PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar sebagai upaya menciptakan lingkungan yang positif harus
mengembangkan potensi dasar yang dimiliki anak didik sehingga mampu menolong dirinya
sendiri. Guru berperan penting dalam memajukan dan mengembangkan pendidikan. Seorang
guru memikul tanggung jawab besar dalam proses pendidikan karena dari pembelajaran yang
diberikan oleh guru disekolah siswa dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri. Para
pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus dihargai
kemampuanya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Oleh
karena itu, dalam proses pembelajaran perlu adanya suasana yang terbuka, akrab, dan saling
menghargai. Sebaiknya perlu menghindari suasana yang kaku, penuh ketegangan dan sarat
dengan perintah yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah dan merasakan
bosan.
Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan
dinamika dan zat yang melibatkan penampilan dan penalaran (Depdikanas, 2013). Selain itu
mata pelajaran kimia ini merupakan mata pelajaran yang membutuhkan hafalan, hitungan,
dan konsep. Dalam kehidupan sehari-haripun juga erat hubungannya dengan ilmu kimia,
sehingga mata pelajaran ini sangat penting manfaatnya. Ilmu kimia bersifat abstrak dan
memerlukan keaktifan siswa dalam memecahkan berbagai masalah dalam persoalan yang
berhubungan dengan kimia baik dalam ruang lingkup sekolah maupun diluar ruang lingkup
sekolah (sehari- hari). Materi reaksi reduksi dan oksidasi (reaksi redoks) merupakan salah
satu materi pada pokok bahasan di semester II kelas X. Materi tentang reaksi redoks sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi perkaratan besi, fotosintesis, dan pembakaran
minyak bumi adalah beberapa contoh dari sekian banyak reaksi redoks yang sering dijumpai.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan terhadap guru
kimia, SMA Negeri 4 Grontalo, peneliti mendapatkan informasi bahwa nilai rata-rata hasil
belajar siswa kelas X dalam materi reaksi redoks yakni 65, dimana nilai tersebut berada
dibawah nilai KKM 75. Dari total peserta didik dalam satu kelas yang berjumlah 25 siswa,
sekitar 4-5 peserta didik saja yang tuntas dalam pelajaran kimia khususnya dalam materi
reaksi redoks. Wawancara dilakukan kepada peserta didik kelas X di sekolah tersebut.
Sebagian besar dari peserta didik mengatakan bahwa pelajaran kimia sukar untuk dipahami
dan rumit sehingga mereka sering merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut
yang membuat peserta didik lebih sering melakukan proses pembelajaran dengan
mengharapkan seluruh informasi dari guru saja tanpa memgutamakan keterampilan proses
dalam menemukan konsep. Selain menggali informasi melalui hasil wawancara, peneliiti juga
melakukan pengamatan terhadap proses belajar mengajar peserta didik pada saat PPL
(program pengalaman lapangan). Dari hasil pengamatan terlihat bahwa aktivitas peserta didik
yang relevan dalam pembelajaran masih rendah. Aktivitas yang dominan dilakukan peserta
didik pada proses pembelajaran antara lain memperhatikan, mendengarkan dan mencatat.
Peserta didik jarang sekali mengajukan pertanyaan terkait hal yang belum jelas ataupun yang
belum diketahui. Saat guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik hanya beberapa
peserta didik yang berkemampuan akademik tinggi saja yang menjawab pertanyaan dari guru.
Sedangkan sebagian besar peserta didik yang lain hanya diam dan sebagian peserta didik
yang lain mencari kesibukan lain, seperti mengobrol dengan teman sebangku, melamun, dan
membuat kegaduhan serta ada yang mengerjakan tugas mata pelajaran lain.
