BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di
dalam tubuh. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain yang
dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan
darah rendah. Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di banyak
Negara di dunia, karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak menular
nomor satu di banyak negara (Anggara et al, 2013).
Jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia mencapai 972 juta jiwa pada
tahun 2011. Sebanyak 330 juta, sisanya kurang dari 600 juta berada di Negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Data WHO tahun 2010 dari 50%
penderita hipertensi yang diketahui hanya 255 mendapatkan pengobatan, dan
hanya 12,5% yang diobati dengan baik.. Di bagian Asia tercatat 38,4 juta
penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang
pada tahun 2025 (Prakoso, 2014).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Kementerian
Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia diatas 18 tahun
mencapai 29,8%. Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya
usia. Prevalensi hipertensi pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75
tahun, masingmasing mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3%. Riset ini juga
menunjukkan bahwa sebanyak 76% kasus hipertensi dalam masyarakat belum
terdiagnosis (Dharmeizar, 2012)
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi resiko
yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor resiko yang dapat dikendalikan
(minor). Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan,
jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan
(minor) yaitu obesitas, kurang olah raga atau aktivitas, merokok, minum kopi,
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah yang akan diteliti yakni apakah terdapat hubungan Faktor resiko
Kejadian Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita yang Melakukan
Pemeriksaan di Puskesmas Donggala Periode Februari 2018 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
rutin di Donggala.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi
tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan di
Puskesmas Donggala.
b. Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi tidak terkendali pada penderita yang melakukan pemeriksaan
di Puskesmas Donggala.
3
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap :
1. Manfaat bagi pemerintah Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam
rangka meningkatkan fasilitas serta upaya pelayanan terhadap penderita
hipertensi.
2. Manfaat bagi masyarakat Sebagai sumber informasi bagi masyarakat
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi.
3. Manfaat bagi penelitian selanjutnya Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hipertensi.
4
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Widyaningrum (2012) dengan judul
Hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia
(Studi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember). Variabel yang diteliti
dalam 5 penelitian ini yaitu hipertensi, faktor yang tidak bisa diubah (umur,
jenis kelamin, genetik) dan faktor yang bisa di ubah (kegemukan, asupan
garam, konsumsi karbohidrat dan lemak, konsumsi serat). Desain penelitian
yang digunakan adalah penelitian kuantitatif observasional analitik Cross
sectional. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu pola makanan pencegah
hipertensi berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi
diantaranya tomat, sawi, brokoli, bayam dll. Selain itu, pola makan pemicu
hipertensi yang berhubungan secara signifikan dengan hipertensi diantaranya
daging atau kulit ayam, keripik dll. Ada 3 konsumsi gizi yang berhubungan
secara signifikan dengan kejadian hipertensi yaitu: variabel lemak, natrium
dan serat sedangkan variabel karbohidrat tidak berhubungan secara signifikan
dengan kejadian hipertensi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel penelitian, populasi dan sampel
penelitian, tempat penelitian dan teknik pengambilan sampel.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hesti Rahayu (2012) yang berjudul Faktor
resiko hipertensi pada RW 01 Skrengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kota
Jakarta Selatan. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu hipertensi,
umur, jenis kelamin, riwayat hpertensi, kebiasaan konsumsi makanan asin
dan makanan lemak jenuh, kebiasaan merokok dan olahraga rutin, stress dan
obesitas. Desain penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif
yaitu observasional analitik cross sectional. Kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian tersebut adalah terdapat hubungan antara umur dan obesitas
terhadap kejadian hipetensi, ada hubungan antara faktor resiko jenis kelamin,
riwayat keluarga, kebiasaan konsumsi makanan asin dan lemak jenuh, stress
obesitas merokok dan kebiasaan olahraga rutin dengan kejadian hipertensi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Defenisi hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah pasien yang telah diukur
menggunakan tensimeter dan diperoleh hasil tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi tidak dapat
disembuhkan namun hanya dapat dikendalikan melalui kontrol kesehatan
secara rutin, melakukan diet rendah garam dan mengonsumsi obat secara
teratur untuk mengurangi risiko komplikasi pada kardiovaskular dan organ
lain yang ada pada diri pasien (Evadewi, 2013).
Hipertensi menyebabkan kelainan serius. Jika resistensi yang harus
dihadapi ventrikel kiri ketika memompa darah (afterload) meningkat untuk
jangka waktu yang lama, otot jantung akan mengalami hipertensi (Ganong,
2008).
