Anda di halaman 1dari 21

Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange

Terhadap Hasil Belajar Siswa di SMA N 1 Telaga pada Materi


Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit

Oleh
Sandra Ibrahim
441416040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini yang syarat akan persaingan yang ketat dan terbuka pemerintah
harus mampu menyikapi dunia pendidikan secara tepat dan bijak. Pendidikan memang telah
menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia sehingga tidak kalah bersaing
dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Era globalisasi membawa dampak positif dan
negatif disinilah peran pendidikan sangat penting diterapkan oleh guru untuk menghindari dampak
negatif dari era globalisasi serta mampu menciptakan lulusan yang bisa menghadapi era globalisasi
yang syarat akan persaingan dan tantangan.

Berbagai macam pembaruan dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang
sudah ada seperti pembaharuan terhadap ilmu pengetahuan yang dapat dilaksanakan melalui
pendidikan. Pendidikan yang bermutu hanya akan dicapai apabila proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru yang bermutu. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dapat ditempuh dengan memperbaiki kualitas pembelajaran.
Salah satu komponen penting dalam mengelola pembelajaran adalah guru. Oleh karena itu,
guru harus berperan aktif dalam membimbing peserta didik untuk belajar. Melalui guru peserta
didik dapat memperoleh transfer pengetahuan dan pemahaman yang dibutuhkan untuk
pengembangan dirinya. Untuk itu guru harus mampu merancang bagaimana peserta didik dapat
berpartisipasi dalam pembelajaran.

Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam


mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.
Dalam rangka membangun manusia yang berpendidikan seutuhnya sangat dibutuhkan pembinaan
sumber daya manusia. Oleh karena itu, pendidikan sangat perlu diperhatikan oleh semua
komponen mulai dari pemerintah, masyarakat, dan pengelola pendidikan pada khususnya.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bidang yang memberikan pengalaman belajar cara
berfikir dari struktur pengetahuan yang utuh, IPA menggunakan pendekatan empiris yang
sistematis dalam mencari penjelasan fenomena alam. Menurut Asy’ari (2006) IPA merupakan
suatu faktor yang mengharuskan peserta didik selain menguasai teori juga dapat mengaplikasikan
konsep dalam kehidupan sehari-hari. Namun, Kenyataannya peserta didik belum mampu
mengaplikasikan teori dengan kehidupan nyata atau alam sekitar. Bidang IPA merupakan ilmu
pengetahuan yang dianggap sulit terutama kimia. Hal ini dipertegas oleh Sudjana (2014) yang
menyatakan bahwa “sampai saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa IPA merupakan
ilmu pengetahuan yang sulit untuk dipelajari, namun sangat penting diberikan pada siswa”. Hal
ini berdampak pada hasil belajar peserta didik.
Kimia adalah salah satu mata pelajaran ilmu alam mempelajari gejala gejala alam, tapi
mengkhususkan diri di dalam mempelajari struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta
energi yang menyertai perubahan materi (Ratri, 2013). Pembelajaran kimia diarahkan pada
pendekatan saintifik dimana keterampilan proses sains dilakukan melalui percobaan untuk
membuktikan sebuah kebenaran sehingga berdasarkan pengalaman secara langsung membentuk
konsep, prinsip, serta teori yang melandasinya (Magdalena, Octaviany. 2014).

Mengajar tidak sembarangan,tetapi ada tuijuan yang hendak di capai yaitu meningkatkan
dan memelihara perhatian anak didik terhadap relevensi proses belajar mengajar,memberikan
kesempatan fungsinya motivasi, membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah memberikan
kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar individual dan mendorong anak untuk belajar. Inti pokok
dari pembelejaran adalah siswa yang belajar. Belajar dalam arti perubahan dan peningkatan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi.

Kemampuan kognitif siswa dapat dilihat dari keaktifan siswa dan kemandirian siswa
maupun kemampuan siswa dalam pembelajaran. Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar
agar dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa bukanlah hal yang mudah. Banyak sekali
ditemukan siswa yang mendapat nilai rendah dalam sejumlah mata pelajaran. Ada pula yang dapat
nilai tinggi dalam sejumlah mata pelajaran, namun mereka masih kurang mampu menerapkan
dengan baik berupa pengetahuan, ketrampilan maupun sikap dan situasi yang lain.

Gambaran siswa dalam mengikuti pelajaran mempunyai kecenderungan diantaranya: 1).


