Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi seorang manusia. Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain. Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju mengakui bahwa pendidik/guru merupakan satu diantara sekian banyak unsur pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya. Demikian pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan kepribadian peserta didik. Dalam makalah ini akan dipaparkan pengertian guru, hak, kewajiban, kode etik dan organisasi profesional. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. 2. 3. 4. Siapakah guru itu? Apakah hak dan kewajiban seorang guru? Bagaimankah kode etik guru? Bagaimanakah organisasi profesional guru?

C. Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah : 1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apakah guru itu sebenarnya dan bagimanakah hak dan kewajiban dari seorang guru 2. Memberikan pengetahuan yang lebih kepada mahasiswa kode etik dan organisasi profesional seorang guru

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Guru Definisi guru, arti guru, pengertian guru adalah menurut para ahli, Secara etimologi (asal-usul kata), guru berasal dari bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dan kesengsaraan . Pengertian Guru, dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud dan Kepala BAKN No. 57686)/MPK/1989 menyatakan bahwa guru adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah. Sehingga pengertian pendidikan tersebut pada akhirnya menyangkut semua aspek kecerdasan. Guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UU tentang Guru dan Dosen, Bab I Pasal 1 ayat 1). Dari pengertian di atas jelas bahwa guru itu memiliki peranan yang strategis dan merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan kelembagaan sekolah, karena guru adalah pengelola KBM bagi para siswanya. Kegiatan belajar mengajar akan efektif apabila tersedia guru yang sesuai dengan kebutuhan sekolah baik jumlah, kualifikasi maupun bidang keahliannya. Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru, yang mempunyai makna "Digugu dan ditiru" artinya mereka yang selalu dicontoh dan dipanuti. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah seorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Dalam bahasa Arab disebut muallim dan dalam bahasa Inggris disebut Teacher. Itu semua memiliki arti yang sederhana yakni "A Person Occupation is Teaching Other" artinya guru ialah seorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.

Menurut Ngalim Purwanto bahwa guru ialah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang. Ahmad Tafsir mengemukakan pendapat bahwa guru ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik. Sedangkan menurut Hadari Nawawi bahwa pengertian guru dapat dilihat dari dua sisal. Pertama secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan secara luas diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing.1 Pengertian-pengertian diatas menurut Muhibbin Syah masih bersifat umum, dan oleh karenanya dapat mengundang bermacam-macam interpretasi dan bahkan juga konotasi (arti lain). Pertama adalah kata "seorang (A Person) bisa mengacu pada siapa saja asal pekerjaan sehari-harinya (profesinya) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan hanya dia yang sehari-harinya mengajar disekolah yang dapat disebut guru, melainkan juga dia-dia yang lainnya yang berprofesi (berposisi) sebsagai Kyai di pesantren, pendeta di gereja, instruktur di balai pendidikan dan pelatihan, kedua adalah kata "mengajar" dapat pula ditafsirkan bermacam-macam misalnya:

Menularkan (menyampaikan) pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif) Melaih keterampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik) Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektif) Akan tetapi terlepas dari bermacam interpretasi tadi guru yang dimaksud

dalam pembahasan ini ialah tenaga pendidik yang pekerjaannya mengajar seperti yang tersebut dalam UUSPN tahun 1989 Bab VII pasal 27 ayat 3.

Kunandar, S.Pd. M.Si, Guru Profesional, (Cet. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 31-32.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil sebuah konklusi bahwa yang dimaksud guru adalah seorang atau mereka yang pekerjaannya khusus menyampaikan (mengajarkan) materi pelajaran kepada siswa disekolah.2 B. Hak Dan Kewajiban Guru Hak Dan Kewajiban Guru Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru a. Kewajiban
1. Memiliki Kualifikasi Akademik yang berlaku (S1 atau D IV) 2. Memiliki Kompetensi Pedagogik, yang meliputi : a.

pemahaman wawasan atau landasan kependidikan pengembangan kurikulum atau silabus; pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; pemanfaatan teknologi pembelajaran;

b. pemahaman terhadap peserta didik; c.

d. perancangan pembelajaran; e. f.

g. evaluasi hasil belajar; dan h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimilikinya.