2. Epidemiologi
Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat
menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta
berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia (Anggara et al, 2013)
Menurut penelitian yang dilakukan Boedi Darmojo pada tahun 2011 di
Indonesia diperoleh terjadi peningkatan lansia yang menderita hipertensi
sekitar 50%, di jawa sekitar 42,6% (Kenia dkk, 2013). Menurut data Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 jumlah kasus lama
hipertensi sebanyak 40.975 jiwa dan kasus baru 37.615 jiwa. . Total penderita
hipertensi di provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 adalah 78.589 jiwa.
7
Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu penyakit yang
prevalensinya cukup tinggi.
Pada wilayah kerja Puskesmas Donggala, hipertensi menduduki tingkat
ketiga dengan total penderita 858 dalam pendataan rekapitulasi penyakit-
penyakit terbesar berdasarkan kunjungan pasien yang ada di Puskesmas
Donggala pada tahun 2016 (Puskesmas Donggala, 2016).
Tabel 2.1 Data 10 PenyakitTerbesar UPTD Urusan
Puskesmas Donggala Tahun 2016
1 Influenza 1871
2 Gastritis 1331
7 Anemia 230
9 Gastroenteritis 187
b. Hipertensi sekunder
Kausa pasti hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10% kasus.
Hipertensi yang terjadi akibat masalah primer lain disebut hipertensi
sekunder (Sherwood, 2011).
Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lain yaitu, seperti renal arteri stenosis,
hyperldosteronism, hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan
hormon dan penyakit sistemik lainnya. Prevalensinya hanya sekitar 5-
10% dari seluruh penderita hipertensi (Herbert Benson, dkk, 2012).
5. Patogenesis
Banyak faktor yang turut berinteraksi dalam menentukan tingginya
natrium tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan
tahanan perifer, tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang
menentukan tekanan darah mengalami kenaikan, atau oleh kenaikan faktor
tersebut (Kaplan N.M, 2010).
10
a. Curah jantung
Peningkatan curah jantung dapat terjadi melalui 2 cara yaitu
peningkatan volume cairan (preload) dan rangsangan syaraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung. Bila curah jantung meningkat
tiba-tiba, misalnya rangsangan syaraf adrenergik, barorefleks akan
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan tekanan darah akan
normal, namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui
barorefleks tidak adekuat, ataupun kecenderungan yang berlebihan
akan terjadi vasokonstriksi perifer, menyebabkan hipertensi yang
temporer akan menjadi hipertensi dan sirkulasi hiperkinetik. Pada
hipertensi yang menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer,
sedangkan curah jantung normal atau menurun (Kaplan N.M, 2010).
b. Resistensi perifer
Peningkatan resistensi perifer dapat disebabkan oleh hipertrofi dan
konstriksi fungsional dari pembuluh darah, berbagai faktor yang dapat
menyebabkan mekanisme ini yaitu adanya: 1) promote pressure
growth seperti adanya katekolamin, resistensi insulin, angiostensin,
hormon natriuretik, hormon pertumbuhan, dll 2) faktor genetik adanya
defek transport natrim dan Ca terhadap sel membran. 3) faktor yang
berasal dari endotel yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelium,
tromboxe A2 dan prostaglandin H2 (Kaplan N.M, 2010).
6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis hipertensi Telah diketahui bahwa tekanan darah
tinggi adalah penyakit yang berbahaya, karena dapat mempersingkat masa
hidup seseorang dan meningkatkan kemungkinan terkena serangan
jantung, stroke, gangguan penglihatan, kerusakan fungsi ginjal, dan
pembengkakan arteri terbesar di tubuh. Gejalanya berupa sakit kepala,
nyeri atau sesak pada dada, pusing, gangguan tidur, terengah-engah saat
beraktifitas, jantung berdebar-debar, mimisan, kebal atau kesemutan,
11
gelisah dan mudah marah, keringat berlebihan, kram otot, badan lesu,
pembengkakan di bawah mata pada pagi hari (Kenia dkk, 2013).
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang
umum ditemui pada pasien hipertensi adalah 1)Jantung: hipertrofi
ventrikel kiri, angina atau infark miokardium dan gagal jantung. 2)Otak:
strok atau transient ischemic attack. 3)Penyakit ginjal kronis. 4)Retinopati.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,
antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stres
oksidatif, down regulation, dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-
lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitifitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan
organ terget, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya
ekspresi transforming growth factor-β (TGF- β) (Sudoyo, 2009).
7. Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan data
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang (Yogiantoro M, 2014).
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderita hipertensi, riwayat, dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan,
seperti 20 penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya,
riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit
hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (merokok, konsumsi
makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan,
dan lain-lain) (Yogiantoro M, 2014).
