanya konflik dalam keluarga, hubungan yang tidak harmonis,
merasa jadi beban keluarga, dll.Sebaliknya, peran keluarga juga sangat besar
dalam menjauhkan stress pada lansia. Dukungan, penghargaan, rasa hormat,
rasa peduli dan lain-lain sangat besar pengaruhnya untuk menjauhkan atau
meredakanstresspadlansia.

4. Lingkungan
Stress juga dapat dipicu oleh hubungan sosial dengan orang lain di
sekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya. Contohnya seperti stres adaptasi
lingkungan baru, teman-teman yang sudah tidak ada lagi, dan lain-
lain. Lansia juga bisa terkena stress karena lingkungan tempat tinggalnya.
Lingkungan yang padat, macet, dan bising bisa menjadi sumber stress.
Selain itu, lingkungan yang kotor, buruk, penuh dengan pencemaran juga
dapat membuat merasa tidak nyaman dan pikiran selalu was-was akan
dampak buruk pencemaran pada kesehatannya, sehingga lama-kelamaan
dapatmembuatlansiastress.

5. Pekerjaan

Pekerjaan dapat menjadi pemicu stres bagi lansia. Penurunan kondisi fisik
dan psikis berpengaruh pada turunnya produktifitas para lansia. Jika pada
waktu mudanya ia telah mempersiapkan cukup "bekal" untuk masa tua,
maka ia bisa menikmati masa pensiunnya. Tetapi jika lansia merasa belum
cukup mempersiapkan "bekal"nya untuk masa pensiun, maka ia dituntut
untuk terus bekerja. Beban kerja yang tidak didukung oleh kondisi fisik dan
psikis dapat memicu lansia stress. Apalagi adanya tuntutan untuk
pemenuhan nafkah keluarga. Jika lansia memilih bekerja, pilihlah pekerjaan
yang tidak terlalu berat, tidak perlu target-targetan, tidak perlu persaingan,
deadline, dll. Misalnya memelihara ayam atau ternak lain, atau berkebun,
buat kolam ikan di belakang rumah, sangat baik bagi lansia, selain sehat
berolahraga ada juga pendapatan bagi keluarga.

I. Kapan Orang Bisa Mengalami Stres?Stres dapat terjadi pada seseorang


pada saat:
a) Tuntutan Fisik

Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi fatal dan


psikologis diri seorang tenaga kerja .Kondisi fisik dapat merupakan
pembangkit stres.Bising : Bising selain dapat menimbulkan gangguan
sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan
sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan
ketidakseimbangan psikologis kita. Paparan (exposure) terhadap bising
berkaitan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung , dan ketidakmampuan
untuk berkonsentrasi.vabrasi merupakan sumber stres yang kuat yang
mengakibatkan peningkatan taraf catecholamine dan perubahan dari
berfungsinya seseorang secara psikologikal dan
neurological.Hygiene:Lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan
pembangkit stres.Hal ini di nilai oleh para pekerja sebagai faktor tinggi
pembangkit stres.

b) Tuntutan tugas

Kerja shift/kerja malam : Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift


merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik .Para pekrja sift
lebih sering mrngeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para
pekerja pagi/ siang dan dapat dari kerja sift terhadap kebisaan makanan
yang mungkin menyebabkan gangguan – gangguan perut.

Menurut Monk dan Folkard ada tiga faktor yang harus baik
keadaannya agar dapat berhasil menghadapi kerja sift :tidur, kehidupan
sosial dan keluarga, dan ritme circadian. Faktor – faktor tersebut saling
berkaitan, sehingga salah satu dapat membatalkan efek positif dari
keberhasilan yang telah dicapai dengan kedua faktor lain.
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan
pembangkit stress.Beban kerja dapat di bedakan lebih lanjut ke dalam beban
kerja berlebih/terlalu sedikit’Kuantitatif’, yang timbul sebagai akibat dari
tugas – tugas yang terlalu banyak/sedikit di berikan kepada tenaga kerja
untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan kerja berlebih/terlalu
sedikit’kualitatif’ yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan
suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan/ atau potensi
dari tenaga kerja.

Dalam rangka teknologi ini baru dapat menimbulkan baik bebean


kerja berlebihan maupun beban kerja terlalu sedikit. Di samping itu beban
kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk
bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak yang merupakan sumber
tambahan dari stres.

Everly dan Girdano (1980) , kategori lain dari beban kerja dari kombinasi
beban berlebihan kuantitatif dan kualilatif:

1. Beban berlebih kuantitatif

Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan


terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur
yang menimbulkan beban brlrbih kuantitatif ini ialah desakan waktu ,setiap
tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan
cermat. Bila desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau
menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang , maka ini merupakan
cerminan adanya beban berlebih kuantitatif dan pada saat ini desakan waktu
menjadi destruktif
Kiev dan Kohn (1997) dalam meneliti 2.659 manajer puncak dan
menengah menemukan bahwa para manajer menyebutkan heavy workload /
time pressures/unrealistic deadlines sebagai factor pertama dari stress

Penelitian yang dilakukan oleh ahli jantung Mayer Friedman dan ray
Rosenman (1974) menunujukan bahwa desakan waktu kronis tampaknua
memberikan pengaruh tidak baik pada system cardiovascular. Hasilnya
secara khusus ialah serangan jantung premature dan tekanan darah tinggi.

Ancaman akan adanya beban berlebih kuantitatif mempunyai


pengaruh yang tidak baik bagi para pekerja, pada masa dilakukan analisis
waktu gerak pada para pekerja,mereka memperlihatkan rasa tidak senang
dan curiga. Para pekerja tidak senang persepsi manajemen yang mengatakan
kepada mereka untuk do more work in less time.Dalam beberapa kasus
analisis semacam itu mengakibatkan dilakukannya pelambatan kerja (work
slow down).Bagaimanapun juga desakan waktu merupakan pembangkit
stress dari organisasi yang dalam kebanyakan hal harus diterima. Ini
tampaknya merupakan salah satu aspek dari kehidupan organisasi.

2. Beban terlalu sedikit kuantitatif

Beban kerja terlalu sedikit juga dapat mempengaruhi kesejahteraan


psikologis seseorang. Kemajuan teknologi dan peningkatan otomasi dalam
industry di satu pihak dapat mengarah pada makin menjadinya majemuk
pekerjaan, di lain pihak. Pada tingkat teknologi menengah, mengarah pada
penyederhanaan pekerjaan. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak
terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton.
Kebosanaan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau
sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya
perhatian.
Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal
untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat. Kebosanan di temukan sebagai
sumber stres yang nyata pada operator kran (cooper & Kelly,1984). Masa
lama tidak adanya aktivitas, yang mungkin merupakan ciri dari pekerjaan
sehingga memerlukan rancangan ulang, merupakan peramal yang tepat dari
peningkatan kecemasan, depresi dan ketidakpuasan kerja.

