PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
pendidikan yang sudah ada seperti pembaharuan terhadap ilmu pengetahuan yang
dapat dilaksanakan melalui pendidikan. Pendidikan yang bermutu hanya akan dicapai
apabila proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang bermutu. Salah satu upaya
pembelajaran.
Salah satu komponen penting dalam mengelola pembelajaran adalah guru. Oleh
karena itu, guru harus berperan aktif dalam membimbing peserta didik untuk belajar.
Melalui guru peserta didik dapat memperoleh transfer pengetahuan dan pemahaman
yang dibutuhkan untuk pengembangan dirinya. Untuk itu guru harus mampu
belajar cara berfikir dari struktur pengetahuan yang utuh, IPA menggunakan
Menurut Asy’ari (2006) IPA merupakan suatu faktor yang mengharuskan peserta didik
selain menguasai teori juga dapat mengaplikasikan konsep dalam kehidupan sehari-
hari. Namun, Kenyataannya peserta didik belum mampu mengaplikasikan teori dengan
kehidupan nyata atau alam sekitar. Bidang IPA merupakan ilmupengetahuan yang
dianggap sulit terutama kimia. Hal ini dipertegas oleh Sudjana (2014) yang
menyatakan bahwa “sampai saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa IPA
merupakan ilmu pengetahuan yang sulit untuk dipelajari, namun sangat penting
diberikan pada siswa”. Hal ini berdampak pada hasil belajar peserta didik.
Kimia adalah salah satu mata pelajaran ilmu alam mempelajari gejala-gejala
alam, tapi mengkhususkan diri di dalam mempelajari struktur, susunan, sifat dan
perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi (Ratri, 2013).
berdasarkan pengalaman secara langsung membentuk konsep, prinsip, serta teori yang
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa.
Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran menunjukkan bahwa siswa kurang
aktif, kurang kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran, daya saing siswa kurang,
siswa kurang percaya diri dalam memecahkan masalah, dan guru jarang melaksanakan
inovasi pembelajaran sehingga proses pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal ini
sejalan dengan hasil observasi terhadap hasil pembelajaran Kimia SMA Negeri 1
Dungaliyo tahun ajaran 2018/2019, wawancara dengan guru pengajar kimia dan
kimia sering tidak sesuai dengan perencanaan. Kedua, kurangnya motivasi belajar dan
konsep diri siswa dapat diamati dari partisipasi siswa di kelas yang sangat kurang.
Motivasi dan konsep diri yang lemah dalam belajar terjadi akibat dari permasalahan
yang disajikan oleh guru kurang bersifat kontekstual, serta pada awal pembelajaran
guru belum menggali pengetahuan awal siswa. Ketiga, sumber belajar kimia yang ada
kepentingan pembelajaran. Guru kimia masih terfokus hanya pada penggunaan buku
teks sebagai sumber belajar. Demikian pula LKPD yang digunakan dalam proses
kondisi riil di lapangan. Keempat, soal-soal yang diberikan pada siswa dalam ulangan
harian lebih banyak menuntut siswa untuk menghafalkan atau mengulang informasi-
informasi yang ada dalam buku teks, sehingga lebih menekankan aspek pengetahuan
dan pemahaman, jarang sekali memberikan soal tipe aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi
Hasil belajar siswa merupakan faktor yang sangat penting karena hasil belajar
yang dicapai oleh peserta didik merupakan alat untuk mengukur sejauh mana peserta
didik menguasai materi pelajaran yang diajarkan. Salah satu faktor yang
memberikan pembelajaran kepada peserta didik agar tidak terjadi kejenuhan. Hal ini
konvensional dapat membuat pelajaran itu mengesankan dan bermakna serta dapat
guru untuk mengajarkan suatu materi kepada peserta didik. Untuk menjelaskan materi
IPA khususnya pelajaran kimia diperlukan model yang sesuai dengan materi
pelajarannya, sehingga peserta didik dapat memahami materi tersebut. Selain itu materi
menuntut peserta didik mandiri dan mampu mencari serta memecahkan masalah yang
ada. Peserta didik dituntut untuk mampu memecahkan masalah dari masalah yang ada,
dengan kehidupan nyata. Perpaduan ini dapat membuat pelajaran lebih bermakna,
berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta
pembelajaran di kelas.