3. Memiliki Kompetensi Kepriadian, yang meliputi : a. Beriman dan bertakwa b. Berakhlak mulia

c. Arif dan bijaksana d. Demokratis


e. Mantap fisik dan mental

f. Berwibawa g. Stabil h. Dewasa i. Jujur j. Sportif


2

http://kafeilmu.com/2011/04/definisi-guru-tahukah-anda.html#ixzz1naFASL79

k. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat l.

Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan

m. Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan


4. Memiliki Kompetensi Sosial, yang meliputi : a.

Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik

b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; c.

d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan

norma serta sistem nilai yang berlaku; dan e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
5. Memiliki Kompetensi Profesional, yang meliputi : a. mampu menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai

dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. mampu menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau

seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu. 6. Memiliki Sertifikat Pendidik 7. Sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
8. Melaporkan pelanggaran terhadap peraturan satuan pendidikan yang dilakukan

oleh peserta didik kepada pemimpin satuan pendidikan


9. Mentaati peraturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, penyelenggara

pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah.


10. Melaksanakan melaksanakan pembelajaran yang mencakup kegiatan pokok : a. Merencanakan pembelajaran b. Melaksanakan pembelajaran c. Menilai hasil pembelajaran

d. Membimbing dan melatih peserta didik e. Melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan

pokok. Hak guru


1. Mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik bagi guru

yang telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV


2. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan

kesejahteraan sosial.
3. Mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan

fungsional bagi guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:


a.

Memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi Guru oleh Departemen

b. Memenuhi beban kerja sebagai Guru; c.

Mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;

d. Terdaftar pada Departemen sebagai Guru Tetap; e. f.

Berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; dan Tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.

4. Mendapat Masalahat Tambahan dalam bentuk: a.

Tunjangan

pendidikan,

asuransi

pendidikan,

beasiswa,

atau

penghargaan bagi Guru;


b. Kemudahan memperoleh pendidikan bagi putra dan/atau putri Guru,

pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.


5. Mendapat penghargaan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat prestasi

kerja luar biasa baiknya, kenaikan jabatan, uang atau barang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
6. Mendapat tambahan angka kredit setara untuk kenaikan pangkat setingkat

lebih tinggi 1 (satu) kali bagi Guru yang bertugas di Daerah Khusus. 7

7. Mendapatkan penghargaan bagi Guru yang gugur dalam melaksanakan

tugas pendidikan.
8. Mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja dalam bentuk

kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional.


9. Memberikan penilaian hasil belajar dan menentukan kelulusan kepada

peserta didik
10. Memberikan penghargaan kepada peserta didik yang terkait dengan prestasi

akademik dan/atau prestasi non-akademik


11. Memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar aturan. 12. Mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman

dan jaminan keselamatan


13. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman,

perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil


14. Mendapatkan perlindungan profesi terhadap : a.

Pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

b. Pemberian imbalan yang tidak wajar c.

Pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan

d. Pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam

melaksanakan tugas.
15. Mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan

pendidikan dan penyelenggara satuan pendidikan terhadap:


a.

Resiko gangguan keamanan kerja, Kecelakaan kerja Kebakaran pada waktu kerja Bencana alam Kesehatan lingkungan kerja dan/atau Resiko lain.

b.
c.

d.
e. f.

16. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan hak atas kekayaan

intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan


17. Memperoleh akses memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran 18. Berserikat dalam Organisasi Profesi Guru. 19. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan 20. Kesempatan

untuk mengembangkan dan meningkatkan Kualifikasi

Akademik dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya
21. Berhak memperoleh cuti studi. 3

Dalam kewajibannya seorang guru professional dituntut untuk; a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; c. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status social ekonomi perserta didik dalam pembelajaran; d. e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa Dalam strategi pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru merupakan ujung tombak untuk tercapainya kesukseksan pelaksanaannya. Guru sebagai pengelola proses pembelajaran, memiliki peran untuk mengorkestrasi potensi di sekitar lingkungan belajar. Suatu peluang yang memungkinkan untuk mengantarkan peserta didik mencapai kesuksesan hidup sesuai dengan potensi dan kemampuan yang ada. Proses pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran berpijak kepada kemampuan anak dan sarana dan prasarana yang tersedia. Tidak
3

Nuryani Y. Rustaman, Strstegi Belajar Biologi, (Cet. I, Bandung: Jica, 2003), h. 3-5.