Diruang kelas siswa tenang mendengarkan guru. 2). Hampir semua siswa tidak mempunyai
inisiatif untuk bertanya kepada guru. 3). Sibuk menyalin apa yang di ucapkan guru. 4). Apabila
ditanya oleh guru tidak ada yang mau menjawab tetapi mereka menjawab bersamaan sehingga
suaranya tidak jelas. 5). Siswa terkadang ribut sendiri waktu guru menerangkan atau mengajar.

Berkaitan dengan masalah diatas, pada pembelajaran kimia ditemukan keragaman masalah
sebagai berikut: keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran kimia hampir tidak nampak. Siswa
jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal
yang belum paham. Keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran
belum kelihatan masih kurang. Biasanya siswa baru menulis setelah guru menulis jawaban.

Kemandirian siswa dalam belajar kimia juga belum nampak pada pembelajaran kimia,
banyak ditemukan siswa yang belum mengerjakan tugas rumah, pengulangan materi ajar yang
biasanya diberikan pada awal pembelajaran. Karena banyak siswa yang tidak mempelajari
dirumah, maka dapat menghambat proses belajar mengajar.

Gambaran permasalahan diatas menunjukan bahwa pembelajaran kimia perlu diperbaiki


guna meningkatkan kemampuan dan prestasi siswa. Usaha tersebut diawali dengan meningkatkan
kemampuan kognitif siswa yang dalam hal ini dibatasi pada keaktifan dan kemandirian siswa.
Mengingat pentingnya kimia, dalam pembelajaran kimia idealnya usaha ini diawali dengan
pembenahan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yaitu dengan menawarkan suatu
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampua kimia siswa salah satu cara yaitu dengan
menerapkan pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange.
Menurut Bloom, proses belajar, baik disekolah maupun diluar sekolah, menghasilkan
menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang dikenal sebagai taxonomy Bloom, yaitu
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sunarto dan Agung Hartono 2002:11).

Kognitif merupakan suatu proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang
berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan, mengkategorikan, memecahkan
masalah, menciptakan dan berfantasi. Perkembangan kognitif sendiri adalah perkembangan fungsi
intelek atau proses proses perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak. Kemampuan
kognitif berkaitan dengan pengetauan kemampuan berfikir dan kemampuan memecahkan
masalah. Kemampuan kognitif juga erat hubungannya dengan prestasi belajar matematika. Tanpa
kemampuan kognitif sulit dibayangakn seorang siswa dapat barfikir, karena tanpa mustahil siswa
tersebut dapat memahami materi-materi pelajaran yang disajikan kepadanya. Upaya
pengembangan kognitif secara terarah, baik oleh orang tua maupun guru sangat penting.

Model pembelajaran adalah suatu rancangan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk
mengajarkan suatu materi kepada peserta didik. Untuk menjelaskan materi IPA khususnya
pelajaran kimia diperlukan model yang sesuai dengan materi pelajarannya, sehingga peserta didik
dapat memahami materi tersebut. Selain itu materi yang diberikan harus terintegrasi dengan
kehidupan, sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Jadi model pembelajaran
yang cocok adalah model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchange.

Menurut Silberman (2009: 85) model cooperative learning tipe rotating trio exchange
(RTE) merupakan sala satu model pembelajaran yang efektif bagi siswa untuk berdiskuksi tentang
berbagai masalah pembelajaran dengan beberapa anak didalam kelas. Pertukaran tiga anak yang
dirotasikan, akan berjalan dengan mudah jika dilengkapi dengan materi pembelajaran yang
mendukung. Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa rotating trio exchange (RTE) adalah
sala satu model pembelajaran cooperative learning yang menerapkan pembelajaran secara
berkelompok dimana setiap kelompok terdiri atas tiga orang (trio). Trio tersebut akan diputar
dengan ketentuan satu anggota tetap di tempat.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menggunakan model pembelajaran Kooperatif


tipe Rotating Trio Exchange dalam pembelajaran kimia dengan melaksanakan penilitian yang
berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange Terhadap
Kemampuan Koognitif Siswa di SMA Negeri 1 Telaga pada Materi Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit”

