Anda di halaman 1dari 129

A.

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

A. Pengertian Sejarah Islam


Dalam kamus umum bahasa Indonesia,W.J.S poerwadarminta mengatakan sejarah adalah
kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau peristiwa penting
yang benar-benar terjadi.Definisi terlihat menekan kepada materi peristiwanya tanpa
mengaitkan dengan aspek lainnya. Sedangkan dalam pengertian yang lebih komprehensif
suatu peristiwa sejarah perlu juga dilihat siapa yang melakukan peristiwa tersebut , dimana,
kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi. Dengan kata lain, didalam sejarah terdapat
objek peristiwanya,orang yang melakukan, waktunya, tempatnya , dan latar belakangnya.
Seluruh aspek tersebut selanjutnya, disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan
yang erat antara satu bagian dengan bagian yang lainnya.

Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sejarah islam adalah
berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi,yang berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan agama islam dalam berbagai aspek.dalam kaitan ini ,maka
muncullah berbagai istilah yang sering digunakan untuk sejarah ini,diantaranya sejarah
islam,sejarah peradaban islam,sejarah dan kebudayaan Islam.

B. Perkembangan Islam di Dunia


1. Perkembangan Agama, Politik, Dan Ekonomi Islam Di Dunia
Sesudah berakhirnya periode klasik islam 650-1250 M kaum muslimin memasuki masa
kemunduran. Akan tetapi, justru eropa bangkit dari politik, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahkan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi itulah mendukung
keberhasilan politik Eropa. Kemajuan eropa tersebut sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari
perkembangan islam di spanyol karena dari islam spanyol, eropa banyak menimba ilmu.
a. Dinasti Islam Di Spanyol
Pada zaman Khalifah Al walid (705-715), salahseorang khalifah dari bani umayyah
yang berpusat di damaskus, telah sukses memperkenalkan islam di spanyol, bahkan
pengaruhnya telah menguasai Afrika utara. Penguasaan sepenuhnya atas afrika uatara itu
terjadi di masa khalifah Abdul malik (685-705 M) yang mengagkat Hasan ibnu Nu’man Al
gassani menjadi gubernur di daerah itu. Sejarah panjang perjalanan islam di Spanyolitu
dibagi menjadi enam periode, yaitu sebagai berikut:
- Periode pertama (711-755 M), dimana spanyol berada di bawah pemerintahan para wali
yang diangkat oleh khalifah bani umayyah yang berpusat di damaskus. Dalam periode
pertama ini islam spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang peradapan dan
kebudayaan.
- Perioda kedua (755-912 M), di mana spanyol berada dibawah pemerintahan seorang bergelar
Amir, tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan islam, yang ketika itu dipegang oleh
khalifah abbasiyyah di bagdad.
- Periode ketiga(912-1013 M), dimana berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III
sampai munculnya raja-raja kelompok. Penguasaannya disebut dengan gelar khalifah yang
dipakai mulai tahun 929 M. khalifah khalifah besar pada periode ini ada tiga orang yaitu,
Abdurrahman an Nasir (951-961 M), Hakam II (961-976 M), Hisyam II (976-1009 M). pada
periode ini umat islam di spayol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi daulah
abbasiyyah di bagdad di tandai dengan berdirinya universitas di cordova.
- Periode keempat (1013-1086 M) dimana spanyol terpecah menjadi lebih dar tiga puluh
Negara keciil di bawah pemerintahan raja raja yang berpusat di suatu kota, seperti Seville,
cordova, teledo, dan yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyyah di sevelli. Meskipun pada
periode ini kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang.
- Periode kelima (1086-1248 M) diaman meski islam di spanyol sudah terpecah pecah, tetapi
terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu dinasti Murabitun (1086-1143 M) dan dinasti
Muwahiddun (1146-1235 M). pada periode ini islam menurun.
- Periode keenam (1248-1492 M) pada periode ini berekhirlah kekuasaan islam di spanyol
tahun 1492 m.
b. Dinasti mamaliki di mesir
Mesir adalah negeri islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan bangsa
mongol, baik serangan hulagu khan maupun timur lenk. Pemimpinya, al malik As salih
meninggal 1249 dan diganti anaknya turansyah sebagai sultan 1250 m. mamalik di bawah
pimpnan aybak dan baybas berhasil membunuh turansyah. Kepemimpinan dipegang oleh istri
Al malik as salih yang bernama syajarah ad durr dan berlangsung selama tiga bulan akrena
menikah dengan seorang tokoh mamalik yaitu aybak dan menyerahkan kepemimpiananya.
Aybak kemudian membunuh istrina sediri dan berkuasa secara penuh. Tentara mamalik di
bawah pimpinan qutus dan baybar berhasil merebut dan menghancurkan pasukan mongol.
c. Masa 3 kerejaan Besar (1500-1800 M)
Pengaruh dan perkembangan islam pada masa ini diwakili oleh tiga kerajaan besar
islam yaitu:
დ Kerajaan turki usmani
დ Kerajaan safawi di Persia
დ Kerajaan mughal di india
Perkembangan Islam di Indonesia
A. Awal Masuknya Islam di Indonesia

Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa
wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan
Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-
wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-
prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan
dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan
membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan.

Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya
Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur
Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

B. Cara Masuknya Islam di Indonesia

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang
dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para
ulama.

Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :

Artinya :
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256)

Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang
dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka
dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab
datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka
mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang
sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga
dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang
yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya.
Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya
jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak,
seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.

3. Pendidikan

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam
pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh
pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan
kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-
santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku,
Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis
dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para
Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi
pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja
Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh
Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu
membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini
menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.

C. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara


1. Di Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara
yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang
terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri
kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.

Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Aceh” yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam
yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra
Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah
Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh
sendiri semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk
Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar
Sultan Malik Al-Saleh.

Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa
dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun
1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M
Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai
berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam
(sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).

Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir
bersamaan dengan jatuhnya kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah
pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami
kemajuan besar. Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka
memindahkan kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).

Kerajaan Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh
wilayah Nusantara. Para da’i, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus
berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah
terjalin antara kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja
para ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri
banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di Mekah atau
Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada
awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M dilaporkan ada 5 kapal dari
kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara
Aceh dan Timur Tengah itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.

2. Di Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama
Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya
Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah
bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai
pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya
dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu
lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain
sudah begitu pesat.
Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga,
yaitu :
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di
Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan
pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik

b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)


Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai
mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan
terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat,
yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
Jasa-jasa Sunan Ampel :
1) Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para
mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama),
Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang
pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2) Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479
M.
3) Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai
Sultan pertama.

c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)


Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak.
Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden
Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai
mufti tanah Jawa.

d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)


Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden
Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.

e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)


Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang
kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena
wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini
adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.

f. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau
terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari
berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.

g. Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang
menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke
Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan
Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya
membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri
dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol
politik para wali.

h. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550
M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia
membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan
budaya Nusantara.

i. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau
menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah
lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.

Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan
damai dalam ayoman keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar
Al Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah
mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup bukan
karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti yaitu
syari’at Islam

“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan
syari’at Islam. Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama
derajatnya, sama-sama khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas
dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet
atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.

Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan
Ampel), membawahi Raden Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji
(ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden
Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari
Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig
keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi
dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini
memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam dakwahnya.

3. Di Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau.
Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini
pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut
catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini
sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak, namun
upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga
menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar,
terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi.

Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan
Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i bernama
Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605
Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar Sultan
Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya,
Karaeng Matopa.

Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam
kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera
menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang
bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian
Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat
ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini
mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak kejayaan
kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669).

4. Di Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur
pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para
muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.

Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah
ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan
banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan
melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu
adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.

a. Kalimantan Selatan
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan
dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang
ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada
kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung
Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk
Islam.
Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya
ia masuk Islam beserta kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M)
berdiri pertama kali kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar
Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Rahmatullah
(putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum
Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas,
Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan.

b. Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan
Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti
oleh para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid.
Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke
pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji
Di Langgar dan para penggantinya.

5. Di Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi
daya tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra,
Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah
Islam di kepulauan ini.
Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh
para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para da’i yang dididik oleh
para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun
menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim
adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan
yang ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol
adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.

Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :


a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya
dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.
c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan
oleh raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari
Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan
Pulau Gebi.

MANUSIA DAN AGAMA

1. Manusia dan Agama Menurut Ilmu Pengetahuan


1.1. Manusia Menurut Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan menjelaskan asal usul kejadian manusia dengan teori desedensi
(keturunan) atau teori evolusi. Menurut teori evolusi manusia berasal dari bangsa yang lebih
rendah, yakni hewan. Teori ini berpangkal pada penemuan Lamark (1744-1829) dan
diilmiahkan oleh Charles Daewin (1809-1882) dengan memberikan dasar data-data. Teori itu
beranggapan, bahwa tiap jenis makhluk tumbuhan dan hewan berasal dari jenis yang paling
rendah, ialah amuba atau makhluk satu sel di dalam air, yang paling tinggi atau akhir sekali
ialah manusia. Jenis-jenis yang lahir dalam proses evolusi dari bangsa hewan menjadi jenis
manusia antara lain: Pertama,yang paling tua, bentuknya mirip atau lebih hampir dengan
manusia, diistilahkan Australopithecus, Kera Australia, fosilnya + berumur 500-600 ribu
tahun. Kedua, Manusia Pithecanthropus Erectus, manusia kera berdiri tegak, yang fosilnya
berumur + 400 ribu tahun. Ketiga, Manusia Homo Neanderthalensis, manusia Neanderthal
yang fosilnya berumur + 100 ribu tahun. Teori evolusi itu makin lama, makin terlihat
kelemahannya, seperti Darwin sendiri mengakui kelemahan tersebut yaitu adanya missing
link (putusnya) hubungan atau tidak ditemukannya jenis dari bangsa hewan kepada jenis
manusia.
1.2. Agama Menurut Ilmu Pengetahuan
1.2.1. Pengertian Agama
Secara etimologi kata agama terdiri dari dua suku kata, yaitu a dan gama, a bahasa sangskerta
dibaca panjang, yaitu aa berarti cara, sedangkan gama mulanya berasal dari gam bahasa Indo
Germani dan bahasa Inggris to go yang berarti jalan menuju kepada seseuatu, jadi agama
berarti cara menuju, maka agama ialah cara-cara untuk sampai kepada keridhaan Tuhan.
Secara terminologis agama ialah pengakuan manusia tentang adanya yang Suci secara insyaf
(sadar), bahwa ada satu kekuatan yang memungkinkan melebihi segala yang ada. Kekuatan
inilah yang dianggap sebagai asal atau pencipta segala yang ada. Tentang kekuatan ini
bermacam-macam bayangan yang terdapat pada diri manusia.
Kata agama dalam bahasa Indonesia dianggap ekwivalen (semakna) dengan kata
religi. Bahasa Inggris mengejakannya religion dan Bahasa Belanda religie. Secara etimologi,
religi berarti berhati-hati, dan pengertian asalnya observasi (berpegang kepada kaedah-kaedah
atau aturan-aturan yang ketat. Dalam kamus The Hold Intermediate Dictionary of America
English, religion is belief in and worship of God or the Supernatural (Kepercayaan dan
penyembahan kepada Tuhan atau kepada yang Maha Mengatasi). Dengan demikian dapat
dipahami bahwa religi atau religion adalah hubungan antara manusia dengan sesuatu. Sesuatu
yang dianggap suci, yang disucikan atau yang dikuduskan, sifatnya yang berbeda dari pada
manusia yang menganut religi itu. Sesuatu itu mungkin tenaga, gejala, yang tidak mempunyai
wujud materi atau berbentuk pribadi yang dikultuskan atau didewakan, atau dewa-dewa, atau
Tuhan (Allah Swt.). Apa dan siapa sesuatu itu tergantung pada tujuan kepercayaan masing-
masing. Secara umum pengertian religi ialah kepercayaan kepada yang dianggap suci atau
yang disucikan (kudus), yang menyatakan diri dalam bentuk ritus (upacara suci), kultus
(pemujaan) dan permohonan, yang membentuk sikap hidup manusia penganutnya
berdasarkan doktrin (ajaran) tertentu.

Mukti Ali menyatakan bahawa:


 Pengalaman agama bersifat bathini, subyektif, dan individual
 Emosional, tidak ada orang yang begitu bersemangat selain membicarakan keyakinan
agamanya
 Konsep tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan
pengertian agama itu

1.2.2. Teori Agama


M. Crawley dengan Teori Masa Kritis mengatakan bahwa agama muncur karna
adanya rasa takut yang menyertai manusia ketika menghadapi kejadian atau gejala alam yang
memilukan. Sementara Edward B. Taylor dengan Teori Animisme dan Evolusi Agama
mengatakan ada 3 tahap perkembangan evolusi agama dari animistik, politeistik,
kemonoteistik
Adapun J.G. Frazer menggunakan Teori Magis. Magis adalah tindakan manusia untuk
mencapai suatu maksud dengan melalui kekuatan gaib luar biasa yang ada di alam. R.R
Marret dengan Teori Mana. Mana adalah kekuatan luar biasa dari makhluk gaib yang dapat
dimiliki dan dipindahkan pada benda-benda kecil.
Sigmund Freud memunculkan Teori Oedipus Komplek. Maksudnya adanya suatu
doongan seksual seorang anak terhadap ibunya, yang berakhir dengan pembunuhan dan
penyembahan terhadap ruh sang ayah.
Emile Durkheim memunculkan Teori Sentimen Kemasyarakatan. Agama muncul
karena adanya getaran jiwa yang berupa rasa cinta terhadap masyarakat. Totem merupakan
benda-benda keramat sebagai lambang suatu masyarakat. Andrew Lang mengatakan Teori Ur
Monoteisme. Keyakinan adanya dewa tertinggi yang dipandang sebagai pencipta alam,
penjaga ketertiban alam dan kesusilaan
Berbagai teori yang disebutkan diatas adalah gambaran umum motivasi seseorang
memeluk agama. Keinginan untuk beragama pada umumnya ialah adanya rasa gelisah yang
disebabkan oleh sesuatu yang abstrak, jika kegelisahan itu bersifat konkrit seperti kekurangan
material pada umumnya setiap insan yang berakal sehat mudah untuk mencarikan solusinya.
Namun sebaliknya jika kegelisahan yang menimpa dirinya berupa sesuatu yang abstrak maka
tidak jarang membuat manusia tidak mengetahui alternatifnya, maka satu-satunya yang dapat
untuk menghilankan kegalauan itu ialah dengan memperbaiki cara beragama.

1.2.3. Unsur Pokok Agama


 Emosi Keagamaan: Sikap kagum dan terpesona terhadap seusatu yang gaib/keramat
(trimendum fascinasum, R. Otto) atau sikap percaya campur takut (Soderblom)
 Sistem Keyakinan: Konsep mengenai Tuhan, alam gaib, makhluk, hari akhir, dan
lainnya; didalamnya meliputi sistem nilai atau norma
 Sistem Peribadatan (ritual): Ekspresi hubungan manusia dengan Tuhan yang terwujud
dalam bentuk upacara-upacara keagamaan
 Tempat dan Peralatan Peribadatan
 Kelompok Penganut

Unsur-Unsur Pokok Agama:


1) Dimensi Keyakinan, berisi pandangan-pandangan teologis suatu agama.
2) Dimensi Prakter Agama, mencakup perilaku pemujaan dan segala perilaku yang
meninjukkan komitmen terhadap agama.
3) Dimensi Konsekuensi, yaitu komitmen seorang atau kelompok penganut agama
dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agamanya
4) Dimensi Pengalaman, merupakan respon terhadap kehadiran Tuhan didalam diri
atau kelompok penganut agama.
5) Dimensi Pengetahuan, merupakan pengetahuan yang harus dimiliki seorang atau
kelompok penganut agama.

2. Manusia dan Agama Menurut Islam


2.1. Manusia Menurut Islam
Menurrut Islam manusia ialah makhluk yang bertanggung jawab yang diciptakan Allah Swt.
dengan sifat-sifat ke-tuhanan yang mengaliri dirinya. Definisi ini mengandung tiga unsur
pokok, yaitu:

 Manusia diciptaan Allah Swt. dari awalnya adalah manusia yang tidak ada hubungan
geneologis dengan makhluk ciptaan Allah Swt. sebagaimana menurut ilmu, hal ini
ditegaskan Allah Swt. dalam firman-Nya :QS. al-Baqarah (2:21): QS. al-Sajdah (32):
7-9, QS. al-Nsâ’ (4):1.
 Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas segala sikap dan tingkah
lakunya: QS. 17:36 36.
 Manusia diciptakan Allah dengan sifat-sifat ke-tuhanan-Nya :QS:7:180. QS.32:9: 9.
Allah SWT. memiliki 99 asma-ul-husna (QS.7:180).

2.2. Eksistensi Tugas dan Fungsi Manusia diciptakan Allah SWT.


2.2.1. Eksistensi Manusia
Eksistensi (keberadaan) manusia diciptakan Allah Swt. menempati pada posisi tengah
diantara makhluk, dapat dilihat pada gambar berikut ini:

 Malaikat
 Ruh Manusia
 Makhluk Ghaib (Metafisika)

Pada bagan ini terlihat bahwa eksistensi manusia berada di antara makhluk metafisik (ghaib)
dan makhluk fisik (makhluk nyata). diantara makhluk-makhluk ciptaan-Nya, karena
merupakan gabungan makhluk gaib (Ruhani) dan makhluk nyata (jasmani).

2.2.2. Tugas Manusia


Tugas manusia adalah sebagai khalifah Allah Swt. (wakil yang diberi amanah oleh Allah
Swt. untuk memakmurkan bumi), sebagaiman diisyaratkan dalam firman Allah Swt. QS. al-
Baqarah (2):30, QS. Yunus (10):14: QS: 6:165, QS.35:39., karena penciptaam manusia yang
paling sempurna berbeda dengan penciptaan makhluk lainnya, hal ini dapat dipahami dari
isyarat QS.32:7-9. Manusia, selain memiliki potensi biologis, manusia memiliki potensi
emosional, intelektual dan potensi spritual, maka potensi-potensi itu menjadi eksis
(membuktikan keberadaannya), yaitu memiliki kemampuan merasa, berfikir dan mengenal
Tuhan, QS. 2:123, 294, 17:36, 32:9. 40:16-18.

2.2.3. Fungsi Manusia


Pelaksanaan tugas manusia sebagai khlaifah Allah Swt. di bumi ini berfungsi pengabdian
manusia kepada Allah Swt. sebagai ‘abdullah (hamba Allah Swt.) untuk menyembah Allah
SWT., karena sebelum roh manusia dituipkan Allah ke dalam tubuhnya, Allah SWT. telah
memanggil roh itu untuk mengadakan perjanjian dengan-Nya, agar manusia tahu tentang
eksistensi dan fungsi dirinya diciptakan-Nya. Manusiapun telah menyatakan kesaksisnnya
kepada Allah Swt. bahwa Tuhannya adalah Allah Swt., sebagaimana dalam QS:7:172-173.

Fungsi manusia sebagai ‘abdullah akan memotivasi manusia memaksimalkan pelaksanaan


tugasnya sebagai khalifah Allah Swt. (QS.2:21-22 dan 29), QS.51:56. Setiap pelaksanaan
tugas kekhalifahan manusia di dalam kehidupannya akan bernilai pengabdian kepada Allah
Swt. manakala dilandasi dengan niyat yang ikhlash kerana Allah Swt. semata, sebagaimana
dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya: Setiap amal (perbuatan) tergantung kepada
niyatnya, setiap orang akan memperoleh balasan dari apa yang diniyatkannya... (HR.
Muslim).

2.3. Agama Menurut Islam


2.3.1. Pengertian Agama Menurut Islam
Dalam al-Qur’an dan Hadits, istilah agama atau religi tidak dijumpa. Islam memakai istilah
‫(الدين‬al-dîn) yang terdapat dalam al-Qur’an sebagai wahyu penuntun dan sumber pokok ajaran
Islam, yaitu Kata ‫( دين االسالم‬dîn al-Islam) dalam Q.S. 3:19 dan 85 yang dialih bahasakan ke
dalam bahas Indonesia dengan kata agama.

Al-Faituz Zabadi dalam kamus al-Muhith, mengemukakan arti al-dîn ialah kemenangan,
kekuasaan, paksaan dan peribadatan. Abul A’laa al-Maududi dalam Mukhtar al-Shahihah
mengemukakan empat arti yang terkandung dalam al-din, yaitu berarti paksaan dan tekanan
dari yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, berarti mematuhi dan menghambakan diri
dari pihak yang tunduk kepada yang mempunyai kekuasaan, berarti ketentuan hukum,
undang-undang dan tata cara yang mesti dipenuhi dan berarti perhitungan, pelaksanaan
hukum, balasan dan siksaan.

Kata Islam Bahasa Arab. Asalnya aslama akar katanya ialah salama, berarti sejahtera, tidak
tercela, tidak bercacat. Dari kata itu terjadilah kata mashdar salamat, seterusnya salm dan
silm. Salm atau silm berarti kedamaian, kesejahteraan, kepatuhan, penyerahan diri pada
Tuhan. Dalam al-Qur’an ditemui aslama dalam bentuk masdar, dalam berbagai ungkapan
kalimat, yaitu: ‫( مسلما ن‬musliman) artinya menyerahkan diri kepada Allah Swt. Q.S. 3:67.
‫( مسلمون‬muslimun) artinya tunduk kepada Allah swt. Q.S. 2:133, 136, 3:84, 29:46. ‫مسلمين‬
(muslimin) artinya menyerahkan diri kepada Allah Swt. Q.S. 3:52, 64, 27:31. ‫( المسلمين‬al-
muslimin) artinya menyerahkan diri kepada Allah Swt. Q.S. 6:163, 10:72, 10:90, 39:12.
‫( المسلمون‬al-muslimun) artinya ta’at kepada Allah Swt. Q.S. 72:14

Berdasarkan kepada pengertian al-dîn dan al-Islam di atas dapat dirumuskan pengertia ‫دين‬
‫( االسالم‬dîn al-Islam), ialah konsep undang-undang dan peraturan-peraturan yang lengkap
diwahyukan Allah SWT. kepada para nabi dan rasul-Nya semenjak Adam AS. yang berakhir
dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw. Konsep tersebut tertera secara lengkap dalam al-
Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, untuk mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik yang
berhubungan dengan Khalik dan ataupun yang berhubungan dengan makhluk, baik mengenai
kehidupan perseorang, maupun mengeani keluarga, berekonomi, bersosial, berpolitik,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar manusia mencapai kehidupan yang bahagia
dan sejahtera dari dunia sampai ke akhirat. Yang melaksanakan konsep tersebut disebut
muslim.

