Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sejarah islam adalah
berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi,yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek.dalam kaitan ini ,maka
muncullah berbagai istilah yang sering digunakan untuk sejarah ini,diantaranya sejarah
islam,sejarah peradaban islam,sejarah dan kebudayaan Islam.
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan
Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-
wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-
prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan
dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan
membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya
Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur
Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang
dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para
ulama.
Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya :
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang
dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka
dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab
datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka
mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang
sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga
dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang
yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya.
Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya
jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak,
seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam
pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh
pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan
kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-
santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku,
Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis
dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para
Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi
pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja
Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh
Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu
membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini
menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Aceh” yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam
yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra
Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah
Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh
sendiri semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk
Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar
Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa
dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun
1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M
Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai
berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam
(sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir
bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah
pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami
kemajuan besar. Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka
memindahkan kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).
Kerajaan Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh
wilayah Nusantara. Para da’i, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus
berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah
terjalin antara kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja
para ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri
banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di Mekah atau
Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada
awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M dilaporkan ada 5 kapal dari
kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara
Aceh dan Timur Tengah itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.
2. Di Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama
Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya
Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah
bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai
pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya
dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu
lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain
sudah begitu pesat.
Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga,
yaitu :
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di
Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan
pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik
f. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau
terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari
berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
g. Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang
menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke
Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan
Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya
membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri
dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol
politik para wali.
h. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550
M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia
membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan
budaya Nusantara.
i. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau
menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah
lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan
damai dalam ayoman keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar
Al Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah
mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup bukan
karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti yaitu
syari’at Islam
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan
syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama
derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas
dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet
atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.
Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan
Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji
(ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden
Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari
Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig
keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi
dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini
memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.
3. Di Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau.
Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini
pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut
catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini
sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak, namun
upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga
menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar,
terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi.
Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan
Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i bernama
Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605
Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar Sultan
Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya,
Karaeng Matopa.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam
kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera
menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang
bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian
Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat
ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini
mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak kejayaan
kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669).
4. Di Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur
pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para
muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.
Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah
ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan
banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan
melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu
adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
a. Kalimantan Selatan
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan
dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang
ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada
kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung
Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk
Islam.
Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya
ia masuk Islam beserta kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M)
berdiri pertama kali kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar
Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah
(putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum
Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas,
Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan.
b. Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan
Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti
oleh para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid.
Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke
pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji
Di Langgar dan para penggantinya.
5. Di Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi
daya tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra,
Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah
Islam di kepulauan ini.
Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh
para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para da’i yang dididik oleh
para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun
menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim
adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan
yang ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol
adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.
Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan
oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari
Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan
Pulau Gebi.
Manusia diciptaan Allah Swt. dari awalnya adalah manusia yang tidak ada hubungan
geneologis dengan makhluk ciptaan Allah Swt. sebagaimana menurut ilmu, hal ini
ditegaskan Allah Swt. dalam firman-Nya :QS. al-Baqarah (2:21): QS. al-Sajdah (32):
7-9, QS. al-Nsâ’ (4):1.
Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas segala sikap dan tingkah
lakunya: QS. 17:36 36.
Manusia diciptakan Allah dengan sifat-sifat ke-tuhanan-Nya :QS:7:180. QS.32:9: 9.
Allah SWT. memiliki 99 asma-ul-husna (QS.7:180).
Malaikat
Ruh Manusia
Makhluk Ghaib (Metafisika)
Pada bagan ini terlihat bahwa eksistensi manusia berada di antara makhluk metafisik (ghaib)
dan makhluk fisik (makhluk nyata). diantara makhluk-makhluk ciptaan-Nya, karena
merupakan gabungan makhluk gaib (Ruhani) dan makhluk nyata (jasmani).
Al-Faituz Zabadi dalam kamus al-Muhith, mengemukakan arti al-dîn ialah kemenangan,
kekuasaan, paksaan dan peribadatan. Abul A’laa al-Maududi dalam Mukhtar al-Shahihah
mengemukakan empat arti yang terkandung dalam al-din, yaitu berarti paksaan dan tekanan
dari yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, berarti mematuhi dan menghambakan diri
dari pihak yang tunduk kepada yang mempunyai kekuasaan, berarti ketentuan hukum,
undang-undang dan tata cara yang mesti dipenuhi dan berarti perhitungan, pelaksanaan
hukum, balasan dan siksaan.
Kata Islam Bahasa Arab. Asalnya aslama akar katanya ialah salama, berarti sejahtera, tidak
tercela, tidak bercacat. Dari kata itu terjadilah kata mashdar salamat, seterusnya salm dan
silm. Salm atau silm berarti kedamaian, kesejahteraan, kepatuhan, penyerahan diri pada
Tuhan. Dalam al-Qur’an ditemui aslama dalam bentuk masdar, dalam berbagai ungkapan
kalimat, yaitu: ( مسلما نmusliman) artinya menyerahkan diri kepada Allah Swt. Q.S. 3:67.
( مسلمونmuslimun) artinya tunduk kepada Allah swt. Q.S. 2:133, 136, 3:84, 29:46. مسلمين
(muslimin) artinya menyerahkan diri kepada Allah Swt. Q.S. 3:52, 64, 27:31. ( المسلمينal-
muslimin) artinya menyerahkan diri kepada Allah Swt. Q.S. 6:163, 10:72, 10:90, 39:12.
( المسلمونal-muslimun) artinya ta’at kepada Allah Swt. Q.S. 72:14
Berdasarkan kepada pengertian al-dîn dan al-Islam di atas dapat dirumuskan pengertia دين
( االسالمdîn al-Islam), ialah konsep undang-undang dan peraturan-peraturan yang lengkap
diwahyukan Allah SWT. kepada para nabi dan rasul-Nya semenjak Adam AS. yang berakhir
dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw. Konsep tersebut tertera secara lengkap dalam al-
Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, untuk mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik yang
berhubungan dengan Khalik dan ataupun yang berhubungan dengan makhluk, baik mengenai
kehidupan perseorang, maupun mengeani keluarga, berekonomi, bersosial, berpolitik,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar manusia mencapai kehidupan yang bahagia
dan sejahtera dari dunia sampai ke akhirat. Yang melaksanakan konsep tersebut disebut
muslim.
Karena Islam adalah agama yang diwahyukan oleh Allah Swt., maka Agama Islam disebut
Agama wahyu (revealed religion) . Agama wahyu adalah agama Islam yang diciptakan Allah
Swt. sebagai petunjuk dan pedoman pelaksanaan tugas manusia sebagai khalifah Allah Swt.
dan fungsi manusia sebagai pengabdi Allah Swt. di bumi ini, yang diturunkan-Nya kepada
para Nabi dan Rasul-Nya, dari manusia pertama, yaitu Adam AS. dan berakhir kepada Nabi
Muhammad SAW.
2.3.2. Syarat-Syarat Agama Menurut Islam
Berdasarkan definisi agama menurut Islam yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
syarat-syarat Agama Menrurut Islam yaitu sebagai berikut:
Karena ajaran Agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, maka fungsi
Agama Islam dalam kehidupan manusia adalah:
Sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia untuk melaksanakan semua aktivitas
kehidupannya
Untuk mengetahui hekekat dan tujuan hidup manusia diciptakan Tuhan.
Untuk mengetahi perjalanan kehidupan manusia dari awal diciptakan sampai akhir.
Untuk mengetahui visi dan misi hidup manusia di muka bumi ini.
Untuk mengetahui hak dan kewajiban manusia dan tanggung jawab manusia.
Untuk mendidik potensi SDM agar menjadi cerdas, sehingga manusia dapat
membuktikan dirinya sebagai makhluk termulia dciptakan Tuhan.
Untuk mengetahui kepada siapa manusia beriman, menyembah, berhukum dan
berakhlak di dalam kehidupannya.
2.3.4. Sejarah Agama dalam Kehidupan Manusia Menurut Islam
Fakta sejarah membuktikan bahwa hidup manusia selalu berada di bawah suatu sistem
keyakinan yang dipercayainya sebagai suatu tabi’at yang merata pada setiap manusia,
karena manusia memiliki potensi spritual (mengenal Tuhan) yang dibawa oleh roh
(jiwa) sebagai tabi’at beragma semenjak manusia itu diciptakan Allah Swt., atau
semenjak lahir. Manusia yang pertama beragama di dunia ini adalah Adam AS. dan
Hawa Istrinya, (QS:32:7-8, 30:30). Potensi spritual inilah yang menyebabkan manusia
mampu menangkap kebenaran adanya Allah Swt. Sang pencipta alam semesta ini,
menangkap dan menerima kebenaran ajaran wahyu-Nya (al-Qur’an) dan adanya
utusan-Nya (Nabi dan Rasul-Nya) yang menyampaikan wahyu-Nya kepada manusia
sebagai petunjuk bagi manusia dalam memekai seluruh potensi dan perlengkapan
hidupnya. Selain potensi spritual, manusia juga memiliki potensi emosional (merasa)
dan intelektual (berfikir) dan nafsu (dorongan biologis) sebagai akibat bersatunya jiwa
(rohani) dengan jasad (jasmani) (QS. 32:9, 3:14).
(2). Mengamalkan seluruh aturan Islam yang absolut itu secara kaffah (menyeluruh).
Orang yang akan memeluk agama Islam harus dan waib hukumnya mengetahui dab
melaksanakan Rukun Islam yang terdiri dari lima
Isi dari kelima Rukun Islam itu adalah:
1. Mengucap dua kalimat syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan
disembah dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba
dan rasul Allah.
2. Mendirikan Shalat wajib lima kali sehari.
3. Membaya Zakat
4. Puada pada bulan Ramadhan
5. Ibadah Haji bagi mereka yang mampu.
Tidak tepat apabila din diterjemahkan sebagai agama, sebab istilah agama (religion, religie)
hanyalah merupakan alih bahasa saja yang tidak mengandung makna substantif dan essensil.
Lebih dari itu apabila din diterjemahkan sebagai agama maka maknanya menjadi sempit. Di
Indonesia misalnya, agama yang diakui hanya ada enam , yakni Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha, dan Kunghuchu padahal di Indonesia terdapat ratusan bahkan mungkin ribuan
tatacara hidup.
Dengan memaknai din sebagai tatan hidup, maka yang dimaksud dengan istilah muslim
adalah orang yang ber-din al-Islam.
Din al-Islam sebagai tatanan hidup meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, dari mulai
masalah ritual sampai kepada masalah muamalah termasuk masalah sosial budaya, sosial
ekonomi, sosial politik, bahkan sampai kepada masalah kenegaraan. Seseorang yang
mengaku muslim atau menganut din al-Islam harus mengikuti tatanan hidup Islam secara
kaffah, Apabila ia menolaknya, maka ia pasti akan terpental di akhirat sebagaimana
diterangkan di dalam QS. 3 : 19 dan ayat 85 :
Sesungguhnya din atau tatanan hidup (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (QS. 3 : 19
)
Barangsiapa mencari tatanan hidup selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (din
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.(QS. 3 : 85).
Din terbagi dua yang sangat jelas bedanya, yakni din al-haq dan din al-Bathil . Yang
dimaksud dengan din al-haq ialah din yang berisi aturan Allah yang telah didesain
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fitrah manusia. Aturan ini kemudian dituangkan di
dalam kitab undang-undang Allah, yakni Al-Qur'an. Sedangkan di luar din al-Islam adalah
din yang berisi aturan manusia sebagai produk akal, hasil angan-angan, imajinasi, hawa nafsu
serta merupakan hasil kajian falsafahnya.
Berdasarkan pengelompokkan din ini, maka manusia sebagai pemilih din, otomatis hanya
terbagi menjadi dua kelompok yang jelas-jelas berbeda (furqan), yakni kelompok Huda dan
kelompok Dhallin
Kelompok Huda adalah kelompok yang memilih din Islam sebagai tatanan hidupnya. Ini
berarti bahwa mereka telah mengikuti jalan yang haq sehingga Allah akan menghapuskan
segala kesalahannya. Sedangkan kelompok Dhalalah adalah orang-orang yang memilih din
selain Islam. sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Qur?an surat 7 : 30 dan surat
47 : 1,2,3
َسبُونَأ َ َّن ُه ْم ُم ْهتَدُون
َ ْاطينَأ َ ْو ِليَا َء ِم ْندُونِاللَّ ِه َو َيح َّ ضالَلَةُإِنَّ ُه ُمات َّ َخذُواال
ِ َشي َّ ىوفَ ِريقًا َح َّقعَلَ ْي ِه ُمال
َ َ(فَ ِريقًا َهد30)
Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.
Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan
mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.
Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah
menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan
mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada
Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-
kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Yang demikian adalah karena
sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang
beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia
perbandingan-perbandingan bagi mereka. QS. 47 : 1,2,3.
Dalam pandangan Al-Qur'an, din al-Islam adalah satu-satunya din ciptaan Allah, din yang
satu ini adalah aturan untuk seluruh umat manusia tanpa kecuali
Sementara itu, din-din hasil ciptaan manusia berdasarkan akal, imajinasi dan falsafah
sebagaimana telah dikemukakan di atas telah melahirkan banyak din dan isme-isme lainnya,
antara lain Materalisme, Kapitalisme, Liberalisme, Markisme, Komunisme, Nasionalisme,
dan Kolonialisme.
2. Toleransi Kehidupan Beragama
Jadi, bentuk kerjasama ini harus kita praktekkan dalam kegiatan yang bersifat sosial
kemasyarakatan serta tidak menyinggung keyakinan pemeluk agama lain. melalui toleransi
diharapkan terwujud ketertiban, ketenangan dan keaktifan dalam menjalankan ibadah
menurut agama dan kepercayaan masing-masing..
2.3 Toleransi Umat Beragama di Indonesia
Pandangan ini muncul dilatarbelakangi oleh semakin meruncingnya hubungan antar umat
beragama di indonesia. Penyebab munculnya ketegangan antar umat beragama tersebut
antara lain:
Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama
pihak lain.
Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam
kehidupan masyarakat.
Sifat dari setiap agama, yang mengandung misi dakwah dan tugas dakwah.
Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
Para pemeluk agama tidak mampu mengontrol diri, sehingga tidak menghormati
bahkan memandang randah agama lain.
Kecurigaan terhadap pihak lain, baik antar umat beragama, intern umat beragama,
atau antara umat beragama dengan pemerintah.
Sikap tenggang rasa, menghargai, dan toleransi antar umat beragama merupakan indikasi
dari konsep trilogi kerukunan. Seperti dalam pembahasan sebelumnya upaya mewujudkan
dan memelihara kerukunan hidup umat beragama, tidak boleh memaksakan seseorang untuk
memeluk agama tertentu. Karena hal ini menyangkut hak asasi manusia (HAM) yang telah
diberikan kebebasan untuk memilih baik yang berkaitan dengan kepercayaan, maupun diluar
konteks yang berkaitan dengan hal itu.
Kerukunan antar umat beragama dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, apabila
masing-masing umat beragama dapat mematuhi aturan-aturan yang diajarkan oleh agamanya
masing-masing serta mematuhi peraturan yang telah disahkan Negara atau sebuah instansi
pemerintahan. Umat beragama tidak diperkenankan untuk membuat aturan-aturan pribadi
atau kelompok, yang berakibat pada timbulnya konflik atau perpecahan diantara umat
beragama yang diakibatkan karena adanya kepentingan ataupun misi secara pribadi dan
golongan.
Selain itu, agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan senantiasa
terpelihara, perlu memperhatikan upaya-upaya yang mendorong terjadinya kerukunan secara
mantap dalam bentuk. :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar
umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional, dalam bentuk upaya mendorong
dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi
dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif, dalam rangka
memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama, yang
mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern umat beragama dan antar umat
beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari
seluruh keyakinan plural umat manusia, yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman
bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu
sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan
yang mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nila-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan
tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat,
oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah
fenomena kehidupan beragama.
Dalam upaya memantapkan kerukunan itu, hal serius yang harus diperhatikan adalah
fungsi pemuka agama, tokoh masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini pemuka agama,
tokoh masyarakat adalah figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa
yang diperbuat mereka akan dipercayai dan diikuti secara taat. Selain itu mereka sangat
berperan dalam membina umat beragama dengan pengetahuan dan wawasannya dalam
pengetahuan agama.
Kemudian pemerintah juga berperan dan bertanggung jawab demi terwujud dan
terbinanya kerukunan hidup umat beragama. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas umat
beragama di Indonesia belum berfungsi seperti seharusnya, yang diajarkan oleh agama
masing-masing. Sehingga ada kemungkinan timbul konflik di antara umat beragama. Oleh
karena itu dalam hal ini, ”pemerintah sebagai pelayan, mediator atau fasilitator merupakan
salah satu elemen yang dapat menentukan kualitas atau persoalan umat beragama tersebut.
Pada prinsipnya, umat beragama perlu dibina melalui pelayanan aparat pemerintah yang
memiliki peran dan fungsi strategis dalam menentukan kualitas kehidupan umat beragama,
melalui kebijakannya.
Untuk menjaga dan meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dan keutuhan bangsa,
perlu dilakukan upaya-upaya:
AQIDAH
Imam Ibnu Abi Zaid Al-Qirawani1 dalam bab: Maa Tanthiqu bihi al Alsinatu wa Ta'taqiduhu
al Af-idatu min Wajib Umuri ad Dien, berkata: "Di antaranya: iman dengan kalbu dan
ucapan dengan lisan: Bahwa Allah itu Tuhan Yang Esa tak ada Tuhan selain-Nya dan tak
ada yang menyerupai-Nya. Juga tak ada sekutu selain Dia, tak beranak dan tak berbapak
serta tak beristeri. Awal-Nya tak bepermulaan dan keakhiran-Nya tak berujung. Hakekat
dari sifat-Nya tak terjangkau oleh mereka yang mensifati, perkara-Nya tak terjangkau oleh
para pemikir. Mereka yang berpikir dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya namun
mereka tak mampu memikirkan hakikai Dzat-Nya:
"Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al Baqarah: 255).