Bentuk lain yang merupakan pembangkit stres juga ialah adanya


fluktuasi dalam beban kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat
ringan, untuk saat-saat lain bebannya malah berlebihan. Situasi tersebut
dapat kita jumpai pada tenaga kerja yang mengatur perjalanan bagi orang
lain pada biro- biro perjalanan, yang menjadi pemandu wisata, tenaga kerja
(baik klerikal maupun yang profisional) yang berkerja di biro-biro
konsultasi, pramuniaga di took-toko, dan sebagainya. Keadaaan yangtidak
tetap ini menimbulkan kecemasaan, ketidakpuan kerja dan kecenderungan
hendak meninggalkan pekerjaan.

3. Beban berlebihan kualitatif

Dengan kemajuan teknologi makin dirasakan kehidupan menjadi


lebih majemuk. Pekerjaan yang sederhana, pekerjaan yang di lakukan
dengan tangan (pekerjaan manual) makin banyak tidak dilakukan lagi oleh
tenaga kerja, tetapi telah diganti oleh mesin atau robot.untuk perakitan mobil
di jepang digunakan robot pekerjaan yang dilakukan oleh manusia makin
beralihtitik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin
menjadi majemuk. Kemajemukan pekerjaan ini yang mengakibatkan adanya
beban berlebihan kualitatif.Makin tinggi kemajemukan pekerjaannya makin
tinggi stresnya.Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang
tenaga kerja dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebihan
kualitatif jika kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan
intelektual yang lebih tinggi yang dimiliki.

Kemajemukan pekerjaan, menurut Everly & Girdano (1980), biasanya


meningkat karena faktor-faktor berikut:

a. Peningkataan dari jumlah informasi yang harus digunakan;

b. Peningkatan dari canggihnya informasi atau dari keterampilan yang


diperlukan pekerjaan;

c. Perluasan atau tambahan alternative dari metode-metode pekerjaan;

d. Introduksi dari rencana-rencana contingency

Jika memiliki kemampuan untuk menampung keempat factor


tersebut, maka tenaga kerja melakukan pekerjaan yang bagus dan berprestasi
memuaskan. Sebaliknya kalau kita perhatikan dengan baik, maka setiap
factor dapat merupakan pembangkit stress .pada titik tertentu kemajemuka
pekerjaan tidak lagi produktif,tetapi menjadi destruktif. Pada titik tersebut
kita telah melewati kemampuan kita untuk memcahkan masalah dan menalar
dengan car konstruktif. Timbulah kelelahan mental yang reaksi-reaksi
emosional dan fisik .hal ini merupakan bentuk dari jawaban stress.

Penelitian menunujukan bahwa kelelhan emosional dan mental ,sakit kepala,


dan gangguan-gangguan pada perut merupakan hasil dari kondisi kronis dari
beban berlebih kualitatif.Penelitian lain menunjukan bahwa beba terlebih
kualiitatif sebagai suber stress secara nyata berkaiitan dengan rasa harga diri
yang rendah.
4. Beban terlalu sedikit kualitatif

Dapat merusak pengaruhnya seperti beban berlebihan kualitatif, dalam hal


tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan ketrampilan yang
diperolehnya,atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara
penuh. Di sinipun dapat timbul kebosanan dan gangguan dalam perhatian
sehingga dapat mengakibatkan hal-hal yang parah.

Beban terlalu sedikit yang disebabkan kurang adanya rangsangan akan


mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja
akan merasa bahwa dia ‘tidak maju-maju’ dan merasa tidak berdaya untuk
memperlihatkan bakat dan minatnya (Sutherland & cooper,1988).

Menurut udris, beban berlebihan kualitatif berhubungan dengan


ketidakpuasan , ketegangan, harga diri rendah, sedanfjan beban terlalu
sedikit berkaitan dengan ketidak puasan, depresi, cepat tersinggung, dan
keluhan psikosomatik.

5. Beban berlebihan kuantitatif dan kualitatif

Proses pengambilan keputusan merupakan suatu kombinasi yang


unik dari faktok-faktor yang dapat mengarah ke berkembangnya kondisi-
kondisi beban berlebihan kuantitatif dan kualitatif pada waktu yang
sama.Proses pengambilan keputusan mencangkup membuat pilihan antara
beberapa kemungkinan/alternatatif. Setiap kemungkinan perlu dinilai
kebaikan dan keburukannya dan saling di bandingkan.

Faktor-faktor berikut ini yang menentukan derajat besarnya stress dalam


proses pengambilan keputusan (Everly & Girdano,1980):
1. Pentingnya akibat- akibat dari keputusan;

2. Derajat kemajemukan keputusan;

3. Kelengkapan informasi yang di miliki;

4. Yang bertanggung jawab terhadap keputusan;

5. Jumlah waktu yang di berikan untuk proses pengmbilan keputusan;

6. Harapan dari keberhasilan.

Pentingnya akibat keputusan ikut menentukan derajat besarnya


stress.Misalnya memutuskan untuk membuka cabang lebih besar stresnya
dari pada memutuskan dimana makan siang, karena risikonya lebih
besar.Kalau gagal cabangnya berarti rugi besar, bahkan mungkin harus
ditutup perusahaanya.

Sebagaimana telah dibahas, kemajemukan pekerjaan akan menimbulkan


stress. Kalau keputusan yang harus diambil, misalnya, melibatkan bebagai
macam faktor yang saling berkaitan (keputusan membuka cabang), seperti
rencana operasi, jumlah tenaga kerja, jumlah uang yang harus disediakan,
dan rencana pemasaran, maka proses pengambilan keputusan merupakan
proses yang penuh stress. Terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi yang
dimiliki, yang dirasakan diterima oleh seorang tenaga kerja, kedua-duanya
akan dapat menimbulkan stress. Terlalu banyak informasi, berarti kesulitan
mengolah semua informasi, berarti beban berlebihan kualitatif.Terlalu
sedikit informasi menyebabkan kita mulai mereka-reka, menduga-duga,
yang menibulkan ketegangan dalam diri kita yang kita rasakan sebagai
stres.bertanggung jawab, maka ini dirasakan lebih besar
stresnyadibandingkan dengan jika tanggung jawab dibagi bersama.Dalam
keadaan sehari-hari tanggung jawab pada umumnya ditanggung oleh
seorang.

Factor waktu juga perlu dipertimbangkan. Makin singkat waktu yang


diberikan dalam proses pengambilan keputusan, makin dirasakan desakan
waktu, makin besar stresnya.Akhirnya harapan akan keberhasilan
merupakan factor yang ikut menentukan besar kecilnya stress. Jones
menemukan bahwa jika orang memiliki harapan yang besar, memiliki
kepastian, bahwa keputusan yang diambil adalah tepat, maka taraf stres lebih
rendah dibandingkan dengan jika tidak pasti bahwa kepusannya adalah
paling tepat.Jumlah dari stres yang terlibat dalam proses penganbilan
keputusan dapat diungkapkan sebagai berikut: Stres pengambilan keputusan
= kepentingan + kemajemukan + kurang informasi + tanggung jawab +
kurang waktu + kurang kepercayaan.

Paparan terhadap risiko dan bahaya: Risiko dan bahaya


digandengkan dengan jembatan tertentu merupakan sumber dari stress.
Kelompok-kelompok jabatan yang dianggap memiliki risiko tinggi, dalam
arti kata secara fisikal berbahaya, antara lain polusi, pekerjaan tambang,
tentara, pegawai dilembaga pemasyarakatan, pegawaai mobil kebakaran,
pekerja pada eksplorsi gas dan minyak, dan pada instalasi produksi.