Karena Islam adalah agama yang diwahyukan oleh Allah Swt., maka Agama Islam disebut
Agama wahyu (revealed religion) . Agama wahyu adalah agama Islam yang diciptakan Allah
Swt. sebagai petunjuk dan pedoman pelaksanaan tugas manusia sebagai khalifah Allah Swt.
dan fungsi manusia sebagai pengabdi Allah Swt. di bumi ini, yang diturunkan-Nya kepada
para Nabi dan Rasul-Nya, dari manusia pertama, yaitu Adam AS. dan berakhir kepada Nabi
Muhammad SAW.
2.3.2. Syarat-Syarat Agama Menurut Islam
Berdasarkan definisi agama menurut Islam yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
syarat-syarat Agama Menrurut Islam yaitu sebagai berikut:

 Ajarannya bersumber kepada Wahyu (Firman Tuhan) yang diwahyukan-Nya kepada


Rasul (utusan-Nya) untuk disampaikannya kepada manusia sebagai pertunjuk bagi
manusia untuk menjalani kehidupannya.
 .Meyakini adanya Tuhan bersifat monoteisme mutlak, beriman kepada Allah Tuhan
Yang Maha Esa.
 Meyakini ada Rasul yang diutus Allah Swt. untuk menyempaikan ajaran Agama itu
kepada manusia.
 Ajarannya Mengandung undang-undang atau hukum-hukum yang bersumber kepada
wahyu (firman Tuhan).
 Misi ajarannya hidup di dunia hanyalah untuk menyembah Allah Swt., Meyakini
bahwa kehidupan di dunia hanyalah bersifat sementara, namun setiap manusia berhak
memperoleh kebahagiaan hidup di dunia sesuai dengan ajaran Tuhan, sedangkan
kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal abadi yang penuh dengan
kebahagiaan yang tiada tara, sebagai tujuan akhir dari segala aktifitas keghidupan di
dunia ini.
 Visi ajarannya, selalu mengajak manusia berbuat baik kepada manusia dan alam
lingkungan dengan melaksanakan amar makruf, nahi mungkar dan menjak mmanusia
berimanan kepada Allah Swt.
 Ruang lingkup Pokoknya Ajaran mencakup keimanan sebagai pondasi keyakinannya
(iman), hukum-hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, agar
kehidupan manusia di dunia dalam keteraturan, (syari’ah/hukum) dan akhlak al-
karimah.
 Fungasi Agama dalam Kehidupan Menurut Islam

Karena ajaran Agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, maka fungsi
Agama Islam dalam kehidupan manusia adalah:

 Sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia untuk melaksanakan semua aktivitas
kehidupannya
 Untuk mengetahui hekekat dan tujuan hidup manusia diciptakan Tuhan.
 Untuk mengetahi perjalanan kehidupan manusia dari awal diciptakan sampai akhir.
 Untuk mengetahui visi dan misi hidup manusia di muka bumi ini.
 Untuk mengetahui hak dan kewajiban manusia dan tanggung jawab manusia.
 Untuk mendidik potensi SDM agar menjadi cerdas, sehingga manusia dapat
membuktikan dirinya sebagai makhluk termulia dciptakan Tuhan.
 Untuk mengetahui kepada siapa manusia beriman, menyembah, berhukum dan
berakhlak di dalam kehidupannya.
2.3.4. Sejarah Agama dalam Kehidupan Manusia Menurut Islam
Fakta sejarah membuktikan bahwa hidup manusia selalu berada di bawah suatu sistem
keyakinan yang dipercayainya sebagai suatu tabi’at yang merata pada setiap manusia,
karena manusia memiliki potensi spritual (mengenal Tuhan) yang dibawa oleh roh
(jiwa) sebagai tabi’at beragma semenjak manusia itu diciptakan Allah Swt., atau
semenjak lahir. Manusia yang pertama beragama di dunia ini adalah Adam AS. dan
Hawa Istrinya, (QS:32:7-8, 30:30). Potensi spritual inilah yang menyebabkan manusia
mampu menangkap kebenaran adanya Allah Swt. Sang pencipta alam semesta ini,
menangkap dan menerima kebenaran ajaran wahyu-Nya (al-Qur’an) dan adanya
utusan-Nya (Nabi dan Rasul-Nya) yang menyampaikan wahyu-Nya kepada manusia
sebagai petunjuk bagi manusia dalam memekai seluruh potensi dan perlengkapan
hidupnya. Selain potensi spritual, manusia juga memiliki potensi emosional (merasa)
dan intelektual (berfikir) dan nafsu (dorongan biologis) sebagai akibat bersatunya jiwa
(rohani) dengan jasad (jasmani) (QS. 32:9, 3:14).

Di samping manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan dorongan nafsu biologis


makan/minumnya untuk mempertahankan hidup serta memenuhi kebutuhan dorongan nafsu
seksual untuk mempertahankan kjelanjutan keturunannya. Manusia selalu berupaya untuk
memenuhi kebutuhan spritual, emosional dan intelektualnya guna mencari kebenaran sebatas
yang mampu ditangkap oleh potensi dan indera manusia. Maka manusia adalah makhluk
yang selalu mencari kebenara, (QS:3:189-192). Pengalaman manusia dalam mencari
kebenaran diabadikan Allah Swt dalam QS. 6:74-83, yaitu nabi Ibrahim AS. yang melakukan
perjalanan spritual, emosional dan intelektual untuk mencari kebenaran tentang Tuhan.

3. Din al-Islam dan Ruang Lingkupnya


Dienul Islam/Din al-Islam merupakan tatanan hidup (syariah = aturan, jalan hidup) ciptaan
Allah untuk mengatur segenap aktivitas manusia di dunia, baik aktivitas lahir maupun
aktivitas batin. Aturan Allah yang terkandung dalam al-Islam ini bersifat absolut.
Selanjutnya, aturan Allah dibagi dua, yakni : Pertama, aturan tentang tata keyakinan disebut
Aqidah. Kedua adalah aturan tentang tatacara beribadah, yang disebut syariah ibadah,Ada
satu lagi yang disebut Akhlaq, yakni aturan tentang tatacara menjalin hubungan dengan
Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitar. Akhlaq ini, sebenarnya, adalah
syariah ibadah juga, hanya saja dilihatnya dari persepktif layak dan tidaknya suatu perbuatan
dilakukan, bukan sekadar wajib dan haram. Aqidah, syariah dan akhlaq ini dalam
terminology lain adalah Imam, Islam dan Ihsan.
Seorang mukmin memiliki keterikatan (commited) dengan al-Islam yakni :

(1). Meyakini kebenaran aturan al-Islam sebagai kebenaran yang absolut.

(2). Mengamalkan seluruh aturan Islam yang absolut itu secara kaffah (menyeluruh).

(3). Mendakwahkan al-Islam melalui hikmah (pendalaman keilmuan), mauidlah (nasihat-


nasihat) jadilhim billati hiya ahsan (diskusi, seminar, dialog interaktif yang menarik ), yang
ditujukan kepada ke segenap manusia di dunia ini tanpa kecuali.

Orang yang akan memeluk agama Islam harus dan waib hukumnya mengetahui dab
melaksanakan Rukun Islam yang terdiri dari lima
Isi dari kelima Rukun Islam itu adalah:
1. Mengucap dua kalimat syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan
disembah dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba
dan rasul Allah.
2. Mendirikan Shalat wajib lima kali sehari.
3. Membaya Zakat
4. Puada pada bulan Ramadhan
5. Ibadah Haji bagi mereka yang mampu.

Agama islam mempunyai Rukun Iman yang terdiri dari 6 yaitu :

1. .Iman kepada Allah


2. Iman kepada Malaikat Allah
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah
5. Iman kepada Hari Kiamat
6. Iman kepada Qoda dan Qadar (Ketentuan yang baik dan ketentuan yang jelek).

Esensi Dienul Islam


Din berasal dari kata dana yadinu dinan berarti tatanan, sistem atau tatacara hidup. Jadi Din
al-Islam berarti tatacara hidup Islam.

Tidak tepat apabila din diterjemahkan sebagai agama, sebab istilah agama (religion, religie)
hanyalah merupakan alih bahasa saja yang tidak mengandung makna substantif dan essensil.
Lebih dari itu apabila din diterjemahkan sebagai agama maka maknanya menjadi sempit. Di
Indonesia misalnya, agama yang diakui hanya ada enam , yakni Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha, dan Kunghuchu padahal di Indonesia terdapat ratusan bahkan mungkin ribuan
tatacara hidup.
Dengan memaknai din sebagai tatan hidup, maka yang dimaksud dengan istilah muslim
adalah orang yang ber-din al-Islam.

Din al-Islam sebagai tatanan hidup meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, dari mulai
masalah ritual sampai kepada masalah muamalah termasuk masalah sosial budaya, sosial
ekonomi, sosial politik, bahkan sampai kepada masalah kenegaraan. Seseorang yang
mengaku muslim atau menganut din al-Islam harus mengikuti tatanan hidup Islam secara
kaffah, Apabila ia menolaknya, maka ia pasti akan terpental di akhirat sebagaimana
diterangkan di dalam QS. 3 : 19 dan ayat 85 :

(19) ‫إِنَّال ِدِّين َِع ْندَاللَّ ِها ْ ِإل ْسالَم‬

Sesungguhnya din atau tatanan hidup (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (QS. 3 : 19
)

(85) ‫ياْل ِخ َرةِ ِمن َْالخَاس‬


ْ ‫اإل ْسالَ ِمدِينًافَلَ ْنيُ ْق َبلَ ِم ْن ُه َوه َُو ِف‬
ِ ْ ‫ِو َم ْنيَ ْبت َِغغَي َْر‬
َ ِ ‫ِرين‬

Barangsiapa mencari tatanan hidup selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (din
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.(QS. 3 : 85).

Din terbagi dua yang sangat jelas bedanya, yakni din al-haq dan din al-Bathil . Yang
dimaksud dengan din al-haq ialah din yang berisi aturan Allah yang telah didesain
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fitrah manusia. Aturan ini kemudian dituangkan di
dalam kitab undang-undang Allah, yakni Al-Qur'an. Sedangkan di luar din al-Islam adalah
din yang berisi aturan manusia sebagai produk akal, hasil angan-angan, imajinasi, hawa nafsu
serta merupakan hasil kajian falsafahnya.

Berdasarkan pengelompokkan din ini, maka manusia sebagai pemilih din, otomatis hanya
terbagi menjadi dua kelompok yang jelas-jelas berbeda (furqan), yakni kelompok Huda dan
kelompok Dhallin

Kelompok Huda adalah kelompok yang memilih din Islam sebagai tatanan hidupnya. Ini
berarti bahwa mereka telah mengikuti jalan yang haq sehingga Allah akan menghapuskan
segala kesalahannya. Sedangkan kelompok Dhalalah adalah orang-orang yang memilih din
selain Islam. sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Qur?an surat 7 : 30 dan surat
47 : 1,2,3
َ‫سبُونَأ َ َّن ُه ْم ُم ْهتَدُون‬
َ ْ‫اطينَأ َ ْو ِليَا َء ِم ْندُونِاللَّ ِه َو َيح‬ َّ ‫ضالَلَةُإِنَّ ُه ُمات َّ َخذُواال‬
ِ َ‫شي‬ َّ ‫ىوفَ ِريقًا َح َّقعَلَ ْي ِه ُمال‬
َ َ‫(فَ ِريقًا َهد‬30)

Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.
Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan
mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.

‫ض ََّّل َ ْع َمالَ ُه ْم‬


َ َ ‫يالللَّ ِهأ‬
ِ ‫س ِب‬ َ ‫صدُّوا َع ْن‬ َ ‫(الَّذِينَ َكفَ ُر‬1)
َ ‫واو‬
َ
‫صل َحبَال ُه ْم‬َ ْ ‫صا ِل َحاتِ َو َءا َمنُوابِ َمانُ ِ ِّزلَعَلَى ُم َح َّمد ٍَوه َُو ْال َحقُّ ِم ْن َر ِِّب ِه ْم َكف َر َعن ُه ْم َسيِِّئ َاتِ ِه ْم َوأ‬
َ ْ َّ َ ُ‫(والَّذِينَ َءا َمن‬2)
َّ ‫واو َع ِملُواال‬ َ
‫واال َحق‬ ْ ُ‫اطلَ َوأَنَّالَّذِينَ َءا َمنُوااتَّبَع‬ ْ ُ‫(م ْن َر ِِّب ِه ْم َكذَ ِل َكيَض ِْربُاللَّ ُه ِللنَّا ِسأ َ ْمثَالَ ُه ْم ِِّ َِذَ ِل َك ِبأَنَّالَّذِينَ َكفَ ُروااتَّبَع‬3)
ِ َ‫واالب‬ ِ

Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, Allah
menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan
mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada
Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-
kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Yang demikian adalah karena
sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang
beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia
perbandingan-perbandingan bagi mereka. QS. 47 : 1,2,3.

Dalam pandangan Al-Qur'an, din al-Islam adalah satu-satunya din ciptaan Allah, din yang
satu ini adalah aturan untuk seluruh umat manusia tanpa kecuali

Sementara itu, din-din hasil ciptaan manusia berdasarkan akal, imajinasi dan falsafah
sebagaimana telah dikemukakan di atas telah melahirkan banyak din dan isme-isme lainnya,
antara lain Materalisme, Kapitalisme, Liberalisme, Markisme, Komunisme, Nasionalisme,
dan Kolonialisme.
2. Toleransi Kehidupan Beragama

2.1 Pengertian Toleransi


Toleransi berasal dari bahasa latin dari kata "Tolerare" yang berarti dengan sabar
membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu perilaku atau sikap
manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghormati atau
menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain.
Toleransi juga dapat dikatakan istilah pada konteks agama dan sosial budaya yang
berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap golongan-golongan
yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas pada suatu masyarakat. Misalnya
toleransi beragama dimana penganut Agama mayoritas dalam sebuah masyarakat
mengizinkan keberadaan agama minoritas lainnya. Jadi toleransi antar umat beragama berarti
suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk
menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
Istilah toleransi juga dapat digunakan dengan menggunakan definisi "golongan / Kelompok"
yang lebih luas, misalnya orientasi seksual, partai politik, dan lain-lain. Sampai sekarang
masih banyak kontroversi serta kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum
konservatif atau liberal.
Pada sila pertama dalam Pancasila, disebutkan bahwa bertaqwa kepada tuhan menurut
agama dan kepercayaan masing-masing merupakan hal yang mutlak. Karena Semua agama
menghargai manusia oleh karena itu semua umat beragama juga harus saling menghargai.
Sehingga terbina kerukunan hidup anatar umat beragama.

2.2 Contoh Toleransi Umat Beragama


1. Contoh Perwujudan Toleransi Beragama:

 Memahami setiap perbedaan.


 Sikap saling tolong menolong antar sesama umat yang tidak membedakan
suku, agama, budaya maupun ras.
 Rasa saling menghormati serta menghargai antar sesama umat manusia.

2. Contoh pelaksanaan Toleransi Beragama:

 Memperbaiki tempat-tempat umum


 Kerja bakti membersihkan jalan desa
 Membantu korban kecelakaan lalu-lintas.
 Menolong orang yang terkena musibah atau bencana alam

Jadi, bentuk kerjasama ini harus kita praktekkan dalam kegiatan yang bersifat sosial
kemasyarakatan serta tidak menyinggung keyakinan pemeluk agama lain. melalui toleransi
diharapkan terwujud ketertiban, ketenangan dan keaktifan dalam menjalankan ibadah
menurut agama dan kepercayaan masing-masing..
2.3 Toleransi Umat Beragama di Indonesia
Pandangan ini muncul dilatarbelakangi oleh semakin meruncingnya hubungan antar umat
beragama di indonesia. Penyebab munculnya ketegangan antar umat beragama tersebut
antara lain:

 Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama
pihak lain.
 Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam
kehidupan masyarakat.
 Sifat dari setiap agama, yang mengandung misi dakwah dan tugas dakwah.
 Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
 Para pemeluk agama tidak mampu mengontrol diri, sehingga tidak menghormati
bahkan memandang randah agama lain.
 Kecurigaan terhadap pihak lain, baik antar umat beragama, intern umat beragama,
atau antara umat beragama dengan pemerintah.

Pluralitas agama hanya dapat dicapai seandainya masing-masing kelompok bersikap


lapang dada satu sama lain. Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan memiliki
makna bagi kemajuan dan kehidupan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:

 Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.


 Sikap saling menghormati hak orang lain yang menganut ajaran agamanya.
 Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan kelompok agama
lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan
sendiri.

2.4 Contoh Toleransi Umat Beragama dalam Kehidupan Nyata


Toleransi antarumat beragama antara pemeluk Agama Islam dan Kristen di Gereja
Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah, Serengan, Kota Solo, Jateng.
yang tercipta sejak dahulu.
"Dua bangunan tersebut berdampingan serta memiliki alamat yang sama, yaitu di
Jalan Gatot Subroto Nomor 222, Solo,"
Namun Perbedaan keyakinan tidak menyurutkan semangat pemeluk Kristen
dan Islam setempat untuk saling menjaga kerukunan, menghormati dan mengembangkan
sikap toleransi. Bangunan Masjid Al Hikmah didirikan pada tahun 1947 sedangkan GKJ
Joyodingratan didirikan 10 tahun sebelumnya atau sekitar 1937. namun Toleransi antarumat
beragama telah tercipta sejak lama disini.
Misalnya saat pelaksanaan Idul Fitri yang jatuh pada Minggu. Pengelola gereja
langsung menelepon pengurus masjid untuk menanyakan soal kepastian perayaan Idul Fitri.
Kemudian pengurus gereja merubah jadwal ibadah paginya pada Minggu menjadi siang hari,
agar tidak mengganggu umat Islam yang sedang menjalankan shalat Idul Fitri.
Contoh lainnya adalah pengurus masjid selalu membolehkan halaman Masjid untuk
parkir kendaraan bagi umat kristiani GKJ Joyoningratan saat ibadah Paskah maupun Natal.
Hal tersebut merupakan contoh kecil toleransi antarumat beragama yang hingga saat
ini terus dipelihara. Baik pihak gereja maupun Pihak masjid, saling menghargai dan
memberikan kesempatan untuk menjalankan ibadah dengan khusyuk dan lancar bagi masih-
masing pemeluknya. seandainya terdapat oknum tertentu yang akan mengusik kerukunan
antar umat beragama di tempat tersebut, baik pihak masjid maupaun gereja akan bergabung
untuk mencegahnya.

2.5 Upaya Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama


Menciptakan kerukunan umat beragama baik di tingkat daerah, provinsi, maupun
pemerintah merupakan kewajiban seluruh warga negara beserta instansi pemerintah lainnya.
Mulai dari tanggung jawab mengenai ketentraman, keamanan, dan ketertiban termasuk
memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, menumbuh kembangkan
keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat
beragama bahkan menertibkan rumah ibadah.
Dalam hal ini untuk menciptakan kerukunan umat beragama dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Saling tenggang rasa, menghargai, dan toleransi antar umat beragama


2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun peraturan
Negara atau Pemerintah.

Sikap tenggang rasa, menghargai, dan toleransi antar umat beragama merupakan indikasi
dari konsep trilogi kerukunan. Seperti dalam pembahasan sebelumnya upaya mewujudkan
dan memelihara kerukunan hidup umat beragama, tidak boleh memaksakan seseorang untuk
memeluk agama tertentu. Karena hal ini menyangkut hak asasi manusia (HAM) yang telah
diberikan kebebasan untuk memilih baik yang berkaitan dengan kepercayaan, maupun diluar
konteks yang berkaitan dengan hal itu.
Kerukunan antar umat beragama dapat terwujud dan senantiasa terpelihara, apabila
masing-masing umat beragama dapat mematuhi aturan-aturan yang diajarkan oleh agamanya
masing-masing serta mematuhi peraturan yang telah disahkan Negara atau sebuah instansi
pemerintahan. Umat beragama tidak diperkenankan untuk membuat aturan-aturan pribadi
atau kelompok, yang berakibat pada timbulnya konflik atau perpecahan diantara umat
beragama yang diakibatkan karena adanya kepentingan ataupun misi secara pribadi dan
golongan.
Selain itu, agar kerukunan hidup umat beragama dapat terwujud dan senantiasa
terpelihara, perlu memperhatikan upaya-upaya yang mendorong terjadinya kerukunan secara
mantap dalam bentuk. :

1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar
umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional, dalam bentuk upaya mendorong
dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi
dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif, dalam rangka
memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama, yang
mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern umat beragama dan antar umat
beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari
seluruh keyakinan plural umat manusia, yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman
bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu
sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan
yang mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nila-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan
tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat,
oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah
fenomena kehidupan beragama.

Dalam upaya memantapkan kerukunan itu, hal serius yang harus diperhatikan adalah
fungsi pemuka agama, tokoh masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini pemuka agama,
tokoh masyarakat adalah figur yang dapat diteladani dan dapat membimbing, sehingga apa
yang diperbuat mereka akan dipercayai dan diikuti secara taat. Selain itu mereka sangat
berperan dalam membina umat beragama dengan pengetahuan dan wawasannya dalam
pengetahuan agama.
Kemudian pemerintah juga berperan dan bertanggung jawab demi terwujud dan
terbinanya kerukunan hidup umat beragama. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas umat
beragama di Indonesia belum berfungsi seperti seharusnya, yang diajarkan oleh agama
masing-masing. Sehingga ada kemungkinan timbul konflik di antara umat beragama. Oleh
karena itu dalam hal ini, ”pemerintah sebagai pelayan, mediator atau fasilitator merupakan
salah satu elemen yang dapat menentukan kualitas atau persoalan umat beragama tersebut.
Pada prinsipnya, umat beragama perlu dibina melalui pelayanan aparat pemerintah yang
memiliki peran dan fungsi strategis dalam menentukan kualitas kehidupan umat beragama,
melalui kebijakannya.
Untuk menjaga dan meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dan keutuhan bangsa,
perlu dilakukan upaya-upaya:

1. Meningkatkan efektifitas fungsi lembaga-lembaga kearifan lokal dan keagamaan


masyarakat;
2. Meningkatkan wawasan keagamaan masyarakat;
3. Menggalakkan kerjasama sosial kemanusiaan lintas agama, budaya, etnis dan profesi
4. Memperkaya wawasan dan pengalaman tentang kerukunan melalui program kurikuler
di lingkungan lembaga pendidikan.