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
a. Peserta didik umumnya kurang aktif berpartisipasi dalam proses kegiatan pembelajaran di
dalam kelas
b. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran kimia sering tidak
sesuai dengan perencanaan
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu apakah


terdapat pengaruh pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange Terhadap Kemaampuan
Koognitif Siswa di SMA Negeri 1 Telaga pada Materi Larutan Elektron dan Non Elektrolit ?
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating
Trio Exchange Terhadap Kemampuan Koognitif Siswa di SMA Negeri 1 Telaga pada Materi
Larutan Elektrolit dan Non Elekrolit
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penilitian adalah sebagai berikut:
a. Bagi Siswa
Memberikan suasana belajar lebih kondusif dan menyenangkan sehingga peserta didik
tidak jenuh belajar. Dan Melatih kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis terhadap suatu
permasalahan.
b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan guru untuk menggunakan model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange sebagai alternatif dan bahan pertimbangan bagi guru
dalam upaya meningkatkan kemampuan koognitif pada diri siswa dalam pembelajaran kimia.
c. Bagi Sekolah

Sekolah dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi untuk meningkatkan
kualitas proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Serta sekolah dapat mendukung guru
untuk melaksanakan metode pembelajaran yang cocok untuk setiap materi dalam
pembelajaran.
d. Bagi Peneliti

Peneliti mempunyai pengetahuan dan wawasan mengenai strategi pembelajaran dan


mampu menentukan alternative metode untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemampuan Koognitif

Kemampuan koognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan
syaraf pada waktu manusia sedang berfikir. Menurut Abdurrahman kemampuan koognitif
berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di
pusat susunan syaraf. Sala satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan perkembangan
koognitif ini adalah teori Piaget (Mulyono: 2012). Koognitif adalah proses yang terjadi secara
internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir. Kemampuan koognitif
ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada
di pusat susunan syaraf.

Menurut Ahmad Susanto bahwa Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan
individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
Kemampuan koognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Jadi proses
koognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan
berbagai minat terutama sekali ditunjukan kepada ide-ide belajar.

Sendangkan menurut Husdarta dan Nurlan bahwa perkembangan Koognitif adalah suatu
proses terus menerus, namun hasilnya tidak merupakan kelanjutan dari hasil-hasil yang telah
dicapai sebelumnya. Anak akan melewati tahapan perkembangan koognitif atau periode
perkembangan. Setiap periode perkembangan, anak berusaha mencari keseimbangan antara
struktur koognitifnya dengan pengalaman barunya. Ketidakseimbangan memerlukan
pengakomodasian baru serta merupakan transformasi keperiode berikutnya.

Menurut Zainal Aqib, Koognitif lebih terkait dengan kemampuan anak untuk
menggunakan otaknya secara menyeluruh. Kemampuan yang termasuk dalam aspek kognitif
sangat banyak dan cakupannya pun sangat luas.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil pendapat diatas dapat diambil
pengertian bahwa faktor kognitif mempunyai peran penting bagi keberhasilan anak dalam belajar
karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan
berpikir. Kemampuan kognitif yang dimaksud agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap
dunia sekitar melalui panca inderanya sehinga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut
anak dapat melangsungkan hidupnya.
2.1.1 Fase Perkembangan Kognitif

Menurut Mulyono Abdurrahman, sala satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan
perkembangan koognitif ini adalah teori Piaget. “Jean Piaget, yang hidup dari tahun 1896
sampai tahun 1980, adalah seorang ahli biologi dan psikologi berkebangsaan Swiss. Ia
merupakan sala saru seorang yang merumuskan teori yang dapat menjelaskan fase-fase
perkembangan kognitif. Teori ini dibangun berdasarkan dua sudut pandang yang disebut sudut
pandang aliran structural (structuralism) dan aliran konstruktif (constructivism).

Aliran structural yang mewarnai teori Piaget dapat dilihat dari pandangannya tentang
inteligensi yang berkembang melalui serangkaian tahap perkembangan yang ditandai oleh
perkembangan kualitas truktur kognitif. Aliran konstruktif terlihat dari pandangan Piaget yang
menyatakan bahwa, anak membangun kemampuan kognitif melalui interaksinya dengan dunia
sekitarnya.

Dalam hal ini, piaget menyamakan anak dengan peneliti yang selalu sibuk membangun
teori-teorinya tentang dunia disekitarnya. Hasil dari interaksi ini adalah terbentunya struktur
kognitif, atau skemata (dalam bentuk tunggal disebut skema) yang dimulai dari terbentuknya
struktur berpikir secara logis, kemudian berkembang menjadi suatu generalisasi kesimpulan
umum.

Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif. Yang berarti


perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Demikian pula,
apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan
memperoleh hambatan. Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase, yaitu
fase sensorimotor, fase pra-operasional, fase operasi konkret, dan fase operasi formal (Sujini,
2008).

a. Fase Sensorimotor (usia 0-2 tahun)

Pada masa dua tahun kehidupannya, anak berinteraksi dengan dunia di sekitarnya,
terutama melalui aktivitas sensoris (melihat, meraba, merasa, mencium, dan mendengar) dan
persepsinya terhadap gerakan fisik, dan aktivitas yang berkaitan dengan sensoris tersebut.
Koordinasi aktivitas ini disebut dengan istilah sensorimotor.

Fase sensorimotor dimulai dengan gerakan-gerakan refleks yang dimiliki anak sejak ia
dilahirkan. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini, anak mulai membangun
pemahamannya tentang lingkungannya melalui kegiatan sensorimotor, seperti menggenggam,
mengisap, melihat, melempar, dan secara perlahan ia mulai menyadari bahwa suatu benda
tidak menyatu dengan lingkungannya, atau dapat dipisahkan dari lingkungan di mana benda
itu berada.

Selanjutnya, ia mulai belajar bahwa benda-benda itu memiliki sifat-sifat khusus.


Keadaan ini mengandung arti, bahwa anak telah mulai membangun pemahamannya terhadap
aspek-aspek yang berkaitan dengan hubungan kualitas, bentuk, dan ukuran, sebagai hasil
pemahamannya terhadap aktivitas sensorimotor yang dilakukannya
Pada akhir usia 2 tahun, anak sudah menguasai pola-pola sensimotor yang bersifat
kompleks, seperti bagaimana cara mendapatkan benda yang diinginkannya (menarik,
menggenggam atau meminta), menggunakan satu benda dengan tujuan yang berbeda. Dengan
benda yang ada ditangannya, ia mampu melakukan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini
adalah awal kemampuan berpikir secara simbolis, yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu
objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empiris.

b. Fase Praoperasional (usia 2-7 tahun)

Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-
benda disekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi
juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat
berbentuk dari percakapan melalui telepon mainan atau pura-pura menjadi bapak atau ibu, dan
kegiatan simbolis lainnya.

Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses
berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan
anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya.

Fase ini merupakan rasa permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya
dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan
tidak terorganisasi secara baik. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu
subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif.
Subfase fungsi symbol ini terjadi pada usia 2 – 4 tahun.

Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggambarkan suatu objek
yang secara fisik tidak hadir. Kemampuan ini membuat anak dapat menggunakan balok-balok
kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa
ini, anak sudah dapat menggambarkan manusia secara sederhana. Sunfase berpikir secara
egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidak
mampuan anak untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak,
bagi anak fase ini ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah
egosentris.

Subfase berpikir secara intuitif terjadi pada usia 4-7 tahun. Masa ini disebut subfase
berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannya mengerti dan mengetahui
sesuatu, seperti menyusun balok mejadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya anak
tidak mengetahui alas an-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun menjadi rumah.
Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa
yang ada dibalik suatu kejadian.

c. Fase Operasi Konkret (usia 7-12 tahun)


Pada fase operasi konkret, kemampuan anak untuk berpikir secara logis sudah
berkembang, dengan syarat obyek yang menjadi sumber berpikir logis tersebut hadir secara
konkret. Kemampuan berpikir ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas mental seperti
mengingat,memahami dan mampu berpikir, belajar, mengingat dan berkomunikasi karena
proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme dan lebih egois (Wiji Hidayati dsn Sri Purnami:
2008).

d. Fase Operasi Formal (usia 12 tahun sampai dewasa)

Fase operasi formal ditandai dengan perpindahan dari cara berpikir konkret ke cara
berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari kemampuan mengemukakan
ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah, yaitu
mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis
(Sujiono: 2008).