J. CARA MENGENDALIKAN DAN MENGATASI STRESS

Beberapa cara menghindari stress:

1. Saat di rumah :

· Mencari waktu santai di rumah.


Begitu sampai di rumah mungkin sudah di sambut oleh masalah-masalah
keluarga dan tugas-tugas rutin yang harus dilakukan. Sering kali itu semua
menambah stress yang sudah di bawa dari tempat kerja. Begitu sampai di
rumah ambilah waktu untuk bersantai sejenak.Biarkan keluarga tahu bahwa
kita membutuhkan waktu istirahat dengan berada sendirian. Pilihlah salah
satu dari banyak cara yang telah kita bahas sebelumnya dan gunakan cara
tersebut untuk menurunkan stress dan mengisi ulang tenaga. Maka kita akan
mampu untuk mengatasi masalah rumah tangga dengan baik. Luangkan
waktu kedua untuk meredakan stress persis sebelum hendak tidur.

· Tidur yang Cukup

Hampir semua penelitian menunjukkan bahwa kita butuh tujuh sampai


delapan jam tidur di malam hari agar bisa berfungsi secara prima. Tidur
membuat kita santai dan mendapatkan tenaga kembali, serta membantu
perlawanan terhadap stress.Jika kita hendak tidur dengan nyenyak. Makan
besar harus di lakukan paling tidak tiga jam sebelum kita tidur jika kita ingin
bisa tidur sepanjang malam. Menyantap banyak makanan di larut malam
akan membuat stress system pencernaan. Hindari tidur di siang hari kecuali
dalam waktu yang amat singkat. Tidur disiang hari hanya akan membuat kita
sulit untuk tidur dimalam harinya. Jika harus tidur siang, lebih dari 30 menit
dapat memberikan dampak negatif terhadap siklus tidur. Hindari juga latihan
fisik yang dilakukan larut malam yang terlalu berat karena aliran oksigen
kedalam sel-sel tubuh akan membuat kita bersemangat kembali dalam
menjadikan kita terjaga lebih lama.

Tubuh kita perlu istirahat yang cukup untuk bisa pulih dari aktivitas-
aktivitas yang padat.Istirahat, baik itu dalam bentuk tidur siang singkat
maupun tidur malam yang cukup sangatlah memberikan efek yang
signifikan untuk meredakan stress yang mudah muncul. Sebaliknya, apabila
istirahat dirasakan kurang maka akan dengan mudah menjadi moody, cepat
marah dan stress. Akibatnya sudah bisa ditebak: produktivitas dan kualitas
kerja yang tidak optimal, sehingga mempengaruhi karir, cita-cita, dan
hubungan dengan orang lain.

· Pelajari dan Kuasai Tehnik Mengatur Waktu

Stress seringkali terjadi karena kita selalu dikejar oleh waktu, hasilnya
adalah rasa panik dan cenderung tidak sabar. Dengan belajar mengatur
waktu, maka kita akan dengan mudah meredakan potensi munculnya stress,
karena pikiran kita lebih tenang dalam menghadapi tugas-tugas. Hasil dari
tugas yang dikerjakan pun menjadi lebih optimal.Milikilah agenda, atau
setidaknya gunakanlah diary atau organizer yang ada dalam HP.

· Berolahragalah Secara Teratur

Aktivitas olahraga adalah salah satu pereda stress paling ampuh. Pada
dasarnya stress terbentuk karena ketidakberdayaan kita dalam menghadapi,
menguasai maupun memecahkan masalah yang ada. Aktivitas olahraga
seperti latihan aerobik, latihan beban maupun aktivitas olahraga lainnya,
adalah cara terbaik untuk memutarbalikkan ketidakberdayaan tersebut
menjadi perasaan memegang kendali penuh atas tubuh dan pikiran kita.
Aktivitas olahraga juga menimbulkan rasa puas atas keberhasilan
kita mengalahkan diri kita sendiri.Rasa puas ini adalah hasil dari produksi
hormon endorfin sesudah latihan. Hormon tersebut adalah hormon yang
sama yang diproduksi oleh tubuh apabila merasakan sensasi kenikmatan /
kepuasan yang sangat tinggi. Efek langsungnya adalah perasaan terhadap
diri sendiri yang lebih baik (greater sense of well-being) dan relaksasi dari
otot-otot dan syaraf tubuh yang tegang.
· Banyak tersenyum

Semakin sering kita tersenyum semakin berbahagia. Sebuah senyuman juga


membuat orang lain kembali tersenyum. Usahakan tersenyum ketika kita
sedang marahwalaupun terdengar tidak masuk akal tetapi tersenyum akan
mengendorkan otot-otot wajah.

· Menata rumah

Salah satu unsur yang menyebabkan bertambahnya stress dalam hidup kita
adalah menumpuknya tugas rumah tangga.Jangan menunda-nunda dan
mulailah menata rumah.Buatlah komitmen waktu untuk membenahi lemari
dan laci-laci serta menyingkirkan barang-barang lama dan sudah tidak
terpakai lagi atau menyumbangkannya. Kerjakan mulai dari yang paling
berantakan.

2. Saat di Tempat Kerja:

· Mencari waktu santai di tempat kerja

Jika menghabiskan tiap menit dari hari kita dengan bekerja tanpa pernah
mengambil waktu istirahat, pada akhirnya akan merasa kecapaian dan
keletihan mental. Pastikan bahwa kita memanfaatkan semua waktu istirahat
yang disediakan.Bangunlah dari tempat duduk, jalan berkeliling dan biarkan
darah mengalir.Yang paling baik jangan menyantap makan siang sambil
tetap melakukan pekerjaan.Regangkanlah otot-otot dengan pergantian
suasana dapat menciptakan keajaiban dengan menemukan sesuatu yang
menggembirakan atau lucu untuk dibicarakan.

· Menghindari Politik Kantor

Manusia adalah makhluk berpolitik dan tempat kerja adalah arena politik.
Pilih-pilih teman dan pengelompokan terjadi dan konflik sering kali timbul
akibat keberpihakan yang berbeda satu sama lain. Persaingan dan perebutan
posisi serta kekuasaan adalah hal yang wajar dan hal tersebut dapat
menimbulkan sisi terburuk dalam diri seseorang.Ketidaksetujuan dan
perselisihan kecil sering kali dapat meningkatkan menjadi konflik
besar.Jauhilah sedapat mungkin pergumulan semacam itu. Hal ini tidaklah
sebanding dengan stress yang diakibatkannya. Ketahuilah kapan saatnya
untuk diam saja atau mengambil tindakan yang akan melindungi pekerjaan
kita. Jika kita tidak dapat menghindari situasi-situasi seperti ini gunakanlah
cara-cara berpolitik yang positif, bertindaklah dengan berani tapi disertai
kebijaksanaan dan budi pekerti.

