Anda di halaman 1dari 68

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di
dalam tubuh. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain yang
dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan
darah rendah. Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di banyak
Negara di dunia, karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak menular
nomor satu di banyak negara (Anggara et al, 2013).
Jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia mencapai 972 juta jiwa pada
tahun 2011. Sebanyak 330 juta, sisanya kurang dari 600 juta berada di Negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Data WHO tahun 2010 dari 50%
penderita hipertensi yang diketahui hanya 255 mendapatkan pengobatan, dan
hanya 12,5% yang diobati dengan baik.. Di bagian Asia tercatat 38,4 juta
penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang
pada tahun 2025 (Prakoso, 2014).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Kementerian
Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia diatas 18 tahun
mencapai 29,8%. Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya
usia. Prevalensi hipertensi pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75
tahun, masingmasing mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3%. Riset ini juga
menunjukkan bahwa sebanyak 76% kasus hipertensi dalam masyarakat belum
terdiagnosis (Dharmeizar, 2012)
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi resiko
yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor resiko yang dapat dikendalikan
(minor). Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan,
jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan
(minor) yaitu obesitas, kurang olah raga atau aktivitas, merokok, minum kopi,
2

sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress, pekerjaan,


pendidikan dan pola makan. Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor
penyebab terjadinya hipertensi dengan pengaturan pola makan, gaya hidup yang
benar, hindari kopi, merokok dan alkohol, mengurangi konsumsi garam yang
berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga yang teratur (Andria,2013).
Pada wilayah kerja Puskesmas Donggala, hipertensi menduduki tingkat
ketiga dengan total penderita 858 dalam pendataan rekapitulasi penyakit-
penyakitterbesarberdasarkankunjunganpasien yang ada di PuskesmasDonggala
pada tahun 2016 (Puskesmas Donggala, 2016).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah yang akan diteliti yakni apakah terdapat hubungan Faktor resiko
Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita yang Melakukan
Pemeriksaan di Puskesmas Donggala Periode Februari 2018 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
rutin di Donggala.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi
tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di
Puskesmas Donggala.
b. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
di Puskesmas Donggala.
3

c. Untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi


tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di
Puskesmas Donggala
d. Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi garam dengan kejadian
hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
di Puskesmas Donggala
e. Untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian
hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
di Puskesmas Donggala
f. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan
kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan
pemeriksaan di Puskesmas Donggala
g. Untuk mengetahui hubungan antara stres dengan kejadian hipertensi
tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di
Puskesmas Donggala
h. Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian
hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
di Puskesmas Donggala
i. Untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan meminum obat
antihipertensi dengan kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita
yang melakukan pemeriksaan di Puskesmas Donggala.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap :
1. Manfaat bagi pemerintah Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam
rangka meningkatkan fasilitas serta upaya pelayanan terhadap penderita
hipertensi.
2. Manfaat bagi masyarakat Sebagai sumber informasi bagi masyarakat
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi.
3. Manfaat bagi penelitian selanjutnya Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hipertensi.
4

E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Widyaningrum (2012) dengan judul
Hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia
(Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Variabel yang diteliti
dalam 5 penelitian ini yaitu hipertensi, faktor yang tidak bisa diubah (umur,
jenis kelamin, genetik) dan faktor yang bisa di ubah (kegemukan, asupan
garam, konsumsi karbohidrat dan lemak, konsumsi serat). Desain penelitian
yang digunakan adalah penelitian kuantitatif observasional analitik Cross
sectional. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu pola makanan pencegah
hipertensi berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi
diantaranya tomat, sawi, brokoli, bayam dll. Selain itu, pola makan pemicu
hipertensi yang berhubungan secara signifikan dengan hipertensi diantaranya
daging atau kulit ayam, keripik dll. Ada 3 konsumsi gizi yang berhubungan
secara signifikan dengan kejadian hipertensi yaitu: variabel lemak, natrium
dan serat sedangkan variabel karbohidrat tidak berhubungan secara signifikan
dengan kejadian hipertensi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel penelitian, populasi dan sampel
penelitian, tempat penelitian dan teknik pengambilan sampel.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hesti Rahayu (2012) yang berjudul Faktor
resiko hipertensi pada RW 01 Skrengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kota
Jakarta Selatan. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu hipertensi,
umur, jenis kelamin, riwayat hpertensi, kebiasaan konsumsi makanan asin
dan makanan lemak jenuh, kebiasaan merokok dan olahraga rutin, stress dan
obesitas. Desain penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif
yaitu observasional analitik cross sectional. Kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian tersebut adalah terdapat hubungan antara umur dan obesitas
terhadap kejadian hipetensi, ada hubungan antara faktor resiko jenis kelamin,
riwayat keluarga, kebiasaan konsumsi makanan asin dan lemak jenuh, stress
obesitas merokok dan kebiasaan olahraga rutin dengan kejadian hipertensi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
5

terletak pada variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, tempat


penelitian dan cara pengambilan sampel
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Martiani, Rosa Lelyana Tahun 2012 di
Ungaran yang berjudul Faktor risiko hipertensi ditinjau dari kebiasaan minum
kopi (Studi kasus di wilayah kerja Puskesmas Ungaran pada bulan
JanuariFebruari 2012) . Penelitian observasional dengan menggunakan desain
kasus kontrol Variabel bebas: kebiasaan minum kopi Variabel terikat:
hipertensi Hasil analisis data menunjukkan bahwa subjek yang
mengkonsumsi kopi 1-2 cangkir per hari, meningkatkan.risi ko hipertensi
4,11 kali lebih tinggi (p=0,017; OR=4,11) dibandingkan subjek yang tidak
minum kopi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti terletak pada variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian,
tempat penelitian dan cara pengambilan sampel
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Defenisi hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah pasien yang telah diukur
menggunakan tensimeter dan diperoleh hasil tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi tidak dapat
disembuhkan namun hanya dapat dikendalikan melalui kontrol kesehatan
secara rutin, melakukan diet rendah garam dan mengonsumsi obat secara
teratur untuk mengurangi risiko komplikasi pada kardiovaskular dan organ
lain yang ada pada diri pasien (Evadewi, 2013).
Hipertensi menyebabkan kelainan serius. Jika resistensi yang harus
dihadapi ventrikel kiri ketika memompa darah (afterload) meningkat untuk
jangka waktu yang lama, otot jantung akan mengalami hipertensi (Ganong,
2008).

2. Epidemiologi
Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat
menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta
berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia (Anggara et al, 2013)
Menurut penelitian yang dilakukan Boedi Darmojo pada tahun 2011 di
Indonesia diperoleh terjadi peningkatan lansia yang menderita hipertensi
sekitar 50%, di jawa sekitar 42,6% (Kenia dkk, 2013). Menurut data Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 jumlah kasus lama
hipertensi sebanyak 40.975 jiwa dan kasus baru 37.615 jiwa. . Total penderita
hipertensi di provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 adalah 78.589 jiwa.
7

Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu penyakit yang
prevalensinya cukup tinggi.
Pada wilayah kerja Puskesmas Donggala, hipertensi menduduki tingkat
ketiga dengan total penderita 858 dalam pendataan rekapitulasi penyakit-
penyakit terbesar berdasarkan kunjungan pasien yang ada di Puskesmas
Donggala pada tahun 2016 (Puskesmas Donggala, 2016).
Tabel 2.1 Data 10 PenyakitTerbesar UPTD Urusan
Puskesmas Donggala Tahun 2016

NO NAMA PENYAKIT JUMLAH

1 Influenza 1871

2 Gastritis 1331

3 Hypertensi Esensial 858

4 Diabetes Melitus 374

5 Kehamilan Normal 302

Dermatitis Kontak Atopik


6 285
(DKA)

7 Anemia 230

8 Artritis Reumatoid 222

9 Gastroenteritis 187

Hie10 Artritis Osteoatritis 164

(Profil Puskesmas Donggala, 2016)


3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya ada 2 jenis hipertensi yaitu :
a. Hipertensi primer (Hipertensi Esensial/ Hipertensi Idiopatik)
Hipertensi primer adalah suatu kategori umum untuk peningkatan
tekanan darah yang disebabkan oleh beragam penyebab yang tidak
diketahui dan bukan suatu entitas tunggal (Sherwood, 2011). Beberapa
penyebab hipertensi primer adalah sebagai berikut :
8

1. Gangguan penanganan garam oleh ginjal Gangguan fungsi ginjal


untuk menimbulkan tanda-tanda penyakit ginjal menyebabkan
akumulasi perlahan garam dan air dalam tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan progresi tekanan darah (Sherwood,
2011)
2. Asupan garam berlebihan Konsumsi garam memiliki efek langsung
terhadap tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan
tekanan darah ketika semakin tua, yang terjadi pada semua
masyarakat, merupakan akibat dari garam yang kita konsumsi
(Beevers, 2002). Karena garam secara osmosis menahan air, dan
karenanya meningkatkan volume darah dan berperan dalam kontrol
jangka panjang tekanan darah, maka asupan garam berlebihan
secara teoritis dapat menyebabkan hipertensi (Sherwood, 2011)
3. Diet Menurut DASH (Dietary Approach to Stop Hypertention)
bahwa diet buah-buahan , sayuran dan bahan rendah lemak, akan
mengurangi kejenuhan dan lemak total. Diet ini didukung oleh
National Heart, 8 Lung and Blood Institute and the American Heart
Association, dan bentuk dasar untuk United States Departement of
Agriculture’s newest food pyramid. Hal ini dihubungkan dengan
pengurangan tekanan darah sistolik sekitar 8-14 mmHg, dan dapat
membantu mengurangi dan mengontrol berat badan dan asupan
natrium (Martin, 2009).
4. Variasi dalam gen yang menyandi angiotensinogen
Angiotensinogen adalah bagian dari jalur hormon yang
menghasilkan vasokonstriktor kuat angiotensinogen II serta
mendorong retensi garam dan air. Salah satu varian gen pada
manusia tampaknya berkaitan dengan peningkatan insidensi
hipertensi (Sherwood, 2011)
9

b. Hipertensi sekunder
Kausa pasti hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10% kasus.
Hipertensi yang terjadi akibat masalah primer lain disebut hipertensi
sekunder (Sherwood, 2011).
Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lain yaitu, seperti renal arteri stenosis,
hyperldosteronism, hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan
hormon dan penyakit sistemik lainnya. Prevalensinya hanya sekitar 5-
10% dari seluruh penderita hipertensi (Herbert Benson, dkk, 2012).