AQIDAH

Imam Ibnu Abi Zaid Al-Qirawani1 dalam bab: Maa Tanthiqu bihi al Alsinatu wa Ta'taqiduhu
al Af-idatu min Wajib Umuri ad Dien, berkata: "Di antaranya: iman dengan kalbu dan
ucapan dengan lisan: Bahwa Allah itu Tuhan Yang Esa tak ada Tuhan selain-Nya dan tak
ada yang menyerupai-Nya. Juga tak ada sekutu selain Dia, tak beranak dan tak berbapak
serta tak beristeri. Awal-Nya tak bepermulaan dan keakhiran-Nya tak berujung. Hakekat
dari sifat-Nya tak terjangkau oleh mereka yang mensifati, perkara-Nya tak terjangkau oleh
para pemikir. Mereka yang berpikir dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya namun
mereka tak mampu memikirkan hakikai Dzat-Nya:

‫ي ْال ََع ُِظي ُم‬


ُّ ‫ُظ ُُه َما َوُه َُو ْال ََع ِل‬ َ ‫ت َواَأل َ ْْر‬
ُ ‫َض َوالَ يَُؤُ وُدُُهُ ِِح ْْف‬ َّ ‫ش ْيءٍ ِم ْن ِع ْل ِم ِه ِإالَّ ِب َما شَاء َو ِس َع ُك ْر ِسيُّهُ ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ ُ ‫َوالَ ي ُِحي‬
َ ‫طونَ ِب‬

"Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al Baqarah: 255).

Dia Maha mengetahui lagi Mha awas, Yang mengurus lagi Maha Kuasa, Maha
Mendengar, Maha Melihat lagi Maha Luhur dan Maha Besar. Dia di atas arasynya yang
agung dengan Dzat-Nya. Ilmu-Nya meliputi setiap tempat. Dia telah menciptakan manusia
dan mengetahui suara jiwanya sementara Dia lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya:
‫ين‬ ٍ ‫ب َوالَ َيا ِب ٍس ِإالَّ فِي ِكتَا‬
ٍ ‫ب ُّم ِب‬ ْ ‫َض َوالَ َْر‬
ٍ ‫ط‬ ِ ‫ت اَأل َ ْْر‬
ِ ‫ظلُ َما‬
ُ ‫ط ِمن َو َْرقَ ٍة ِإالَّ َي َْعلَ ُم َُها َوالَ َِحبَّ ٍة فِي‬
ُ ُ‫َو َما ت َ ْسق‬

"... dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya dan tidak sebutir
bijipun yang jatuh dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). " (QS. Al An'am: 59).

Syaikh Abdul Muhsin al-'Abbad hafizhahullah menerangkan, bahwa kedua ayat


ini mengandung perintah pertama yang Allah perintahkan di dalam mus-haf alQur'an; yaitu
perintah untuk beribadah kepada Allah -yang ini merupakan perintah paling agung- dan di
dalam ayat itu
juga terdapat larangan pertama yang Allah sebutkan di dalam mus-haf; yaitu larangan berbuat
syirik kepada Allah dan menjadikan tandingan bagi-Nya -yang ini merupakan larangan
terbesar-. Di dalam kedua ayat ini juga terkandung pengharusan kepada manusia untuk
bertauhid uluhiyah; yaitu beribadah kepada Allah danmeninggalkan segala sesembahan
selainNya (lihat dalam Min Kunuz al-Qur'an alKarim, di dalam Kutub wa Rasa'il Abdil
Muhsin, 1/163) Dalam kalimat 'sembahlah Rabb kalian' dan 'janganlah kalian menjadikan
bagi Allah tandingan-tandingan' terkandung makna yang sama dengan kalimat tauhid
laa ilaha illallah. Kalimat ‘laa ilaha’ berisi penolakan ibadah kepada selain Allah, sedangkan
kalimat ‘illallah’ berisi penetapan bahwa Allah semata yang wajib disembah.

Di dalam kedua ayat di atas juga terkandung penetapan tauhid rububiyah; yaitu keyakinan
bahwa Allah adalah pencipta manusia, yang menciptakan langit dan bumi serta menurunkan
air hujan lalu menumbuhkan tanam-tanaman dan buahbuahan sebagai rizki untuk mereka. Di
dalamnya terkandung pelajaran yaitu wajibnya mengesakan Allah dalam ibadah sebagaimana
mereka telah mengakui Allah
maha esa dalam hal mencipta dan mengatur alam semesta. Inilah yang biasa dikenal dengan
istilah 'tauhid rububiyah menjadi dalil atas tauhid uluhiyah'. Sebagaimana tidak ada pencipta
selain Allah, maka demikian pula tidak ada yang boleh diibadahi dan disembah kecuali Allah
semata. Metode semacam ini sering dijumpai di dalam al-Qur'an

Konsep Taqwa

Abu Aaliyah, salah seorang Imam dari kalangan Tabi’in, mengatakan: “Segala kebaikan
dalam Al-Qur’an adalah dari Tauhid dan setiap keburukan yang disebutkan adalah dari
Syirik”. Allah memerintahkan dakwah setiap Nabi dan Rasul kepada Tauhid, untuk
menyatakan hakhak Allah dari Tauhid-Nya, ibadah dan kebesaranNya, dan untuk
menerangkan hal-hal untuk membebaskan seseorang dari dan menolak Syirik. Mengenai
dakwah para nabi dan rasul, Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya.” (QS An-Nahl [16] : 36)

Kewajiban terbesar dari seorang hamba adalah bahwa hamba tersebut harus (mengetahui
dengan) jelas mengenai hak-hak Allah dalam Tauhid-Nya, dan harus menyeru kepadanya,
dan demikian pula untuk memperingatkan terhadap Syirik dan membebaskan diri dari orang-
orangnya (yang terlibat syirik –pent.). Inilah kewajiban terbesar dan yang termasuk dalam
firman Allah:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS Al-Imran [3] : 104)

Allah menggambarkan mereka yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
sebagai orang-orang yang beruntung. Tidaklah mungkin melakukan hal ini kecuali dengan
mempelajari dan mengajarkan Tauhid, dan menyebarkan ilmu itu (Tauhid –pent), dan dengan
mengetahui aspek-aspek yang berbeda dari Tauhid dan yang diwajibkan kepada Allah,
sampai hati seorang hamba teguh atas Tauhid dan menyeru manusia kepadanya. Demikian
halnya dengan Syirik, tidak dapat diketahui dan diperingatkan darinya, kecuali dengan
memiliki pengetahuan mengenainya. Syirik memiliki beragam bentuk, sebagai contoh Syirik
al-Akbat (syirik besar) memiliki berbagai bentuk, demikian pula Syirik alAsghar (Syirik kecil
yang tidak mengeluarkan seseorang dari Islam), di negara-negara yang berbeda, mengetahui
berbagai jenis Syirik membutuhkan ilmu. Ilmu ini (tentang syirik –pent) tidak dapat diperoleh
oleh seorang penuntut ilmu sampai dia mengetahui Tauhid dan memperingatkan terhadap
Syirik adalah landasan dakwah para Nabi dan Rasul, dan hal tersebut adalah merupakan
warisan kenabian. Segala sesuatu mengikuti Tauhid karena Tauhid lah landasannya.
Penegakkan Tauhid membawa kebaikan bagi setiap individu dan masyarakat yang lebih
besar. Sebagai akibat dari Syirik dan jauhnya dari Tauhid, adalah berbagai cobaan dan
hukuman

Syaikh as-Sa'di rahimahullah berkata,


“Perkara paling agung yang diperintahkan Allah adalah tauhid, yang hakikat tauhid itu adalah
mengesakan Allah dalam ibadah. Tauhid itu mengandung kebaikan bagi hati, memberikan
kelapangan, cahaya, dan kelapangan dada. Dan dengan tauhid itu pula akan lenyaplah
berbagai kotoran yang menodainya. Pada tauhid itu terkandung kemaslahatan bagi badan,
serta bagi [kehidupan] dunia dan akhirat.

Adapun perkara paling besar yang dilarang Allah adalah syirik dalam beribadah kepada-Nya.
Yang hal itu menimbulkan kerusakan dan penyesalan bagi hati, bagi badan, ketika di dunia
maupun di akhirat. Maka segala kebaikan di dunia dan di akhirat itu semua adalah buah dari
tauhid.
Demikian pula, semua keburukan di dunia dan di akhirat, maka itu semua adalah buah dari
syirik.” (lihat al-Qawa'id al-Fiqhiyah, hal.18)
Syaikh as-Sa'di rahimahullah juga berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki dampak
yang baik serta keutamaan beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya
kebaikan di dunia dan di akherat itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang
muncul
darinya.” (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 16)
Tidaklah diragukan bahwasanya tauhid merupakan cahaya yang Allah anugerahkan kepada
hamba-hamba yang
dikehendaki-Nya. Adapun syirik adalah kegelapan-kegelapan yang sebagiannya lebih pekat
daripada sebagian yang lain; yang hal itu dijadikan tampak indah bagi orang-orang kafir.
Allah 'azza wa jalla berfirman (yang artinya),

“Apakah orang yang sudah mati -hatinya- lalu Kami hidupkan dan Kami jadikan baginya
cahaya untuk bisa berjalan diantara manusia sama keadaannya dengan orang seperti
dirinya yang tetap terjebak di dalam kegelapan-kegelapan dan tidak bisa keluar darinya.
Demikianlah dijadikan indah bagi orang-orang kafir itu apa yang mereka lakukan.” (QS. Al-
An'aam: 122)
(lihat penjelasan ini dalam kitab Nur atTauhid wa Zhulumat asy-Syirki, oleh Dr.Sa'id bin
Wahf al-Qahthani hafizhahullah,hal. 4)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesung-guhnya tauhid
menjadi perintah yang paling agung disebabkan ia merupakan pokok seluruh ajaran agama.
Oleh sebab itulah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dakwahnya dengan ajakan itu (tauhid), dan beliau pun
memerintahkan kepada orang yang beliau utus untuk berdakwah agar memulai dakwah
dengannya.” (lihatSyarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 41)
Allah ta'ala berfirman (yang artinya),
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul [yang menyerukan];
Beriba-dahlah kepada Allah dan jauhilah thaghut.” (QS.An-Nahl: 36).

Konsep Tentang Rukun Iman

IMAN KEPADA ALLAH


Iman kepada Allah q artinya meyakini bahwa Allah adalah Rabb
segala sesuatu, Penciptanya, Pemiliknya, dan Pengatur seluruh alam. Hanya
Allah q yang berhak untuk disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
semua yang disembah selain Allah adalah batil. Allah memiliki Namanama yang mulia serta
memiliki Sifat-sifat yang sempurna, dan suci dari
segala macam kekurangan dan aib. Iman kepada Allah mencakup tiga
unsur, antara lain :

1. Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah yaitu mengesakan Allah dalam hal penciptaan,
kekuasaan, dan pengaturan. Allah berfirman;

“Ingatlah, yang menciptakan dan yang memerintah hanyalah hak Allah


Maha Suci Allah , Rabb semesta alam.”
2. Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah yaitu mengesakan Allah dalam hal peribadahan,
agar manusia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
Sehingga tidak ada yang diseru dalam doa kecuali Allah , tidak ada yang
dimintai pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat
bergantung kecuali Dia, tidak boleh menyembelih qurban atau bernadzar
kecuali untuk-Nya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah kecuali
untuk-Nya dan karena-Nya semata. Sebagaimana firman Allah ;

“Wahai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan


kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. Dialah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai
atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan tersebut segala buah-buahan sebagai rizki
untuk kalian. Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah
, padahal kalian mengetahui.”

Tauhid rububiyyah mengharuskan adanya tauhid uluhiyyah. Sehingga


barangsiapa yang mengakui tauhid rububiyyah untuk Allah dengan
mengimani bahwa tidak ada pencipta, pemberi rizki, dan pengatur alam,
kecuali Allah, maka ia harus mengakui bahwa tidak ada yang berhak
menerima ibadah dengan berbagai macamnya, kecuali hanya Allah . Dan
itulah tauhid uluhiyyah.

3. Tauhid Asma’ wa Sifat


Tauhid Asma’ wa Sifat yaitu mengesakan Allah q sesuai dengan
Nama dan Sifat yang Allah sandangkan sendiri kepada Diri-Nya, di
dalam Kitab-Nya, atau melalui lisan Rasul-Nya Muhammad a. Hal ini
sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah (bin Mas’ud) y
tentang doa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah ;

“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu (Adam) dan anak hamba
perempuan-Mu (Hawa). Ubun-ubunku di tangan-Mu,keputusan-Mu berlaku padaku, qadha’-
Mu kepadaku adalah adil. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama (yang baik) yang
telah Engkau pergunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, Engkau
ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu
dalam ilmu ghaib di sisi-Mu.”

Mengimaninya dengan menetapkan apa yang ditetapkan Allah q dan


menafikan apa yang dinafikan-Nya dengan tanpa; tahrif, ta’thil, takyif, dan
tamtsil.
IMAN KEPADA PARA MALAIKAT
Iman kepada para Malaikat artinya meyakini bahwa Allah
mempunyai Malaikat yang diciptakan dari cahaya, mereka tidak bermaksiat
kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka. Iman
kepada Malaikat mencakup empat unsur, antara lain :

1. Beriman terhadap keberadaan mereka


Mengimani bahwa Malaikat memiliki bentuk, bukan hanya berupa
kekuatan yang baik yang berada pada setiap makhluk. Allah berfirman;

“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan
Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan)
yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang); dua, tiga, dan empat.
Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

2. Beriman terhadap nama-nama Malaikat yang diketahui, adapun yang tidak diketahui
namanya maka beriman secara global
Di antara Malaikat yang diketahui namanya adalah :
a. Jibril
b. Mikail
c. Malakul Maut
d. Munkar
e. Nakir
f. Israfil
g. Malik
3. Beriman tentang sifat-sifat mereka
Di antara sifat Malaikat adalah :
a. Malaikat memiliki sayap
Sebagaimana firman Allah ; “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang
menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang
mempunyai sayap, masing-masing (ada yang); dua, tiga, dan empat.”
b. Jibril dalam bentuk aslinya memiliki enam ratus sayap
Diriwayatkan dari ‘Abdullah (bin Mas’ud) ;“Bahwa Muhammad a melihat Jibril j (dalam
bentuk aslinya), ia memiliki enam ratus sayap.”
c. Jarak antara cuping telinga dengan pundak Malaikat pemikul ‘Arsy adalah perjalanan tujuh
ratus tahun
Sebagaimana diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah p, dari Nabi ,beliau bersabda;

“Aku diizinkan untuk memberitahukan tentang Malaikat dari Malaikat Allah yang memikul
‘Arsy, bahwa sesungguhnya jarak antara cuping telinganya hingga pundaknya sejauh
perjalanan tujuh ratus tahun.”
d. Malaikat Munkar dan Nakir sifatnya adalah hitam kebiruan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda;

“Apabila seorang mayit dikuburkan, maka akan datang kepadanya dua Malaikat hitam
kebiruan. Salah satunya disebut Munkar dan yang lainnya disebut Nakir.”
e. Malaikat dapat berubah menyerupai seorang laki-laki
Sebagaimana kisah para Malaikat yang mendatangi Nabi Ibrahim .
Allah berfirman;

“Sudahkah sampai kepadamu (wahai Muhammad ) kisah tentang tamu


Ibrahim (yaitu para Malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika
mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, “Keselamatan (bagimu).”
Ibrahim j menjawab, “Keselamatan (juga bagi kalian, wahai) orangorang yang tidak dikenal.”

Demikian pula kisah Malaikat Jibril yang mendatangi Rasulullah


dalam bentuk seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya dan sangat
hitam rambutnya. Sebagaimana Diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab ,
ia berkata;

“Pada suatu hari ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah , tiba-tiba


tampak di hadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih,
berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda (telah melakukan)
perjalanan jauh, dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya. ...
Rasulullah a bersabda,

“Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang


bertanya itu?” Aku menjawab, ”Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.” Rasulullah a bersabda, “Ia adalah Jibril datang kepada
kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.”

4.Beriman terhadap tugas-tugas mereka


Di antara Malaikat yang diketahui tugasnya adalah:
a. Jibril betugas untuk menyampaikan wahyu Allah kepada para
Nabi dan Rasul
Allah berfirman;

“Dan sesungguhnya Al-Qur’an benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta


alam. Ia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril ), ke dalam hatimu
(wahai Muhammad ), agar engkau menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan.”

b. Malakul Maut bertugas mencabut nyawa


Allah berfirman;

“Katakanlah, “Malakul maut yang ditugaskan untuk (mencabut nyawa)


kalian akan mematikan kalian. Kemudian hanya kepada Rabb kalian, kalian
akan dikembalikan.”
c. Munkar dan Nakir j bertugas menanyai mayit di alam kubur
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah a bersabda;

“Apabila seorang mayit dikuburkan, maka akan datang kepadanya dua


malaikat hitam kebiruan. Salah satunya disebut Munkar dan yang lainnya
disebut Nakir. Kedua Malaikat tersebut bertanya, “Apa yang akan engkau
katakan (tentang) laki-laki ini?” Mayit tersebut menjawab, “Ia adalah
hamba Allah dan utusan-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
(yang berhak untuk disembah) selain Allah dan Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya.

” Kedua Malaikat tersebut berkata, “Sungguh kami


telah mengetahui bahwa engkau akan menjawab demikian.” Kemudian
diluaskan kuburnya tujuh puluh kali tujuh puluh hasta, lalu diterangi
kuburnya. Kemudian dikatakan kepadanya, “Tidurlah.” Mayit tersebut
berkata, “Kembalikanlah aku kepada keluargaku, aku akan
memberitahukan (kejadian ini kepada) mereka.” Kedua Malaikat tersebut
berkata, “Tidurlah, seperti tidurnya pengantin baru.”

d. Israfil bertugas meniup Sangkakala


Israfil adalah salah satu Malaikat yang mulia yang memikul
‘Arsy. Ia bertugas untuk meniup Sangkakala. Sangkakala adalah tanduk
yang besar yang dikulum oleh Israfil j, ia menantikan perintah dari Allah
untuk meniupnya. Ia akan melakukan dua kali tiupan. Tiupan pertama
adalah tiupan yang mengejutkan sehingga para makhluk akan mati, kecuali
yang dikehendaki oleh Allah . Allah berfirman;

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah yang di langit dan di bumi


kecuali yang dikehendaki oleh Allah q.”
Tiupan kedua adalah tiupan kebangkitan, maka seluruh manusia akan
dibangkitkan dari kuburnya. Sebagaimana firman Allah ;

“Dan ditiuplah sangkakala (yang kedua), maka tiba-tiba mereka keluar


dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb mereka.”
e. Malik bertugas sebagai pemimpin penjaga Neraka
Allah berfirman;

“(Penduduk Neraka) berseru, “Wahai Malik, biarlah Rabb-mu membunuh


kami saja.” Malik menjawab, ”Kalian akan tetap tinggal (di Neraka
ini).”
f. Malaikat yang bertugas sebagai penjaga Neraka
Allah berfirman;

“Tahukah engkau apakah (Neraka) Saqar itu? (Saqar itu) tidak


meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar
kulit manusia. Dan di atasnya ada sembilan belas (Malaikat penjaga). Dan
Kami tidak menjadikan penjaga Neraka itu, melainkan dari para
Malaikat.”
g. Malaikat yang bertugas menjaga Surga
Allah berfirman;

“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb mereka akan dibawa ke


dalam Surga berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke
Surga dan pintu-pintunya telah terbuka, maka berkatalah para penjaga
Surga kepada mereka, “Kesejahteraan (dilimpahkan) bagi kalian,
berbahagialah kalian, masukilah Surga ini, kalian kekal di dalamnya.”

h. Malaikat yang bertugas mengatur janin di dalam rahim


Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud p, ia berkata, Rasulullah
bersabda;

“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim


ibunya selama empat puluh hari berupa nutfah, kemudian menjadi
segumpal darah selama itu juga, lalu menjadi segumpal daging selama itu
juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya, lalu
diperintahkan untuk menuliskan empat kalimat; rizkinya, ajalnya, amalnya,
dan celaka atau bahagianya.”

i. Malaikat yang bertugas mendampingi manusia


Allah berfirman;
“Bagi manusia ada para Malaikat yang selalu mengikutinya secara
bergiliran di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah”.

j. Malaikat yang bertugas mencatat amalan manusia


Allah berfirman;

“(Yaitu) ketika dua orang (Malaikat mencatat amal perbuatannya) duduk di


sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang
diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir.”
k. Malaikat yang bertugas untuk mencatat orang-orang yang menghadiri
Shalat Jum’at
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Nabi bersabda;
“(Yaitu) ketika dua orang (Malaikat mencatat amal perbuatannya) duduk di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang
diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir.”
IMAN KEPADA KITAB-KITAB
Iman kepada kitab-kitab artinya meyakini bahwa Allah memiliki
kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul untuk disampaikan kepada
umatnya. Kitab-kitab tersebut adalah Kalamullah, yang Allah berbicara
dengan itu menurut hakikatnya sebagaimana yang dia kehendaki dan
dengan cara yang Dia kehendaki pula. Iman kepada kitab-kitab mencakup
empat unsur, antara lain :

1. Beriman bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar datang dari sisi Allah


Allah berfirman;

“Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman), “Kami beriman kepada


Allah q dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan
kepada; Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang
diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-nabi
dari Rabb-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara
mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”198

2. Beriman terhadap nama-nama kitab yang diketahui, adapun yang tidak diketahui namanya
maka beriman secara global
Di antara kitab yang diketahui namanya adalah :
a. Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud j
Sebagaimana firman Allah ;

“Dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.”


b. Taurat yang diberikan kepada Nabi Musa
Allah berfirman;

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada)


petunjuk dan cahaya (yang menerangi). Yang dengan Kitab tersebut
diputuskan perkara (orang-orang yahudi) oleh Nabi-nabi yang menyerah
diri (kepada Allah ), oleh orang-orang alim mereka dan para pendeta
mereka, karena mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan
mereka menjadi saksi terhadapnya.”
c. Shuhuf (lembaran-lembaran) Nabi Ibrahim dan Nabi Musa
Sebagaimana firman Allah ;
“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu.
(Yaitu) Shuhuf Ibrahim dan Musa .

d. Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa


Allah berfirman;
“Dan Kami iringkan jejak mereka (para Nabi Bani Israil) dengan Isa
putera Maryam, yang membenarkan (kitab) yang sebelumnya, yaitu kitab
Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil yang di
dalamnya terdapat petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan
membenarkan (kitab) yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi
petunjuk serta pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.”
e. Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Sebagaimana firman Allah ;
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu (sebagai) petunjuk, rahmat, serta (sebagai) kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri.”
Dan juga firman Allah ;
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk tersebut serta (menjadi) pembeda (antara yang haq dan
yang batil).”
Di antara kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah tersebut, yang
paling agung adalah Al-Qur’an karena tidak ada kitab yang serupa
dengannya. Allah berfirman;
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi
membantu dengan sebagian yang lainnya.”
Dan Allah akan senantiasa menjaga keaslian Al-Qur’an. Allah
berfirman;
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar akan menjaganya.”

