Anda di halaman 1dari 15

A.

Tinjauan teori
1. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan / atau hitung eritrosit
lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl
(normal : 14 – 16 g/dl) dan Ht < 40 % (normal : 40 – 48 vol %) pada pria atau
Hb < 12 g/dl (normal : 12 – 14 g/dl) dan Ht < 37% (normal : 37- 43 vol %)
pada wanita (Mnsjoer, 2001).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell
mass) dan atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (
penurunan oxygen carrying capacity) ( Lubis, 2006).
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani & Haribowo, 2008).
Dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hb
dan / atau hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal yaitu Hb < 14 g/dl dan
Ht < 40 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer.
Menurut Mansjoer (2001) klasifikasi anemia yaitu :
a. Anemia Mikrositik Hipokrom :
1) Anemia Defisiensi Besi.
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di
Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing
tambang (ankilostomiasis). Infestasi cacing tambang pada
seseorang dengan makanan yang baik tidak akan
menimbulkan anemia. Bila disertai malnutrisi, baru akan
terjadi anemia.
2) Anemia Penyakit Kronik.
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit
infeksi, seperti infeksi ginjal, paru-paru (abses, empiema dll),
inflamasi kronik (artritis reumatoid) dan neoplasma.
b. Anemia Makrositik :
1) Defisiensi Vitamin B12.
Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena
gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter
autoimun, namun di Indonesia penyebab anemia ini adalah
karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala
yang tidak berat.
2) Defisiensi Asam Folat.
Anemia defisiensi asam folat jarang ditemukan karena
absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Gejalanya yaitu
perubahan megaloblastik pada mukosa, mungkin dapat
ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan
kepribadian.
c. Anemia karena perdarahan.
1) Perdarahan akut akan timbul renjatan bila pengeluaran darah
cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi
beberapa hari kemudian.
2) Perdarahan Kronik biasanya sedikit - sedikit sehingga tidak
diketahui pasien. Penyebab yang sering adalah ulkus peptikum
dan perdarahan saluran cerna karena pemakian analgesik.
d. Anemia Hemolitik.
Pada anemia hemolitik terjadi penurunn usia sel darah merah (
normal 120 hari). Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang
telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah merah
sangat pendek.
e. Anemia Aplastik.
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk
membentuk sel-sel darah. Hal ini bisa karena kongenital namun
jarang terjadi.
2. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat
defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah
yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera). (Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria) (Fadil, 2005).
3. Tanda dan gejala
Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik
(syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan
kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering
pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat
pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung.(Price ,2000:256-264)
Manifestasi klinis
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan
berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap dingin,
BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun, perdarahan
kulit atau mukosa (anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,
hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

Gejala Khas Masing-masing anemia


Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
(Bakta, 2003:15)

4. Masalah keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim O2 ke
sel ditandai dengan warna kulit pucat, pasien merasa tangan dan
kakinya dingin, CRT >3 detik.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat ditandai dengan pasie pasien
mngeluh berat badannya terus turun dan merasa haus.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai
dengan pasien mengatakan klelalhan dan letih setelah beraktifitas.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
ditandai dengan pasien tampak gelisah dan bertanya – tanya tentang
penyakitnya.
e. Keletihan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lesu dan
mengatakan perasaan lelah.
f. Mual berhubungan dengan rasa makanan/ minuman yang tidak enak di
lidah ditandai dengan sensasi muntah dan melaporkan mual.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
b. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan
flowcytometri atau menggunakan rumus:
1) Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun
apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang
spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
2) Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah
merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah
merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan
makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada
kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter
lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi
dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang
tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi
paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum,
jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan
naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi,
dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak
terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi
terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan
besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang
luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam
praktik klinis masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta
menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin
jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah
kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai
kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi
yang spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan
besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi
kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
h. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan
besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan
histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah
hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari
kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik
yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik
invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi
dalam populasi umum (Fadil, 2005).
6. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan
perawatan karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau
penurunan produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
a. pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
b. resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
c. tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap
kondisi yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
a. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
b. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
c. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung
kongestif iatrogenik pada pasien..
d. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,
jika diindikasikan.
e. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor
deficiency yang dikirim untuk pengukuran.
f. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya
Feto-transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam)
jika mereka Rh negatif.
g. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk
mengobati penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda
tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini
beberapa terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia
yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian
terapi berupa:
1) Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri,
misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila
tidak dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh kembali.
2) Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di
dalam tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg,
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous
suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih berbahaya
besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat,
kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu
peningkatan Hb secara cepat seperti pada ibu hamil dan
preoperasi. (preparat yang tersedia antara iron dextran
complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan
diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal
untuk cadangan besi tubuh.
3) Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan
besi adalah pada pasien penyakit jantung anermik dengan
ancaman payah jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan
pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar
hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah
PRC untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi
dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
(Bakta, 2003:36)
b. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian adalah:
1) Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan
sembuh dengan sendirinya.
2) Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat,
atau vitamin B12.
3) Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
4) Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
5) Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi
pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi
kenaikan akan berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-
10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia
sideroblastik adalah:
1) Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik
dengan transfusi darah.
2) Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil
penderita responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
d. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam
folat adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat
meskipun demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-
lain tetap harus dilakukan:
1) Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan
puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.
Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan medula
spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
2) Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari
selama 4 bulan.
3) Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin
intramuskuler 200 mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap
minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap
bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka
terapi utama untuk anemia pernisiosa adalah:
1) Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
2) Terapi pemeliharaan
3) Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
f. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik
kasus tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat
bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi
anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1) Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal
akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat,
pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-
hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat
terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan
tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain
selain transfusi.
2) Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau
disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat
dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka
terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
3) Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di
limpa. Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering
diperlukan transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar
hemoglobin. Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik
supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan
umum dan pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat
0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
2. Konsep dasar asuhan keperawatan
A. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas,
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
yang menunjukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan
nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis;
depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;
takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna):
pucat pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring,
bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak
sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau
kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti
sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis;
tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
mis; penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom
malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena.
Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda
: peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina
(aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan
aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
B. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim O2
ke sel ditandai dengan warna kulit pucat, pasien merasa tangan
dan kakinya dingin, CRT >3 detik.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat ditandai
dengan pasie pasien mngeluh berat badannya terus turun dan
merasa haus.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
ditandai dengan pasien mengatakan klelalhan dan letih setelah
beraktifitas.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
ditandai dengan pasien tampak gelisah dan bertanya – tanya
tentang penyakitnya.
e. Keletihan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lesu dan
mengatakan perasaan lelah.
f. Mual berhubungan dengan rasa makanan/ minuman yang tidak
enak di lidah ditandai dengan sensasi muntah dan melaporkan
mual.

Anda mungkin juga menyukai