4. Klasifikasi tekanan darah


The Joint National Committee on prevention, detection, evaluation
and treatment of high blood pressure (JNC) 7 membuat klasifikasi
membagi tekanan darah menjadi 4 kategori yaitu :
Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi tekanan darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Tahap I 140-159 atau 90-99
Hipertensi Tahap II >160 atau ≥100
(Sumber: Martin Jeffery. Hypertension Guidelines.2008;3;3;91-96)

5. Patogenesis
Banyak faktor yang turut berinteraksi dalam menentukan tingginya
natrium tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan
tahanan perifer, tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang
menentukan tekanan darah mengalami kenaikan, atau oleh kenaikan faktor
tersebut (Kaplan N.M, 2010).
10

a. Curah jantung
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu
peningkatan volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung. Bila curah jantung meningkat
tiba-tiba, misalnya rangsangan syaraf adrenergik, barorefleks akan
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan tekanan darah akan
normal, namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui
barorefleks tidak adekuat, ataupun kecenderungan yang berlebihan
akan terjadi vasokonstriksi perifer, menyebabkan hipertensi yang
temporer akan menjadi hipertensi dan sirkulasi hiperkinetik. Pada
hipertensi yang menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer,
sedangkan curah jantung normal atau menurun (Kaplan N.M, 2010).
b. Resistensi perifer
Peningkatan resistensi perifer dapat disebabkan oleh hipertrofi dan
konstriksi fungsional dari pembuluh darah, berbagai faktor yang dapat
menyebabkan mekanisme ini yaitu adanya: 1) promote pressure
growth seperti adanya katekolamin, resistensi insulin, angiostensin,
hormon natriuretik, hormon pertumbuhan, dll 2) faktor genetik adanya
defek transport natrim dan Ca terhadap sel membran. 3) faktor yang
berasal dari endotel yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelium,
tromboxe A2 dan prostaglandin H2 (Kaplan N.M, 2010).

6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis hipertensi Telah diketahui bahwa tekanan darah
tinggi adalah penyakit yang berbahaya, karena dapat mempersingkat masa
hidup seseorang dan meningkatkan kemungkinan terkena serangan
jantung, stroke, gangguan penglihatan, kerusakan fungsi ginjal, dan
pembengkakan arteri terbesar di tubuh. Gejalanya berupa sakit kepala,
nyeri atau sesak pada dada, pusing, gangguan tidur, terengah-engah saat
beraktifitas, jantung berdebar-debar, mimisan, kebal atau kesemutan,
11

gelisah dan mudah marah, keringat berlebihan, kram otot, badan lesu,
pembengkakan di bawah mata pada pagi hari (Kenia dkk, 2013).
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang
umum ditemui pada pasien hipertensi adalah 1)Jantung: hipertrofi
ventrikel kiri, angina atau infark miokardium dan gagal jantung. 2)Otak:
strok atau transient ischemic attack. 3)Penyakit ginjal kronis. 4)Retinopati.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,
antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stres
oksidatif, down regulation, dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-
lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitifitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan
organ terget, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya
ekspresi transforming growth factor-β (TGF- β) (Sudoyo, 2009).

7. Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan data
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang (Yogiantoro M, 2014).
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderita hipertensi, riwayat, dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan,
seperti 20 penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya,
riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit
hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (merokok, konsumsi
makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan,
dan lain-lain) (Yogiantoro M, 2014).
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah
pada penderita dalam keadaan nyaman dan relaks. Pengukuran dilakukan
dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang
dengan kontrolatera (Yogiantoro M, 2014).
12

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang penderita


hipertensi terdiri dari tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa),
kolesterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum
(puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, hemoglobin dan
hematokrit, urinalisis dan elektrokardiogram. Pemeriksaan lainnya seperti
pemeriksaan ekokardiogram, USG karotis dan femoral, foto rontgen, dan
fundus kopi (Yogiantoro M, 2014)

8. Penatalaksanaan
a) Terapi Non Farmakologi
Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan menjalani
pola hidup sehat yaitu dengan :
1. Menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan mengganti
makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayur dan buah
(PERKI, 2015).
2. Mengurangi asupan garam dengan menghindari makanan cepat
saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.Dianjurkan
asupan garam tidak melebihi 2 gram per hari(PERKI, 2015).
3. Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit per
hari minimal 3 hari per minggu dapat membantu menurunkan
tekanan darah. Bila pasien tidak dapat melakukan olahraga secara
khusus, dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau
menaiki tanggadalam aktivitas rutin sehari-hari (PERKI, 2015).
4. Mengurangi konsumsi alkohol sangat membantu dalampenurunan
tekanan darah. Konsumsi alkohol lebih dari 2gelas per hari pada
pria atau 1 gelas per hari pada wanitadapat meningkatkan tekanan
darah (PERKI, 2015).
5. Merokok merupakan salah satu faktor risiko
penyakitkardiovaskular, pasien hipertensi dianjurkan untuk
berhenti merokok. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam)
danmengendalikan stress (PERKI, 2015).
13

b) Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi hipertensi terdiri dari sebelas kelompok
antihipertensi, antara lain:
1. Diuretik
Obat jenis diuretik adalah obat pilihan pertama pada
hipertensi. mekanisme diuretik dengan menekan reabsorbsi
natrium di tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi
natrium dan air (Depkes RI,2015).
2. Antagonis aldosteron
Spironolakton dan eplerenon bekerja dengan menahan
retensi natrium. Efek samping dapat menyebabkan hiperkalemia
pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis (Depkes
RI,2015).
3. Penghambat reseptor beta adrenergic
Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor beta
adrenergic sehingga terjadi penurunan curah jantung dan
penghambatan pelepasan renin, frekuensi dan kontraksi otot
jantug (Depkes RI,2015).
4. Penghambat angiotensin coverting enzyme (ACE)
Mekanisme kerja dengan menghambat enzim yang
mengkonversi perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
(zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah)(Depkes RI,2015).
5. Penghambat rennin
Mekanisme obat ini mencegah pemecahan angiotensinogen
menjadi angiotensin I(Depkes RI,2015).
6. Penghambat Reseptor Angiotension II
Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor
angiotension II sehingga menimbulkan efek vasodilatasi,
14

penurunan pelepasan aldosteron, adanya penurunan aktivitas


saraf simpatik (Depkes RI,2015).
7. Penghambat saluran kalsium
Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi otot jantung
dan otot polos melalui penghambatan masuknya ion kalsium
masuk ke dalam intrasel(Depkes RI,2015).
8. Antagonis reseptor β-adrenergik
Mekanisme obat dengan penghambatan β-adrenergik
sehingga pelepasan katekolamin terhambat. Menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah yang berefek pada penurunan
resistensi perifer. Efek tersebut menurunkan laju jantung dan
curah jantung (Depkes RI,2015).
9. Obat aktifitas simpatomimetik intrinsic
Mekanisme obat dengan penghambatan parsial reseptor
beta1, sehingga mengurangi bronkospasme dan
vasokonstriksi(Depkes RI,2015).
10. Vasodilator arteriolar
Mekanisme obat dengan rileksasi otot polos arteriolar
menyebabkan terjadinya refleks baroreseptor sehingga terjadi
peningkatan laju jantung, curah jantung, dan pelepasan renin
(Depkes RI,2015).

9. Faktor resiko yang berhubungan dengan hipertensi


a) Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1. Usia
Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18
tahun ke atas.Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan
umur, semakin tua usiaseseorang maka pengaturan metabolisme
zat kapur (kalsium) terganggu. Hal inimenyebabkan banyaknya
zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah
menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat. Endapan
15

kalsium didinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan


pembuluh darah (arteriosklerosis). Aliran darah pun menjadi
terganggu dan memacu peningkatantekanan darah(Dina T et al,
2013).
Menurut kementrian kesehatan RI, umur orang dewasa
terbagi atas dua yaitu dewasa muda yaitu 18-30 tahun sedangkan
dewasa tua 30 – 60 tahun.
2. Jenis Kelamin
Salah satu faktor yang tidak dapat diubah yaitu jenis
kelamin. Dimana laki-laki dianggap lebih rentan mengalami
hipertensi dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan gaya
hidup yang lebih buruk dan tingkat stres yang lebih besar pada
laki-laki dibanding perempuan (Evadewi dkk, 2013)
Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan dengan perempuan, dengan rasio sekitar 2,29%
untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria sering mengalami
tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga puluhan. Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan perempuan,akan tetapi
setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada
perempuan meningkat. Wanita memilikiresiko lebih tinggi untuk
menderita hipertensi. Produksi hormon estrogen menurun saat
menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya
sehingga tekanan darah meningkat (Herbert Benson, dkk, 2012).

b) Faktor resiko yang dapat diubah


1. Asupan garam
Terdapat bukti bahwa penyebab hubungan antara konsumsi
garam dan tekanan darah dan konsumsi garam berlebih mungkin
berkontribusi dalam hipertensi yang resisten. Mekanisme
hubungan asupan garam dan peningkatan tekanan darah bukan
16

hanya meningkatkan volume ekstraseluler tetapi juga resistensi


pembuluh perifer, yang merupakan bagian dari aktivasi simpatis.
Biasanya 14 asupan garam antara 9-12 g/hari dan itu
menunjukkan bahwa pengurangan sekitar 5 g/hari berefek pada
penurunan tekanan darah sistolik secara moderat (1-2 mmHg)
pada individu yang normotensi dan agaknya efeknya lebih
terungkap pada individu yang hipertensi (1-4 mmHg) (Mancia,
2013).
2. Berat badan dan Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama dari beberapa
penyakit degeneratif dan metabolik, salah satunya adalah
penyakit hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi.
Hipertensi merupakan suatu keadaan ketika tekanan darah
meningkat melebihi batas normal yaitu 120/80 mmHg
(Sihombing, 2010)
Tabel 2.3. Klasifikasi Pengukuran Indeks Massa Tubuh
(IMT) pada orang Dewasa Asia (Klasifikasi WHO)
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Underweight < 18.5
Normal 18.5-22.9
Overweight ≥23.0
Beresiko 23.0-24.9
Obes I 25.0-29.9
Obes II ≥30.0
(Sumber: Aru W. Sudoyo.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II Edisi V. 2009)
Peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) erat kaitannya
dengan penyakit hipertensi baik pada laki-laki maupun pada
perempuan. Kenaikan berat badan (BB) sangat berpengaruh
pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada orang yang
obes 15 akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum
dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obes
17

terjadi peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan


meningkatkan tekanan darah (Sihombing, 2010).

