SUATU PENGANTAR*)
H. Welya Roza**)
Abstrak
Guru adalah ujung tombak pelaksanaan pendidikan yang memiliki peran yang sangat
penting dan sentral dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tuntutan peran itu dipertegas
dengan pencanangan “guru sebagai profesi” oleh Presiden pada tanggal 4 Desember 2004.
Dengan demikian, posisi guru di dalam pendidikan semakin strategis. Secara filosofis, adalah
hak masyarakat dan anak didik untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan, oleh
karena itu, diperlukan guru yang juga berkualitas. Untuk itu pula, diperlukan pembinaan guru
agar diperoleh kepastian bahwa guru melaksanakan tugas dengan standar yang tinggi.
Pemerintah Indonesia menetapkan 4 (empat) kompetensi utama di dalam (pembinaan)
profesi guru: (i) pedagogi (mengenal ciri-ciri anak didik, memahami teori dan prinsip belajar,
mengikuti perkembangan kurikulum, menerapkan pembelajaran yang mendidik, memahami
dan mengembangkan potensi, berkomunikasi dengan baik, melaksanakan evaluasi); (ii)
kepribadian (sikap dan tingkah laku menurut norma agama, sosial, hukum, budaya; dewasa
dan jadi teladan; beretos kerja, bertanggung jawab, bangga di Indonesia); (iii) sosial (berpikir
inklusif, objektif, tidak diskriminatif; berkomunikasi dengan semua pihak); dan (iv)
profesional (di bidang materi dan keilmuan; melakukan tindakan reflektif).
Keseluruhan keempat kompetensi itu dinilai pemerintah, sebelumnya, dalam kerangka
pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Penilaian telah dilakukan pemerintah melalui
sertifikasi langsung, portofolio, pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), serta uji
kompetensi guru (UKG). Untuk selanjutnya, pemerintah melaksanakan penilaian kinerja guru
(PKG) dan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Jadi, sebagai tindak lanjut dari
kegiatan penilaian, program PKB perlu dijalankan agar kinerja guru akan semakin meningkat.
Makalah ini hanya akan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan
terhadap sebagian kompetensi utama dalam profesi guru) atau salah satu dari masing-masing
kompetensi (yang digarisbawahi di atas, yakni (i) memiliki pengetahuan tentang teori dan
prinsip belajar; (ii) dewasa dan jadi teladan; beretos kerja, bertanggung jawab, bangga di
Indonesia; (iii) berkomunikasi dengan semua pihak; dan (iv) profesional di bidang materi dan
keilmuan juga tindakan reflektif. Makalah ini tidak membahas pangkat dan promosi guru.
Di dalam makalah ini, tujuan pembinaan profesi guru dipahami secara singkat sebagai
upaya untuk (i) membantu guru mencapai standar untuk kompetensi yang belum dikuasainya;
(ii) memberikan dukungan secara terprogram, agar semua guru memiliki kompetensi sesuai
standar yang telah ditentukan; dan (iii) menyadarkan, meningkatkan kepedulian, dan
mendisiplinkan guru yang belum mencapai standar agar guru tersebut mau meningkatkan
kompetensinya. Salah satu pengayaan yang diusulkan makalah ini adalah juga penyertaan
kemampuan guru dalam bidang teknologi informasi dan komputer (TIK).
I. Pendahuluan
*)
Disampaikan dalam Seminar Bulanan, Balai Diklat Keagamaan Padang; Senin 25 Mei 2015
**)
Lektor Kepala, lulusan S3 Linguistik (Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) UI Jakarta, 2000
1
Banyak sekali sumber kepustakaan yang mengungkapkan pandangan para ahli tentang
profesi seorang guru dengan berbagai aspeknya. Roza (2013 b & c) juga mengutip pandangan
beberapa ahli berikut; salah satunya menyatakan bahwa hakikat profesi seorang guru, secara
umum, adalah bekerja atas dorongan atau panggilan hati nurani sehingga merasa senang
melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik. Selanjutnya, ada tiga peran guru (tenaga
pendidik) secara makro; yakni sebagai (a) pekerja profesional guru bertugas mengajar,
membimbing, melatih, dan mengevaluasi (b) pekerja kemanusiaan guru merealisasikan
seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) petugas kemashlahatan guru mengajar
dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Pandangan yang lebih spesifik mengungkapkan bahwa seorang guru idaman adalah
produk seimbang antara penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu (Mimbar Pendidikan
IKIP Bandung, No. 3/September 1987:87). Sejalan dengan itu, Kartadinatap (cf.
Makagiansar, Nasanius) menyatakan bahwa seseorang yang berprofesi sebagai guru dituntut
untuk, di antaranya, memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai. Dengan
cara itu, guru sudah berbekal keahlian untuk melaksanakan tugas yang diperoleh setelah
menempuh pendidikannya itu. Kemampuan profesional tersebut, tentu saja, lazimnya tidak
dimiliki warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah ikut pendidikan keguruan.