Dia Maha mengetahui lagi Mha awas, Yang mengurus lagi Maha Kuasa, Maha
Mendengar, Maha Melihat lagi Maha Luhur dan Maha Besar. Dia di atas arasynya yang
agung dengan Dzat-Nya. Ilmu-Nya meliputi setiap tempat. Dia telah menciptakan manusia
dan mengetahui suara jiwanya sementara Dia lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya:
ين ٍ ب َوالَ َيا ِب ٍس ِإالَّ فِي ِكتَا
ٍ ب ُّم ِب ْ َض َوالَ َْر
ٍ ط ِ ت اَأل َ ْْر
ِ ظلُ َما
ُ ط ِمن َو َْرقَ ٍة ِإالَّ َي َْعلَ ُم َُها َوالَ َِحبَّ ٍة فِي
ُ َُو َما ت َ ْسق
"... dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya dan tidak sebutir
bijipun yang jatuh dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). " (QS. Al An'am: 59).
Di dalam kedua ayat di atas juga terkandung penetapan tauhid rububiyah; yaitu keyakinan
bahwa Allah adalah pencipta manusia, yang menciptakan langit dan bumi serta menurunkan
air hujan lalu menumbuhkan tanam-tanaman dan buahbuahan sebagai rizki untuk mereka. Di
dalamnya terkandung pelajaran yaitu wajibnya mengesakan Allah dalam ibadah sebagaimana
mereka telah mengakui Allah
maha esa dalam hal mencipta dan mengatur alam semesta. Inilah yang biasa dikenal dengan
istilah 'tauhid rububiyah menjadi dalil atas tauhid uluhiyah'. Sebagaimana tidak ada pencipta
selain Allah, maka demikian pula tidak ada yang boleh diibadahi dan disembah kecuali Allah
semata. Metode semacam ini sering dijumpai di dalam al-Qur'an
Konsep Taqwa
Abu Aaliyah, salah seorang Imam dari kalangan Tabi’in, mengatakan: “Segala kebaikan
dalam Al-Qur’an adalah dari Tauhid dan setiap keburukan yang disebutkan adalah dari
Syirik”. Allah memerintahkan dakwah setiap Nabi dan Rasul kepada Tauhid, untuk
menyatakan hakhak Allah dari Tauhid-Nya, ibadah dan kebesaranNya, dan untuk
menerangkan hal-hal untuk membebaskan seseorang dari dan menolak Syirik. Mengenai
dakwah para nabi dan rasul, Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya.” (QS An-Nahl [16] : 36)
Kewajiban terbesar dari seorang hamba adalah bahwa hamba tersebut harus (mengetahui
dengan) jelas mengenai hak-hak Allah dalam Tauhid-Nya, dan harus menyeru kepadanya,
dan demikian pula untuk memperingatkan terhadap Syirik dan membebaskan diri dari orang-
orangnya (yang terlibat syirik –pent.). Inilah kewajiban terbesar dan yang termasuk dalam
firman Allah:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS Al-Imran [3] : 104)
Allah menggambarkan mereka yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
sebagai orang-orang yang beruntung. Tidaklah mungkin melakukan hal ini kecuali dengan
mempelajari dan mengajarkan Tauhid, dan menyebarkan ilmu itu (Tauhid –pent), dan dengan
mengetahui aspek-aspek yang berbeda dari Tauhid dan yang diwajibkan kepada Allah,
sampai hati seorang hamba teguh atas Tauhid dan menyeru manusia kepadanya. Demikian
halnya dengan Syirik, tidak dapat diketahui dan diperingatkan darinya, kecuali dengan
memiliki pengetahuan mengenainya. Syirik memiliki beragam bentuk, sebagai contoh Syirik
al-Akbat (syirik besar) memiliki berbagai bentuk, demikian pula Syirik alAsghar (Syirik kecil
yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam), di negara-negara yang berbeda, mengetahui
berbagai jenis Syirik membutuhkan ilmu. Ilmu ini (tentang syirik –pent) tidak dapat diperoleh
oleh seorang penuntut ilmu sampai dia mengetahui Tauhid dan memperingatkan terhadap
Syirik adalah landasan dakwah para Nabi dan Rasul, dan hal tersebut adalah merupakan
warisan kenabian. Segala sesuatu mengikuti Tauhid karena Tauhid lah landasannya.
Penegakkan Tauhid membawa kebaikan bagi setiap individu dan masyarakat yang lebih
besar. Sebagai akibat dari Syirik dan jauhnya dari Tauhid, adalah berbagai cobaan dan
hukuman
Adapun perkara paling besar yang dilarang Allah adalah syirik dalam beribadah kepada-Nya.
Yang hal itu menimbulkan kerusakan dan penyesalan bagi hati, bagi badan, ketika di dunia
maupun di akhirat. Maka segala kebaikan di dunia dan di akhirat itu semua adalah buah dari
tauhid.
Demikian pula, semua keburukan di dunia dan di akhirat, maka itu semua adalah buah dari
syirik.” (lihat al-Qawa'id al-Fiqhiyah, hal.18)
Syaikh as-Sa'di rahimahullah juga berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki dampak
yang baik serta keutamaan beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya
kebaikan di dunia dan di akherat itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang
muncul
darinya.” (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 16)
Tidaklah diragukan bahwasanya tauhid merupakan cahaya yang Allah anugerahkan kepada
hamba-hamba yang
dikehendaki-Nya. Adapun syirik adalah kegelapan-kegelapan yang sebagiannya lebih pekat
daripada sebagian yang lain; yang hal itu dijadikan tampak indah bagi orang-orang kafir.
Allah 'azza wa jalla berfirman (yang artinya),
“Apakah orang yang sudah mati -hatinya- lalu Kami hidupkan dan Kami jadikan baginya
cahaya untuk bisa berjalan diantara manusia sama keadaannya dengan orang seperti
dirinya yang tetap terjebak di dalam kegelapan-kegelapan dan tidak bisa keluar darinya.
Demikianlah dijadikan indah bagi orang-orang kafir itu apa yang mereka lakukan.” (QS. Al-
An'aam: 122)
(lihat penjelasan ini dalam kitab Nur atTauhid wa Zhulumat asy-Syirki, oleh Dr.Sa'id bin
Wahf al-Qahthani hafizhahullah,hal. 4)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesung-guhnya tauhid
menjadi perintah yang paling agung disebabkan ia merupakan pokok seluruh ajaran agama.
Oleh sebab itulah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dakwahnya dengan ajakan itu (tauhid), dan beliau pun
memerintahkan kepada orang yang beliau utus untuk berdakwah agar memulai dakwah
dengannya.” (lihatSyarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 41)
Allah ta'ala berfirman (yang artinya),
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul [yang menyerukan];
Beriba-dahlah kepada Allah dan jauhilah thaghut.” (QS.An-Nahl: 36).
1. Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah yaitu mengesakan Allah dalam hal penciptaan,
kekuasaan, dan pengaturan. Allah berfirman;
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu (Adam) dan anak hamba
perempuan-Mu (Hawa). Ubun-ubunku di tangan-Mu,keputusan-Mu berlaku padaku, qadha’-
Mu kepadaku adalah adil. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama (yang baik) yang
telah Engkau pergunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, Engkau
ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu
dalam ilmu ghaib di sisi-Mu.”
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan
Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan)
yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang); dua, tiga, dan empat.
Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
2. Beriman terhadap nama-nama Malaikat yang diketahui, adapun yang tidak diketahui
namanya maka beriman secara global
Di antara Malaikat yang diketahui namanya adalah :
a. Jibril
b. Mikail
c. Malakul Maut
d. Munkar
e. Nakir
f. Israfil
g. Malik
3. Beriman tentang sifat-sifat mereka
Di antara sifat Malaikat adalah :
a. Malaikat memiliki sayap
Sebagaimana firman Allah ; “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang
menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang
mempunyai sayap, masing-masing (ada yang); dua, tiga, dan empat.”
b. Jibril dalam bentuk aslinya memiliki enam ratus sayap
Diriwayatkan dari ‘Abdullah (bin Mas’ud) ;“Bahwa Muhammad a melihat Jibril j (dalam
bentuk aslinya), ia memiliki enam ratus sayap.”
c. Jarak antara cuping telinga dengan pundak Malaikat pemikul ‘Arsy adalah perjalanan tujuh
ratus tahun
Sebagaimana diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah p, dari Nabi ,beliau bersabda;
“Aku diizinkan untuk memberitahukan tentang Malaikat dari Malaikat Allah yang memikul
‘Arsy, bahwa sesungguhnya jarak antara cuping telinganya hingga pundaknya sejauh
perjalanan tujuh ratus tahun.”
d. Malaikat Munkar dan Nakir sifatnya adalah hitam kebiruan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda;
“Apabila seorang mayit dikuburkan, maka akan datang kepadanya dua Malaikat hitam
kebiruan. Salah satunya disebut Munkar dan yang lainnya disebut Nakir.”
e. Malaikat dapat berubah menyerupai seorang laki-laki
Sebagaimana kisah para Malaikat yang mendatangi Nabi Ibrahim .
Allah berfirman;
2. Beriman terhadap nama-nama kitab yang diketahui, adapun yang tidak diketahui namanya
maka beriman secara global
Di antara kitab yang diketahui namanya adalah :
a. Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud j
Sebagaimana firman Allah ;
3. Membenarkan semua yang dikabarkan dalam kitab tersebut (yang belum dirubah)
Jika suatu kabar yang terdapat dalam kitab-kitab lainnya yang
dibenarkan oleh Al-Qur’an dan kabar tersebut tidak dinasakh (dihapus),
maka kita harus membenarkan kabar tersebut.
Adapun Rasul
adalah seorang laki-laki yang diberikan wahyu kepadanya untuk
mengamalkan syari’at yang baru untuk disampaikan kepada kaumnya. Iman
kepada Rasul mencakup empat unsur, antara lain :
2. Beriman terhadap nama-nama Rasul yang diketahui namanya, adapun yang tidak
diketahui namanya maka beriman secara global
Di antara rasul yang diketahui namanya adalah :
a. Nuh
b. Ibrahim
c. Musa
d. Isa
e. Muhammad
Allah berfirman;
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para Nabi dan
dari engkau (wahai Muhammad a) dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra
Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang
teguh.”
Dan masih banyak para Rasul yang tidak diketahui namanya.
Sebagaimana firman Allah ;
“Dan sesungguhnya telah Kami mengutus beberapa orang Rasul sebelum
engkau (wahai Muhammad a), di antara mereka ada yang Kami ceritakan
kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan
kepadamu.”
“Yaitu ketika lailatul qadar dirincikan (catatan takdir) dari Lauhul Mahfuzh
ke catatan (takdir) tahunan. Yang mencakup ajal-ajal, rizki-rizki, dan apa
saja yang terjadi sampai akhir (tahun).”
d. al-kitabah al-yaumiyyah
Yaitu catatan takdir harian.
3. Al-Masyi’ah
Yaitu mengimani bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini adalah
atas kehendak Allah . Al-Masyi’ah dibagi menjadi dua, antara lain :
Masyi’ah syar’iyyah, yaitu kehendak yang Allah ridha, tetapi belum
tentu terjadi.
Masyi’ah kauniyyah, yaitu kehendak yang Allah belum tentu ridha,
tetapi terjadi.
Al-Khalq
Yaitu mengimani bahwa Allah adalah yang menciptakan segala
sesuatu yang terjadi; yang baik, yang buruk, kekufuran, iman, kemaksiatan,
dan ketaatan semuanya adalah dengan kehendak dan takdir-Nya, serta Dialah yang
menciptakannya. Allah berfirman;
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia telah menentukan
takdirnya dengan serapi-rapinya.” Buah Memahami Takdir
Di antara buah memahami takdir adalah agar menumbuhkan tawakkal
yang kuat kepada Allah , dan agar seorang tidak terlalu berduka cita
terhadap apa yang luput darinya serta tidak terlalu bersuka cita terhadap apa
yang didapatkannya. Sebagaimana firman Allah ;
“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa (kalian) di bumi dan (tidak
pula) pada diri kalian sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah . (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya
kalian tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
Tidak Boleh Melakukan Maksiat Beralasan Dengan Takdir Tidak diperbolehkan seorang
melakukan kemaksiatan dengan beralasan kepada takdir. Disebutkan dalam suatu riwayat
dari ’Umar bin Khaththab , bahwa ia pernah akan memotong tangan seorang pencuri.
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam mengutus Mu'adz bin Jabal radhiyallahu'anhu ke negeri Yaman, maka
beliau berpesan kepadanya,
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka
jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat laa ilaha illallah.”
Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhid-kan Allah.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Salah satu alasan yang menunjukkan betapa pentingnya memprioritaskan dakwah kepada
manusia untuk beribadah kepada Allah dalah karena inilah tujuan utama dakwah,
yaitu untuk mengentaskan manusia dari penghambaan kepada selain Allah menuju
penghambaan kepada Allah semata. Selain itu, tidaklah ada kerusakan dalam urusan dunia
yang dialami umat manusia melainkan sebab utamanya adalah kerusakan yang mereka
lakukan dalam hal ibadah mereka kepada Rabb jalla wa 'ala
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Nabi shallallahu'alaihi wa
sallam tinggal di Mekah selama tiga belas tahun setelah diutusnya beliau sebagai rasul dan
beliau menyeru manusia untuk meluruskan aqidah dengan cara beribadah kepada Allah
semata dan meninggalkan peribadatan kepada patung patung sebelum beliau memerintahkan
manusia untuk menunaikan sholat, zakat, puasa, haji, dan jihad, serta supaya mereka
meninggalkan hal-hal yang diharamkan semacam riba, zina, khamr, dan judi
A. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, kata ahklak berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari
kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan demikian,
secara etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.2
Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong
ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang
dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu
sifat yang tetap pada jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak
oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Ya’qub, 1988: 12).3
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia,
atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya
bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan
dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni
dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam
berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam
berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk
Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepada Khaliq
(Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya).
Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang
penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang
menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu
pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah),
sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai
kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai
predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk
akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi
Saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.4
Tugas yang amat berat dan sangat mulia itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh
Nabi berkat bimbingan langsung dari Allah Swt. dan juga didukung oleh kepribadian beliau
yang sangat agung. Terkait dengan ini Allah Swt. berfirman:
2
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: AMZAH, 2016), hlm. 1
3
Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), hlm. 8
4
Ibid.,hlm. 9-10
Artinya:”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Qs. al-
Qalam (68): 4)
Untuk memudahkan umat Islam dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari, di
samping memberikan aturan yang jelas di dalam al-Quran, Allah juga menunjuk Nabi
Muhammad Saw. sebagai teladan baik dalam bersikap, berperilaku, dan bertutur kata. Dengan
dua sumber inilah setiap Muslim dapat membangun kepribadiannya. Keteladanan Nabi untuk
setiap Muslim ini tegaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
Artinya:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullsh itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah”(Qs. al-Ahzab (33): 21).
B. Akhlak terhadap Allah SWT dan rasul-nya
Akhlak yang baik kepada Allah berucap dan bertingkah laku yang terpuji terhadap
Allah Swt. Baik melalui ibadah langsung kepada Allah, seperti shalat, puasa dan sebagainya,
maupun melalui perilaku-perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi
dengan Allah diluar ibadah itu. Allah Swt telah mengatur hidup manusia dengan adanya
hukum perintah dan larangan. Hukum ini, tidak lain adalah untuk menegakkan keteraturan
dan kelancaran hidup manusia itu sendiri. Dalam setiap pelaksanaan hukum tersebut
terkandung nilai-nilai akhlak terhadap Allah Swt.
1. Beriman
Yaitu meyakini wujud dan keesaan Allah serta meyakini apa yang difirmankan-
Nya, seperti iman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat dan qadha dan
qadhar. Beriman merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak islam. Jika iman
telah tertanam didada, maka ia akan memancar kepada seluruh perilaku sehingga
membentuk kepribadian yang menggambarkan akhlak islam yaitu akhlak yang mulia.
2. Taat
Yaitu patuh kepada segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sikap taat kepada perintah Allah merupakan sikap yang mendasar setelah beriman, ia
merupakan gambaran langsung dari adanya iman di dalam hati.
3. Ikhlas
Yaitu melaksanakan perintah Allah dengan pasrah tanpa mengharapkan sesuatu,
kecuali keridhaan Allah. Jadi ikhlas itu bukan tanpa pamrih. Tetapi pamrih hanya
5
Syarifah Habibah, “Aklak Dan Etika Dalam Islam”, JURNAL PESONA DASAR. Vol. 1 No. 4,
Oktober 2015, hal73- 87
diharapkan dari Allah berupa keridhaan-Nya. Oleh karena itu, dalam melaksanakannya
harus menjaga akhlak sebagai bukti keikhlasan menerima hukum-hukum tersebut.
4. Khusyuk
Yaitu bersatunya pikiran dengan perasaan batin dalam perbuatan yang sedang
dikerjakannya atau melaksanakan perintah dengan sungguh-sungguh. Khusyuk
melahirkan ketenangan batin dan perasaan pada orang yang melakukannya. Karena itu,
segala bentuk perintah yang dilakukan dengan khusyuk melahirkan kebahagiaan hidup.
Ciri-ciri Khusyu’ yaitu adanya perasaan nikmat ketika melaksanakannya. Shalat perlu
dilakukan dengan khusyu’. Jika orang melakukan shalat tetapi belum khusyu’. Agar
khusyu’ dalam shalat, sejak niat kita harus sunguh-sungguh hanya terpusat pada
perbuatan yang berkaitan dengan shalat. Apa yang dibacakan oleh lidah, dimaknai oleh
pikran,diresapi oleh hati dan difokuskan pada Allah yang sedang kita hadapi.
5. Huznudz dzan
Yaitu berbaik sangka kepada Allah. Apa saja yang diberikan-Nya merupakan
pilihan yang terbaik untuk manusia. Berprasangka baik kepada Allah merupakan
gambaran harapan dan kedekatan seseorang kepada-Nya, sehingga apa saja yan
diterimanya dipandang sebagai suatu yang terbaik bagi dirinya. Oleh karena itu, seorang
yang huznuzan tidak akan mengalami perasaan kecewa atau putus asa yang berlebihan
6. Tawakal
Yaitu mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana.
Sikap tawakal merupakan gambaran dari sabar dan menggambarkan kerja keras dan
sungguh-sungguh dalam melaksanakan suatu rencana. Apabila rencana tersebut
menghasilkan keinginan yang diharapkan atau gagal dari harapan yang semestinya, ia
akan mampu menerimanya tanpa penyesalan.
