tenggorokan. Secara anatomi karsinoma laring dibagi atas 3 bagian yaitu supra glotik (tumor pada plika
ventrikularis, aritenoid, epiglotis dan sinus piriformis), Glotis : tumor pada korda vokalis, subglotis : tumor
dibawah korda vokalis.
A. Stadium I dikirim untuk radiasi, stadium 2 dan 3 untuk operasi dan stadium 4 operasi dengan
rekonstruksi atau radiasi
B. Terapi Radiasi
Pada pasien yang hanya mengalami satu pita suara yang sakit dan normalnya dapat
digerakkan. Terapi radiasi juga dapat digunakan secara proferatif untuk mengurangi ukuran
tumor.
C. Operasi : Laringektomi
1. Laringektomi parsial (Laringektomi-Tirotomi)
Laringektomi parsial direkomendasikan pada kanker area glotis tahap dini ketika
hanya satu pita suara yang terkena. Tindakan ini mempunyai mempunyai angka
penyembuhan yang sangat tinggi. Dalam operasi ini satu pita suara diangkat dan semua
struktur lainnya tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi parau. Jalan nafas akan
tetap utuh dan pasien seharusnya tidak memiliki kesulitan menelan.
3. Laringektomi hemivertikal
Laringektomi hemivertikal dilakukan jika tumor meluas diluar pita suara, tetapi
perluasan tersebut kurang dari 1 cm dan terbatas pada area subglotis. Dalam prosedur ini,
kartilago tiroid laring dipisahkan dalam garis tengah leher dan bagian pita suara (satu pita
suara sejati dan satu pita suara palsu) dengan pertumbuhan tumor diangkat. Kartilago
aritenoid dan setengah kartilago tiroid diangkat. Kartilago aritenoid dan setengah kartilago
tiroid diangkat. Pasien beresiko mengalami aspirasi pascaoperasi. Beberapa perubahan dapat
terjadi pada kualitas suara (sakit tenggorok) dan proyeksi. Namun demikian jalan nafas dan
fungsi menelan tetap utuh.
4. Laringektomi total
Laringektomi total dilakukan ketika kanker meluas diluar pita suara. Lebih jauh ke
tulang hioid, epiglotis, kartilago krikoid, dan dua atau tiga cincin trakea diangkat. Lidah,
dinding faringeal, dan trakea ditinggalkan. Banyak ahli bedah yang menganjurkan
dilakukannya diseksi leher pada sisi yang sama dengan lesi bahkan jika tidak teraba nodus
limfe sekalipun. Rasional tindakan ini adalah bahwa metastasis ke nodus limfe servical
sering terjadi. Masalahnya akan lebih rumit jika lesi mengenai struktur garis tengah atau
kedua pita suara. Dengan atau tanpa diseksi leher, laringektomi total dibutuhkan stoma
trakeal permanen. Stoma ini mencegah aspirasi makanan dan cairan ke dalam saluran
pernafasan bawah, karena laring yang memberikan perlindungan stingfer tidak ada lagi.
Pasien tidak akan mempunyai suara lagi tetapi fungsi menelan akan normal. Laringektomi
total mengubah cara dimana aliran udara digunakan untuk bernafas dan berbicara.
Proses karsinogenesis pada karsinoma nasofaring mencakup banyak tahap dan dapat
ditimbulkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Terdapat peningkatan antibodi IgA terhadap viral capsid antigen (VCA) dan
early antigen complex (EA) dan ditemukannya genom virus pada sel tumor. Virus
Epstein-Barr (VEB) terdeteksi secara konsisten pada pasien karsinoma nasofaring di
daerah dengan insidensi tinggi dan daerah dengan insidensi rendah. Lesi premaligna di
nasofaring telah menunjukkan kandungan VEB, yang menunjukkan infeksi terjadi pada
fase awal karsinogenesis. Terdeteksinya bentuk tunggal DNA viral menyarakankan
bahwa tumor merupakan
proliferasi klonal dari sel tunggal yang pada awalnya terinfeksi VEB
Udara yang penuh asap dan uap di rumah-rumah dengan ventilasi kurang baik di
Cina, Indonesia, dan Kenya juga meningkatkan insiden karsinoma nasofaring.
Pembakaran dupa di rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan
karsinoma nasofaring di Hongkong (Mc Dermott et al., 2001; Ahmad, 2002). Perokok
berat meningkatkan risiko karsinoma nasofaring pada daerah endemik (Cottrill dan
Nutting, 2003).
4. Sering kontak dengan bahan karsinogen, antara lain: benzopyren, gas kimia, asap industri,
asap kayu, debu kayu, formaldehid, dan asap rokok (Mc Dermott et al., 2001).
Amerika Utara dari pada yang lahir di Cina Selatan (Ahmad, 2002).
tipe:
1. Tipe 1, keratinizing squamous cell carcinoma, diferensiasi sel skuamosa baik dengan adanya
karsinoma nasofaring.