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah
pada penderita dalam keadaan nyaman dan relaks. Pengukuran dilakukan
dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang
dengan kontrolatera (Yogiantoro M, 2014).
12
8. Penatalaksanaan
a) Terapi Non Farmakologi
Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan menjalani
pola hidup sehat yaitu dengan :
1. Menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan mengganti
makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayur dan buah
(PERKI, 2015).
2. Mengurangi asupan garam dengan menghindari makanan cepat
saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.Dianjurkan
asupan garam tidak melebihi 2 gram per hari(PERKI, 2015).
3. Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit per
hari minimal 3 hari per minggu dapat membantu menurunkan
tekanan darah. Bila pasien tidak dapat melakukan olahraga secara
khusus, dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau
menaiki tanggadalam aktivitas rutin sehari-hari (PERKI, 2015).
4. Mengurangi konsumsi alkohol sangat membantu dalampenurunan
tekanan darah. Konsumsi alkohol lebih dari 2gelas per hari pada
pria atau 1 gelas per hari pada wanitadapat meningkatkan tekanan
darah (PERKI, 2015).
5. Merokok merupakan salah satu faktor risiko
penyakitkardiovaskular, pasien hipertensi dianjurkan untuk
berhenti merokok. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam)
danmengendalikan stress (PERKI, 2015).
13
b) Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi hipertensi terdiri dari sebelas kelompok
antihipertensi, antara lain:
1. Diuretik
Obat jenis diuretik adalah obat pilihan pertama pada
hipertensi. mekanisme diuretik dengan menekan reabsorbsi
natrium di tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi
natrium dan air (Depkes RI,2015).
2. Antagonis aldosteron
Spironolakton dan eplerenon bekerja dengan menahan
retensi natrium. Efek samping dapat menyebabkan hiperkalemia
pada pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis (Depkes
RI,2015).
3. Penghambat reseptor beta adrenergic
Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor beta
adrenergic sehingga terjadi penurunan curah jantung dan
penghambatan pelepasan renin, frekuensi dan kontraksi otot
jantug (Depkes RI,2015).
4. Penghambat angiotensin coverting enzyme (ACE)
Mekanisme kerja dengan menghambat enzim yang
mengkonversi perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
(zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah)(Depkes RI,2015).
5. Penghambat rennin
Mekanisme obat ini mencegah pemecahan angiotensinogen
menjadi angiotensin I(Depkes RI,2015).
6. Penghambat Reseptor Angiotension II
Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor
angiotension II sehingga menimbulkan efek vasodilatasi,
14
3. Konsumsi kopi
Pengaruh kopi terhadap tekanan darah akan
menimbulkan dampak pada kesehatan masyarakat, karena
kopi dikonsumsi secara luas di masyarakat. Kopi
mengandung kafein yang memiliki efek yang antagonis
kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin
merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah
fungsi pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada
vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi perifer,
yang akan menyebabkan tekanan darah naik (Martiani,
2012).
Penelitian di Amerika yang dilakukan oleh Cuno
Uiterwaal pada tahun 2007 menunjukkan bahwa subjek
yang tidak terbiasa minum kopi memiliki tekanan darah
lebih rendah jika dibandingkan dengan subjek yang
mengkonsumsi kopi 1-3 cangkir per hari. Pria yang
mengonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memliki tekanan
darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang
mengonsumsi kopi 1-3 cangkir perhari. Pria yang
mengonsumsi kopi >6 cangkir per hari justru memiliki
tekanan darah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
subjek yang mengonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari
(Martiani, 2012).
4. Merokok
Merokok adalah faktor resiko mayor terhadap
kejadian aterosklerotik. Merokok menyebabkan
peningkatan akut tekanan darah dan denyut jantung, yang
berlangsung lebih dari 15 menit setelah mengisap satu
18
5. Aktivitas Fisik
Perkembangan hipertensi dipengaruhi oleh banyak
factor. Salah satunya adalah aktivitas fisik. Orang yang
dengan aktivitas fisik yang kurang tapi dengan nafsu makan
yang kurang terkonrtol sehingga terjadi konsumsi energi
yang berlebihan mengakibatkan nafsu makan bertambah,
maka volume darah akan bertambah yang akhirnya berat
badannya naik dan mengakibatkan obesitas. Jika berat
badan seseorang bertambah, maka volume darah akan
bertambah pula, sehingga beban jantung untuk memompa
darah juga bertambah. Semakin besar bebannya, semakin
19
B. Kerangka Teori
HIPERTENSI
Asupan
Usia
garam
Jenis Obesitas
kelamin
Konsumsi
alkohol
Konsumsi
kopi
Olahraga
Merokok
Stress
C. Kerangka Konsep
Usia
Jenis
Kelamin
Merokok
Obesitas
Hipertensi
Aktivitas
Olahraga
Konsumsi
Kopi
Stres
D. Landasan Teori
Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan
luas dinding pembuluh darah, tekanan darah hampir selalu dinyatakan dengan
milimeter air raksa (Mmhg) karena manometer air raksa merupakan rujukan baku
untuk pengukuran tekanan darah (Guyton & Hall, 2013).
