Anda di halaman 1dari 6

Depresi dan ide bunuh diri di kalangan mahasiswa

Sharif Mustaffa, Rashid Aziz, Mohd Nasir Mahmood, Shukri Shuib

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memverifikasi hubungan antara ide bunuh diri dan depresi
di kalangan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan survei dengan menggunakan metodologi
pengambilan sampel acak sederhana yang melibatkan 65 responden yang dipilih secara acak dari
perguruan tinggi di Universitas Teknologi Malaysia, Johor Bahru. Temuan menunjukkan bahwa
tingkat ide bunuh diri siswa pada tahap normal (m = 10,7). Studi ini juga menunjukkan bahwa
tingkat ide bunuh diri di kalangan siswa pria lebih tinggi (m = 13) dibandingkan dengan siswa
wanita (m = 7,3). Padahal tingkat depresi sama untuk kedua jenis kelamin. Studi ini juga
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat ide bunuh diri dan depresi di antara orang
Melayu, Cina, India, dan ras lain. Analisis penelitian juga memverifikasi bahwa ada korelasi yang
signifikan (r = 0,68) antara ide bunuh diri dan depresi. Implikasi dari penelitian ini dapat dilihat
dari sudut pandang perkembangan manusia dalam hal itu; prioritas paling penting adalah pada
psikologi kesejahteraan dan kesehatan mental siswa dalam upaya membangun kepribadian mereka
dan meningkatkan prestasi mereka di universitas.

1. Pendahuluan

Era remaja adalah masa transisi sementara dari masa kanak-kanak ke dewasa. Fase transisi
ini dapat didefinisikan sebagai periode dari pubertas hingga dewasa awal. Selama periode ini,
remaja mengalami masalah dengan segala macam konflik dan elemen yang menjadi agen
perubahan yang mempengaruhi mereka yang akhirnya membentuk tindakan dan perilaku mereka
(Mohamed Hatta Shahrom, 2007; Mahmood Nazar Mohamed, 2005). Sedangkan Stanley (1904)
menyatakan bahwa gejolak hormon selama usia puber akan menyebabkan badai dan stres pada
remaja. Hal ini, pada gilirannya menyebabkan remaja mengalami konflik identitas individu dalam
diri mereka sendiri dan dengan masyarakat di sekitar mereka yang pada akhirnya berkontribusi
terhadap masalah sosial. Menurut Hamzah (2003) masalah sosial dapat didefinisikan sebagai

1
tindakan yang tidak normal dan tidak dapat diterima sesuai dengan norma-norma umum aspek
agama, sosial dan budaya masyarakat (Mohamed Abu Bakar, 2010). Temuan penelitian
Mohammad Abu Bakar (2010) memverifikasi bahwa penyebab utama masalah sosial di kalangan
mahasiswa adalah pengaruh Internet, status keluarga, teman sebaya, dan tingkat pendidikan
agama.

Ide bunuh diri adalah gejala awal dari tindakan bunuh diri. Anak-anak dan remaja adalah
yang paling rentan dan mudah dipengaruhi oleh kasus bunuh diri dan ide bunuh diri (Juhnke et al.,
2011). Kenyataannya adalah bahwa bunuh diri bukanlah masalah baru. Penekanan sekarang
diberikan pada masalah ini untuk mengidentifikasi tindakan berisiko tinggi yang berkontribusi
pada tindakan bunuh diri. Hal ini disebabkan meningkatnya insiden bunuh diri di kalangan remaja.
Melakukan bunuh diri di antara orang dewasa disebabkan oleh lima faktor utama yaitu upaya
bunuh diri di masa lalu, riwayat penyalahgunaan zat, masalah kesehatan fisik, masalah mental dan
insiden yang terjadi dalam kehidupan yang berhubungan dengan depresi kedua jenis kelamin yaitu
pria dan wanita (Foster). et al., 1999). Tindakan bunuh diri adalah hasil dari gangguan psikologis
yang berhubungan dengan kesehatan fisik dan mental individu. Tindakan bunuh diri dapat
dikategorikan dalam beberapa aspek seperti solusi akhir untuk masalah, upaya untuk bunuh diri,
menunjukkan niat melakukan bunuh diri secara terbuka, dan pemikiran untuk melakukan bunuh
diri (Mazza & Reynolds, 2001). Terminologi 'parasuicide' digunakan untuk menggambarkan
upaya yang gagal dalam melakukan bunuh diri oleh individu yang mengalami banyak tekanan.
Selain itu, ini juga digunakan untuk individu yang secara terbuka mengancam untuk bunuh diri.