3. Konsumsi kopi
Pengaruh kopi terhadap tekanan darah akan
menimbulkan dampak pada kesehatan masyarakat, karena
kopi dikonsumsi secara luas di masyarakat. Kopi
mengandung kafein yang memiliki efek yang antagonis
kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin
merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah
fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada
vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi perifer,
yang akan menyebabkan tekanan darah naik (Martiani,
2012).
Penelitian di Amerika yang dilakukan oleh Cuno
Uiterwaal pada tahun 2007 menunjukkan bahwa subjek
yang tidak terbiasa minum kopi memiliki tekanan darah
lebih rendah jika dibandingkan dengan subjek yang
mengkonsumsi kopi 1-3 cangkir per hari. Pria yang
mengonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memliki tekanan
darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang
mengonsumsi kopi 1-3 cangkir perhari. Pria yang
mengonsumsi kopi >6 cangkir per hari justru memiliki
tekanan darah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
subjek yang mengonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari
(Martiani, 2012).
4. Merokok
Merokok adalah faktor resiko mayor terhadap
kejadian aterosklerotik. Merokok menyebabkan
peningkatan akut tekanan darah dan denyut jantung, yang
berlangsung lebih dari 15 menit setelah mengisap satu
18

batang rokok, sebagai akibatnya akan menstimulasi sistem


saraf simpatis pada tingkat pusat. Perubahan yang sama
terjadi dalam katekolamin plasma dan tekanan darah,
disertai dengan kerusakan refleks baroreseptor yang
diakibatkan oleh rokok. Selain dampak terhadap tekanan
darah, merokok juga merupakan faktor resiko terhadap
kardiovaskular dan penghentian rokok sangat efektif untuk
mencegah penyakit kardiovaskular seperti stroke, infark
miokardium dan penyakit vaskular perifer (Mancia et al,
2015).
Hubungan antara merokok dengan peningkatan
risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler telah banyak
dibuktikan. Selain dari lamanya merokok, resiko akibat
merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang
dihisap perhari. Seseorang yang merokok lebih dari satu
pak (15 batang) rokok sehari memiliki risiko 2 kali lebih
rentan untuk menderita hipertensi dan penyakit
kardiovaskular dari pada mereka yang tidak merokok
(Armilawati & Ridwan, 2016).

5. Aktivitas Fisik
Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak
factor. Salah satunya adalah aktivitas fisik. Orang yang
dengan aktivitas fisik yang kurang tapi dengan nafsu makan
yang kurang terkonrtol sehingga terjadi konsumsi energi
yang berlebihan mengakibatkan nafsu makan bertambah,
maka volume darah akan bertambah yang akhirnya berat
badannya naik dan mengakibatkan obesitas. Jika berat
badan seseorang bertambah, maka volume darah akan
bertambah pula, sehingga beban jantung untuk memompa
darah juga bertambah. Semakin besar bebannya, semakin
19

berat kerja jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh


sehingga tekanan perifer dan curah jantung dapat
meningkat kemudian menimbulkan hipertensi (Utami P,
2009).
Frekuensi adalah seberapa sering aktivitas
dilakukan berapa hari dalam seminggu. Intensitas adalah
seberapa keras suatu aktivitas dilakukan. Biasanya
diklasifikasikan menjadi intensitas rendah, sedang, dan
tinggi. Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama aktivitas
dilakukan dalam satu pertemuan (Ambardini, 2010 ).
Aktivitas fisik dikelompokkan menjadi 3 kelompok,
yaitu :
1. Tinggi, jika dilakukan ≥30 menit, ≥3 kali per minggu
2. Sedang, juka dilakukan ≥30 menit, <3 kali perminggu
3. Rendah, jika dilakukan <30 menit, <3 kali perminggu
(Ambardini, 2010).
6. Konsumsi Alkohol
Orang yang gemar mengkonsumsi alkohol dengan
kadar tinggi akanmemiliki tekanan darah yang cepat
berubah dan cenderung meningkat tinggi.Alkohol juga
memiliki efek yang hampir sama dengan karbon monoksida
yaitudapat meningkatkan keasaman darah. Meminum
alkohol secara berlebihan, yaitutiga kali atau lebih dalam
sehari merupakan faktor penyebab 7% kasus
hipertensi.Mengkonsumsi alkohol sedikitnya dua kali per
hari, TDS meningkat 1,0 mmHg(0,13 kPa) dan TDD 0,5
mmHg (0,07 kPa) per satu kali minum (Anna
Palmer,2007).
Alkohol dapat memacu tekanan darah. Karena itu
90 milimeter per minggi adalah batas tertinggi yang boleh
di konsumsi. Ukuran tersebut sama dengan 6 kaleng bir (
20

360 mililiter) atau 6 gelas anggur (120 mililiter). Batas


yang masih aman mungkin berkisar 2 unit sehari ( 1 unit
berupa 1 selok minuman keras, segelas anggur, atau
seperempat liter bir). Namun akan lebih baik bila penderita
hipertensi tidak mengkonsumsi alcohol sama sekali
(Setiawan D, 2008).
7. Stress
Stres merupakan Suatu keadaan non spesifik yang
dialami penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau
lingkungan yang melebihi daya dan kemampuan untuk
mengatsi dengan efektif. Stres diduga melalui aktivitas
syaraf simpatis (syaraf yang bekerja saat beraktivitas).
Peningkatan aktivitas syaraf simpatis mengakibatkan
tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi
pada orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan
stres. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan
peninggian tekanan darah yang menetap (Kadir A, 2015).
Tingkatan stres dapat diketahui menggunakan
kriteria HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale), yang
terdiri dari 14 pertanyaan, dinilai mengunakan scoring
berkisar antara 0-56. Kategori skornya, yaitu:
(1) Tidak ada gejala dari pilihan yang ada: skor 0
(2) 1 gejala dari pilihan yang ada : skor 1
(3) < separuh dari pilihan yang ada : skor 2
(4) separuh dari pilihan yang ada : skor 3
(5) Semua gejala ada : skor 4
Kategori tingkatan stres, sebagai berikut: (Kadir A, 2015).
(1) Tidak ada stres: skor <14.
(2) Stres ringan : skor 14-20.
(3) Stres sedang : skor 21-27.
21

(4) Stres berat : skor 28-41


(5) Stres berat sekali: skor 42-56
Selain gaya hidup, tingkat stress diduga
berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah.
Seseorang mengalami stres, katekolamin yang ada di
dalam tubuh akan meningkat sehingga mempengaruhi
mekanisme aktivitas saraf simpatis dan terjadi peningkatan
saraf simpatis, ketika saraf simpatis meningkat maka akan
terjadi peningkatan kontraktilitas otot jantung sehingga
menyebabkan curah jantung meningkat, keadaan inilah
yang cenderung menjadi faktor mencetus hipertensi
(Khotimah 2013).
22

B. Kerangka Teori

HIPERTENSI

Faktor yang tidak Faktor yang dapat


dapat dimodifikasi dimodifikasi

Asupan
Usia
garam

Jenis Obesitas
kelamin

Konsumsi
alkohol

Konsumsi
kopi

Olahraga

Merokok

Stress

Gambar 2.3. Kerangka Teori


Sumber : Kaplan,2010; Kadir,2015;

Keterangan : Variable yang diteliti


Variabel yang tidak diteliti
23

C. Kerangka Konsep

Berdasarkan atas kerangka teori diatas maka disusun kerangka konsep


penelitian sebagai berikut :

Variabel bebas Variabel terikat

Usia

Jenis
Kelamin

Merokok

Obesitas
Hipertensi

Aktivitas
Olahraga

Konsumsi
Kopi

Stres

Gambar.2.4. Kerangka konsep


24

D. Landasan Teori

Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan
luas dinding pembuluh darah, tekanan darah hampir selalu dinyatakan dengan
milimeter air raksa (Mmhg) karena manometer air raksa merupakan rujukan baku
untuk pengukuran tekanan darah (Guyton & Hall, 2013).
Penyebab terjadinya hipertensi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor
saja, melainkan banyak faktor. Terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya faktor-faktor yang berhubungan dengan profil tekanan darah
dibagi menjadi 2 yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat di
modifikasi. Faktor- faktor yang tidak dapat di modifikasi adalah umur dan jenis
kelamin sedangkan yang dapat dimodifikasi meliputi, pola makan, status gizi,
rokok dan pola makan (Anggara, 2013).
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien
yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang
terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit
multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai factor
(Martaningsih, 2016).
Terdapat bukti bahwa penyebab hubungan antara konsumsi garam dan
tekanan darah dan konsumsi garam berlebih mungkin berkontribusi dalam
hipertensi yang resisten. Mekanisme hubungan asupan garam dan peningkatan
tekanan darah bukan hanya meningkatkan volume ekstraseluler tetapi juga
resistensi pembuluh perifer, yang merupakan bagian dari aktivasi simpatis.
Biasanya asupan garam antara 9-12 g/hari dan itu menunjukkan bahwa
pengurangan sekitar 5 g/hari berefek pada penurunan tekanan darah sistolik secara
moderat (1-2 mmHg) pada individu yang normotensi dan agaknya efeknya lebih
terungkap pada individu yang hipertensi (1-4 mmHg) (Mancia, 2013).
Pengaruh kopi terhadap tekanan darah akan menimbulkan dampak pada
kesehatan masyarakat, karena kopi dikonsumsi secara luas di masyarakat. Kopi
mengandung kafein yang memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap
25

reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi


sejumlah fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokontriksi
dan meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah
naik (Martiani, 2012).
Merokok adalah faktor resiko mayor terhadap kejadian aterosklerotik.
Merokok menyebabkan peningkatan akut tekanan darah dan denyut jantung, yang
berlangsung lebih dari 15 menit setelah mengisap 1 batang rokok, sebagai
akibatnya akan menstimulasi sistem saraf simpatis pada tingkat pusat. Perubahan
yang sama terjadi dalam katekolamin plasma dan tekanan darah, disertai dengan
kerusakan refleks baroreseptor yang diakibatkan oleh rokok (Mancia et al, 2015).
Selain gaya hidup, tingkat stress diduga berpengaruh terhadap peningkatan
tekanan darah. Seseorang mengalami stres, katekolamin yang ada di dalam tubuh
akan meningkat sehingga mempengaruhi mekanisme aktivitas saraf simpatis dan
terjadi peningkatan saraf simpatis, ketika saraf simpatis meningkat maka akan
terjadi peningkatan kontraktilitas otot jantung sehingga menyebabkan curah 25
jantung meningkat, keadaan inilah yang cenderung menjadi faktor mencetus
hipertensi (Khotimah 2013).
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi
pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah
dalam satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah
pada saat tidur malam hari (Sigarlaki, 2006)

E. Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status gizi/
obesitas, kebiasaan merokok, aktifitas olahraga, konsumsi kopi, stress
dengan hipertensi di Puskesmas Donggala Tahun 2018
H1 : Terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status gizi/
obesitas, kebiasaan merokok, aktifitas olahraga, konsumsi kopi, stress
dengan hipertensi di Puskesmas Donggala Tahun 2018
26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional, yaitu
suatu penelitian survey analitik. Rencana penelitian menggunakan data
sekunder (Family Folder dan kartu menuju sehat Pos binaan terpadu) dan
data primer melalui kuesioner dan pengukuran secara langsung. Studi yang
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan objektif untuk
mengetahui apakah satu atau lebih variabel independen merupakan faktor
risiko dari suatu variabel dependen.