· Menghindari gosip kantor

Setiap tempat kerja memiliki bentuk komunikasi terselubung yang dapat


menyebarkan informasi, gossip, dan sindiran.Kadang-kadang informasinya
benar tapi masalahnya terletak pada kenyataan bahwa kita sering kali tidak
tahu apakah itu realitas atau sekedar cerita. Ketika komunikasi yang resmi
tidak ada, penyebaran informasi dari mulut ke mulutlah yang akan mengisi
kekosongan tersebut, sering kali dengan informasi yang tidak benar atau
negatif. Orang-orang akan menambah informasi, terutama jika mereka
mimiliki kepentingan sendiri. Berita miring cenderung menyebar lebih cepat
dan sering kali menjadi lebih buruk daripada kenyataan sebenarnya,
menimbulkan rasa takut,marah, dan stress.
· Menjadi Anggota Perkumpulan

Berada di tengah-tengah orang lain benar-benar dapat mengalihkan pikiran


dari kesusahaan diri sendiri. Memberi waktu untuk memusatkan perhatian
pada orang lain dan sekaligus menurunkan stress kita. Jika tidak terlibat
dalam perkumpulan mana pun , temukan yang cocok dengan kita.

· Bangunlah Sikap dan Pola Pikir Yang Positif

Bersikap positif dan optimis akan sangat membantu kita dalam mengusir
rasa was-was yang sebenarnya tidak kita perlukan. Pola pikir yang positif
juga akan lebih mudah membuat kita berinteraksi dengan banyak orang.
Pancaran energi positif dari dalam diri kita juga sebenarnya pasti akan
dirasakan oleh orang lain. Dengan menjadi orang yang berpikiran, bertutur-
kata, dan berperilaku positif, tentunya kita akan menerima hal-hal positif
pula.

· Tidak membawa pulang kerjaan

Di rumah adalah waktunya anda menjalankan hidup sosial, sehingga anda


wajib menghindari lembur di rumah membawa pekerjaan, apalagi
melibatkan anggota keluarga untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas
dari kantor. Hal ini bisa berujung pada masalah hubungan sosial dengan
isteri/suami, anak, orangtua, tetangga, dan lain sebagainya.

· Akrab dengan rekan, atasan dan bawahan kekeluargaan

Jika teman-teman dan atasan di kantor sudah anda anggap seperti keluarga
sendiri, maka anda bekerja bisa jadi nyaman serta akan saling membantu dan
mendukung jika mengalami kendala-kendala dalam bekerja. Usahakan
hubungan anda dengan bos atau atasan anda akrab dan tidak saling jaim
(jaga image) seperti teman atau orang tua, namun anda tetap hormat
kepadanya dan menghormati ketika dia marah.

· Bekerja untuk ibadah bukan uang semata

Jangan lupa menjalankan ibadah anda selama menjalankan berbagai tugas


kantor seperti solat wajib, salat sunat, puasa wajib, puasa sunah, dan lain-
lain. Jika anda bekerja ikhlas demi Allah dan tidak banyak mengharap
imbalan yang besar, maka anda bekerja akan tenang, nyaman, damai,
tentram dan tanpa beban.

· Selalu cari cara untuk mempermudah pekerjaan

Selalu pikirkan cara dan metode baru yang dapat membuat pekerjaan yang
tadinya butuh waktu lama jadi sebentar. Coba pelajari teknologi-teknologi
baru, fitur/rumus office baru, ikut seminar, coba-coba trial eror, tanya ke
senior atau pakar, dan lain-lain.

· Mencari peluang kerja lebih enak

Mungkin bisa saja posisi anda saat ini di kantor tidak sesuai dengan yang
anda inginkan secara horisontal. Misalnya anda suka kerja di lapangan
namun anda ditempatkan perusahaan di balik layar komputer terus-menerus
sepanjang hari.Cobalah utarakan unek-unek anda masalah penempatan
dengan bagian hrd, mungkin mereka bisa membantu.Bisa juga tunjukkan
saja kemampuan dan dedikasi anda pada perusahaan karena bisa jadi jika
ada posisi kosong, anda bisa dipertimbangkan perusahaan untuk naik
mengisi jabatan itu.

· Tidak menggantungkan hidup pada pekerjaan


Jika kondisi perusahaan sedang gonjang-ganjing, maka anda bisa ikut sport
jantung karena berhubungan dengan kelangsungan hidup anda dan keluarga
anda. Tetapi jika anda punya bisnis lain maka anda bisa tenang walaupun
kantor anda mau pailit dan bubar jalan. Di saat senggang pikirkanlah kira-
kira peluang dan usaha apa yang bisa anda jalankan sesuai dengan modal
yang anda miliki. Jangan takut untuk mencoba jika usaha sampingan yang
anda jalani belum berhasil alias gagal.

· Isi waktu istirahat/luang dengan yang berguna/bermanfaat

Pada saat jam istirahat jangan dihabiskan untuk hal-hal yang tidak penting
seperti main game sendirian, nongkrong di warteg, kerja terus, aktivitas
pemerah tenaga, dan lain-lain. Isi waktu senggang di kantor dengan hal-hal
yang bisa mendukung pekerjaan anda seperti tidur siang sebentar, makan-
makan dengan teman sekerja, nbobrol dengan banyak teman, cuci mata,
jalan-jalan, merintis bisnis sampingan, dan masih banyak aktivitas berguna
lainnya.

· Mengatasi konflik dengan kepala dingin serta musyawarah

Konflik di kantor adalah hal yang biasa baik terjadi antara karyawan dengan
karyawan maupun antara karyawan dengan perusahaan. Untuk itulah jika
anda sedang berada dalam konflik, anda harus sesegera mungkin
menyelesaikannya dengan win win solution tanpa kekerasan secara
musyawarah. Jika ada masalah selesaikanlah dengan tenang tanpa emosi
agar penyelesaian berjalan tanpa memunculkan masalah baru.

· Bawa barang-barang yang anda sukai atau menghibur


Tidak ada salahnya anda membawa bingkai foto keluarga, boneka
kesayangan, pajangan-pajangan unik, aksesoris lucu-lucu, atk yang unik-
unik, majalah hobi, makanan ringan kesukaan anda, dan lain-lain. Buat
senyaman mungkin dengan menyeting tempat kerja atau ruang kerja anda
sesuai dengan apa yang anda mau, tetapi tetap wajar tidak nyeleneh.

Jika segala macam upaya telah anda lakukan namun ternyata tidak ada
perubahan yang berarti di saat anda tertekan, maka ada baiknya untuk mulai
melirik pekerjaan lain yang sesuai dengan bakat dan minat anda. Siapa tahu
dengan pindah kerja di tempat yang baru bisa membuat anda bahagia lahir
dan batin.

Ø CARA MENGATASI STRES:

v Psikoterapi.

Psikoterapi adalah upaya intervensi oleh psikoterapis terlatih agar


kliennya bisa mengatasi persoalannya. Pada dasrnya metode psikoterapi
adalah wawancara tatap muka perorangan, tetapi dalam praktik banyak
variasi teknik psikoterapi teragntung pada teori yang mendasarinya dan jenis
masalah yang sering dihadapi klien. Tujuan psikoterapi adalah untuk
mengembalikan keadaan kejiwaan klien yang terganggu (mulai dari masalah
ringan sampai gangguan mental berat) agar bisa berfungsi kembali dengan
optimal sehingga klien tersebut merasa bisa merasa dirinya lebih sehat
mental.

