PENDAHULUAN
sekolahnya, di tempat les, dan lain-lain. Ia juga merupakan salah satu warga umat
beragama, warga suatu suku bangsa (etnis), dan warga negara dimana ia berada.
Ketika ia menjadi warga di lingkungan sekolahnya seorang individu pasti
mempunyai kelompok teman bermain dan belajar di kelas. Oleh karena itu
shuudan shugi di sekolah juga sangat penting.
Sejak dahulu masyarakat Jepang sudah menganggap pendidikan itu
penting, meskipun pendidikan modern Jepang dimulai pada masa Meiji, namun
pada masa Tokugawa pun sudah ada lembaga-lembaga pendidikan yang tidak
dapat diabaikan maknanya. Pada masa itu, shogunat dan para daimyo mengadakan
sekolah-sekolah untuk anak-anak samurai. Meskipun memang lembaga-lembaga
pendidikan itu lebih mementingkan pendidikan watak dan olahraga yuda, tetapi
diberikan juga pendidikan berhitung, menulis, dan membaca. Bentuk paham
kelompok (shuudan shugi) dalam lingkungan sekolah yaitu adanya kelompok
yang terbentuk di lingkungan sekolah sejak masa kanak-kanak sampai masa
perkuliahan di perguruan tinggi atau universitas.
Seiring dengan berjalannya waktu, kerjasama kelompok yang tadinya
memiliki dampak positif, seperti rasa kebersamaan, saling berbagi, bekerja sama
dalam menyelesaikan suatu masalah, bagi kehidupan masyarakat Jepang saat ini
perlahan seperti melenceng dari hakikat awalnya, hal ini dibuktikan seperti
contohnya pada paham kelompok yang dilakukan oleh para remaja. Paham
kelompok pada remaja yang belakangan sering terdengar adalah berkelompok
untuk melakukan berbagai macam kenakalan terhadap anggota kelompoknya
sendiri maupun pihak lain yang berujung pada tindakan kriminal, hal ini jelas
memberikan dampak negatif yaitu merugikan dan mencelakai pihak lain. Sebagai
contoh tiga kasus kriminal yaitu dalam kasus keluarnya korban dari sekolah
karena dianiaya oleh teman dan gurunya, kasus pembunuhan oleh kelompok
remaja dan kasus pemukulan oleh kelompok remaja. Kasus keluarnya korban dari
sekolah karena dianiaya oleh teman dan gurunya ini terjadi pada bulan Febuari
1984 di distrik Hokuriku. Seorang murid SMP menolak untuk kembali bersekolah
karena telah menjadi korban ijime selama enam bulan. Sehari sebelumnya, korban
pulang dalam kondisi fisik sudah mengalami luka memar di sekujur wajah dan
tubuhnya yang diduga sebagai akibat dari pemukulan.
Kasus pembunuhan ini melibatkan dua kelompok remaja yaitu kelompok
pelaku yang menjadi korban dan kelompok korban yang menjadi pelaku
pembunuhan, menurut judul artikel Teenage Gang Arrested for Killing Case in
Japan dalam Japan Today (1999), pada bulan Febuari 1999, di temukan mayat
seorang anak SMU di sungai Saitama. Anak kelas dua SMU yang pada saat
meninggal berusia 19 tahun tersebut merupakan korban balas dendam dari tujuh
orang remaja berusia antara 17-19 tahun yang dulu sering Ia ancam dan mintai
uang. Ia dipaksa masuk ke sungai yang pada saat itu ketinggian mencapai
kedalaman lima meter sampai tenggelam dan meninggal. Kasus pemukulan oleh
kelompok remaja jepang kepada seorang lelaki tua yang berusia 69 tahun yang
berhutang kepada empat siswi SMP berusia 14 dan 15 tahun. Menurut judul
artikel Four Teenage Face the Criminal Over killed the Old Man dalam Japan
Today (2000), kasus yang terjadi pada 17 Febuari 2000 di Urawa perfektur
Saitama seorang lelaki tua ini awalnya dipukul dan ditendang oleh keempat siswi
ini di apartemen kecilnya karena tidak mau membayar uang sejumlah tiga ribu
yen yang korban pinjam dari mereka, setelah mereka memukul dan menendang
korban mereka lalu menusuk korban hingga meninggal.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
tentang “Dampak Negatif Dari Penerapan Konsep Shuudan Shugi Dalam
Kehidupan Remaja Di Jepang”.
berbagai tuntutan dari tiap individu yang dilaksanakan oleh sebagian besar
masyarakat yang menganut ideologi kelompok.