7. Syukur
Yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah
diberikan-Nya.Ungkapan syukur dilakukan dengan kata-kata dan perilaku. Ungkapan
dalam bentuk kata-kata adalah mengucapkan hamdalah setiap saat,sedangkan bersyukur
dengan perilaku dilakukan dengan cara menggunakan nikmat Allah sesuai dengan
semestinya. Misalnya nikmat diberi mata, maka bersyukur terhadap nikmat itu dilakukan
dengan menggunakan mata untuk melihat hal-hal yan baik, seperti, membaca, mengamati
alam dan sebagainya yang mendatangkan manfaat.
8. Sabar
Yaitu ketahanan mental dalam menghadapi kenyataan yang menimpa diri kita.
Ahli sabar tidak akan mengenal putus asa dalam menjalankan ibadah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Oleh karena itu, perintah bersabar
bukan perintah berdiam diri, tetapi perintah untuk terus berbuat tanpa berputus asa.
9. Bertasbih
Yaitu mensucikan Allah dengan ucapan, yaitu dengan memperbanyak
mengucapkan subhanallah ( maha suci Allah ) serta menjauhkan perilaku yang dapat
mengotori nama Allah Yang Maha Suci.
10. Istighfar
Yaitu meminta ampun kepada Allah atas segala dosa yan perna dibuat dengan
mengucapkan “ astagfirullahal ‘adzim ’’ (aku memohon ampun kepada Allah yang Maha
Agung ). Sedangkan istighfar melalui perbuatan dilakukan dengan cara tidak mengulangi
dosa atau kesalahan yan telah dilakukan.
11. Takbir
Yaitu mengagungkan Allah dengan membaca Allahu Akbar ( Allah Maha Besar
).Mengagungkan Allah melalui perilaku adalah mengagungkan nama-Nya dalam segala
hal, sehingga tidak menjadikan sesuatu melebihi keagunggan Allah. Tidak
mengagungkan yang lain melampaui keagunggan Allah dalam berbagai konsep
kehidupan,baik melalui kata-kata maupundalam tindakan.
12. Do’a
Yaitu meminta kepada Allah apa saja yang diinginkan dengan cara yang baik
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Do’a adalah cara membuktikan
kelemahan manusia dihadapan Allah, karena itu berdoa merupakan inti dari beribadah.
1. Mencintai Rasulullah
2. Mengikuti dan menaati Rasulullah
3. Mengucapkan Shalawat dan salam kepada Rasulullah.
C. Akhlak terhadap ibu bapak
Akhlak kepada Ibu Bapak atau kedua orang tua merupakan sesuatu hal yang sangat
penting, karenaorang tua adalah orang yang mengenal kan kita pada dunia dari kecil hingga
dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan terhadap anaknya agar kelak
menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh.
Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu
berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang telah diperintahkan oleh orang tua, dan
pantang untuk membangkang kepada orang tua. Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita
seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap kedua orang tua. Sebagai muslim yang baik,
yaitu adalah kita harus memiliki akhlak yang sempurna tehadap orang tua kita. Allah SWT
berfirman dalam (Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 23).
Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain
dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu Bapak. Jika salah seorang diantara keduanya
atau kedua-duanya sampai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan;’Ah’;dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”. (Al-Qur’an surah Al-Isra
ayat 23).
Hal ini menunjukkan bahwa Akhlak menghormati orang tua adalah suatu hal yang
sangat penting yang dianjurkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Adapun akhlak anak
terhadap orang tua adlah sebagai berikut: sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah
kepadanya, rendahkan dirimu dan sopanlah kepadanya.6
6
Tim Dosen Pai, Bunga Rampai Penelitian Dalam Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2016), hlm. 19
Membina dan mendidk keluarga merupakan akhlak yang mulia. Pendidikan
keluaraga menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Namun, demikian, seluruh anggota
keluarga juga tidak lepas dari tanggung jawab tersebut, agar tercipta pendidikan yang
mulia dan sesuai dengan ajaran islam yang dikendaki Allah.
4. Memilihara keturunan
Keluarga adalah penerus keturunan yang harus dipelihara dengan baik, sesuai
dengan tuntunan ajaran agama islam. Oleh karena itu merupakan sebuah kewajiban bagi
seorang muslim untuk memelihara keturunan dengan tetap berpegang kepada ajaran
agama islam. 7
7
Samsul Munir Amin, Op.Cit.,hlm.214-218
Syukur secara etimologi adalah membuka dan menyatakan. Adapaun menurut
terminologi, syukur adalah menggunakan nikmat allah untuk taat kepada allah dan tidak
menggunakannya untuk berbuat maksiat kepada allah. Syukur diperlukan karena semua
yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia allah. Allah yang telah
memberikan nikmat kepada kita, baik berupa pendengaran, penglihatan, kesehatan,
keamanan, maupun nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
3. Amanat
Menurut etimologi amanat adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan, atau
kejujuran. Amanat merupakan kebalikan dari khianat. Adapun menurut terminologi
amanat adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, jujur, dan tulus hati dalam
melaksanakan suatu hak yang dipercayakan kepadanya, baik hak itu milik Allah maupun
hak hamba.
4. Shidqu (Jujur)
Shidqu secara etimologi berarti Jujur atau benar. Adapun yang dimaksud jujur,
adalah memberi tahukan, menuturkan sesuatu dengan sebenarnya, sesuai dengan fakta
(kejadiannya). Pemberitahuan ini tidak hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam perbuatan.
Dengan demikian, Shidqu adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun
perbuatan.
8. Al-haya’ (Malu)
Al-haya adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu
yang tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak
patut atau tidak baik akan terluhat gugup, misalnya wajahnya menjadi merah. Sebaliknya,
oarang yang tidak mamiliki rasa malu, akan melakukan hal tersenut dengan tenang tanpa
ada rasa gugup sedikitpun.8
F. Akhlak terhadap sesama manusia
1. Berbuat baik kepada tetangga
Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita. Dalam hal ini, dekat bukan karena
pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Meskipun mungkin tidak seagama dengan
kita. Dekat disini, adalah orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita.
2. Ta’awun
Adalah sikap saling tolong menolong terhadap sesama. Dalam hal ini, tidak ada
orang yang tidak memerlukan pertolongan orang lain. Pada dasarnya manusia adalah
makhluk sosial. Oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri, ia membutuhkan
bantuan dan pertolongan orang lain, meskipun ia orang kaya atau mempunyai kedudukan
tinggi.
8
Ibid.,hlm. 198-212
Silaturahim adalah menyambung kekerabata. Istilah ini menjadi sebuah simbol
dari hubungan baik penuh kasih sayang antara sesama kerabat yang asal usulnya berasala
dari saturahim.9
2. Tidak berdua-duaan
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar
perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana
hukum masuk kedalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah
kematian (kebinasaan). (al-bukhari 67:111: muslim 39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;67-70).
Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini
memberi pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duan saja dalam sebuah
bilik dengan seorang perempuan tanpa mahramnya.
Nabi SAW bersabda, yang artinya: “Wanita itu adalah aurat. Jika ia keluar maka
setan akan memperindahnya dimata laki-laki”(HR. tirmizi, shahih).
9
Ibid.,219-224
6. Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan bukan hal yang mudah karena, dewasa ini banyak sekali
remaja yang terjebak dalam pergaulan dan sek bebas. Sebagai muslim kita wajib tahu
bagaimana cara menjaga kemaluan. Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-
gambar yang senonoh atau membangkitkan napsu syahwat, tidak terlalu sering membaca
atau meneonton kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi
dengan lawan jenis, baik secara langsung ataupun melalui telepon, SMS, BBM, dan
media komunikasi lainnya.10
Artinya: “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu
biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena
Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik”. Maksudnya: pohon kurma milik
musuh, menurut kepentingan dan siasat perang dapat ditebang atau dibiarkan tumbuh
B. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik yang
nyata seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para fuqaha’ berarti
membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudhu dan bertayammum.
(Saifuddin Mujtaba’, 2003:1)
Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudhu, mandi dan tayammum. Suci dari najis
ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
10
http://myubaydillah. blogspot. com/2014/12/akhlak-terhadap-lawan-jenis.html?m=1 Sabtu, 6
Oktober 2018 pukul: 14.20
a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. 2:222)
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah, batu dan
sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.
D. Istinja’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istinja’
dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula – mula dengan batu atau
lainnya, kemudian dengan air.
E. Wudhu
Perintah wajib wudhu bersamaan dengan perintah wajib salat lima waktu, yaitu satu
tahun setengah bulan Hijriah.
Firman Allah Swt.:
“Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah mukamu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki.” (AL –MAIDAH: 6)
1. Syarat – syarat wudhu
a. Islam
b. Mumayiz, karena wudhu itu meruppakan ibadah yang wajib diniati, sedangkan
orang yang tidak beragama islam dan orang yang belum mumayiz tidak diberi
hak untuk berniat.
c. Tidak berhadas besar
d. Dengan air yang suci dan menyucikan
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan
sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudhu
2. Fardu (rukun) wudhu
a. Niat. Hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas atau menyengaja
berwudhu.
Sabda Rasulullah Saw.
“ Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (RIWAYAT
BUKHARI DAN MUSLIM)
Yang dimaksud dengan niat menurut syara’ yaitu kehendak sengaja melakukan
pekerjaan amal karena tunduk kepada hukum Allah Swat.
Firman Allah Swt.:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (AL – BAYYINAH: 5)
b. Membasuh muka, berdasarkan ayat diatas (Al – Ma’idah: 6). Batas muka yang
wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas sampai
kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari telinga ke teling; seluruh
bagian muka yang tersebut tadi wajib dibasuh, tidak boleh tertinggal sedikit
pun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita yakin terbasuh semuanya.
Menurut kaidah ahli fiqh, “Sesuatu yang hanya dengan dia dapat
disempurnakan yang wajib, maka hukumnya juga wajib.”
c. Membasuh kedua tangan sampai ke siku. Maksudnya, siku juga wajib dibasuh.
Keterangannya pun adalah ayat tersebut di atas. (Al-Maidah: 6)
d. Menyapu sebagian kepala, walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak
kurang dari selebar ubun – ubun, baik yang disapu itu kulit kepala ataupun
rambut. Alasannya juga ayat tersebut.
e. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki. Maksudnya, dua mata
kaki wajib juga di basuh. Keterangannya juga ayat tersebut diatas.
f. Menerbitkan rukun – rukun di atas. Selain dari niat dan membasuh muka,
keduanya wajib dilakukan bersama – sama dan didahulukan dari yang lain.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Mulailah pekerjaanmu dengan apa yang dimulai oleh Allah Swt.”
(RIWAYAT NASAI)\
3. Beberapa sunat wudhu
a. Membaca “bismillah” pada permulaan wudhu
Sabda Rasulullah Saw.:
“Berwudhulah kamu dengan menyebut nama Allah.” (RIWAYAT ABU
DAWUD)
Pada permulaan setiap pekerjaan yang penting, baik ibadah ataupun lainnya,
disunatkan membaca “ bismillah”
Sabda Rasulullah Saw.:
“Tiap – tiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan bismillah, maka
pekerjaan itu terputus (kurang berkah).” (RIWAYAT ABU DAWUD)
b. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum berkumur
– kumur. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw.sendiri diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim.
c. Berkumur – kumur , keterangannya juga perbuatan Rasulullah sendiri yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
d. Memasukan air ke hidung , juga beralasan pada amal Rasulullah Saw. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
e. Menyapu seluruh kepala, beralasan pula pada amal Rasulullah Saw. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
“Dari Abdullah bin Zaid. Sesungguhnya Rasulullah Saw.telah mengusap
kepalanya dengan kedua belah tangannya yang dibolak – balikannya, dimulai
dari atas kepala, kemudian disapukannya ke kuduknya, kemudian
dikembalikannya ke tempat semula” (RIWAYAT JAMAAH)
“Dari Al-Miqdam. Ia berkata, “Rasulullah Saw. telah diberi air untuk
berwudhu, lantas beliau berwudhu, maka dibasuhnya kedua tapak tangannya
tiga kali dan mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua hastanya tiga
kali, lalu berkumur dan dimasukkannya air ke bidung tiga kali, kemudian
disapunya kepala dan kedua telinga bagian luar dan dalam.” (RIWAYAT
ABU DAWUD DAN AHMAD)
f. Menyapu kedua telinga luar dan dalam. Keterangannya amal Rasulullah Saw.
yang diriwayatkan oleh Tirmizi.
g. Menyilang – nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca dan menyilang
nyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai dari kelingking
kanan, disudahi pada kelingking kaki kiri. Sunat menyilangi jari, kalau air
dapat sampai di antara jari dengan tidak disilangi, maka menyilangi jari ketika
itu menjadi wajib, bukan sunat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila engkau berwudhu, hendaklah engkau silangi jari kedua tanganmu
dan jari kedua kakimu.” (RIWAYAT TIRMIZI DAN DIKATAKAN HADIS
HASAN)
h. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri. Rasulullah Saw. suka memulai
dengan anggota yang kanan dari pada anggota yang kiri dalam beberapa
pekerjaan beliau. Nawawi berkata, “Tiap pekerjaan yang mulia dimulai dari
kanan. Sebaliknya pekerjaan yang hina, seperti masuk kakus, hendak lah
dimulai dari kiri.”
Dari Aisyah r.a. Ia berkata, “Rasulullah Saw. suka mendahulukan anggota
kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala halnya.”
(RWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
i. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga kali, tangan
tiga kali, dan seterusnya, keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. kecuali
apabila waktu salat hampir habis, apabila dikerjakan tiga kali, tetapi wajib satu
kali saja. Demikian pula apabila air yang ada tidak mencukupi, maka wajib
satu kali saja, dan haram tiga kali.
j. Berturut – turut antara anggota. Yang dimaksudkan dengan berturut – turut di
sini ialah “ sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh”,
dan sebelum kering anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan
seterusnya.
k. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena
berhalangan, misalnya sakit.
l. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya sangat dingin.
m. Menggosok anggota wudhu agar menjadi lebih bersih.
n. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badan.
o. Jangan bercakap – cakap sewaktu berwudhu, kecuali apabila ada hajat.
p. Bersiwak dengan benda yang kesat, selain bagi orang yang berpuasa sesudah
tergelincir matahari.
q. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudhu.
r. Berdoa sesudah selesai wudhu
s. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudhu.
SHALAT
A. PENGERTIAN SHALAT
Shalat menurut bahasa adalah do’a atau berdo’a untuk kebaikan, seperti dalam firman
Allah swt.: dan mendo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu menjadi
ketentraman jiwa bagi mereka. (QS.9:103) Menurut pengertian syara’ adalah ucapan-
ucapan dan tindakan-tindakan tertentu yang diawali dengan takbir dan ditutup dengan
salam. Adapun dalam versi lain; menurut istilah syarak,shalat berarti perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat dan rukunnya.
B. TUJUAN SHALAT
Sholat dalam agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh
ibadat manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali
dengan itu Adapun tujuan didirikannya shalat menurut Al-Qur’an dalam surah Al –
Ankabut : 45
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji
dan munkar.
C. SYARAT-SYARAT SHALAT
Syarat Wajib Shalat
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal “Telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu dari anak-anak
sehingga ia dewasa (baligh), dari rang tidur sehingga ia bangun dan dari orang
gila sehingga ia sehat kembali.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
4. Ada pendengaran, artinya anak yang sejak lahir tuna rungu (tuli) tidak wajib
mengerjakan sholat
5. Suci dari haid dan nifas.
6. Sampai dakwah Islam kepadanya.
Syarat Sah Shalat
1. Suci dari dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
2. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
3. Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut dan aurat perempuan
adalah seluruh badannya kecuali muka dan tepak tangan.
4. Telah masuk waktu sholat, artinya tidak sah bila dikerjakan belum masuk
waktu shalat atau telah habis waktunya.
5. Menghadap kiblat.
D. CARA MENGERJAKAN SHALAT
1. Menghadap ka'bah
2. Berdiri
3. Kewajiban terhadap sutrah
4. Niat
5. Takbiratul ihrom
6. Mengangkat kedua tangan
7. Bersedekap
8. Memandang tempat sujud
9. Membaca do’a istiftah
10. Membaca ta’awwudz
11. Membaca al fatihah
12. Membaca amin
13. Membaca surat setelah al fatihah
14. Ruku’
15. I’tidal dari ruku’
16. Sujud
17. Bangun dari sujud pertama
18. Duduk antara dua sujud
19. Menuju raka’at berikutnya
20. Duduk tasyahud awal dan tasyahud akhir
21. Salam
E. RUKUN SHALAT
Rukun bisa juga disebut fardhu. Perbedaan antara syarat dan rukun adalah bahwa
syarat adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah sebelum
perbuatan amal ibadah itu dikerjakan, sedangkan pengertian rukun atau fardhu adalah
sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan/amal ibadah dalam waktu pelaksanaan
suatu pekerjaan/amal ibadah tersebut.
Rukun Shalat ada 13 yaitu :
1. Niat, yaitu menyengaja untuk mengerjakan sholat karena Allah SWT.
2. Berdiri bagi yang mampu. Bagi orang yang tidak mampu maka ia boleh
mengerjakan shalat dengan duduk, berbaring atau dengan isyarat.
3. Takbiratul Ihram.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Ruku’ dan thuma’ninah.
6. I’tidal dengan thuma’ninah.
7. Sujud dua kali dengan thuma’ninah
8. Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah
9. Duduk yang terakhir.
10. Membaca tasyahud pada waktu duduk akhir.
11. Membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir setelah
membaca tasyahud.
12. Mengucapkan salam
13. Tertib, maksudnya ialah melaksanakan ibadah sholat harus berututan dari rukun
yang pertama sampai yang terakhir.
F. SUNNAH-SUNNAH SHALAT
Sunnah-sunnah shalat terbagi dua, yaitu sunnah ab’adh dan sunnah hai-at.
1. Sunnah ab’adh, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan maka
harus diganti dengan sujud sahwi. Sunnah ab’adh ada 6 macam :
o Duduk tasyahud awal
o Membaca tasyahud awal
o Membaca do’a qunut pada waktu shalat shubuh dan pada akhir sholat witir
setelah pertengahan ramadhan.
o Berdiri ketika membaca do’a qunut.
o Membaca sholawat kepada Nabi pada tasyahud awal.
o Membaca shalawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud akhir.