Profesi didefinisikan Karsidi (2010) sebagai bidang usaha atau kerja yang
menerapkan pengetahuan dan kecakapan atau keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Karsidi juga mengatakan bahwa ciri profesi adalah memiliki kode etik,
menerapkan pengetahuan dan keahlian khusus yang terorganisir, dengan tingkat pendidikan
minimal yang dipersyaratkan, memiliki sertifikat keahlian, menjalani proses persiapan
tertentu sebelum memangku tugas dan tanggung jawab, ada kesempatan perluasan dan
pertukaran ide antar sesama profesi, serta ada tindakan dan batasan dalam hal malpraktek
oleh pelaku profesi. Singkatnya, upaya pemenuhan penerapan pengetahuan dan keahlian serta
ciri tersebut dapat dimaknai sebagai profesionalisme. Jika yang memenuhi upaya itu adalah
guru maka hal itu disebut profesionalisme guru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), profesionalisme adalah ‘mutu/kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu
profesi atau orang yang profesional’. Dengan demikian, profesionalisme guru adalah
mutu/kualitas, dan tindak tanduk dari seorang guru yang profesional.
Dalam menjalankan tugas profesionalnya, sebagaimana juga diperoleh oleh sebuah
profesi lainnya, guru memerlukan pembinaan. Pembinaan adalah proses, perbuatan, cara,
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna untuk
2
memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI). Demikianlah, pemerintah menjalankan program
pembinaan profesi guru secara terstruktur. Program-program pemerintah yang diharapkan
mendorong peningkatan profesionalisme guru itu adalah berupa pre-service, in-service, on-
service teacher training program.
3
dan percepatan agar guru-guru memperoleh gelar sarjana S1 dalam 10 (sepuluh) tahun sejak
UU GD ditetapkan. Semula, sandainya masih ada guru yang tidak memenuhi tuntutan UU
GD tersebut sampai akhir tahun 2015 ini, yang bersangkutan akan dipensiunmudakan atau
diubah statusnya menjadi karyawan yang tidak diizinkan lagi untuk berdiri di depan kelas
(mengajar). Akan tetapi, dengan jumlah guru yang belum sarjana sebesar lebih kurang 800
ribu sampai pertengahan tahun 2015 ini, maka masih diberi kesempatan 3-4 tahun lagi guru-
guru menyelesaikan kuliah sebelum kebijakan itu diberlakukan. PPKHB itu adalah realisasi
upaya pemerintah untuk peningkatan profesi guru pada tingkat dasar dan menengah.
Berikut dijelaskan satu per satu kompetensi utama pendidik. Pertama, kompetensi
pedagogi adalah kemampuan mengelola pembelajaran, yang meliputi pemahaman terhadap
anak didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Kedua,
kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pendidik, yaitu
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi anak
didik, dan berakhlak mulia. Ketiga, kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan anak didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua atau wali anak didik, dan masyarakat. Akhirnya, kompetensi
profesional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi
yang ditetapkan. Sebagai tambahan, Roza (2013) juga mengutip Rubrik Sertifikasi Guru
bahwa kompetensi komponen profesional meliputi kemampuan menghasilkan karya berupa
laporan hasil penelitian dan karya tulis ilmiah/populer.
Sementara kompetensi dasar profesi guru mencakup pemahaman (i) penguasaan
materi, yang meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu, sumber bahan
pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas,
penggunaan metodologi ilmu untuk memverifikasi dan memantapkan pemahaman konsep
yang dipelajari, serta pemahaman manajemen pembelajaran; (ii) peserta didik, meliputi
berbagai karakteristik, tahap-tahap perkembangan dalam berbagai aspek dan penerapannya;
(iii) pembelajaran yang mendidik, yang terdiri dari pemahaman konsep dasar proses
pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerapannya dalam
pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran; (iv) pengembangan kepribadian professional,
yang mencakup pengembangan intuisi keagamaan yang berkepribadian, dan kemampuan
mengaktualisasikan diri serta sikap. Permeneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2007
mengamanatkan bahwa seorang guru wajib, berwenang dan bertanggungjawab untuk
4
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Hal itu
perlu dilakukan secara berkesinambungan, karena prinsip `mutu' adalah tanggung jawab
setiap orang.
Jika sudah memenuhi persyaratan, guru pada saatnya diberi sertifikat pendidik oleh
pemerintah. UU GD pasal 16 menyebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik
berhak mendapatkan insentif yang berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi
yang dijanjikan UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.