2. Tipe 2, differentiated non keratinizing carcinoma, diferensiasi sel tumor dengan rangkaian
maturasi yang terjadi di dalam sel, tidak/sedikit berkeratin, merupakan 20% dari seluruh
karsinoma nasofaring.
3. Tipe 3, undifferentiated carcinoma, sel-sel tumor memiliki inti vesikuler yang oval atau bulat
dan nukleolus yang menonjol, batas sel tidak terlihat, dan tumor menunjukkan gambaran
Tumor tipe 2 dan tipe 3 biasanya lebih radiosensitif dan memiliki hubungan yang
kuat dengan virus Epstein-Barr. (Cottrill dan Nutting,
2003)
2.4 Patofisiologi
Karsinoma nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari
sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada
salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan
sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring adalah
pada fosa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi
perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma
lainnya.
1. Penyebaran ke atas Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fosa medialis, disebut
fosa kranii media dan fosa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N. I dan N.
VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis
tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan
foramen ovale dan sebagainya), di mana di dalamnya terdapat N. IX dan XII; disebut penjalaran
retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N. VII dan N. XII
beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada N. IX dan N. XII
disebut
Sindrom Retroparotidean/Sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami
gangguan akibat tumor karena letaknya yang tinggi dalam sistem anatomi tubuh.
3. Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya
ke kelenjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelenjar getah bening
pada lapisan submukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah bening diawali
pada nodus limfatik yang terletak di lateral retrofaring yaitu Nodus Rouvierre. Di dalam
kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan
tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri
karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,
menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan
sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis
4. Metastasis jauh sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dari
paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.
Prognosis
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh
beberapa faktor, seperti:
2.1.18 Komplikasi
Telah disebutkan terdahulu, bahwa tumor ganas nasofaring dapat menyebabkan penurunan
pendengaran tipe konduksi yang refersibel.Hal ini terjadi akibat pendesakan tumor primer terhadap
tuba Eustachius dan gangguan terhadap pergerakan otot levator pelatini yang berfungsi untuk membuka
tuba. Kedua hal diatas akan menyebabkan terganggunya fungsi tuba.
5. Infiltrasi tumor melalui liang tuba Eustachius dan masuk kerongga telinga tengah jarang sekali
terjadi. Dengan radiasi, tumor akan mengecil atau menghilang dan gangguan-gangguan diatas
dapat pula berkurang atau menghilang, sehingga pendengaran akan membaik kembali.
CA PARU
Patofisiologi
Kanker disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut
menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair)
dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya sendiri dengan apoptosis jika kerusakan
DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan
DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan
gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker. Kanker sendiri sebenarnya
adalah istilah untuk segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel abnormal dan
kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan
langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, dan bahkan menyebabkan
mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel(3). Beberapa buah mutasi mungkin dibutuhkan untuk
mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan oleh agen kimia
maupun fisik yang disebut sebagai zat karsinogen. Mutasi tersebut dapat terjadi secara spontan
(diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline).
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan silia hilang dan
deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka
menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia,
hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan
supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam,
dan dingin. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar
limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka(4).
E. Klasifikasi
Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cell Lung Cancer
(SCLC) dan Non Small Cell Lung Cancer (NCLC).
Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total kejadian kanker paru. Namun
jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif. Apabila tidak segera mendapat perlakuan maka
hanya dapat bertahan 2 sampai 4 bulan.
80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis besar dibagi menjadi 3
yaitu:
Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (70–80%) sudah dalam stadium lanjut III
– IV. Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter spesialis Patologi Anatomi mengalami
kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan
jenis terapi, minimal harus ditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK
atausmall cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang didapat
sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan
terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran
besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau
penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif dimana pada pemeriksaan
perkusi didapatkan suara redup dan suara nafas melemah. Pemeriksaan fisik pada organ lain juga
dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor di
luar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan
funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur patologis
sebagai akibat metastasis ke tulang.
Diagnosa Banding
Kanker paru mempunyai gejala yang spesifik pada saluran pernafasan, tetapi juga tidak jarang
bermanifestasi ke organ lain dikarenakan kanker sudah bermetastasis ke organ lain sehingga
diagnosa banding di luar kelainan paru harus dipikirkan, diantaranya:
K. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II.
Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya kemoterapi
neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang
memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB
intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji
hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan
potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum
diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.
b. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif,
radioterapimenjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada
kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering
merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti
sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak.
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
1. Hb > 10 g%
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan beberapa
tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan
gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat
meningkatkan kualiti hidup penderita.
TUMOR MEDIASTINUM
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan sedangkan untuk
tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor mediastinum jenis limfoma Hodgkin's
maupun non Hondgkin's diobati sesuai dengan protokol untuk limfoma dengan memperhatikan
masalah respirasi selama dan setelah pengobatan.
Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran toleransi berdasarkan
fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila nilai
spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan
O2 arteri dan Saturasi O2 darah arteri harus >90%.
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio kemoterapi dapat
diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi
radiasi dan kemoterapi diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara siklus
kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi
lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi
terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.