2. Sunnah hai-at, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan
tidak disunnahkan diganti dengan sujud sahwi. Yang termasuk sunnah hai-at
adalah sebagai berikut :
o Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai sejajar tinggi ujung
jari dengan telinga atau telapak tangan sejajar dengan bahu. Kedua telapak
tangan terbuka/terkembang dan dihadapkan ke kiblat.
o Meletakkan kedua tangan di antara dada dan pusar, telapak tangan kanan
memegang pergelangan tangan kiri.
o Mengarahkan kedua mata ke arah tempat sujud.
o Membaca do’a iftitah
o Diam sebentar sebelum membaca surat Al-Fatihah.
o Membaca ta’awuz sebelum membaca surat Al-Fatihah.
“Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan
kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl : 98).
o Mengeraskan bacaan surat Al-Fatihah dan surat pada sholat maghrib, isya dan
shubuh.
o Diam sebentar sebelum membaca “aamiiin” setelah membaca Al-Fatihah.
o Membaca “aamiiin” setelah selesai membaca Al-Fatihah.
o Membaca surat atau beberapa ayat setelah membaca Al-Fatihah bagi imam
maupun bagi yang sholat munfarid pada rakaat pertama dan kedua, baik shalat
fardhu maupun sholat sunnah.
o Membaca takbir intiqal (penghubung antara rukun yang satu dengan yang lain)
o Mengangkat tangan ketika akan ruku, bangun dari ruku’.
o Meletakkan kedua telapak tangan dengan jari-kari terkembang di atas lutut
ketika ruku’.
o Membaca tasbih ketika ruku’, yaitu “subhaana robbiyal ‘azhiimi”, sebagian
ulama ada yang menambahkan dengan lafazh “wabihamdih”.
o Duduk iftirasyi (bersimpuh) pada semua duduk dalam sholat kecuali pada
duduk tasyahud akhir. Cara duduk iftirasyi adalah duduk di atas telapak kaki
kiri, dan jari-jari kaki kanan dipanjatkan ke lantai.
o Membaca do’a ketka duduk di antara dua sujud.
o Meletakkan kedua telapak tangan di atas paha ketika duduk iftirasyi maupun
tawarruk.
o Meregangkan jari-jari tangan kiri dan mengepalkan tangan kanan kecuali jari
telunjuk pada duduk iftirasyi tasyahud awal dan duduk tawarruk.
o Duduk istirahat sebentar sesudah sujud kedua sebelum berdiri pada rakaat
pertama dan ketiga.
o Membaca doa pada tasyahud akhir yaitu setelah membaca tasyahud dan
sholawat.
o Mengucapkan salam yang kedua dan menengok ke kanan pada salam yang
pertama dan menengok ke kiri pada salam yang kedua.
Shalat-shalat lain yang disyari'atkan dalam bagian ini, antara lain ialah:
a. Shalat Malam/ Tahajjud/ Tarawih dibulan Ramadhan dan witir:
'Aisyah rodhiallohu anha berkata: "Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam
sholat antara selesai sholat 'Isya hingga fajar 11 rokaat dengan salam setiap
dua rokaat dan witir 1 roka'at". (HR. Muslim: 736)
b. Shalat Dhuha 2 rakaat sampai dengan 12 rokaat.
c. Shalat Tahiyyatul Masjid.
d. Shalat Taubat.
e. Shalat Tasbih (4 rokaat).
A. Shalat jama’
1. Pengertian shalat jama’
Shalat jama’ adalah shalat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua shalat
fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan shalat Dzuhur dan
Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Atau menggabungkan shalat
magrib dan Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu Isya. Sedangkan shalat
Subuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan shalat lain.
Hukum mengerjakan shalat jama’ adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi
persyaratan.
Rasulullah saw bersabda:
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pernah menjamak shalat karena
ada suatu sebab yaitu bepergian. Hal ini menunjukkan bahwa menggabungkan dua shalat
diperbolehkan dalam Islam namun harus ada sebab tertentu.
Shalat fardu dalam sehari semalam yang boleh dijamak adalah pasangan salat dzuhur
dengan ashar dan shalat magrib dengan isya. Sedangkan shalat subuh tidak boleh dijama’.
Demikian pula orang tidak boleh menjama’ shalat ashar dengan magrib.
a) Jama’ Takdim (jama’ yang didahulukan), yakni menjama’ dua shalat yang
dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjama’ shalat dzuhur dengan
ashar, dikerjakan pada waktu dzuhur ( 4 rakaat shalat dzuhur dan 4 rakaat shalat
ashar) atau menjama’ shalat magrib dengan isya dilaksanakan pada waktu magrib (3
rakaat shalat magrib dan 4 rakaat shalat isya).
b) Jama’ Ta’khir (jama’ yang diakhirkan), yakni menjama’ dua sahlat yang dilaksanakan
pada waktu yang kedua. Misalnya menjama’ shalat dzuhur dengan asyar, dikerjakan
pada waktu asyar atau menjama’ shalat magrib dengan isya dilaksanakan pada waktu
isya.
Dalam melaksanakan shalat jama’ takdim maka harus berniat menjama’ shalat kedua pada
waktu yang pertama, mendahulukan shalat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak
diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jama’ ta’khir maka
harus berniat menjama’ dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan salat
pertama. Boleh mendahulukan shalat pertama baru melakukan shalat kedua atau
sebaliknya.
b. Takbiratul ihram
c. Shalat dzuhur empat rakaat seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua (ashar), jika dilafalkan sebagai berikut
“Saya niat shalat asyar empat rakaat digabungkan dengan shalat dzuhur dengan jama’
takdim karena Allah ta’ala”.
f. Takbiratul ikhram
g. Shalat asyar empat rakaat seperti biasa
h. Salam
Catatan: Setelah salam pada shalat yang pertama harus langsung berdiri,tidak boleh
diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir, berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).
“ Saya niat shalat magrib tiga rakaat digabungkan dengan shalat isya dengan
jama’ ta’khir karena Allah Ta’ala”
b. Takbiratul ihram
c. Shalat magrin seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (isya), jika dilafalkan sebagai berikut:
ب فَ ْرضًا هللِ تَ َِ َعالَى
ِ َأخي ًْرا َم َع ال َم ْغ ِر ٍ اء ا َ ْر َب َع َر َك َعا
ِ ت َج ْم ًعا ت ِ س َ صلِّى فَ ْر
َ ض ال ِع َ ُا
“ Saya berniat shalat isya empat rakaat digabungkan dengan shalat magrib
dengan jama’ ta’khir karena Allah Ta’ala.”
f. Takbiratul ihram
g. Shalat isya empat rakaat seperti biasa
h. Salam
Catatan: Ketentuan setelah salam pada shalat yang pertama sama seperti salat jama’
takdim. Untuk menghormati datangnya waktu shalat, hendaknya waktu shalat pertama
sudah tiba, maka orang yang akan menjama’ ta’khir, sudah berniat untuk menjama’ ta’khir
shalatnya, walaupun shalatnya dilaksanakan pada waktu yang kedua.
B. Shalat qasar
1. Pengertian shalat qasar
Shalat qasar adalah shalat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan shalat fardu
dengan cara meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat fardu yang boleh
diringkas adalah shalat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu dzuhur, asar dan isya.
Hukum melaksanakan shalat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika syaratnya
terpenuhi.
Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya: “ Dan apabila kamu
beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar shalatmu, jika kamu takut
diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata
bagimu.” Q.S.(An Nisa[4]: 101)
Artinya : saya berniat shalat dzuhur dua rakaat di qasar karena Allah ta’ala”.
b. Takbiratul ihram
c. Shalat dua rakaat
d. salam
“ Saya berniat shalat dzuhur dua rakaat digabungkan dengan shalat asyar
dengan jama’ takdim, diqasar karena Allah Ta’ala”
b. Takbiratul ihram
c. Shalat dzuhur dua rakaat (di ringkas)
d. Salam
e. Berdiri dan niat shalat asyar, jika di lafalkan sebgai berikut:
Shalat jama’ qasar menggunakan jama’ takhir : misalnya shalat magrib dengan isya. Tata
caranya sebagai berikut:
a. Berniat menjama’ qasar shalat magrib dengan jama’ takhir. Jika dilafalkan sebagai
berikut:
“ Saya berniat shalat magrib tiga rakaat digabungkan dengan shalat isya
dengan jama’ takhir, karena Allah Ta’ala”.
b. Takbiratul ihram
c. Shalat magrib tiga rakaat seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri dan niat shalat isya, jika dilafalkan sebagai berikut
ص ًرا َمجْ ُم ْوعًا اِلَ ْي ِه ال َم ْغ ِربُ َج ْم َع تَا ْ ِخي ًْرا للِ تََعَالَى
ْ ََاء َْر ْكَعَتَي ِْن ق َ ُا
َ صلى فَ ْر
ِ َض ال َِعش
“ Saya berniat salat isya’ dua rakaat digabungkan dengan salat magrib dengan
jamak ta’khir, diqasar karena Allah Ta’ala”.
f. Takbiratul ihram
g. Shalat isya dua rakaat (diringkas)
h. Salam.
SHALAT QADHA
Qadha secara bahasa adalah memutuskan dan memisahkan.Sedangkan menurut istilah fiqh
adalah mengerjakan shalat diluar waktu yang telah disyari’atkan.Maka shalat qadha’
diartikan dengan melaksanakan shalat di luar waktu yang ditentukan sebagai pengganti shalat
yang ditinggalkan karena unsur kesengajaan, lupa, memungkinkan atau tidak memunginkan
dalam pelaksanaan shalat tersebut.
Kemudian untuk niat shalat qadha’ (pengganti shalat fardhu) yang tidak terlaksanakan, baik
karena lalai, lupa, ketiduran dll., cukup mengganti kata adaa-an ( )ﺀاداmenjadi qodhoo-an
( )ﺀاضقsebagaimana contoh mengqadha' shalat Zhuhur di bawah ini. Sedangkan rukun-rukun
yang lainnya tidak ada yang berbeda dengan shalat adaa-an.
Dari uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa dengan menunaikan shalat
secara istiqomah dapat menjaga kesehatan lahir maupun bathin hamba-Nya yang
beriman. Sehingga akan meningkatkan kualitas hidup kita sebagai hamba-Nya.
1. syarat sah
1. Niat Wajib menentukan niat puasa (Ramadhan) di malam hari sebelum terbit fajar.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar dari Hafshah bahwa Nabi bersabda :
“Barangsiapa tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (
HR. Tirmidzi Juz 3 : 73 ).
2. Suci dari haidh dan nifas Seorang wanita yang mengalami haidh dan nifas tidak
diperbolehkan untuk melakukan puasa. Diantara dalilnya adalah hadits dari Abu Sa‟id
Al-Khudri, bahwa Nabi bersabda : “Bukankan jika ia sedang haidh ia tidak
melakukan shalat dan puasa?” Kami menjawab, “Ya” Maka Nabi saw bersabda,
“Itulah kekurangan agamanya.”( HR. Bukhari Juz 1 : 298.)
1. Islam
Orang yang tidak islam tidak wajib puasa. Ketika di dunia, orang kafir tidak
dituntut melakukan puasa keran puasanya tidak sah. ( Al Iqna; 1: 204 dan
404).
2. Baligh
Puasa tidak diwajibkan bagi anak kecil. Sedangkan bagi anak yang sudh
tamyiz, masih sah puasanya. Selain itu dibawah tamyiz tidak sah puasanya.
Diperintahkan puasa bagi anak usia tujuh tahun ketika sudah mampu. Ketika
usia sepuluh tahun tidak mampu puasa, maka ia dipukul.” ( Al Iqna; 1:404 )
3. Berakal
Orang yang gila dan tidak sadarkan diri karena mabuk, maka tidak wajib
puasa. Jika seseorang hilang keasadaran ketika puasa, maka puasanya tidka
sah.
4. Mampu untuk berpuasa
Kemampuan yang dimaksud di sini adalah kemampuan syar’i dan fisik.
5. Puasa Sunnah
204. (1164). Yahya bin Ayyub, Qutaibah bin Sa'id, dan 'Ali bin Hujr telah
menceritakan kepada kami. Seluruhnya dari Isma'il. Ibnu Ayyub berkata:
Isma'il bin Ja'far menceritakan kepada kami: Sa'd bin Sa'id bin Qais
mengabarkan kepadaku, dari 'Umar bin Tsabit bin Al-Harits Al-Khazraji, dari
Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu 'anhu bahwa beliau menceritakan
kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa
enam hari di bulan Syawwal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.’’
Diriwayatkan pula dari Ibnu ‟Abbas dari Nabi a beliau bersabda; ”Tidak ada
amalan yang dilakukan pada sepuluh hari yang lebih utama daripada yang
dilakukan pada harihari (bulan Dzulhijjah) ini.” Para sahabat bertanya, ”Tidak
pula jihad?” Beliau menjawab, ”Tidak pula jihad, kecuali seorang laki-laki yang
keluar dengan jiwa dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan membawa apapun.”
Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Al-
Muharram. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah a bersabda; “Seutama-
utamanya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Al-Muharram,
dan seutamautamanya shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam.”( HR.
Muslim Juz 2 : 1163).
5. Puasa Asyura’
Puasa Asyura‟ yaitu puasa pada tanggal sepuluh AlMuharram. Keutamaan puasa
Asyura‟ adalah menghapuskan dosa-dosa tahun lalu. Dari Abu Qatadah Al-
Anshari, ia berkata; “Beliau (Rasulullah ) ditanya tentang puasa hari Asyura‟, lalu
beliau menjawab, “Ia menghapus dosadosa tahun yang lalu.” (HR. Muslim Juz 2 :
1162)
6. Puasa di bulan Sya’ban
Disunnahkan melakukan puasa Senin kamis, karena pada kedua hari itu amalan
manusia dihadapkan kepada Allah swt, sehingga dianjurkan untuk berpuasa pada
kedua hari tersebut. Dan puasa pada hari Senin lebih ditekankan daripada puasa
pada hari kamis. Diriwayatkan dari Abu Qatadah Al-Anshari , ia berkata; “Beliau
(Rasulullah saw) ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab, “Ia adalah
hari kelahiranku, hari aku diutus, dan hari diturunkan Al-Qur‟an padaku.”
Puasa tiga hari pada setiap bulan seperti puasa satu tahun. Disunnahkan
melakukan puasa pada hari-hari putih saat rembulan bersinar (ayyamul bidh),
yaitu tanggal; tiga belas, empat belas dan lima belas pada setiap bulan hijriyyah.
Dari Abu Hurairah , ia berkata;
“Kekasihku Rasulullah saw, telah berwasiat tiga hal kepadaku, yaitu; agar selalu
berpuasa tiga hari pada setiap bulan, selalu mengerjakan dua rakaat Dhuha, dan
selalu mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”
Dan diriwayatkan pula dari Abu Dzar ia berkata, Rasulullah saw bersabda;
“Wahai Abu Dzar, jika engkau berpuasa tiga hari dalam sebulan, maka
berpuasalah pada tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas.” (Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh AlAlbani 5 dalam Irwa‟ul Ghalil : 949)
9. Puasa Dawud
Puasa sunnah yang paling dicintai oleh Allah swt adalah puasa Dawud, yaitu
dengan berpuasa sehari dan berbuka sehari. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru
bin Ash ia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda; “Sesungguhnya puasa yang
paling dicintai oleh Allah adalah puasa Dawud, dan shalat yang paling dicintai
oleh Allah adalah shalat Dawud . Ia tidur setengah malam, shalat sepertiganya,
dan tidur (kembali) seperenamnya. Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari.”
(HR. Muslim Juz 2 : 1159.)
Catatan :
1. Apabila seorang wanita haidh suci sebelum terbit fajar, dan berniat untuk
berpuasa, maka puasanya sah, walaupun ia mengakhirkan mandi wajib sampai
terbit fajar. Ini adalah pendapat Jumhur ulama’.
2. Seorang yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa, maka yang
mengqadha‟nya adalah walinya. Wali yang dimaksud adalah ahli warisnya.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah bahwa Nabi saw bersabda;
“Barangsiapa meninggal dan ia mempunyai tanggungan puasa, maka
hendaklah walinya puasa untuknya.”
1. Puasa haram
1. Hari raya idul fitri dan idul adha
Berpuasa pada dua hari tersebut hukumnya haram berdasarkan ijma para ulama‟.
Diriwayatkan dari ‟Umar bin Khaththab , ia berkata; ”Ini adalah dua hari raya
yang Rasulullah saw melarang kita berpuasa padanya; hari kalian berbuka puasa
(„Idul Fitri) dan hari yang lainnya (adalah) hari kalian memakan hewan kurban
kalian („Idul Adh-ha).”( HR. Bukhari Juz 2 : 1889).
2. Hari tasyriq
Hari tasyriq adalah tanggal sebelas, dua belas, dan tiga belas Dzulhijjah.
Diriwayatkan dari Nubaitsah AlHudzali , bahwa Rasulullah saw bersabda; “Hari-
hari Tasyriq adalah hari-hari untuk makan, minum, serta berdzikir kepada Allah.”
( HR. Muslim Juz 2 : 1141)
1.Puasa wishal
Puasa wishal adalah puasa bersambung tanpa makan. Dari Abu Hurairah, ia
berkata; “Rasulullah saw melarang puasa wishal. Lalu ada seorang dari kaum
muslimin bertanya, “Tetapi engkau puasa wishal, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Siapa diantara kalian yang seperti aku, aku bermalam dan Rabbku
memberi makan dan minum.” Karena mereka menolak untuk berhenti puasa
wishal, maka beliau puasa wishal bersama mereka sehari, kemudian sehari. Lalu
mereka melihat bulan sabit, maka beliau bersabda, “Seandainya bulan sabit
tertunda aku akan tambahkan puasa wishal untukmu, sebagai pelajaran bagi
mereka yang menolak untuk berhenti.”( HR. Bukhari Juz 2 : 1864).
Dari segi kesehatan ada beberapa hikmah yang bisa diambil, yaitu:
1. Membebaskan tubuh dari racun racun berbahaya. Semakin sedikit seseorang makan,
semakin banyak tubuh mengubah simpanan lemak. Dengan demikian, semakin
banyak asam lemak dibebaskan maka semakin banyak bahan kimia berbahaya yang
dilepaskan dan dibuang. Hal ini terjadi karena zat-zat beracun pada umumnya diikat
dalam deposit lemak.