4) Pembelajaran Kimia lebih sering dianggap sebagai suatu produk yang diperoleh
dengan cara menghafalkan suatu konsep dan bukan memahami konsep Kimia
tersebut.
yaitu apakah terdapat pengaruhmodel Problem Based Learning terhadap hasil belajar
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model Problem Based
Learning terhadap hasil belajar siswa pada materi konfigurasi elektron di SMA Negeri
1 Dungaliyo.
1.5 Manfaat Penelitian
permasalahan.
3) Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan guru untuk menggunakan model Problem
Based Learning sebagai alternatif dan bahan pertimbangan bagi guru dalam upaya
kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil
belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Hasil belajar adalah kemampuan
didapatkan dari serangkaian proses belajar. Belajar pada hakikatnya adalah perubahan
yang terdiri didalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar
(Dalem, 2017). Hasil belajar adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menerima
suatu jenis pembelajaran yang diberikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar
(Roestiyah, 1989).
menunjukkan pada prestasi belajar sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator
adanya perubahan tingkah laku siswa. Hasil belajar sebagai tanda terjadinya perubahan
tingkah laku dalam bentuk perubahan pengetahuan. Perubahan tersebut terjadi dengan
Hasil belajar memuat tiga ranah. Menurut Dimyati dalam Septiani (2013) yaitu:
a. Ranah kognitif
Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu pengetahuan, pemahaman,
b. Ranah afektif
Ranah afekif terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, dan
c. Ranah psikomotor
Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan
kreativitas.
sesuatu yang diperoleh setelah melakukan proses pembelajaran atau dapat juga
dikatakan sebagai tingkat kemampuan peserta didik dalam menerima suatu jenis
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua aspek, yaitu:
a. Aspek fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat
intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi
jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta
(kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.
b. Aspek psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas
dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, menurut Muhibbin diantara faktor-
faktor rohaniah siswa pada umumnya dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut:
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat sehingga tidak dapat
diragukan lagi bahwa inteligensi (IQ) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa. Ini berarti semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin
besar peluangnya untuk meraih sukses. Kedua, sikap siswa, sikap adalah gejala
internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon
(response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan
sebagainya baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif,
merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya, sikap
negatif siswa dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa. Ketiga, bakat siswa, secara
umum bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya
setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai
(interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Kelima, motivasi siswa, motivasi berarti pemasuk daya (energizer)
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas tiga macam,
yaitu:
a. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-
teman sekolah dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Guru adalah
pengajar yang mendidik. Guru tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan
belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Tiap siswa berada dalam
lingkungan sosial siswa di sekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui
oleh sesama. Jika seorang siswa terterima, maka siswa dengan mudah menyesuaikan
diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika siswa tertolak, maka Dia akan merasa
tertekan.
b. Lingkungan non-sosial
lapangan olahraga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana
pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium
sekolah, serta berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan
siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Lingkungan yang penuh dengan
kompetisi, sehat, dan kondusif membuat pembelajaran yang nyaman sehingga siswa
siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
menggunakan masalah kehidupan sehari-hari sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah yang disertai
dengan diperolehnya pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran
(Dalem, 2017).
model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk aktif dan mandiri dalam
Model Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang ditandai
dengan kegiatan menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna
yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan
inkuiri.
Menurut Suyanto & Jihad (2013) adalah untuk memberikan kemampuan dasar
dan teknik kepada siswa agar mampu memecahkan masalah, ketimbang hanya dicekoki
dengan sejumlah data dan informasi yang harus dihafalkan. Dengan metode mengajar
ini, pendidik memberikan bekal kepada siswa tentang kemampuan untuk memecahkan
berpikir kritis dan rasional. Bekal kemampuan tentang kaidah dasar dan teknik-teknik
berbasis masalah adalah model pembelajaran yang dapat memecahkan masalah dengan
model Problem Based Learning ini siswa lebih aktif dan mandiri dalam memecahkan
masalah yang telah diberikan oleh guru sehingga dapat mengembangkan cara berpikir
siswa untuk menemukan solusi pemecahan masalah berdasarkan data yang dicari
siswa/mahasiswa,
4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pelajar dalam membentuk dan
6) Menuntut pelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam
bahwa pada model pembelajaran ini siswa terlibat langsung dalam pemecahan masalah
yang telah diberikan oleh guru dimana masalah yang digunakan adalah kehidupan
masalah.
a. Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator atau pembimbing. Pada pembelajaran
didik belajar bersama kelompok yang nantinya informasi yang mereka peroleh dapat
didik. Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, mencoba membuat
menyelesaikan permasalahan.
didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk
kesimpulan.
menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya
nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka
temukan.
kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam
penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan keterampilan
sosial.
penyelesaian permasalahan. Peserta didik dituntut aktif untuk mencari informasi dari
segala sumber berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Hasil analisis peserta
sebagai berikut:
nyata
belajar
3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya
tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal
1) Model Problem Based Learning tidak dapat diterapkan untuk setiap materi
pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. Model Problem
2) Dalam satu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi
orbital pada kulit utama dan subkulit disebut konfigurasi elektron. Pada penulisan
konfigurasi elektron perlu dipertimbangkan tiga aturan (asas), yaitu prinsip Aufbau,
1. Prinsip Aufbau
subkulit-subkulit yang berenergi rendah, kemudian baru ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Dengan demikian, atom berada pada tingkat energi minimum. Pengisisan orbital
Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa subkulit 3dmempunyai energi lebih tinggi daripada
subkulit 4s. Oleh karena itu, setelah 3pterisi penuh maka elektron berikutnya akan
2. Kaidah Hund
subkulit, konfigurasi elektron dapat dituliskan dalam bentuk diagram orbital. Suatu
orbital dilambangkan dengan strip, sedangkan dua elektron yang menghuni satu orbital
dilambangkan dengan dua anak panah yang berlawanan arah. Jika orbital hanya
Dalam kaidah Hund, dikemukakan oleh Friedrich Hund (1894 – 1968) pada
subkulit itu sudah tidak ada lagi orbital kosong. “Pada Orbital yang memiliki energi
elektron”.
3. Larangan Pauli
Pada tahun 1928, Wolfgang Pauli (1900 – 1958) mengemukakan bahwa tidak
ada dua elektron dalam satu atom yang boleh mempunyai keempat bilangan kuantum
yang sama. Dua elektron yang mempunyai bilangan kuantum utama, azimuth, dan
magnetik yang sama dalam satu orbital, harus mempunyai spin yang berbeda. Kedua
“Tidak ada dua elektron dalam satu orbital yang memiliki keempat
(d5) atau penuh (d10) bersifat lebih stabil dibandingkan dengan orbital yang hampir
setengah penuh (d4) atau hampir penuh (d8 atau d9). Dengan demikian, jika elektron
terluar berakhir pada d4, d8 atau d9 tersebut, maka satu atau semua elektron pada orbital
s (yang berada pada tingkat energi yang lebih rendah dari d) pindah ke orbital subkulit
d. Sebagai contoh untuk setengah penuh 24Cr dan untuk yang penuh 29Cu dapat dilihat
Konfigurasi ion positif dan negatif bergantung pada jumlah elektron yang
dimiliki ion tersebut. Atom-atom atau ion-ion yang memiliki jumlah elektron yang
elektron pada ion yang bermuatan pada dasarnya sama dengan penulisan konfigurasi
elektron pada kulit terluarnya sebanyak x, sedangkan ion negatif (misalnya y–)
terbentuk karena menarik elektron sebanyak y. Sebagai contoh, konfigurasi ion Na+
dengan F-. Ion Na+ dapat terbentuk jika atom Na melepaskan satu elektronnya (pada
3s1), sedangkan ion F- dapat terbentuk jika atom F menerima satu elektron. Konfigurasi
kedua ion itulah yang disebut dengan isoelektronis. Contoh penulisan konfigurasi
Jika elektron terakhir mengisi subkulit s pada sp terletak pada golongan A dan
IIA
Jika elektron terakhir mengisi subkulit p pada sp terletak pada golongan III A s/d
VIIIA
s+dTentukan
= 8,9, 10 konfigurasi,
→ Gol. VIIIB s+d =
periode, dan golongan →(Z=26)!