B. Lokasi dan waktu penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Donggala.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Februari tahun 2018

C. Populasi dan sampel penelitian


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Donggala
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Nursalam,2003). Pengambilan
sampel dilakukan secara purposive sampling, yang didasarkan atas
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah
100 responden.
27

Besar sampel pada penelitian ini diperoleh berdasarkan besar


populasi dewasa dan lansia (usia 18 sampai 70 tahun keatas) dengan
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)2
36.101
𝑛=
1 + 36.101(0.1)2
36.101
𝑛=
362,01
𝑛 = ≈ 100
Jumlah sampel minimal yang diambil sebanyak 100 responden.
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi dewasa dan lansia di Puskesmas Donggala
d = Tingkat kesalahan/ketepatan yang digunakan 0.10 (10%)

Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah :

Kriteria inklusi :

1) Pria dan wanita dewasa


2) Mempunyai umur ≥18 tahun
3) Penderita yang berasal dari wilayah kerja Puskesmas Donggala
4) Bersedia menjadi responden dalam penelitian

Kriteria Eksklusi :

1) Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik


28

D. Definisi operasional variabel dan Pengukurannya

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang akan


diamati (diukur) sesuai dengan yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003).

Tabel 3.1 Variabel

Definisi Kriteria Skala


No Variabel Alat ukur
Operasional objektif Ukur
Dependen
1 Hipertensi Hipertensi Pengukuran 0. Tidak Nominal
berdasarkan menggunakan Hipertensi
pemeriksaan tensimeter 1. Hipertensi
tekanan darah yang telah
menggunakan dikalibrasi
tensi meter
≥130/90 mmHg
minimal 2 kali
pemeriksaan yang
di diagnosis oleh
dokter puskesmas

Independen
1 Umur Jumlah tahun Kuesioner 0. 18-44 tahun Nominal
hidup pasien 1. >45 tahun
sampai sekarang

2 Status Gizi Berat badan (BB) IMT 0. Tidak obesitas Ordinal


yang diukur 1. Obesitas
dengan timbangan
berat badan
dengan satuan
kilogram (Kg)
29

berbanding tinggi
badan (TB) atau
tinggi dari
responden yang
akan diukur
dengan
menggunakan
hasil dari
perhitumgan IMT

3. Kebiasaan Responden Kuesioner 0. tidak Nominal


Merokok dewasa yang merokok
mempunyai 1. perokok
kebiasaan
merokok dengan
jenis apapun atau
yang terpapar
rokok

4. Aktifitas Responden yang Kuesioner 0. Olahraga Ordinal


Olahraga mempunyai rutin
kebiasaan 1. Olahraga
berolahraga tidak rutin
dengan rutin (<30 menit,
minimal 3 <3 kali per
kali/minggu (30 minggu)
menit/kali)

6. Konsumsi Riwayat konsumsi Kuesioner 0. Tidak pernah Ordinal


Kopi kopi oleh 1. Jarang : skor
responden 1
yang 2. Sering : skor
diakumulasikan ≥ 10.
30

sehari-hari dalam
1 minggu
1. Tidak Pernah:
skor 0
2. Jarang
(<1xminggu)
:skor 1
3. setiaphari : skor
10
6. > 1 x per hari:
skor 50

7. Stres Suatu keadaan Kuesioner 0. Tidak ada stres Ordinal


nonspesifik yang Hamilton 1. Stress (skor
dialami responden Anxiety >14)
akibat tuntutan Rating
emosi,fisik atau Scale
lingkungan (HARS)
yangmelebihi
daya dan
kemampuan
responden untuk
mengatasi dengan
efektif yang
dirasakan selama
satu minggu
terakhir.
31

E. Instrumen dan alat penelitian

Instrumen dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
stetoskop Litmann, sphygmomanometer Riester, timbangan one mad yang telah
dikalibrasi, meteran tinggi badan microtoice statumeter GEA, Kuesioner
(termasuk kuesioner stress HARS) yang telah digunakan serta divalidasi oleh
Budi arityaningrum tahun 2015 dan family folder di Puskesmas Kamonji

F. Cara Pengumpulan Data


1. Cara Kerja
A. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
B. Melakukan studi pendahuluan
C. Merumuskan hipotesis
D. Mengidentifikasi variabel dan definisi operasional variabel
E. Menentukan rancangan dan desain penelitian
F. Menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian
G. Menentukan subjek penelitian
H. Melaksanakan penelitian
I. Melakukan analisis data
J. Merumuskan hasil penelitian dan pembahasan
K. Menyusun laporan penelitian dan melakukan desiminasi.

G. Pengolahan dan Analisis Data


a. Kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi :
1. Pemeriksaan Data (Editing)
Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, kejelasan makna
jawaban, konsistensi maupun kesalahan datanya.
2. Penandaan (Coding)
Masing – masing data akan diberikan kode sesuai dengan yang telah
ditetapkan sebelumnya agar memudahkan pengolahannya.
3. Pemindahan data ke Komputer (entry)
32

Data yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam program dan


akan diolah menggunakan komputer.
4. Tabulating
Menyusun seluruh data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel. Dimana
data yang memiliki kriteria yang sama dikelompokkan dengan teliti dan
teratur sebelum dimasukkan ke dalam tabel.
b. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS
1. Analisis Univariat
Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk
menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas
(independen), variable terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik
responden.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisa untuk mengetahui interaksi
duavariabel, baik berupa komparatif, asosiatif, maupun korelatif.Uji
statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah chi square, uji chi
square dan uji Wilcoxon digunakan untuk menganalisa hubungan variabel
kategori dan variabel kategori dengan tingkat kemaknaan (α) 0,05
(sebesar 95 %).

H. Etika Penelitian
1. Pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian tanpa adanya paksaan dari
pihak peneliti karena diberikan informed consent terlebih dahulu
2. Pasien hanya akan diminta melakukan pemeriksaan kesehatan yang tidak
membahayakan nyawanya.
3. Penelitian ini tidak dipungut biaya dan akan bermanfaat.
4. Semua data yang didapat akan disimpan secara rahasia dan tanpa nama guna
menjaga kerahasiaan data medis subyek.
33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

UPTD Donggala merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Kabupaten


Donggala yang mempunyai wilayah kerja 22 Desa/Kelurahan, letak UPTD.
Puskesmas Donggala berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :
o Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Palu
o Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Palu
o Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lembasada
o Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar
Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika kabupaten Donggala,
suhu udara di Kabupaten Donggala untuk dataran tinggi berkisar antara 23,5°C -
24,7°C dan dataran rendah berkisar antara 31,3°C - 36,2°C dengan kelembaban
udara rata-rata berkisar antara 74% - 83%. Rata-rata suhu maksimum kabupaten
Donggala berkisar antara 33,92°C sedangkan rata-rata minimum sekitar 24,11°C.

Secara klimatologi keadaan curah hujan di Wilayah UPTD Puskesmas


Donggala dipengaruhi oleh keadaan geografis dan perputaran/pertemuan arus
udara. Rata-rata curah hujan di wilayah Puskesmas Donggala bahwa frekuensi
curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan jumlah hari hujan
sebanyak 15 hari dan curah hujan mencapai 401 mm, sedangkan frekuensi curah
hujan yang terendah terjadi pada bulan April, Agustus dan September dengan
jumlah hari hujan sebanyak 4 haridan curah hujan mencapai 64 mm pada tahun
2016. Keadaan angin yang terjadi di wilayah Puskesmas Donggala mempunyai
kecepatan maksimum antara 18 - 23 mm knots sedangkan kecepatan angin rata-
rata berkisar antara 5 - 7 knots.
Jumlah Penduduk wilayah kerja UPTD Puskesmas Donggala 44.593 Jiwa,
yang terdiri dari laki-laki 22.740 Jiwa dan perempuan 21.852 Jiwa. Berdasarkan
data Statistik di Wilayah UPTD Puskesmas Donggala, jumlah penduduk pada
Tahun 2016 adalah sebesar 44.593 Jiwa. Jika dibandingkan dengan laju
34

pertumbuhan penduduk pada Tahun 2015 adalah sebesar 43.735 Jiwa, maka
terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk sebesar 858 Jiwa. Berdasarkan
perbandingan, luas wilayah UPTD Puskesmas Donggala 172,0 km² dengan
jumlah penduduk sebesar 44.593 Jiwa, dan jumlah keluarga diperkirakan
sebanyak 11.765 KK dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk rata-rata sebesar
259 km² meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 254 km².