2. Mengurangi resiko stroke. Puasa dapat memperbaiki kolesterol darah.
3. Menghasilkan sel, organ dan jaringan yang lebih sehat efisiensi dalam pembentukan
protein pada oeang berpuasa.
4. Mencegah radang sendi.
5. Memberi kesempatan istirahat kepada organ-organ pencernaan serta sistem enzim dan
hormon.
SEJAK dahulukala umat manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan
minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh. Lebih-lebih dalam masalah
makanan yang berupa binatang. Adapun masalah makanan dan minuman yang berupa
tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan. Dan Islam sendiri tidak mengharamkan hal
tersebut, kecuali setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari anggur, korma, gandum ataupun
bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut sudah mencapai kadar memabukkan.
Begitu juga Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan
melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh
Islam datang, sedang manusia masih dalam keadaan demikian dalam memandang masalah
makanan berupa binatang. Islam berada di antara suatu faham kebebasan soal makanan dan
extrimis dalam soal larangan. Oleh karena itu Islam kemudian mengumandangkan kepada
segenap umat manusia dengan mengatakan:
"Hai manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan baik, dan jangan
kamu mengikuti jejak syaitan karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang terang-terangan
bagi kamu." (al-Baqarah: 168)
Di sini Islam memanggil manusia supaya suka makan hidangan besar yang baik, yang telah
disediakan oleh Allah kepada mereka, yaitu bumi lengkap dengan isinya, dan kiranya
manusia tidak mengikuti kerajaan dan jejak syaitan yang selalu menggoda manusia supaya
mau mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah, dan mengharamkan kebaikan-
kebaikan yang dihalalkan Allah; dan syaitan juga menghendaki manusia supaya terjerumus
dalam lembah kesesatan.
Firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa-apa yang telah Kami
berikan kepadamu, serta bersyukurlah kepada Allah kalau betul-betul kamu berbakti
kepadaNya. Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai, darah, daging babi dan binatang
yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan
tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena sesungguhnya
Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-Baqarah: 172-173)
Dalam seruannya secara khusus kepada orang-orang mu'min ini, Allah s.w.t. memerintahkan
mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka menunaikan hak nikmat itu,
yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang memberi nikmat. Selanjutnya Allah menjelaskan
pula, bahwa Ia tidak mengharamkan atas mereka kecuali empat macam seperti tersebut di
atas. Dan yang seperti ini disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih tegas lagi
dalam membatas yang diharamkan itu pada empat macam. Yaitu sebagaimana difirmankan
Allah:
"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal
makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir,
atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih
bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja
dan tidak melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-
kasih." (al-An'am: 145)
Firman Allah:
"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan
karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena
jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas
kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3)
Antara ayat ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat sebelumnya
yang menetapkan 4 macam itu, samasekali tidak bertentangan. Ayat yang baru saja kita baca
ini hanya merupakan perincian dari ayat terdahulu.
Binatang yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan binatang buas,
semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi semua itu sekedar perincian dari
kata bangkai. Begitu juga binatang yang disembelih untuk berhala, adalah semakna dengan
yang disembelih bukan karena Allah. Jadi kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama.
1) Pertama kali haramnya makanan yang disebut oleh ayat al-Quran ialah bangkai, yaitu
binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha manusia yang memang sengaja
disembelih atau dengan berburu.
a) Naluri manusia yang sehat pasti tidak akan makan bangkai dan dia pun akan
menganggapnya kotor. Para cerdik pandai di kalangan mereka pasti akan beranggapan,
bahwa makan bangkai itu adalah suatu perbuatan yang rendah yang dapat menurunkan harga
diri manusia. Oleh karena itu seluruh agama Samawi memandangnya bangkai itu suatu
makanan yang haram. Mereka tidak boleh makan kecuali yang disembelih, sekalipun berbeda
cara menyembelihnya.
b) Supaya setiap muslim suka membiasakan bertujuan dan berkehendak dalam seluruh hal,
sehingga tidak ada seorang muslim pun yang memperoleh sesuatu atau memetik buah
melainkan setelah dia mengkonkritkan niat, tujuan dan usaha untuk mencapai apa yang
dimaksud. Begitulah, maka arti menyembelih --yang dapat mengeluarkan binatang dari
kedudukannya sebagai bangkai-- tidak lain adalah bertujuan untuk merenggut jiwa binatang
karena hendak memakannya.
Jadi seolah-olah Allah tidak rela kepada seseorang untuk makan sesuatu yang dicapai tanpa
tujuan dan berfikir sebelumnya, sebagaimana halnya makan bangkai ini. Berbeda dengan
binatang yang disembelih dan yang diburu, bahwa keduanya itu tidak akan dapat dicapai
melainkan dengan tujuan, usaha dan perbuatan.
c) Binatang yang mati dengan sendirinya, pada umumnya mati karena sesuatu sebab;
mungkin karena penyakit yang mengancam, atau karena sesuatu sebab mendatang, atau
karena makan tumbuh-tumbuhan yang beracun dan sebagainya. Kesemuanya ini tidak dapat
dijamin untuk tidak membahayakan, Contohnya seperti binatang yang mati karena sangat
lemah dan kerena keadaannya yang tidak normal.
d) Allah mengharamkan bangkai kepada kita umat manusia, berarti dengan begitu Ia telah
memberi kesempatan kepada hewan atau burung untuk memakannya sebagai tanda kasih-
sayang Allah kepada binatang atau burungburung tersebut. Karena binatang-binatang itu
adalah makhluk seperti kita juga, sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran.
2) Makanan kedua yang diharamkan ialah darah yang mengalir. Ibnu Abbas pernah ditanya
tentang limpa (thihal), maka jawab beliau: Makanlah! Orang-orang kemudian berkata: Itu kan
darah. Maka jawab Ibnu Abbas: Darah yang diharamkan atas kamu hanyalah darah yang
mengalir.
Rahasia diharamkannya darah yang mengalir di sini adalah justru karena kotor, yang tidak
mungkin jiwa manusia yang bersih suka kepadanya. Dan inipun dapat diduga akan berbahaya,
sebagaimana halnya bangkai.
Orang-orang jahiliah dahulu kalau lapar, diambilnya sesuatu yang tajam dari tulang ataupun
lainnya, lantas ditusukkannya kepada unta atau binatang dan darahnya yang mengalir itu
dikumpulkan kemudian diminum. Begitulah seperti yang dikatakan oleh al-A'syaa dalam
syairnya:
Janganlah kamu mendekati bangkai
Jangan pula kamu mengambil tulang yang tajam
Kemudian kamu tusukkan dia untuk mengeluarkan darah.
Oleh karena mengeluarkan darah dengan cara seperti itu termasuk menyakiti dan melemahkan
binatang, maka akhirnya diharamkanlah darah tersebut oleh Allah S.W.T
3) Yang ketiga ialah daging babi. Naluri manusia yang baik sudah barang tentu tidak akan
menyukainya, karena makanan-makanan babi itu yang kotor-kotor dan najis. Ilmu kedokteran
sekarang ini mengakui, bahwa makan daging babi itu sangat berbahaya untuk seluruh daerah,
lebih-lebih di daerah panas. Ini diperoleh berdasarkan penyelidikan ilmiah, bahwa makan daging
babi itu salah satu sebab timbulnya cacing pita yang sangat berbahaya. Dan barangkali
pengetahuan modern berikutnya akan lebih banyak dapat menyingkap rahasia haramnya babi ini
daripada hari kini. Maka tepatlah apa yang ditegaskan Allah:
"Dan Allah mengharamkan atas mereka yang kotor-kotor." (al-A'raf: 156)
Sementara ahli penyelidik berpendapat, bahwa membiasakan makan daging babi dapat
melemahkan perasaan cemburu terhadap hal-hal yang terlarang.
Ini berarti suatu taqarrub kepada selain Allah dan menyembah kepada selain asma' Allah yang
Maha Besar.
Jadi sebab (illah) diharamkannya binatang yang disembelih bukan karena Allah di sini ialah
semata-mata illah agama, dengan tujuan untuk melindungi aqidah tauhid, kemurnian aqidah dan
memberantas kemusyrikan dengan segala macam manifestasi berhalanya dalam seluruh
lapangan.
Allah yang menjadikan manusia, yang menyerahkan semua di bumi ini kepada manusia dan yang
menjinakkan binatang untuk manusia, telah memberikan perkenan kepada manusia untuk
mengalirkan darah binatang tersebut guna memenuhi kepentingan manusia dengan menyebut
asma'Nya ketika menyembelih. Dengan demikian, menyebut asma' Allah ketika itu berarti suatu
pengakuan, bahwa Dialah yang menjadikan binatang yang hidup ini, dan kini telah memberi
perkenan untuk menyembelihnya.
Oleh karena itu, menyebut selain nama Allah ketika menyembelih berarti meniadakan perkenan
ini dan dia berhak menerima larangan memakan binatang yang disembelih itu.
4) Yang keempat ialah binatang yang disembelih bukan karena Allah, yaitu binatang yang
disembelih dengan menyebut nama selain Allah, misalnya nama berhala Kaum penyembah
berhala (watsaniyyin) dahulu apabila hendak menyembelih binatang, mereka sebut nama-nama
berhala mereka seperti Laata dan Uzza. Ini berarti suatu taqarrub kepada selain Allah dan
menyembah kepada selain asma' Allah yang Maha Besar.
Jadi sebab (illah) diharamkannya binatang yang disembelih bukan karena Allah di sini ialah
semata-mata illah agama, dengan tujuan untuk melindungi aqidah tauhid, kemurnian aqidah dan
memberantas kemusyrikan dengan segala macam manifestasi berhalanya dalam seluruh
lapangan.
Allah yang menjadikan manusia, yang menyerahkan semua di bumi ini kepada manusia dan yang
menjinakkan binatang untuk manusia, telah memberikan perkenan kepada manusia untuk
mengalirkan darah binatang tersebut guna memenuhi kepentingan manusia dengan menyebut
asma'Nya ketika menyembelih. Dengan demikian, menyebut asma' Allah ketika itu berarti suatu
pengakuan, bahwa Dialah yang menjadikan binatang yang hidup ini, dan kini telah memberi
perkenan untuk menyembelihnya.
Oleh karena itu, menyebut selain nama Allah ketika menyembelih berarti meniadakan perkenan
ini dan dia berhak menerima larangan memakan binatang yang disembelih itu.
5) Al-Munkhaniqah, yaitu binatang yang mati karena dicekik, baik dengan cara menghimpit
leher binatang tersebut ataupun meletakkan kepala binatang pada tempat yang sempit dan
sebagainya sehingga binatang tersebut mati.
6) Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan sebagainya.
7) Al-Mutaraddiyah, yaitu binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi sehingga mati. Yang
seperti ini ialah binatang yang jatuh dalam sumur.
8) An-Nathihah, yaitu binatang yang baku hantam antara satu dengan lain, sehingga mati.
9) Maa akalas sabu, yaitu binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebagian
dagingnya sehingga mati.
10) Yang disembelih untuk berhala (maa dzubiha alan nusub). Nushub sama dengan Manshub
artinya: yang ditegakkan. Maksudnya yaitu berhala atau batu yang ditegakkan sebagai tanda
suatu penyembahan selain Allah. Tanda-tanda ini berada di sekitar Ka'bah.
Orang-orang jahiliah biasa menyembelih binatang untuk dihadiahkan kepada berhala-berhala
tersebut dengan maksud bertaqarrub kepada Tuhannya.
Binatang-binatang yang disembelih untuk maksud di atas termasuk salah satu macam yang
disembelih bukan karena Allah.
Dalam Al Quran, Allah menjelaskan minuman apa yang halal lagi baik untuk manusia. Meskipun
dalam kitab tersebut tidak semua ayat yang menyebutkan secara jelas nama dan jenis
minumannya, namun para ulama telah menafsirkan.
“Hai orang-orang yang beriman makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi.
Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu” (QS.Al Baqarah:168)
Dalam ayat di atas Allah menyerukan agar manusia memakan yang terbaik. Makanan yang
terbaik maksudnya tidak hanya halal namun juga baik. Makanan yang halal saja belum tentu baik
atau cocok dimakan untuk semua orang. Meskipun dalam ayat diatas menyebutkan tentang
makanan saja namun dalil ini juga bisa menjadi dalil tentang minuman juga.
“Hai orang-orang yang beriman makanlah dari rezki yang baik-baik yang kami berikan kepada
kamu, dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada Allah kamu menyembah”(QS. Al
Baqarah: 172)
Dalam ayat di atas Allah menyuruh manusia agar makan dan minum yang baik-baik dan setelah
itu bersyukurlah sebagai bentuk penghambaan kita kepada-Nya.
“Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak maka dalam keadaan sedikit juga haram”.
(HR. An Nasai, Abu Daud, At Thurmuzi)
Dari hadist di atas jelas disebutkan bahwa minuman yang halal lagi baik adalah minuman yang
tidak memabukkan, baik dalam kadar yang banyak maupun yang sedikit.
Pada dasarnya minuman itu adalah baik dan halal untuk dikosumsi, asalkan sesuai dengan syarat
dan ketentuannya. Minuman halal adalah minuman yang tidak mendekatkan kita pada syaitan
atau bukan untuk hal yang tidak diridai Allah. Allah berfirman dalam Alquran:
“Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di muka bumi dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi mu.(QS: Al Baqarah: 168)
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alquran: “Mereka bertanya kepada mu tentang
khamar dan judi , katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
pada manusia namun dosa dari keduanya lebih besar dari menfaatna”.(QS. Al Baqarah 219)
Minuman halal adalah minuman yang zat maupun proses mendapatkannya sesuai aturan islam.
Contoh minuman yang halal zatnya adalah: tidak najis, bukan darah, dan lainnya. Kedua, halal
cara mendapatkannya, contohnya: minuman curian atau sejenisnya. Misalnya teh atau susu, pada
dasarnya itu adalah minuman halal, namun jika didapat dengan cara yang haram maka
hukummnya haram.
Minuman yang tidak membahayakan baik jasmani, rohani maupn akidah, contohnya: alkohol,
atau minuman yang dijampi-jampi untuk merusak aqidah seseorang.
menjaga diri dari dosa besar dalam islam adalah cara menjaga kesehatan hati dan kesehatan
jiwa agar senantiasa berzikir serta meraih tingkatan iman dalam islam.
Beberapa manfaat yang bisa didapat dari mengosumsi minuman halal lagi baik adalah :
4. Memiliki akhlaq dalam islam yang baik karena jauh dari hal yang kotor dan najis serta
sebagai obat hati dalam islam. Hati yang bersih melahirkan akhlak yang terpuji.
Makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dapat berpengaruh bagi jiwa seseorang dan
mengganggu ibadah karena makanan dan minuman haram adalah salah satu perangkap setan
untuk menjauhkan manusia dari Allah SWT.
Sebenarnya hukum asal makanan baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, adalah halal
berdasarkan firman Allah SWT berikut :
“Katakanlah, “Siapakah yang telah mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pula yang mengharamkan) rezki yang
baik?” katakanlahSemuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman di dalam
kehidupan dunia. (QS Al Araf ayat 32)”
”Hukum asal makanan dan minuman adalah halal, kecuali apa yang diharamkan oleh Allah
dalam Al-Qur‟an-Nya atau melalui lisan Rasulullah a. Karena apa yang diharamkan oleh
Rasulullah a sama dengan pengharaman (dari) Allah.”
Pada dasarnya semua minuman yang dikonsumsi manusia adalah halal namun dapat menjadi
haram hukumnya disebabkan oleh kondisi tertentu. Minuman haram adalah minuman yang
dilarang diminum oleh umat islam karena mudharatnya lebih besar dari manfaatnya. Minuman
yang diharamkan dalam islam dapat dikarenakan sifatnya maupun dzatnya. Seseorang yang
minum minumam haram tentunya berdosa dan dapat menyebabkan berbagai masalah. Minuman
tersebut haram dikarenakan beberapa sebab diantaranya adalah :
1. Dikonsumsi secara berlebihan dan Allah SWt tidak menyukai hal-hal yang melampaui
batas
2. Memabukkan dan dapat menghilangkan akal atau kesadaran seseorang.
3. Termasuk zat najis atau kotoran yang diharamkan.
4. Merupakan hak orang lain yang tidak boleh diminum sembarangan tanpa izin orang yang
memilikinya.
5. Menjijikkan dan tidak sepantasnya dikonsumsi oleh manusia.
6. Membahayakan kesehatan maupun nyawa manusia jika dikonsumsi
Jenis Minuman Haram
Darah adalah salah satu jenis makanan atau minuman yang diharamkan untuk diminum. Seperti
halnya beberapa orang yang gemar minum darah binatang seperti ular dan sebagainya dengan
alasan kesehatan atau untuk menyembuhkan suatu penyakit. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam ayat berikut ini :
س أَ ْو فِ ْسقًا
ٌ ْير فَإِنَّهُ ِرج ْ َطا ِع ٍم ي
ٍ ط َع ُمهُ إِ َّال أ َ ْن َي ُكونَ َم ْيتَةً أ َ ْو دَ ًما َم ْسفُو ًحا أ َ ْو لَحْ َم ِخ ْن ِز َ ي ُم َح َّر ًما َعلَ َٰى
َّ َي إِل ِ ُ قُ ْل َال أَ ِجد ُ فِي َما أ
َ وح
ور َر ِحي ٌم ُ ض
ٌ ُط َّر َغي َْر بَاغٍ َو َال َعا ٍد فَإ ِ َّن َربَّكَ َغف َّ أ ُ ِه َّل ِلغَي ِْر
ْ َّللاِ بِ ِه ۚ فَ َم ِن ا
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang
yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” ( QS Al an’am 145)
Minuman keras yang dimaksud dalam jenis minuman ini adalah minuman yang mengandung
alkohol dan diharamkan dalam islam segala minuman yang memabukkan. Sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat berikut ini
“Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram.” (HR. Muslim)
Umat islam dilarang meminum minuman yang diletakkan dalam bejana emas karena ini adalah
satu bentuk hal yang berlebih-lebihan dan perilaku orang kafir sehingga Allah tidak menyukai
hal tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini
Janganlah kalian minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak dan jangan pula
kalian makan dengan piring yang terbuat dari keduanya. Karena barang-barang tersebut adalah
untuk mereka (orang-orang kafir) ketika di dunia.” (HR Bukhari)
Minuman yang membahayakan diri adalah minuman yang dicampur racun atau zat yang dapat
membahayakan nyawa misalnya saat seseorang meminum racun dan mencoba menyakiti dirinya
sendiri atau melakukan usaha untuk bunuh diri sementara perbuatan tersebut dikutuk Allah SWT.
Seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini
“Tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain“
Minuman yang diperoleh dari mencuri atau menipu atau minuman yang dibeli dengan harta yang
tidak halal seperti harta korupsi atau riba adalah haram diminum meskipun minuman tersebut
dzat asalnya adalah halal. Seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian
dengan cara yang batil.” (An nisa 29)
Yand dimaksud dengan minuman yang mengandung zat diharamkan seperti darah, air liur anjing
dan sebagainya misalnya saja minuman kesehatan atau jamu yang dicampur dengan darah
binatang atau minuman yang dicampur dengan alkohol.
Najis adalah kotoran dan minuman yang mengandung najis haram hukumnya untuk dikonsumsi
oleh umat islam. Semua hal yang najis haram hukumnya seperti darah dan bangkai namun segala
yang haram belun tentu najis misalnya ganja atau obat-obatan terlarang.
Minuman dengan zat psikotropika atau minuman yang dicampur dengan obat bius dan lainnya,
haram hukumnya untuk dikonsumsi karena dapat menghilangkan akal dan kesadaran dan efeknya
sama seperti minuman keras yang menyebabkan kecanduan.
Minuman yang dianggap memiliki kekuatan misalnya minuman yang telah diberi jampi-jampi
atau mantra dari seseorang yang dianggap orang pintar atau paranormal. Minuman tersebut
haram hukumnya karena termasuk dalam perbuatan syirik dan mempercayai hal-hal yang
sifatnya musyrik meskipun minuman tersebut ditujukan untuk menyembuhkan suatu penyakit.
a) Pengertian korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa inggris , yaitu corruption, yang artinya penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya, untuk kepentingan pribadi atau orang
lain.[3]
b) Pengertian kolusi
Kata kolusi berasal dari bahasa inggris , yaitu collution, artinya : kerja sama rahasia untuk
maksud tidak terpuji.[4]
c) Pengertian nepotisme
Kata nepotisme berasal dari bahasa inggris, yaitu nepotism, artinya : kecenderungan untuk
mengutamakan ( menguntungkan ) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan , pangkat di
lingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk
memegang pemerintahan.[5]
Dengan pengertian menurut bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi, kolusi,
nepotisme dan suap adalah tingkah laku, baik dilakukan sendiri atau bersama-sama yang
berhubungan dengan dunia pemerintahan yang merugikan rakyat, bangsa dan negara.
Adapun ayat –ayat yang berkenaan dengan masalah KKN antara lain:
Surah Al-Baqarah/ 2 : 188
وال تاكلوااموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها الى الحكام لتاكلوا فريقا من اموال الناس با ألثم وانتم تعلمون
"Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah)
kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan
sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. ( Al-Baqarah/2 :
188)
Dalam hadits-hadits Nabi SAW banyak pula menyebutkan larangan berkhianat (korupsi)
dan suap, antara lain :
Sabda Rasulullah SAW :
اعظم الغلول عندهللا ذراع من األرضو تجدون الرجلين جارين في األرضو او في الدار فيقطع احدهما من حظ صاحبه ذراعاو
) ( رواه احمد عن ابى مالك األشجعى.فاذا قطعه طوقه من سبع ارضين يوم القيامة
“Korupsi yang paling besar menurut pandangan Allah ialah sejengkal tanah. Kamu melihat dua
orang yang tanahnya atau rumahnya berbatasan. Kemudian salah seorang dari keduanya
mengambil sejengkal dari milik saudaranya itu. Maka jika dia mengambilnya , akan dikalungkan
kepadanya dari tujuh lapis bumi pada hari Kiamat”. (HR. Ahmad Dari Abu Malik Al-Asyja’)
Sabda Rasulullah SAW :
) لعن هللا الراشى والمرتشي في الحكم ( رواه احمد والترمذي والحاكم عن ابى هريرة
“Allah mengutuk orang yang menyogok dan orang yang disogok dalam memutuskan perkara
(HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah)
E. Kedudukan Hukum Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan Suap Menurut Hukum Islam.
Dari uraian dan penjelasan diatas, dapat dilihat dengan jelas bahwa KKN merupakan
praktik yang berhubungan dengan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dan
kerjasama dalam perbuatan tercela serta penggunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi,
keluarga , atau kelompok. Oleh karena itu, praktik KKN hukumnya haram.
Keharaman KKN dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain sebagai berikut :
Perbuatan KKN merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan
keuangan negara dan masyarakat. Allah memberi peringatan menghindari kecurangan dan
penipuan sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 161.
Nabi Muhammad SAW telah menetapkan suatu peraturan, bahwa setiap kembali dari
peperangan , semua harta rampasan baik yang kecil maupun yang besar harus dilaporkan dan
dikumpulkan dihadapan panglima perang, kemudian Rasulullah SAW membaginya sesuai
dengan ketentuan bahwa 1/5 dari harta rampasan perang itu untuk Allah , Rasul, dan kerabatnya ,
anak yatim, orang miskin , dan ibnu sabil. Sedangkan sisanya 4/5 diberikan kepada mereka yang
ikut perang.
Nabi Muhammad SAW tidak pernah menggunakan jabatan sebagai panglima perang
untuk mengambil harta rampasan diluar dari ketentuan itu.
KKN diharamkan karena KKN merupakan suatu perbuatan penyalahgunaan jabatan
untuk memperkaya diri sendiri , keluarga , atau kelompok. Hal ini merupakan perbuatan yang
mengkhianati amanat yang diberikan negara dan masyarakat kepadanya. Berkhianat terhadap
amanat adalah perbuatan terlarang dan mendatangkan dosa, sebagaimana firman Allah SWT
dalam Surah Al-Anfal ayat 27 :
ياايهاالذين امنوا ألتخونوهللا واارسول وتخونواامنتكم وانتم تعلمون
“Wahai orang-orang yang beriman , janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (jga)
janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui”. (Al-Anfal/8:27)
Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa mengkhianati amanat seperti perbuatan KKN
bagi para pejabat adalah dilarang. Oleh sebab itu, hukumnya haram.
Sebagaimana dengan hukum KKN tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah
memfatwakan , sebagai berikut[14] :
1. Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram ;
2. Melakukan korupsi hukumnya adalah haram ;
3. Memberikan hadiah kepada pejabat ;
4. Jika pemberian itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan , maka
pemberian seperti itu hukumnya adalah halal, demikian juga menerimanya.
5. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan,
maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan :
a. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan apa-apa, maka
memberikan dan menerima hadiah itu tidak haram.
b. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan , maka bagi pejabat haram menerima
hadiah tersebut, sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya apabila pemberian dimaksud
bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang bathil.
c. Jika diantara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan , baik sebelum maupun sesudah
pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang bathil, maka halal
bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi pejabat haram menerimanya.
APLIKASI SYARIAH PERNIKAHAN DALAM ISLAM
(MUNAKAHAT)
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan
pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga
dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah
diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad
nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan
membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun
perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada
disekeliling kedua insan tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak dibina dengan sarana
pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu, keturunannya dan
masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan membawa
mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi
hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga
kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang
juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
” Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An - Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan
nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada
istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga
menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.
a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat
memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan
terjerumus dalam perzinaan.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :
“Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah
menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu enghalangi pandangan (terhadap yang dilarang
oleh agama.) dan memlihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka
hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).
c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak
mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
Firman Allah SWT :
“Hendaklah menahan diri orang - orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga
Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)
d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia
- nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja
kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya.
a. Calon suami
b. Calon istri
c. Wali
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
7) Laki - laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)
ZZ Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat Allah”. (HR. Muslim).
Pengertian Talak
Yang dimaksud dengan talak adalah pemutusan tali perkawinan. Talak merupakan sesuatu
yang disyar’iatkan. Dan yang menjadi dasarnya adalah Al-Qur’an dan al-Hadits serta ijma’.
Hikmah Talak
Dari uraian bab-bab sebelumnya kita mengetahui beberapa perhatian Islam terhadap usrah
muslimah (keluarga muslimah) dan keselamatanya serta terhadap damainya kehidupan di
dalamnya dan kita juga melihat metode-metode terapi yang Islam syari’atkan untuk
mengatasi segala perpecahan yang muncul di tengah usrah muslimah, baik disebabkan oleh
salah satu suami isteri atau oleh keduanya.
Hanya saja, terkadang ’ilaj (terapi dan upaya penyelesaian) tidak bisa efektif lagi karena
perpecahannya sudah parah dan persengketaanya sudah memuncak, sehingga pada saat itu
mesti di tempuh ’ilaj yang lebih, yaitu talak.
Orang yang mencermati hukum-hukum yang terkandung dalam masalah talak akan kian kuat,
menurutnya perhatian Islam terhadap institusi rumah tangga dan keinginan Islam demi
kekalnya hubungan baik antara suami isteri. Karena itu, tatkala Islam membolehkan talak, ia
tidak menjadikan kesempatan menjatuhkan talak hanya sekali yang kemudian hubugan kedua
suami isteri terputus begitu saja selama-lamanya, tidak demikian, namun memberlakukannya
sampai beberapa kali.
Allah SWT berfirman, ”Talak (yang dapat di rujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan orang yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
Apabila seorang laki-laki mentalak isterinya, talak pertama atau talak kedua, maka ia tidak
berhak baginya untuk mengusir isterinya dari rumahnya sebelum berakhir masa idahnya,
bahkan sang isteri tidak boleh keluar dari rumah tanpa izin dari suaminya. Hal itu disebabkan
Islam sangat menginginkan segera hilangnya amarah yang menyulut api perceraian.
Kemudian Islam menganjurkan agar kehidupan harmonis rumah tangga, bisa segera pulih
kembali seperti semula, dan inilah yang disebutkan Rabb kita dalam firman-Nya, ”Hai Nabi
jika kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka
dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau melakukan perbuatan keji yang
terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah,
maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak
mengetahui barang kali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.” (Ath-Thalaq:
1)
Yaitu barang kali pihak suami menyesal atas keputusan mentalak isterinya, dan Allah Ta’ala
menjadikan di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk (kembali) kepadanya sehingga
yang demikian lebih mudah dan lebih gampang untuk proses rujuk.
Klasifikasi Talak
Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika diharapkan, dan tidak
mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya, ”Engkau telah tertalak dan dijatuhi
talak. Dan semua kalimat yang berasal dari lafazh thalaq.
Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat.
Kesimpulan ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau
bersabda, ”Ada tiga hal yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius
(juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328
no:1195).
Talak kinayah, ialah redaksi talak yang mengandung arti talak dan lainnya. Misalnya
”Hendaklah engkau kembali kepada keluargamu”, dan semisalnya.
Dengan redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi
apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak
maka tidak terjadi talak.
Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah saw. dan beliau
(kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi minka (aku berlindung kepada
Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda kepadanya, ”Sungguh engkau telah
berlindung kepada Dzat Yang Maha Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan
keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356 no:5254, Nasa’i VI:150).
Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan dua rekannya tidak bicara oleh Nabi saw, karena
mereka tidak ikut bersama beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah
mengirim utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya), ’Hendaklah
engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya harus mentalaknya, ataukah
apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau, ”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali
engkau mendekatinya.” Kemudian Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau
kepada keluargamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III: 113 no:4418, Muslim IV:1120
no:2769, ’Aunul Ma’bud VI:285 no:2187 dan Nasa’i VI:152).
Redaksi talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan
tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak.
Misalnya: ia berkata kepada isterinya : ’Engkau tertalak’.
Hukum talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang
bersangkutan dan tepat sasarannya.
Adapun talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada
syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke tempat, maka engkau
ditalak.
Hukum talak mu’allaq ini apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika
terpenuhinya syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.
Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah untuk
menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu atau yang
semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah. Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak
terjadi, maka sang suami tidak terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib
membayar kafarah sumpah.
Ditilik dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i
Adapun yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah
pernah dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah haidh yang mana
pada saat tersebut ia belum mencampurinya.
Allah SWT berfirman, ”Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan do’a yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
”Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya yang wajar.” (At-Thalaq:1).
Ketika Ibnu Umar menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin
Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau menjawab, ”Perintahkan
anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya itu kemudian teruskanlah pernikahan
tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu haidh kembali dan kemudian suci dari haidh yang
kedua. Lalu jika berkehendak ia boleh menceraikannya sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun
’alaih: Fathul Bari IX:482 no:5332, Muslim IOI:1093 no:1471, ’Aunul Ma’bud VI:227
no:2165 dan lafazh ini adalah riwayat Imam Abu Daud, dan Nasa’i VI:138).
Adapun talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan syari’at. Misalnya seorang
suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci namun ia telah
mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali ucap, atau dalam satu majlis.
Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau ditalak, engkau ditalak, engkau ditalak.
Hukum talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa. Jadi, jika seorang suami mentalak
isterinya yang sedang haidh, maka tetap jatuh satu talaknya. Namun jika itu adalah talak raj’i,
maka ia diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya kemudian meneruskan perkawinannya
hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci kedua kalinya. Dan kemudian kalau ia mau
teruskanlah ikatan pernikahannya, dan jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum
mencampurinya. Sebagaimana yang Nabi saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..
Adapun dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:
Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia (isteriku) terhitung untukku satu
talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128 dan Fathul Bari IX no:5253).
Al-hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari IX:353 menulis sebagai berikut :
”Sesungguhnya Nabi saw. yang memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada isterinya dan
beliau pulalah yang membimbingnya mengenai apa yang hendak ia lakukan bila ia ingin
mentalak isterinya setelah suci dari haidh yang kedua. Dan manakala Ibnu Umar
menginformasikan, bahwa ia telah menjatuhkan talak satu pada isterinya itu maka
kemungkinan, bahwa pihak yang menganggap jatuh talak satu dari Ibnu Umar itu, selain
Nabi adalah kemungkinan yang amat sangat jauh, karena dalam kisah ini banyak perintah
isyarat yang menunjuka kepada, jatuhnya talak satu itu. Bagaimana mungkin bisea
dikhayalkan bahwa Abdullah bin Umar dalam kasus ini mengerjakan sesuatu berdasar
rasional semata, padahal di yang meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah marah atas
perbuatannya itu?
Bagaimana mungkin ia tidak mengajak beliau musyawarah mengenai apa yang ia lakukan
dalam kisah itu?”
Dari Ibnu Abi Dzi’b bahwa Naf’i pernah menginformasikan kepadanya bahwa Ibnu Umar r.a.
pernah mencerai isterinya yang sedang haidh. Kemudian Umar menanyakan hal itu kepada
Rasulullah saw, maka jawab Beliau, ”Perintahkanlah dia supaya ruju’ kepada isterinya,
kemudian teruskanlah pernikahannya hingga isterinya suci.” Kemudian Ibnu Abi Dzi’b
dalam hadits ini meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau bersabda, ”Itu talak satu.” Ibnu Abi
Dzi’b meriwayatkan (lagi) dari Hanzhalah bin Abi Sufyan bahwa ia pernah mendengar Salim
meriwayatkan dari bapaknya, dari Nabi saw tentang pernyataan itu.
Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Daruquthni meriwayatkan dari jalu Yazid bin Harun
dari Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Abi Ishaq keduanya dari Naf’i:
Dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw., Beliau saw. bersabda, ”Itu talak satu” (sanadnya Shahih
Irwa-ul Ghalil VII:134 dan Daruquthani IV:9 no:24).
Dan ini adalah (yang sudah jelas) dalam permasalahan yang diperselisihkan, maka (bagi kita)
untuk mengikuti nash ini.
Talak Tiga
Adapun seorang suami yang mencerai isterinya dengan talak tiga dengan satu kalimat, atau
dalam satu majelis, maka jatuh satu berdasar riwayat Imam Muslim:
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ”Talak pada periode Rasulullah saw, Abu Bakar dan beberapa
tahun pada masa khalifah Umar talak tiga, (sekaligus) jatuh satu. Kemudian Umar bin
Khattab ra berkata, ”Sesungguhnya orang-orang benar terburu-buru dalam memutuskan
urusan (thalak) ini, yang dahululnya mereka sangat hati-hati. Maka kalau kami berlakukan
mereka, lalu diberlakukanlah hal itu atas mereka.” (Muslom II: 1099 no:1472).
Pendapat Umar ini adalah ijtihad dia sendiri yang tujuannya demi terwujudnya kemaslahatan
menurut pandangannya, namun tidak boleh meninggalkan fatwa Rasulullah saw. dan yang
menjadi pegangan para sahabat beliau pada masa Beliau dan pada masa khalifah Beliau.
Selesai.
Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak bain (tak ada
lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya). Talak bain terbagi dua, yakni bainunah shughra
dan bainunah kubra.
Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa menerima pengembalian
mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau talak kedua.