3. Membenarkan semua yang dikabarkan dalam kitab tersebut (yang belum dirubah)
Jika suatu kabar yang terdapat dalam kitab-kitab lainnya yang
dibenarkan oleh Al-Qur’an dan kabar tersebut tidak dinasakh (dihapus),
maka kita harus membenarkan kabar tersebut.

4. Mengamalkan hukum-hukum yang belum dihapus dengan ridha

Seluruh kitab terdahulu ajarannya telah dihapus oleh Al-Qur’an.


Sebagaimana firman Allah ;
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain
tersebut.”
Batu ujian artinya sebagai penentu hukum atas kitab-kitab
sebelumnya. Oleh karena itu kita tidak diperbolehkan untuk mengamalkan
hukum dan ajaran yang terdapat dalam kitab-kirab terdahulu, kecuali yang
telah disahkan dan dibenarkan oleh Al-Qur’an.

IMAN KEPADA PARA RASUL


Iman kepada para Rasul artinya meyakini bahwa Allah mengutus
pada setiap umat seorang Rasul yang menyeru mereka untuk menyembah
Allah , tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengingkari segala sesembahan
selain Allah . Perbedaan antara Nabi dan Rasul adalah bahwa Nabi adalah
seorang laki-laki yang diberikan kepadanya wahyu untuk mengamalkan
syari’at sebelumnya dan berhukum dengan syari’at tersebut.

Adapun Rasul
adalah seorang laki-laki yang diberikan wahyu kepadanya untuk
mengamalkan syari’at yang baru untuk disampaikan kepada kaumnya. Iman
kepada Rasul mencakup empat unsur, antara lain :

1. Beriman bahwa risalah mereka benar-benar dari Allah


Barangsiapa yang mengingkari kebenaran risalah salah satu di antara
para Rasul, maka berarti ia telah mengingkari seluruh risalah para Rasul.
Allah berfirman;
“Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul.”
Mereka dinyatakan oleh Allah q mendustakan para Rasul, padahal tidak
ada Rasul di zaman tersebut selain Nabi Nuh .

2. Beriman terhadap nama-nama Rasul yang diketahui namanya, adapun yang tidak
diketahui namanya maka beriman secara global
Di antara rasul yang diketahui namanya adalah :
a. Nuh
b. Ibrahim
c. Musa
d. Isa
e. Muhammad

Allah berfirman;
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para Nabi dan
dari engkau (wahai Muhammad a) dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra
Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang
teguh.”
Dan masih banyak para Rasul yang tidak diketahui namanya.
Sebagaimana firman Allah ;
“Dan sesungguhnya telah Kami mengutus beberapa orang Rasul sebelum
engkau (wahai Muhammad a), di antara mereka ada yang Kami ceritakan
kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan
kepadamu.”

3. Membenarkan ajaran dan berita yang mereka sampaikan


Allah q berfirman;
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah.”
4. Mengamalkan syari’at Rasul yang diutus kepada kita, yaitu Rasulullah Muhammad
Allah berfirman;
“Maka demi Rabb-mu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan
engkau (wahai Muhammad a) sebagai hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap apa yang engkau putuskan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.”
Dan diriwayatkan pula dari Ummul Mu’minin Ummu ‘Abdillah
‘Aisyah , bahwa Rasulullah bersabda;
“Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami
yang bukan darinya, maka ia tertolak.”

QADHA’ DAN QADAR


Iman kepada qadha’ dan qadar artinya meyakini bahwa semua
kebaikan dan keburukan terjadi dengan ketentuan takdir Allah . Takdir
adalah ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap makhluk-Nya, sesuai
dengan ilmu, dan hikmah yang dikehendaki-Nya. Beriman terhadap takdir
merupakan bagian dari rukun iman. Dan keimanan seseorang belum
sempurna, sampai ia meyakini bahwa semua yang menimpanya baik berupa
kebaikan atau keburukan adalah dengan takdir Allah . Diriwayatkan dari
Jabir bin ’Abdillah , Rasulullah bersabda;
“Tidak beriman seorang hamba, sampai ia beriman dengan takdir yang
baik dan yang buruk, sampai ia mengetahui bahwa apa yang menimpanya
tidak akan meleset darinya dan apa yang meleset darinya tidak akan
menimpanya.”
Seorang muslim dituntut untuk mengimani takdir dengan pemahaman
yang benar dan keyakinan yang kuat, yang tidak ada keraguan sedikit pun.
Pernah suatu ketika Ibnu Ad-Dailami mendatangi Ubay bin Ka’ab , ia
mengatakan, ”Di hatiku (masih) ada ganjalan tentang takdir.” Maka dengan
nada tinggi Ubay bin Ka’ab menjawab;
”Demi Allah, seandainya engkau berinfak emas sebesar gunung Uhud, maka
Allah tidak akan pernah menerima infakmu tersebut hingga engkau beriman
terhadap takdir.”
Iman kepada qadha’ dan qadar tidaklah sempurna kecuali dengan
empat perkara yang dinamakan tingkatan takdir atau rukun takdir. Empat
perkara ini menjadi pintu untuk memahami masalah takdir. Barangsiapa
meyakini semuanya, maka imannya kepada takdir telah sempurna. Dan
barangsiapa mengurangi salah satunya atau lebih, maka runtuhlah
keimanannya terhadap takdir. Tingkatan Takdir
Tingkatan takdir adalah :
1. Al-Ilmu
Yaitu mengimani bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, baik
yang telah lalu, yang sedang terjadi, maupun yang akan terjadi. Baik yang
berkaitan dengan perbuatan Allah maupun perbuatan hamba. Semuanya
diketahui-Nya secara global ataupun terperinci dengan Ilmu-Nya yang Dia
bersifat dengannya secara azali (sebelum diciptakannya makhluk) dan abadi
(selamanya, tidak ada akhirnya). Hal ini sebagaimana yang Allah
firmankan;
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia. Dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia
mengetahuinya. Tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab
yang nyata (Lauhul Mahfudz)”
Yaitu mengimani bahwa Allah menulis takdir segala sesuatu hingga
Hari Kiamat.
2. Al-Kitabah ini dibagi menjadi empat, antara lain :
a. al-kitabah al-azaliyyah
Yaitu catatan takdir yang ada di Lauhul Mahfudz. Ini terjadi lima
puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Hal ini sebagimana
hadits yang diriwayatkan dari ’Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash y, bahwa
Rasulullah a bersabda;
“Allah telah menuliskan takdir para makhluk(-Nya) lima puluh ribu
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
b. al-kitabah al-umriyyah
Yaitu catatan takdir sekali seumur hidup, yaitu pada waktu janin
berumur seratus dua puluh hari (empat bulan). Sebagaimana diriwayatkan
dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin Mas’ud p ia berkata, Rasulullah ,
bersabda;
“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim
ibunya selama empat puluh hari berupa nuthfah, kemudian menjadi
segumpal darah selama itu juga, lalu menjadi segumpal daging selama itu
juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya, lalu
diperintahkan untuk menuliskan empat kalimat; rizkinya, ajalnya, amalnya,
dan celaka atau bahagianya.”
c. al-kitabah al-hauliyyah
Yaitu catatan takdir tahunan, yaitu yang terjadi ketika lailatul qadar.
Allah berfirman;
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir 5, ketika menafsirkan ayat tersebut;

“Yaitu ketika lailatul qadar dirincikan (catatan takdir) dari Lauhul Mahfuzh
ke catatan (takdir) tahunan. Yang mencakup ajal-ajal, rizki-rizki, dan apa
saja yang terjadi sampai akhir (tahun).”
d. al-kitabah al-yaumiyyah
Yaitu catatan takdir harian.

3. Al-Masyi’ah
Yaitu mengimani bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini adalah
atas kehendak Allah . Al-Masyi’ah dibagi menjadi dua, antara lain :
Masyi’ah syar’iyyah, yaitu kehendak yang Allah ridha, tetapi belum
tentu terjadi.
Masyi’ah kauniyyah, yaitu kehendak yang Allah belum tentu ridha,
tetapi terjadi.

Al-Khalq
Yaitu mengimani bahwa Allah adalah yang menciptakan segala
sesuatu yang terjadi; yang baik, yang buruk, kekufuran, iman, kemaksiatan,
dan ketaatan semuanya adalah dengan kehendak dan takdir-Nya, serta Dialah yang
menciptakannya. Allah berfirman;
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia telah menentukan
takdirnya dengan serapi-rapinya.” Buah Memahami Takdir
Di antara buah memahami takdir adalah agar menumbuhkan tawakkal
yang kuat kepada Allah , dan agar seorang tidak terlalu berduka cita
terhadap apa yang luput darinya serta tidak terlalu bersuka cita terhadap apa
yang didapatkannya. Sebagaimana firman Allah ;
“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa (kalian) di bumi dan (tidak
pula) pada diri kalian sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah . (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya
kalian tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Tidak Boleh Melakukan Maksiat Beralasan Dengan Takdir Tidak diperbolehkan seorang
melakukan kemaksiatan dengan beralasan kepada takdir. Disebutkan dalam suatu riwayat
dari ’Umar bin Khaththab , bahwa ia pernah akan memotong tangan seorang pencuri.

Tiba-tiba pencuri tersebut berkata;


“Sebentar, wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku mencuri ini atastakdir Allah.” ‘Umar
menjawab, “Kami memotong tanganmu ini jugadengan takdir Allah .”

IMAN KEPADA HARI AKHIR


Iman kepada Hari Akhir merupakan bagian dari rukun iman. Hal ini
sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab ,
tentang pertanyaan Malaikat Jibril j kepada Rasulullah a;
Jibril bertanya, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah
menjawab, “Engkau beriman kepada Allah , kepada para Malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada Hari Akhir dan kepada
takdir yang baik maupun yang buruk.”
Iman kepada Hari Akhir artinya menyakini semua yang dikabarkan
oleh Allah di dalam kitab-Nya dan yang dikabarkan oleh Rasulullah
tentang apa yang terjadi setelah kematian. Iman kepada Hari Akhir
mencakup beberapa unsur, antara lain beriman terhadap :
1. Fitnah Kubur
2. Siksa dan Nikmat Kubur
3. Tanda-tanda Hari Kiamat
4. Tiupan Sangkakala
5. Telaga
6. Mizan
7. Pembagian Kitab Catatan Amal
8. Shirath
9. Syafa’at
10. Surga dan Neraka

Fungsi Keimanan dalam kehidupan

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam mengutus Mu'adz bin Jabal radhiyallahu'anhu ke negeri Yaman, maka
beliau berpesan kepadanya,

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka
jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat laa ilaha illallah.”
Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhid-kan Allah.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Salah satu alasan yang menunjukkan betapa pentingnya memprioritaskan dakwah kepada
manusia untuk beribadah kepada Allah dalah karena inilah tujuan utama dakwah,
yaitu untuk mengentaskan manusia dari penghambaan kepada selain Allah menuju
penghambaan kepada Allah semata. Selain itu, tidaklah ada kerusakan dalam urusan dunia
yang dialami umat manusia melainkan sebab utamanya adalah kerusakan yang mereka
lakukan dalam hal ibadah mereka kepada Rabb jalla wa 'ala
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Nabi shallallahu'alaihi wa
sallam tinggal di Mekah selama tiga belas tahun setelah diutusnya beliau sebagai rasul dan
beliau menyeru manusia untuk meluruskan aqidah dengan cara beribadah kepada Allah
semata dan meninggalkan peribadatan kepada patung patung sebelum beliau memerintahkan
manusia untuk menunaikan sholat, zakat, puasa, haji, dan jihad, serta supaya mereka
meninggalkan hal-hal yang diharamkan semacam riba, zina, khamr, dan judi

A. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, kata ahklak berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari
kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan demikian,
secara etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat.2
Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong
ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang
dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu
sifat yang tetap pada jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Adapun ilmu akhlak
oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Ya’qub, 1988: 12).3
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia,
atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya
bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan
dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni
dalam bermuamalah atau dalam melakukan hubungan sosial antar manusia, dalam
berhubungan dengan makhluk hidup yang lain seperti binatang dan tumbuhan, serta dalam
berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk
Tuhan. Secara singkat hubungan akhlak ini terbagi menjadi dua, yaitu akhlak kepada Khaliq
(Allah Sang Pencipta) dan akhlak kepada makhluq (ciptaan-Nya).
Akhlak merupakan konsep kajian terhadap ihsan. Ihsan merupakan ajaran tentang
penghayatan akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri yang sedang
menghadap dan berada di depan Tuhan ketika beribadah. Ihsan juga merupakan suatu
pendidikan atau latihan untuk mencapai kesempurnaan Islam dalam arti sepenuhnya (kaffah),
sehingga ihsan merupakan puncak tertinggi dari keislaman seseorang. Ihsan ini baru tercapai
kalau sudah dilalui dua tahapan sebelumnya, yaitu iman dan islam. Orang yang mencapai
predikat ihsan ini disebut muhsin. Dalam kehidupan sehari-hari ihsan tercermin dalam bentuk
akhlak yang mulia (al-akhlak al-karimah). Inilah yang menjadi misi utama diutusnya Nabi
Saw. ke dunia, seperti yang ditegaskannya dalam sebuah hadisnya: “Sesungguhnya aku diutus
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia”.4
Tugas yang amat berat dan sangat mulia itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh
Nabi berkat bimbingan langsung dari Allah Swt. dan juga didukung oleh kepribadian beliau
yang sangat agung. Terkait dengan ini Allah Swt. berfirman:

2
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: AMZAH, 2016), hlm. 1
3
Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Debut Wahana Press, 2009), hlm. 8
4
Ibid.,hlm. 9-10
Artinya:”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Qs. al-
Qalam (68): 4)
Untuk memudahkan umat Islam dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari, di
samping memberikan aturan yang jelas di dalam al-Quran, Allah juga menunjuk Nabi
Muhammad Saw. sebagai teladan baik dalam bersikap, berperilaku, dan bertutur kata. Dengan
dua sumber inilah setiap Muslim dapat membangun kepribadiannya. Keteladanan Nabi untuk
setiap Muslim ini tegaskan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
Artinya:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullsh itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah”(Qs. al-Ahzab (33): 21).
B. Akhlak terhadap Allah SWT dan rasul-nya
Akhlak yang baik kepada Allah berucap dan bertingkah laku yang terpuji terhadap
Allah Swt. Baik melalui ibadah langsung kepada Allah, seperti shalat, puasa dan sebagainya,
maupun melalui perilaku-perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi
dengan Allah diluar ibadah itu. Allah Swt telah mengatur hidup manusia dengan adanya
hukum perintah dan larangan. Hukum ini, tidak lain adalah untuk menegakkan keteraturan
dan kelancaran hidup manusia itu sendiri. Dalam setiap pelaksanaan hukum tersebut
terkandung nilai-nilai akhlak terhadap Allah Swt.

Berikut ini beberapa akhlak terhadap Allah Swt :5

1. Beriman
Yaitu meyakini wujud dan keesaan Allah serta meyakini apa yang difirmankan-
Nya, seperti iman kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat dan qadha dan
qadhar. Beriman merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak islam. Jika iman
telah tertanam didada, maka ia akan memancar kepada seluruh perilaku sehingga
membentuk kepribadian yang menggambarkan akhlak islam yaitu akhlak yang mulia.

2. Taat
Yaitu patuh kepada segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sikap taat kepada perintah Allah merupakan sikap yang mendasar setelah beriman, ia
merupakan gambaran langsung dari adanya iman di dalam hati.

3. Ikhlas
Yaitu melaksanakan perintah Allah dengan pasrah tanpa mengharapkan sesuatu,
kecuali keridhaan Allah. Jadi ikhlas itu bukan tanpa pamrih. Tetapi pamrih hanya

5
Syarifah Habibah, “Aklak Dan Etika Dalam Islam”, JURNAL PESONA DASAR. Vol. 1 No. 4,
Oktober 2015, hal73- 87
diharapkan dari Allah berupa keridhaan-Nya. Oleh karena itu, dalam melaksanakannya
harus menjaga akhlak sebagai bukti keikhlasan menerima hukum-hukum tersebut.

4. Khusyuk
Yaitu bersatunya pikiran dengan perasaan batin dalam perbuatan yang sedang
dikerjakannya atau melaksanakan perintah dengan sungguh-sungguh. Khusyuk
melahirkan ketenangan batin dan perasaan pada orang yang melakukannya. Karena itu,
segala bentuk perintah yang dilakukan dengan khusyuk melahirkan kebahagiaan hidup.
Ciri-ciri Khusyu’ yaitu adanya perasaan nikmat ketika melaksanakannya. Shalat perlu
dilakukan dengan khusyu’. Jika orang melakukan shalat tetapi belum khusyu’. Agar
khusyu’ dalam shalat, sejak niat kita harus sunguh-sungguh hanya terpusat pada
perbuatan yang berkaitan dengan shalat. Apa yang dibacakan oleh lidah, dimaknai oleh
pikran,diresapi oleh hati dan difokuskan pada Allah yang sedang kita hadapi.

5. Huznudz dzan
Yaitu berbaik sangka kepada Allah. Apa saja yang diberikan-Nya merupakan
pilihan yang terbaik untuk manusia. Berprasangka baik kepada Allah merupakan
gambaran harapan dan kedekatan seseorang kepada-Nya, sehingga apa saja yan
diterimanya dipandang sebagai suatu yang terbaik bagi dirinya. Oleh karena itu, seorang
yang huznuzan tidak akan mengalami perasaan kecewa atau putus asa yang berlebihan

6. Tawakal
Yaitu mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu rencana.
Sikap tawakal merupakan gambaran dari sabar dan menggambarkan kerja keras dan
sungguh-sungguh dalam melaksanakan suatu rencana. Apabila rencana tersebut
menghasilkan keinginan yang diharapkan atau gagal dari harapan yang semestinya, ia
akan mampu menerimanya tanpa penyesalan.

7. Syukur
Yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah
diberikan-Nya.Ungkapan syukur dilakukan dengan kata-kata dan perilaku. Ungkapan
dalam bentuk kata-kata adalah mengucapkan hamdalah setiap saat,sedangkan bersyukur
dengan perilaku dilakukan dengan cara menggunakan nikmat Allah sesuai dengan
semestinya. Misalnya nikmat diberi mata, maka bersyukur terhadap nikmat itu dilakukan
dengan menggunakan mata untuk melihat hal-hal yan baik, seperti, membaca, mengamati
alam dan sebagainya yang mendatangkan manfaat.

8. Sabar
Yaitu ketahanan mental dalam menghadapi kenyataan yang menimpa diri kita.
Ahli sabar tidak akan mengenal putus asa dalam menjalankan ibadah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Oleh karena itu, perintah bersabar
bukan perintah berdiam diri, tetapi perintah untuk terus berbuat tanpa berputus asa.

9. Bertasbih
Yaitu mensucikan Allah dengan ucapan, yaitu dengan memperbanyak
mengucapkan subhanallah ( maha suci Allah ) serta menjauhkan perilaku yang dapat
mengotori nama Allah Yang Maha Suci.

10. Istighfar
Yaitu meminta ampun kepada Allah atas segala dosa yan perna dibuat dengan
mengucapkan “ astagfirullahal ‘adzim ’’ (aku memohon ampun kepada Allah yang Maha
Agung ). Sedangkan istighfar melalui perbuatan dilakukan dengan cara tidak mengulangi
dosa atau kesalahan yan telah dilakukan.

11. Takbir
Yaitu mengagungkan Allah dengan membaca Allahu Akbar ( Allah Maha Besar
).Mengagungkan Allah melalui perilaku adalah mengagungkan nama-Nya dalam segala
hal, sehingga tidak menjadikan sesuatu melebihi keagunggan Allah. Tidak
mengagungkan yang lain melampaui keagunggan Allah dalam berbagai konsep
kehidupan,baik melalui kata-kata maupundalam tindakan.

12. Do’a
Yaitu meminta kepada Allah apa saja yang diinginkan dengan cara yang baik
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Do’a adalah cara membuktikan
kelemahan manusia dihadapan Allah, karena itu berdoa merupakan inti dari beribadah.

Adapun akhlak terhadap rasulullah SAW ialah;

1. Mencintai Rasulullah
2. Mengikuti dan menaati Rasulullah
3. Mengucapkan Shalawat dan salam kepada Rasulullah.
C. Akhlak terhadap ibu bapak
Akhlak kepada Ibu Bapak atau kedua orang tua merupakan sesuatu hal yang sangat
penting, karenaorang tua adalah orang yang mengenal kan kita pada dunia dari kecil hingga
dewasa. Dan setiap orang tua pun pasti mempunyai harapan terhadap anaknya agar kelak
menjadi anak yang sukses, berbakti kepada orang tua, serta menjadi lebih baik dan sholeh.

Maka dari itu, jika kita memang seorang muslim yang baik hendaknya kita selalu
berbakti kepada orang tua, melakukan apa yang telah diperintahkan oleh orang tua, dan
pantang untuk membangkang kepada orang tua. Namun di zaman dewasa ini banyak dari kita
seperti lupa terhadap kewajiban kita terhadap kedua orang tua. Sebagai muslim yang baik,
yaitu adalah kita harus memiliki akhlak yang sempurna tehadap orang tua kita. Allah SWT
berfirman dalam (Al-Qur’an surah Al-Isra ayat 23).

Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain
dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu Bapak. Jika salah seorang diantara keduanya
atau kedua-duanya sampai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan;’Ah’;dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”. (Al-Qur’an surah Al-Isra
ayat 23).

Hal ini menunjukkan bahwa Akhlak menghormati orang tua adalah suatu hal yang
sangat penting yang dianjurkan oleh Rasulullah kepada umatnya. Adapun akhlak anak
terhadap orang tua adlah sebagai berikut: sayangilah, cintailah, hormatilah, patuhlah
kepadanya, rendahkan dirimu dan sopanlah kepadanya.6

D. Akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat


Adapun akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat:
1. Birul Walidain (Berbakti kepada orangtua)
Diantara akhlak terhadap keluarga adalah berbakti kepada orang tua. Berbakti
kepada orang tua merupakan amal Shaleh paling utama yang dilakukan oleh seorang
muslim, juga merupakan faktor utama diterimanya doa seseorang.