Depresi sulit dideteksi selama masa remaja mungkin karena dipandang sebagai masalah
transisi remaja normal dan bukan masalah mental. Depresi remaja biasanya dihubungkan dengan
berbagai tekanan dalam hidup, ikatan keluarga yang renggang, keluarga yang tidak mendukung
dalam menghadapi tekanan hidup, konflik dalam keluarga dan masalah ekonomi. Selain itu,
hubungan negatif dengan teman sebaya seperti tidak memiliki teman, tidak berkomunikasi dengan
teman dan tidak diterima oleh teman juga dapat memicu depresi remaja. Banyak remaja yang
memiliki tingkat depresi rendah dan sedang menunjukkan kelemahan dan gangguan dalam
kegiatan sehari-hari. Depresi melibatkan perubahan emosional, kecemasan, cepat marah, dan
kelelahan (Sharif Mustaffa & Syed Othman, 2010). Dalam beberapa kasus, depresi dapat
menyebabkan insiden bunuh diri dan tindakan berbahaya di kalangan remaja.

2
Di Malaysia, 7% dari remaja ditemukan berpikir untuk bunuh diri dan setengah dari mereka
telah mengaplikasikan pemikirannya ke dalam tindakan (Goh dan Kok, 2011). Padahal bunuh diri
telah menjadi polemik yang mengkhawatirkan karena meningkatnya jumlah kasus bunuh diri
setiap tahun. Insiden dan upaya bunuh diri telah menjadi masalah kesehatan utama masyarakat.
Mayoritas kasus bunuh diri di Malaysia digolongkan sebagai kematian yang tidak ditentukan dan
tingkat upaya bunuh diri sepuluh kali lebih tinggi daripada tingkat tindakan bunuh diri (Maniam
Thambu, 2010). Menurut statistik yang dirilis oleh National Suicide Registry Malaysia (NRSM),
jumlah kasus bunuh diri telah meningkat dalam tiga tahun terakhir dengan total 1.156 korban
(Laporan NRSM, 2010). Sedangkan statistik nasional menunjukkan bahwa tingkat bunuh diri di
kalangan perempuan lebih dari laki-laki dengan rasio 3: 1 dan Cina memiliki tingkat bunuh diri
tertinggi pada 48 persen diikuti oleh India, 21 persen, Melayu, 18 persen dan ras lain, 13 persen
(The Star Online, 2012).

2. Metode

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi pemikiran mahasiswa terkait
dengan gagasan bunuh diri dan tidak mendiagnosis masalah secara mendalam. Tujuan khususnya
adalah untuk mengetahui perbedaan ide bunuh diri dan depresi berdasarkan faktor-faktor
demografis seperti jenis kelamin (pria dan wanita) dan kemudian memverifikasi tingkat yang
mewakili kedua jenis kelamin yaitu rendah, sedang atau tinggi. Penelitian ini juga bertujuan untuk
mengetahui perbedaan ide bunuh diri dan depresi menurut ras responden. Selain itu, ini juga
bertujuan untuk melihat hubungan antara ide bunuh diri dan depresi. Enam puluh lima (65)
responden dipilih secara acak dari perguruan tinggi universitas. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Adult Suicidal Ideation Questionnaire (ASIQ; 1988) dan Skala Depresi
Remaja Reynolds (RADS2; 1981) oleh William Reynolds. ASIQ dikelola untuk mengkalibrasi
tindakan bunuh diri secara mendalam dan ide-ide yang muncul sebelum melakukan bunuh diri
sedangkan RADS2 digunakan sebagai instrumen untuk mendeteksi depresi di kalangan
mahasiswa.

3. Temuan dan diskusi

Ide bunuh diri secara keseluruhan di kalangan Mahasiswa

3
Skor kelompok keseluruhan untuk ide bunuh diri mahasiswa adalah 10.7 (rata-rata
distribusi normal adalah 11; Reynolds, 1990). Sedangkan skor kelompok untuk depresi adalah 50
yang berada pada level rendah (T-score di bawah 61 dianggap rendah; Reynolds, 1990). Ini
menunjukkan potensi bahwa mayoritas komunitas mahasiswa tidak berpikir tentang ide bunuh diri
pada tingkat tinggi. Namun, interpretasi ide bunuh diri juga harus dilakukan secara individual
dengan melihat nilai kritis setiap item individu yang menggambarkan ide-ide mereka dan berpikir
untuk bunuh diri. Untuk individu dengan skor tinggi oleh karena itu, asumsinya adalah; dia
memiliki ide bunuh diri tingkat tinggi dan sering berpikir tentang hal itu dan harus mendapatkan
intervensi, misalnya mendapatkan konseling atau perawatan psikiatris.