Penyebab terjadinya hipertensi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor
saja, melainkan banyak faktor. Terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya faktor-faktor yang berhubungan dengan profil tekanan darah
dibagi menjadi 2 yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat di
modifikasi. Faktor- faktor yang tidak dapat di modifikasi adalah umur dan jenis
kelamin sedangkan yang dapat dimodifikasi meliputi, pola makan, status gizi,
rokok dan pola makan (Anggara, 2013).
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien
yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang
terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit
multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai factor
(Martaningsih, 2016).
Terdapat bukti bahwa penyebab hubungan antara konsumsi garam dan
tekanan darah dan konsumsi garam berlebih mungkin berkontribusi dalam
hipertensi yang resisten. Mekanisme hubungan asupan garam dan peningkatan
tekanan darah bukan hanya meningkatkan volume ekstraseluler tetapi juga
resistensi pembuluh perifer, yang merupakan bagian dari aktivasi simpatis.
Biasanya asupan garam antara 9-12 g/hari dan itu menunjukkan bahwa
pengurangan sekitar 5 g/hari berefek pada penurunan tekanan darah sistolik secara
moderat (1-2 mmHg) pada individu yang normotensi dan agaknya efeknya lebih
terungkap pada individu yang hipertensi (1-4 mmHg) (Mancia, 2013).
Pengaruh kopi terhadap tekanan darah akan menimbulkan dampak pada
kesehatan masyarakat, karena kopi dikonsumsi secara luas di masyarakat. Kopi
mengandung kafein yang memiliki efek yang antagonis kompetitif terhadap
25
E. Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status gizi/
obesitas, kebiasaan merokok, aktifitas olahraga, konsumsi kopi, stress
dengan hipertensi di Puskesmas Donggala Tahun 2018
H1 : Terdapat hubungan antara faktor umur, jenis kelamin, status gizi/
obesitas, kebiasaan merokok, aktifitas olahraga, konsumsi kopi, stress
dengan hipertensi di Puskesmas Donggala Tahun 2018
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional, yaitu
suatu penelitian survey analitik. Rencana penelitian menggunakan data
sekunder (Family Folder dan kartu menuju sehat Pos binaan terpadu) dan
data primer melalui kuesioner dan pengukuran secara langsung. Studi yang
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dengan objektif untuk
mengetahui apakah satu atau lebih variabel independen merupakan faktor
risiko dari suatu variabel dependen.
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)2
36.101
𝑛=
1 + 36.101(0.1)2
36.101
𝑛=
362,01
𝑛 = ≈ 100
Jumlah sampel minimal yang diambil sebanyak 100 responden.
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi dewasa dan lansia di Puskesmas Donggala
d = Tingkat kesalahan/ketepatan yang digunakan 0.10 (10%)
Kriteria inklusi :
Kriteria Eksklusi :
Independen
1 Umur Jumlah tahun Kuesioner 0. 18-44 tahun Nominal
hidup pasien 1. >45 tahun
sampai sekarang
berbanding tinggi
badan (TB) atau
tinggi dari
responden yang
akan diukur
dengan
menggunakan
hasil dari
perhitumgan IMT
sehari-hari dalam
1 minggu
1. Tidak Pernah:
skor 0
2. Jarang
(<1xminggu)
:skor 1
3. setiaphari : skor
10
6. > 1 x per hari:
skor 50
Instrumen dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
stetoskop Litmann, sphygmomanometer Riester, timbangan one mad yang telah
dikalibrasi, meteran tinggi badan microtoice statumeter GEA, Kuesioner
(termasuk kuesioner stress HARS) yang telah digunakan serta divalidasi oleh
Budi arityaningrum tahun 2015 dan family folder di Puskesmas Kamonji
H. Etika Penelitian
1. Pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian tanpa adanya paksaan dari
pihak peneliti karena diberikan informed consent terlebih dahulu
2. Pasien hanya akan diminta melakukan pemeriksaan kesehatan yang tidak
membahayakan nyawanya.