10

ada lagi penghakiman terhadap anak bodoh atau pintar, yang ada potensi apa yang dominan dalam diri anak, yang bisa dikembangkan. Dalam teori Kuantum, Guru sebagai "Quantum Teacher, mampu mengubah potensi energi dalam diri murid menjadi cahaya bagi orang lain. Seorang guru yang bercirikan Quantum Techer, antara lain; o
o

Antusias; menampilkan semangat hidup Positif; melihat peluang setiap saat Berwibawa; menggerakkan orang Supel; mudah menjalin hubungan dengan beragam siswa Humoris; berhati lapang untuk menerima kesalahan Luwes; menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil Fasih; berkomunikasi dengan jelas Tulus; memiliki niat dan motivasi positif Spontan; dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil Menarik dan tertarik; mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan peduli akan diri siswa Mengangap siswa mampu; percaya akan mengorkestrasi kesusksesan siswa Menetapkan dan memelihara harapan tingi; pedoman yang memacu pada setiap siswa untuk berusaha sebaik mungkin Menerima; mencari dibalik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti Hubungan guru dengan murid dalam pmbelajaran, sehingga bisa saling

o o o o o o o o o o o

menerima dan memberi, kondisi yang memungkinkan terbangunnya komunikasi dari berbagai arah, sehingga bisa memacu siswa untuk menggali informasi. Murid berposisi sebagai subyek dan guru sebagai subyek. Kedua komponen yang akan saling bersentuhan dalam pergesekan pemikiran. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai strategi untuk mencapaisekolah yang efektif, peran guru sangat signifikan dalam pemberian atau pelaksanaan system informasi. Kemampuan guru akan turut 10

11

menentukan dalam memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan orangtua terhadap perkembangan belajar anaknya di sekolah. Kecakapan yang dimiliki seorang guru merupakan sebuah tuntutan dalam pemberian layanan kepada orang tua murid (masyarakat) sebagai user, pengguna jasa layanan sekolah. Maka, keberadaan sarana dan prasarana serta kebijakan di setiap sekolah akan sangat menentukan pada kinerja sistem dalam sekolah untuk mencapai efektifitasnya. Sekolah sebagai lembaga yang memfasilitasi kebutuhan belajar, membutuhkan dukungan orangtua murid dan masyarakat. Sekolah sebagai lembaga otonom dengan komite sekolah sebagai partner kerja dapat merencanakan pengembangan sekolah sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Tuntutan sikap profesionalisme guru, merupakan sebuah perkembangan aktual, ketika tuntutan kerja professional tertuang dalam Undang-Undang. Ketetapan tersebut bersifat mengikat dan mengandung sanksi apabila dilanggar. Seorang guru adalah seorang ahli dalam bidangnya, memiliki kecakapan pengetahuan akademis, juga kecakapan social, dan spiritual, sehingga bisa membawa murid ke arah perkembangan yang benar. Dalam realitas kehidupan sekolah saat ini, masih banyak yang memisahkan antara kepribadian guru dengan tugas profesionalisme. Profesi sebagai kerja, dan pribadi sebagai privacy yang terpisah. Pada hal kepribadian seseorang akan banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil kerja yang ditargetkan. Manakala kerja guru professional tertuang dalam UU No.14 tahun 2005 yang diantaranya menjelaskan tentang hak dan kewajiban guru yang professional. Maka tuntutan kerja profesi tersebut menjadi sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Dalam artian bahwa pelaksanaan tersebut dalam kerangkan untuk tercapainya tujuan Sistem Pendidikan Nasional secara terncana dan terarah. Tuntutan terhadap guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan sains, teknologi dan seni merupakan tuntutan profesi sehingga guru dapat senantiasa menempatkan diri dalam perkembangannya. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi akibat kemajuan teknologi yang memberikan banyak peluang untuk setiap orang menjadi guru bagi dirinya sendiri, artinya ia bisa mengakses 11