2.1.2. Aspek utama dalam Pengembangan Kognitif

Menurut Departemen Pendidikan Nasional pengembangan Kognitif merupakan


perwujudan dari kemampuan primer yaitu:

a. Kemampuan berbahasa (verbal comprehension)


b. Kemampuan mengingat (memory)
c. Kemampuan nalar atau berpikir logis (reasoning)
d. Kemampuan tilikan ruang (spatial factor)
e. Kemampuan bilangan (spatial factor)
f. Kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency)
g. Kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed)

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Ada
faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut. Faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif menurut Piaget yang dikutip oleh Siti Partini bahwa “pengalaman yang
berasal dari lingkungan dan kematangan,keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif
anak”. Sedangkan menurut Soemiarti dan Patmonodewo perkembangan kognitif dipengaruhi
oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan
gizi anak walaupun masih dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak.

Menurut Piaget yang dikutip oleh Asri Budiningsih makin bertambahnya umur
seseorang maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pada
kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan akan mengalami adaptasi
biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan
kualitatif di dalam sruktur kognitifnya.

Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif
antara lain: (Ahmad Sutanto: 2011)

a. Faktor Hereditas/Keturunan

Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat
Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa potensi
tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Taraf intelegensi sudah ditentukan
sejak lahir.

b. Faktor Lingkungan

John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti
kertas putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabula rasa. Taraf intelegensi
ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan
hidupnya.

c. Faktor Kematangan

Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan dengan usia
kronologis.

d. Faktor Pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi


perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu pembentukan sengaja (sekolah
formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).

e. Faktor Minat dan Bakat

Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan untuk


berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat
kecerdasannya. Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat
mempelajarinya.

f. Faktor Kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti manusia
dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas memilih masalah
sesuai kebutuhan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang
mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah faktor kematangan dan pengalaman
yang berasal dari interaksi anak dengan lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungan,
anak akan memperoleh pengalaman dengan menggunakan asimilasi, akomodasi, dan
dikendalikan oleh prinsip keseimbangan. Pada anak TK, pengetahuan itu bersifat subyektif
dan akan berkembang menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja
atau dewasa.

2.2 Pembelajaran Kooperatif

2.2.1 Pengertian

Pembelajaran yang bernaung dalam teori konstruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran


kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam
kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.Jadi, hakikat
sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Djahiri dalam Isjoni (2009:19) menyebutkan pembelajaran kooperatif sebagai


pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar yang siswa
sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan
belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan
kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah. Lingkungan belajarnya juga membina dan
meningkatkan serta mengembangkan potensi diri siswa sekaligus memberikan pelatihan hidup
senyatanya. Jadi, pembelajaran kooperatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran
kelompok yang terarah, terpadu, efektif-efisien, kearah mencari atau mengkaji sesuatu melalui
proses kerjasama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang
produktif (survive).

Nasution dalam Isjoni (2009:20) mengemukakan belajar kelompok itu efektif bila setiap
individu merasa bertanggung jawab terhadap kelompok, anak turut berpartisipasi dan bekerja sama
dengan individu lain secara efektif, menimbulkan perubahan yang konstruktif pada kelakuan
seseorang dan setiap anggota aman dan puas di dalam kelas.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran


kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan siswa lain sebagai sumber
belajar, disamping guru dan sumber belajar lainnya.
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:

a. Setiap anggota memiliki peran


b. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

2.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama


dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran koopertif dapat meningkatkan cara belajar siswa
menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial Isjoni (2009:21)
mengemukakan tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar pembelajaran kooperatif
adalah agar siswa dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling
menghargai pendapat dan memberikan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka
secara berkelompok.

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana


dikemukakan Slavin dalam Isjoni (2009:21), yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban
individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

a. Penghargaan Kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh


penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di
atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu
sebagai anggota kelompok dalam meciptakan hubungan antar personal yang saling
mendukung, saling membantu, dan saling peduli.

b. Pertanggung Jawaban Individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota


kelompok. Pertanggung jawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok
yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggung jawaban secara individu juga
menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainya secara mandiri
tanpa teman sekelompoknya

c. Kesempatan Yang Sama Untuk Mencapai Keberhasilan

Dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional pembelajaran


kooperatif memiliki beberapa keunggulan. Keunggulanya dilihat dari aspek siswa, adalah
memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan,
pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan satu
pandangan kelompok (Cillibert - Macmilan dalam Isjoni,2009:23).

Dengan melaksanakan model pembelajaran kooperatif, siswa memungkinkan dapat meraih


keberhasilan dalam kelompok, disamping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki
keterampilan baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social
skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari
orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya peril aku yang
menyimpang dalam kehidupan kelas, (Stahl dalam Isjoni, 2009:23).

Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan,


kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana pembelajaran kooperatif, namun
biasa juga berperan sebagai tutor dalam teman sebayanya.

2.2.3 Usur-unsur dasar Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen- elemen
yang saling terkait. Menurut Nurhadi dan Senduk dalam Wena (2009:150) dan Lie dalam Wena
(2009:190) ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif,
yaitu :

1) Saling ketergantungan positif


2) Interaksi tatap muka
3) Akuntabiilitas individual
4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga
harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.
Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.Peranan
hubungan kerja dapat dibangun dengan menggunakan tugas anggota kelompok selam kegiatan.

2.2.4 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif secara umum dapat dijelaskan sebagai


berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE)

Fase Tingkah laku

Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan


pembelajaran yang ingin dicapai dan
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa memotivasi siswa belajar

Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada siswa


dengan cara demonstrasi atau menggunakan
Menyajikan informasi buku teks

Fase 3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana


membentuk kelompok belajar dan membantu
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok- setiap kelompok menjalani masa peralihan dari
kelompok belajar individu ke kelompok secara efisien.

Fase 4 Guru Membimbing kelompok-kelompok


belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar siswa tentang


materi yang dipelajari atau masing-masing
Evaluasi kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 Guru mencari cara untuk menghargai usaha


dan prestasi siswa baik secara individu
Pemberian penghargaan maupun kelompok

(Slavin: 2008)

Roger & David Johnson (Suprijono: 2012) mengatakan bahwa tidak semua belajar
kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima
unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

1. Saling ketergantungan positif(Positive interdependence).


2. Tanggung jawab perseorangan (Personal responsibility).
3. Interaksi promotif(Face to face promotive interaction).
4. Komunikasi antar anggota (Interpersonal skill).
5. Pemrosesan kelompok(Group processing).

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE)


Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu: adanya peserta dalam
kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya
tujuan yang harus dicapai.

Metode Rotating Trio Exchange merupakan salah satu metode pembelajaran dari
Cooperative Learning. Model cooperative learning menuntut kerjasama dan interdependensi siswa
dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Siswa dalam situasi cooperative
learning didorong dan/atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama, dan
mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu. Di samping itu, dalam
cooperative learning, dua individu atau lebih saling bergantung (interindependen) untuk
mendapatkan reward yang akan mereka bagi, bila mereka sukses sebagai kelompok. Pelajaran
dengan cooperative learning menurut Ricard I, Arens (2007: 344-345) dapat ditandai oleh fitur-
fitur berikut ini:

a. Siswa belajar dalam tim untuk mencapai tujuan bersama.


b. Tim-tim itu terdiri atas siswa-siswa yang berprestasi rendah, sedang, dan tinggi.
c. Bilamana mungkin, tim-tim itu terdiri atas campuran ras, budaya, dan gender.
d. Sistem reward-nya berorientasi kelompok maupun individu.

Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange adalah sebuah cara mendalam
bagi peserta didik untuk berdiskusi tentang berbagai masalah dengan beberapa (namun biasanya
tidak semua) teman kelasnya. Pertukaran ini dapat dengan mudah dilengkapi dengan materi
pelajaran (Mel Silberman, 2006: 85). Diskusi kelas merupakan suatu desain kegiatan untuk
menghasilkan pemufakatan kelompok melalui pembicaraan dan perenungan yang bertujuan untuk
menstimulasi kemampuan analisis, interpretasi, serta mengembangkan atau mengubah perilaku
(Kenneth H. Hoover, 1979: III-7).

Metode pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange ini memungkinkan siswa
saling berkelompok dengan teman sekelasnya untuk saling bertukar pendapat dalam memecahkan
suatu permasalahan. Metode Rotating Trio Exchange juga mengembangkan sebuah lingkungan
belajar yang aktif dengan menciptakan siswa bergerak secara fisik untuk saling berbagi pikiran
secara terbuka untuk memperoleh pengetahuan. Dengan adanya lingkungan belajar yang aktif
maka akan tercipta pula peningkatan aktivitas belajar yang menghasilkan prestasi belajar siswa
menjadi lebih baik.