3. Penelitian ini tidak dipungut biaya dan akan bermanfaat.
4. Semua data yang didapat akan disimpan secara rahasia dan tanpa nama guna
menjaga kerahasiaan data medis subyek.
33
BAB IV
pertumbuhan penduduk pada Tahun 2015 adalah sebesar 43.735 Jiwa, maka
terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk sebesar 858 Jiwa. Berdasarkan
perbandingan, luas wilayah UPTD Puskesmas Donggala 172,0 km² dengan
jumlah penduduk sebesar 44.593 Jiwa, dan jumlah keluarga diperkirakan
sebanyak 11.765 KK dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk rata-rata sebesar
259 km² meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 254 km².
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Donggala pada tanggal 13 Februari
2018 - 27 Februari 2018. Data yang diambil adalah data pasien yang datang
berobat ke Puskesmas Donggala dan yang menikuti Posbinaan Terpadu
(Posbindu) pada tanggal 13 Februari sampai 27 Februari tahun 2018 yang
berjumlah 100 orang. Pengambilan data dilakukan berdasarkan family folder dan
Kartu Menuju Sehat (KMS) Posbindu Puskesmas Donggala dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi Peneliti kemudian melakukan
pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Analisis data dari hasil
penelitian ini dilakukan dengan tiga cara yaitu analisis univariat, analisis bivariat,
dan analisis multivariat dengan menggunakan uji Chi square.
1. Analisa Data Univariat
a. Usia
Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan usia
Usia Jumlah Persentase (%)
18-44 tahun 37 37
>45 tahun 63 63
Total 100 100
Sumber : Data sekunder (Family Folder, 2018; KMS,2018)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat distribusi kelompok usia di
wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak
adalah kelompok usia 45 tahun ke atas (n=63, 63%) dilanjutkan dengan
kelompok usia 18-44 tahun (n=37, 37%)
35
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Laki-laki 52 52
Perempuan 48 48
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat distribusi jenis kelamin di
wilayah kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak
adalah jenis kelamin laki-laki (n=52, 52%) dilanjutkan dengan jenis
kelamin perempuan (n=48, 48%).
c. Status Gizi
Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan Status Gizi
Status Gizi Jumlah Persentase (%)
Tidak Obesitas 55 55
Obesitas 45 45
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan)
Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat distribusi berdasarkan status
gizi yaitu sebanyak 45 orang (45%) mengalami obesitas dan sebanyak 55
orang (55%) tidak mengalami obesitas.
d. Kebiasaan merokok
Table 4.4 Distribusi sampel berdasarkan Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok Jumlah Persentase (%)
Perokok 61 61
Tidak Perokok 39 39
Total 100 100
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
36
e. Konsumsi Kopi
Tabel 4.5 Distribusi sampel berdasarkan Konsumsi kopi
Konsumsi Kopi Jumlah Persentase (%)
Tidak Pernah 68 68
Jarang 23 23
Sering 9 9
f. Aktivitas Olahraga
Tabel 4.6 Distribusi sampel berdasarkan Aktivitas Olahraga
Aktivitas Olahraga Jumlah Persentase (%)
Olahraga rutin 24 24
Total 96 100.0
g. Stres
Tabel 4.8 Distribusi sampel berdasarkan stres
Stres Jumlah Persentase (%)
Tidak stres 21 52
Stress 79 48
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat distribusi stres pada responden
di wilayah kerja Puskesmas Kamonji yaitu responden yang mengalami
stres (n=79, 79%) dilanjutkan dengan responden yang tidak mengalami
stres (n=21, 21%).
h. Hipertensi
Tabel 4.9 Distribusi sampel berdasarkan Hipertensi
Stres Jumlah Persentase (%)
Tidak hipertensi 53 53
Hipertensi 47 47
Total 100 100.0
Sumber : Data Primer (Pengukuran Tekanan Darah)
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat distribusi kejadian hipertensi
pada responden di wilayah kerja Puskesmas Donggala yaitu responden
yang mengalami hipertensi (n=47, 47%) dilanjutkan dengan responden
yang tidak mengalami hipertensi (n=53, 53%).