B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Donggala pada tanggal 13 Februari
2018 - 27 Februari 2018. Data yang diambil adalah data pasien yang datang
berobat ke Puskesmas Donggala dan yang menikuti Posbinaan Terpadu
(Posbindu) pada tanggal 13 Februari sampai 27 Februari tahun 2018 yang
berjumlah 100 orang. Pengambilan data dilakukan berdasarkan family folder dan
Kartu Menuju Sehat (KMS) Posbindu Puskesmas Donggala dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi Peneliti kemudian melakukan
pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Analisis data dari hasil
penelitian ini dilakukan dengan tiga cara yaitu analisis univariat, analisis bivariat,
dan analisis multivariat dengan menggunakan uji Chi square.
1. Analisa Data Univariat
a. Usia
Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan usia
Usia Jumlah Persentase (%)
18-44 tahun 37 37
>45 tahun 63 63
Total 100 100
Sumber : Data sekunder (Family Folder, 2018; KMS,2018)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat distribusi kelompok usia di
wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak
adalah kelompok usia 45 tahun ke atas (n=63, 63%) dilanjutkan dengan
kelompok usia 18-44 tahun (n=37, 37%)
35

b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Laki-laki 52 52
Perempuan 48 48
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat distribusi jenis kelamin di
wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak
adalah jenis kelamin laki-laki (n=52, 52%) dilanjutkan dengan jenis
kelamin perempuan (n=48, 48%).

c. Status Gizi
Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan Status Gizi
Status Gizi Jumlah Persentase (%)
Tidak Obesitas 55 55
Obesitas 45 45
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan)
Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat distribusi berdasarkan status
gizi yaitu sebanyak 45 orang (45%) mengalami obesitas dan sebanyak 55
orang (55%) tidak mengalami obesitas.

d. Kebiasaan merokok
Table 4.4 Distribusi sampel berdasarkan Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok Jumlah Persentase (%)
Perokok 61 61
Tidak Perokok 39 39
Total 100 100
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
36

Berdasarkan table 4.4 dapat dilihat distribusi berdasarkan


kebiasaan merokok yaitu sebanyak 61 orang (61%) merupakan perokok
dan sebanyak 39 orang (39%) bukan perokok.

e. Konsumsi Kopi
Tabel 4.5 Distribusi sampel berdasarkan Konsumsi kopi
Konsumsi Kopi Jumlah Persentase (%)

Tidak Pernah 68 68

Jarang 23 23

Sering 9 9

Total 100 100

Sumber : Data Primer (Kuesioner)


Berdasarkan table 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang
tidak pernah mengkonsumsi kopi sebanyak 68 orang (68 %), jarang
mengkonsumsi kopi sebanyak 23 orang (23 %), dan sering mengkonsumsi
kopi sebanyak 9 orang (9 %).

f. Aktivitas Olahraga
Tabel 4.6 Distribusi sampel berdasarkan Aktivitas Olahraga
Aktivitas Olahraga Jumlah Persentase (%)

Tidak Olahraga rutin 76 76

Olahraga rutin 24 24

Total 96 100.0

Sumber : Data primer (Kuesioner)


37

Berdasarkan 4.6 dapat dilihat bahwa jumlah jumlah responden yang


tidak olahraga rutin sebanyak 76 orang (76 %) dan olahraga rutin sebanyak
24 orang (24 %).

g. Stres
Tabel 4.8 Distribusi sampel berdasarkan stres
Stres Jumlah Persentase (%)
Tidak stres 21 52
Stress 79 48
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat distribusi stres pada responden
di wilayah kerja Puskesmas Kamonji yaitu responden yang mengalami
stres (n=79, 79%) dilanjutkan dengan responden yang tidak mengalami
stres (n=21, 21%).

h. Hipertensi
Tabel 4.9 Distribusi sampel berdasarkan Hipertensi
Stres Jumlah Persentase (%)
Tidak hipertensi 53 53
Hipertensi 47 47
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Pengukuran Tekanan Darah)
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat distribusi kejadian hipertensi
pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala yaitu responden
yang mengalami hipertensi (n=47, 47%) dilanjutkan dengan responden
yang tidak mengalami hipertensi (n=53, 53%).

2. Analisa Data Bivariat


Analisis data bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
kejadian hipertensi terhadap faktor-faktor resiko dari hipertensi yakni usia,
38

jenis kelamin, konsumsi kopi, konsumsi alkohol, perokok, obesitas, aktivitas


olahraga dan stres. Uji statistik yang digunakan untuk mencari tahu hubungan
tersebut adalah uji Chi Square.
a. Hubungan usia dengan kejadian hipertensi
Tabel 4.10 Hubungan usia dengan Kejadian Hipertensi
Hipertensi
Usia TOTAL P
Tidak Hipertensi Hipertensi value

N % n % N %
18-44 29 29% 8 8% 37 37%
tahun 0,001
≥45 24 24% 39 39% 63 63 %
tahun

Jumlah 53 53 47 47 100 100

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS


menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara
usia dengan kejadian hipertensi pada responden yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan
data pada tabel 4.10 terlihat bahwa sebanyak 29 orang (29%) berusia 18-
44 tahun yang tidak menderita hipertensi dan 8 orang (8%) berusia 18-44
tahun yang menderita Hipertensi. Sebanyak 24 orang (24%) tidak
menderita hipertensi dan sebanyak 39 orang (39%) berusia ≥ 45 tahun
yang mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden
yang memiliki usia ≥ 45 tahun lebih banyak mengalami hipertensi
daripada responden yang memiliki memiliki usia 18-44 tahun. Hal ini juga
didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,001, artinya
H1 diterima.
39

b. Hubungan jenis kelamin dengan Kejadian hipertensi


Tabel 4.11 Hubungan jenis kelamin dengan Keladian hipertensi
Hipertensi
Jenis TOTAL P
kelamin Tidak Hipertensi Hipertensi value

N % N % N %
Perempuan 36 36 12 12 48 48 0,000

Laki-laki 17 17 35 35 52 52

Jumlah 53 53 47 47 100 100

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS


menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara
jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja
Puskesmas Donggala pada bulan januari tahun 2018. Berdasarkan data
pada tabel 4.11 terlihat bahwa sebanyak 36 orang (36%) berjenis kelamin
perempuan tidak menderita hipertensi dan 12 orang (12%) berjenis
kelamin perempuan menderita hipertensi. Pada responden berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 17 orang (17%) tidak menderita hipertensi dan
sebanyak 35 orang (35%) berjenis kelamin laki-laki mengalami hipertensi.
Dari data di atas terlihat bahwa responden jenis kelamin laki-laki lebih
banyak mengalami hipertensi daripada responden perempuan. Hal ini juga
didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya
H1 diterima.
40

c. Hubungan status gizi dengan Kejadian hipertensi


Tabel 4.12 Hubungan status gizi dengan Kejadian hipertensi
Hipertensi
Status gizi TOTAL P
Tidak Hipertensi Hipertensi value

N % N % N %
Tidak 40 40 15 15 55 55 0,000
obesitas

Obesitas 13 13 32 32 45 45

Jumlah 53 53 47 47 100 100

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS


menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara
obesitas dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja
Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data
pada tabel 4.12 terlihat bahwa sebanyak 40 orang (40%) tidak mengalami
obesitas serta tidak menderita hipertensi dan 15 orang (15%) tidak
mengalami obesitas menderita hipertensi. Pada responden yang mengalami
obesitas sebanyak 13 orang (13%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak
32 orang (32%) mengalami obesitas serta mengalami hipertensi. Dari data
di atas terlihat bahwa responden yang mengalami obesitas lebih banyak
mengalami hipertensi daripada responden yang tidak obesitas. Hal ini juga
didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya
H1 diterima.
41

d. Hubungan perokok dengan Kejadian hipertensi


Tabel 4.13 Hubungan perokok dengan Kejadian hipertensi
Hipertensi
Perokok TOTAL P
Tidak Hipertensi Hipertensi value

N % N % N %
Tidak 28 28 11 11 39 39 0,005

Ya 25 25 36 36 61 61

Jumlah 53 53 47 47 100 100

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS


menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara
perokok dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja
Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data
pada tabel 4.13 terlihat bahwa sebanyak 28 orang (28%) tidak perokok
serta tidak menderita hipertensi dan 11 orang (11%) tidak perokok serta
menderita hipertensi. Pada responden perokok sebanyak 25 orang (25%)
tidak menderita hipertensi dan sebanyak 36 orang (36%) perokok serta
mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden perokok
lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden tidak perokok. Hal
ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,005,
artinya H1 diterima.
42

e. Hubungan konsumsi kopi dengan Kejadian Hipertensi


Tabel 4.15 Hubungan konsumsi kopi dengan Kejadian hipertensi
Hipertensi
Konsumsi TOTAL P
kopi Tidak Hipertensi value
hipertensi
N % N % N %
Tidak 31 31% 37 37% 68 68% 0,546
pernah

Jarang 16 16% 7 7% 23 23 %

Sering 6 6% 3 3% 9 9%

Jumlah 53 653% 47 47% 100 100

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS


menggunakan uji Wilcoxon diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan
antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi pada responden di
wilayah kerja Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018.
Berdasarkan data pada tabel 4.15 terlihat bahwa sebanyak 31 orang (31%)
tidak mengkonsumsi kopi serta tidak menderita hipertensi dan 37 orang
(37%) tidak mengkonsumsi kopi menderita hipertensi. Pada responden
jarang mengkonsumsi kopi sebanyak 16 orang (16%) tidak mengalami
hipertensi dan sebanyak 7 orang (7%) jarang mengkonsumsi kopi
menderita hipertensi. Pada responden yang sering mengkonsumsi kopi
sebanyak 6 orang (6%) tidak mengalami hipertensi dan sebanyak 3 orang
(3%) mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden
sebagian besar tidak pernah mengkonsumsi kopi serta tidak mengali
hipertensi. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p > nilai
α yaitu 0,546, artinya H0 diterima.
43

f. Hubungan aktivitas olahraga dengan Kejadian hipertensi


Tabel 4.16 Hubungan aktivitas olahraga dengan Kejadian hipertensi
Hipertensi
Aktivitas TOTAL P
olahraga Tidak Hipertensi Hipertensi value

N % N % N %
Olahraga 22 22 2 2 24 24 0,000
rutin

Olahraga 31 31 45 45 76 76
tidak rutin

Jumlah 53 53 47 47 100 100

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS


menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara
aktivitas olahraga rutin dengan kejadian hipertensi pada responden di
wilayah kerja Puskesmas Kamonji Palu pada bulan januari tahun 2018.
Berdasarkan data pada tabel 4.16 terlihat bahwa sebanyak 22 orang (22%)
rutin berolahraga tidak menderita hipertensi dan 2 orang (2%) rutin
berolahraga menderita hipertensi. Pada responden yang melakukan
aktivitas olahraga tidak rutin sebanyak 31 orang (31%) tidak menderita
hipertensi dan sebanyak 45 orang (45%) melakukan aktivitas olahraga
tidak rutin mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa
responden yang melakukan aktivitas olahraga tidak rutin lebih banyak
mengalami hipertensi daripada responden yang rutin berolahraga. Hal ini
juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000,
artinya H1 diterima.
44

g. Hubungan stres dengan Kejadian hipertensi


Tabel 4.17 Hubungan stres dengan Kejadian hipertensi
Hipertensi
Stress TOTAL P
Tidak Hipertensi Hipertensi value

N % N % N %
Tidak stres 16 16 5 5 21 21 0,017

Stress 37 37 42 42 79 79

Jumlah 53 53 47 47 100 100

Dari hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS


menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa terdapat hubungan antara
jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada responden di wilayah kerja
Puskesmas Donggala pada bulan Februari tahun 2018. Berdasarkan data
pada tabel 4.17 terlihat bahwa sebanyak 16 orang (16%) tidak mengalami
stres tidak menderita hipertensi dan 5 orang (5%) tidak mengalami stres
menderita hipertensi. Pada responden yang mengalami stres sebanyak 37
orang (37%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 42 orang (42%)
mengalami stress serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat
bahwa responden yang mengalami stres lebih banyak mengalami
hipertensi daripada responden yang tidak mengalami stres. Hal ini juga
didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,017, artinya
H1 diterima.