Shuudan shugi merupakan paham berkelompok yang dikenal sebagai
bentuk budaya orang jepang. Dijelaskan dalam kutipan berikut:
日本人は集団主義的である、というのが日本文化輪において日本
人を持徴 つ”ける最も顕著な見方である。この見地から、日本人
は自我意識に次ける。この集団主義の見方は、文化人類学。社会
学。社会心理学を始めとして多くの分野における日本研究に現わ
れる。(Yoshino,1992:19).
Terjemahan:
Orang jepang berpaham kelompok dimana pandangan tersebut dianut
oleh orang Jepang yaitu adanya pandangan mengenai ciri khas bahwa
orang jepang harus memiliki pandangan dari shuudan ishiki di dalam diri
sendiri. Dan dilihat dari pandangan shuudan shugi muncul penelitian
jepang yang mencakup penelitian yang luas berawal dari ilmu psikologi
masyarakat, ilmu mengenai masyarakat, dan ilmu mengenai budaya
masyarakat (Yoshino,1992:19)
Goal achievement
Sebaliknya goal achievement ini merupakan komponen motivasi untuk
kepentingan pengambilan keputusan oleh kelompok minoritas. Sehingga dapat
pula dikatakan bahwa we-feeling merupakan value orientation (nilai orientasi)
orang-orang Jepang, sedangkan goal achievement merupakan orientasi
objektifnya seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial, militer, dan lain-lain
(Budi Saronto,2005:281).
artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi
itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan
perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari
perubahan-perubahan fisik itu.
Hurlock (1976) mengatakan bahwa remaja membutuhkan suatu
kepercayaan, hal itu disebabkan karena remaja sedang berada dalam suatu periode
yang penuh ketegangan dan merasa kurang aman, maka remaja membutuhkan
keyakinan di dalam hidupnya dan dapat memberikan perasaan aman. Di banyak
negara, anak yang dijadikan sebagai objek dan diperlakukan sewenang-wenang
masih terjadi sampai sekarang. Sampai abad ke-19 anak masih dianggap sebagai
“batu olahan” yang dapat diukir sesuka hati orangtuanya. Masa remaja adalah
masa yang pasti dialami setiap orang. Masa remaja adalah masa yang penuh
dengan permasalahan. Masa remaja merupakan masa badai dan tekanan yang
dirujuk sebagai masa yang mempengaruhi karakteristik remaja yang sedang
berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada
diri remaja.
Masa remaja sering dianggap sebagai periode badai dan tekanan (storm
and stress period), suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat secara
signifikan akibat perubahan fisik dan hormon yang tidak menentu. Meningginya
tingkat emosi dapat disebabkan karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan
termasuk selama masa kanak-kanak, individu tersebut kurang mempersiapkan diri
untuk menghadapi keadaan dan masalah tersebut. Sehingga mereka mengalami
ketidakstabilan emosi sebagai dampak dari penyesuaian diri terhadap pola
perilaku dan lingkungan sosial yang baru (Grebb, 1994:127).
Ciri-ciri individu yang memasuki remaja memiliki karakteristik dan
gejala-gejala seperti kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan
dan ketidakstabilan dalam emosi. Adanya perasaan kosong akibat perombakan
pandangan dan petunjuk hidup. Adanya sikap menentang orang tua, pertentangan
di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan dengan orang tua,
kegelisahan karena banyak hal yang diinginkan tetapi remaja tidak sanggup
「若者という住々にして、経験が朝育成に自己主張だだけは一人
前ですから聞いているほうがきちんと来ることだってありま
す。」.
Bagi Pembaca :
Calon peneliti selanjutnya,diharapkan dapat memberikan sumbangan
wawasan dan dapat dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya yang
sejenis,khususnya yang berkaitan dengan shuudan shugi.
BAB IV KESIMPULAN