2. Bersikap baik kepada saudara


Ajaran islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada sanak saudara, setelah
menunaikan kewajiban kepada Allah dan kedua orang tua. Hidup rukun dan damai
dengan saudara dapat tercapai, apabila hubungan tetap terjalin dengan saling pengertian
dan tolong menolong.

3. Membina dan mendidk keluarga

6
Tim Dosen Pai, Bunga Rampai Penelitian Dalam Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2016), hlm. 19
Membina dan mendidk keluarga merupakan akhlak yang mulia. Pendidikan
keluaraga menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Namun, demikian, seluruh anggota
keluarga juga tidak lepas dari tanggung jawab tersebut, agar tercipta pendidikan yang
mulia dan sesuai dengan ajaran islam yang dikendaki Allah.

4. Memilihara keturunan
Keluarga adalah penerus keturunan yang harus dipelihara dengan baik, sesuai
dengan tuntunan ajaran agama islam. Oleh karena itu merupakan sebuah kewajiban bagi
seorang muslim untuk memelihara keturunan dengan tetap berpegang kepada ajaran
agama islam. 7

E. Akhlak terhadap diri sendiri


Adapun akhlak terhadap diri sendiri adalah sebagai berikut:
1. Sabar
Sabar menurut terminologi adalah keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan
konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendirian nya tidak berubah
bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi. Menurut Athaillah, sabar adalah tabah
menghadapi cobaan dengan penuh kesopanan. Dipihak lain, Al-Qusyairi menyebutkan
bahwa sabar adalah lebur(fana) dalam cobaan, tampa menampakkan keluhan sedikitpun.
Sikap sabar dilandasi oleh anggapan bahwa segala sesuatu yang tidak merupakan iradah
tuhan.

Abdul Mustaqim mengategorikan sabar menjadi tiga macam, dan


menguraikannya secara lebih rinci.

a. Ash-Shabru’ala Ath-Tha’ah (sabar dalam ketaatan)


Hal ini dilakukan dengan cara istiqomah dan terus menerus dalam ketaatan kepada
Allah.
b. Ash-Shabru’an Al-Ma’shiyah (sabar meninggalkan maksiat).
Ini dilakukan dengan cara mujahadah (jihad spiritual), bersungguh-sungguh dalam
memerang hawa nafsu, dan meluruskan keinginan-keinginan buruk yang dibisikkan
oleh syetan.
c. Ash-Shabru’ala Al-Mushibah (sabar ketika ditimpa musibah)
Hal ini dilakukan ketika ditimpa musibah atau kemalangan. Dunia sesungguhnya
tempat ujian. Allah akan menguji keimanan seseorang, antara lain dengan
ditimpakannya musibah.
2. Syukur

7
Samsul Munir Amin, Op.Cit.,hlm.214-218
Syukur secara etimologi adalah membuka dan menyatakan. Adapaun menurut
terminologi, syukur adalah menggunakan nikmat allah untuk taat kepada allah dan tidak
menggunakannya untuk berbuat maksiat kepada allah. Syukur diperlukan karena semua
yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia allah. Allah yang telah
memberikan nikmat kepada kita, baik berupa pendengaran, penglihatan, kesehatan,
keamanan, maupun nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
3. Amanat
Menurut etimologi amanat adalah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan, atau
kejujuran. Amanat merupakan kebalikan dari khianat. Adapun menurut terminologi
amanat adalah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, jujur, dan tulus hati dalam
melaksanakan suatu hak yang dipercayakan kepadanya, baik hak itu milik Allah maupun
hak hamba.

4. Shidqu (Jujur)
Shidqu secara etimologi berarti Jujur atau benar. Adapun yang dimaksud jujur,
adalah memberi tahukan, menuturkan sesuatu dengan sebenarnya, sesuai dengan fakta
(kejadiannya). Pemberitahuan ini tidak hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam perbuatan.
Dengan demikian, Shidqu adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun
perbuatan.

5. Wafa’ (Menepati janji)


Dalam ajaran islam, janji adalah hutang yang harus dibayar. Apabila kita
mengadakan perjanjian pada suatu waktu, kita harus menunaikannya tepat pada
waktunya. Janji disini mengandung tanggung jawab. Artinya, jika kewajiban tersebut
tidak dipenuhi, dalam pandangan Allah kita termasuk orang yang bersalah dan yang
berdosa.

6. Iffah (Memelihara kesucian diri)


Iffah adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara
kehormatan. Upaya memelihara kesucian diri hendaknya dilakukan setiap hari agar diri
tetap terjaga kesuciannya. Hal ini dapat dilakukan denga memelihara hati untuk tidak
membuat rencana dan angan-angan yang buruk.

7. Ihsan (Berbuat baik)


Dalam konteks perbuatan Ihsan ialah berbuat baik dalam hal ketaatan terhdap
Allah. Adapun secara kaifiatnya, adalah menyembah Allah seakan-akan melihatnya, atau
jika tidak melihatnya, sesungguhnya dia melihat kita. Jadi, selain mengerjakan perintah-
perintah yang wajib, Ihsan juga mengamalkan hal-hal yang sunah.

8. Al-haya’ (Malu)
Al-haya adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu
yang tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak
patut atau tidak baik akan terluhat gugup, misalnya wajahnya menjadi merah. Sebaliknya,
oarang yang tidak mamiliki rasa malu, akan melakukan hal tersenut dengan tenang tanpa
ada rasa gugup sedikitpun.8
F. Akhlak terhadap sesama manusia
1. Berbuat baik kepada tetangga
Tetangga adalah orang yang dekat dengan kita. Dalam hal ini, dekat bukan karena
pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Meskipun mungkin tidak seagama dengan
kita. Dekat disini, adalah orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita.

2. Ta’awun
Adalah sikap saling tolong menolong terhadap sesama. Dalam hal ini, tidak ada
orang yang tidak memerlukan pertolongan orang lain. Pada dasarnya manusia adalah
makhluk sosial. Oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri, ia membutuhkan
bantuan dan pertolongan orang lain, meskipun ia orang kaya atau mempunyai kedudukan
tinggi.

3. Tawadhu (Merendakan diri tehadap sesama)


Tawadhu adalah memelihara pergaulan dan hubungan dengan sesama manusia,
tanpa perasaan melebihkan diri esndiri dihadapan orang lain. Selain itu, tawadhu juga
mengandung pengertian tidak merendahkan orang lain.

4. Hormat kepada teman dan sahabat


Adalah merupakan sikap terpuji dalam akhlak islam. Karena teman dan sahabat
adalah orang yang kita ajak bergaul dalam kehidupan, berbuat baik terhadap teman dan
sahabat sangan di anjurkan.

5. Silaturahim dengan kerabat

8
Ibid.,hlm. 198-212
Silaturahim adalah menyambung kekerabata. Istilah ini menjadi sebuah simbol
dari hubungan baik penuh kasih sayang antara sesama kerabat yang asal usulnya berasala
dari saturahim.9

G. Akhlak terhadap lawan jenis dan busana


1. Menundukkan kepala antara lawan jenis
Allah berfirman: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah
mereka menahan pandangnya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat”

2. Tidak berdua-duaan
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar
perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: ya Rasulullah terangkan padaku bagaimana
hukum masuk kedalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah
kematian (kebinasaan). (al-bukhari 67:111: muslim 39:8: Al lu’lu-u wal marjan 3;67-70).

Nabi tidak membenarkan kita masuk ke kamar-kamar perempuan, maka hal ini
memberi pengertian, bahwa kita dilarang duduk-duduk berdua-duan saja dalam sebuah
bilik dengan seorang perempuan tanpa mahramnya.

3. Tidak menyentuh lawan jenis


Menyentuh lawan jenis yang bukan mahram merupakan salah satu perkara yang
diharamkan di dalam islam. Rasulullah bersabda, “seandainya kepala seorang ditusuk
dengan jarum besi, itu masih lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal
baginya. (HR, Thabrani dengan sanad hasan)

4. Menjaga aurat terhadap lawan jenis

Nabi SAW bersabda, yang artinya: “Wanita itu adalah aurat. Jika ia keluar maka
setan akan memperindahnya dimata laki-laki”(HR. tirmizi, shahih).

5. Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara wanita dan pria)


Ikhtilat itu adalah campur baurnya seseorang wanita dengan laki-laki di suatu
tempat tanpa ada hijab. Dimana ketika tidak ada hijab atau kain pembatas masing-masing
wanita atau laki-laki tersebut bisa melihat lawan jenis dengan sangat mudah dan sesuka
hatinya.

9
Ibid.,219-224
6. Menjaga kemaluan
Menjaga kemaluan bukan hal yang mudah karena, dewasa ini banyak sekali
remaja yang terjebak dalam pergaulan dan sek bebas. Sebagai muslim kita wajib tahu
bagaimana cara menjaga kemaluan. Caranya antara lain dengan tidak melihat gambar-
gambar yang senonoh atau membangkitkan napsu syahwat, tidak terlalu sering membaca
atau meneonton kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi
dengan lawan jenis, baik secara langsung ataupun melalui telepon, SMS, BBM, dan
media komunikasi lainnya.10

H. Akhlak terhadap alam sekitar


Alam atau Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlak yang dikembangkan adalah
cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses
pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaanNya. Dalam al-Quran Surat al-
An’am (6): 38 dijelaskan bahwa binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia
yang menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1998: 270). Baik di masa perang apalagi
ketika damai akhlak Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan
kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi penciptaan.
Dijelaskan dalam (QS. al-Hasyr (59): 5).

Artinya: “Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu

biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena

Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik”. Maksudnya: pohon kurma milik

musuh, menurut kepentingan dan siasat perang dapat ditebang atau dibiarkan tumbuh

B. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik yang
nyata seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para fuqaha’ berarti
membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudhu dan bertayammum.
(Saifuddin Mujtaba’, 2003:1)

Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudhu, mandi dan tayammum. Suci dari najis
ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.

Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:

10
http://myubaydillah. blogspot. com/2014/12/akhlak-terhadap-lawan-jenis.html?m=1 Sabtu, 6
Oktober 2018 pukul: 14.20
a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.

b. Kaifiat (cara) bersuci.

c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.

d. Benda yang wajib disucikan.

e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

Artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. 2:222)

Adapun thaharah dalam ilmu fiqh ialah:


a. Menghilangkan najis.
b. Berwudlu.
c. Mandi.
d. Tayammum.

Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah, batu dan
sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.

B. Macam – Macam Air dan Pembagiannya


1. Air yang suci dan menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan
(membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan
masih tetap (belum berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang
sudah hancur kembali, air embun dari mata air.
Firman Allah Swt.:
“ Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan
hujan itu” (AL – ANFAL : 11)
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Abu Hurairah r.a. Telah bertanya seorang laki –laki kepada Rasulullah Saw. Kata
laki – laki itu, “Ya Rasulullah, kami pakai air itu untuk berwudhu, maka kami akan
kehausan. Boehkah kami berwudhu dengan air laut?” Jawab Rasulullah Saw., “Air laut
itu suci lagi menyuicikan, bangkainya halal dimakan” (RIWAYAT LIMA AHLI HADIS
MENURUT KETERANGAN TIRMIZI, HADIS INI SAHIH)
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” walaupun
perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna, rasa, dan baunya)
ada lah sebagai berikut :
a. Berubah karna tempatnya, seperti aira yang tergenang atau mengalir di batu belerang
b. Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam
c. Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebakan ikan atau
kambing
d. Berubah karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar
memeliharanya, misalnya berubah karena daun – daunan yang jatuh dari pohon –
pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat – tempat air itu
2. Air suci, tetapi tidak menyucikan
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam
bagian ini ada tiga macam air, yaitu :
a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang
suci, selain dari perubahan yang tersebut di atas, seperti air kopi, teh, dan sebagainya.
b. Air seidikit, kurang dari dua kulah, sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau
menghilangkan hokum najis sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula
bertambah timbangannya.
c. Air pohon – pohonan atau air buah – buahan, sepertia air yang keluar dari tekukan
pohon kayu (air nira), air kelapa, dan sebagainya.
3. Air yang bernajis
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
a. Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik
airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya sepertia najis
b. Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit tidak boleh
dipakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis
Kalau air itu banyak, hukumnya tetap suci dan menyucikan.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Air itu tidak dinajisi sesuatu, kecuali apabbila berubah rasa, warna,atau baunya”
(RIWAYAT IBNU MAJAH DAN BAIHAQI)
4. Air yang makruh
Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini
makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian, kecuali air yang terjemur
ditanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat – tempat yang bukan bejana yang mungkin
berkarat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Aisyah. Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka
Rasulullah Saw.berkata kepadanya, janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah.
Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak” (RIWAYAT
BAIHAQI)

C. Macam – Macam Najis dan Cara Mensucikannya


Najis dibagi menjadi 3 bagian :
1. Najis mugallazah (berat), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah
dibasuh tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan
tanah.

Sabda Rasulullah Saw.:


“Cara mencuci bejana seseorang dari kamu apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh
tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan tanah” (RIWAYAT MUSLIM)
2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak laki – laki yang belum memakan
makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan
memercikan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan
yang belum memakan makanan selain ASI, cara mencucinya hendaklah dibasuh sampai air
mengalir diatas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat – sifatnya,
sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
“Sesungguhnya Ummu Qais telah datang kepada Rasulullah Saw.beserta bayi laki –
lakinya yang belum makan makanan selain ASI. Sesampainya di depan Rasulullah
Saw,beliau dudukan anak itu di pangkuan beliau, kemudian beliau dikencinginya, lalu
beliau meminta air, lantas beliau percikkan air itu pada kencing anak – anak tadi, tapi
beliau tidak membasuh kencing itu.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Sabda Rasulullah Saw.:
“Kencing anak – anak perempuan dibasuh, dan kencing anak – anak laki – laki
diperciki.” (RIWAYAT TIRMIZI)
3. Najis mutawassitah (sedang), yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang
tersebut diatas. Najis sedang ini terbagi atas dua bagian:
a. Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan
warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat – sifatnya telah
hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang
kena itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warrna, rasa, dan baunya, kecuali warna
atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci
najis ini hendaklah dengan megnhilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.

D. Istinja’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istinja’
dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula – mula dengan batu atau
lainnya, kemudian dengan air.

Sabda Rasulullah Saw.:


Beliau telah melewati dua buah kuburan, ketika itu beliau bersabda, “Kedua orang yang
ada dalam kubur ini disiksa. Seorang disiksa karena mengadu domba orang, dan yang
seorang lagi karena tidak mengistinja’ kencingnya” (SEPAKAT AHLI HADIS)
“Apabila salah seorang dari kamu beristinja’ dengan batu hendaklah ganji”
(RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
Sulaiman berkata, “Rasulullah Saw. telah melarang kita beristinja’ dengan batu kurang
dari tiga.”(RIWAYAT MUSLIM)
Dalam hadis ini disebutkan tiga batu, berarti tiga buah batu atau satu batu bersegi tiga.
Yang dimaksud dengan batu disini ialah setiap benda yang keras, suci, dan kesat, seperti
kayu, tembikar, dan sebagainya. Adapun benda yang licin seperti kaca tidak sah dipakai
istinja’ karena tidak dapat menghilangkan najis. Demikian pula benda yang dihormati, seperti
makanan dan sebagainya, karena mubazir.
Syarat istinja’ dengan batu dan yang sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran
kering, dan kotoran itu mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah
kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’
dengan batu, tetapi wajib dengan air.

E. Wudhu
Perintah wajib wudhu bersamaan dengan perintah wajib salat lima waktu, yaitu satu
tahun setengah bulan Hijriah.
Firman Allah Swt.:
“Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah mukamu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki.” (AL –MAIDAH: 6)
1. Syarat – syarat wudhu
a. Islam
b. Mumayiz, karena wudhu itu meruppakan ibadah yang wajib diniati, sedangkan
orang yang tidak beragama islam dan orang yang belum mumayiz tidak diberi
hak untuk berniat.
c. Tidak berhadas besar
d. Dengan air yang suci dan menyucikan
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan
sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudhu
2. Fardu (rukun) wudhu
a. Niat. Hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas atau menyengaja
berwudhu.
Sabda Rasulullah Saw.
“ Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (RIWAYAT
BUKHARI DAN MUSLIM)
Yang dimaksud dengan niat menurut syara’ yaitu kehendak sengaja melakukan
pekerjaan amal karena tunduk kepada hukum Allah Swat.
Firman Allah Swt.:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (AL – BAYYINAH: 5)
b. Membasuh muka, berdasarkan ayat diatas (Al – Ma’idah: 6). Batas muka yang
wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas sampai
kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari telinga ke teling; seluruh
bagian muka yang tersebut tadi wajib dibasuh, tidak boleh tertinggal sedikit
pun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita yakin terbasuh semuanya.
Menurut kaidah ahli fiqh, “Sesuatu yang hanya dengan dia dapat
disempurnakan yang wajib, maka hukumnya juga wajib.”
c. Membasuh kedua tangan sampai ke siku. Maksudnya, siku juga wajib dibasuh.
Keterangannya pun adalah ayat tersebut di atas. (Al-Maidah: 6)
d. Menyapu sebagian kepala, walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak
kurang dari selebar ubun – ubun, baik yang disapu itu kulit kepala ataupun
rambut. Alasannya juga ayat tersebut.
e. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki. Maksudnya, dua mata
kaki wajib juga di basuh. Keterangannya juga ayat tersebut diatas.
f. Menerbitkan rukun – rukun di atas. Selain dari niat dan membasuh muka,
keduanya wajib dilakukan bersama – sama dan didahulukan dari yang lain.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Mulailah pekerjaanmu dengan apa yang dimulai oleh Allah Swt.”
(RIWAYAT NASAI)\
3. Beberapa sunat wudhu
a. Membaca “bismillah” pada permulaan wudhu
Sabda Rasulullah Saw.:
“Berwudhulah kamu dengan menyebut nama Allah.” (RIWAYAT ABU
DAWUD)
Pada permulaan setiap pekerjaan yang penting, baik ibadah ataupun lainnya,
disunatkan membaca “ bismillah”
Sabda Rasulullah Saw.:
“Tiap – tiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan bismillah, maka
pekerjaan itu terputus (kurang berkah).” (RIWAYAT ABU DAWUD)
b. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum berkumur
– kumur. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw.sendiri diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim.
c. Berkumur – kumur , keterangannya juga perbuatan Rasulullah sendiri yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
d. Memasukan air ke hidung , juga beralasan pada amal Rasulullah Saw. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
e. Menyapu seluruh kepala, beralasan pula pada amal Rasulullah Saw. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
“Dari Abdullah bin Zaid. Sesungguhnya Rasulullah Saw.telah mengusap
kepalanya dengan kedua belah tangannya yang dibolak – balikannya, dimulai
dari atas kepala, kemudian disapukannya ke kuduknya, kemudian
dikembalikannya ke tempat semula” (RIWAYAT JAMAAH)
“Dari Al-Miqdam. Ia berkata, “Rasulullah Saw. telah diberi air untuk
berwudhu, lantas beliau berwudhu, maka dibasuhnya kedua tapak tangannya
tiga kali dan mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua hastanya tiga
kali, lalu berkumur dan dimasukkannya air ke bidung tiga kali, kemudian
disapunya kepala dan kedua telinga bagian luar dan dalam.” (RIWAYAT
ABU DAWUD DAN AHMAD)
f. Menyapu kedua telinga luar dan dalam. Keterangannya amal Rasulullah Saw.
yang diriwayatkan oleh Tirmizi.
g. Menyilang – nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca dan menyilang
nyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai dari kelingking
kanan, disudahi pada kelingking kaki kiri. Sunat menyilangi jari, kalau air
dapat sampai di antara jari dengan tidak disilangi, maka menyilangi jari ketika
itu menjadi wajib, bukan sunat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila engkau berwudhu, hendaklah engkau silangi jari kedua tanganmu
dan jari kedua kakimu.” (RIWAYAT TIRMIZI DAN DIKATAKAN HADIS
HASAN)
h. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri. Rasulullah Saw. suka memulai
dengan anggota yang kanan dari pada anggota yang kiri dalam beberapa
pekerjaan beliau. Nawawi berkata, “Tiap pekerjaan yang mulia dimulai dari
kanan. Sebaliknya pekerjaan yang hina, seperti masuk kakus, hendak lah
dimulai dari kiri.”
Dari Aisyah r.a. Ia berkata, “Rasulullah Saw. suka mendahulukan anggota
kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala halnya.”
(RWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)
i. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga kali, tangan
tiga kali, dan seterusnya, keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. kecuali
apabila waktu salat hampir habis, apabila dikerjakan tiga kali, tetapi wajib satu
kali saja. Demikian pula apabila air yang ada tidak mencukupi, maka wajib
satu kali saja, dan haram tiga kali.
j. Berturut – turut antara anggota. Yang dimaksudkan dengan berturut – turut di
sini ialah “ sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh”,
dan sebelum kering anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan
seterusnya.
k. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena
berhalangan, misalnya sakit.
l. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya sangat dingin.
m. Menggosok anggota wudhu agar menjadi lebih bersih.
n. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badan.
o. Jangan bercakap – cakap sewaktu berwudhu, kecuali apabila ada hajat.
p. Bersiwak dengan benda yang kesat, selain bagi orang yang berpuasa sesudah
tergelincir matahari.
q. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudhu.
r. Berdoa sesudah selesai wudhu
s. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudhu.

4. Hal yang membatalkan wudhu


Hal – hal yang membatalkan wudhu adalah sebagai berikut:
a. Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya, baik berupa zat
ataupun angina, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah, baik yang keluar
itu najis ataupun suci.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Allah tidak menerima salat seseorang apabila ia berhadas (keluar sesuatu
dari salah satu kedua lubang) sebelum ia berwudhu.” (SEPAKAT AHLI
HADIS)
Menurut tafsiran Abu Hurairah, “ahdasa” itu artinya keluar angin. Tetapi
menurut Syaukani artinya segala yang keluar dari kedua lubang.
b. Hilang akal. Hilang akal karena mabuk atau gila. Demikian pula karena tidur
dengan tempat keluar angin yang tidak tertutup. Sedangkan tidur dengan
tempat keluar angin yang tertutup, seperti orang tidur dengan duduk yang
tetap, tidaklah batal wudhunya
Sabda Rasulullah Saw.:
“Kedua mata itu tali yang mengikat pintu dubur. Apabila kedua mata tidur,
terbukalah ikatan pintu itu. Maka barang siapa yang tidur, hendaklah ia
berwudhu.”(RIWAYAT ABU DAWUD)
Adapun tidur dengan duduk yang tetap keadaan bandannya, tidak
membatalkan wudhu karena tiada timbul sangkaan bahwa ada sesuatu yang
keluar darinya. Ada pula hadis riwayat Muslim, bahwa sahabat – sahabat
Rasulullah Saw. pernah tertidur, kemudian mereka salat tanpa wudhu lagi.
c. Bersentuhan kulit laki – laki dengan kulit perempuan. Dengan bersentuhan itu
batal wudhu yang menyentuh dan yang disentuh, dengan syarat bahwa
keduanya sudah sampai bahwa keduanya sudah sampai umur atau dewasa, dan
antara keduanya bukan “mahram”, baik mahram turunan pertalian persusuan,
atauapun mahram perkawinan.
d. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik kemaluan
sendiri ataupun kemaluan orang lain, baik kemaluan orang dewasa ataupun
kemaluan anak – anak. Menyentuh ini hanya membatalkan wudhu yang
menyentuh saja.

