Anda di halaman 1dari 6

pembelajarn harus merujuk pada empat karakter belajar abad 21 yang dikenal dengan 4C, yaitu:

– Critical thinking dan Problem Solving

Guru harus memfasilitasi peserta didik untuk berpikir keritis dengan menyajikan isu-isu penting yang
intelektual dan uptodate, tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian peserta didik akan termotivasi untuk
mengasah kemampuan berpikirnya dalam meyelesaikan setiap permasalahan yang muncul, sehingga
dapat meng-konstruk pengetahuannya sendiri. Dengan demikian belajar akan menjadi sarana bagi
peserta didik untuk memahami kemampuan dirinya sendiri.

– Creative dan Innovation

Setiap pertemuan dalam proses pembelajaran yang akan diberikan oleh guru pada peserta didiknya,
harus mampu mendorong siswa berpikir kreatif. Sehingga peserta didik akan menggunakan seluruh
kemampuannya tanpa merasa dibatasi oleh gguru untuk berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan
kemampuannya. Dalam hal ini guru adalah fasilitator, tidak boleh mendikte apalagi mengintimidasi.
Peserta didik diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan ide atau konsep dalam
pembelajaran.

– Collaboration

Seorang guru abad 21 adalah guru yang selalu memberikan kesempatan pada setiap peserta didiknya,
untuk belsjsr dslsm kelompok ( team work ). Pembelajaran seperti ini akan melatih terbangun karakter
peserta didik untuk menghargai perbedaan. Menimbulkan rasa social dan solider yang kuat sesama
mereka.

– Communication

Pembelajaran yang dilakukan guru haruslah memungkinkan terjadinya komunikasi multi arah.
Komunikasi timbal balik antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, serta komunikasi
dengan sumber belajar. Peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya dan
mendengarkan pendapat orang lain. Mampu menerima pendapat orang lain, dan berani berargumentasi
mengeluarkan pendapatnya dengan santun. Dengan demikian, peserta didik akan terbiasa untuk
membangun pengetahuannya sendiri.

Confusius, dikutip dari teori belajarnya mengatakan, “berikan seorang pria semangkuk nasi, dan anda
akan memberinya makan untuk sehari. Ajarkan seorang pria memelihara padi, dan anda akan
memberinya makan seumur hidup”.

Seorang guru abad 21, harus memberikan stimulus-stimulus yang mampu membangkitkan semangat
belajar pada setiap peserta didiknya untuk memahami pentingnya arti belajar. Belajar bukan hanya untuk
mendapatkan hasil akhir nilai yang baik saja, tapi belajar haruslah menimbulkan kesan yang sangat kuat
pada setiap peserta didik pentingnya perjuangan dalam mencapai tujuan.
Guru abad 21 haruslah juga merupakan guru yang kreatif, guru yang mampu menanamkan karakter
menghargai karya diri, sehingga pesrta didik akan lebih bangga dengan hasil kerjanya sendiri ketimbang
hanya mengambil karya orang lain yang dipakai untuk kejayaan dirinya sendiri. Guru harus mampu
menumbuhkan kepercayaan diri setiap peserta didik, tentang kemampuannya masing-masing dengan
memberikan peluang seluas-luasnya bagi setiap pesrta didik untuk berkarya dan menghargai karya
mereka. Sehingga mereka bangga dengan hasil yang mereka peroleh.

Pendidikan bukanlah proses mengisi wadah yang kosong, melainkan adalah proses menyalakan api
pikiran ( W.B. Yeats ). Artinya seorang guru, bukanlah hanya sekedar pemberi informasi, sekedar
menstransfer materi kepada peserta didik. Tapi yang paling penting adalah bagaimana seorang guru
melatihkan potensi yang ada pada peserta didik menjadi sebuah kemampuan yang memberikan
kebanggaan tersendiri bagi setiap peserta didik.

Gaya pengajaran abad 21 tidak lagi meminta peserta didik untuk diam mendengarkan semua apa yang
paparkan oleh guru, dan menuruti semua kehendak guru tanpa memberikan kesempatan pada peserta
didik mengemukakan ide-idenya. Gaya pengajaran abad 21 haruslah memberikan peluang seluas-luasnya
kepada peserta didik menyampaikan ide, berkreasi sesuai dengan minat dan bakatnya. Guru harus
memfasilitasi semua kemampuan itu menjadi sebuah karya yang akan ditampilkan peserta didik sebagai
hasil belajarnya.

Untuk dapat memenuhi semua kebutuhan peserta didik itu, guru juga harus membekali dirinya dengan
berbagai kemampuan sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga guru dapat memberikan layanan
pembelajaran yang terbaik pada peserta didiknya. Dengan demikian, percepatan pendidikan abad 21
akan dapat dilaksanakan dan mencapai tujuan seperti yang diharapkan semua pihak.