N % n % N %
18-44 29 29% 8 8% 37 37%
tahun 0,001
≥45 24 24% 39 39% 63 63 %
tahun
N % N % N %
Perempuan 36 36 12 12 48 48 0,000
Laki-laki 17 17 35 35 52 52
N % N % N %
Tidak 40 40 15 15 55 55 0,000
obesitas
Obesitas 13 13 32 32 45 45
N % N % N %
Tidak 28 28 11 11 39 39 0,005
Ya 25 25 36 36 61 61
Jarang 16 16% 7 7% 23 23 %
Sering 6 6% 3 3% 9 9%
N % N % N %
Olahraga 22 22 2 2 24 24 0,000
rutin
Olahraga 31 31 45 45 76 76
tidak rutin
N % N % N %
Tidak stres 16 16 5 5 21 21 0,017
Stress 37 37 42 42 79 79
B. Pembahasan
a. Usia
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat distribusi kelompok usia di wilayah
kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah
kelompok usia 45 tahun ke atas (n=63, 63%) dilanjutkan dengan kelompok
usia 18-44 tahun (n=37, 37%). Berdasarkan data pada tabel 4.10 terlihat
45
bahwa sebanyak 29 orang (29%) berusia 18-44 tahun yang tidak menderita
hipertensi dan 8 orang (8%) berusia 18-44 tahun yang menderita Hipertensi.
Sebanyak 24 orang (24%) tidak menderita hipertensi dan sebanyak 39 orang
(39%) berusia ≥ 45 tahun yang mengalami hipertensi.
Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi
pada responden dilakukan uji statistik menggunakan Chi Square dan
diperoleh nilai p < nilai α yaitu 0,001, artinya terdapat hubungan usia dengan
kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi
dkk (2011) yaitu ada hubungan yang bermakna antara umur lansia (60- 90
tahun) dengan tekanan darah. Tingginya hipertensi sejalan dengan
bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh
darah besar, sehingga pembuluh darah menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya
tekanan darah sistolik.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
lidya (2016) yaitu diperoleh nilai p = 0,025, sehingga menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara umur dan tingkat hipertensi. Hal ini
disebabkan karena tekanan arterial yang meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia, sehingga akan terjadi regurgitasi aorta, serta terjadi proses
degenerative, yang lebih sering pada usia tua.
Pertambahan usia menyebabkan adanya perubahan fisiologi dalam
tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat terjadi penumpukan zat berupa
kolagen pada lapisan otot, pembuluh darah akan mulai mengalami
penyempitan dan menjadi kaku sejak usia 45 tahun. Selain itu terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya
sensitivitas baroreseptor (pengaturan tekanan darah) dan peran ginjal duntuk
mengalirkan darah ginjal serta menurunnya laju filtrasi glomerulus.
(Arif,2013)
46
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat distribusi jenis kelamin di wilayah
kerja Puskesmas Donggala yang menjadi responden terbanyak adalah jenis
kelamin laki-laki (n=52, 52%) dilanjutkan dengan jenis kelamin perempuan
(n=48, 48%). Berdasarkan data pada tabel 4.11 terlihat bahwa sebanyak 36
orang (36%) berjenis kelamin perempuan tidak menderita hipertensi dan 12
orang (12%) berjenis kelamin perempuan menderita hipertensi. Pada
responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (17%) tidak
menderita hipertensi dan sebanyak 35 orang (35%) berjenis kelamin laki-laki
mengalami hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden jenis
kelamin laki-laki lebih banyak mengalami hipertensi daripada responden
perempuan. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α
yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi di wilayah kerja Puksesmas Kamonji tahun 2018.
Jenis kelamin merupakan tanda-tanda seks sekunder yang
diperlihatkan oleh seseorang. Cara menentukan jenis kelamin pada penelitian
ini adalah dengan melakukan pengamatan langsung pada responden. Faktor
jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, pria lebih banyak yang
menderita hipertensi dibandingkan wanita. Pria diduga memiliki gaya hidup
yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibanding wanita. Namun
setelah memasuki menepouse, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Black dan Izzo (2000)
yang menyatakan bahwa kejadian hipertensi akan lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan pada usia dibawah 55 tahun dan akan menjadi
sebanding pada usia 55-75 tahun.
c. Status Gizi
d. Kebiasaan merokok
39 orang (39%) bukan perokok. Berdasarkan data pada tabel 4.13 terlihat
bahwa sebanyak 28 orang (28%) tidak perokok serta tidak menderita
hipertensi dan 11 orang (11%) tidak perokok serta menderita hipertensi. Pada
responden perokok sebanyak 25 orang (25%) tidak menderita hipertensi dan
sebanyak 36 orang (36%) perokok serta mengalami hipertensi. Dari data di
atas terlihat bahwa responden perokok lebih banyak mengalami hipertensi
daripada responden tidak perokok. Hal ini juga didukung dengan uji statistik
dimana nilai p < nilai α yaitu 0,005, artinya terdapat hubungan kebiasaan
merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala
tahun 2018.