Sabda Rasulullah Saw.:


Dari Ummi Habibah. Ia berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda, Barang siapa menyentuh kemaluanny, hendaklah
berwudhu.”(RIWAYAT IBNU MAJAH DAN DISAHKAN OLEH AHMAD)
Dalam hadis tersebut jelaslah bahwa wudhu batal karena menyentuh kemaluan
sendiri, apalagi menyentuh kemaluan orang lain, sebab keadannya lebih keji
dan melanggak kesopanan
Ulama yang lain ada yang berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidak
membatalkan wudhu. Mereka mengambil alasan dengan hadis Talaq bin Ali.
Sabda Rasulullah Saw.:
Seorang laki – laki menyentuh kemaluannya, (lalu ditanyakan) apakah ia
wajib berwudhu? Jawab Rasulullah Saw. "Zakar itu hanya sepotong daging
dari tubuh mu.” (RIWAYAT ABU DAWUD, TIRMIZI, NASAI, DAN LAIN
– LAINNYA)

F. Mandi Wajib dan Cara Mandi Wajib


Yang dimaksud dengan “mandi” di sini ialah menaglirkan mengalirkan air ke seluruh
badan dengan niat.
Firman Allah Swt.:
“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (AL – MAIDAH: 6)
1. Sebab – sebab mandi wajib
Sebab –sebab wajib mandi ada enam, tiga di antaranya biasa terjadi pada laki – laki
dan perempuan, dan tiga lagi khusus pada perempuan saja.
a. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak
b. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan
sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.
Sabda Rasulullah Saw.:
Dari Ummi Salamah. Sesungguhnya Ummi Sulaim telah bertanya kepada
Rasulullah Saw, “Ya wajib atasnya mandi, apabila ia melihat air (artinya
keluar mani).” (SEPAKAT AHLI HADIS)
c. Mati. Orang islam yang mati, fardu kifayah atas muslimin yang hidup
memandikannya, kecuali orang yang mati syahid.

Sabda Rasulullah Saw.:


Beliau berkata tentang orang yang mati dalam peperangan Uhud, “Jangan
kamu mandikan mereka.” (RIYAWAT AHMAD
d. Haid. Apabila seorang perempuan telah berhenti dari haid, ia wajib mandi
agar ia dapat salat dan dapat bercampur dengan suaminya. Dengan mandi itu
badannya pun menjadi segar dan sehat kembali.
e. Nifas. Yang dinamakan nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan
perempuan sesudah melahirkan anak. Darah itu merupakan darah haid yang
berkumpul, tidak keluar sewaktu perempuan itu mengandung.
f. Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak, seperti
keguguran.
2. Fardu (rukun) mandi
a. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat menghilangkan hadas junubnya,
perempuan yang baru habis haid atau nifas hendaklah berniat menghilangkan
hadas kotorannya.
b. Mengalirkan air ke seluruh tubuh.
3. Sunat – sunat mandi
a. Membaca “bismillah” pada permulaan mandi.
b. Berwudhu sebelum mandi.
c. Menggosok – gosok seluruh badan dengan tangan.
d. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri
e. Berturut – turut.
G. Fungsi dan Manfaat Thaharah dalam Kehidupan
1. Fungsi thaharah
Dalam kehidupan sehari – sehari, tharah memiliki fungsi yaitu :
a. Membiasakan hidup bersih dan sehat
b. Membiasakan hidup yang selektif
c. Sebagai saran untuk berkomunikasi dengan Allah Swt
2. Manfaat Thaharah dalam kehidupan
a. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.
b. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak
dilihat orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan.
c. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari
– harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
d. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat
tidak mudah terjangkit penyakit
Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupum lingkungannya,
maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin

SHALAT

A. PENGERTIAN SHALAT
Shalat menurut bahasa adalah do’a atau berdo’a untuk kebaikan, seperti dalam firman
Allah swt.: dan mendo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu menjadi
ketentraman jiwa bagi mereka. (QS.9:103) Menurut pengertian syara’ adalah ucapan-
ucapan dan tindakan-tindakan tertentu yang diawali dengan takbir dan ditutup dengan
salam. Adapun dalam versi lain; menurut istilah syarak,shalat berarti perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat dan rukunnya.

B. TUJUAN SHALAT
Sholat dalam agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh
ibadat manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali
dengan itu Adapun tujuan didirikannya shalat menurut Al-Qur’an dalam surah Al –
Ankabut : 45
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji
dan munkar.
C. SYARAT-SYARAT SHALAT
 Syarat Wajib Shalat
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal “Telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu dari anak-anak
sehingga ia dewasa (baligh), dari rang tidur sehingga ia bangun dan dari orang
gila sehingga ia sehat kembali.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
4. Ada pendengaran, artinya anak yang sejak lahir tuna rungu (tuli) tidak wajib
mengerjakan sholat
5. Suci dari haid dan nifas.
6. Sampai dakwah Islam kepadanya.
 Syarat Sah Shalat
1. Suci dari dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar.
2. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
3. Menutup aurat. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut dan aurat perempuan
adalah seluruh badannya kecuali muka dan tepak tangan.
4. Telah masuk waktu sholat, artinya tidak sah bila dikerjakan belum masuk
waktu shalat atau telah habis waktunya.
5. Menghadap kiblat.
D. CARA MENGERJAKAN SHALAT
1. Menghadap ka'bah
2. Berdiri
3. Kewajiban terhadap sutrah
4. Niat
5. Takbiratul ihrom
6. Mengangkat kedua tangan
7. Bersedekap
8. Memandang tempat sujud
9. Membaca do’a istiftah
10. Membaca ta’awwudz
11. Membaca al fatihah
12. Membaca amin
13. Membaca surat setelah al fatihah
14. Ruku’
15. I’tidal dari ruku’
16. Sujud
17. Bangun dari sujud pertama
18. Duduk antara dua sujud
19. Menuju raka’at berikutnya
20. Duduk tasyahud awal dan tasyahud akhir
21. Salam
E. RUKUN SHALAT
Rukun bisa juga disebut fardhu. Perbedaan antara syarat dan rukun adalah bahwa
syarat adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah sebelum
perbuatan amal ibadah itu dikerjakan, sedangkan pengertian rukun atau fardhu adalah
sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan/amal ibadah dalam waktu pelaksanaan
suatu pekerjaan/amal ibadah tersebut.
Rukun Shalat ada 13 yaitu :
1. Niat, yaitu menyengaja untuk mengerjakan sholat karena Allah SWT.
2. Berdiri bagi yang mampu. Bagi orang yang tidak mampu maka ia boleh
mengerjakan shalat dengan duduk, berbaring atau dengan isyarat.
3. Takbiratul Ihram.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Ruku’ dan thuma’ninah.
6. I’tidal dengan thuma’ninah.
7. Sujud dua kali dengan thuma’ninah
8. Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah
9. Duduk yang terakhir.
10. Membaca tasyahud pada waktu duduk akhir.
11. Membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir setelah
membaca tasyahud.
12. Mengucapkan salam
13. Tertib, maksudnya ialah melaksanakan ibadah sholat harus berututan dari rukun
yang pertama sampai yang terakhir.
F. SUNNAH-SUNNAH SHALAT
Sunnah-sunnah shalat terbagi dua, yaitu sunnah ab’adh dan sunnah hai-at.
1. Sunnah ab’adh, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan maka
harus diganti dengan sujud sahwi. Sunnah ab’adh ada 6 macam :
o Duduk tasyahud awal
o Membaca tasyahud awal
o Membaca do’a qunut pada waktu shalat shubuh dan pada akhir sholat witir
setelah pertengahan ramadhan.
o Berdiri ketika membaca do’a qunut.
o Membaca sholawat kepada Nabi pada tasyahud awal.
o Membaca shalawat kepada keluarga Nabi pada tasyahud akhir.
2. Sunnah hai-at, yaitu amalan sunnah yang apabila tertinggal/tidak dikerjakan
tidak disunnahkan diganti dengan sujud sahwi. Yang termasuk sunnah hai-at
adalah sebagai berikut :
o Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai sejajar tinggi ujung
jari dengan telinga atau telapak tangan sejajar dengan bahu. Kedua telapak
tangan terbuka/terkembang dan dihadapkan ke kiblat.
o Meletakkan kedua tangan di antara dada dan pusar, telapak tangan kanan
memegang pergelangan tangan kiri.
o Mengarahkan kedua mata ke arah tempat sujud.
o Membaca do’a iftitah
o Diam sebentar sebelum membaca surat Al-Fatihah.
o Membaca ta’awuz sebelum membaca surat Al-Fatihah.
“Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan
kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl : 98).
o Mengeraskan bacaan surat Al-Fatihah dan surat pada sholat maghrib, isya dan
shubuh.
o Diam sebentar sebelum membaca “aamiiin” setelah membaca Al-Fatihah.
o Membaca “aamiiin” setelah selesai membaca Al-Fatihah.
o Membaca surat atau beberapa ayat setelah membaca Al-Fatihah bagi imam
maupun bagi yang sholat munfarid pada rakaat pertama dan kedua, baik shalat
fardhu maupun sholat sunnah.
o Membaca takbir intiqal (penghubung antara rukun yang satu dengan yang lain)
o Mengangkat tangan ketika akan ruku, bangun dari ruku’.
o Meletakkan kedua telapak tangan dengan jari-kari terkembang di atas lutut
ketika ruku’.
o Membaca tasbih ketika ruku’, yaitu “subhaana robbiyal ‘azhiimi”, sebagian
ulama ada yang menambahkan dengan lafazh “wabihamdih”.
o Duduk iftirasyi (bersimpuh) pada semua duduk dalam sholat kecuali pada
duduk tasyahud akhir. Cara duduk iftirasyi adalah duduk di atas telapak kaki
kiri, dan jari-jari kaki kanan dipanjatkan ke lantai.
o Membaca do’a ketka duduk di antara dua sujud.
o Meletakkan kedua telapak tangan di atas paha ketika duduk iftirasyi maupun
tawarruk.
o Meregangkan jari-jari tangan kiri dan mengepalkan tangan kanan kecuali jari
telunjuk pada duduk iftirasyi tasyahud awal dan duduk tawarruk.
o Duduk istirahat sebentar sesudah sujud kedua sebelum berdiri pada rakaat
pertama dan ketiga.
o Membaca doa pada tasyahud akhir yaitu setelah membaca tasyahud dan
sholawat.
o Mengucapkan salam yang kedua dan menengok ke kanan pada salam yang
pertama dan menengok ke kiri pada salam yang kedua.

G. HAL-HAL YANG MAKRUH DALAM SHALAT


1. Memejamkan kedua mata
2. Menoleh tanpa keperluan
3. Meletakan tangan dilantai ketika sujud
4. Banyak melakukan kegiatan yang sia-sia.
H. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT
1. Meninggalkan salah satu rukun sholat atau memutuskan rukun sebelum sempurna
dilakukan.
2. Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.
3. Berbicara dengan sengaja “Pernah kami berbicara pada waktu sholat, masing-
masing dari kami berbicara dengan temannya yang ada di sampingnya, sehingga
turun ayat : Dan berdirilah untuk Allah (dalam sholatmu) dengan khusyu’.” (HR.
Jama’ah Ahli Hadits kecuali Ibnu Majah dari Zain bin Arqam).
4. Banyak bergerak dengan sengaja.
5. Maka atau minum.
6. Menambah rukun fi’li, seperti sujud tiga kali.
7. Tertawa. Adapun batuk, bersin tidaklah membatalkan sholat.
8. Mendahului imam sebanyak 2 rukun, khusus bagi makmum.
I. MACAM-MACAM SHALAT
َّ ‫ضةُ ال‬
1. Sholat Fardhu (ُ ‫ص َالة‬ َ ‫)ال َم ْف ُر ْو‬
ُ ‫ )ال‬: waktunya dari tergelincirnya matahari kearah barat sampai
a. Dzuhur (‫ظ ْه ُر‬
panjang bayangan dua kali lipat dari panjang benda aslinya
b. 'Ashar (‫ص ُر‬
ْ َ‫ )الع‬: waktunya dari panjang bayangan dua kali lipat dari panjang
benda aslinya sampai tenggelamnya matahari.
c. Magrib ( ُ‫ )ال َم ْغ ِرب‬: waktunya dari tenggelamnya matahari sampai hilangnya
mendung merah dilangit.
d. 'Isya' (‫ )ال ِعشَا ُء‬: waktunya dari hilangnya mendung merah dilangit sampai
munculnya fajar shodiq.
e. Fajar (‫ )الفَجْ ُر‬atau Shubuh (‫ص ْب ُح‬
ُّ ‫ )ال‬: waktunya dari menculnya fajar shodiq
sampai terbitnya matahari.

Shalat-shalat lain yang disyari'atkan dalam bagian ini, antara lain ialah:
a. Shalat Malam/ Tahajjud/ Tarawih dibulan Ramadhan dan witir:
'Aisyah rodhiallohu anha berkata: "Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam
sholat antara selesai sholat 'Isya hingga fajar 11 rokaat dengan salam setiap
dua rokaat dan witir 1 roka'at". (HR. Muslim: 736)
b. Shalat Dhuha 2 rakaat sampai dengan 12 rokaat.
c. Shalat Tahiyyatul Masjid.
d. Shalat Taubat.
e. Shalat Tasbih (4 rokaat).

SHALAT JAMA’ DAN SHALAT QASHAR

A. Shalat jama’
1. Pengertian shalat jama’
Shalat jama’ adalah shalat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua shalat
fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan shalat Dzuhur dan
Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Atau menggabungkan shalat
magrib dan Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu Isya. Sedangkan shalat
Subuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan shalat lain.
Hukum mengerjakan shalat jama’ adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi
persyaratan.
Rasulullah saw bersabda:

Artinya: dari Anas, ia berkata: rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari


tergelincir, maka ia mengakhirkan salah dzuhur sampai waktu ashar , kemudian ia
berhenti lalu menjama’ antara dua shalat tersebut, tetapi apabila matahari telah
tergelincir (sudah masuk waktu dzuhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan
salat dzuhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat). (H.R. Bukhari
Muslim)

Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pernah menjamak shalat karena
ada suatu sebab yaitu bepergian. Hal ini menunjukkan bahwa menggabungkan dua shalat
diperbolehkan dalam Islam namun harus ada sebab tertentu.

Shalat jamak boleh dilaksanakan karna beberapa alasan (halangan) berikut:

1. Dalam perjalanan jauh minimal 81 km (menurut kesepakatan sebagian besar imam


madhab)
2. Perjalanan itu tidak bertujuan untuk maksiat.
3. Dalam keadaan sangat ketakukan atau khawatir misalnya perang, sakit, hujan lebat,
angin topan dan bencana alam.

Shalat fardu dalam sehari semalam yang boleh dijamak adalah pasangan salat dzuhur
dengan ashar dan shalat magrib dengan isya. Sedangkan shalat subuh tidak boleh dijama’.
Demikian pula orang tidak boleh menjama’ shalat ashar dengan magrib.

Shalat jama’ dapat dilaksanakan dengan dua cara:

a) Jama’ Takdim (jama’ yang didahulukan), yakni menjama’ dua shalat yang
dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjama’ shalat dzuhur dengan
ashar, dikerjakan pada waktu dzuhur ( 4 rakaat shalat dzuhur dan 4 rakaat shalat
ashar) atau menjama’ shalat magrib dengan isya dilaksanakan pada waktu magrib (3
rakaat shalat magrib dan 4 rakaat shalat isya).
b) Jama’ Ta’khir (jama’ yang diakhirkan), yakni menjama’ dua sahlat yang dilaksanakan
pada waktu yang kedua. Misalnya menjama’ shalat dzuhur dengan asyar, dikerjakan
pada waktu asyar atau menjama’ shalat magrib dengan isya dilaksanakan pada waktu
isya.

Dalam melaksanakan shalat jama’ takdim maka harus berniat menjama’ shalat kedua pada
waktu yang pertama, mendahulukan shalat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak
diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jama’ ta’khir maka
harus berniat menjama’ dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan salat
pertama. Boleh mendahulukan shalat pertama baru melakukan shalat kedua atau
sebaliknya.

2. Praktik shalat jama’ takdim/ takhir


a) Cara melaksanakan shalat jama’
Misalnya shalat dzuhur dengan asyar : shalat dzuhur dahulu empat rakaat kemudian
shalat asyar empat rakaat, dilaksanakan pada waktu dzuhur.
Tata caranya sebagai berikut:
a. Berniat shalat dzuhur dengan jama’ takdim, bila dilafalkan yaitu:

ْ َ‫ت َج ْمعًا ت َ ْق ِد ْي ًما َم َع الع‬


‫ص ِر فَ ْرضًا هللِ تَعَالى‬ ٍ ‫ظ ْه ِر ا َ ْربَ َع َر َكعَا‬ َ ‫ص ِلِّى فَ ْر‬
ُ ‫ض ال‬ َ ُ‫ا‬
” Saya niat shalat dzuhur empat rakaat digabungkan dengan shalat asyar dengan
jama’takdim karena Allah Ta’ala”.

b. Takbiratul ihram
c. Shalat dzuhur empat rakaat seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua (ashar), jika dilafalkan sebagai berikut

ُ ‫ت َج ْمعًا تَ ْق ِد ْي ًما َم َع ال‬


‫ظ ْه ِر فَ ْرضًا هللِ تَعَالى‬ ٍ ‫ص ِر اَ ْربَ َع َر َكعَا‬ َ ‫ص ِلِّى فَ ْر‬
ْ َ‫ض الع‬ َ ُ‫ا‬

“Saya niat shalat asyar empat rakaat digabungkan dengan shalat dzuhur dengan jama’
takdim karena Allah ta’ala”.

f. Takbiratul ikhram
g. Shalat asyar empat rakaat seperti biasa
h. Salam

Catatan: Setelah salam pada shalat yang pertama harus langsung berdiri,tidak boleh
diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir, berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).

b.) Cara melaksanakan shalat jama’ takhir


Misalnya shalat magrib dengan isya: boleh shalat magrib dulu tiga rakaat kemudian
shalat isya empat rakaat, dilaksanakan pada waktu isya.
Tata caranya sebagai berikut :
a. Berniat menjama’ shalat magrib dengan jama’ ta’khir. Bila dilafalkanyaitu:

‫َاء فَ ْرضًا هللِ تَ َِ َعالَى ُِا‬


ِ ‫َأخي ًْرا َم َع ال ِعش‬ َ َ‫ب ثَال‬
ٍ ‫ث َر َك َعا‬
ِ ‫ت َج ْم ًعا ت‬ ِ ‫ض ال َم ْغ ِر‬
َ ‫ص ِلى فَ ْر‬
َ

“ Saya niat shalat magrib tiga rakaat digabungkan dengan shalat isya dengan
jama’ ta’khir karena Allah Ta’ala”
b. Takbiratul ihram
c. Shalat magrin seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (isya), jika dilafalkan sebagai berikut:
‫ب فَ ْرضًا هللِ تَ َِ َعالَى‬
ِ ‫َأخي ًْرا َم َع ال َم ْغ ِر‬ ٍ ‫اء ا َ ْر َب َع َر َك َعا‬
ِ ‫ت َج ْم ًعا ت‬ ِ ‫س‬ َ ‫صلِّى فَ ْر‬
َ ‫ض ال ِع‬ َ ُ‫ا‬

“ Saya berniat shalat isya empat rakaat digabungkan dengan shalat magrib
dengan jama’ ta’khir karena Allah Ta’ala.”

f. Takbiratul ihram
g. Shalat isya empat rakaat seperti biasa
h. Salam

Catatan: Ketentuan setelah salam pada shalat yang pertama sama seperti salat jama’
takdim. Untuk menghormati datangnya waktu shalat, hendaknya waktu shalat pertama
sudah tiba, maka orang yang akan menjama’ ta’khir, sudah berniat untuk menjama’ ta’khir
shalatnya, walaupun shalatnya dilaksanakan pada waktu yang kedua.

B. Shalat qasar
1. Pengertian shalat qasar
Shalat qasar adalah shalat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan shalat fardu
dengan cara meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat fardu yang boleh
diringkas adalah shalat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu dzuhur, asar dan isya.
Hukum melaksanakan shalat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika syaratnya
terpenuhi.

Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya: “ Dan apabila kamu
beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar shalatmu, jika kamu takut
diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata
bagimu.” Q.S.(An Nisa[4]: 101)

1. Syarat sah shalat qasar


Syarat-syarat salat qasar sama dengan syarat salat jamak hanya ditambah persyaratan
bahwa salat yang dapat diqasar adalah salat yang jumlah rakaatnya empat, tidak
makmum pada orang yang salat sempurna (biasa, tidak qasar)
2. Praktek shalat qasar
Tata caranya sebagai berikut:
a. Berniat shalat dengan cara qasar. Jika dilafalkan sebagai berikut:
ْ َ‫ظ ْه ِر َر ْك َعتَي ِْن ق‬
‫ص ًرا هللِ تَ َعالى‬ َ ‫صلِّى فَ ْر‬
ُ ‫ض ال‬ َ ُ‫ا‬

Artinya : saya berniat shalat dzuhur dua rakaat di qasar karena Allah ta’ala”.

b. Takbiratul ihram
c. Shalat dua rakaat
d. salam

C. SHALAT JAMA’ QASAR


1. Pengertian Shalat Jama’ Dan Qasar
Shalat jama’ qasar adalah menggabungkan dua shalat fardu dalam satu waktu sekaligus
meringkas (qasar). Hukum dan syaratnya sama dengan shalat jama’ dan shalat qasar.
Shalat jama’ qasar dapat dilaksanakan secara takdim maupun ta’khir. Umat Islam dapat
melakukan shalat fardu secara jama’, qasar maupun jama’ qasar asalkan memenuhi syarat
sahnya. Hal ini merupakan rukhsah (keringanan )yang diberikan Allah agar manusia tidak
meninggalkan shalat fardu walau dalam keadaan apapun. Allah tidak menghendaki
kesukaran pada hambaNya.
2. Praktek shalat jama’ qasar
Shalat Jama’ Qasar menggunakan Jama’ Takdim: misalnya shalat dzuhur dengan asyar.
Tata caranya sebagai berikut:
a. Berniat menjama’ qasar menggunakan jama’ takdim. Jika dilafalkan sebagai
berikut:

‫ص ُر َج ْم َع ت َ ْق ِد ْي ًما للِ ت َ ََعالَى‬


ْ ‫ص ًرا َمجْ ُم ْوعًا اِلَ ْي ِه ال ََع‬ ُ ‫َض ال‬
ْ َ‫ُظ ُْه ِر َْر ْك ََعتَي ِْن ق‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫صلى فَ ْر‬

“ Saya berniat shalat dzuhur dua rakaat digabungkan dengan shalat asyar
dengan jama’ takdim, diqasar karena Allah Ta’ala”

b. Takbiratul ihram
c. Shalat dzuhur dua rakaat (di ringkas)
d. Salam
e. Berdiri dan niat shalat asyar, jika di lafalkan sebgai berikut:

ُ ‫ص ًرا َمجْ ُم ْوعًا اِل َِِى ال‬


‫ُظ ُْه ِر َج ْم َع تَ ْق ِد ْي ًما للِ ت ََعَالَى‬ ْ َ‫ص ِر َْر ْكَعَتَي ِْن ق‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫صلى فَ ْر‬
ْ َ‫َض الَع‬
“Artinya: saya berniat shalat asyar dua rakaat digabungkan dengan shalat
dzuhur dengan jama’ takdim, di qasar karena Allah Ta’ala”.
f. Takbiratul ihram
g. Salat asyar dua rakaat (diringkas)
h. Salam

Shalat jama’ qasar menggunakan jama’ takhir : misalnya shalat magrib dengan isya. Tata
caranya sebagai berikut:
a. Berniat menjama’ qasar shalat magrib dengan jama’ takhir. Jika dilafalkan sebagai
berikut:

‫َاء َج ْم َع تَا ْ ِخي ًْرا للِ تََعَالَى‬


ِ ‫ت َمجْ ُم ْوعًا اِلَى ال َِعش‬ َ َ‫َض المغرب ثَال‬
ٍ ‫ث َْر َكَعَا‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫صلى فَ ْر‬

“ Saya berniat shalat magrib tiga rakaat digabungkan dengan shalat isya
dengan jama’ takhir, karena Allah Ta’ala”.

b. Takbiratul ihram
c. Shalat magrib tiga rakaat seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri dan niat shalat isya, jika dilafalkan sebagai berikut

‫ص ًرا َمجْ ُم ْوعًا اِلَ ْي ِه ال َم ْغ ِربُ َج ْم َع تَا ْ ِخي ًْرا للِ تََعَالَى‬
ْ َ‫َاء َْر ْكَعَتَي ِْن ق‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫صلى فَ ْر‬
ِ ‫َض ال َِعش‬

“ Saya berniat salat isya’ dua rakaat digabungkan dengan salat magrib dengan
jamak ta’khir, diqasar karena Allah Ta’ala”.

f. Takbiratul ihram
g. Shalat isya dua rakaat (diringkas)
h. Salam.

SHALAT QADHA
Qadha secara bahasa adalah memutuskan dan memisahkan.Sedangkan menurut istilah fiqh
adalah mengerjakan shalat diluar waktu yang telah disyari’atkan.Maka shalat qadha’
diartikan dengan melaksanakan shalat di luar waktu yang ditentukan sebagai pengganti shalat
yang ditinggalkan karena unsur kesengajaan, lupa, memungkinkan atau tidak memunginkan
dalam pelaksanaan shalat tersebut.

Kemudian untuk niat shalat qadha’ (pengganti shalat fardhu) yang tidak terlaksanakan, baik
karena lalai, lupa, ketiduran dll., cukup mengganti kata adaa-an (‫ )ﺀادا‬menjadi qodhoo-an
(‫ )ﺀاضق‬sebagaimana contoh mengqadha' shalat Zhuhur di bawah ini. Sedangkan rukun-rukun
yang lainnya tidak ada yang berbeda dengan shalat adaa-an.

J. FUNGSI SHALAT DALAM KEHIDUPAN


Fungsi shalat dalam kehidupan, antara lain:
1. Selalu mengingatkan diri kita kepada Allah SWT.
2. Menenangkan dan menentramkan hati karena kita dapat mengadukan segala
problematika hidup kepada Allah SWT.
3. Menjauhkan diri kita dari perbuatan keji dan mungkar karena akan merasa malu
kepada Allah SWT.
4. Melatih kedisiplinan karena kita akan selalu memerhatikan dan menjaga waktu
dengan sebaik-baiknya.

K. HIKMAHNYA SHALAT DILIHAT DARI SEGI KEIMANAN SESEORANG DAN


KESEHATANNYA
Hikmah shalat dilihat dari segi keimanan adalah sebagai berikut:
1. Shalat merupakan rukun Islam yang kedua dan merupakan rukun Islam yang
terpenting setelah dua kalimat syahadat.
2. Shalat merupakan media penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya.
3. Shalat adalah penolong dalam segala urusan.
4. Shalat adalah pencegah dari perbuatan maksiat dan kemungkaran.
5. Shalat adalah cahaya bagi orang-orang yang beriman yang memancar dari dalam
hatinya dan menyinari ketika di padang Mahsyar pada hari kiamat.
6. Shalat adalah kebahagiaan jiwa orang-orang yang beriman serta penyejuk hatinya.
7. Shalat adalah penghapus dosa-dosa dan pelebur segala kesalahan.
8. Shalat merupakan tiang agama, barang siapa yang menegakkannya maka ia telah
menegakkan agama.
9. Shalat merupakan pembeda antara orang yang beriman dengan orang yang kafir
dan musyrik.
10. Shalat merupakan sebaik-baik amalan.
11. Shalat adalah perkara pertama yang akan dihisab (diperhitungkan) pada setiap
hamba.
Adapun hikmah shalat dalam kesehatan yang ditinjau dari segi ilmu kesehatan tentang
fakta-fakta dan manfaat dibalik gerakan gerakan shalat,seprti:
1. Takbiratul ihram, gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe), dan
melatih otot lengan.
2. Berdiri bersedekap, gerakan ini menghindarkan gangguan persendian pada tulang-
tulang anggota gerak atas.
3. Rukuk, apabila dilakukan dengan sempurna, yaitu tubuh ditekuk membentuk
sudut 90 derajat, postur ini akan menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang
belakang sebagai penyangga tubuh dan pusat saraf.
4. I’tidal, variasi gerakan berdiri dan bungkuk pada rangkaian gerakan rukuk-i’tidal-
sujud merupakan latihan bagi organ pencernaan yang baik.
5. Sujud, posisi jantung yang lebih tinggi dari otak menyebabkan darah kaya oksigen
mengalir lancar menuju otak.
6. Duduk Iftirasy (duduk di antara 2 sujud/duduk thiyat awal), saat duduk iftirasy,
kita bertumpu pada pangkal paha yang dilewati saraf skiatik (nervus ischiadicus),
hal ini dapat memelihara fungsi saraf skiatik.
7. Duduk Tawarruk (duduk tahiyat akhir), duduk tawarruk yang sempurna sangat
baik bagi pria karena dapat membantu mencegah impotensi dan mencegah
gangguan pada ureter, kandung kemih (vesica urinaria), vas deferens, dan uretra.
8. Salam, gerakan menoleh kiri dan kanan secara maksimal dapat merelaksasikan
otot leher dan sekitar kepala, hal ini dapat melancarkan peredaran darah di kepala.

Dari uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa dengan menunaikan shalat
secara istiqomah dapat menjaga kesehatan lahir maupun bathin hamba-Nya yang
beriman. Sehingga akan meningkatkan kualitas hidup kita sebagai hamba-Nya.

1. Syarat Sah dan Wajib Puasa

1. syarat sah
1. Niat Wajib menentukan niat puasa (Ramadhan) di malam hari sebelum terbit fajar.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar dari Hafshah bahwa Nabi bersabda :
“Barangsiapa tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (
HR. Tirmidzi Juz 3 : 73 ).
2. Suci dari haidh dan nifas Seorang wanita yang mengalami haidh dan nifas tidak
diperbolehkan untuk melakukan puasa. Diantara dalilnya adalah hadits dari Abu Sa‟id
Al-Khudri, bahwa Nabi bersabda : “Bukankan jika ia sedang haidh ia tidak
melakukan shalat dan puasa?” Kami menjawab, “Ya” Maka Nabi saw bersabda,
“Itulah kekurangan agamanya.”( HR. Bukhari Juz 1 : 298.)

3. syarat wajib puasa

1. Islam
Orang yang tidak islam tidak wajib puasa. Ketika di dunia, orang kafir tidak
dituntut melakukan puasa keran puasanya tidak sah. ( Al Iqna; 1: 204 dan
404).
2. Baligh
Puasa tidak diwajibkan bagi anak kecil. Sedangkan bagi anak yang sudh
tamyiz, masih sah puasanya. Selain itu dibawah tamyiz tidak sah puasanya.
Diperintahkan puasa bagi anak usia tujuh tahun ketika sudah mampu. Ketika
usia sepuluh tahun tidak mampu puasa, maka ia dipukul.” ( Al Iqna; 1:404 )
3. Berakal
Orang yang gila dan tidak sadarkan diri karena mabuk, maka tidak wajib
puasa. Jika seseorang hilang keasadaran ketika puasa, maka puasanya tidka
sah.
4. Mampu untuk berpuasa
Kemampuan yang dimaksud di sini adalah kemampuan syar’i dan fisik.

5. Puasa Sunnah

1. Puasa Enam Hari Bulan Syawal

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

َ ‫ قَا َل ۡابنُ أَي‬.َ‫ َج ِميَعًا َع ۡن إِ ۡس َما ِعيل‬.‫ي ۡبنُ ُِح ۡج ٍر‬


‫ َِحدَّثَنَا‬:‫ُّوب‬ َ ُ‫ُّوب َوقُت َۡيبَةُ ۡبن‬
ُّ ‫س َِعي ٍد َو َع ِل‬ َ ‫) – َِحدَّثَنَا يَ ۡحيَ ٰى ۡبنُ أَي‬١١٦٤( – ٢٠٤
ِ ‫اْري‬ ِ ‫ص‬ َ ۡ
َ ‫ُّوب اَأل ۡن‬ َ َ
َ ‫ع ۡن أ ِبي أي‬ ۡ
َ ،ِ ‫ث الخ َۡز َْر ِجي‬
ِ ‫اْر‬ ۡ ِ ‫ع َم َر ۡب ِن ث َا ِب‬
ِ ‫ت ۡب ِن ال َح‬ َ ُ‫ أ َ ۡخبَ َرنِي َسَعۡ دُ ۡبن‬:‫ِإ ۡس َما ِعي ُل ۡبنُ َجَعۡ ْفَ ٍر‬
ُ ‫ َع ۡن‬،‫س َِعي ِد ۡب ِن قَ ۡي ٍس‬
.)‫ كَانَ كَص َيام الد َّۡهر‬،‫ ( َم ۡن صَا َم َر َمضَانَ ث َّم أ َ ۡت َب َعه ستًّا م ۡن ش ََّوال‬:َ‫سو َل هللاِ ﷺ قَال‬ ُ ‫ أ َ َّن َْر‬،ُ‫ي هللاُ َع ۡنهُ أَنَّهُ َِحدَّثَه‬
َ ‫ض‬
ِ ‫َْر‬

204. (1164). Yahya bin Ayyub, Qutaibah bin Sa'id, dan 'Ali bin Hujr telah
menceritakan kepada kami. Seluruhnya dari Isma'il. Ibnu Ayyub berkata:
Isma'il bin Ja'far menceritakan kepada kami: Sa'd bin Sa'id bin Qais
mengabarkan kepadaku, dari 'Umar bin Tsabit bin Al-Harits Al-Khazraji, dari
Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu 'anhu bahwa beliau menceritakan
kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa
enam hari di bulan Syawwal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.’’

2. Puasa Sembilan Hari Pada Awal Bulan Dzulhijjah


Disunnahkan melakukan puasa sembilan hari pada awal bulan Dzulhijjah.
Diriwayatkan dari Hafshah ia berkata; ”Nabi a berpuasa pada hari ‟Asyura,
sembilan hari (pertama) bulan Dzulhijjah, dan tiga hari pada setiap bulan.”( HR.
Ahmad, Baihaqi Juz 4 : 8176).

Diriwayatkan pula dari Ibnu ‟Abbas dari Nabi a beliau bersabda; ”Tidak ada
amalan yang dilakukan pada sepuluh hari yang lebih utama daripada yang
dilakukan pada harihari (bulan Dzulhijjah) ini.” Para sahabat bertanya, ”Tidak
pula jihad?” Beliau menjawab, ”Tidak pula jihad, kecuali seorang laki-laki yang
keluar dengan jiwa dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan membawa apapun.”

Berkata Imam An-Nawawi 5; ”Tidak dimakruhkan berpuasa pada sembilan hari


(Dzulhijjah) ini, bahkan sangat disunnahkan, terutama hari kesembilannya, yaitu
hari Arafah.”

3. Puasa Hari Arafah

Disunnahkan melakukan puasa hari Arafah yaitu pada tanggal sembilan


Dzulhijjah, bagi orang yang tidak melaksanakan haji. Karena puasa pada hari
tersebut menghapus kesalahan pada tahun lalu dan yang akan datang.
Diriwayatkan dari Abu Qatadah Al-Anshari, ia berkata; “Bahwa Rasulullah
pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab; “Ia
menghapuskan dosadosa tahun lalu dan yang akan datang.” ( HR. Bukhari Juz 1 :
926 ).

4. Puasa di bulan Al- Muharram

Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Al-
Muharram. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah a bersabda; “Seutama-
utamanya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Al-Muharram,
dan seutamautamanya shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam.”( HR.
Muslim Juz 2 : 1163).

5. Puasa Asyura’

Puasa Asyura‟ yaitu puasa pada tanggal sepuluh AlMuharram. Keutamaan puasa
Asyura‟ adalah menghapuskan dosa-dosa tahun lalu. Dari Abu Qatadah Al-
Anshari, ia berkata; “Beliau (Rasulullah ) ditanya tentang puasa hari Asyura‟, lalu
beliau menjawab, “Ia menghapus dosadosa tahun yang lalu.” (HR. Muslim Juz 2 :
1162)
6. Puasa di bulan Sya’ban

Dianjurkan memperbanyak puasa di bulan Sya‟ban untuk mengikuti Rasulullah


saw Diriwayatkan dari ‟Aisyah i, ia berkata; Dianjurkan memperbanyak puasa di
bulan Sya‟ban untuk mengikuti Rasulullah a. Diriwayatkan dari ‟Aisyah i, ia
berkata; “Rasulullah saw biasa puasa sehingga kami menyangka beliau tidak akan
berbuka, dan beliau berbuka sehingga kami menyangka beliau tidak akan puasa.
Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa sebulan penuh,
kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau puasa dalam
suatu bulan lebih banyak daripada di bulan Sya‟ban.” (HR. Bukhari Juz 2 : 1868)

7. Puasa Senin Kamis

Disunnahkan melakukan puasa Senin kamis, karena pada kedua hari itu amalan
manusia dihadapkan kepada Allah swt, sehingga dianjurkan untuk berpuasa pada
kedua hari tersebut. Dan puasa pada hari Senin lebih ditekankan daripada puasa
pada hari kamis. Diriwayatkan dari Abu Qatadah Al-Anshari , ia berkata; “Beliau
(Rasulullah saw) ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab, “Ia adalah
hari kelahiranku, hari aku diutus, dan hari diturunkan Al-Qur‟an padaku.”

Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah ia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw


bersabda;
“Amal-amal dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku
ingin amalku dihadapkan sementara aku berpuasa.”( HR. Tirmidzi Juz 3 : 747)

8. Puasa Ayyamul Bidh

Puasa tiga hari pada setiap bulan seperti puasa satu tahun. Disunnahkan
melakukan puasa pada hari-hari putih saat rembulan bersinar (ayyamul bidh),
yaitu tanggal; tiga belas, empat belas dan lima belas pada setiap bulan hijriyyah.
Dari Abu Hurairah , ia berkata;
“Kekasihku Rasulullah saw, telah berwasiat tiga hal kepadaku, yaitu; agar selalu
berpuasa tiga hari pada setiap bulan, selalu mengerjakan dua rakaat Dhuha, dan
selalu mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”

Dan diriwayatkan pula dari Abu Dzar ia berkata, Rasulullah saw bersabda;
“Wahai Abu Dzar, jika engkau berpuasa tiga hari dalam sebulan, maka
berpuasalah pada tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas.” (Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh AlAlbani 5 dalam Irwa‟ul Ghalil : 949)

9. Puasa Dawud

Puasa sunnah yang paling dicintai oleh Allah swt adalah puasa Dawud, yaitu
dengan berpuasa sehari dan berbuka sehari. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru
bin Ash ia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda; “Sesungguhnya puasa yang
paling dicintai oleh Allah adalah puasa Dawud, dan shalat yang paling dicintai
oleh Allah adalah shalat Dawud . Ia tidur setengah malam, shalat sepertiganya,
dan tidur (kembali) seperenamnya. Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari.”
(HR. Muslim Juz 2 : 1159.)

10. Hal-hal Yang Membatalkan Puasa

1. Hal-hal yang membatalkan puasa dan diwajibkan mangqadha’, yaitu:


1. Makan dan minum dengan sengaja
Makan dan minum dengan sengaja membatalkan puasa. Tetapi jika seorang
makan dan minum karena yakin masih malam dan ternyata sudah siang, atau
ia makan dan minum karena yakin matahari telah terbenam dan ternyata
belum, maka puasanya sah dan tidak wajib menqadha‟. Ini adalah pendapat
yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Muhammad bin
Ibrahim At-Tuwaijiri.
2. Muntah dengan sengaja
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda; “Barangsiapa
terdesak muntah (tanpa sengaja), maka tidak ada qadha‟ (puasa) baginya, dan
barangsiapa yang sengaja muntah, maka hendaklah ia mengqadha‟
(puasanya).”
3. Haidh dan nifas
Meskipun haidh dan nifas terjadi pada detik-detik terakhir menjelang matahari
terbenam, maka puasanya batal dan wajib diqadha‟ di hari yang lain. Ini
adalah kesepakatan para ulama.
4. Sengaja mengeluarkan mani
Hal ini berdasarkan firman Allah swt di dalam sebuah hadits qudsi tentang
kondisi orang yang berpuasa; “Ia meninggalkan syahwat dan makannya
karena Aku.”
5. Niat kuat untuk berbuka
Jika seorang yang berpuasa lalu berniat membatalkan puasanya dan bertekad
untuk berbuka, maka puasanya batal, walaupun ia tidak makan dan tidak
minum. Inilah adalah pendapat jumhur ulama. berdasarkan keumuman hadits
‟Umar bin Khaththab , Rasulullah saw bersabda; “Sesungguhnya setiap
perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.”
6. Murtad
Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama‟ dalam masalah ini. Hal ini
berdasarkan firman Allah swt: “Jika engkau mempersekutukan (Allah),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orangorang
yang merugi”

7. Hal-hal yang membatalkan puasa dan diwajibkan mengqadha sekaligus kaffarah


1. Jima’
Jika seorang suami sengaja jima’ dengan isterinya bukan karena keterpaksaan
maka batallah puasa kedua orang terebut, dan keduanya wajib mengqadhanya,
dan kaffarah diwajibkan kepada suami dan isteri. Dan ini adalah pendapat
Jumhur ulama‟. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: “Ada seorang
laki-laki menghadap Rasulullah saw, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku
telah celaka.” Beliau bertanya, “Apa yang mencelakakanmu?” Ia menjawab,
“Aku telah mencampuri isteriku pada saat bulan Ramadhan.” Beliau bertanya,
“Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan budak?” Ia
menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah engkau mampu puasa dua
bulan berturut-turut?” Ia menjawab, “Tidak.” Lalu ia duduk, kemudian Nabi a
memberinya sekeranjang kurma seraya bersabda, “Bersedekahlah dengan ini.”
Ia berkata, “Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada kami? Padahal
antara dua batu hitam di Madinah tidak ada sebuah keluarga pun yang lebih
memerlukannya daripada kami.” Maka tertawalah Nabi saw sampai terlihat
gigi taringnya, kemudian bersabda, “Pergilah dan berilah makan keluargamu
dengan kurma itu.”

Kaffarah berbuka karena jima’ di siang hari bulan Ramadhan adalah :


a. Memerdekakan hamba sahaya.
b. Jika tidak mampu, maka berpuasa dua bulan berturut turut.
c. Jika tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin, masing-
masing orang miskin dengan setengah sha’ makanan.
2. Orang yang menunda qadha’ puasa tanpa alasan yang syar’i hingga datang ramadhan
berikutnya.
Seorang yang menunda qadha‟ puasa Ramadhan tanpa alasan yang syar‟i,
hingga datang Ramadhan berikutnya, maka hendaklah ia mengqadha’,
bertubat, serta memberi makan seorang miskin setiap hari yang ia berbuka di
dalamnya. Ini adalah pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.

Catatan :
1. Apabila seorang wanita haidh suci sebelum terbit fajar, dan berniat untuk
berpuasa, maka puasanya sah, walaupun ia mengakhirkan mandi wajib sampai
terbit fajar. Ini adalah pendapat Jumhur ulama’.
2. Seorang yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa, maka yang
mengqadha‟nya adalah walinya. Wali yang dimaksud adalah ahli warisnya.
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah bahwa Nabi saw bersabda;
“Barangsiapa meninggal dan ia mempunyai tanggungan puasa, maka
hendaklah walinya puasa untuknya.”

3. Hari Yang Dilarang Berpuasa

1. Puasa haram
1. Hari raya idul fitri dan idul adha

Berpuasa pada dua hari tersebut hukumnya haram berdasarkan ijma para ulama‟.
Diriwayatkan dari ‟Umar bin Khaththab , ia berkata; ”Ini adalah dua hari raya
yang Rasulullah saw melarang kita berpuasa padanya; hari kalian berbuka puasa
(„Idul Fitri) dan hari yang lainnya (adalah) hari kalian memakan hewan kurban
kalian („Idul Adh-ha).”( HR. Bukhari Juz 2 : 1889).