12Fe
dari Gol. IIB
Jawab:
Konfigurasi Elektron :1s2 2s2 2p6 3s23p64s2 3d6
Periode :4
Golongan :VIIIB
Beberapa penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Raudhatul Hanifa di MAN 1 PIDIE tahun 2017 menyimpulkan
bahwa berdasarkan data yang dianalisis menggunakan uji t diperoleh nilai signifikan
0,000 < 0,005 maka dapat diputuskan bahwa H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
(PBL) terhadap hasil belajar siswa pada materi stoikiometri di MAN 1 Pidie.
Negeri 1 Seputih Mataram 2017. Berdasarkan hasil pretest kelas eksperimen diperoleh
33,72 dan posttest sebesar 59,97 dengan peningkatan rata-rata hasil belajar sebesar
26,25 dan hasil pretest kelas kontrol diperoleh 36,19 dan posttest sebesar 50,28 dengan
peningkatan rata-rata hasil belajar sebesar 14,09. Berdasarkan hasil uji perbedaan hasil
pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar fisika siswa. Dapat dikatakan
bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar melalui model pembelajaran
berbasis masalah dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvesional. Hal ini
ditunjukkan dari hasil uji t sebesar 2,47. Pada taraf signifikansi 5% (α=0,05) atau
lebih besar dari ttabel yakni 2,47>2,000. Karena thitung>ttabel maka H0 ditolak. Yang
berarti ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar
melalui model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar melalui
pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata yang diperoleh antara siswa yang belajar
melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu sebesar 77,48 dan siswa yang
Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh Novi Bandi pada tahun 2015 di
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari sebelum menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah pada materi operasi bilangan bulat tergolong cukup dan
baik dimana 25 orang atau 78,13%, siswa memperoleh nilai antara 46 dan 53 serta 7
orang atau 21,87%, siswa memperoleh antara 57 dan 64. (2) Hasil belajar matematika
siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Kendari sesudah menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah pada materioperasi aljabar tergolong baik dan tinggi dimana 21 orang
atau 65,62% siswa memperoleh skor 67 dan 82 serta 9 orang atau 28,13% siswa
memperoleh skor 82 dan 92. Dengan demikian model pembelajaran berbasis masalah
memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa
pada materi operasi aljabar, kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 12 Kendari.
membantu siswa dalam pembelajaran materi perbaikan dan setting ulang PC dapat
24,2%, Keterampilan berpikir kritis siswa setelah penerapan PBM yaitu siswa dengan
kategori keterampilan berpikir kritis sangat tinggi sebanyak 20 siswa (69%), kategori
tinggi sebanyak 7 siswa (24,2%), kategori rendah sebanyak 2 siswa (6,9%) dan
kategori sangat rendah yaitu sebanyak 0 siswa (0%), penerapan PBM dapat
meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 31,03%, dan (d) Hasil belajar siswa setelah
penerapan PBM yakni jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 29 siswa (100%).
yang menggunakan model eksperimen semu dengan desain non equivalent control
group. Analisis data menggunakan uji t (independent sample t-test). Hasil penelitian
terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar geografi siswa SMAN 6 Malang.
Nilai rata-rata dain skor kelas eksperimen lebih besar yaitu 33,10 dibandingkan kelas
kontrol yaitu 16,24. Hasil perhitungan analisis data dengan uji t yaitu 0,000 lebih kecil
pembelajaran siswa akan dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien
sehingga hasil belajarnya pun akan lebih optimal, agar diperoleh hasil belajar yang
optimal maka dalam proses pembelajaran diperlukan suatu model pembelajaran yang
tepat. Dengan menggunakan model Problem Based Learning, siswa akan dituntut
untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dengan langkah-langkah belajar
menemukan sendiri jawaban dari masalah yang sedang mereka hadapi dan siswa akan
lebih berperan aktif dalam pembelajaran maka pembelajaran akan lebih efektif dan
efisien.
kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan model Problem Based Learning dan
kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan model konvensional. Pada awal
Kemudian penerapan model pembelajaran berbasis masalah ini diukur dengan cara
melihat rata-rata hasil belajar siswa. Model pembelajaran ini diduga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran kimia khususnya pada ranah afektif
dan kognitif. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kerangka pemikiran
(Post-test )
(Post-test )
Hasil belajar
Hasil belajar
Bandingkan
maka rumusan hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu terdapat pengaruh
problem based learningterhadap hasil belajar peserta didik pada materi konfigurasi
elektron.