Berdasarkan teori dan teknik yang diterapkan ada beberapa jenis psikoterapi:

1. Psikoanalisis.
Teknik ini diperkenalkan oleh Sigmund Freud.Sesuai dengan
teorinya, Freud mencoba menjelajahi alam ketidaksadaran pasiennya melalui
wawancara yang dinamakannya asosiasi bebas sampai pasien menemukan
sumber masalahnya yang biasanya terdapat dalam alam ketidaksadaran
itu.Pasien harus berbaring di sofa dan psikoterapis duduk di belakangnya
sambil member pertanyaan – pertanyaan dan mencatat.Gunanya adalah agar
pasien bisa bebas berasosiasi tidak terhambat oleh kehadiran terapis.Tahap
penting dari teknik ini adalah jika terjadi katarsis yaitu pasien bisa
meluapkan emosinya sehingga menimbulkan perasaan lega. Kelemahan
teknik ini adalah bahwa proses penyembuhan bisa berlangsung bertahun-
tahun.

2. Hypnoterapy.

Sebelum teknik psikoanalisis diperkenalkan psikeater menggunakan


teknik hipnotis untuk menurunkan ambang kesadaran dan mensugesti pasien
untuk sembuh. Teknik ini bisa langsung menghilangkan gejala, tetapi hanya
berlangsung sesaat dan akan kambuh lagi jika pengaruh sugesti sudah
hilang. Oleh karena itu sekarang dikembangkan teknik hypnoterai baru
sehingga pasien / klien bisa mensugesti dirinya sendiri dan bisa sembuh total
tanpa tergantung pada psikoterapis lagi.

3. Terapi Humanistik

Disebut juga terapi client centered. Teknik yang dianjurkan oleh Carl
Rogers ini beranggapan bahwa semua orang punya aspek positif dalam
dirinya. Psikoterapis bertugas untuk membantu klien menelusuri semua
potensi positif dalam dirinya, agar dia bisa mengembangkan dirinya secara
positif dan meninggalkan gejala-gejala gangguan mentalnya.

4. Terapi Perilaku.

Dasar teorinya adalah teori belajar dari J.B. Watson yang


menyatakan bahwa perilaku bisa ditimbulkan atau dihambat dengan
memberinya reinforcement (ganjaran) yang positif (untuk mendorong) atau
negative (menghambat). Teknik ini digunakan untuk mengatasi
phobia.Caranya adalah mendekatkan benda yang ditakuti itu dengan hal-hal
yang menyenangkan klien sehingga timbul asumsi positif antara benda yang
ditakuti dengan hal yang menyenangkan dan lama kelamaan fobia bisa
hilang. Kelemahan teknik ini adalah sewaktu-waktu bisa timbul kembali
kalau ada trauma (peristiwa yang tidak dikehendaki) baru atau jika persoalan
intinya belum terpecahkan bisa muncul dalam gejala / keluhan lain.

v Berpikir Positif

Optimisme dapat menangkal dampak negatif stres, ketegangan dan


kecemasan telah di sistem kekebalan tubuh Anda dan kesejahteraan.Sangat
penting untuk mengelilingi diri dengan orang-orang positif.Getaran negatif
dari teman-teman dan rekan kerja dapat menyebar, sehingga sulit bagi Anda
untuk bersantai.Lihatlah situasi tertentu berbeda. Mungkin cara Anda
mencari mungkin menyebabkan tekanan yang banyak.

v Tidur
Aktivitas ini bisa dibilang efektif.Mendapatkan tidur nyenyak yang
cukup memiliki dampak besar pada tingkat stres Anda.Fungsi kekebalan dan
ketahanan terhadap penyakit pun bangkit.

Tidur tidak hanya mengurangi tingkat pemulihan Anda.Tapi ingat, ini bsia
juga meningkatkan tingkat stres dalam tubuh Anda jika kadarnya berlebih.
Jadi, jangan kesiangan karena ini akan membuat Anda bertambah lesu.

v Tertawa

Tawa luka stres dan mempromosikan relaksasi.Itu, pada gilirannya,


membantu sel-sel kekebalan tubuh berfungsi lebih baik.Temukan humor
dalam hal-hal dan terlibat dalam aktivitas yang membuat Anda tertawa
untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan ketahanan terhadap
penyakit.

v Olahraga

Latihan akan merevitalisasi tubuh dan pikiran Anda dan Anda akan
siap untuk menghadapi apa pun. Olahraga teratur dan aktivitas fisik tidak
hanya memperkuat sistem kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, jantung,
otot dan tulang, tetapi juga membantu dalam manajemen stres dengan
menyediakan gangguan dari situasi stres dan meningkatkan endorfin
(merasa-baik tubuh kimia).Penelitian menunjukkan bahwa 20 menit setiap
hari adalah semua yang diperlukan untuk pengalaman manfaat.Jadi
mendapatkan beberapa memompa darah dan melepaskan beberapa endorfin.

v Meditasi
Meditasi sangat bagus tidak hanya untuk menghilangkan stres, tetapi
juga untuk relaksasi otot.Penelitian telah menunjukkan bahwa meditasi dapat
membantu dalam menurunkan tekanan darah.

Cobalah mulai sekarang renungkan untuk memanggil energi


positif.Caranya mudah, cukup hanya mengambil nafas panjang dan
mengosongkan pikiran Anda.Lakukan meditasi10 menit saja dan reguk
manfaatnya.

v Dengarkan Musik

Apakah Anda terjebak dalam kemacetan lalu lintas atau bersiap


untuk hari yang berat di tempat kerja, mendengarkan musik favorit Anda
merupakan metode yang bagus untuk mengurangi stres dan menghilangkan
kecemasan.

Musik yang menenangkan dapat memiliki efek relaksasi pada gelisah,


tegang pikiran.Hal ini juga dapat menurunkan tekanan darah, memperlambat
pernapasan dan detak jantung. Cari tahu apa jenis musik yang bisa
membantu Anda bekerja yang terbaik dan kemudian membuat koleksi musik
untuk membantu Anda rileks dan merasa baik.

v Minum teh hijau

Teh hijau mengandung asam amino, Theanine, yang membantu


dalam produksi dan pelepasan bahan kimia yang disebut Dopamin.Kedua
Dopamin dan Theanine merangsang perasaan kesejahteraan di dalam
tubuh.Namun, kafein dapat memperburuk respon stres, jadi hindari minuman
berkafein.

v Pijat
Pijat seluruh tubuh membantu untuk melepaskan ketegangan dan
rasa sakit dari stres otot tegang. Jika Anda tidak pernah mengalami pijat,
Anda akan kehilangan salah satu hal paling indah dalam hidup.