Dengan demikian tugas guru tidaklah mudah, guru diharapkan mampu menyelenggarakan proses
pembelajaran yang tertumpu pada learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life
together. Keempat pilar tersebut menuntut seorang guru kreatif, belajar secara tekun dan harus mampu
untuk meningkatkan kemampuannya, berdasarkan tuntutan tersebut seorang guru tidak hanya
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai produk tetapi tuntutan proses, jadi guru tidak hanya
bermodal tahu tetapi guru juga ikut andil dan memahami dalam berbagai disiplin ilmu yang ditekuni.

Untuk mewujudkan tantangan guru di abad 21 yang dilakukan guru adalah pertama pengajar, guru
mampu menyampaikan mata pelajaran agar dimengerti dan dipahami oleh siswa. Kedua fasilitator,guru
membantu siswa menjadi subjek dalam proses pembelajaran, menjadi teman diskusi dan juga bertukar
pikiran.

Ketiga penjaga gawang, guru membantu anak didik untuk mampu menyaring pengaaruh – pengaruh
negatif yang di lingkungan termasuk dunia maya. Keempat katalisator, guru diharapkan mampu
mengidentifikasi, menggali dan mengopitimalkan potensi anak didik. Kelima penghubung ,guru mampu
menghubungkan anak didik dengan sumber – sumber yang beragam baik di dalam maupun di luar
sekolah.
Dengan demikian, diharapkan guru mampu menyiapkan anak didik untuk memiliki kecakapan abad 21
yakni Critical thinking (berpikir kritis dan analitis), Creative and innovative (kreatif dan inovatif),
Communicative (komunikatif) dan Caloborative (Kolaboratif).

Perbaikan pada sektor Sumber Daya Manusia dapat dilakukan dengan peningkatan pendidikan. Hal yang
paling fundamental adalah mengubah pola pikir dan sifat peserta didik dalam mengembangkan
kemampuannya untuk melek teknologi dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Untuk itu sekolah
diharapkan mampu menciptakan dan membangun pembelajaran yang aktif dan berbasis teknologi
dalam proses pembelajaran. Selain itu sekolah mampu menciptakan kegiatan ekstrakurikuler yang
mendukung peserta didik untuk dapat mengasah mengembangkan bakat sesuai dengan minat peserta
didik.

Konsep pendidikan yang dibangun pada era revolusi industri 4.0 yaitu digitalisasi dan komputerisasi. Hal
tersebut memungkinkan adanya interaksi pembelajaran yang tidak mengenal ruang dan waktu.
Pembelajaran dimana adanya kelas yang tidak harus dilakukan dengan tatap muka langsung dengan
guru. Peserta didik dapat belajar kapan saja, dimana saja bahkan dengan siapa saja tidak harus bertatap
muka langsung dengan guru. Tatap muka dapat dilakukan dengan media video conference (vicon). Nah,
untuk menjawab tantangan tersebut pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Pustekkom membuat sebuah terobosan yaitu membuat Portal Rumah Belajar.

Rumah Belajar merupakan sebuah web pembelajaran yang dikembangkan oleh Kemendikbud. Melalui
portal Rumah Belajar ini diharapkan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh guru, siswa dan masyarakat
untuk belajar. Fitur Rumah Belajar ini dibagi menjadi 8 fitur utama dan 3 fitur tambahan. Pada 8 fitur
utama meliputi Sumber Belajar, BSE (Buku Sekolah Elektronik), Bank Soal, Laboratorium Maya, Peta
Budaya, Wahana Jelajah Angkasa, PKB (Pengembangan Keprofesian berkelanjutan)/ Diklat Online, Kelas
Maya. Fitur tambahan ada 3 yaitu Karya Komunitas, Karya Guru dan Karya Bahasa sastra.

Salah satu yang menarik pada fitur Rumah Belajar yaitu adanya Kelas Maya. Kelas Maya merupakan
sebuah learning management system (LMS) yang dikembangkan khusus untuk memfasilitasi terjadinya
pembelajaran online (daring) antara siswa dan guru kapan saja dan di mana saja. Kelas ini merupakan
kelas virtual dimana guru memberikan bahan ajar dan melakukan diskusi seperti kegiatan belajar
mengajar dikelas. Hanya bedanya dengan kelas biasa, semua kegiatan ini semua dilakukan secara on line
(daring) yang menggunakan jaringan internet.

Kelas Maya ini dapat dimanfaatkan untuk adanya interaksi pembelajaran yang tidak mengenal ruang dan
waktu. Siswa dapat mengikuti pembelajaran virtual dengan guru melalui tool komunikasi sinkronous
(chat, video conference, audio conference, desktop sharing, whiteboard). Melalui hal tersebut
pembelajaran menjadi menarik dan siswa pun aktif dalam pembelajaran karena selalu mencari sumber
belajar dan belajar secara mandiri. Siswa bebas dalam menentukan kapan dia belajar karena belajar
tidak datang atau bertatap muka langsung dengan guru tetapi bisa lewat laptop atau gawai melalui chat
atau vicon.