B. Pembahasan
a. Usia
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat distribusi kelompok usia di wilayah
kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah
kelompok usia 45 tahun ke atas (n=63, 63%) dilanjutkan dengan kelompok
usia 18-44 tahun (n=37, 37%). Berdasarkan data pada tabel 4.10 terlihat
45

bahwa sebanyak 29 orang (29%) berusia 18-44 tahun yang tidak menderita
hipertensi dan 8 orang (8%) berusia 18-44 tahun yang menderita Hipertensi.
Sebanyak 24 orang (24%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 39 orang
(39%) berusia ≥ 45 tahun yang mengalami hipertensi.
Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi
pada responden dilakukan uji statistik menggunakan Chi Square dan
diperoleh nilai p < nilai α yaitu 0,001, artinya terdapat hubungan usia dengan
kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi
dkk (2011) yaitu ada hubungan yang bermakna antara umur lansia (60- 90
tahun) dengan tekanan darah. Tingginya hipertensi sejalan dengan
bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh
darah besar, sehingga pembuluh darah menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya
tekanan darah sistolik.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
lidya (2016) yaitu diperoleh nilai p = 0,025, sehingga menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara umur dan tingkat hipertensi. Hal ini
disebabkan karena tekanan arterial yang meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia, sehingga akan terjadi regurgitasi aorta, serta terjadi proses
degenerative, yang lebih sering pada usia tua.
Pertambahan usia menyebabkan adanya perubahan fisiologi dalam
tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat terjadi penumpukan zat berupa
kolagen pada lapisan otot, pembuluh darah akan mulai mengalami
penyempitan dan menjadi kaku sejak usia 45 tahun. Selain itu terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya
sensitivitas baroreseptor (pengaturan tekanan darah) dan peran ginjal duntuk
mengalirkan darah ginjal serta menurunnya laju filtrasi glomerulus.
(Arif,2013)
46

b. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat distribusi jenis kelamin di wilayah
kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah jenis
kelamin laki-laki (n=52, 52%) dilanjutkan dengan jenis kelamin perempuan
(n=48, 48%). Berdasarkan data pada tabel 4.11 terlihat bahwa sebanyak 36
orang (36%) berjenis kelamin perempuan tidak menderita hipertensi dan 12
orang (12%) berjenis kelamin perempuan menderita hipertensi. Pada
responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (17%) tidak
menderita hipertensi dan sebanyak 35 orang (35%) berjenis kelamin laki-laki
mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden jenis
kelamin laki-laki lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden
perempuan. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α
yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi di wilayah kerja Puksesmas Kamonji tahun 2018.
Jenis kelamin merupakan tanda-tanda seks sekunder yang
diperlihatkan oleh seseorang. Cara menentukan jenis kelamin pada penelitian
ini adalah dengan melakukan pengamatan langsung pada responden. Faktor
jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, pria lebih banyak yang
menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup
yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibanding wanita. Namun
setelah memasuki menepouse, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Black dan Izzo (2000)
yang menyatakan bahwa kejadian hipertensi akan lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan pada usia dibawah 55 tahun dan akan menjadi
sebanding pada usia 55-75 tahun.

c. Status Gizi

Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat distribusi berdasarkan status gizi


yaitu sebanyak 45 orang (45%) mengalami obesitas dan sebanyak 55 orang
(55%) tidak mengalami obesitas. Berdasarkan data pada tabel 4.12 terlihat
47

bahwa sebanyak 40 orang (40%) tidak mengalami obesitas serta tidak


menderita hipertensi dan 15 orang (15%) tidak mengalami obesitas menderita
hipertensi. Pada responden yang mengalami obesitas sebanyak 13 orang
(13%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 32 orang (32%) mengalami
obesitas serta mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa
responden yang mengalami obesitas lebih banyak mengalami hipertensi
daripada responden yang tidak obesitas. Hal ini juga didukung dengan uji
statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan status
gizi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun
2018.
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan nutriture dalam bentuk variabel
tertentu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggara (2012) bahwa
ditemukan hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kejadian
hipertensi.. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Asrinawaty
(2014) yaitu terdapat hubungan yang bermakna anatara status gizi dengan
kejadian hipertensi lansia (p = value = 0,031). Nilai p value < 0,05.
Selain itu, menurut Depkes (2006), risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang
yang berat badannya normal, selain itu Indeks Massa Tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah terutama tekanan darah sistolik.
Dari sekian banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara
status gizi dengan kejadian hipertensi pada lansia dan diduga peningkatan
berat badan memainkan peranan penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi pada lansia, gizi lebih juga erat kaitannya dengan kegemaran
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak.

d. Kebiasaan merokok

Berdasarkan table 4.4 dapat dilihat distribusi berdasarkan kebiasaan


merokok yaitu sebanyak 61 orang (61%) merupakan perokok dan sebanyak
48

39 orang (39%) bukan perokok. Berdasarkan data pada tabel 4.13 terlihat
bahwa sebanyak 28 orang (28%) tidak perokok serta tidak menderita
hipertensi dan 11 orang (11%) tidak perokok serta menderita hipertensi. Pada
responden perokok sebanyak 25 orang (25%) tidak menderita hipertensi dan
sebanyak 36 orang (36%) perokok serta mengalami hipertensi. Dari data di
atas terlihat bahwa responden perokok lebih banyak mengalami hipertensi
daripada responden tidak perokok. Hal ini juga didukung dengan uji statistik
dimana nilai p < nilai α yaitu 0,005, artinya terdapat hubungan kebiasaan
merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala
tahun 2018.
Merokok adalah kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan pernah
merokok dalam kehidupan responden. Data dikategorikan menjadi tiga, yaitu
merokok jika saat ini responden memiliki kebiasaan/perilaku merekok dan
atau pernah memiliki kebiasaan/ perilaku merokok sebelumnya baik itu
merupakan perokok ringan, perokok sedang, maupun perokok berat. Tidak
merokok jika responden menyatakan dirinya tidak memiliki
kebiasaan/perilaku merekok dan atau tidak pernah memiliki kebiasaan/
perilaku merokok sebelumnya. Perokok pasif yaitu responden sering terpapar
oleh asap rokok dilingkungan rumah dan atau lingkungan kerja.
Depkes (2008) menambahkan bahwa asap dari rokok juga berdampak
terhadap orang yang menghirupnya (disebut perokok pasif) untuk terjadinya
penyakit. Para ilmuwan membuktikan bahwa zat-zat kimia didalam rokok
juga mempengaruhi kesehatan seseorang yang tidak merokok disekitar
perokok. Dampak bahaya merokok tidak langsung bisa dirasakan dalam
jangka pendek tetapi terakumulasi beberapa tahun kemudian, terasa setelah
10-20 tahun pasca terpapar. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,dan mengakibatkan
proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-
49

otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin


meningkatkan risiko kerusakan pada pernbuluh darah arteri.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ftrina
Yossi (2014) terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian hipertensi.
Dari Uji Statistik didapatkan p = 0,092 (p ≤ 0,1) sehingga terdapat hubungan
yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada
lanjut usia.

e. Konsumsi kopi

Berdasarkan table 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang


tidak pernah mengkonsumsi kopi sebanyak 68 orang (68 %), jarang
mengkonsumsi kopi sebanyak 23 orang (23 %), dan sering mengkonsumsi
kopi sebanyak 9 orang (9 %). Berdasarkan data pada tabel 4.15 terlihat
bahwa sebanyak 31 orang (31%) tidak mengkonsumsi kopi serta tidak
menderita hipertensi dan 37 orang (37%) tidak mengkonsumsi kopi menderita
hipertensi. Pada responden jarang mengkonsumsi kopi sebanyak 16 orang
(16%) tidak mengalami hipertensi dan sebanyak 7 orang (7%) jarang
mengkonsumsi kopi menderita hipertensi. Pada responden yang sering
mengkonsumsi kopi sebanyak 6 orang (6%) tidak mengalami hipertensi dan
sebanyak 3 orang (3%) mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa
responden sebagian besar tidak pernah mengkonsumsi kopi serta tidak
mengali hipertensi. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p >
nilai α yaitu 0,546, artinya tidak terdapat hubungan konsumsi kopi dengan
kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruus
(2016) tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi kopi dengan
kejadian hipertensi (p=0,942). Selain itu terdapat pula penelitian
Wilkenmayer. (2005) yang menjelaskan tidak ada hubungan kebiasaan
minum kopi dengan kejadian hipertensi. Pada penilitian ini selain konsumsi
kopi masih banyak lagi faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian
50

hipertensi. Responden yang memiliki usia ≥45 tahun tidak mengkonsumsi


kopi karena mereka takut terkena penyakit gastritis sehingga dapat
berpengaruh pada hasil penilitian ini karena jumlah responden usia ≥ 45 tahun
lebih banyak. Hipertensi dapat terjadi jika konsumsi kopi sering dalam sehari
(3-6 gelas/hari) sedangkan dalam penelitian ini jumlah responden yang sering
mengkonsumsi kopi hanya 9 orang.
Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih kontroversial.
Kopi mempengaruhi tekanan darah karena mengandung kafein yang memiliki
efek antagonis terhadap reseptor adenosin. Hal ini berdampak pada
vasokonstriksi dan meningkatnya resistensi perifer. Kandungan kafein pada
secangkir kopi sekitar 80-125 mg. Pria yang mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir
per hari memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan yang
mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari dan memiliki tekanan darah yang lebih
rendah jika tidak mengkonsumsi kopi.