Cara yang tak sehat untuk mengatasi stres:

Cara ini mungkin untuk sementara dapat mengurangi stres, tapi pada
akhirnya menyebabkan kerusakan:

· Merokok

· Mabuk-mabukan

· Terlalu banyak makan ataupun makan terlalu sedikit

· Terlalu lama di depan TV atau Komputer

· Menjauhkan diri dari para teman, keluarga, dan aktivitas-aktivitas

· Mengkonsumsi obat-obatan atau narkoba untuk menenangkan diri

· Tidur terlalu lama

· Menunda-nunda

· Setiap saat menghindari untuk menghadapi sebuah permasalahan

· Mengeluarkan stres anda ke yang lain (memukul, marah-


marah,melakukan kekerasan
B. Pengertian Stres Kerja

Gibson mengemukakan bahwa stress kerja dikonseptualisasi dari beberapa


titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stress sebagai respon dan stres
sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang
menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres
sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan
tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon
individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon
individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon,
melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus
lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.
Luthans mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan
diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis,
sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang
terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat
berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala
yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam
pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous,
merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi,
proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari
adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat
mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah
marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak
mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam
masalah tidur.
Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:

1. Kepuasan kerja rendah


2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan


kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya. Di kalangan para
pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan kesamaan persepsi
tentang batasan stres. Mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional
dan psikologis yang teradi pada situasi dimana tujuan individu mendapat
halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamod memandangnya sebagai
respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan
tindakan ekstcrnal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik
maupun psikologis. Berbeda dengan pakar di atas memahaminya sebagai
ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga
menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan
definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan
pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh
sangatlah penling tetapi tidak dapat dipastikan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi
pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat
rnempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

C. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja,
yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja
dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di
lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di
mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua
tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena
dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi
ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum
dikelompokkan sebagai berikut :

1. Tidak adanya dukungan sosial.


Artinya, stres akan cendcrung muncul pada para karyawan yang tidak
mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini
bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan
keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang
mengalami stres kerja adalah mercka yang tidak mendapat dukungan
(khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan
semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari
rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih
mudah terkena sires. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan social
yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

2. Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan keputusan di


kantor.
Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan
tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka
tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan
kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak
dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

3. Pelecehan seksual.
Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan
berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa
dimulai dart yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif,
mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan,
pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus
pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan
kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan
namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita. Stres akibat pelecehan
seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga
(khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kclamin cukup tinggi, namun
tidak ada undang-undang yang melindungmya.

4. Kondisi lingkungan kerja.


Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas,
terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang
terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan
pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya
dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di
samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres
kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang
lain.

5. Manajemen yang tidak sehat.


Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para
manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat
sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu
mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi
pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai
bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan
semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang
pada akhirnya akan menimbulkan.

6. Tipe kepribadian.
Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami sires dibanding
kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering
merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran,
konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung
tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi
dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non
kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami
dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu
sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi
lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko
serangan/sakit.

7. Peristiwa/pengalaman pribadi.
Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan,
kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah,
kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah
(pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stress
paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya,
sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal.
Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian,
perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.

Menurut Davis dan Newstrom stres kerja disebabkan:

1) Adanya tugas yang terlalu banyak.


Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber
stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik
maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.
2) Supervisor yang kurang pandai.
Seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di
hawah bimbingan sekaligus mempertanggung jawabkan kepada supervisor.
Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan
membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.

3) Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.


Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas
kantor/perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan bcrkaitan
dengan keahlian, pcngalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi
tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang
terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas
sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.

4) Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai.


Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering
memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak)
yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus
berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.

5) Ambiguitas peran
.Agar menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu mengetahui
tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan
tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang
definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul
ambiguitas peran.

6) Perbedaan nilai dengan perusahaan.


Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang
mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun
prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi (altruisme).

7) Frustrasi.
Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak
faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah
terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta
penilaian/evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima.

8) Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal terscbul tidak umum.


Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan
jenjang karir yang di lalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun
dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status
perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.

9) Konflik peran.
Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran intersender,
dimana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang
tidak konsisten dan tidak sesuai; (b) konflik peran intrasender, konflik peran
ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan
di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan
pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer
yang berada pada posisi dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih
salah satu alternative. Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak
berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja
datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres.
Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu lingkungan
pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang
yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres
yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya
seseorang tenaga kerja yang bekerja.

Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan


stres dapat dikelompokkan kedalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor
intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir,
hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi Hurrel:

1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan


Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.
Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas
mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan
bahaya.
a. Tuntutan fisik : kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan
psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan
pembangkit stres (stressor). Suara bising selain dapat menimbulkan
gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat
merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan
ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi demikian memudahkan
timbulnya kecelakaan. Misalnya tidak mendengar suara-suara peringatan
sehingga timbul kecelakaan. Ivancevich & Matteson bependapat bahwa
bising yang berlebih (sekitar 80 desibel) yang berulangkali didengar, untuk
jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan stres. Dampak psikologis dari
bising yang berlebih ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja lerhadap
pembangkit stress yang lain, dan menurunkan motivasi kerja. Bising oleh
para pekerja pabrik dinilai sebagai pembangkit stres yang membahayakan.

b. Tuntutan tugas : penelitian menunjukkan bahwa shift/kerja malam


merupakan sumber utama dan stres bagi para pekerja pabri. Para pekerja
shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut
daripada para pekerja pagi/siang dan dampak dari kerja shift terhadap
kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguangangguan perut.
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit
stres. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja
berlebih/terlalu sedikit "kuantitatif', yang timbul sebagai akibat dari tugas-
tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk
diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/terlalu sedikit
"kualitatif, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu
tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi dari
tenaga kerja. Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif
dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat
banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres.
Everly & Girdano menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu
kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban
berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak
hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang
menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap
tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan
cermat Pada saatsaat tertentu, dalam hat tertentu waktu akhir (dead line)
justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang
tinggi. Namun, bila desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak
kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka
ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif. Beban kerja
terlalu sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis
seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi
pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam
kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang
harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara
potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam
keadaan darurat.

Beban berlebihan kualitatif merupakan pckerjaan yang dilakukan oleh


manusia makin beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin
menjadi majemuk. Kemajemukan pekerjaan yang harus dilakukan seorang
tenaga kerja dapat denganmudah berkembang menjadi beban berlebihan
kualitatif jika kemajemukannya mcmerlukan kemampuan teknikal dan
intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki. Pada titik tertentu
kemajemukan pekerjaan tidak lagi produktif, tetapi menjadi destruktif. Pada
titik tersebut kita telah melewati kemampuan kita untuk memecahkan
masalah dan menalar dengan cara yang konstruktif. Timbullah kelelahan
mental dan reaksi-reaksi emosional dan fisik. Penelitian menunjukkan
bahwa kelelahan mental, sakit kepala, dan gangguan-gangguan pada perut
merupakan hasil dari kondisi kronis dari beban berlebih kualitatif. Beban
terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi
peluang untuk menggunakan ketrampilan yang diperolehnya, atau untuk
mengembangkan kecakapan potensialnya secara pemih. Beban terlalu
sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat
dan motivasi yang rendah untuk kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia
"tidak maju-maju", dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat
dan ketrampil.