Perbedaan ide bunuh diri dan depresi menurut faktor demografis

Tabel 1. Perbedaan ide bunuh diri dan tingkat depresi antara jenis kelamin

Jenis kelamin P Hasil


Ide bunuh diri 0.43 Terdapat perbedaan
Depresi 0.95 Tidak ada perbedaan

Tabel 1 menunjukkan hasil analisis pada berbagai tingkat ide bunuh diri dan depresi antara
jenis kelamin di kalangan mahasiswa. Temuan keseluruhan dari analisis menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat depresi berdasarkan jenis kelamin responden (t =
0,95; p> 0,05). Namun, ada perbedaan yang signifikan berdasarkan ide bunuh diri di antara gender
(t = 0,43; p <0,05). Selain itu, mahasiswa laki-laki (m = 13) menunjukkan skor rata-rata yang lebih
tinggi daripada perempuan (m = 7,3). Hasil penelitian menunjukkan skor tingkat depresi sedang
sampai rendah (normal) dan adanya ide bunuh diri di antara kedua jenis kelamin.

Tabel 2. Perbedaan ide bunuh diri dan tingkat depresi antara ras

Ras P Hasil
Ide bunuh diri 0.72 Tidak ada perbedaan
Depresi 0.81 Tidak ada perbedaan

Tabel 2 menunjukkan hasil analisis pada berbagai tingkat ide bunuh diri dan depresi antara
Melayu, Cina, India, dan lainnya di kalangan mahasiswa. Temuan keseluruhan analisis

4
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat ide bunuh diri (F = 0,72,
p> 0,05) dan depresi (F = 0,81; p> 0,05) berdasarkan ras responden.

Korelasi antara ide bunuh diri dan depresi di kalangan mahasiswa

Tabel 3. Korelasi Pearson antara ide bunuh diri dan depresi

Ide bunuh diri r P


Depresi 0.68 0.000

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa hubungan antara ide bunuh diri dan depresi adalah
signifikan sedang-kuat dan positif (r = .68, p ˂ .05). Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan
depresi mengarah pada peningkatan ide bunuh diri di kalangan mahasiswa.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa ide bunuh diri dan depresi di kalangan mahasiswa
berada pada level rendah. Namun, ada perbedaan dalam ide bunuh diri antara mahasiswa pria dan
wanita. Temuan menunjukkan bahwa ide bunuh diri lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan
wanita di kalangan mahasiswa. Kok dan Goh (2011) menyatakan bahwa pria lebih cenderung
melakukan bunuh diri karena hubungan cinta pria-wanita dan itu sama untuk semua ras.
Sedangkan untuk depresi, kedua jenis kelamin menunjukkan hasil yang sama. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam ide bunuh diri dan depresi pada mahasiswa dari
semua ras (Melayu, Cina, India, dan lain-lain). Terlepas dari itu, temuan penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan antara ide bunuh diri dan depresi. Hubungan moderat dan positif antara kedua
variabel yang diteliti ini sejalan dengan temuan Reeves (2010) yang menyatakan bahwa faktor
yang berkontribusi terhadap risiko bunuh diri adalah masalah psikopatologis yang juga terkait
dengan depresi, kebingungan, pelecehan seksual, pekerjaan, trauma. Selain itu, Schwartz dan
Cohen (2001) menemukan bahwa depresi adalah faktor paling signifikan dalam memprediksi
tindakan bunuh diri.

4. Kesimpulan

Bunuh diri adalah masalah serius yang harus segera ditangani. Menurut perkiraan yang
dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (2010), upaya bunuh diri terjadi setiap tiga detik,
sedangkan kematian akibat bunuh diri terjadi setiap empat puluh detik yang menghasilkan hampir

5
satu juta kematian yang terhubung dengan bunuh diri setiap tahun (WHO, 2010). Melakukan
bunuh diri dan depresi adalah masalah yang berkaitan erat dengan kesehatan mental individu.
Penelitian yang dilakukan di kalangan mahasiswa menunjukkan bahwa ide bunuh diri tidak pada
tingkat kritis. Namun, masih ada kecenderungan untuk memikirkannya berdasarkan skor jawaban
responden. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa depresi memiliki hubungan yang signifikan
dengan ide bunuh diri. Oleh karena itu, dalam mencoba melakukan segala bentuk intervensi,
depresi harus diberikan perhatian yang tepat dan harus dicegah sebelum menjadi lebih buruk dan
akhirnya diterjemahkan ke dalam tindakan bunuh diri. Pendekatan konseling yang berfokus pada
diskusi dan manajemen krisis merupakan alternatif dalam mendorong perubahan, stabilitas dan
dalam mengurangi risiko individu yang memiliki ide untuk melukai diri sendiri atau melakukan
bunuh diri (Pelling, Bowers dan Armstrong, 2007). Dalam menangani masalah bunuh diri, semua
pihak termasuk orang tua, guru, pemerintah, media, dan organisasi non-pemerintah (LSM) harus
melakukan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah ini.

Anda mungkin juga menyukai