12

aneka jenis informasi sebagai pengetahuan baru. Guru lebih diposisikian sebagai partner belajar, memfasilitasi belajar siswa sesuai dengan kondisi setempat secara kondusif. Untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan, maka perlu dipersiapkan secara matang, dalam perencanaan pembelajaran dan penyiapan materi yang sesuai dengan kebutuhan anak dengan tetap berpijak kepada kurikulum yang menjadi acuan dan standar nasional. Ketentuan membuat silabus, program semster, program tahunan, perencanaan pembelajaran, melakukan evaluasi dan menganalisis hasil evaluasi adalah wajib. Kewajiban administratif tersebut menjadi mutlak ketika mengacu kepada UU No.14 Tahun 2005 pasal 20. Ini persoalan kerja professional yang dapat berimplikasi luas bukan hanya terhadap guru tetapi juga bagi peserta didik dan orangtua murid yang menikmati jasa layanan sekolah. Jika guru mengabaikan kewajiban tersebut, maka dapat diartikan melanggar Undang-undang. Pelanggaran terhadap Undang-undang implikasinya akan dapat menuai sangsi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam kerja professional guru dituntut untuk bisa melayani murid sebagai subyek belajar dan memperlakukannya secara adil, melihat keberbedaan sebagai keberagaman pribadi dengan aneka potensi yang harus dikembangkan. Maka hubungan antara guru dengan murid merupakan pola hubungan yang fleksibel, ada kalanya guru menempatkan diri sebagai patner belajar siswa, saat yang lain sebagai pembimbing, dan berposisi sebagai penerima informasi yang belum diketahuinya. Disinilah pembelajaran berlangsung dalam sebuah orkestrasi pembelajaran yang melihat segala sesuatu di sekitar guru sebagai pembelajar sebagai potensi untuk mencapai kesuksesan belajar Ukuran kesuksesan kerja professional bagi seorang guru dapat dilihat dari target yang ingin dicapai dalam pembelajaran, serta kemampuan mengoptimalkan fasilitas belajar dan kondisi setempat. Bahwa umumnya keterbatasan menumbuhkan kreatifitas pembelajaran. Ketika tujuan Sistem Pendidikan Nasional ingin mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, 12

13

kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab (Pasal 3 UU.No.20 Tahun 2003), maka kerja profesionalisme guru harus dilandasi oleh nilai dan tujuan sistem pendidikan nasional . Disinilah peran ketauladanan guru tetap dibutuhkan sebagai pembimbing dan pendamping anak didik atau siswa. Kerja professional seorang guru, yang ahli dalam bidang keilmuan yang dikuasainya dituntut bukan hanya sekedar mampu mentransfer keilmuan ke dalam diri anak didik, tetapi juga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri poserta didik. Maka, bentuk pembelajaran kongkret dan penilaian secara komprehensif diperlukan untuk bisa melihat siswa dari berbagai perspektif. Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang berbeda. Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan afektif, emosional, social dan spiritual siswa, sesuatu yang vital untuk bisa melihat kelebihan atau keungulan yang terdapat dalam diri anak. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan menemukan aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri. Kepedulian terhadap pengembagan potensi yang dimiliki murid merupakan sebuah kebutuhan, ketika kerja guru professional masih menempatkan dirinya satusatunya sumber informasi dan sumber kebenaran. Sikap semacam ini bisa menjadi senjata boomerang yang akan menciderai citra guru. Jika guru mengatakan anakanak gagal menyerap informasi yang disampaikan, secara implikatif menyiratkan kegagalan guru dalam menyampaikan informasinya. Evaluasi tidak hanya mengukur kemampuan siswa dalam menyerap informasi tetapi juga mengevaluasi keberhasilan guru dalam pembelajaran. Dari sini, sebenarnya dapat terbangun interaksi antara guru dengan siswa dan dengan orangtua. Kegagalan pembelajaran dapat bersumber dari siswa dan dapat pula bersumber dari guru yang bertindak sebagai aktor dalam pembelajaran. Apabila kegagalan pembelajaran disebabkan oleh guru karena perencanaan yang tak terarah atau tanpa persiapan pembelajaran yang kondusif, guru telah melanggar Undang-Undang, sehingga bisa dituntut di depan hukum. Sebuah 13

14

tuntutan kerja professional yang tertuang secara tegas dalam UU No.14 Tahun 2005, tetapi pemberian hak (terutama bagi guru honorer) diserahkan pada kesepakatan bersama antara guru dengan lembaga pendidikan bersangkutan. Artinya lembaga pendidikan non pemerintah bisa mengabaikan hak-hak guru professional yang tertuang dalam Undang-undang. Sementara UU diberlakukan kepada guru professional baik yang bekerja di lembaga pendidikan milik Pemeriintah atau Lembaga Pendidikan Swasta. Dilaksanakannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) guru memiliki peran strategis untuk berperan serta dalam penentuan kebijakan di level sekolah karena sebagai stakeholder , guru sebagai patner kepala sekolah dalam mengelola sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan yang diinginkan bersama secara efektif. Suatu peluang yang memungkinkan untuk mengembangkan profesinalisme guru, bukan hanya sekedar pentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga berperan dalam turut mengembangkan kemajuan sekolah. Secara implikatif sikap profesionalisme guru dibutuhkan dalam upaya strategis untuk terlaksana dan tercapainya tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dimulai dari implikasi dalam kelas. lebih jauh akan berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang berlangsung dalam sekolah. Suatu sistem yang mencerminkan amanat Undang-Undang untuk memanusiakan manusia, terciptanya pendidikan yang demokratis dan berwawasan kebangsaan. Berkembangnya potensi manusia Indoensia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tanpa lupa mengembangkan kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotriknya. Profesionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sector kehidupan. Suatu pola kerja yang diproyeksikan untuk terciptanya pembelajaran yang kondusif dengan memperhatikan keberagaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Untuk mencapai kepada tujuan pendidikan yang diutarakan dalam undang-undang sisdiknas, maka sikap professional menjadi kebutuhan pemerintah dalam rangka efisiensi dan efektifitas, dan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan pendidikan untuk berkembangnya 14

15

potensi peserta didik sesuai dengan bakat dan kemapuannya. Untuk diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang serta kerja yang terarah, sehingga bisa dilakukan evaluasi baik ditingkat kelas atau dalam lembaga. Sikap profesionalisme yang menunut keahlian akademik, kecakapan mental, social, dan spiritual. Hal ini amat dibutuhkan ketika guru hanya dipandang sebagai pentransfer ilmu pengetahuan. Sementara berbagai kasus moral di kalangan siswa seringkali dituduhkan akibat gagalnya proses pendidikan yang dilakukan oleh guru atau pihak sekolah. Kerja professional menjadi suatu kebutuhan ketika Undang Undang Guru secara harfiah mencantumkan hak-hak yang haruis didapatkan seorang guru, maka sudah sepatutnya kalau Undang-undang tersebut berlaku tegas bagi seluruh komponen pendidikan. Di tengah antusiasme pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, kerja professional guru semakin signifikan. Dengan menjadikan keanekaragaman sebagai sumber inspirasi untuk melakukan perunbahan, dan keterbatasan sebagai peluang untuk melakukan inovasi pembelajaran yang kondusif, sehingga kemampuan atau potensi energi yang dimiliki oleh setiap anak bisa menjadi cahaya terang benderang yang mencahayai orang lain. Tuntutan kerja professional guru untuk bersikap lebih arif dan bijaksana dalam memandang persoalan dan melakukan pembelajaran.4 C. Kode etik profesi keguruan Setiap profesi, seperti yang telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik yang profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaries, guru, arsitek, dan lain-lian yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Berikut pengertian kode etik, antara lain: 1. Pengertian kode etik
a. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok

kepegawaian.
Drs. H. Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Cet. I, Bandung: Sinar Baru Algensindo), h. 87-109.
4

15

16

Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas mengatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan. Dalam penjelasan UndangUndang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakan mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Kode etik pegawai ngeri sipil itu telah digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai pegawai negeri.
b. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai ketua umum

PGRI menyatakan bahwa kode etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI 1973). Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat. 2. Tujuan kode etik Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut: a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode 16

17

etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahtraan anggotanya Yang dimaksud kesejahteraan disini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau meterial) maupun kesejahteraan batin (spirituan atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik memuat laranganlarangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan anggotanya. c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. d. Untuk meningkatkan mutu profesi Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusahan untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya. e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan bagi setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirangcang organisasi. 3. Penetapak kode etik Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Sudah jelas bahwa orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya 17

18

akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang menjalankan profesi tersebut tergantung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan. 4. Sanksi pelanggaran kode etik Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya Negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tersebut dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana. Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapatkan celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap berat adalah sipelanggar akan dikeluarkan dari organisasi profesinya. Dengan adanya kode etik menandakan bahwa organisasi itu tetap mantap. 5. Kode etik guru Indonesia Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guruyang tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu system yang utuh dan bulat. Fungsi kode etik guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, maka kode etik guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan. Sebagaimana halnya dengan profesi yang lain, kode etik guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh cabang dan pengurus 18

