Anda di halaman 1dari 15

SISTEM PEMBINAAN PROFESI GURU:

SUATU PENGANTAR*)

H. Welya Roza**)

Abstrak

Guru adalah ujung tombak pelaksanaan pendidikan yang memiliki peran yang sangat
penting dan sentral dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tuntutan peran itu dipertegas
dengan pencanangan “guru sebagai profesi” oleh Presiden pada tanggal 4 Desember 2004.
Dengan demikian, posisi guru di dalam pendidikan semakin strategis. Secara filosofis, adalah
hak masyarakat dan anak didik untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan, oleh
karena itu, diperlukan guru yang juga berkualitas. Untuk itu pula, diperlukan pembinaan guru
agar diperoleh kepastian bahwa guru melaksanakan tugas dengan standar yang tinggi.
Pemerintah Indonesia menetapkan 4 (empat) kompetensi utama di dalam (pembinaan)
profesi guru: (i) pedagogi (mengenal ciri-ciri anak didik, memahami teori dan prinsip belajar,
mengikuti perkembangan kurikulum, menerapkan pembelajaran yang mendidik, memahami
dan mengembangkan potensi, berkomunikasi dengan baik, melaksanakan evaluasi); (ii)
kepribadian (sikap dan tingkah laku menurut norma agama, sosial, hukum, budaya; dewasa
dan jadi teladan; beretos kerja, bertanggung jawab, bangga di Indonesia); (iii) sosial (berpikir
inklusif, objektif, tidak diskriminatif; berkomunikasi dengan semua pihak); dan (iv)
profesional (di bidang materi dan keilmuan; melakukan tindakan reflektif).
Keseluruhan keempat kompetensi itu dinilai pemerintah, sebelumnya, dalam kerangka
pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Penilaian telah dilakukan pemerintah melalui
sertifikasi langsung, portofolio, pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), serta uji
kompetensi guru (UKG). Untuk selanjutnya, pemerintah melaksanakan penilaian kinerja guru
(PKG) dan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Jadi, sebagai tindak lanjut dari
kegiatan penilaian, program PKB perlu dijalankan agar kinerja guru akan semakin meningkat.
Makalah ini hanya akan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan
terhadap sebagian kompetensi utama dalam profesi guru) atau salah satu dari masing-masing
kompetensi (yang digarisbawahi di atas, yakni (i) memiliki pengetahuan tentang teori dan
prinsip belajar; (ii) dewasa dan jadi teladan; beretos kerja, bertanggung jawab, bangga di
Indonesia; (iii) berkomunikasi dengan semua pihak; dan (iv) profesional di bidang materi dan
keilmuan juga tindakan reflektif. Makalah ini tidak membahas pangkat dan promosi guru.
Di dalam makalah ini, tujuan pembinaan profesi guru dipahami secara singkat sebagai
upaya untuk (i) membantu guru mencapai standar untuk kompetensi yang belum dikuasainya;
(ii) memberikan dukungan secara terprogram, agar semua guru memiliki kompetensi sesuai
standar yang telah ditentukan; dan (iii) menyadarkan, meningkatkan kepedulian, dan
mendisiplinkan guru yang belum mencapai standar agar guru tersebut mau meningkatkan
kompetensinya. Salah satu pengayaan yang diusulkan makalah ini adalah juga penyertaan
kemampuan guru dalam bidang teknologi informasi dan komputer (TIK).