Selain itu, dilihat dari segi pokok bahasan ilmu kimia itu sendiri, materi yang
diberikan pada siswa SMA kelas X adalah reaksi redoks. Kemampuan yang dituntut dari
peserta didik dalam mempelajari konsep reaksi redoks di kelas X SMA meliputi: kemampuan
mengidentifikasi jenis suatu reaksi (oksidasi, reduksi, atau oksidasi-reduksi) bila diketahui
persamaan reaksinya, kemampuan menentukan bilangan oksidasi suatu unsur dalam suatu
senyawa netral dan ion poliatom, kemampuan menentukan zat yang bertindak sebagai
oksidator atau reduktor serta menghubungkan konsep reaksi redoks dengan kejadian yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini menyajikan fakta-fakta tentang peristiwa yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menuntut siswa untuk mengembangkan daya
pikir dan penguasaan konsep yang mendasari materi reaksi reduksi-oksidasi. Sehingga yang
diharapkan dari peseta didik itu sendiri adalah menghubungkan konsep yang dipelajari
sehari-hari.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Baharuddin (2008) tentang kesulitan yang
dihadapi peserta didik dalam mempelajari reaksi reduksi oksidasi (redoks) melalui skema
pemecahan masalah, ternyata peserta didik kesulitan dalam hal menyetarakan jumlah atom
yang mengalami perubahan muatan dan menentukan zat yang dioksidasi atau direduksi.
Selain itu peserta didik juga mengalami kesulitan dalam menentukan oksidator dan reduktor,
peristiwa yang melibatkan reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari, hanya sebagian kecil
siswa yang telah memahami konsep tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman
siswa terhadap konsep prasyarat yang mendukung konsep dari materi tersebut.
Seperti dalam mengerjakan soal, peserta didik hanya berorientasi pada hasil jawaban
soal tanpa memahami alur proses dalam memperoleh hasil tersebut. Secara tidak langsung ini
sangat berpengaruh terutama kepada cara pandang peserta didik dalam memperoleh informasi
komunikasi, dan koneksi akademis serta pemecahan masalah peserta didik dirasa kurang
mumpuni. Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan upaya yang nyata, rencana yang
matang, dan dikaji dengan saksama agar kemampuan peserta didik dalam mencari solusi
terhadap suatu masalah dapat tumbuh dan berkembang sesuai potensi peserta didik masing-
masing.
Maka upaya yang dirancang adalah dengan memberikan pembelajaran yang berbasis
Learning (PBL) dalam kegiatan pembelajaran dapat melatih peserta didik bekerja sama untuk
mempelajari isu suatu masalah yang kemudian akan mereka rancang suatu solusi dari
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pelajaran khususnya materi reaksi redoks.
pembelajaran group investigation berbasis Problem Based Learning (PBL), Mentari (2015)
menyatakan bahwa penerapan metode Group Investigation berbasis model PBL memberikan
siswa kelas X MIA di SMA Negeri 2 Batang, Fathhulkhoir (2015) menyatakan bahwa
positif dan signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang
ditunjukkan dari rata-rata skor N-Gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol yaitu 0,59 dan 0,40 di kelas XI MA Negeri 2 Bantul, Yogyakarta. Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Hija alvia (2016) menjelaskan bahwa aktivitas dan respon
siswa dalam memecahkan masalah matematis rata-rata 84,31% dengan 77,94% menggunakan
penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Group
masalah siswa kelas X di SMA Negeri 4 Gorontalo pada materi reaksi redoks?
kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X di SMA Negeri 4 Gorontalo pada materi
reaksi redoks.
1. Bagi siswa
diharapkan peserta didik dapat lebih tertarik dan mudah dalam pemahaman sehingga
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengetahuan
dalam proses pembelajaran, untuk lebih meningkatkan kualitas suatu materi kimia
3. Bagi sekolah
sekolah tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
Masalah dapat timbul dalam macam situasi. Siagian dalam Mahira (2012)
berpendapat bahwa masalah adalah suatu stimulus yang menuntut suatu respon tertentu,
masalah dapat timbul setiap kali terjadi perubahan yang tidak menguntungkan dalam
adalah suatu proses berpikir sebagai upaya dalam menemukan suatu masalah dan
dapat diambil suatu kesimpulan yang tepat. Sedangkan menurut pendapat Polya dalam Warli
(2006) mengemukakan bahwa pemecahan suatu masalah adalah menemukan makna yang
dicari sampai akhirnya dapat dipahami dengan jelas. Hal ini juga diungkapkan Nasution
dalam Faulina (2008) yang menjelaskan bahwa memecahkan masalah dapat dipandang
dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru.
suatu proses berpikir dengan melibatkan informasi yang dapat diperoleh dari berbagai sumber
memecahkan masalah bukan sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, tetapi juga
menghasilkan pelajaran baru, dalam memecahkan masalah pelajar harus berpikir, mencoba
hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah itu ia mempelajari sesuatu yang baru. Jadi,
semakin banyak masalah yang dapat diselesaikan maka siswa akan semakin banyak memiliki
kemampuan yang nantinya akan membantu dirinya untuk menghadapi masalah di kehidupan
sehari-hari.