BAB III
METODE PENELITIAN
Design yaitu dalam bentuk desain Pretest-Posttest Control Group Design (Sugiyono,
2016). Dalam rancangan desain ini menggunakan dua kelas, kelas eksperimen yang
diberi perlakuan dengan model Problem Based Learning dan kelas kontrol yang diberi
pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) untuk kelas eksperimen dan
model konvensional untuk kelas kontrol. Setelah itu diberikan Posttest untuk
mengetahui hasil belajar siswa pada materi konfigurasi elektron. Rancangan penelitian
disebut juga sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas atau
karena ada tindakan. Variabel terikat ada penelitian ini yaitu sesuatu yang dipengaruhi
kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah
hasil belajar kognif dengan indikator yang meliputi pengetahuan (C1), pemahaman
(C2), penerapan (C3), dan Analisis (C4), aspek belajar afektif yang terdiri dari lima
karakterisasi, serta aspek psikomotor yang terdiri dari imitasi, manipulasi, dan
artikulasi.
ranah kognitif yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan Analisis
(C4), berdasarkan skor yang diperoleh dari tes yang diberikan pada siswa maka dapat
dilihat hasil belajar kognitif siswa dari yang mendapatkan nilai tertinggi sampai
terendah.
Hasil belajar afektif adalah aspek yang berkenaan dengan sikap siswa.
Pencapaian aspek afektif ini dapat diperoleh dari lembar observasi dengan indikator
karakterisasi. Skor rata-rata sikap siswa yang diperoleh dari lembar pengamatan dapat
dan kemampuan bertindak siswa. Pencapaian aspek psikomotor dapat diperoleh dari
lembar observasi dengan indikator yang terdiri dari imitasi, manipulasi, dan artikulasi.
Skor rata-rata keterampilan siswa yang diperoleh dari lembar pengamatan dapat
c. Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi tes hasil belajar kognitif siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Rubrik penilaian aspek afektif siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.5.
Rubrik penilaian aspek psikomotor siswa dapat dilihat pada Tabel 3.6.
(Arikunto,2009)
disebut juga sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent. Variabel bebas adalah
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini variabel eksperimen adalah model
siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
tahap pembelajaran Problem Based Learning yaitu orientasi pada masalah, dimana
siswa memunculkan masalah dan terlibat langsung dalam pemecahan masalah tersebut.
Tahap berikut guru mengorganisasikan siswa utuk belajar dalam hal ini dibentuk
dengan masalah. Tahap terakhir yaitu siswa menyajikan hasil karya dan mengevaluasi
pemecahan masalah.
Secara operasional variabel bebas pada penelitian ini adalah sebagai proses
pelaksanaan pembelajaran dengan model Problem Based Learning. Dapat dilihat dari
segi keaktifan proses yang ditunjukan oleh adanya kemampuan masing-masing siswa
sebagai pelaku utama dalam kegiatan tersebut. Adapun tahapan yang akan dilakukan
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA SMA Negeri 1
Dungaliyo tahun ajaran 2018/2019 yang terdiri dari 4 kelas yaitu X IPA 1, X IPA 2, X
IPA 3, X IPA 4 yang berjumlah 122 orang, dimana kelas X IPA 1 berjumlah 30 orang,
kelas X IPA 2 berjumlah 30 orang, kelas X IPA 3 berjumlah 31 orang, dan kelas X IPA
4 berjumlah 31 orang.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
menggunakan Random Sampling (sampel acak). Sampel pada penelitian ini adalah X
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
3.5.1 Tes
Tes ini dilakukan untuk menguji taraf pemahaman siswa terhadap materi yang
yang telah diajarkan dengan model Problem Based Learning. Tes yang diberikan
terbagi dua, yaitu pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum proses pembelajaran
instrument tes dalam bentuk tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda ini mengacu pada
indikator hasil belajar siswa yang akan diukur yaitu pengetahuan (C1), pemahaman
3.5.2 Observasi
dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah
Dalam observasi nonpartisipatif pengamat tidak ikut dalam kegiatan, hanya berperan
mengamati kegiatan. Lembar observasi digunakan untuk mengunpul data aspek afektif
Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus valid. Instrumen yang valid
menunjukan bahwa alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data itu valid. Sebuah
tes dapat dikatakan valid jika hasilnya sesuai dengan kriterium, Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki
kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas setiap butir soal tes berbentuk pilihan ganda (multiple
𝑀𝑝−𝑀𝑡 𝑝
𝛾𝜌𝑏𝑖 = √
𝑆𝑡 𝑞
Keterangan:
𝛾𝜌𝑏𝑖 = koefisien korelasi biserial
Mp = rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang
dicari validitasnya.