Secara mendasar kelompok kerja kecil memiliki sejumlah keuntungan dibandingkan


dengan belajar secara individu. Salah satu kelebihan/keuntungannya adalah membantu
mengembangkan aspek kerjasama. Bekerjasama dengan siswa lain dimungkinkan dapat
membantu dalam mengembangkan kemampuan empati siswa, dengan cara melihat sudut pandang
atau pendapat dari siswa yang lain dan membuat mereka sadar atas kelemahan dan kelebihan
mereka. Dengan berada di dalam grup, pengetahuan siswa pun akan terakumulasi menjadi lebih
banyak dan dapat membuat mereka mampu untuk memecahkan masalah yang lebih sulit
dibandingkan dengan apa yang dapat diterima oleh mereka secara individu (Daniel Muijs, 2005:
52- 53)

Menurut Isjoni (2010:59) di dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa model atau
tipe yang diterapkan seperti Student Teams Achievement Division (STAD), tipe Jigsaw, tipe
Group Investigation (GI), tipe Resume, dan tipe Rotating Trio Exchange (RTE).

2.3.1 Aktivitas Peserta Didik Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange

Aktivitas murid dalam kelas terbagi menjadi dua kegiatan, yaitu kegiatan di dalam tuhgas (on task)
dan kegiatan di luar tugas (off task). Dalam kaitannya dengan aktivitas murid dalam tugas
dibedakan menjadi dua jenis aktivitas murid di dalam kelompok kooperatif yaitu aktivitas aktif
dan aktivitias pasif.

a. Aktivitas aktif

Di dalam tugas, ada empat kategori aktivitas aktif yang dapat diamati sebagai berikut:

1) Menyelesaikan masalah secara mandiri.


2) Membuat catatan secara tertulis
3) Memberi penjelasan
4) Mengajukan pertanyaan atau menawarkan (meminta bantuan)
b. Aktivitas pasif

Yang dikategorikan aktivitas pasif peserta didik dalam tugas adalah:

1) Mendengarkan penjelasan
2) Membaca materi pelajaran

Sedangkan aktivitas pasif peserta didik di luar tugas adalah

1) Peserta didik membicarakan atau membahas hal-hal yang tidak berkaitan dengan materi
pembelajaran
2) Peserta didik membaca sumber lain yang tidak berkaitan dengan tugas yang dihadapi
3) Peserta didik bermain, tidur-tiduran atau melamun

Pembelajaran kooperatif diarahkan untuk mencapai empat kondisi untuk membangkitkan


perubahan konseptual berdasarkan pada konstruktivisme, yaitu:

a. Orientasi, yaitu pengenalan langkah-langkah yang ingin dihadapi


b. Pemunculan gagasan, yaitu peserta didik diberikan kesempatan umtuk menyatakan secara
eksplisit kepada teman atau gurunya
c. Penyusunan ulang, yaitu perubahan atau peluasan gagasan,meliputi aktivitas yang diberikan
kepada peserta didik untuk saling bertukar pikiran dengan teman-teman sebaya dan
membentuk serta memberi nilai ide baru.
d. Aplikasi, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan konsep yang
baru yang telah dibentuk kedalam konteks yang baru.

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi peserta didik
juga mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif.

Menurut Lungdren (Trianto, 2007: 46) keterampilan-keterampilan selama kooperatif


tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal


1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tugasnya.
2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas
tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok
3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk
memberikan konstribusi.
4) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan persepsi / pendapat.
b. Keterampilan kooperatif menengah
1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar
pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi
2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi secara lanjut.
3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda
4) Memeriksa ketetapan, yaitu membandingkan jawaban, atau memastikan bahwa
jawaban itu benar.
c. Keterampilan kooperatif mahir

Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain mengkolaborasi, yaitu


memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat
dengan topik tertentu.

Salah satu aspek penting dalam pembelajaran kooperatif adalah bahwa disamping model
pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang
lebih baik diantara peserta didik, secara bersamaan. Model pembelajaran ini juga membantu
peserta didik dalam meningkatkan akademiknya. Slavin (Ibrahim, 2005:6) menyatakan:
Mengamati dan melaporkan hasil penelitian kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar yang lebih
tinggi daripada kelas non kooperatif untuk berbagai bidang studi. Dari 45 orang yang diamati oleh
Slavin, 37 diantaranya menyatakan bahwa model kooperatif menunjukkan hasil yang lebih tinggi
dan 8 orang menunjukkan hasil ini negatif hasilnya.
Hasil penelitian lain seperti dikemukakan oleh Linda Lundgren (Arifiah, 2006) juga
menunjukkan bahwa “pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk murid
yang rendah hasil belajarnya”. Hal tersebut berkaitan dengan konsep teori motivasi bahwa
pembelajaran kooperatif memotivasi murid untuk belajar lebih giat. Unsur motivasi dalam
pembelajaran kooperatif terletak bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan saat
murid melaksanakan kegiatan. Pada pembelajaran kooperatif murid yakin bahwa tujuan tersebut
secara ringkas dapat disimpulkan bahwa suatu kerangka teoritis dan empiric yang kuat untuk
pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman-
pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu murid belajar
keterampilan social yang penting dan secara Bersama mengembangkan sikap demokrasi dan
kemampuan berpikir logis.