Tujuan adanya pemecahan masalah yang diberikan kepada siswa menurut Ruseffendi
(1991) yaitu:
3. Dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, beraneka ragam dan dapat menambah
pengetahuan baru.
5. Mengajak siswa untuk memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis
dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya.
6. Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa bukan saja satu bidang studi tetapi (bila
diperlukan) banyak bidang studi, malahan dapat melibatkan pelajaran lain di luar
Beberapa strategi yang digunakan dalam pemecahan masalah menurut Polya dan
1. Mencoba-coba
2. Membuat diagram
Strategi ini berkaitan dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah
Strategi ini berkenaan dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah
dan lebih sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalahnya akan lebih
4. Membuat tabel
pikiran kita, sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan oleh otak yang
5. Menemukan pola
yang sudah didapatkan tersebut akan lebih memudahkan kita untuk menemukan
penyelesaian masalahnya.
6. Memecah tujuan
Strategi ini berkaitan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak kita capai
menjadi satu atau beberapa tujuan bagian. Tujuan bagian ini dapat digunakan sebagai
Strategi ini berkaitan dengan pengguanaan aturan-aturan yang dibuat sendiri oleh
para pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung, sehingga dapat dipastikan
8. Berfikir logis
yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.
Dengan strategi ini kita mulai dengan menganalisis bagaimana cara mendapatkan
tujuan yang hendak dicapai. Dengan strategi ini, kita memulai proses pemecahan
masalahnya dari yang diinginkan atau ditanyakan lalu menyesuaikannya dengan yang
diketahui.
Dari berbagai alternatif yang ada, alternatif yang sudah jelas-jelas tidak mungkin
agar dicoret/ diabaikan sehingga perhatian dapat tercurah sepenuhnya untuk hal-hal yang
tersisa dan masih mungkin saja. Strategi ini sangat penting bagi siswa karena dapat
pemecahan masalah.
Selain strategi pemecahan masalah, tentunya siswa juga harus mengetahui prosedur
atau langkah-langkah dalam pemecahan masalah. Prosedur dalam pemecahan telah dijelaskan
Pada tahapan ini dihasilkan lebih dari satu solusi yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah.
Setelah didapatkan beberapa solusi alternatif, kemudian dipilih solusi terbaik untuk
memecahkan masalah.
dipilih.
6. Penerapan.
Proses pemecahan masalah juga telah diungkapkan oleh Berry Beyer dalam Nasution
(1999), yaitu:
b. Melihat maknanya
c. Merumuskan hipotesis
a. Mengumpulkan data/bukti
b. Menyusun data/bukti
c. Menganalisis data/bukti
b. Merumuskan kesimpulan
1. Memahami masalah
Siswa tidak mungkin dapat menyelesaikan masalah dengan benar, bila tidak
2. Merencanakan penyelesaian.
masalah, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif
Fase terakhir ini adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan
indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi masalah
3. Menyelesaikan masalah
kesimpulan)
2.2 Model pembelajaran Group Investigation (GI)
Group adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti kelompok, yaitu
kumpulan lebih dari dua orang yang bergabung untuk melakukan hal yang sama. Sedang
investigation adalah kata yang juga berasal dari bahasa Inggris yaitu investigasi atau
pengamatan. Menurut Sudjana (2011) model group investigation merupakan salah satu tipe
model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk
mencari sendiri informasi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,
misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Menurut Komalasari
(2011) group Investigation merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa sejak
perencanaan, baik dalam bentuk topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Group Investigation menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
Rusman (2011) model pembelajaran kooperatif group investigation juga dirancang untuk
membantu terjadinya rasa tanggung jawab ketika peserta didik mengikuti proses
pembelajaran. Dari beberapa pengertian para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Group Investigation merupakan model pembelajaran yang dapat melatih nilai sosial dan
intelektual pada peserta didik dengan bergabung dalam kelompok-kelompok kecil yang
heterogen. Pada model pembelajaran Group Investigation peserta didik dilatih untuk aktif
dalam proses pembelajaran, hal itu dapat terjadi saat peserta didik berinteraksi dengan
pengalaman yang dimiliki dengan sumber belajar yang lain untuk membantu pemahaman
Menurut Slavin (2005), dalam group investigation, siswa bekerja melalui enam
tahapan yaitu sebagai berikut.
berikut: Apa yang kita pelajari? Bagaimana kita belajar? Siapa yang melakukan apa
(pembagian tugas)? Untuk tujuan atau sasaran apa kita menginvestigasi topik ini?
kesimpulan.
2. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana
rencana presentasi.
Siswa memberikan umpan balik tentang topik permasalahan yang telah diselesaikan,
yaitu tentang apa yang mereka kerjakan, dan tentang pengalaman afektif mereka.
untuk meningkatkan aktivitas, sikap, dan pengetahuan siswa. Hal tersebut sejalan dengan
salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara
pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru di kelas. Selanjutnya, pada pengembangan model
mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang mungkin diperoleh di luar sekolah serta
dalam pembelajarannya harus melibatkan siswa dalam suatu kegiatan yang nyata (Rusman,
2011).
di dalam kelas yang memperhatikan pengetahuan awal siswa dan melibatkan siswa secara
langsung berupa kegiatan nyata sehingga aktivitas, keterampilan, sikap, dan pengetahuan
pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan
untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Menurut
Arends (Trianto, 2007), Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan
tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan dirinya.
merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah
model pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah yang diintegrasikan dengan
kehidupan nyata. Dalam PBL diharapkan siswa dapat membentuk pengetahuan atau konsep
baru dari informasi yang didapatnya, sehingga kemampuan berpikir siswa benar-benar
terlatih.
membedakan model yang satu dengan model yang lain. Seperti yang diungkapkan Trianto
(2009) bahwa karakteristik model PBL yaitu: (a) adanya pengajuan pertanyaan atau masalah,
(b) berfokus pada keterkaitan antar disiplin, (c) penyelidikan autentik, (d) menghasilkan
produk atau karya dan mempresentasikannya, dan (e) kerja sama.
pembelajaran. Menurut Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2010) mengemukakan bahwa
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
PBL juga memiliki kelemahan dan kelebihan yang perlu dicermati untuk keberhasilan
penggunaannya. Menurut Warsono dan Hariyanto (2012) keunggulan dan kelemahan PBL
antara lain:
1. Keunggulan dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) antara lain:
a. Siswa akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan tertantang untuk
menyelesaikan masalah tidak hanya terkait dengan pembelajaran di kelas tetapi juga
2. Kelemahan dari penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) antara lain:
a. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah.
yang berbasis penemuan, model ini sangat relevan dalam meningkatkan keterampilan proses
peserta didik. Sehingga model ini dirasa cocok oleh peneliti dalam menunjang proses
pembelajaran PBL, karena memiliki tujuan akhir yang hendak dikembangkan oleh peserta
didik yaitu peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Untuk itu dalam hal ini peneliti
mengkolaborasikan 2 model pembelajaran yaitu group investigation dan PBL yang dirasa
pembelajaran model pembelajaran group investigation berbasis PBL dapat dilihat pada
A. Bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi adalah angka atau nilai yang menentukan jumlah electron yang
dapat diterima dan dilepas oleh suatu atom dalam bentuk molekul atau ion. Dalam reaksi
oksigen dengan suatu unsur atau senyawa membentuk zat baru. Saat ini pengertian oksidasi
tidak hanya terkait dengan reaksi suatu zat dengan oksigen, tetapi juga reaksi-reaksi yang
Reaksi oksidasi dapat diartikan sebagai reaksi penangkapangas oksigen oleh suatu
zat. Sebagai contoh, jika arang dibakar, karbon dalam arang akar teroksidasi menjadi gas
Suatu zat mengalami oksidasi jika melepaskan hidrogen. Sebagai contoh, jika
ammonia dilewatkan pada tembaga (II) oksida panas, terjadi reaksi sebagai berikut:
sebagai reaksi pelepasan elektron dari suatu zat. Perhatikan reaksi antara magnesium
menjadi ion tembaga (II) terjadi kenaikan bilangan oksidasi dari 0 menjadi +2, karena dalam
0 +2
Ingat! Muatan elektron = -1
BO naik
2. Reaksi Reduksi
Reaksi redukasi adalah kebalikan dari reaksi oksidasi, yaitu reaksi yang melibatkan
bilangan oksidasi
Jika campuran serbukk seng (Zn) dan tembaga (II) oksida (CuO) dipanaskan, reaksi
reduksi
Dalam reaksi ini, tembaga (II) oksida kehilangan oksigen. Dapat dikatakan bahwa
Jika campuran gas klor dan gas hidrogen dipaparkan pada sinar matahari, asap putih
Reduksi juga didefinisikan sebagai reaksi penangkapan elektron oleh suatu zat. Jika
gas hidrogen sulfide dilewatkan pada larutan besi (III) klorida (FeCl3), larutan hijau besi (II)
klorida (FeCl2) dan endapan kuning belerang (S) akan dihasilkan dari reaksi ini.