Allah SWT befirman, ”Talak (yang dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia berstatus sebagai isteri
yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi suami berhak untuk rujuk kepadanya pada
waktu kapan saja selama dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha
dari pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT berfirman, ”Wanita-wanita yang
ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa
iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228).
a. Imam Syafi’i
Rujuk harus dilakukan dengan ucapan atau tulisan. Karena itu, ruju’ tidak sah bila dilakukan
dengan mencampurinya sesungguhpun hal itu diniatkan sebagai ruju’. Suami haram
mencampurinya dalam ‘iddah. Kalau dia melakukan itu, ia harus membayar mahar mitsil,
sebab percampuran tersebut tergolong pencampuran syubhat.
b. Imam Malik
Ruju’ boleh dilakukan melalui perbuatan yang di sertai dengan niat untuk ruju’. Akan tetapi
bila suami mencampuri istrinya tersebut tanpa niat ruju’, maka wqnita tersebut tidak akan
bias kembali kepadanya. Namun percampuran tersebut tidak mengakibatkan adanya hadd
(hukuman) maupun keharusan membayar mahar. Anak yang lahir dari perempuan dikaitkan
nasabnya kepada laki-laki yang mencampurinya itu. Wanita tersebut harus menyucikan
dirinya dengan haidh manakala dia tidak hamil.
c. Imam Hambali
Ruju’ hanya terjadi melalui percampuran begitu terjadinya percampuran, maka ruju’ pun
terjadi, sekalipun laki-laki tersebut tidak berniat ruju’. Sedangkan bila tindakan itu bukan
percampuran, misalnya sentuhan ataupun ciuman yang disertai birahi dan lain sebagainya,
sama sekali tidak mengakibatkan terjadinya ruju’
d. Imam Hanafi
Ruju’ bias terjadi melalui percampuran, sentuhan dan ciuman, dan hal-hal sejenis itu, yang
dilakukan oleh laki-laki yang menalak dan wanita yang ditalaknya, dengan syarat semuanya
itu disertai dengan birahi. Ruju’ juga bisa terjadi melalui tindakan (perbuatan) yang dilakukan
oleh orang tidur, lupa, dipaksa, dan gila. Misalnya seorang laki-laki menalak istrinya,
kemudian dia terserang penyakit gila, lalu istrinya itu dicampurinya sebelum ia habis masa
iddahnya.
e. Imamiyah
Rujuk bisa terjadi melalui percampuran, berciuman dan bersentuhan, yang disertai syahwat
atau tidak dan lain sebagainya yang tidak halal dilakukan kecuali oleh suami. Ruju’ tidak
membutuhkan pendahuluan berupa ucapan. Sebab, wanita tersebut adalah istrinya, sepanjang
dia masih dalam masa iddah. Dan bahkan perbuatan tersebut tidak perlu disertai niat ruju’.
Penyusun kitab Al-Jawahir mengatakan, “barangkali tujuan pemutlakan nash dan fakta
tentang ruju’ adalah itu, bahkan ruju’ bisa terjadi melalui perbuatan sekalipun disertai
maksud tidak ruju;.” Sayyid Abu Al-Hasan mengatakan dalam Al-Wasilahnya,”perbuatan
tersebut mengandung kemungkinan kuat sebagai ruju’, sekalipun dimaksudkan bukan ruju;.”
Tetapi. Bagi Imamiyah, tindakan tersebut tidak dipandang berpengaruh manakala dilakukan
oleh orang yang tidur, lupa, dan mengalami syubhat, misalnya bila dia mencampuri wanita
tersebut karena menduga bahwa wanita tersebut bukan istrinya yang dia talak.
C. Rukun Rujuk
1. Istri, syaratnya pernah dicampuri, talak raj’i, dan masih dalam masa iddah, isteri yang
tertentu yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya kemudian ia rujuk dengan salah seorang
dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukan-maka rujuknya itu tidak sah.
2. Suami, syaratnya atas kehendak sendiri tidak dipaksa
3. Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil.
4. Sighat (lafal) rujuk ada dua, yaitu
1) terang-terangan , misalnya “Saya rujuk kepadamu”2) perkataan sindiran, misalnya “Saya
pegang engkau” atau “saya kawin engkau” dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh
dipakai untuk rujuk atau yng lainnya.
Rujuk dengan perbuatan (campur) Perbedaan pendapat juga terjadi pada hokum rujuk dengan
perbuatan. Syafi’I berpendapat tidak sah, karena dalam ayat alqur’an Allah menyuruh supaya
rujuk dipersaksikan, sedangkan yang dapat dipersaksikan hanya sigat (perkataan). Perbuatan
seperti itu sidah tentu tidak dapat dipersaksikan oleh orang lain. Akan tetapi, menurut
pendapat kebanyakan ulama, rujuk dengan perbuatan itu sah. Mereka beralasan kepada
firman Allah dalam surat Al-baqarah : 228 yang artinya : “ dan suami-suami berhak
merujuknya”
Dalam ayat tersebut tudak ditentukan apakah dngan perkataan atau perbuatan. Hokum
mempersaksikan dalam ayat diatas hanyalh sunat, bukan wajib. Qarinahnya adalah
kesepakatan ulama (ijma’) bahwa mempersaksikan talaq-ketika menalaq-tidak wajib:
demikian pula hendaknya ketika rujuk, apalgi beratri rujuk itu meneruskan pernikahan yang
lama, sehingga tidak perlu wali dan tidak perlu ridho orang yang dirujuki. Mencampuri istri
yang sedang dalam iddah raj’iyah itu halal bagi suai yang menceraikannya, menurut pendapat
abu hanifah. Dasarnya krena dalam ayat itu ia masih disebut suami.
Rujuk itu sah juga meskipun tidak dengan ridho si perempuan dan atas sepengetahuannya
karena rujuk itu berate mengekalkan pernikahan yang telah lalu. Kalau seorang perempuan
dirujuk oleh suaminya sedangkan ia tidak tahu, kemudian setelah lepas iddahnya perempuan
itu menikah dengan laki-laki lain karena dia tidak mengetahui bahwa suaminya rujuk
kepadanya, maka nikah yang kedua ini tidak sah dan batal dengan sendirinya dan perempuan
tersebut harus dikembalikan kepada suaminya.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi
farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa)
karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.”[1]
Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk segera menikah mengandung
berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, di antaranya:
Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan jelek dan hina, seperti zina,
kumpul kebo, dan lainnya. Dengan terpelihara diri dari berbagai macam perbuatan keji, maka
hal ini adalah salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam Surga.
“Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di
antara dua paha (ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam Surga.” [2]
[6]. Ia Juga Akan Termasuk Di Antara Orang-Orang Yang Ditolong Oleh Allah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang ditolong oleh
Allah, yaitu orang yang menikah untuk memelihara dirinya dan pandangannya, orang yang
berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang ingin melunasi hutangnya (menebus dirinya)
agar merdeka (tidak menjadi budak lagi). Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: (1) mujahid
fi sabilillah, (2) budak yang menebus dirinya agar merdeka, dan (3) orang yang menikah
karena ingin memelihara kehor-matannya.” [3]
“Artinya : … dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah…” [4]
Seseorang yang berlimpah harta belum tentu merasa tenang dan bahagia dalam
kehidupannya, terlebih jika ia belum menikah atau justru melakukan pergaulan di luar
pernikahan yang sah. Kehidupannya akan dihantui oleh kegelisahan. Dia juga tidak akan
mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Tidak pernah terlihat dua orang yang saling mencintai seperti (yang terlihat dalam)
pernikahan.” [5]
Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka,
bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak
akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan laknat Allah.
Terlebih lagi jika mereka hidup berduaan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan
terjerumus dalam lembah perzinaan yang menghinakan mereka di dunia dan akhirat.
Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis merupakan perbuatan yang terlarang dan
hukumnya haram dalam Islam, kecuali antara suami dengan isteri atau dengan mahramnya.
Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : angan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si
wanita itu bersama mahramnya.” [6]
Mahram bagi laki-laki di antaranya adalah bapaknya, pamannya, kakaknya, dan seterusnya.
Berduaan dengan didampingi mahramnya pun harus ditilik dari kepen-tingan yang ada. Jika
tujuannya adalah untuk ber-pacaran, maka hukumnya tetap terlarang dan haram karena
pacaran hanya akan mendatangkan kegelisahan dan menjerumuskan dirinya pada perbuatan-
perbuatan terlaknat. Dalam agama Islam yang sudah sempurna ini, tidak ada istilah pacaran
meski dengan dalih untuk dapat saling mengenal dan memahami di antara kedua calon suami
isteri.
“Artinya : Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.” [7]
[10]. Menikah Dapat Menjadi Sebab Semakin Banyaknya Jumlah Ummat Nabi Muhammad
Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam
Termasuk anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah menikahi wanita-wanita
yang subur, supaya ia memiliki keturunan yang banyak.
Seorang yang beriman tidak akan merasa takut dengan sempitnya rizki dari Allah sehingga ia
tidak membatasi jumlah kelahiran. Di dalam Islam, pembatasan jumlah kelahiran atau dengan
istilah lain yang menarik (seperti “Keluarga Berencana”) hukumnya haram dalam Islam.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam justru pernah mendo’akan seorang Shahabat beliau,
yaitu Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, yang telah membantu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam selama sepuluh tahun dengan do’a:
“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya dari apa-apa yang
Engkau anugerahkan padanya.” [8]
Dengan kehendak Allah, dia menjadi orang yang paling banyak anaknya dan paling banyak
hartanya pada waktu itu di Madinah. Kata Anas, “Anakku, Umainah, menceritakan kepadaku
bahwa anak-anakku yang sudah meninggal dunia ada 120 orang pada waktu Hajjaj bin Yusuf
memasuki kota Bashrah.” [9]
Semestinya seorang muslim tidak merasa khawatir dan takut dengan banyaknya anak, justru
dia merasa bersyukur karena telah mengikuti Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam yang mulia. Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan baginya dalam mendidik anak-
anaknya, sekiranya ia bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi
Allah ‘Azza wa Jalla tidak ada yang mustahil.
Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini tentu tidak bertentangan dengan
manfaat dan hikmah yang dapat dipetik di dalamnya. Meskipun kaum kafir tiada henti-
hentinya menakut-nakuti kaum muslimin sepuaya mereka tidak memiliki banyak anak
dengan alasan rizki, waktu, dan tenaga yang terbatas untuk mengurus dan memperhatikan
mereka. Padahal, bisa jadi dengan adanya anak-anak yang menyambutnya ketika pulang dari
bekerja, justru akan membuat rasa letih dan lelahnya hilang seketika. Apalagi jika ia dapat
bermain dan bersenda gurau dengan anak-anaknya. Masih banyak lagi keutamaan memiliki
banyak anak, dan hal ini tidak bisa dinilai dengan harta.
Bagi seorang muslim yang beriman, ia harus yakin dan mengimani bahwa Allah-lah yang
memberikan rizki dan mengatur seluruh rizki bagi hamba-Nya. Tidak ada yang luput dari
pemberian rizki Allah ‘Azza wa Jalla, meski ia hanya seekor ikan yang hidup di lautan yang
sangat dalam atau burung yang terbang menjulang ke langit. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya
dijamin Allah rizkinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya.
Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Huud : 6]
Pada hakikatnya, perusahaan tempat bekerja hanyalah sebagai sarana datangnya rizki, bukan
yang memberikan rizki. Sehingga, setiap hamba Allah ‘Azza wa Jalla diperintahkan untuk
berusaha dan bekerja, sebagai sebab datangnya rizki itu dengan tetap tidak berbuat maksiat
kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam usahanya mencari rizki. Firman Allah ‘Azza wa Jalla:
Artinya : “Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan
baginya dalam urusannya.” [Ath-Thalaq : 4]
Jadi, pada dasarnya tidak ada alasan apa pun yang membenarkan seseorang membatasi dalam
memiliki jumlah anak, misalnya dengan menggunakan alat kontrasepsi, yang justru akan
membahayakan dirinya dan suaminya, secara medis maupun psikologis
APABILA BELUM DIKARUNIAI ANAK
Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan
Mahabijaksana meng-anugerahkan anak kepada pasangan suami isteri, dan ada pula yang
tidak diberikan anak. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan
anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki
dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui,
Mahakuasa.” [Asy-Syuuraa : 49-50]
Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun ditakdirkan oleh Allah
belum memiliki anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.
Hendaklah ia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan Zakariya ‘alaihis
salaam telah berdo’a kepada Allah sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan do’a mereka.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu:
“Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
shalih.” [Ash-Shaaffaat : 100]
“…Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”
[Al-Furqaan : 74]
“…Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan
Engkau-lah ahli waris yang terbaik.” [Al-Anbiyaa' : 89]
“…Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar do’a.” [Ali ‘Imran : 38]
Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat secara medis
yang dibenarkan menurut syari’at, juga menkonsumsi obat-obat, makanan dan minuman yang
menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan ruqyah yang diajarkan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan terus menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah
atas segala dosa. Serta senantiasa berdo’a kepada Allah di tempat dan waktu yang
dikabulkan. Seperti ketika thawaf di Ka’bah, ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu
sa’i, ketik awuquf di Arafah, berdo’a di sepertiga malam yang akhir, ketika sedang berpuasa,
ketika safar, dan lainnya.[10]
Apabila sudah berdo’a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua itu ada
hikmahnya. Do’a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan menjadi simpanannya
di akhirat kelak.
1. Pengertian Zakat
Pertama, zakat menurut bahasa artinya bersih, tambah dan terpuji. Sedangkan menurut istilah
zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada para mustahiq (yang berhak) menerimanya
dengan beberapa syarat
Kedua, zakat yaitu pemberian sebagian harta kepada fakir miskin dan orang-orang yang berhak
menerimanya dan hukumnya wajib
Ketiga, zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban Islam, ia adalah salah satu dari
rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan sholat
Dalam bahasa Arab, kata zakah secara harfiah berarti berkembang atau tumbuh. Kadang
diartikan bersih atau suci. Adapun dalam pembahasan fikih, istilah zakat diartikan sebagai sejumlah
harta tertentu yang wajib dikeluarkan dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya.
Pengertian yang lain, zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun
Islam. Dan secara arti kata zakat berasal dari bahasa Arab dari akar kata zakamengandung beberapa
arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Dalam terminologi hukum (syara’) zakat diartikan:
“pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan”.
2. Macam-macam Zakat
2.1 Zakat Fitrah
2.1.1 Pengertian
Beberapa pengertian zakat fitrah adalah sebagai berikut :
1. Zakat fitrah adalah zakat diri yang dikeluarkan oleh setiap umat Islam yang hidup sebagian
bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal.
2. Zakat fitrah adalah tindakan untuk mensucikan jiwa.
b. Zakat Kambing
Zakatnya
Nisab
Bilangan dan jenis zakat Umur
40-120 1 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
1 ekor domba betina
121-200 2 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
2 ekor domba betina
201-399 3 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
3 ekor domba betina
400- ... 4 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
4 ekor domba betina
Mulai 400 ekor kambing dihitung tiap-tiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing atau domba
umurnya seperti tersebut di atas
”Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila
dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”. (Q.S. Al-An’am : 141)
Ayat ini mempertegas adanya zakat untuk semua hasil bumi, kemudian dikeluarkan sebanyak
10% jika dialiri dengan air hujan atau sungai dengan cara yang mudah. Tetapi zakatnya hanyalah 5%
jika dialiri dengan air yang dibeli atau mempergunakan upah.
Pendapat ulama tentang harta yang wajib di zakati :
1. Abu Hanifah, mewajibkan zakat pada segala hasil tanaman/buah-buahan baik berupa kurma
ataupun buah-buahan lainnya.
2. Abu Yusuf dan Muhammad Ibnu Al-Hasan, zakat hanya wajib pada buah-buahan yang dapat
tahan satu tahun.
3. Asy Syafi’i, zakat hanya wajib pada buah-buahan kurma dan anggur.
4. Hanabilah berpendapat bahwa zakat itu hanya diwajibkan atas tumbuh-tumbuhan yang asa
takarannya, yang ditentukan kadarnya, kering dan dapat disimpan lama baik makanan pokok atau
bukan.
Abu Hanifah memegang umumnya hadis,” Pada tanaman-tanaman yang dialiri dengan air
hujan dan mata air atau yang mengisap dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh dan yang dialiri
dengan kincir zakatnya seperduapuluh.” Sedangkan Asy-Syafi’i, Muhammad bin Hasan dan Abu
Yusuf berhujjah dengan hadis,” Tidak ada zakat dalam sayur-mayur.”
Abu Hanifah tidak mewajibkan zakat terhadap rumput, tetapi apabila rumput itu sengaja
ditanam dan menghasilkan wajib pula dibayar zakatnya.
Apabila sayur-mayur itu diperdagangkan, maka wajib zakat dari perdagangan sayur tersebut.
Dalam hal ini sesungguhnya dapat dilihat dari segi lain yaitu dari segi subjek hukumnya apakah
sebagai produser atau sebagai pedagang atau sebagai produser dan pedagang.
Dengan kemajuan teknologi dan science syarat-syarat kering dan tahan lama dapat dipenuhi.
5. Hasil Tambang
Hasil tambang apabila sampai satu nisab, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga
sebesar 2,5%.
3. Hukum Zakat
Mengeluarkan zakat itu hukumnya wajib sebagai salah satu rukun Islam. Namun demikian, tidak
semua orang yang memiliki harta terkena kewajiban zakat mal. Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, baik terkait dengan pemilik harta maupun harta itu sendiri.
Artinya : Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak
lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS Ali Imran : 185)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepadanya dan janganlah sekali-kali kamu mati, melainkan kamu dalam keadaan
muslim.” (QS Ali Imran : 102). lihat al-Qur’an)
SHALAT JENAZAH
2.2 Kewajiban Penyelenggaraan Jenazah
Kewajiban orang yang hidup kepada orang yang meninggal ada dua hal, yaitu
kewajiban terhadap jenazahnya dan kewajiban terhadap harta peninggalannya.
Adapun kewajiban terhadap jenazahnya ada empat macam, yaitu
1.Segera Memejamkan Mata Mayit dan Mendo’akan
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendatangi Abu Salamah yang telah menghembuskan nafasnya yang terakhir
dengan kedua mata terbelalak, kemudian beliau memejamkan kedua mata Abu Salamah
dan berkata, ‘Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka ia diikuti oleh pandangan
mata.’ Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari sebagian keluarga Abu Salamah, maka
beliau pun bersabda, ‘Janganlah kalian berdo’a atas diri kalian kecuali dengan
kebaikan, karena sesungguhnya Malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.’
Kemudian beliau mendo’akan Abu Salamah seraya berkata:
, َاْربَّ ْال ََعالَ ِميْنَ َ َوا ْغ ِْف ْرلَنا َ َولَهُ ي, َف فِ ْي َع ِقبِ ِه فِي ْالغَا ِب ِريْن ْ َو, َاْرفَ ْع ُدَ َْر َجتَهُ فِي ْال َم ُْه ِد ِييْن
ْ ُاخل َ ا َللَّ ُُه َّم ا ْغ ِْف ْر َِأل َ ِبي
ْ َو,َسلَ َمة
َونَ ِو ْْر َلهُ ِف ْي ِه,ِس ْح لَهُ ِف ْي قَب ِْرُه َ وا ْف.