Tugas dan tanggung jawab untuk membina dan mengembangkan profesionalisme
guru (kepemilikan gelar S1/D4, 4 kompetensi pendidik, dan penerimaan tunjangan sertifikasi)
diemban oleh satuan pendidikan dan masyarakat umumnya. Bahkan, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah wajib memberikan tunjangan dan/atau kesejahteraan lainnya dalam upaya
meningkatkan profesionalisme guru. Kompetensi guru yang memenuhi standar minimal dan
kesejahteraan yang memadai diharapkan meningkatkan kualitas kinerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang berkualitas, pada gilirannya,
dapat meningkatkan prestasi atau hasil belajar anak didik.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa profesionalisme guru ditandai oleh kepemilikan
pengetahuan dan keahlian, kerja guru diberi penghargaan sebagai sebuah profesi melalui
pemberian sertifikat dan tunjangan profesi, adanya program pembinaan dan pengembangan
berkelanjutan oleh pihak-pihak terkait, serta sistem dan praktik pendidikan yang bermutu.
Program pembinaan dan pengembangan profesi guru dapat dilaksanakan secara formal,
informal, dan semi formal. Penekanan pembinaan profesionalisme guru, seperti yang
dijelaskan berikut, juga diarahkan pada pemberian bekal berupa pencerahan tentang sebagian
serta keseluruhan kompetensi utama guru.
6
Indonesia sesuai aturan dan ketentuan di dalam bahasa Indonesia. Sementara yang kedua
berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia menurut situasi dan konteks pemakaiannya di
masyarakat. Akan tetapi, rata-rata masyarakat Indonesia salah kira (mispercept) bahwa
mereka sudah berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Hal ini mungkin disebabkan fakta
bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa kedua bagi mayoritas rakyat Indonesia. Yang terakhir
ini menumbuhkan keyakinan bahwa bahasa Indonesia juga sebagai bahasa persatuan, yang
menyatukan berbagai suku bangsa dengan ratusan bahasa daerah sekaligus budayanya di
seantero nusantara ini.
Masih sedikit orang di negara ini yang peduli dengan kesalahan berbahasa Indonesia
baik lisan maupun tulisan. Indikasi kesalahan itu dapat dengan mudah dibuktikan dengan
tingkat kesalahan berbahasa Indonesia yang dominan dari setiap kalangan, mulai dari siswa
sekolah dasar dan menengah juga guru, karyawan serta pimpinan sekolah, mahasiswa dan
pimpinan perguruan tinggi, pemerintah, dan pelaku bisnis. Kesalahan berbahasa dapat
disebabkan oleh keberadaan kompleksitas aspek pemakaian bahasa itu sendiri, juga
kurangnya pengetahuan dan pelatihan tentang aspek tersebut.
Kesalahan berbahasa akan, pada gilirannya, berdampak pula pada kerusakan bahasa.
Disebabkan ‘kerendahsadaran’ (misconciousness) terhadap aturan penggunaan bahasa,
banyak penamaan berbahasa Indonesia yang tidak benar antara berbahasa Indonesia atau
bahasa daerah. Selain merusak bahasa, penggunaan yang tidak sesuai aturan tersebut juga
bukan merupakan contoh baik yang patut diteladani generasi penerus bangsa kita.
Adalah menjadi tanggung jawab kita semua, terutama guru-guru sekolah dasar dan
menengah secara keseluruhan dan guru bahasa Indonesia khususnya, untuk sejak sedini
mungkin anak didik diajar dan dilatih berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini
sangat berkaitan dengan pemenuhan sebagian atau keseluruhan 18 (delapan belas) nilai
budaya dan karakter bangsa yang telah digariskan pemerintah melalui Kemendiknas Republik
Indonesia.
7
musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), yang secara spesifik berfungsi untuk dapat
membicarakan tugas masing-masing dalam rangka merealisasikan pembelajaran.
Dalam waktu tertentu, pihak Kemendiknas/Kemenag berkomunikasi dengan guru
secara langsung dan tidak langsung. Urusan kepangkatan dan karir guru biasanya
diselesaikan melalui komunikasi guru dan dinas terkait.
Guru kadang-kadang diundang oleh perguruan tinggi, setelah direkomendasi oleh
sekolah dan Kemendiknas/Kemenag, untuk menghadiri kegiatan ilmiah (seminar, kongres,
konferensi, dan sebagainya) yang dilaksanakan perguruan tinggi itu. Kegiatan yang masih
langka adalah penelitan dan pengabdian kepada masyarakat bersama antara dosen dan guru.
Dua yang terahir ini akan lebih menarik jika guru terlibat penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat bersama dosen pada almamaternya sendiri.
Akhirnya, tugas guru untuk berkomunikasi dengan masyarakat luas, di antaranya,
ditujukan untuk merealisasikan prinsip bahwa mendidik anak didik itu adalah tugas bersama
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pola dan mekanisme komunikasi guru dan sekolah
dengan masyarakat, dengan demikian, perlu terus dikembangkan.