f. Aktivitas olahraga
Berdasarkan data pada tabel 4.16 terlihat bahwa sebanyak 22 orang
(22%) rutin berolahraga tidak menderita hipertensi dan 2 orang (2%) rutin
berolahraga menderita hipertensi. Pada responden yang melakukan aktivitas
olahraga tidak rutin sebanyak 31 orang (31%) tidak menderita hipertensi dan
sebanyak 45 orang (45%) melakukan aktivitas olahraga tidak rutin mengalami
hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang melakukan
aktivitas olahraga tidak rutin lebih banyak mengalami hipertensi daripada
responden yang rutin berolahraga. Hal ini juga didukung dengan uji statistik
dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan aktivitas
olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pranama, 2012 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik
dengan kejadian hipertensi Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko
menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) karena meningkatkan risiko
51

kelebihan bera badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Kejadian
hipertensi kemungkinan dipengaruhi oleh faktor aktifitas olahraga subjek
penelitian. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah.
Olahraga yang adekuat dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan
semua penyebab mortalitas termasuk hipertensi.

g. Stres
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat distribusi stres pada responden di
wilayah kerja Puskesmas Donggala yaitu responden yang mengalami stres
(n=79, 79%) dilanjutkan dengan responden yang tidak mengalami stres
(n=21, 21%). Berdasarkan data pada tabel 4.17 terlihat bahwa sebanyak 16
orang (16%) tidak mengalami stres tidak menderita hipertensi dan 5 orang
(5%) tidak mengalami stres menderita hipertensi. Pada responden yang
mengalami stress sebanyak 37 orang (37%) tidak menderita hipertensi dan
sebanyak 42 orang (42%) mengalami stres serta mengalami hipertensi. Dari
data di atas terlihat bahwa responden yang mengalami stres lebih banyak
mengalami hipertensi daripada responden yang tidak mengalami stres. Hal ini
juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,017 artinya
terdapat hubungan stres dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Donggala tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arifin dkk (2016) Dari
hasil analisis uji statistik menggunakan chi-square pada penelitian ini
didapatkan nilai p <0,0001 (p < 0,05), artinya terdapat hubungan yang
bermakna antara stres dengan kejadian hipertensi. Hasil dari penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andria (2012) yang
menggunakan desain studi cross-sectional tersebut melalui Uji Chi Square
dengan tingkat kepercayaan 95% (p = 0,05) didapatkan nilai p (value) = 0,047
sehingga terdapat hubungan stres dengan kejadian hipertensi. Stress
52

mempunyai pengaruh terhadap tingkat kejadian hipertensi. Stres akan


meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan keluaran dari jantung.
Stres akan memicu pengeluaran hormon kortisol dan epinefrin yang
berhubungan dengan imunosupresi, aritmia, dan peningkatan tekanan darah
serta denyut jantung. Stres yang tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan berbagai penyakit salah satunya yaitu hipertensi.
Namun, hal yang perlu diperhatikan terkait dengan variabel stres ini
adalah adanya bias informasi, seperti responden merasa malu dan tidak jujur
pada saat menjawab kuesioner, serta bias waktu karena ketika dilakukan
pengumpulan data responden sedang tidak mengalami stres atau masalah
tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya stress berkepanjangan.
Dimaksudkanpula bahwa kemungkinan stres yang dialami oleh lansia dapat
segera diatasi sehingga tidak menimbulkan efek yang berkepanjangan.
Sutanto (2010) mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan
untuk mengendalikan respon relaksasinya dengan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan dan bernapas secara teratur. Hal ini dapat mengatasi stres
yang dialami oleh orang tersebut.
53

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan usia
dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018
dengan nilai p=0,001.
2. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan jenis
kelamin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puksesmas Donggala
tahun 2018 dengan nilai p=0,000.
3. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan status
gizi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun
2018 dengan nilai p=0,000.
4. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan
kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,005.
5. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni tidak terdapat hubungan
konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,546.
6. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan aktivitas
olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,000.
7. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan aktivitas
olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,017
54

B. Saran

1. Bagi instansi kesehatan


Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan dimanfaatkan bagi petugas
kesehatan dalam memberikan pengetahuan mengenai faktor resiko penyakit
hipertensi serta memberi informasi kepada lembaga atau instansi kesehatan
lainnya untuk dapat mengadakan Health Promotion mengenai faktor resiko
hipertensi

2. Bagi penelitian selanjutnya


Untuk penelitian selanjutnya, disarankan kepada peneliti agar melanjutkan
penelitian dengan mencari faktor-faktor lain yang berpengaruh, seperti : ras,
genetik, status pasangan, konsumsi garam, serta kepatuhan minum obat
pengontrol tekanan darah terhadap kejadian hipertensi.

3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang Penyakit hipertensi dan
menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor resiko hipertensi
55

LAMPIRAN
56

LAMPIRAN 1 : DOKUMENTASI

Melakukan Pengisian Kuesioner di Loli Saluran, Donggala

Pemeriksaan di Posbindu
57

LAMPIRAN 2 : MASTER DATA SPSS


JENIS STATUS AKTIVITAS KONSUMSI HIPER-
NAMA USIA KELAMIN GIZI PEROKOK OLAHRAGA KOPI STRES TENSI
AD 1 1 1 1 1 0 1 1
FA 0 1 0 1 1 1 1 1
EM 1 1 0 1 1 0 1 1
IB 1 0 0 0 1 0 0 0
MA 0 1 1 1 1 1 1 1
MF 1 1 1 1 1 0 1 1
SI 1 0 1 0 1 0 1 1
N 1 0 1 0 1 1 1 1
IF 0 1 1 1 1 2 0 0
RA 1 1 0 1 1 0 1 1
RE 0 0 0 1 0 2 0 0
MO 1 1 1 1 1 0 1 1
MA 1 0 1 0 1 0 1 0
TI 0 1 1 1 1 2 1 1
AZ 0 0 0 0 1 2 0 0
BU 1 1 1 1 1 0 1 1
BI 1 0 0 0 1 0 1 1
AI 1 0 0 0 1 0 1 0
MZ 1 0 0 0 1 0 0 0
NA 1 1 1 1 1 0 1 1
NR 0 0 0 1 1 1 1 0
ZA 1 1 1 1 1 0 0 1
TA 1 1 0 1 1 0 1 0
SA 0 0 0 0 1 1 1 0
AR 0 1 1 1 1 2 1 1
NAU 1 1 0 1 1 0 1 0
RI 0 0 0 0 0 1 0 0
MR 1 1 0 1 1 0 1 1
MS 1 1 0 1 1 0 1 1
NUA 1 1 1 1 1 1 1 1
RAI 1 0 0 0 1 0 0 0
MR 0 0 0 1 1 1 1 0
AH 0 1 0 1 0 1 1 0
RA 0 0 0 0 1 1 1 0
NUF 1 1 1 1 1 0 1 1
IF 1 1 1 1 1 1 1 1
KA 1 0 0 1 0 0 0 0
AN 0 0 1 0 0 1 1 0
RA 1 0 1 0 1 0 1 1
58

AL 1 0 1 0 1 0 1 0
FA 0 0 0 1 1 1 0 0
NY 1 0 1 0 1 0 1 0
VR 0 0 0 0 0 1 1 0
AS 1 1 1 1 1 0 1 1
NA 1 0 0 0 1 0 1 0
MH 0 1 0 1 0 2 1 0
VI 1 0 1 0 1 0 1 0
MH 1 0 1 0 1 0 1 1
MF 1 0 1 0 0 0 0 0
RA 0 0 0 0 0 1 1 0
KA 0 1 0 1 0 0 0 0
MK 1 0 1 0 1 0 0 1
AU 1 1 0 1 1 0 1 1
DE 1 0 0 0 1 0 0 1
LU 1 1 0 1 0 0 1 0
BI 1 1 1 1 1 0 1 1
MR 1 0 1 0 1 0 1 1
BA 0 0 0 0 0 1 0 0
AM 1 0 1 0 1 0 1 0
PU 1 1 0 1 1 0 0 0
FA 0 0 0 1 0 1 1 0
MR 1 1 1 1 1 0 1 1
AF 1 1 1 1 1 0 1 1
AL 0 0 0 1 0 1 1 0
RE 1 1 1 1 1 0 1 1
AR 0 0 0 0 0 0 1 0
ARD 1 0 1 1 1 0 1 0
SO 0 1 0 1 0 1 1 0
IL 1 1 1 1 1 0 1 1
BR 0 1 0 1 0 0 1 0
FAC 1 0 1 1 1 0 1 1
SA 1 0 0 0 1 0 1 1
AR 1 1 0 1 0 0 1 0
MI 0 0 0 0 0 0 1 0
MA 1 1 0 1 0 0 1 1
GI 0 1 0 1 0 2 1 0
AT 1 0 0 0 1 0 0 0
SO 1 1 1 1 1 0 1 1
RA 1 1 0 1 1 0 0 1
IR 1 1 0 1 1 0 0 0
MO 0 0 0 1 0 0 1 0
59

LU 0 1 1 0 0 2 0 0
FAI 1 1 1 1 1 0 1 1
BIL 1 1 1 1 1 0 1 1
WA 1 1 0 1 1 0 1 1
VI 1 1 0 1 1 0 1 1
MAK 0 0 0 0 1 0 1 0
MR 0 1 1 1 0 1 1 1
RA 1 1 0 1 1 0 1 0
MZA 0 0 0 0 1 0 1 0
SIT 1 1 1 0 1 0 1 1
FAU 0 0 0 1 1 0 1 1
NU 1 0 1 0 1 0 1 0
DC 0 0 0 1 1 1 1 0
KC 1 0 0 0 1 0 1 0
ST 0 1 0 0 1 1 1 1
NJ 1 1 1 1 1 0 1 0
BD 0 1 1 0 1 1 1 0
A 1 0 1 1 1 0 1 1
UB 0 1 1 1 1 2 0 1

Keterangan :
Usia  0 : 18-44 tahun
1 : ≥ 45 tahun
Jenis kelamin  0 : perempuan
1 : Laki-laki
Status Gizi  0 : Tidak Obesitas
1 : Obesitas
Perokok  0 : tidak perokok
1 : Perokok
Aktivitas Olahraga  0 : Olahraga rutin
1 : Olahraga tidak rutin
Konsumsi Kopi  0 : Tidak Pernah
1 : Jarang
2 : Sering
Stres  0 : tidak stress
1 : stres
60