Mt = rerata skor total
St = standar deviasi dari skor total proporsi
p = proporsi siswa yang menjawab benar
q = proporsi siswa yang menjawab salah (q=1- p)
(Arikunto, 2008)
Reliabilitas adalah keakuratan dan ketepatan dari suatu alat ukur dalam suatu
prosedur pengukuran. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa
kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama, di peroleh hasil
pengukuran yang relatif sama selam aspek yang diukur dalam diri subjek memang
belum berubah. Menurut Sudjana (2005), reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan
atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilai artinya kapanpun alat
penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Pada instrumen
soal ini dihitung reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen tes yang digunakan
reliabel atau tidak. Pengujian reliabel dalam penelitian ini menggunakan rumus KR 15
𝑘 𝑠𝑡2 − ∑𝑝𝑖 𝑞𝑖
ri = (𝑘−1) ( )
𝑠𝑖2
Keterangan :
k = Jumlah item dalam instrumen
M = Mean skor total
st2 = Varians total (Sugiyono, 2016)
Setelah tes divalidasi dan di tes realibitas maka tes siap diujikan pada siswa
untuk mengukur perbedaan hasil belajar siswa menggunakan dua model yang berbeda.
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting karena tahap ini merupakan tahap
penentuan dari hasil penelitian. Analisis data bertujuan untuk membatasi penemuan-
penemuan hingga menjadi suatu data yang teratur, tersusun dan mudah dipahami.
Pada Teknik analisi data dilakukan pengujian normalitas data untuk mengetahui
bahwa data yang diambil berasal dari populasi akan terdistribusi normal atau tidak. Hal
ini dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik. Caranya adalah menentukan
L0 = |F(Zi)-S(Zi)|
Untuk mencari L0, maka harus diketahui Zi,F(Zi) dan S(Zi) dengan persamaan
masing-masing :
𝐱 𝐢 − 𝐱̅
𝐙𝐢 =
𝐬
Keterangan:
Uji Homogenias adalah uji yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kesamaan dari suatu populasi. Uji homogenitas dilakukan setelah data terdistribusi
perbandingan varian terbesar dengan varian terkecil antara kedua kelompok kelas
Dengan kriteria pengujian jika Fhitung≤ Ftabel maka H0 diterima, yang berarti
varians kedua populasi homogen dan jika Fhitung≥ Ftabel maka H0 ditolak, yag berarti
Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini, digunakan uji statistik yaitu uji t
untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel
H0 : Tidak terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar
Dimana:
t = nilai hitung
𝑋̅1 = nilai rata-rata kelas eksperimen
𝑋̅2 = nilai rata-rata kelas kontrol
𝑆12 = Varian eksperimen
𝑆22 = Varin kontrol
n1 = jumlah anggota kelas eksperimen
n2= jumlah anggota kelas kontrol
Kriteria pengujian terima H0jika Thitung< Ttabel pada taraf signifikan α = 0,05.
Sebaliknya terima Hajika Thitung > Ttabel pada taraf signifikan α = 0,05 dengan derajat
kebebasan (dk) = n1 + n2 – 2.
Tolak Ha jika :
H0: μ1 = μ2: Tidak terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil
Terima Ha jika :
Ha: μ1 ≠ μ2:Terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar