Abstraksi
Pendahuluan
Seiring hal ini, maka upaya untuk menjelaskan beban kerja guru
menjadi satu hal penting, baik dilihat dari sisi filosofis, yuridis maupun
praktis profesi keguruan. Dengan kata lain, bila khilaf dalam
membincangkan masalah beban kerja guru atau salah menafsirkan
mengenai beban kerja guru sangat dimungkinkan tujuan pencapaian
pendidikan nasional tidak dapat dengan mudah diwujudkan. Oleh karena
itu, menafsirkan beban kerja guru merupakan langkah awal dalam
meningkatkan produktivitas guru dan peningkatan pelayanan pendidikan
bagi peserta didik.
Guru memiliki peran yang amat penting bagi proses pendidikan.
Demikian penting sampai John Goodlad, Ketua Asosiasi Kepala Sekolah di
Amerika Serikat berujar, "manakala guru sudah masuk ke ruang kelas dan
menutup pintu kelas itu, dialah yang akan menentukan apakah proses
belajar hari itu berjalan dengan baik atau tidak, dapat mencapai tujuan
atau tidak." Lebih-lebih di sekolah dasar, guru memiliki peran yang amat
penting dalam proses pendidikan bagi para siswa di usia yang amat
menentukan bagi pendewasaan mereka (dalam Suyanto, 2004). Meski
banyak pihak mengakui peran penting guru dalam proses pendidikan,
hingga saat ini guru belum sepenuhnya mendapatkan perhatian yang
layak baik dilihat dari sisi kesejahteraan maupun peningkatan
profesionalisme. Salah satu masalah yang melilit profesi guru itu adalah
mengenai beban kerja guru. Dan problema ini ternyata, terkait pula
dengan adanya problem pada tingkat peraturan, serta hambatan dalam
konteks sosiologis. Kedua persoalan ini, secara terkait potensial menjadi
penghambat berlakunya undangundangan sisdiknas secara sempurna.
Pada UUGD Pasal 35 ayat 1, dinyatakan bahwa beban keja guru
mencakup kegiatan pokok merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih
peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Kemudian pada ayat
2, dinyatakan beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan
sebanyakbanyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 minggu.
Sementara pada ayat 3 dikemukakan bahwa penjelasan dan pengaturan
terhadap jam ini akan diatur dalam peraturan pemerintah. Seiring dengan
hal ini, wacana yang akan dikembangkan saat ini, adalah berusaha
memahami apa yang dimaksud dengan beban kerja guru, dan bagaimana
mengimplementasikannya.
Dalam menggenapkan analisa ini, penulis mencoba memberikan
arahan teoritis mengenai konsep konsep pemberdayaan, yang kemudian
dikaitkan dengan makna kerja dari sisi psikologis dan sosiologis. Dengan
pendekatan seperti ini, diharapkan makna beban kerja tersebut menjadi
dapat disikapi dengan bijak sesuai dengan kebutuhan
kontekstualnya.
Urgensinya peran dan posisi guru ini, senada dengan Babari dan
Prijono (1996 : 79) yang menyatakan bahwa
guru dan dosen adalah faktor kunci dalam proses pemberdayaan dalam
dunia
pendidikan. Dengan kata lain, kualitas pendidikan Indonesia sangat
ditentukan oleh faktor guru sebagai unsur dinamis dalam proses
pendidikan. Oleh karena itu, perhatian terhadap guru sebagai profesi atau
pribadi, menjadi satu bagian penting dalam proses peningkatan mutu
layanan dan kualitas lulusan pendidikan.
Sebagaimana dikemukakan
Supriadi dan Jalal (2001:340-342) bahwa
paling sedikitnya ada empat kategori
ketidakberdayaan guru. Pertama,
ketidakberdayaan karir. Kedua,
ketidakberdayaan dalam kemampuan.
Ketiga, ketidakberdayaann psikologis.
Keempat, ketidakberdayaan dalam
kesejahteraan. Untuk kategori
ketidakberdayaan yang kedua dan
ketiga, bisa didekati dengan upayaupaya
peningkatan mutu guru dan
pemberian ruang gerak untuk aktualisasi
diri. Pada sisi inilah, educational
approach sebagai sarana pemberdayaan
menjadi penting untuk diaplikasikan di
lapangan.
Keempat kategori
ketidakberdayaan tersebut, tidak hanya
terjadi pada guru-guru yang berstatus
sukwan (tenaga wiyata bhakti), tetapi
juga terhadap mereka yang masih
berstatus PNS. Oleh karena itu,
kelompok ini dapat diberdayakan melalui
pendekatan pendidikan sesuai dengan
kondisinya. Sudah barang tentu,
sebagaimana visi dan misi pendidikan itu
sendiri, proses dan content pendidikan
berbeda antara guru Sukwan dan guruguru
PNS.