Kata-Kata Kunci: kompetensi utama guru, sertifikasi guru, profesionalisme guru

I. Pendahuluan

*)
Disampaikan dalam Seminar Bulanan, Balai Diklat Keagamaan Padang; Senin 25 Mei 2015
**)
Lektor Kepala, lulusan S3 Linguistik (Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) UI Jakarta, 2000
1
Banyak sekali sumber kepustakaan yang mengungkapkan pandangan para ahli tentang
profesi seorang guru dengan berbagai aspeknya. Roza (2013 b & c) juga mengutip pandangan
beberapa ahli berikut; salah satunya menyatakan bahwa hakikat profesi seorang guru, secara
umum, adalah bekerja atas dorongan atau panggilan hati nurani sehingga merasa senang
melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik. Selanjutnya, ada tiga peran guru (tenaga
pendidik) secara makro; yakni sebagai (a) pekerja profesional guru bertugas mengajar,
membimbing, melatih, dan mengevaluasi (b) pekerja kemanusiaan guru merealisasikan
seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) petugas kemashlahatan guru mengajar
dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Pandangan yang lebih spesifik mengungkapkan bahwa seorang guru idaman adalah
produk seimbang antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu (Mimbar Pendidikan
IKIP Bandung, No. 3/September 1987:87). Sejalan dengan itu, Kartadinatap (cf.
Makagiansar, Nasanius) menyatakan bahwa seseorang yang berprofesi sebagai guru dituntut
untuk, di antaranya, memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai. Dengan
cara itu, guru sudah berbekal keahlian untuk melaksanakan tugas yang diperoleh setelah
menempuh pendidikannya itu. Kemampuan profesional tersebut, tentu saja, lazimnya tidak
dimiliki warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah ikut pendidikan keguruan.
Profesi didefinisikan Karsidi (2010) sebagai bidang usaha atau kerja yang
menerapkan pengetahuan dan kecakapan atau keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Karsidi juga mengatakan bahwa ciri profesi adalah memiliki kode etik,
menerapkan pengetahuan dan keahlian khusus yang terorganisir, dengan tingkat pendidikan
minimal yang dipersyaratkan, memiliki sertifikat keahlian, menjalani proses persiapan
tertentu sebelum memangku tugas dan tanggung jawab, ada kesempatan perluasan dan
pertukaran ide antar sesama profesi, serta ada tindakan dan batasan dalam hal malpraktek
oleh pelaku profesi. Singkatnya, upaya pemenuhan penerapan pengetahuan dan keahlian serta
ciri tersebut dapat dimaknai sebagai profesionalisme. Jika yang memenuhi upaya itu adalah
guru maka hal itu disebut profesionalisme guru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), profesionalisme adalah ‘mutu/kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu
profesi atau orang yang profesional’. Dengan demikian, profesionalisme guru adalah
mutu/kualitas, dan tindak tanduk dari seorang guru yang profesional.
Dalam menjalankan tugas profesionalnya, sebagaimana juga diperoleh oleh sebuah
profesi lainnya, guru memerlukan pembinaan. Pembinaan adalah proses, perbuatan, cara,
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna untuk

2
memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI). Demikianlah, pemerintah menjalankan program
pembinaan profesi guru secara terstruktur. Program-program pemerintah yang diharapkan
mendorong peningkatan profesionalisme guru itu adalah berupa pre-service, in-service, on-
service teacher training program.

II. Profesionalisme Guru


Berbagai faktor mendasar yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan adalah guru,
anak didik, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Di antara faktor-
faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan
sekaligus memainkan peran yang sangat penting; artinya, tanpa mengabaikan faktor
penunjang yang lain, guru sebagai subjek pendidikan sangat menentukan keberhasilan
pendidikan itu sendiri. Studi Heyneman dan Loxley (1983) di 29 negara menyimpulkan
bahwa di antara berbagai masukan yang menentukan mutu pendidikan (ditunjukkan melalui
prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru.
Peran guru bahkan akan semakin penting di tengah keterbatasan sarana dan prasarana
sebagaimana yang dialami negara-negara yang sedang berkembang. Jalal (2007) mengatakan
bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu,
yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat. Oleh karena itu, keberadaan guru
yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang
bermutu. Istilah guru profesional, saat ini, diacukan kepada kebijakan pemerintah untuk
menjadi pekerjaan guru sebagai sebuah profesi (UU No 14/2005 tentang guru dan dosen).
Sebagaimana yang disinggung di atas, pekerjaan guru telah diputuskan sebagai salah
satu profesi seperti yang digariskan di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UU GD)
nomor 14 tahun 2005. Artinya, guru sudah dianggap sebagai pendidik profesional. Untuk itu,
Pasal 1 UU GD/2005 menegaskan bahwa tugas utama guru adalah mengajar, mendidik,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi anak didik, mulai dari anak
usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Oleh karena
itu, dipersyaratkan oleh UU GD agar seorang guru memiliki kualifikasi akademik minimal
lulusan Program S1/D4 dan memiliki 4 (empat) kompetensi pendidik utama: pedagogi,
kepribadian, sosial, dan profesional.
Roza (2013 a) menyebutkan adanya program titipan pemerintah, yakni Pengakuan
Prestasi Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) atau Program “Paksa Sarjana” di FKIP Universitas
Bung Hatta sejak tahun 2009. Program titipan pemerintah ini adalah sebagai program andalan