besi (III) klorida +hidrogen sulfida Besi (II) klorida + hidrogen klorida + belerang
Dalam reaksi ini, setiap ion Fe3+ menangkap satu elektron membentuk ion Fe2+.
Fe3+(aq) + e- Fe2+(aq)
Dapat dikatakan bahwa ion Fe3+ mengalami reaksi reduksi menjadi ion Fe2+.
d. Reduksi : Penurunan Bilangan Oksidasi
Reduksi juga dapat didefinisikan sebagai penurunan bilangan oksigen suatu zat
setelah menerima elektron. Sebagai contoh, dalam persamaan ionic antara lembaga (II)
sulfat (CuSO4) dengan seng bilangan oksidasi turun dari +2 (pada Cu2+) menjadi 0 (Pada
Cu).
+2 0
BO turun
Dalam reaksi ini, ion tembaga (II) tereduksi menjadi atom logam tembaga.
Pada reaksi redoks, dikenal juga reaksi autoredoks, yaitu suatu zat yang berfungsi
sebagai oksidator juga reduktor. Reaksi autoredoks dengan mudah dapat dijelaskan dengan
Suatu reaksi redoks dapat kita bedakan dari reaksi bukan redoks denagn melihat
perubahan bilangan oksidasi pada unsur-unsur yang menyusun senyawa yang bereaksi.
Jika terjadi kenaikan bilangan oksidasi, artinya unsur tersebut mengalami oksidasi dan
bersifat sebagai reduktor. Sementara itu, jika terjadi penurunan bilangan oksidasi, artinya
unsur tersebut mengalami reduksi dan bersifat sebagai oksidator. Contoh dari reaksi
a. Reaksi redoks
Unsur H mengalami kenaikan biloks dari
0 0 +1 -1
oksidasi
Reduksi
reaksi redoks
Beberasa reaksi kimia melibatkan unsur bebas yang memiliki biloks sama dengan
0 (nol). Jika bereaksi dengan zat lain, molekul atau unsur bebas tersebut akan menjadi
ion negatif untuk nonlogam dari ion positif untuk logam. Jadi dapat disimpulkan bahwa
jika suatu reaksi kimia melibatkan unsur bebas, maka reaksi tersebut termasuk reaksi
kenaikan biloks dari +2 menjadi +4 (beroksidasi). Artinya, reaksi yang terjadi adalah
2. Reaksi Autoredoks
Pada beberapa reaksi redoks, Zat-zat yang bertindak sebagai oksidator dan
reduktor merupakan zat yang sama. Reaksi redoks seperti itu disebut reaksi autoredoks
dalam Cl2 = 0, sedangkan biloks Cl dalam Cl- dan ClO- berturut-turut -1 dan +1
(Muchtaridi, 2016).
industri. Berikut ini akan dijelaskan beberapa aplikasi reaksi redoks dalam kehidupan sehari-
Reaksi redoks ini diterapkan pada proses setelah dipisahkan dari batu reja (karang)
baik secara kimia maupun fisika yang kemudian dipekatkan menjadi bijih pekat. Bijih pekat
2. Reaksi Pembakaran
pembakaran dan merupakan salah satu contoh dari reaksi redoks. Karena kandungan
makanan yang kita makan seperti glukosa akan mengalami oksidasi dengan oksigen yang
kita hirup. Peristiwa oksidasi tersebut kemudian akan menghasilkan energi untuk tubuh kita
Rel-rel besi dilas dengan proses termit. Campuran aluminium dan besi oksida disulut
untuk memulai reaksi redoks dan panas yang dihasilkan dapat melumerkan permukaan rel.