2. Peran Individu dalam Organisasi


Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya
setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan
sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan
oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk
memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik
berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi:
konflik peran dan keterpaksaan peran (role ambiguity).

a. Konflik peran : konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami
adanya:
• Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara
tanggung jawab yang ia miliki.
• Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan
merupakan bagian dari pekerjaannya.
• Tuntutan-tunlutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau
orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.
• Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu
melakukan tugas pekerjaannya.
b. Keterpaksaan peran : jika seorang pekerja tidak memiliki cukup informasi
untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi
harapan-harapan yang berkaitan dengan peran lertentu. Faktor-faktor yang
dapat menimbulkan keterpaksaan meliputi: Ketidakjelasan dari saran-saran
(tujuan-tujuan) kerja.
• Kesamaran tentang tanggung jawab.
• Ketidakjelasan tentang prosedur kerja.
• Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain.
• Kurang adanya balikan, atau ketidakpastian tentang produktifitas kerja.

Menurut Kahn, dkk, stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran


akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan
diri, rasa tak berguna, rasa harga diri menurun, depresi, motivasi rendah
untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan delak nadi, dan
kecenderungan untuk meninggaikan pekerjaan.

3. Pengembangan Karir

Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:


• Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
• Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru
• Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karir.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup
ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.

a. Job Insecurity : perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah


baru yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Reorganisasi
dirasakan perlu untuk dapat mcnghadapi perubahan lingkungan dengan lebih
baik. Sebagai akibatnya ialah adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya
pekerjaan yang baru. Dapat terjadi bahwa pckerjaan yang baru memerlukan
ketrampilan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian
pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial.

b. Over dan Under-promotion : setiap organisasi industri mempunyai proses


pertumbuhan masing-masing. Ada yang tumbuhnya cepat dan ada yang
lambat, ada pula yang tidak tumbuh atau setelah tumbuh besar mengalami
penurunan, organisasi menjadi lebih kecil. Pola pertumbuhan organisasi
industry berbeda-beda. Salah satu akibat dari proses pertumbuhan ini ialah
tidak adanya kesinambungan dari mobilitas vertikal dari para tenaga
kerjanya. Peluang dan kecepatan promosi tidak sama setiap saat. Dalam
pertumbuhan organisasi yang cepat, banyak kedudukan pimpinan
mcmerlukan tenaga, dalam keadaan sebaliknya, organisasi terpaksa harus
mcmperkecil diri, tidak ada pcluang untuk mendapatkan promosi, malahan
akan timbul kecemasan akan kehilangan pekerjaan. Peluang yang kecil
untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena
dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang rnerasa
sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu,
semangat kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang bermutu
rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara
kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan.
Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi
beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan
ketrampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

4. Hubungan dalam Pekerjaan


Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah
dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan
keterpaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi
yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bcntuk
kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa
diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya.

5. Struktur dan iklim OrganisasiFaktor stres yang dikenali dalam kategori ini
adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan
serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku
negalif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan
peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan
fisik.

6. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan

Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan


seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan
kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu.
Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-
keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan
keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada
individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan
mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.

7. Ciri-ciri Individu
Menurut pandangan intcraktifdari stres, stres ditcntukan pula oleh
individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres.
Reaksireaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-
reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah
hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri
kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap,
kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, kcadaan kehidupan dan
kecakapan (antara lain intcligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran).
Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor
pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres
potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan
bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit
stres potensial.
a. Kepribadian : mereka yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif
dan menderita ketegangan yang lebih besar daripada mereka yang
berkepribadian extrovert, pada konflik peran. Kepribadian yang flexible
(orang yang lebih lerbuka terhadap pengaruh dari orang lain sehingga lebih
mudah mendapatkan beban yang berlebihan) mengalami ketegangan yang
lebih besar dalam situasi konflik, dibandingkan dengan mereka yang
berkepribadian rigid.
b. Kecakapan : merupakan variabel yang ikut menentukan stress tidaknya
suatu situasi yang sedang dihadapi, Jika seorang pekerja menghadapi
masalah yang ia rasakan tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi
tersebut mempunyai arti yang Panting bagi dirinya, situasi tersebut akan ia
rasakan sebagai situasi yang mengancam dirinya sehingga ia mengalami
stres. Ketidakmampuan menghadapi situasi menimbulkan rasa tidak
berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu menghadapi situasi orang justru
akan merasa ditantang dan motivasinya akan meningkat.

c. Nilai dan kebutuhan : setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing-


masing. Kebudayaan yang terdiri dari keyakinan-keyakinan, nilai-nitai dan
norma-norma perilaku yang menunjang organisasi dalam usahanya
mengatasi masalah-masalah adaptasi ekstemal dan internal. Para tenaga
kerja diharapkan berperilaku sesuai dengan norma-norma perilaku yang
diterima dalamorganisa.

D. Model Stres dalam pekerjaan

Faktor organisasional yang menjadi sumber atau mempengaruhi stress cukup


banyak jumlahnya, Bcbcrapa diantaranya yang penting dan telah sering
diteliti adalah sebagai berikut:

 Role ambiguity and role conflict (kekaburan peran dan konflik peran).

 Work Overload (kelebihan beban kerja)

 Dampak Stres Kerja Pada Perusahaan

Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja
dapat berupa:

1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun


operasional kerja

2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja

3. Menurunkan tingkat produktivitas

4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.

 Dampak Stres Kerja Pada Karyawan

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi


perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan
perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan
reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang
stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi
pada din manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres
dapat berupa perilaku melawan stres(flight) atau freeze (berdiam diri).
Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara
bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Perubahan-perubahan ini di
tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara
lain:

(a) bekerja melewati batas kemampuan

(b) kelerlambatan masuk kerja yang sering

(c) ketidakhadiran pekerjaan

(d) kesulitan membuat keputusan

(e) kesalahan yang sembrono

(f) kelalaian menyelesaikan pekerjaan

(g) lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri

(h) kesulitan berhubungan dengan orang lain

(i) kerisauan tentang kesalahan yang dibuat

(j) Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah
tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan
atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu
pada seseorang. Cox membagi empat jenis konsekuensi yang dapat
ditimbulkan stres, yaitu:

1. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan,


kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri
yang rendah.

2. Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak


nafsu makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan,
menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa
penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik
di rumah, ditcmpat kerja atau di jalan.
3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil kcputusan,
kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.
4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik
yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu
timbulnya penyakit tertentu.

E. Hubungan antara Motivasi, Kinerja, dan Stres

Hubungan Motivasi, Prestasi (kinerja), dan stress. Stres yang terlalu rendah
atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tingkat prestasi (kinerja) yang rendah
(tidak optimum). Bagi seorang manajer (pimpinan) tekanan-tekanan yang
diberikan kepada seorang karyawan haruslah dikaitkan dengan apakah stres
yang ditimbulkan oleh tekanan-tekanan tersebut masih dalam keadaan wajar.
Stres yang berlebihan akan menyebabkan karyawan tersebul frustrasi dan
dapat menurunkan prestasinya, sebaliknya stres yang terialu rendah
menyebabkan karyawan tersebut tidak bermotivasi untuk berprestasi.