Pada pembelajaran di Kelas Maya memang pembelajaran lebih bersifat konstruktivistik yang menuntut
pembelajaran aktif dan berpusat pada siswa untuk mendorong keterampilan siswa. Pembelajaran ini
yang sedang digunakan dan dikembangkan oleh pemerintah dalam menghadapi era revolusi industri dan
abad 21. Untuk itulah mari kita dukung program pemerintah dalam mempersiapkan siswa menjadi
generasi yang siap menyongsong era revolusi industri 4.0.

Secara historis, perjuangan yang ditorehkan guru Indonesia amat mengagumkan. Mereka merupakan
profesi penting dan strategis yang dalam upaya memajukan peradaban manusia melalui pendidikan.
Peran strategis guru inilah yang kemudian menjadi sasaran kaum penguasa daerah untuk menjadikannya
sebagai “alat” pelanggengan kekuasaan.

Selama proses belajar mengajar masih juga ditunggangi kepentingan lain, sesungguhnya hakikat belajar
untuk membangun peradaban bangsa tidak akan tercapai. Guru harus bisa memastikan merdeka dari
segala kepentingan yang bisa melemahkan kompetensi dan profesionalismenya sebagai pendidik.

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin besar pula tantangan guru dalam mengajar. Guru
dituntut mampu mempelajari dan menyesuaikan banyak hal baru. Misalnya, cara menggunakan
teknologi untuk pembelajaran, membuat media yang menarik bagi siswa, hingga cara dan strategi
menghadapi generasi yang kini menjadi murid.

Karakteristik murid kini telah berubah. Mereka adalah para generasi Z yang terlahir di era ketika semua
informasi sudah terkoneksi. Murid akan mengekpresikan kesantunan, sikap hormat, dan kepatuhannya
kepada guru melalui cara berbeda pula. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan murid tentang gurunya
akan melahirkan reaksi spontan, lugas, dan tanpa basa-basi.

Guru bertipe medioker atau bahkan otoriter tidak akan mendapat tempat di hati anak didik. Mereka
adalah guru-guru yang menempatkan diri di atas siswanya. Mereka merasa paling berkuasa dan paling
tahu di kelasnya. Guru demikian biasanya menganggap bodoh siswa dan hanya berorientasi pada tugas
serta nilai.
Progresif

Guru diharapkan mampu menjadi orang yang berpandangan progresif seperti yang disuarakan Paulo
Freire. Guru harus mampu memiliki gagasan, pandangan, dan pemikiran luar biasa yang dapat dijalankan
dalam proses belajar mengajar. Dengan begitu, semangatnya mampu menebarkan gairah belajar bagi
seluruh siswa, yang kini diposisikan sebagai pusat pembelajaran.

Hal tersebut menuntut pola relasi guru dengan muridnya secara inklusif. Guru harus meletakkan diri
sebagai seseorang yang terlibat secara langsung dalam proses yang dilalui bersama siswa. Dia sejajar
sebagai mitra dalam mengarungi samudera ilmu pengetahuan. Relasi yang demikian, jika dibangun di
dalam kelas niscaya akan memberikan kenyamanan.

Ini memberi ruang bagi siswa untuk lebih leluasa dalam berekspresi, mengemukakan pendapat, dan
berargumentasi. Akhirnya, merekalah yang akan menemukan sekaligus memecahkan masalah bersama-
sama. Hanya pembelajarlah yang akan bertahan di situasi disruptif masa depan ini. Tidak hanya murid
yang harus belajar.

Seorang guru justru harus menjadi teladan pembelajar sepanjang hayat. Karena melaluinya bisa terlahir
generasi-genarasi pemimpin masa depan. Tilaar (2012), mengatakan bahwa legitimasi dari suatu
pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat abad ke-21 tidak lagi didasarkan pada amatirisme.

Dia harus berdasarkan pada kemampuan yang diperoleh secara sadar dan terarah dalam menguasai
berbagai jenis ilmu pengetahuan dan keterampilan. Baca, tulis, hitung saja tidak cukup. Ada enam literasi
dasar yang harus dikuasai orang dewasa menurut World Economic Forum. Mereka adalah literasi baca
tulis, numerasi, finansial, sains, budaya-kewarganegaraan, serta literasi teknologi informasi dan
komunikasi.

Penggunaan teknologi diharapkan mampu meningkatkan kedekatan guru dengan siswa, bukan malah
sebaliknya. Untuk menjawab tantangan mengajar era digital, guru perlu meyakini bahwa teknologi
bukanlah perangkat utama dalam kegiatan mengajar. Meski teknologi bisa melakukan banyak hal, peran
guru untuk mencetak siswa berkualitas dan berkarakter tetap yang paling penting. Posisi guru tak
tergantikan.

Anda mungkin juga menyukai