Pada saat aki digunakan terjadi reaksi redoks, di mana Pb mengalami reaksi oksidasi
terbelah tersebut akan mengalami perubahan warna manjadi kecoklatan ini terjadi karena
adanya reaksi oksidasi antara zat yang terkandung dalam buah apel dengan lingkungan
sekitar (O2)
7. Reaksi Aluminotermik
Reaksi ini tahan dengan suhu yang cukup tinggi, biasanya reaksi aluminotermik
digunakan untuk melindungi logam-logam yang tahan dengan suhu tinggi namun tidak tahan
terhadap korosi dan oksidasi logamnya cukup buruk contohnya yaitu niobium dan tantalium
sendiri yang menggunakan oksigen, sehingga reaksi ini termasuk dalam konsep
Beberapa penelitian yang relevan yang mendukung penelittian ini adalah sebagai berikut:
investigation dalam model PBL materi redoks untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
siswa dengan menerapkan metode Group Investigation berbasis Probelm Based Learning
(PBL). Penerapan metode Group Investigation berbasis model PBL memberikan kontribusi
analisis dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan metode
didik kelas XI pada materi koloid di MA Negeri 2 Bantul Yogyakarta”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengaruh penggunaan model pembelajaran
didik kelas XI pada materi koloid di MA Negeri 2 Bantul Yogyakarta. Pembelajaran kimia
dengan model pembelajaran Group Investigation memberikan pengaruh positif dan signifikan
terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang ditunjukkan dari rata-rata skor
N-Gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 0,59 dan 0,40.
Penelitian Hija alvia (2016) tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran Group
masalah matematis siswa pada materi Peluang kelas X MIPA. Kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa kelas yang diberikan model pembelajaran Group Investigation lebih
siswa diperoleh rata-rata sebesar 84,31% dengan kategori sangat aktif dan respon siswa
terhadap model pembelajaran Group Iinvestigation pada materi peluang sebesar 77,94%
Banyak permasalahan yang ditemukan antara lain peserta didik hanya mengandalkan seluruh
informasi dari guru dan peserta didik tidak dilibatkan dalam menemukan konsep, serta
aktivitas peserta didik yang relevan dalam pembelajaran masih rendah. Aktivitas yang
dominan dilakukan peserta didik pada proses pembelajaran antara lain memperhatikan,
mendengarkan dan mencatat. peserta didik jarang sekali mengajukan pertanyaan terkait hal
yang belum jelas ataupun yang belum diketahui. Seharusnya proses belajar mengajar
disekolah lebih berpusat pada peserta didik, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Selain itu
kegiatan pembelajaran yang digunakan harus dilengkapi metode yang dapat mengaktifkan
Kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam mempelajari reaksi reduksi oksidasi
(redoks) melalui skema pemecahan masalah, ternyata peserta didik kesulitan dalam hal
menyetarakan jumlah atom yang mengalami perubahan muatan dan menentukan zat yang
dioksidasi atau direduksi. Selain itu peserta didik juga mengalami kesulitan dalam
unsur. Begitu juga dalam hal mengerjakan soal, peserta didik hanya berorientasi pada hasil
jawaban soal tanpa memahami alur proses dalam memperoleh hasil tersebut. Secara tidak
langsung ini sangat berpengaruh terutama kepada cara pandang peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh model yang diterapkan oleh guru. Pengembangan
cara berpikir peserta didik ini dapat dilatih dalam suatu pembelajaran dengan memberikan
Groupinvestigation adalah model pembelajaran yang berbasis penemuan, model ini sangat
relevan dalam meningkatkan keterampilan proses peserta didik. Sebab, akan merangsang pola
berpikir peserta didik dalam mencari solusi dan mengambil keputusan, dorongan-dorongan
ini yang kemudian mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik
karena melakukan penyelidikan secara berkelompok dan akan terjun langsung dilapangan
untuk mengatasi permasalahan terkait materi yang dipelajari. Sehingga model ini dirasa