Merokok adalah kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan pernah
merokok dalam kehidupan responden. Data dikategorikan menjadi tiga, yaitu
merokok jika saat ini responden memiliki kebiasaan/perilaku merekok dan
atau pernah memiliki kebiasaan/ perilaku merokok sebelumnya baik itu
merupakan perokok ringan, perokok sedang, maupun perokok berat. Tidak
merokok jika responden menyatakan dirinya tidak memiliki
kebiasaan/perilaku merekok dan atau tidak pernah memiliki kebiasaan/
perilaku merokok sebelumnya. Perokok pasif yaitu responden sering terpapar
oleh asap rokok dilingkungan rumah dan atau lingkungan kerja.
Depkes (2008) menambahkan bahwa asap dari rokok juga berdampak
terhadap orang yang menghirupnya (disebut perokok pasif) untuk terjadinya
penyakit. Para ilmuwan membuktikan bahwa zat-zat kimia didalam rokok
juga mempengaruhi kesehatan seseorang yang tidak merokok disekitar
perokok. Dampak bahaya merokok tidak langsung bisa dirasakan dalam
jangka pendek tetapi terakumulasi beberapa tahun kemudian, terasa setelah
10-20 tahun pasca terpapar. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,dan mengakibatkan
proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-
49
e. Konsumsi kopi
f. Aktivitas olahraga
Berdasarkan data pada tabel 4.16 terlihat bahwa sebanyak 22 orang
(22%) rutin berolahraga tidak menderita hipertensi dan 2 orang (2%) rutin
berolahraga menderita hipertensi. Pada responden yang melakukan aktivitas
olahraga tidak rutin sebanyak 31 orang (31%) tidak menderita hipertensi dan
sebanyak 45 orang (45%) melakukan aktivitas olahraga tidak rutin mengalami
hipertensi. Dari data di atas terlihat bahwa responden yang melakukan
aktivitas olahraga tidak rutin lebih banyak mengalami hipertensi daripada
responden yang rutin berolahraga. Hal ini juga didukung dengan uji statistik
dimana nilai p < nilai α yaitu 0,000, artinya terdapat hubungan aktivitas
olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pranama, 2012 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik
dengan kejadian hipertensi Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko
menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) karena meningkatkan risiko
51
kelebihan bera badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Kejadian
hipertensi kemungkinan dipengaruhi oleh faktor aktifitas olahraga subjek
penelitian. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah.
Olahraga yang adekuat dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan
semua penyebab mortalitas termasuk hipertensi.
g. Stres
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat distribusi stres pada responden di
wilayah kerja Puskesmas Donggala yaitu responden yang mengalami stres
(n=79, 79%) dilanjutkan dengan responden yang tidak mengalami stres
(n=21, 21%). Berdasarkan data pada tabel 4.17 terlihat bahwa sebanyak 16
orang (16%) tidak mengalami stres tidak menderita hipertensi dan 5 orang
(5%) tidak mengalami stres menderita hipertensi. Pada responden yang
mengalami stress sebanyak 37 orang (37%) tidak menderita hipertensi dan
sebanyak 42 orang (42%) mengalami stres serta mengalami hipertensi. Dari
data di atas terlihat bahwa responden yang mengalami stres lebih banyak
mengalami hipertensi daripada responden yang tidak mengalami stres. Hal ini
juga didukung dengan uji statistik dimana nilai p < nilai α yaitu 0,017 artinya
terdapat hubungan stres dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Donggala tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arifin dkk (2016) Dari
hasil analisis uji statistik menggunakan chi-square pada penelitian ini
didapatkan nilai p <0,0001 (p < 0,05), artinya terdapat hubungan yang
bermakna antara stres dengan kejadian hipertensi. Hasil dari penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andria (2012) yang
menggunakan desain studi cross-sectional tersebut melalui Uji Chi Square
dengan tingkat kepercayaan 95% (p = 0,05) didapatkan nilai p (value) = 0,047
sehingga terdapat hubungan stres dengan kejadian hipertensi. Stress
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan usia
dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun 2018
dengan nilai p=0,001.
2. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan jenis
kelamin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puksesmas Donggala
tahun 2018 dengan nilai p=0,000.
3. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan status
gizi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Donggala tahun
2018 dengan nilai p=0,000.
4. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan
kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,005.
5. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni tidak terdapat hubungan
konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,546.
6. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan aktivitas
olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,000.
7. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan yakni terdapat hubungan aktivitas
olahraga rutin dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Donggala tahun 2018 dengan nilai p=0,017
54
B. Saran
3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang Penyakit hipertensi dan
menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor resiko hipertensi
55
LAMPIRAN
56
LAMPIRAN 1 : DOKUMENTASI
Pemeriksaan di Posbindu
57
AL 1 0 1 0 1 0 1 0
FA 0 0 0 1 1 1 0 0
NY 1 0 1 0 1 0 1 0
VR 0 0 0 0 0 1 1 0
AS 1 1 1 1 1 0 1 1
NA 1 0 0 0 1 0 1 0
MH 0 1 0 1 0 2 1 0
VI 1 0 1 0 1 0 1 0
MH 1 0 1 0 1 0 1 1
MF 1 0 1 0 0 0 0 0
RA 0 0 0 0 0 1 1 0
KA 0 1 0 1 0 0 0 0
MK 1 0 1 0 1 0 0 1
AU 1 1 0 1 1 0 1 1
DE 1 0 0 0 1 0 0 1
LU 1 1 0 1 0 0 1 0
BI 1 1 1 1 1 0 1 1
MR 1 0 1 0 1 0 1 1
BA 0 0 0 0 0 1 0 0
AM 1 0 1 0 1 0 1 0
PU 1 1 0 1 1 0 0 0
FA 0 0 0 1 0 1 1 0
MR 1 1 1 1 1 0 1 1
AF 1 1 1 1 1 0 1 1
AL 0 0 0 1 0 1 1 0
RE 1 1 1 1 1 0 1 1
AR 0 0 0 0 0 0 1 0
ARD 1 0 1 1 1 0 1 0
SO 0 1 0 1 0 1 1 0
IL 1 1 1 1 1 0 1 1
BR 0 1 0 1 0 0 1 0
FAC 1 0 1 1 1 0 1 1
SA 1 0 0 0 1 0 1 1
AR 1 1 0 1 0 0 1 0
MI 0 0 0 0 0 0 1 0
MA 1 1 0 1 0 0 1 1
GI 0 1 0 1 0 2 1 0
AT 1 0 0 0 1 0 0 0
SO 1 1 1 1 1 0 1 1
RA 1 1 0 1 1 0 0 1
IR 1 1 0 1 1 0 0 0
MO 0 0 0 1 0 0 1 0
59
LU 0 1 1 0 0 2 0 0
FAI 1 1 1 1 1 0 1 1
BIL 1 1 1 1 1 0 1 1
WA 1 1 0 1 1 0 1 1
VI 1 1 0 1 1 0 1 1
MAK 0 0 0 0 1 0 1 0
MR 0 1 1 1 0 1 1 1
RA 1 1 0 1 1 0 1 0
MZA 0 0 0 0 1 0 1 0
SIT 1 1 1 0 1 0 1 1
FAU 0 0 0 1 1 0 1 1
NU 1 0 1 0 1 0 1 0
DC 0 0 0 1 1 1 1 0
KC 1 0 0 0 1 0 1 0
ST 0 1 0 0 1 1 1 1
NJ 1 1 1 1 1 0 1 0
BD 0 1 1 0 1 1 1 0
A 1 0 1 1 1 0 1 1
UB 0 1 1 1 1 2 0 1
Keterangan :
Usia 0 : 18-44 tahun
1 : ≥ 45 tahun
Jenis kelamin 0 : perempuan
1 : Laki-laki
Status Gizi 0 : Tidak Obesitas
1 : Obesitas
Perokok 0 : tidak perokok
1 : Perokok
Aktivitas Olahraga 0 : Olahraga rutin
1 : Olahraga tidak rutin
Konsumsi Kopi 0 : Tidak Pernah
1 : Jarang
2 : Sering
Stres 0 : tidak stress
1 : stres
60
usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
status gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
kebiasaan merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
konsumsi kopi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
aktivitas olahraga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
stres
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
hipertensi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
hipertensi
>45 tahun 24 39 63
Total 53 47 100
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.39.
b. Computed only for a 2x2 table
hipertensi
laki-laki Count 17 35 52
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.56.
b. Computed only for a 2x2 table
hipertensi
obesitas Count 13 32 45
% within status gizi 28.9% 71.1% 100.0%
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.15.
b. Computed only for a 2x2 table
hipertensi
perokok Count 25 36 61
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.33.
b. Computed only for a 2x2 table
hipertensi
Ranks
Ties 38c
Total 100
Test Statisticsa
konsumsi kopi -
hipertensi
Z -.604b
Asymp. Sig. (2-tailed) .546
hipertensi
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.28.
b. Computed only for a 2x2 table
hipertensi
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.87.
b. Computed only for a 2x2 table