F. Strategi Manajemen Stres Kerja

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada
sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan
efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh
dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di
tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja
lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak
menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan
menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih
spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman
prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang
solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan
penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam
hubungannyadengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat,
berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu
karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak
adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar
tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat.

Supri mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen


mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stress yang ringan.
Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif,
karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik.
Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan
akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan
memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu
hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen
mungkin akan berpikir untuk menibcrikan tugas yang menyertakan stress
ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun
sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka
diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.

1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya.
Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan
waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan
pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan
tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan
latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga
mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi
stres yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan
sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stress adalah dengan
roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan
dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2. Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-
faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin
digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah
melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan,
pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program
kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka
bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan
interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan mcnjadi
strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial:

1. Strategi Penanganan Individual

Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi


individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif.


Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan,
para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out
ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam
ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar
ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudlu bagi orang
Islam, dan sebagainya.

b. Melakukan reiaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan medilasi ini


bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan
melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan
nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan
dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke
dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara
meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan
mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan
mengucapkan doa.

c. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah
mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung
lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-
buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari
secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya.

2. Strategi-strategi Penanganan Organisasional.

Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol


penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja
untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat
dilakukan dengan :

a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi


besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi
dengan menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada
stress kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin
membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan
keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan
proses structural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi
pekerja, memberikan mcreka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan
mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.

b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan


meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan
kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan
meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas
tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa
pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab,
pengetahuan hasil-hasil.

c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional. Konflik


peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekan
individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik
dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stress ini dapat
dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai
ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang ambigious
dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran yang spesifik
memungkinkan seseorang mengambil sebuah peranan menemukan sebuah
catatan ekspektansi dari masing-masing pengirim peran. Catatan ini
kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan
banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi
ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.
d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling.
Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui kepentingan
dalam perencanaan karir dan pengembangan pekerja mercka. Individu
dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan slrategi karir sendiri.

3. Strategi Dukungan Sosial.


Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang
yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain.
Agar diperoleh
dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak,
sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy dan
Goldberger & Breznitz. Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain
tentang masalah yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat mengadu atas
keluh kesahnya.
Ada empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan social (social
support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi
(personal wellness programs).
1. Pendekatan dukungan sosial.
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan
kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya: bennam game, dan bercanda.
2. Pendekatan melalui meditasi.
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke
alam pikiran, mengcndorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini
dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20
menit. Meditasi bias dilakukan di ruangan khusus. Karyawan yang beragama
Islam biasa melakukannya setelah shalat Dzuhur melalui doa dan zikir
kepada Allah SWT.
3. Pendekatan melalui biofeedback.
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan
dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat
menghilangkan stress yang dialaminya.
4. Pendekatan kesehatan pribadi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres.
Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa
kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara
teratur. Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola
dalam mengatasi stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologi:
1. Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan
kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak
menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang.
Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan
kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa
ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenamya tantangan dan tekanan
cukup banyak.
2. Pola harmonis
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola
waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai
hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai
kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.
Individu tersebut selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia
mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan
kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan
keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan.
Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.
3. Pola patologis.
Pola patologis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai
gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan
menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki
kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat
menimbulkan reaksireaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan
berbagai masalah-masalah yang buruk.

Untuk menghadapi stres dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal
yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stres, dapat dilakukan dengan tiga
strategi yailu:
(a) memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stress
(b) menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres, dan
(c) meningkatkan daya tahan pribadi.
Dalam strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumber-
sumber stres, mengembangkan - alternatif tindakan, mengambil tindakan
yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif,
memaniaatkan umpan balik dan sebagainya. Strategi kedua, dilakukan
dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun
bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri. Dalam membentuk mekanisme
pertahanan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya menangis,
menceritakan masalah kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan
sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan
mengendalikan emosi secara sadar, dan mcndapatkan dukungan sosial dari
lingkungan. Strategi ketiga, dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu
dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan
ketrampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, polapola kerja
yang teralur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih
realistik.

Tolok ukur “kesadaran identitas” menjadi relevan untuk melihat, bagaimana


yang politis rumuskan dan dilaksanakan untuk mengakomodasi tujuan
pedagogis dan politik kekuasaan secara seimbang. Secara khusus, refleksi
“kesadaran identitas” dimaksudkan mem¬beri bobot arah kebijakan strategis
pendidikan dalam kerangka Visi Indonesia 2030, yaitu menciptakan
masyarakat maju, sejahtera, mandiri, dan berdaya saing tinggi.
“Kesadaran identitas” menunjuk pada kemampuan dan proses memahami
perubahan jati diri terkait cara berpikir, kemandirian dan orientasi pribadi
(aspek internal-psikologis), serta posisi, peran dan tanggung jawab sosial
individu (aspek eksternal-sosiologis)3. Dalam penelitian Comaroff &
Comaroff, kesadaran identitas diuraikan sebagai pemahaman atas perubahan
(pe)makna(an) simbol dan praktik hubungan sosial individu. Ia mencakup
proses transformasi sistem nilai, makna dan simbol material dan nonmaterial
dalam bidang-bidang kehidupan manusia: ekonomi, religiositas, kekuasaan,
pertanian, kelautan, keuangan, kesehatan, pakaian, makanan, arsitektur, tata
rumah, hukum, hak milik dan kemandirian alam-pikir atau subjektivitas’.
Dengan kesadaran identitas, perubahan moda interaksi antarindividu akibat
seluruh proses transformasi dimengerti melalui kepedulian dan keterlibatan
individu dalam penyelesaian persoalan bersama”.
Kesadaran identitas menghindarkan kecenderungan hegemoni kultural
sebagai strategi interaksi untuk mendesakkan simbol kekuasaan, pola
interaksi, karakter perbedaan, imajinasi dan cara pikir sebagai apa adanya
atau mentah-mentah (taken for granted), seolah-olah itulah bentuk
senyatanya realitas. Ia mengembalikan keseimbangan proses pembentukan
individu pada realitas pendidikan yang mengakomodasi kepentingan politik
kekuasaan dan tujuan-tujuan pedagogis.

Dalam perspektif relasi individu warga dengan masyarakat/negara,


kesadaran identitas membiarkan terbuka ruang refleksi dan partisipasi dalam
dinamika interaksi antarindividu dan antara individu dengan masyarakat/
negara. Semakin nyata bahwa tantangan praksis pendidikan postmodern
bukan pencarian pemikiran yang serba alternatif terhadap sistem, model dan
kurikukun pendidikan mainstream yang ditetapkan negara, melainkan
merekatkan kembali hubungan sosial individu dengan masyarakat/ negara
dalam tata dunia yang terus berubah. Merujuk para pemikir pedagogi kritis,
pengembangan kurikulum, dan kritik atas (pengembangan) kurikulum, harus
dilandasi paradigma politik pendidikan yang menguatkan keterlibatan sosial
individu melalui ruang refleksi itu. Kata Henry A. Giroux: Salah satu togas
besar pendidikan zaman ini adalah membangun kesadaran individu untuk
menghormati kehidupan dan kepentingan bersama.

Anda mungkin juga menyukai