3
dan percepatan agar guru-guru memperoleh gelar sarjana S1 dalam 10 (sepuluh) tahun sejak
UU GD ditetapkan. Semula, sandainya masih ada guru yang tidak memenuhi tuntutan UU
GD tersebut sampai akhir tahun 2015 ini, yang bersangkutan akan dipensiunmudakan atau
diubah statusnya menjadi karyawan yang tidak diizinkan lagi untuk berdiri di depan kelas
(mengajar). Akan tetapi, dengan jumlah guru yang belum sarjana sebesar lebih kurang 800
ribu sampai pertengahan tahun 2015 ini, maka masih diberi kesempatan 3-4 tahun lagi guru-
guru menyelesaikan kuliah sebelum kebijakan itu diberlakukan. PPKHB itu adalah realisasi
upaya pemerintah untuk peningkatan profesi guru pada tingkat dasar dan menengah.
Berikut dijelaskan satu per satu kompetensi utama pendidik. Pertama, kompetensi
pedagogi adalah kemampuan mengelola pembelajaran, yang meliputi pemahaman terhadap
anak didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Kedua,
kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pendidik, yaitu
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi anak
didik, dan berakhlak mulia. Ketiga, kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan anak didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua atau wali anak didik, dan masyarakat. Akhirnya, kompetensi
profesional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi
yang ditetapkan. Sebagai tambahan, Roza (2013) juga mengutip Rubrik Sertifikasi Guru
bahwa kompetensi komponen profesional meliputi kemampuan menghasilkan karya berupa
laporan hasil penelitian dan karya tulis ilmiah/populer.
Sementara kompetensi dasar profesi guru mencakup pemahaman (i) penguasaan
materi, yang meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu, sumber bahan
pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas,
penggunaan metodologi ilmu untuk memverifikasi dan memantapkan pemahaman konsep
yang dipelajari, serta pemahaman manajemen pembelajaran; (ii) peserta didik, meliputi
berbagai karakteristik, tahap-tahap perkembangan dalam berbagai aspek dan penerapannya;
(iii) pembelajaran yang mendidik, yang terdiri dari pemahaman konsep dasar proses
pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerapannya dalam
pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran; (iv) pengembangan kepribadian professional,
yang mencakup pengembangan intuisi keagamaan yang berkepribadian, dan kemampuan
mengaktualisasikan diri serta sikap. Permeneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2007
mengamanatkan bahwa seorang guru wajib, berwenang dan bertanggungjawab untuk

4
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Hal itu
perlu dilakukan secara berkesinambungan, karena prinsip `mutu' adalah tanggung jawab
setiap orang.
Jika sudah memenuhi persyaratan, guru pada saatnya diberi sertifikat pendidik oleh
pemerintah. UU GD pasal 16 menyebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik
berhak mendapatkan insentif yang berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi
yang dijanjikan UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.
Tugas dan tanggung jawab untuk membina dan mengembangkan profesionalisme
guru (kepemilikan gelar S1/D4, 4 kompetensi pendidik, dan penerimaan tunjangan sertifikasi)
diemban oleh satuan pendidikan dan masyarakat umumnya. Bahkan, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah wajib memberikan tunjangan dan/atau kesejahteraan lainnya dalam upaya
meningkatkan profesionalisme guru. Kompetensi guru yang memenuhi standar minimal dan
kesejahteraan yang memadai diharapkan meningkatkan kualitas kinerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang berkualitas, pada gilirannya,
dapat meningkatkan prestasi atau hasil belajar anak didik.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa profesionalisme guru ditandai oleh kepemilikan
pengetahuan dan keahlian, kerja guru diberi penghargaan sebagai sebuah profesi melalui
pemberian sertifikat dan tunjangan profesi, adanya program pembinaan dan pengembangan
berkelanjutan oleh pihak-pihak terkait, serta sistem dan praktik pendidikan yang bermutu.
Program pembinaan dan pengembangan profesi guru dapat dilaksanakan secara formal,
informal, dan semi formal. Penekanan pembinaan profesionalisme guru, seperti yang
dijelaskan berikut, juga diarahkan pada pemberian bekal berupa pencerahan tentang sebagian
serta keseluruhan kompetensi utama guru.