َ
Ya Allah, ampunilah dosa dan kesalahan Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya di
kalangan orang-orang yang diberi petunjuk, dan jagalah keturunan sesudahnya (4)agar
termasuk dalam orang-orang yang selamat (5). Ampunilah kami dan ia, lapangkanlah
kuburnya serta berilah cahaya di dalamnya.’11
2.Menutup Seluruh Badan Mayit dengan Pakaian (Kain)
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam wafat, seluruh jasadnya ditutupi dengan kain lurik (sejenis kain buatan
Yaman).” 12
3. Menyegerakan Persiapan Pemakamannya dan Membawanya Keluar
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
َ فَإ ِ ْن ت َ ُك ْن,ِأَس ِْرع ُْوا بِ ْال َجنَازَ ة.
َ َ َوإِ ْن ت ُك ْن َغي َْرذَلِكَ فَش ٌَّر ت,صا ِل َحةً فَ َخي ٌْر تُقَ ِد ُم ْونَ َُها َعلَ ْي ِه
ضَعُونَهُ َع ْن ِْرقَابِك ْم
11
Al-Ghaabiriin: Yang tersisa (selamat
12
Muttafaq ‘alaihi: Shahiih Muslim (II/651, no. 942) secara ringkas, Shahiih al-Bukhari (Fat-
hul Baari (III/113, no. 1241)), secara panjang.
“Segerakanlah pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang berbuat
kebaikan, maka kalian telah menyerahkan kebaikan itu kepadanya. Dan jika ia bukan
termasuk orang yang berbuat kebaikan, maka kalian telah melepaskan kejelekan dari
pundak-p8undak kalian.” 13
4.Ahli mayat yang mampu hendaklah segera membayar utang si mayat jika ia beutang,
baik di bayar dari harta peninggalan ataupun dari penolongan keluarga sendiri
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seseorang telah meninggal,
lalu kami segera memandikannya, mengkafaninya, dan memberinya wewangian,
kemudian kami meletakkannya di tempat yang biasa digunakan untuk meletakkan
jenazah, yaitu di maqam Jibril. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan
kami untuk menshalatinya, lalu beliau bersama kami mendekati jenazah tersebut
beberapa langkah dan bersabda, ‘Barangkali Sahabat kalian ini masih mempunyai
hutang?’ Orang-orang yang hadir menjawab, ‘Ya ada, sebanyak dua dinar.’ Maka
beliau pun mundur (enggan menshalatinya). Seseorang di antara kami yang bernama
Abu Qatadah berkata, ‘Ya Rasulullah, hutangnya menjadi tanggunganku.’ Maka
beliau bersabda, ‘Dua dinar hutangnya menjadi tanggunganmu dan murni dibayar dari
hartamu, sedangkan mayit ini terbebas dari hutang itu?’ Orang itu berkata, ‘Ya,
benar.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian menshalatinya, dan
setiap beliau bertemu dengan Abu Qatadah beliau selalu bertanya, ‘Apa yang telah
engkau perbuat dengan dua dinar hutangnya?’ Akhirnya ia menjawab, ‘Aku telah
melunasinya, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Sekarang barulah
kulitnya merasa dingin karena bebas dari siksaan.14
Sedangkan harta peninggalan jenazah itu diprioritaskan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan jenazah, yaitu:
1- Biaya mengurus jenazahnya.
2- Membayar hutangnya, baik hutang kepada sesama manusia atau kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala seperti nadzar, kifarat, kewajiban hají yang belum dilaksanakan
dan sebagainya. Bila jenazah itu tidak memilki tinggalan harta untuk membayar
hutangnya, maka menjadi tanggungan ahli warisnya dan bila ahli waris juga tidak ada,
maka menjadi tanggungan orang Islam yang mampu yang ada di sekitarnya.
Hutang ini penting untuk diperhatikan, sehingga sebelum menshalatkan jenazah,
13
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/182, no. 1315)), Shahiih Muslim
(II/651, no. 944), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (VIII/469, no. 3125), Sunan at-
Tirmidzi (II/1020) dan Sunan an-Nasa-i (IV/42).
14
Shahih: [Ahkaamul Janaa-iz (no. 16)], Mustadrak al-Hakim (II/58), al-Baihaqi (VI/74).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terlebih dahulu selalu bertanya, apakah
jenazah tersebut masih memiliki hutang. Jika jenazah tersebut memiliki hutang, beliau
tidak menshalatinya, hanya menyuruh sahabat-sahabatnya saja yang
menshalatkannya. Jika hutang itu ada sahabat yang menanggungbaru beliau
maumenshalatinya.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Allah
akan mengampunkan semua dosa orang mati syahid kecuali hutang.”
(Hadits Riwayat Abu Dawud)
3- Membayar wasiat, asal tidak lebih dari sepertiganya. 4-
Pembagian waris, setelah semua kewajiban di atas dipenuhi, maka harta itu dibagi
kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Dalam kenyataannya, praktek pembagian waris menurut syariat Islam tidak banyak
dilaksanakan oleh Umat Islam. Dan orang yang mempelajari ilmu inipun sangatlah
sedikit.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam 14 abad yang lalu sudah mensinyalir keadaan
yang demikian, sehingga beliau sangat menekankan kaum muslimin untuk
mempelajari Faraidh atau Ilmu Mawaris, karena ilmu ini lama-lama akan lenyap,
yakni orang-orang menjadi malas untuk melaksanakan pembagian pusaka menurut
semestinya, yang diatur oleh hukum Islam.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Pelajarilah Faraidh (pembagian harta warisan) itu dan ajarkanlah kepada orang lain.
Sesungguhnya aku adalah seorang manusia yang bakal dicabut nyawa.
Dan sesungguhnya ilmu itupun akan ikut tercabut pula.
Juga akan lahir fitnah-fitnah sehingga terjadilah perselisihan antara dua orang karena
hal warisan. Kemudian mereka berdua itu tidak mendapatkan orang yang akan
memberi keputusan (terhadap masalah yang diperselisihkan itu) di antara mereka
berdua.”
(Hadits Riwayat Al-Hakim).
Peringatan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam ini benar-benar menjadi
kenyataan sekarang. Banyak ‘alim (ulama) yang mengerti berbagai ilmu, tapi sedikit
sekali yang menguasai Ilmu Faraidh. Oleh karena itu, Faraidh memiliki kedudukan
yang tinggi dan penting untuk dipelajari, seperti diperintahkan Rasulullah Shallalahu
‘alaihi wa Sallam :
“Pelajarilah Faraidh dan ajarkanlah ia karena ia (Faraidh) seperdua ilmu
dan ia akan dilupakan dan dialah yang pertama akan dicabut dari umatku.”
(Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Dara Qutni)
Petunjuk Al-Qur’an tentang pembagian waris itu diterangkan dalam ayat-ayat
mawaris, antara lain : Surah Annisa ayat 7-14 dan ayat 176.
Ada beberapa riwayat yang menceritakan sebab-sebab turunnya ayat waris, di
antaranya riwayat yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, yaitu bahwa
seorang perempuan (isteri Sa’ad bin Rabi’) datang menghadap Rasulullah Shallalahu
‘alaihi wa Sallam dengan membawa dua orang anak perempuan puteri Sa’ad.
Perempuan itu berkata: “Wahai Rasulullah ! Dua orang anak ini adalah puteri Sa’ad
bin Rabi’, ayah mereka gugur sebagai syuhada dalam pertempuran Uhud. Paman
mereka telah mengambil semua harta peninggalannya, sehingga mereka berdua tidak
kebagian apa-apa, padahal mereka tidak dapat menikah tanpa harta.”
Setelah itu lalu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam mengirimkan utusan untuk
memberitahukan kepada paman kedua puteri Sa’ad. Hendaklah kedua puteri Sa’ad itu
diberi bagian dua sepertiga, ibunya diberi seperdelapan dan sisanya untuk pamannya.
Adapun pada ayat 176 Surah An-Nisa’ menjelaskan tentang masalah “Kalalah”, yaitu
seorang yang meninggal dunia dan tidak punya anak, tetapi ada saudaranya. -.-
C. Menyalatkan Jenazah
Salat jenazah ialah salat yang dikerjakan sebanyak empat kali takbir dalam
rangka mendoakan orang muslim yang sudah meninggal. Jenazah yang disalatkan ini
ialah yang telah dimandikan dan dikafani. Hadis nabi Muhammad SAW
قال رسول اهللا صلى عليه وسلم صلوا على موتا كم
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda salatkanlah olehmu orang-orang yang
meninggal!.” (HR Ibnu Majjah)
Adapun mengenai tatacara menyalatkan jenazah adalah sebagai berikut.
1. Posisi kepala jenazah berada di sebelah kanan, imam menghadap ke arah
kepala jenazah bila jenazah tersebut laki-laki dan menghadap ke arah perut
bagi jenazah perempuan. Makmum akan lebih baik bila dapat diusahakan
lebih dari satu saf. Saf bagi makmum perempuan berada di belakang saf laki-
laki.
2. Syarat orang yang dapat melaksanakan salat jenazah adalah menutup aurat,
suci dari hadas besar dan hadas kecil, bersih badan pakaian dan tempat dari
najis, serta mneghadap kiblat
3. Jenazah telah dimandikan dan dikafani
4. Letak jenazah berada di depan orang yang menyalatkan, kecuali pada salat
gaib
5. Rukun salat jenazah adalah sebagai berikut :
a. Niat
b. Berdiri bagi yang mampu
c. Takbir empat kali
d. Membaca surah Al Fatihah
e. Membaca salawat nabi
f. Mendoakan jenazah
g. Memberi salam
Tata cara pelaksanaan salat jenazah adalah sebagai berikut :
1. Mula-mula seluruh jamaah berdiri dengan berniat melakukan salat jenazah
dengan empat takbir.
Niat tersebut sebagai berikut:
اصلىعلىُهذا الميت﴿ُهذُهالميتة﴾اربع تكبيرت ْفرﺾ كفاية مﺄموما هللا تَعالى
Artinya : Aku berniat salat atas jenazah ini empat takbir fardu kifayah
sebagai imam/makmum karena Allah SWT
2. Kemudian tahbiratul ihram yang pertama dan setelah takbir pertama itu
selanjutnya membaca surat Al Fatihah
3. Takbir yang kedua dan setelah takbir yang kedua membaca salawat atas nabi
Muhammad SAW
4. Takbir yang ketiga dan setelah takbir yang ketiga membaca doa jenazah.
Bacaan doa bagi jenazah adalah sebagai berikut
لُهﻡ اغفرلهو ارحمه و عافه واعف عنه واكرﻡ نزولهو وسع مدخله واغسله بالمﺂﺀ و الﺜلﺞ و البراُد و ال
نقه من الجطايا كما ينقى الثوب االبيَض من الدنﺱ و ابُدله ُدارا خيرامن ُدارُهو اُهال خيرا من اُهلهواقه
فتنة القبْر و عذاب النار
Artinya : “YA Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia, sejahterakanlah ia,
maafkanlah kesalahannya, hormatilah kedalam tangannya, luaskan lah
tempat tinggalnya, bersihkanlah ia dengan air es dan embum, bersihkanlah ia
dari dosasebagai mana kain putih yang dibersihkan dari kotoran, gantilah
rumahnya dengan rumahnya yang dulu, dan gantilah keluarganya dengan
yang lebih baik daripada keluarganya yang dahulu, dan perihalalah dia dari
huru-hara kubur dan siksa api neraka.”
Catatan :
Do’a yang dibaca setelah takbir ketiga dan keempat disesuaikna dengan jenis
jenazahnya yaitu :
a. apabila jenazahnya wanita, maka damir ( )ُهhu diganti dengan kata ha()ها
b. apabila jenazahnya dua orang, maka setiap damir kata hu( )ُهdiganti
dengan huma () امه
c. apabilla jenazahnya banyak, maka setiap damir kata hu diganti
dengan()مهatau()ُهن
5. Takbir yang keempat, setelah takbir keempat membaca doa sebagai berikut
لُهﻡ ال تحرمنا أجرُه و ال تْفتنا بَعدُه و اغْف رلنا و لهال
Artinya : Ya Allah, janganlah engkau rugikan kami dari mendapatkan
pahalanya dan janganlah engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan
ampunilah kami dan dia (HR Hakim)
6. Membaca salam kekanan dan kekiri
Artinya : Dari Malik bin Hurairah ia berkata,rasulullah SAW bersabda, Tidak
seorang mukmin pun yang meninggal kemudian disalatkan oleh umat Islam
yang mencapai jumlah tiga saf, kecuali akan diampuni dosanya.” (HR Lima
ahli hadis kecuali Nasai)
Memperbanyak saf, jika jumnlah jemaah yang menyalatkan jenazah itu
sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga saf. Apabila jemaah salat jenazah itu
terdiri dari empat orang, lebih baik dijadikan dua saf, masing-masing saf dua
orang dan makruh juika dijadikan tiga saf karena ada saf yang hanya terdiri
dari satu orang
D. Menguburkan Jenazah
Setelah selesai menyalatkan, hal terakhir yang harus dilakukan adalah
menguburkan atau memakamkan jenazah. Tata cara pemakaman atau penguburan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tanah yang telah ditentukan sebagai kuburan digali dan dibuatkan liang lahat
sepanjang badan jenazah. Dalamnya tanah dibuat kira-kira setinggi orang
ditambah setengah lengan dan lebarnya kira kira satu meter, didasar lubangya
dibuat miring lebih dalam kearah kiblat. Maksudnya adalah agar jasad tersebut
tidak mudah dibongkar binatang
2. Setelah sampai di tempat pemakaman, jenazah dimasukkan kedalam liang
lahat dengan posisi miring dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan
jenazah, hendaknya dibacakan lafaz-lafaz sebagai berikut
بسماهللاوعلىملةرسولاهللارواُهترمذوابوداود
Artinya : “Dengan nama Allah danatas agama rasulullah.” (HR Turmuzi dan
abu daud
3. Tali-tali pengikat kain kafan dilepas, pipikanan dan ujung kakiditempelkan
pada tanah. Setelah itu jenazah ditutup dengan papan kayu atau bambu.
Diatasnya ditimbun dengan tanah sampai galian liang kubur itu rata.
Tinggikan kubur itu dari tanah biasa sekitar satu jengkal dan diatas kepala
diberi tanda batu nisan
4. Setelah selesai menguburkan, dianjurkan berdoa, mendoakan dan
memohonkan ampunan untuk jenazah. Hadis nabi Muhammad SAW berbunyi
yang artinya : “Dari Usman menceritakan bahwa nabi Muhammad SAW
apabila telah selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri diatasnya dan
bersabda mohonkanlah ampun untuk saudaramu dan mintakanlah untuknya
supaya diberi ketabahan karena sesungguhnya sekarang ia sedang
ditanya.” (HR Abu Daud dan Hakim)
Tata krama yang sebaiknya dilakukan ketika akan menguburkan jenazah
antara lain mengiringi jenazah dengan diam sambil berdoa, tidak turut
mengiringi, kecuali juka memungkinkan bagi perempuan, membaca salam
ketika masuk pemakaman. Tidak duduk hingga jenazah diletakkan, membuat
lubang kubur yang baik dan dalam, orang yang turun ke dalam kubur bukan
orang yang berhadas besar, tidak mengubur pada waktu yang terlarang, tidak
meninggikan tanah kuburan terlalu tinggi, tidak duduk diatas kuburan, dan
tidak berjalan jalan diantara kuburan
F. Ziarah Kubur
Ziarah ku bur bertujuan mengingat kematian serta hari akhirat tempat menusia
akan mendapat balasan yang sesuai amal perbuatannya di dunia. Ziarah kubur sangat
dianjurkan. Akan tetapi, apabila ziarah kubur ditujukan untuk mendapat berkah, minta
doa restu, atau wangsit maka hal tersebut tidak dibolehkan (diharamkan)
Ziarah kubur juga memiliki tata krama sebagaimana petunjuk yang diajarkan
rasulullah yakni sebagai berikut.
1. Pada waktu masuk pintu gerbang pemakaman, hendaknya mengucapkan salam
karena kuburan sebagai tempat pemakaman jenazah manusia harus tetap
dihormati dan dimuliakan secara wajar. Hal tersebut memiliki arti bahwa kuburan
merupakan tempat kita mengingat akhirat dan tidak boleh disia-siakan, tetapi juga
tidak boleh dipuja-puja. Bacaan salam tersebut adalah sebagai berikut
Rasul Bersabda,yang artinya : “Selamat sejahtera pada mukminin dan muslimin
yang ada disini. Kami insya Allah akan menyusul kamu. Kami mohon kepada
Allah semoga kami dan kamu mendapat keselamatan.” (HR Muslim dan Ahmad)
2. Tidak boleh bernazar dengan niat tertentu yang berkaitan dengan takziah karena
nazar hanya ditujukan kepada Allah
3. Tidak boleh mencium atau menyapu dengan tangan untuk minta berkah karena
hal itu menjurus ke arah kemusyrikan
4. Membangun taman-taman atau bangunan di sekitar kuburan hukumnya makruh,
baik didalam maupun diluar kuburan
5. Hendaknya menyampaikan doa-doa kepada Allah yang berisi mohonkan
ampunan, rahmat dan keselamatannya
Empat hal yang harus dilakukan terhadap mayit atau jenazah oleh orang yang
hidup,yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menyolatkan
4. Menguburkan
Empat hal diatas hanya berlaku pada mayit atau jenazah muslim.adapun mayit
atau jenazah kafir,tidak dishalatkan baik kafir harbi maupun dzimmi.boleh
memandikan orang kafir,namun cuma dalam dua keadaan.dan wajib
mengkafani kafir dzimmi dan menguburkannya,tetapi hal ini tidak berlaku bagi
kafir harbi dan orang yang murtad.adapun orang yang mati dalam keadaan
ihram(sedang berhaji atau berumroh),jika dikafani,maka kepalanya tidak
ditutup.
Bagi orang-orang yang mengantarkan jenazah seorang muslim karena iman dan
mengharap ridho serta pahala dari allah swt.sampai menyolatkan dan selesai
menguburkannya maka dia pulang dengan membawa pahala dua qirat.dimana
setiap qiratnya sama dengan gunung uhud.namun,barangsiapa yang
menyolatinya lalu pulang sebelum dimakamkan,maka dia pulang dengan
membawa pahala satu qirat.