19

daerah PGRI dari seluruh penjuruh tanah air, pertama dalam kongres XIII di Jakarta pada tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI XVI 1989 di Jakarta. Adapun teks kode etik guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut: KODE ETIK GURU INDONESIA Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atasterwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berukut: 1. 2. 3. 4. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat

disekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. 6. 7. 8. 9. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. D. Organisasi profesional keguruan 19

20

1. Berbagai Organisasi Profesi Guru/Kependidikan Didalam perkembangannya organisasi guru teah banyak mengalami diferensinya dan di versifikasi. Sebagaiaman telah dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat (6) bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususnya seta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Akan tetapi yang perlu di ingat bahwasannya setiap organisasi kependidikan guru/kependidikan dapatnya memberi manfaat bagi anggotanya, baik melindungi anggotanya dan melindungi masyarakat. Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masingmasing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik, tetapi sampai saat ini belum ada keterkaitan dengan hubungan formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP dengan PGRI. Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional resmi dibidang pendidikan yang harus kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini telah mempunyai divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HSPBI), dan lainlain. Hubungan formal dengan antara organisasi-organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagaian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota salah satu divisi sari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI.5
2. Manfaat Organisasi Profesi Bagi Guru
Prof. Soetjipto dan Drs. Rafli Kosasi, Sc., Profesi Keguruan, (Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta. 2004), h. 29-37.
5

20

21

Suatu profesi muncl berawal dari adanya public trust kepercayaan masyarakat (Bigs dan Blocher, 1986: 7). Kepercayaan masyarakat yang menjadi penopang suatu profesi didasari oleh ketiga perangkat keyakinan.
1. Kepercayaan terjadi dengan adanya suatu persepsi tentang kompetensi.

2.

Adanya persepsi masyarakat bahwa kelompok-kelompok profeional mengatur dirinya dan lebih lanjut diatur oleh masyarakat berdasarkan minat dan kepentingan masyarakat .

3.

Persepsi yang melahirkan kepercayaan masyarakat itu ialah anggota-anggota suatu profesi miliki motivasi untuk memberikan layanan kepada orang-orang dengan siapa mereka bekerja. Konsepsi profesi, seperti diatas merupakan refleksi nurani pihak

professional yang pernyataannya tersurat dan tersirat dalam standart difikasi, yang selanjutnya disebut kode etik. Bahwasannya hakikat profesi adalah suatu pernyataan atau suatu janji yang terbuka. Oleh karena itu, seorang profeional yang melanggat standart etis profesinya akan berhadapan dengan sanksi tertentu.
1.

Ciri-ciri Profesi Menurut Erick Hoyle (1969 : 80-85) mengemukakan enam cirri profesi, yakni :
a.

A profession perform on essential social service (suatu profesi menunjukan suatu pelayanan sosial)

b. A profession is founded upon a systematic body of academicof knowledge

(suatu profesi didasari oelh tubuh keilmuan yang sistematis)


c.

A profession requires a lengthy period of academic and praticel training (suatu profesi memerlukan suatu pendidikan dan latihan dalam periode waktu cukup lama)

d. A profession has a light degree of autonomy (suatu profesi memiliki

otonomi yang tinggi)


e. f.

A profession has a code of ethies (suatu profesi memiliki kode etik) A profession generate in service growth (suatu profesi berkembang dalam proses pemberian layanan)

21

22

2. Organisasi Profesi Pendidikan Seberapa banyak cirri-ciri suatu profesi sudah

ada dalam pekerjaan sebagai pendidik/guru. Perlu diketahui bahwa pekerjaan itu menuntut keterampilan tertentu yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan yang relatif lama. 3. Fungsi Organisasi Profesi Kependidikan Seperti yang telah disebutkan dalam salah satu criteria jabatan profesional, jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan pengendalian keseluruhan profesi, yaitu organisasi profesi. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan asprasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka. Basumi menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu: a) Misi politis/ideologi, b) Misi persatuan organisatoris, c) Misi profesi, dan d) Misi kesejahteraan. Dalam kaitannya dengan pengembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini masih mengadakan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu lain. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program atau kegiatan yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar, peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah pofesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini. Organisasi kependidikan selain sebagai cirri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi sebagai pemersatu seluruh anggota dalam kiprahnya menjalankan tugasnya, dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan professional, kedua fungsi tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut : 1. Fungsi pemersatu dorongan yang menggerakkan pada professional untuk membentuk suatu organisasi keprofessian. Secara intrinstik, para professional terdorong oleh keinginanya mendapatkan kehidupan yang layak, sesuai dengan profesi yang diembannya. Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan

22

23

bagi pengembangan suatu profesi yang secara teoritas sangat sulit dihadapi dan diselesaikan. 2. Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional Fungsi ini telah tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi ; Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk peningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan professional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan. Menurut Johnson (Abin Syamsuddin, 1999 :72), kompetensi kependidikan dibangun oleh enam perangkat kompetensi berikut ini :
a.

Performance component, yaitu unsur kemampuan penampilankinerja yang sesuai dengan profesi kependidikan

b. Subject component, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan/substansi

pengetahuan yang relevan.


c.

Profesional component, yaitu unsur kemampuan penguasaan subtansi pengetahuan dan ketarampilan teknis profesi kependidikan.

d. Process component, yaitu unsur kemampuan penguasaan proses-proses mental

mencakup berpikir logis dalam pemecahan masalah.


e.

Adjustment component, yaitu unsur kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri berdasarkan karakteristik pribadi pendidik. Attitudes component, yaitu unsur komponen sikap, nilai, kepribadian pendidik/guru. 4. Tujuan Organisasi Profesi Kependidikan Menurut visinya secara umum ialah terwujudnya tenaga kependidikan yang

f.

professional
a.

Meningkatkan dan mengembangkan karier anggota, hal itu merupakan upaya organisasi dalam bidang mengembangkan karir anggota sesuai bidang pekerjannya.

b. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya

terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal pada diri tenaga kependidikan 23

24

c.

Meningkatkan

dan

mengembangkan

kewenangan

profeional

anggota

merupakan upaya para professional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai kemampuan.
d. Meningkatkan dan mengembangkan martabat anggota, merupakan upaya

organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi.
e.

Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan merupakan upaya organisasi profesi 5. kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. Ragam Bentuk Partisipasu Guru Bentuk partisipasi anggota profesi tidak sebatas terdaftar menjadi anggota

dengan memberikan sejumlah iuran rutin, namun lebih dalam bentuk nyata yang bersifat professional. Beberapa bentuk partisipasi dalam organisasi profesi guru bias berupa :
a.

Aktif mengomunikasikan berbagai pikiran dan pengalaman yang mengarah kepada pembaharuan dan perbaikan mutu pendidikan.

b. Secara aktif melakukan evaluasi diri, baik secara perorangan mapun kelompok

dalam hal praktek professional dengan mengacu kepada standart profesi yang telah ditetapkan oleh organisasi
c.

Bentuk partisipasi mewujudkan perilaku dan sikap professional dalam kehidupan dan lingkungan kerja guru6

Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Cet. I, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 23-26.

24

25

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan,:


1. guru adalah menurut para ahli, Secara etimologi (asal-usul kata), guru

berasal dari bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dan kesengsaraan.
2. Hak dan kewajiban guru adalah: Memiliki Kualifikasi Akademik yang

berlaku (S1 atau D IV), Memiliki Kompetensi Pedagogik, Memiliki Kompetensi Kepriadian, Memiliki Kompetensi Sosial, yang meliputi, Memiliki Kompetensi Profesional.
3. Kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam

dan di luar kedinasan dan merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru. 4. Didalam perkembangannya organisasi guru teah banyak mengalami diferensinya dan di versifikasi. Sebagaiaman telah dinyatakan dalam UU 25

26

No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat (6) bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususnya seta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam makalah ini adalah :


1. Diharapkan kepada pembaca untuk dapat memberikan saran dan kritikan

dalam memperbaiki penulisan makalah-makalah selanjutnya 2. Sebaiknya pembaca menambah wawasan yang lebih mengenai materi dalam makalah ini dengan menggunakan referensi yang telah ada. DAFTAR REFERENSI Ali, Muhammad. 2004. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. http://kafeilmu.com/2011/04/definisi-guru-tahukah-anda.html#ixzz1naFASL79 Kunandar. 2009. Guru Profesional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rustaman, Nuryani. Y. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: JICA. Soetjipto dan Kosasi, Rafli. 2004. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.

26

Anda mungkin juga menyukai