III. Ringkasan Uraian Bagian Kompetensi Utama Guru

III.1 Teori dan Prinsip Belajar


Berdasarkan teori psikologi dan teori belajar yang mendasarinya, maka teori
pembelajaran dapat dibagi menjadi lima kelompok: (i) modifikasi tingkah laku, (ii) konstruk
kognitif, (iii) prinsip-prinsip belajar, (iv) analisis tugas, dan (v) psikologi humanistik.
Modifikasi tingkah laku sangat terkenal semenjak Skinner memperkenalkan teorinya.
Binatang saja dapat melakukan berbagai aktifitas setelah dilatih secara rutin dan terus
menerus; apalagi kalau latihan juga dibekalkan kepada anak didik maka mereka dipastikan
5
akan dapat beraktifitas dalam berbagai bentuk. Begitulah konsep pembelajaran modifikasi
tingkah laku untuk anak didik ini yang perlu pula disertai dengan pemberian penguatan
(reinforcement). Yang terakhir itu bertujuan tidak saja untuk memberikan penghargaan
terhadap prestasi atau keberhasilan anak didik, akan tetapi hal itu akan meningkatkan rasa
bangga sekaligus kepercayaan diri mereka.
Prinsip konstruk kognitif dikembangkan, di antaranya, oleh Bruner. Prinsip belajar ini
juga memakai prinsip penguatan dan hukuman di samping mengharuskan tumbuhnya motivsi
atau keinginan belajar, kopseptualisasi bahan ajar, dan bahan ajar itu diurutkan sesuai tingkat
perkembangan anak didik.
Teori dan prinsip belajar Bugelski menuntut anak didik responsif dalam belajar, guru
menyesuaikan waktu belajar serta memperbarui motivasi anak didik, dan memungkinkan
suasana pembelajaran identik dengan dunia nyata. Analisis tugas menyiratkan perlunya guru
untuk menyusun materi dan latihan sesuai situasi pendidikan serta materi latihan yang
disusun secara hirarkis. Akhirnya, teori dan prinsip belajar psikologi humanistik menuntut
guru menyusun bahan pembelajaran sesuai kondisi psikologis anak didiknya. Anak didik
dipahami sebagai individu yang memiliki emosi, ciri, inisiatif, aktualisasi, dan pemahaman
sendiri serta semuanya itu berbeda dari anak didik lainnya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa masing-masing teori dan prinsip belajar
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing dikaitkan dengan berbedanya kondisi
anak didik dan suasana belajar. Guru perlu memahami dan mempertimbangkan untuk
menerapkan satu di antaranya atau memadukan dua teori dan prinsip itu atau lebih sekaligus.

3.2 Beretos Kerja, Bertanggung Jawab, dan Bangga di Indonesia


Uraian ini dikaitkan, khususnya, pada tugas guru, misalnya, untuk mengatasi
kesalahan dan kerusakan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah satu di antara tiga pilar ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928, selain bangsa dan tanah air Indonesia. Setelah perjalanan bangsa dan tanah air
Indonesia mengalami masa-masa krisis yang rumit untuk diatasi, bahasa Indonesia menjadi
pilar terakhir yang patut diselamatkan ditinjau dari segi kontribusinya dalam pembentukan
karakter bangsa Indonesia. Tugas ini terbilang berat utnuk guru karena beberapa alasan.
UUD 1945 mengamanatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional,
sekaligus sebagai bahasa negara. Setiap warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa
Indonesia secara baik dan benar. Yang pertama mengacu kepada penggunaan bahasa

6
Indonesia sesuai aturan dan ketentuan di dalam bahasa Indonesia. Sementara yang kedua
berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia menurut situasi dan konteks pemakaiannya di
masyarakat. Akan tetapi, rata-rata masyarakat Indonesia salah kira (mispercept) bahwa
mereka sudah berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Hal ini mungkin disebabkan fakta
bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa kedua bagi mayoritas rakyat Indonesia. Yang terakhir
ini menumbuhkan keyakinan bahwa bahasa Indonesia juga sebagai bahasa persatuan, yang
menyatukan berbagai suku bangsa dengan ratusan bahasa daerah sekaligus budayanya di
seantero nusantara ini.
Masih sedikit orang di negara ini yang peduli dengan kesalahan berbahasa Indonesia
baik lisan maupun tulisan. Indikasi kesalahan itu dapat dengan mudah dibuktikan dengan
tingkat kesalahan berbahasa Indonesia yang dominan dari setiap kalangan, mulai dari siswa
sekolah dasar dan menengah juga guru, karyawan serta pimpinan sekolah, mahasiswa dan
pimpinan perguruan tinggi, pemerintah, dan pelaku bisnis. Kesalahan berbahasa dapat
disebabkan oleh keberadaan kompleksitas aspek pemakaian bahasa itu sendiri, juga
kurangnya pengetahuan dan pelatihan tentang aspek tersebut.
Kesalahan berbahasa akan, pada gilirannya, berdampak pula pada kerusakan bahasa.
Disebabkan ‘kerendahsadaran’ (misconciousness) terhadap aturan penggunaan bahasa,
banyak penamaan berbahasa Indonesia yang tidak benar antara berbahasa Indonesia atau
bahasa daerah. Selain merusak bahasa, penggunaan yang tidak sesuai aturan tersebut juga
bukan merupakan contoh baik yang patut diteladani generasi penerus bangsa kita.
Adalah menjadi tanggung jawab kita semua, terutama guru-guru sekolah dasar dan
menengah secara keseluruhan dan guru bahasa Indonesia khususnya, untuk sejak sedini
mungkin anak didik diajar dan dilatih berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini
sangat berkaitan dengan pemenuhan sebagian atau keseluruhan 18 (delapan belas) nilai
budaya dan karakter bangsa yang telah digariskan pemerintah melalui Kemendiknas Republik
Indonesia.

III.2 Berkomunikasi dengan Semua Pihak


Arah komunikasi guru berlangsung, lazimnya, dengan pimpinan sekolah, sesama
guru, Kemendiknas/Kemenag, dan sedikit dengan perguruan tinggi terkait serta masyarakat
umumnya. Tugas mengajar dan tugas kependidikan lainnya untuk guru dilegalisasi oleh
pimpinan sekolah. Guru biasanya juga tergabung di dalam kelompok kerja guru (KKG) dan

7
musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), yang secara spesifik berfungsi untuk dapat
membicarakan tugas masing-masing dalam rangka merealisasikan pembelajaran.
Dalam waktu tertentu, pihak Kemendiknas/Kemenag berkomunikasi dengan guru
secara langsung dan tidak langsung. Urusan kepangkatan dan karir guru biasanya
diselesaikan melalui komunikasi guru dan dinas terkait.
Guru kadang-kadang diundang oleh perguruan tinggi, setelah direkomendasi oleh
sekolah dan Kemendiknas/Kemenag, untuk menghadiri kegiatan ilmiah (seminar, kongres,
konferensi, dan sebagainya) yang dilaksanakan perguruan tinggi itu. Kegiatan yang masih
langka adalah penelitan dan pengabdian kepada masyarakat bersama antara dosen dan guru.
Dua yang terahir ini akan lebih menarik jika guru terlibat penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat bersama dosen pada almamaternya sendiri.
Akhirnya, tugas guru untuk berkomunikasi dengan masyarakat luas, di antaranya,
ditujukan untuk merealisasikan prinsip bahwa mendidik anak didik itu adalah tugas bersama
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pola dan mekanisme komunikasi guru dan sekolah
dengan masyarakat, dengan demikian, perlu terus dikembangkan.

III.3 Profesional di Bidang Materi dan Keilmuan serta Melakukan Tindakan


Reflektif
Guru sering kali disalahkan ketika kondisi pencapaian pendidikan rendah. Kegagalan
dalam pendidikan bisa tampak dari (i) nilai anak didik yang tidak mencapai batas ketuntasan
yang disepakati yang mungkin disebabkan kurang maksimalnya mereka menyerapkan materi
ajar, (ii) makin menipisnya karakter anak didik yang tercermin dari sikap dan tingkah laku
yang sudah jauh dari santun, dan (iii) rendahnya kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung, khususnya, yang dimiliki anak didik pada tingkat sekolah dasar dan menengah.
Oleh karena itu, guru dituntut untuk profesional di dalam bidang materi dan keilmuan serta
senantiasa melakukan tindakan reflektif.
Sehubungan dengan profesionalisme di bidang materi dan keilmuan, guru perlu
menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Hal itu memiliki indikator
esensial sebagai berikut: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan
materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

8
Sementara aktifitas guru untuk melakukan tindakan reflektif bemakna ganda: (i)
memperbaharui dan memperkaya materi ajar serta media pembelajaran dan (ii) melakukan
kajian di bidang materi dan keilmuannya. Artinya, untuk yang kedua itu guru perlu
menguasai struktur dan metode keilmuan. Hal itu memiliki indikator esensial seperti
menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan
materi bidang studi.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
khusus. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa prinsip-
prinsip profesi guru adalah sebagai berikut:

1.  memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;


2.  memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia;
3.  memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4.  memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5.  memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6.  memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7.  memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
8.  memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9.  memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Selanjutnya, Slameto menyatakan dalam makalahnya bahwa guru perlu memvalidasi


kemampuan dan keahliannya secara sendiri maupun melalui pembinaan serta pengembangan
yang dilembagakan oleh pemerintah dan organisasi profesi. Pembinaan merupakan upaya
peningkatan profesionalisme guru melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan.
Pembinaan tersebut dilakukan di dalam kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan
profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional.
Pembinaan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Syarat suatu profesi
adalah seperti berikut ini.

1. Melibatkan kegiatan intelektual.

9
2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinam-bungan.
5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Secara singkat digambarkan pula macam dan jenis kegiatan yang akan diikuti guru
dalam rangka pembinaan profesi, seperti terdapat di dalam buku 4 Pedoman Pengembangan
Profesi Berkelanjutan seperti berikut ini.

No MACAM JENIS KEGIATAN


KEGIATAN
1. Pengembangan a. Diklat fungsional
Diri b. Kegiatan kolektif guru
2. Publikasi Ilmiah a. Presentasi pada forum ilmiah
b. Publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan ilmu di bidang
formal
c. Publikasi buku pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru
3. Karya Inovatif a. Menemukan teknologi tepat guna
b. Menemukan/menciptakan karya seni
c. Membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum
d. Mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal,
dan sejenisnya

Dalam bentuk yang mirip, berikut ini dapat pula dilihat bentuk penilaian terhadap
produk jenis kegiatan profesi guru.
No Jenis Aktifitas Ket.
1. Presentasi di forum ilmiah
2. Laporan Hasil penelitian
3. Laporan hasil Penelitian Tindakan
4. Laporan hasil Penelitian yang dimuat di Jurnal Ilmiah
5. PUBLIKASI ILMIAH Tinjauan ilmiah
10
6. Tulisan ilmiah populer
7. Artikel ilmiah
8. Modul/diktat
9. Buku dalam bidang pendidikan
10. Karya terjemahan
11. Buku pedoman guru

IV. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)


Perubahan paradigma dari cara belajar yang berpusat pada guru menjadi berpusat
pada anak didik telah mengarahkan perhatian kita agar guru juga memiliki kompetensi
standar dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Artinya, TIK akan
mengubah pola hubungan guru-anak didik, teknologi instruksional, dan sistem pendidikan
secara keseluruhan. Guru bukan sosok yang serba tahu apalagi arus informasi berlangsung
sangat cepat dan dalam jumlah yang tidak terbatas. Oleh karena itu, guru perlu mencari
tambahan informasi dari berbagai sumber untuk dapat membelajarkan anak didik (cf. Ellis,
2013; Marsigit, 2012; Purnomo; 2008; Sunyono, 2012).
Berbagai program dan kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK di Indonesia
dan di Amerika Serikat serta Inggris dijelaskan berikut ini (Roza, 2013). PT Pesona Edukasi
telah meluncurkan buku digital interaktif (11/2/13) di Jakarta. Peluncuran dilakukan di SMP
1 Cikini Jakarta, dan akan dikembangkan ke 25 sekolah lain di Indonesia. Perusahaan ini
malah sudah mengekspor software Matematika dan Sain ke lebih dari 30 negara di dunia.
Wakil Presiden, Boediono, me-lunching pengajaran bahasa Indonesia di perguruan
tinggi secara on line pada hari Jumat, 18/1/13 (Kompas.com). Kegiatan ini, menurut Menteri
Pendidikan Muh Nuh, diminta Wakil Presiden untuk dilakukan dengan standar internasional
dan acara peresmian dilakukan di depan para rektor Indonesia. Wakil Presiden juga minta
menteri untuk mengusulkan kebutuhan perguruan tinggi di Indonesia agar kuliah on line
berjalan dengan baik dan lancar.
BiblioTech adalah buku dalam format digital atau e-book. Bahan ini akan mengisi
perpustakaan umum yang akan dibuka pada kuartal ketiga 2013 di Bexar County, sebuah
daerah di San Antonio, Amerika Serikat. Bahan digital ini akan dapat diakses dengan
komputer dan gadget (abcnews.com).
Essa Academy, sebuah sekolah menengah di Bolton, Inggris Tengah melakukan
terobosan. Sebanyak 840 pembelajar dan pengajar dibagikan iPad atau komputer tablet untuk
11
menggantikan buku di dalam proses belajar mengajar (Sumber : http://www.bbc.co.uk/news/
education-20930195) .
Uraian singkat di atas menggambarkan bahwa perkembangan TIK, termasuk di dalam
proses belajar mengajar, sangat cepat dan beragam. Hal ini menambah motivasi kita untuk
menyiapkan model diklat bagi guru dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru itu.
Dalam situs ITS Surabaya ditemukan informasi bahwa pemerataan dan perluasan akses
pendidikan tinggi Indonesia baru mencapai 18 % pada tahun 2008. Angka ini diperkirakan
akan lebih kecil jika dikaitkan dengan pemerataan dan perluasan akses pada daerah-daerah
yang jauh dari jangkauan. Hal ini meningkatkan tekad beberapa kalangan akan keberadaan
dan penyediaan pendidikan jarak jauh, di antaranya, melalui pemanfaatan TIK. Artinya,
manfaat potensi TIK adalah, di antaranya, sebagai fasilitasi pemerataan dan perluasan akses,
penciptaan hubungan komunitas, perubahan perancanaan dan manajemen, sarana pengayaan,
peningkatan efisiensi, peningkatan kualitas pembelajaran, peningkatan kualitas pengajaran,
peningkatan ketrampilan, dan implementasi belajar terus menerus atau long life education.
Secara nasional, Presiden melalui Menkominfo juga telah membentuk Dewan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DetikNas). Lembaga ini bermula dari Sistem
Informasi Manajemen Nasional (Simnas) oleh Lemhanas tahun 1980-an yang diikuti dengan
dukungan Bank Dunia untuk melahirkan Pengembangan Nusantara 21 (N21) tahun 1997.
Tahun 1998 lahir National Information Technology Framework (NITF). Tahun 2012 lahir
Sistem Informasi Nasional (Sisfonas), yang empat tahun (2006) kemudian berubah menjadi
Strategi e-Indonesia (e-Pendidikan, e-Pelayanan Publik, e-Finace, dan e-Nomor Identitas).
Tersebarnya program TIK di Indonesia, menyebabkan koordinasi tidak efektif di tengah dana
yang terbatas sehingga program tidak terorganisasi. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah
membentuk DetikNas.
Menurut Hasibuan (2012), akar permasalahan yang meningkatkan urgensi
pembentukan DetikNas adalah (i) visi TIK belum terpadu, (ii) kebijakan dan regulasi TIK
belum lengkap, (iii) pengembangan industri TIK masih lamban, (iii) koordinasi antar
lembaga dalam memanfaatkan TIK masih lemah, (iv) infrasturktur, aplikasi, dan data belum
terintegrasi, (v) sumber daya manusia TIK masih terbatas, (vi) konten lokal berbasis TIK
masih sedikit, dan (vii) kesadaran keamanan TIK masih kurang. Sementara itu, sejumlah
program di dalam setiap komputer, yang tidak boleh tidak dikuasai oleh guru di antaranya,
adalah Adobe Reader, GOM Player, Internet Explorer, Google Chrome, Mozilla Firefox,
Opera, Windows DVD Player, Window Fax and Scan, Windows Media Player, Downloaded

12
Program File, Microsoft Word, Microsoft Excel, SmAdAv, Avira Center, Control Panel,
Recycle Bin, Winamp, dan Trans Tool dan seterusnya.

V. Penutup
Sistem pembinaan guru diharapkan menghasilkan guru yang profesional. Guru yang
professional, pada hakikatya, adalah guru yang melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
secara otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan berdaya intelektual tinggi.
Kata otonom mengandung makna, bahwa guru yang profesional dapat melaksanakan tugas
dengan kapabilitas diri sendiri, bukan diintervensi kekuasaan atau birokrasi pendidikan.
Dengan demikian, guru harus menjadi profesional sungguhan untuk bisa bertugas secara
mandiri walaupun dalam berproses dalam meningkatkan karier diperlukan campur tangan
pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Guru yang profesional pun memiliki daya juang dan energi untuk berkomunikasi
secara dua arah dengan birokrasi pendidikan, kepala sekolah, dan pengawas sekolah sesuai
hak dan kewajibannya. Guru yang profesional bebas berafiliasi ke dalam organisasi sebagai
wahana perjuangan, pengembangan profesi, dan penegakan independensi sebagai “pekerja”
yang memiliki atasan langsung. Guru yang profesional juga memiliki ruang gerak yang bebas
sebagai wahana bagi keterlibatannya di bidang pendidikan dan pembelajaran, pengembangan
profesi, pengabdian kepada masyarakat, dan kegiatan penunjang lainnya.

13
Daftar Kepustakaan

Alma, Buchari. 2009. Guru Profesional. Bandung: Alfabeta.

Bergan, S. 2007. ‘Promoting New Approaches to Learning’. In EUA Bologna Handbook:


Making Bologna Work, B.1.1-Bologna Process (1999) The European Higher
Education Area. Bologna, Bologna Process
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu  Pendidik dan
Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Penulisan Karya
Ilmiah: (materi diklat peningkatan kompetensi Sengawas Sekolah). Jakarta
Dornyei, Zoltan. 2007. Research Method in Applied Linguistics. Oxford: Oxford
University Press.

Dotson, Jeanie M, 2001. Cooperative Learning Structures Can Increase Student


Achievement. California: Kagan Publishing
Ellis, Mary. 2013. “Using ICT in the Student-Centered English Language Classroom:
Implementation and Practice”. Makalah. Disajikan Dalam Seminar Internasional
Pengajaran Bahasa Inggris, Universitas Galuh, Ciamis, Bandung
Hamalik, Oemar. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.

Harian Haluan. 2013. “2600 Master Teachers Dilatih Usai UN SMA”. 13/4/2013: 1-7
________________ . “Menyikapi Penilaian Kinerja Guru Tahun Ini”. 17/4/2013: 5
Harian Padang Ekspres. 2012. “Selembar Harapan Sertifikasi Guru”. 21/10/2012: 14
Hasibuan, Zainal A. 2012. Strategi dan Kebijakan TIK Nasional. Jakarta: DetikNas I
http://wikipedia.org/wiki/penelitian_deskriptif. Akses 20/4/2013: 18.00

Johnson, D. W. & Johnson R. T. (1999). Learning Together and Alone: Cooperative,


Competitive, and Individualistic Learning. (5th ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Karsidi, . 2010. “Profesionalisme Guru dan Mutu Pendidikan”. Makalah. Disajikan Dalam
Seminar Nasional HIMA Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES, 22 Juni 2010.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Depdikbud.

Marsigit. 2012. “Pengembangan Materi Ajar Berbasis TIK Bagi Guru Matematika SMK
RSBI”. Makalah. Disajikan Dalam Kegiatan Diklat Pengembanan Materi Ajar
Berbasis TIK Bagi Guru SMK RSBI Se-Provinsi DIY, di LPPM UNY

Nurdin, Syafruddin. 2005. Guru Proffesional dan Implementasi Kurikulum. Ciputat:


Quantum Teaching.

Purnomo, Wahyu. 2008. “Pembelajaran Berbasis ICT”. Makalah. Disajikan Dalam


Workshop Pembelajaran Berbasis ICT”. Dinas Pendidikan Prov. Sulawesi Selatan
14
Roza, Welya. 2013a. “Promoting the Students-Centeredness Through Cooperative Learning”
Makalah. Disajikan dalam Seminar Internasional Pengajaran Bahasa Inggris,
Universitas Galuh, Ciamis, Bandung

Roza, Welya. 2013b. “ICT-Based Professional Competency Component Development of


Teachers” Paper. Disajikan dalam Seminar Internasional Pendidikan Serantau,
Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Malaysia

Roza, Welya. 2013c. ‘Model Peningkatan Profesionalisme Guru Berkelanjutan


Pasca UKG Melalui Pendekatan Pengayaan Berbasis Tik Di Sumbar’ Usulan
Penelitian Stranas Dikti Jakarta. Padang: Universitas Bung Hatta

Roza, Welya. 2011a. “Bahasa Minang Sebagai Alat Mempertahankan dan Mengembangkan Budaya
Minangkabau” hl. 360-366. dalam Khak, M. Abdul dkk. (Penyunting). 2011. Kekayaan
Budaya dalam Bahasa Ibu. Bandung: Penerbit ITB

__________. 2011b. “Isu Kepunahan Bahasa-Bahasa Ibu Dunia” artikel dalam Harian Haluan.
Padang: P.T Haluan Sumbar Mandiri

__________. 2012. “Bahasa Minangkabau atau Bahasa Indonesia: Kasus Perusakan Bahasa di
Sumatera Barat. Makalah. Bandung: Balai Bahasa

Roza, Welya. 2008. “Model Pelatihan Pengembangan Komponen Kompetensi Profesional


Guru Sumbar” Makalah. Disajikan dalam Simposium Pendidikan, Dikti, Jakarta

Rubrik Sertifikasi Guru. 2007. Rayon Sertifikasi Guru. Padang: UNP

Slameto...... Pengembangan Kompetensi Pedagogik dan Profesional Guru.


Makalah

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Jakarta:

Surjono, Herman Dwi. 2012. “Pembelajaran Berbasis TIK (E-Learning)”. Makalah.


Disajikan Dalam Pelatihan E-Learning di SMK 2 Kaltim

15

Anda mungkin juga menyukai