Hipertensi  0 : tidak hipertensi


1 : Hipertensi

usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 18-44 tahun 37 37.0 37.0 37.0

>45 tahun 63 63.0 63.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid perempuan 48 48.0 48.0 48.0

laki-laki 52 52.0 52.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

status gizi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak obesitas 55 55.0 55.0 55.0

obesitas 45 45.0 45.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

kebiasaan merokok

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak merokok 39 39.0 39.0 39.0

perokok 61 61.0 61.0 100.0

Total 100 100.0 100.0


61

konsumsi kopi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak pernah 68 68.0 68.0 68.0

jarang : skor <1 23 23.0 23.0 91.0

sering skor >10 9 9.0 9.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

aktivitas olahraga

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid olahraga rutin 24 24.0 24.0 24.0

tidak rutin olahraga 76 76.0 76.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

stres

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak stres : skor <14 21 21.0 21.0 21.0

stres : skor >14 79 79.0 79.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

hipertensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak hipertensi 53 53.0 53.0 53.0

hipertensi 47 47.0 47.0 100.0

Total 100 100.0 100.0


62

usia * hipertensi Crosstabulation


Count

hipertensi

tidak hipertensi hipertensi Total

usia 18-44 tahun 29 8 37

>45 tahun 24 39 63
Total 53 47 100

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 15.185a 1 .000


Continuity Correctionb 13.611 1 .000
Likelihood Ratio 15.905 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.033 1 .000
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.39.
b. Computed only for a 2x2 table

jenis kelamin * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

tidak hipertensi hipertensi Total

jenis kelamin perempuan Count 36 12 48

% within jenis kelamin 75.0% 25.0% 100.0%

% within hipertensi 67.9% 25.5% 48.0%

% of Total 36.0% 12.0% 48.0%

laki-laki Count 17 35 52

% within jenis kelamin 32.7% 67.3% 100.0%

% within hipertensi 32.1% 74.5% 52.0%

% of Total 17.0% 35.0% 52.0%


Total Count 53 47 100

% within jenis kelamin 53.0% 47.0% 100.0%

% within hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%


% of Total 53.0% 47.0% 100.0%
63

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 17.935a 1 .000


Continuity Correctionb 16.277 1 .000
Likelihood Ratio 18.559 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 17.756 1 .000
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.56.
b. Computed only for a 2x2 table

status gizi * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

tidak hipertensi hipertensi Total

status gizi tidak obesitas Count 40 15 55

% within status gizi 72.7% 27.3% 100.0%

% within hipertensi 75.5% 31.9% 55.0%

% of Total 40.0% 15.0% 55.0%

obesitas Count 13 32 45
% within status gizi 28.9% 71.1% 100.0%

% within hipertensi 24.5% 68.1% 45.0%

% of Total 13.0% 32.0% 45.0%


Total Count 53 47 100

% within status gizi 53.0% 47.0% 100.0%

% within hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.0% 47.0% 100.0%


64

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 19.095a 1 .000


Continuity Correctionb 17.375 1 .000
Likelihood Ratio 19.711 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 18.904 1 .000
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.15.
b. Computed only for a 2x2 table

kebiasaan merokok * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

tidak hipertensi hipertensi Total

kebiasaan merokok tidak merokok Count 28 11 39

% within kebiasaan merokok 71.8% 28.2% 100.0%

% within hipertensi 52.8% 23.4% 39.0%

% of Total 28.0% 11.0% 39.0%

perokok Count 25 36 61

% within kebiasaan merokok 41.0% 59.0% 100.0%

% within hipertensi 47.2% 76.6% 61.0%

% of Total 25.0% 36.0% 61.0%


Total Count 53 47 100

% within kebiasaan merokok 53.0% 47.0% 100.0%

% within hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.0% 47.0% 100.0%


65

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 9.067a 1 .003


Continuity Correctionb 7.872 1 .005
Likelihood Ratio 9.299 1 .002
Fisher's Exact Test .004 .002
Linear-by-Linear Association 8.976 1 .003
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33.
b. Computed only for a 2x2 table

konsumsi kopi * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

tidak hipertensi hipertensi Total

konsumsi kopi tidak pernah Count 31 37 68

% within konsumsi kopi 45.6% 54.4% 100.0%

% within hipertensi 58.5% 78.7% 68.0%

% of Total 31.0% 37.0% 68.0%

jarang : skor <1 Count 16 7 23

% within konsumsi kopi 69.6% 30.4% 100.0%

% within hipertensi 30.2% 14.9% 23.0%

% of Total 16.0% 7.0% 23.0%

sering skor >10 Count 6 3 9

% within konsumsi kopi 66.7% 33.3% 100.0%

% within hipertensi 11.3% 6.4% 9.0%

% of Total 6.0% 3.0% 9.0%


Total Count 53 47 100

% within konsumsi kopi 53.0% 47.0% 100.0%

% within hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.0% 47.0% 100.0%


66

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

konsumsi kopi - hipertensi Negative Ranks 37a 28.50 1054.50

Positive Ranks 25b 35.94 898.50

Ties 38c

Total 100

a. konsumsi kopi < hipertensi


b. konsumsi kopi > hipertensi
c. konsumsi kopi = hipertensi

Test Statisticsa

konsumsi kopi -
hipertensi

Z -.604b
Asymp. Sig. (2-tailed) .546

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

aktivitas olahraga * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

tidak hipertensi hipertensi Total

aktivitas olahraga olahraga rutin Count 22 2 24


% within aktivitas olahraga 91.7% 8.3% 100.0%

% within hipertensi 41.5% 4.3% 24.0%

% of Total 22.0% 2.0% 24.0%

tidak rutin olahraga Count 31 45 76

% within aktivitas olahraga 40.8% 59.2% 100.0%

% within hipertensi 58.5% 95.7% 76.0%

% of Total 31.0% 45.0% 76.0%


Total Count 53 47 100

% within aktivitas olahraga 53.0% 47.0% 100.0%

% within hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.0% 47.0% 100.0%


67

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 18.954a 1 .000


Continuity Correctionb 16.966 1 .000
Likelihood Ratio 21.736 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 18.764 1 .000
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.28.
b. Computed only for a 2x2 table

stres * hipertensi Crosstabulation

hipertensi

tidak hipertensi hipertensi Total

stres tidak stres : skor <14 Count 16 5 21

% within stres 76.2% 23.8% 100.0%

% within hipertensi 30.2% 10.6% 21.0%

% of Total 16.0% 5.0% 21.0%

stres : skor >14 Count 37 42 79

% within stres 46.8% 53.2% 100.0%

% within hipertensi 69.8% 89.4% 79.0%

% of Total 37.0% 42.0% 79.0%


Total Count 53 47 100

% within stres 53.0% 47.0% 100.0%

% within hipertensi 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.0% 47.0% 100.0%


68

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.739a 1 .017


Continuity Correctionb 4.621 1 .032
Likelihood Ratio 6.016 1 .014
Fisher's Exact Test .026 .015
Linear-by-Linear Association 5.682 1 .017
N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.87.
b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai

  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen4 halaman
    Kelompok 1
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Egi Lo
    Egi Lo
    Dokumen12 halaman
    Egi Lo
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Ilmu Pengetahuan Sosial
    Ilmu Pengetahuan Sosial
    Dokumen8 halaman
    Ilmu Pengetahuan Sosial
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • LO Ika
    LO Ika
    Dokumen13 halaman
    LO Ika
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Arya Ips
    Arya Ips
    Dokumen10 halaman
    Arya Ips
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen4 halaman
    Kelompok 1
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Refarat DM Mitras New
    Refarat DM Mitras New
    Dokumen35 halaman
    Refarat DM Mitras New
    Adriati Tanjeng
    Belum ada peringkat
  • Presentase
    Presentase
    Dokumen11 halaman
    Presentase
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Vandi Gileee
    Vandi Gileee
    Dokumen2 halaman
    Vandi Gileee
    angga
    Belum ada peringkat
  • Demam Berdarah Dengue
    Demam Berdarah Dengue
    Dokumen15 halaman
    Demam Berdarah Dengue
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Presentase
    Presentase
    Dokumen11 halaman
    Presentase
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Refka III Derm Seboroik
    Refka III Derm Seboroik
    Dokumen10 halaman
    Refka III Derm Seboroik
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Presentase
    Presentase
    Dokumen11 halaman
    Presentase
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Tropis
    Penyakit Tropis
    Dokumen17 halaman
    Penyakit Tropis
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • BAB I Orto
    BAB I Orto
    Dokumen30 halaman
    BAB I Orto
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Lo 1
    Lo 1
    Dokumen15 halaman
    Lo 1
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Filariasis Tugas Tutorial Blok 22 Yunika
    Penyakit Filariasis Tugas Tutorial Blok 22 Yunika
    Dokumen21 halaman
    Penyakit Filariasis Tugas Tutorial Blok 22 Yunika
    yunikayun
    Belum ada peringkat
  • Marsel, Blok 22, Ske 1
    Marsel, Blok 22, Ske 1
    Dokumen11 halaman
    Marsel, Blok 22, Ske 1
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Refleksi Kasus Risna
    Refleksi Kasus Risna
    Dokumen34 halaman
    Refleksi Kasus Risna
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Tutorial
    Tugas Tutorial
    Dokumen12 halaman
    Tugas Tutorial
    mitras
    Belum ada peringkat
  • Refarat DM Mitras New
    Refarat DM Mitras New
    Dokumen35 halaman
    Refarat DM Mitras New
    Adriati Tanjeng
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Mitras Labiro
    Belum ada peringkat
  • Yyyy
    Yyyy
    Dokumen5 halaman
    Yyyy
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Risna
    Jurnal Risna
    Dokumen10 halaman
    Jurnal Risna
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv-1
    Bab Iv-1
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv-1
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv Kti
    Bab Iv Kti
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv Kti
    MplusW
    Belum ada peringkat
  • Bab V Kti
    Bab V Kti
    Dokumen2 halaman
    Bab V Kti
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Kti
    Bab Iii Kti
    Dokumen6 halaman
    Bab Iii Kti
    Risna Sari
    Belum ada peringkat
  • Psoriasis
    Psoriasis
    Dokumen19 halaman
    Psoriasis
    Risna Sari
    Belum ada peringkat