cocok dalam menunjang proses pembelajaran model PBL. Dimana model PBLmerupakan
model pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk berlatih memecahkan masalah
karena langkah pembelajaran ini adalah dengan menyajikan suatu masalah sebagai awal
proses pembelajaran. Model pembelajaran ini dirancang untuk dapat melatih kemampuan
memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sekitar sehingga nantinya dapat
memperdalam penguasaan konsep dalam pengetahuan karena memiliki tujuan akhir yang
2.7 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teoritis yang telah diuraikan diatas,
hipotesis yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh penerapan model
kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X di SMA Negeri 1 Suwawa pada materi reaksi
redoks.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Gorontalo, dan waktu penelitian yaitu
pada bulan Maret pada tahun ajaran 2018/2019 yang meliputi tahapan pertama yakni tahap
persiapan meliputi observasi awal, menyiapkan bahan ajar, RPP, LKPD dan soal tes yang
akan digunakan dalam penelitian. Tahap kedua yakni pelaksanaan meliputi melakukan
penelitian eksperimen semua, yakni suatu desain eksperimen yang memungkinkan peneliti
untuk mengendalikan variabel sebanyak mungkin dari situasi yang ada. Desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Control Group Pretes-postes Design. Rancangan
ini terdiri atas dua kelompok yakni kelompok pertama kelas eksperimen menggunakan model
pembelajaran group Investigation berbasis PBL dan kelas kontrol menggunakan model
pembelajaran konvensional (PBL) saja. Sebelum dilakukan penelitian pada kedua kelompok
tersebut diberikan tes awal (pretest) dan setelah dilakukan penelitian kedua kelompok
diberikan tes akhir (postest). Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian tersebut dinyatakan
I O1 X O2
II O3 O4
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Keterangan:
I = Kelas eksperimen;
II = Kelas kontrol;
berbasis PBL,
O1= Tes awal (pretest) untuk kelas eksperimen sebelum diberi perlakuan
O2= Tes akhir (postest) untuk kelas eksperimen setelah diberi perlakuan
Model pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang
berorientasi pada pemecahan masalah yang diintegrasikan dengan kehidupan nyata. Dalam
model pembelajaran PBL ini diterapkan pula model pembelajaran Group Investigation yang
dua model ini diharapkan peserta didik dapat membentuk pengetahuan atau konsep baru dari
terlatih.
informasi yang dapat diperoleh dari berbagai sumber sehingga mampu mengatasi
ini adalah:
1. Mengidentifikasi masalah
3. Menyelesaikan masalah
kesimpulan)
Indikator hasil capaian dari variabel terikat ini adalah mengidentifikasi masalah,
tesebut akan tercapai dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation berbasis
PBL.
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA SMA Negeri 1
Suwawa yang berjumlah 75 orang, dimana kelas X IPA 1 berjumlah 25 orang, kelas X IPA 2
3.4.2 Sampel
random sampling. Dikatakan simpel (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan starata yang ada dalam populasi itu
(Sugiyono, 2016). Sehingga diperoleh kelas X IPA 3 sebagai kelas eksperimen dan X IPA 1
siswa dalam materi reaksi redoks. Tes tertulis yang diberikan kepada siswa meliputi pretes
dan posttest di kelas eksprimen dan pretes dan posttest pada kelas kontrol bertujuan untuk
3.5.2 Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil observasi
dan tes. Data yang diperoleh dari dokumantasi berupa RPP, hasil pekerjaan siswa dan foto-
Suatu instrumen pengukuran dikatakan valid jika instrumen dapat mengukur sesuatu
dengan tepat apa yang hendak diukur. Uji validitas instrumen dilakukan untuk menguji
validitas (ketepatan) tiap butir/item instrumen. Untuk mengetahui validitas perangkat tes
𝑁∑XY−(∑X)(∑Y)
rxy =
√(𝑁∑𝑋 2 −(∑𝑋)2 )(𝑁∑𝑌 2 )−(∑𝑌)2 )
Dimana:
n = Banyaknya siswa
Dengan taraf signifikan 5%, apabila dari hasil perhitungan didapat r hitung > r tabel maka
dikatakan butir soal nomor tersebut telah signifikan atau telah valid (Arikunto, 2010)