2.3.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange Pada tipe Rotating
Trio Exchange (RTE), adapun langkah-langkahnya yaitu:

a. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang. Kelas ditata sedemikian
rupa sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya di sebelah kiri dan
kanannya.
b. Setiap trio tersebut diberikan pertanyaan yang sama untuk didiskusikan.
c. Setelah selesai berdiskusi, setiap anggota trio diberi nomor. Contohnya: nomor 1, 2, dan 3.
d. Kemudian siswa dirotasikan, siswa nomor 2 berpindah searah putaran jarum jam dan siswa
nomor 3 berpindah berlawanan dengan putaranjarum jam, sedangkan siswa nomor 1 tetap
ditempat. Rotasi ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru.
e. Setiap trio baru tersebut akan diberikan lagi pertanyaan-pertanyaan baru untuk
didiskusikan dengan ditambah sedikit tingkat kesulitannya.
f. Setelah itu siswa dirotasikan seusai setiap pertanyaan yang telah disiapkan
g. Setelah diskusi, lembar jawaban dari tiap kelompok atau individu dikumpul untuk
diperiksa kemudian dikembalikan lagi kepada siswa.Pada akhir pertemuaan diumumkan
kelompok terbaik kemudian diberikan penghargaan.

2.3.3 Kelebihan Koopertif Tipe Rotating Trio Exchange Kelebihan dari pembelajaran kooperatif
tipe Rotating Trio Exchange (RTE) ialah sebagai berikut:

a. Peserta didik bersemangat melakukan pembelajaran sehingga mudah menerima materi


b. Peserta didik tidak mengalami kejenuhan karena peserta didik memiliki banyak
kesempatan untuk bertukar pendapat dengan anggota baru disetiap sesi pertanyaan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Telaga semester genap tahun ajaran
2019/2020.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan True Experimental Design yaitu dalam bentuk
desain Pretest-Posttest Control Group Design (Sugiyono, 2016). Dalam rancangan desain ini
menggunakan dua kelas, kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan model Kooperatif Tipe
Rotating Trio Exchange dan kelas control yang diberikan perlakuan dengan model konvesional.
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan memberi pretest terlebih dahulu, kemudian diberikan
perlakuan berupa pembelajaran model Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange untuk kelas
eksperimen dan model konvesional untuk kelas kontrol. Rancangan penelitian ini dapat dilihat
pada table 3.1.

Tabel 3.1 desain pretes-posttest control gorup


KE O1 X O2
KK O3 - O4

Keterangan :

KE = Kelompok Eksperimen

O1 = Pretest KE

O2 = Posttest KE

X = Model Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange

KK = Kelompok Kontrol

O3 = Pretest KK

O4 = Posttest KK

3.3. Variabel Penelitian

Variable yang dilakukan pada penelitian ini yaitu Variabel Independen (Bebas) dan
Variabel Dependen (Terikat) sebagai berikut.
3.3.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel Independen (bebas) adalah variable yang memengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat). Pada penelitian ini variabel bebasnya
yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (X).

3.3.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel Dependen (terikat) merupakan variable yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini variabel terikat yaitu Kemampuan
Kognitif Siswa. (Y).

Model paradigma penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

X Y

a. Gambar 3.1 Paradigma Penelitian (Sugiyono, 2018)


3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA SMA Negeri 1 Telaga
semester genap tahun pelajaran 2019/2020
Dengan rician sebagai berikut.
Table 3.1 Jumlah Siswa Kelas X IPA SMA Negeri 1 Telaga
Kelas Jumlah Siswa
X IPA 1
X IPA 2
X IPA 3
X IPA 4
X IPA 5
Jumlah Total

3.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan Simple random sampling, dimana
pengambilan sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi.
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Anda mungkin juga menyukai