8
Sementara aktifitas guru untuk melakukan tindakan reflektif bemakna ganda: (i)
memperbaharui dan memperkaya materi ajar serta media pembelajaran dan (ii) melakukan
kajian di bidang materi dan keilmuannya. Artinya, untuk yang kedua itu guru perlu
menguasai struktur dan metode keilmuan. Hal itu memiliki indikator esensial seperti
menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan
materi bidang studi.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
khusus. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa prinsip-
prinsip profesi guru adalah sebagai berikut:
9
2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinam-bungan.
5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
Secara singkat digambarkan pula macam dan jenis kegiatan yang akan diikuti guru
dalam rangka pembinaan profesi, seperti terdapat di dalam buku 4 Pedoman Pengembangan
Profesi Berkelanjutan seperti berikut ini.
Dalam bentuk yang mirip, berikut ini dapat pula dilihat bentuk penilaian terhadap
produk jenis kegiatan profesi guru.
No Jenis Aktifitas Ket.
1. Presentasi di forum ilmiah
2. Laporan Hasil penelitian
3. Laporan hasil Penelitian Tindakan
4. Laporan hasil Penelitian yang dimuat di Jurnal Ilmiah
5. PUBLIKASI ILMIAH Tinjauan ilmiah
10
6. Tulisan ilmiah populer
7. Artikel ilmiah
8. Modul/diktat
9. Buku dalam bidang pendidikan
10. Karya terjemahan
11. Buku pedoman guru
12
Program File, Microsoft Word, Microsoft Excel, SmAdAv, Avira Center, Control Panel,
Recycle Bin, Winamp, dan Trans Tool dan seterusnya.
V. Penutup
Sistem pembinaan guru diharapkan menghasilkan guru yang profesional. Guru yang
professional, pada hakikatya, adalah guru yang melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
secara otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan berdaya intelektual tinggi.
Kata otonom mengandung makna, bahwa guru yang profesional dapat melaksanakan tugas
dengan kapabilitas diri sendiri, bukan diintervensi kekuasaan atau birokrasi pendidikan.
Dengan demikian, guru harus menjadi profesional sungguhan untuk bisa bertugas secara
mandiri walaupun dalam berproses dalam meningkatkan karier diperlukan campur tangan
pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Guru yang profesional pun memiliki daya juang dan energi untuk berkomunikasi
secara dua arah dengan birokrasi pendidikan, kepala sekolah, dan pengawas sekolah sesuai
hak dan kewajibannya. Guru yang profesional bebas berafiliasi ke dalam organisasi sebagai
wahana perjuangan, pengembangan profesi, dan penegakan independensi sebagai “pekerja”
yang memiliki atasan langsung. Guru yang profesional juga memiliki ruang gerak yang bebas
sebagai wahana bagi keterlibatannya di bidang pendidikan dan pembelajaran, pengembangan
profesi, pengabdian kepada masyarakat, dan kegiatan penunjang lainnya.
13
Daftar Kepustakaan
Harian Haluan. 2013. “2600 Master Teachers Dilatih Usai UN SMA”. 13/4/2013: 1-7
________________ . “Menyikapi Penilaian Kinerja Guru Tahun Ini”. 17/4/2013: 5
Harian Padang Ekspres. 2012. “Selembar Harapan Sertifikasi Guru”. 21/10/2012: 14
Hasibuan, Zainal A. 2012. Strategi dan Kebijakan TIK Nasional. Jakarta: DetikNas I
http://wikipedia.org/wiki/penelitian_deskriptif. Akses 20/4/2013: 18.00
Karsidi, . 2010. “Profesionalisme Guru dan Mutu Pendidikan”. Makalah. Disajikan Dalam
Seminar Nasional HIMA Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES, 22 Juni 2010.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Depdikbud.
Marsigit. 2012. “Pengembangan Materi Ajar Berbasis TIK Bagi Guru Matematika SMK
RSBI”. Makalah. Disajikan Dalam Kegiatan Diklat Pengembanan Materi Ajar
Berbasis TIK Bagi Guru SMK RSBI Se-Provinsi DIY, di LPPM UNY
Roza, Welya. 2011a. “Bahasa Minang Sebagai Alat Mempertahankan dan Mengembangkan Budaya
Minangkabau” hl. 360-366. dalam Khak, M. Abdul dkk. (Penyunting). 2011. Kekayaan
Budaya dalam Bahasa Ibu. Bandung: Penerbit ITB
__________. 2011b. “Isu Kepunahan Bahasa-Bahasa Ibu Dunia” artikel dalam Harian Haluan.
Padang: P.T Haluan Sumbar Mandiri
__________. 2012. “Bahasa Minangkabau atau Bahasa Indonesia: Kasus Perusakan Bahasa di
Sumatera Barat. Makalah. Bandung: Balai Bahasa
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Jakarta:
15