kepercayaan 95% maka diperoleh harga rtabel = 0,404 yang dapat dilihat pada halaman 164
(lampiran 20). Dengan membandingkan harga rtabel dengan rhitung setiap item soal, diperoleh
bahwa rtabel < rhitung. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item soal valid dan baik jika
digunakan sebagai instrumen pengumpulan data. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada
halaman 125-133 (lampiran 10). Koefisien validasi tersebut dapat dilihat pada tabel 3.3
dibawah ini
Dalam penelitian ini digunakan pengujian instrumen secara internal dengan menganalisis
butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu. Untuk perhitungan reliabilitas
Dimana:
1 : Bilangan konstan
sebagai berikut:
(Ʃ𝑋𝑡 )²
Ʃ𝑋𝑡 ² −
𝑆𝑡 ² = 𝑁
𝑁
Hasil perhitungan varians dapat dilihat pada tabel 3.5 dibawah ini:
1 𝑆𝑖2 1 1,916
2 𝑆𝑖2 2 1,873
3 𝑆𝑖2 3 0,789
4 𝑆𝑖2 4 1,373
5 𝑆𝑖2 5 1,526
Berdasarkan data hasil perhitungan pada tabel diatas dapat diperoleh varians total
yaitu 𝑆𝑡 ² = 15,805
Dari hasil perhitungan pada lampiran diperoleh realibilitas tes r11 = 0,6585. hal ini
dapat dilihat pada halaman 134-139 (lampiran 11). Berdasarkan pedoman interpretasi
koefisien realibilitas terlihat bahwa r11 = 0,6585 berada pada koefisien realibilitas tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tes reliabel artinya dapat digunakan sebagai
Uji normalitas dilakukan untuk melihat sejauh mana normal data yang akan dianalisis.
Untuk mengetahui bahwa data sampel yang diambil dari populasi berdistribusi normal
digunakan rumus liliefors untuk menguji hipotesis. Secara statistik dapat dituliskan sebagai
berikut:
Untuk mencari Lo maka harus diketahui Zi, F(Zi) Dan S(Zi) dengan persamaan
masing-masing:
𝑋𝑋−𝑋
Zi = 𝑋
Keterangan:
N = Banyaknya Siswa
Xi = Skor Siswa
X = Nilai Rata-rata
S = Simpangan Baku
Menurut Arikunto kriteria pengujian dengan α = 5% jika Lhitung< Ltabel maka data
populasi. Dari jumlah sampel yang ada dapat dilihat bahwa penilitian ini memiliki jumlah
anggota sampel yang berbeda atau n1 ≠ n2 akan tetapi peneliti tidak bisa mengetahui apakah
data hasil analisis menunjukan varian yang homogen (σ2 = σ2) atau varian yang tidak
homogen (σ2 ≠ σ2 ). Untuk mengetahui suatu varian homogen atau tidak maka perlu diuji
𝑋21 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋
𝑋= =
𝑋22 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋
Jika:
Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki nilai varian terbesar dan kelompok
mana yang memiliki nilai varian terkecil. Dapat menggunakan rumus varians (s2).
nn∑X12 – (∑X1)2
S2=
n (n-1)
Keterangan :
F = Uji Fisher
S = Simpangan baku
X = nilai
Uji ini dilakukan untuk menguji peningkatan hasil belajar kognitif peserta didik
berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah antara kelas eksperimen dengan kelas
Kriteria n-Gain diambil berdasarkan kriteria menurut Hake (dalam Sunyono, 2014)
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah dikumpulkan. Data dikelompokkan berdasarkan aktivitas atau kegiatan siswa yang
berbasis PBL dan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui hasil test.
Kemudian untuk mengetahui kuatnya hubungan antara variabel dilakukan analisis
data dalam hal ini menggunakan teknik analisis statistik uji t-independen. Rumus persamaaan
Dimana :
t = nilai hitung
𝑋 = simpangan baku
Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini digunakan uji t. Setiap hipotesis
Duch, J,B. 1995. Problem Based Learning in Physics. The Power Of Student Theaching
Student
Faulina, Herlin. 2008. Meningkatkan aktivitas belajar Matematika siswa kelas VIII-C melalui
metode Pemecahan masalah. Bandar lampung: Universitas Lampung
Glazer. 2001. Using Internet Primary Sources to Teach Critical Thinking Skill In
Amthematics. London: Greenwood press
Rahayu, S. 2008. Analisis kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada subkonsep
pencemaran lingkungan melaluimetode studi kasus. Bandung: UPI
Sudjana, N. 2011. Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Bina Algesinda