2. Hari tasyriq
Hari tasyriq adalah tanggal sebelas, dua belas, dan tiga belas Dzulhijjah.
Diriwayatkan dari Nubaitsah AlHudzali , bahwa Rasulullah saw bersabda; “Hari-
hari Tasyriq adalah hari-hari untuk makan, minum, serta berdzikir kepada Allah.”
( HR. Muslim Juz 2 : 1141)

3. Hari yang diragukan


Hari yang diragukan adalah pada tanggal tiga puluh Sya‟ban. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah , bahwa Rasulullah saw bersabda; “Janganlah kalian mendahului
Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi orang yang terbiasa
puasa, maka bolehlah ia berpuasa.”( HR. Bukhari Juz 2 : 1815).

4. Mengkhususkan puasa pada hari jum’at saja


Karena hari tersebut adalah hari raya tiap pekan bagi kaum muslimin.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah saw bersabda; “Janganlah
mengkhususkan malam Jum’at untuk bangun beribadah dibanding malam-malam
lainnya dan janganlah mengkhususkan hari Jum‟at untuk puasa dibanding hari-
hari yang lainnya, kecuali jika seseorang diantara kalian sudah terbiasa puasa..”
(HR. Muslim Juz 2 : 1144).

5. Seorang isteri berpuasa sunnah tanpa seiizin suaminya di rumah.


Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah a bersabda; “Tidak diperbolehkan bagi
seorang wanita puasa di saat suaminya di rumah, kecuali dengan seizinnya.”
Larangan ini bermakna haram, akan tetapi khusus untuk puasa sunnah. Adapun
untuk puasa wajib, maka seorang wanita tetap diperbolehkan berpuasa, walaupun
tanpa izin dari suaminya. Sehingga jika ada seorang wanita yang akan melunasi
hutang puasa Ramadhannya dan waktunya sempit, maka ia diperbolehkan untuk
berpuasa walaupun tanpa izin suaminya.
6. Puasa makruh

1.Puasa wishal
Puasa wishal adalah puasa bersambung tanpa makan. Dari Abu Hurairah, ia
berkata; “Rasulullah saw melarang puasa wishal. Lalu ada seorang dari kaum
muslimin bertanya, “Tetapi engkau puasa wishal, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Siapa diantara kalian yang seperti aku, aku bermalam dan Rabbku
memberi makan dan minum.” Karena mereka menolak untuk berhenti puasa
wishal, maka beliau puasa wishal bersama mereka sehari, kemudian sehari. Lalu
mereka melihat bulan sabit, maka beliau bersabda, “Seandainya bulan sabit
tertunda aku akan tambahkan puasa wishal untukmu, sebagai pelajaran bagi
mereka yang menolak untuk berhenti.”( HR. Bukhari Juz 2 : 1864).

2.Puasa satu tahun penuh

Tidak diperbolehkan seorang melakukan puasa setahun penuh, walaupun ia


berbuka pada hari-hari yang dilarang puasa. Hal ini berdasarkan hadits dari
Abdullah bin Amru bin Al-Ash , bahwa Rasulullah saw bersabda; “ Tidak ada
puasa bagi orang yang puasa selamanya, tidak ada puasa bagi orang yang puasa
selamanya, tidak ada puasa bagi orang yang puasa selamanya.” (HR. Bukhari Juz
2 : 1876 dan Muslim Juz 2 : 1159, lafazh ini miliknya).

7. Hikmah Pauasa Dilihat Dari Segi Keimanan Seseorang Dan Kesehatannya.

Dari segi kesehatan ada beberapa hikmah yang bisa diambil, yaitu:
1. Membebaskan tubuh dari racun racun berbahaya. Semakin sedikit seseorang makan,
semakin banyak tubuh mengubah simpanan lemak. Dengan demikian, semakin
banyak asam lemak dibebaskan maka semakin banyak bahan kimia berbahaya yang
dilepaskan dan dibuang. Hal ini terjadi karena zat-zat beracun pada umumnya diikat
dalam deposit lemak.
2. Mengurangi resiko stroke. Puasa dapat memperbaiki kolesterol darah.
3. Menghasilkan sel, organ dan jaringan yang lebih sehat efisiensi dalam pembentukan
protein pada oeang berpuasa.
4. Mencegah radang sendi.
5. Memberi kesempatan istirahat kepada organ-organ pencernaan serta sistem enzim dan
hormon.

Dari segi keimanan seseorang, yaitu;


1. Melatih kesabaran, ketenangan
2. Menghilangkan rasa dengki, fitnah, takabur dan buruk sangka.
3. Melatih mengendalikan diri dari hawa nafsu birahi yang negatif
4. Meningkatkan iman dan taqwa kepada allah swt, sehingga dapat mengatasi stress,
frustasi, dan depresi.
5. Mengajarkan kepada orang yang berpuasa untuk mensyukuri nikmat Allah swt.

MAKANAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

SEJAK dahulukala umat manusia berbeda-beda dalam menilai masalah makanan dan
minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak boleh. Lebih-lebih dalam masalah
makanan yang berupa binatang. Adapun masalah makanan dan minuman yang berupa
tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan. Dan Islam sendiri tidak mengharamkan hal
tersebut, kecuali setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari anggur, korma, gandum ataupun
bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut sudah mencapai kadar memabukkan.

Begitu juga Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan
melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh

Islam datang, sedang manusia masih dalam keadaan demikian dalam memandang masalah
makanan berupa binatang. Islam berada di antara suatu faham kebebasan soal makanan dan
extrimis dalam soal larangan. Oleh karena itu Islam kemudian mengumandangkan kepada
segenap umat manusia dengan mengatakan:

"Hai manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan baik, dan jangan
kamu mengikuti jejak syaitan karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang terang-terangan
bagi kamu." (al-Baqarah: 168)

Di sini Islam memanggil manusia supaya suka makan hidangan besar yang baik, yang telah
disediakan oleh Allah kepada mereka, yaitu bumi lengkap dengan isinya, dan kiranya
manusia tidak mengikuti kerajaan dan jejak syaitan yang selalu menggoda manusia supaya
mau mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah, dan mengharamkan kebaikan-
kebaikan yang dihalalkan Allah; dan syaitan juga menghendaki manusia supaya terjerumus
dalam lembah kesesatan.

Selanjutnya mengumandangkan seruannya kepada orang-orang mu'min secara khusus.

Firman Allah:

"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa-apa yang telah Kami
berikan kepadamu, serta bersyukurlah kepada Allah kalau betul-betul kamu berbakti
kepadaNya. Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai, darah, daging babi dan binatang
yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan
tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena sesungguhnya
Allah Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-Baqarah: 172-173)

Dalam seruannya secara khusus kepada orang-orang mu'min ini, Allah s.w.t. memerintahkan
mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka menunaikan hak nikmat itu,
yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang memberi nikmat. Selanjutnya Allah menjelaskan
pula, bahwa Ia tidak mengharamkan atas mereka kecuali empat macam seperti tersebut di
atas. Dan yang seperti ini disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih tegas lagi
dalam membatas yang diharamkan itu pada empat macam. Yaitu sebagaimana difirmankan
Allah:

"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal
makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir,
atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih
bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja
dan tidak melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-
kasih." (al-An'am: 145)

Dan dalam surah al-Maidah ayat 3 al-Quran menyebutkan binatang-binatang yang


diharamkan itu dengan terperinci dan lebih banyak.

Firman Allah:

"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan
karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena
jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas
kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3)

Antara ayat ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat sebelumnya
yang menetapkan 4 macam itu, samasekali tidak bertentangan. Ayat yang baru saja kita baca
ini hanya merupakan perincian dari ayat terdahulu.

Binatang yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan binatang buas,
semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi semua itu sekedar perincian dari
kata bangkai. Begitu juga binatang yang disembelih untuk berhala, adalah semakna dengan
yang disembelih bukan karena Allah. Jadi kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama.

Berikut bangkai yang diharamkan dan hikmahnya:

1) Pertama kali haramnya makanan yang disebut oleh ayat al-Quran ialah bangkai, yaitu
binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha manusia yang memang sengaja
disembelih atau dengan berburu.

Hati orang-orang sekarang ini kadang-kadang bertanya-tanya tentang hikmah diharamkannya


bangkai itu kepada manusia, dan dibuang begitu saja tidak boleh dimakan. Untuk persoalan
ini, bahwa diharamkannya bangkai itu mengandung hikmah yang sangat besar sekali:

a) Naluri manusia yang sehat pasti tidak akan makan bangkai dan dia pun akan
menganggapnya kotor. Para cerdik pandai di kalangan mereka pasti akan beranggapan,
bahwa makan bangkai itu adalah suatu perbuatan yang rendah yang dapat menurunkan harga
diri manusia. Oleh karena itu seluruh agama Samawi memandangnya bangkai itu suatu
makanan yang haram. Mereka tidak boleh makan kecuali yang disembelih, sekalipun berbeda
cara menyembelihnya.

b) Supaya setiap muslim suka membiasakan bertujuan dan berkehendak dalam seluruh hal,
sehingga tidak ada seorang muslim pun yang memperoleh sesuatu atau memetik buah
melainkan setelah dia mengkonkritkan niat, tujuan dan usaha untuk mencapai apa yang
dimaksud. Begitulah, maka arti menyembelih --yang dapat mengeluarkan binatang dari
kedudukannya sebagai bangkai-- tidak lain adalah bertujuan untuk merenggut jiwa binatang
karena hendak memakannya.

Jadi seolah-olah Allah tidak rela kepada seseorang untuk makan sesuatu yang dicapai tanpa
tujuan dan berfikir sebelumnya, sebagaimana halnya makan bangkai ini. Berbeda dengan
binatang yang disembelih dan yang diburu, bahwa keduanya itu tidak akan dapat dicapai
melainkan dengan tujuan, usaha dan perbuatan.

c) Binatang yang mati dengan sendirinya, pada umumnya mati karena sesuatu sebab;
mungkin karena penyakit yang mengancam, atau karena sesuatu sebab mendatang, atau
karena makan tumbuh-tumbuhan yang beracun dan sebagainya. Kesemuanya ini tidak dapat
dijamin untuk tidak membahayakan, Contohnya seperti binatang yang mati karena sangat
lemah dan kerena keadaannya yang tidak normal.

d) Allah mengharamkan bangkai kepada kita umat manusia, berarti dengan begitu Ia telah
memberi kesempatan kepada hewan atau burung untuk memakannya sebagai tanda kasih-
sayang Allah kepada binatang atau burungburung tersebut. Karena binatang-binatang itu
adalah makhluk seperti kita juga, sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran.

e) Supaya manusia selalu memperhatikan binatang-binatang yang dimilikinya, tidak


membiarkan begitu saja binatangnya itu diserang oleh sakit dan kelemahan sehingga mati dan
hancur. Tetapi dia harus segera memberikan pengobatan atau mengistirahatkan.

2) Makanan kedua yang diharamkan ialah darah yang mengalir. Ibnu Abbas pernah ditanya
tentang limpa (thihal), maka jawab beliau: Makanlah! Orang-orang kemudian berkata: Itu kan
darah. Maka jawab Ibnu Abbas: Darah yang diharamkan atas kamu hanyalah darah yang
mengalir.
Rahasia diharamkannya darah yang mengalir di sini adalah justru karena kotor, yang tidak
mungkin jiwa manusia yang bersih suka kepadanya. Dan inipun dapat diduga akan berbahaya,
sebagaimana halnya bangkai.
Orang-orang jahiliah dahulu kalau lapar, diambilnya sesuatu yang tajam dari tulang ataupun
lainnya, lantas ditusukkannya kepada unta atau binatang dan darahnya yang mengalir itu
dikumpulkan kemudian diminum. Begitulah seperti yang dikatakan oleh al-A'syaa dalam
syairnya:
Janganlah kamu mendekati bangkai
Jangan pula kamu mengambil tulang yang tajam
Kemudian kamu tusukkan dia untuk mengeluarkan darah.
Oleh karena mengeluarkan darah dengan cara seperti itu termasuk menyakiti dan melemahkan
binatang, maka akhirnya diharamkanlah darah tersebut oleh Allah S.W.T

3) Yang ketiga ialah daging babi. Naluri manusia yang baik sudah barang tentu tidak akan
menyukainya, karena makanan-makanan babi itu yang kotor-kotor dan najis. Ilmu kedokteran
sekarang ini mengakui, bahwa makan daging babi itu sangat berbahaya untuk seluruh daerah,
lebih-lebih di daerah panas. Ini diperoleh berdasarkan penyelidikan ilmiah, bahwa makan daging
babi itu salah satu sebab timbulnya cacing pita yang sangat berbahaya. Dan barangkali
pengetahuan modern berikutnya akan lebih banyak dapat menyingkap rahasia haramnya babi ini
daripada hari kini. Maka tepatlah apa yang ditegaskan Allah:
"Dan Allah mengharamkan atas mereka yang kotor-kotor." (al-A'raf: 156)
Sementara ahli penyelidik berpendapat, bahwa membiasakan makan daging babi dapat
melemahkan perasaan cemburu terhadap hal-hal yang terlarang.

Ini berarti suatu taqarrub kepada selain Allah dan menyembah kepada selain asma' Allah yang
Maha Besar.
Jadi sebab (illah) diharamkannya binatang yang disembelih bukan karena Allah di sini ialah
semata-mata illah agama, dengan tujuan untuk melindungi aqidah tauhid, kemurnian aqidah dan
memberantas kemusyrikan dengan segala macam manifestasi berhalanya dalam seluruh
lapangan.
Allah yang menjadikan manusia, yang menyerahkan semua di bumi ini kepada manusia dan yang
menjinakkan binatang untuk manusia, telah memberikan perkenan kepada manusia untuk
mengalirkan darah binatang tersebut guna memenuhi kepentingan manusia dengan menyebut
asma'Nya ketika menyembelih. Dengan demikian, menyebut asma' Allah ketika itu berarti suatu
pengakuan, bahwa Dialah yang menjadikan binatang yang hidup ini, dan kini telah memberi
perkenan untuk menyembelihnya.
Oleh karena itu, menyebut selain nama Allah ketika menyembelih berarti meniadakan perkenan
ini dan dia berhak menerima larangan memakan binatang yang disembelih itu.

4) Yang keempat ialah binatang yang disembelih bukan karena Allah, yaitu binatang yang
disembelih dengan menyebut nama selain Allah, misalnya nama berhala Kaum penyembah
berhala (watsaniyyin) dahulu apabila hendak menyembelih binatang, mereka sebut nama-nama
berhala mereka seperti Laata dan Uzza. Ini berarti suatu taqarrub kepada selain Allah dan
menyembah kepada selain asma' Allah yang Maha Besar.
Jadi sebab (illah) diharamkannya binatang yang disembelih bukan karena Allah di sini ialah
semata-mata illah agama, dengan tujuan untuk melindungi aqidah tauhid, kemurnian aqidah dan
memberantas kemusyrikan dengan segala macam manifestasi berhalanya dalam seluruh
lapangan.
Allah yang menjadikan manusia, yang menyerahkan semua di bumi ini kepada manusia dan yang
menjinakkan binatang untuk manusia, telah memberikan perkenan kepada manusia untuk
mengalirkan darah binatang tersebut guna memenuhi kepentingan manusia dengan menyebut
asma'Nya ketika menyembelih. Dengan demikian, menyebut asma' Allah ketika itu berarti suatu
pengakuan, bahwa Dialah yang menjadikan binatang yang hidup ini, dan kini telah memberi
perkenan untuk menyembelihnya.
Oleh karena itu, menyebut selain nama Allah ketika menyembelih berarti meniadakan perkenan
ini dan dia berhak menerima larangan memakan binatang yang disembelih itu.

5) Al-Munkhaniqah, yaitu binatang yang mati karena dicekik, baik dengan cara menghimpit
leher binatang tersebut ataupun meletakkan kepala binatang pada tempat yang sempit dan
sebagainya sehingga binatang tersebut mati.

6) Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena dipukul dengan tongkat dan sebagainya.

7) Al-Mutaraddiyah, yaitu binatang yang jatuh dari tempat yang tinggi sehingga mati. Yang
seperti ini ialah binatang yang jatuh dalam sumur.

8) An-Nathihah, yaitu binatang yang baku hantam antara satu dengan lain, sehingga mati.

9) Maa akalas sabu, yaitu binatang yang disergap oleh binatang buas dengan dimakan sebagian
dagingnya sehingga mati.

10) Yang disembelih untuk berhala (maa dzubiha alan nusub). Nushub sama dengan Manshub
artinya: yang ditegakkan. Maksudnya yaitu berhala atau batu yang ditegakkan sebagai tanda
suatu penyembahan selain Allah. Tanda-tanda ini berada di sekitar Ka'bah.
Orang-orang jahiliah biasa menyembelih binatang untuk dihadiahkan kepada berhala-berhala
tersebut dengan maksud bertaqarrub kepada Tuhannya.
Binatang-binatang yang disembelih untuk maksud di atas termasuk salah satu macam yang
disembelih bukan karena Allah.

MINUMAN MENURUT PANDANGAN ISLAM


Minuman merupakan zat cair yang dapat dikonsumsi dan dibutuhkan oleh manusia. Pada
umumnya, manusia membutuhkan air putih yang jernih dan layak. Terdapat berbagai zat yang
terkandung dari minuman, baik yang bermanfaat maupun yang tidak baik untuk dikonsumsi.
Karena itu, perlu adanya telaah menurut pandangan Islam dalam memilih minuman apa yang
layak dikonsumsi maupun tidak.

Dalil Tentang Minuman Halal:

Dalam Al Quran, Allah menjelaskan minuman apa yang halal lagi baik untuk manusia. Meskipun
dalam kitab tersebut tidak semua ayat yang menyebutkan secara jelas nama dan jenis
minumannya, namun para ulama telah menafsirkan.

Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 168

“Hai orang-orang yang beriman makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi.
Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu” (QS.Al Baqarah:168)

Dalam ayat di atas Allah menyerukan agar manusia memakan yang terbaik. Makanan yang
terbaik maksudnya tidak hanya halal namun juga baik. Makanan yang halal saja belum tentu baik
atau cocok dimakan untuk semua orang. Meskipun dalam ayat diatas menyebutkan tentang
makanan saja namun dalil ini juga bisa menjadi dalil tentang minuman juga.

Ayat lain Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman makanlah dari rezki yang baik-baik yang kami berikan kepada
kamu, dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada Allah kamu menyembah”(QS. Al
Baqarah: 172)

Dalam ayat di atas Allah menyuruh manusia agar makan dan minum yang baik-baik dan setelah
itu bersyukurlah sebagai bentuk penghambaan kita kepada-Nya.

Dalam hadist Nabi SAW bersabda:

“Sesuatu yang memabukkan dalam keadaan banyak maka dalam keadaan sedikit juga haram”.
(HR. An Nasai, Abu Daud, At Thurmuzi)

Dari hadist di atas jelas disebutkan bahwa minuman yang halal lagi baik adalah minuman yang
tidak memabukkan, baik dalam kadar yang banyak maupun yang sedikit.

Syarat Minuman Halal menurut Islam

Pada dasarnya minuman itu adalah baik dan halal untuk dikosumsi, asalkan sesuai dengan syarat
dan ketentuannya. Minuman halal adalah minuman yang tidak mendekatkan kita pada syaitan
atau bukan untuk hal yang tidak diridai Allah. Allah berfirman dalam Alquran:

“Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di muka bumi dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi mu.(QS: Al Baqarah: 168)

Apa saja minuman halal dalam Islam tersebut, berikut kategorinya:

 Minuman yang tidak memabukan

sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alquran: “Mereka bertanya kepada mu tentang
khamar dan judi , katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
pada manusia namun dosa dari keduanya lebih besar dari menfaatna”.(QS. Al Baqarah 219)

 Minuman halal zat dan prosesnya

Minuman halal adalah minuman yang zat maupun proses mendapatkannya sesuai aturan islam.
Contoh minuman yang halal zatnya adalah: tidak najis, bukan darah, dan lainnya. Kedua, halal
cara mendapatkannya, contohnya: minuman curian atau sejenisnya. Misalnya teh atau susu, pada
dasarnya itu adalah minuman halal, namun jika didapat dengan cara yang haram maka
hukummnya haram.

 Minuman yang tidak membahayakan

Minuman yang tidak membahayakan baik jasmani, rohani maupn akidah, contohnya: alkohol,
atau minuman yang dijampi-jampi untuk merusak aqidah seseorang.

menjaga diri dari dosa besar dalam islam adalah cara menjaga kesehatan hati dan kesehatan
jiwa agar senantiasa berzikir serta meraih tingkatan iman dalam islam.

Manfaat minuman halal

Beberapa manfaat yang bisa didapat dari mengosumsi minuman halal lagi baik adalah :

1. Menyehatkan badan jasmani dan rohani.

2. Membuat pikiran jernih sehingga bertambah kedekatan dengan sang pencipta.


3. Mendapat rida Allah SWT. Karena orang yang senantiasa menjauhi laranganNYA dan
melakukan perintahNYA akan selalu dicintai Allah.

4. Memiliki akhlaq dalam islam yang baik karena jauh dari hal yang kotor dan najis serta
sebagai obat hati dalam islam. Hati yang bersih melahirkan akhlak yang terpuji.

Dalil tentang Minuman Haram

Makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dapat berpengaruh bagi jiwa seseorang dan
mengganggu ibadah karena makanan dan minuman haram adalah salah satu perangkap setan
untuk menjauhkan manusia dari Allah SWT.

Sebenarnya hukum asal makanan baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, adalah halal
berdasarkan firman Allah SWT berikut :

‫ص ُل‬ِّ ِ َ‫صةً يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ۗ َك َٰذَلِكَ نُف‬


َ ‫ِي ِللَّذِينَ آ َمنُوا فِي ْال َحيَاةِ الدُّ ْنيَا خَا ِل‬
َ ‫ق ۚ قُ ْل ه‬
ِ ‫الر ْز‬
ِّ ِ َ‫ت ِمن‬ َّ ‫َّللاِ الَّتِي أ َ ْخ َر َج ِل ِعبَا ِد ِه َوال‬
ِ ‫ط ِِّيبَا‬ َّ َ‫قُ ْل َم ْن َح َّر َم ِزينَة‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم َي ْعلَ ُمون‬ِ ‫اْليَا‬ ْ

“Katakanlah, “Siapakah yang telah mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pula yang mengharamkan) rezki yang
baik?” katakanlahSemuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman di dalam
kehidupan dunia. (QS Al Araf ayat 32)”

Begitu juga yang dinyatakan oleh ulama imam Syafii berikut :

”Hukum asal makanan dan minuman adalah halal, kecuali apa yang diharamkan oleh Allah
dalam Al-Qur‟an-Nya atau melalui lisan Rasulullah a. Karena apa yang diharamkan oleh
Rasulullah a sama dengan pengharaman (dari) Allah.”

Minuman Haram dalam Islam

Pada dasarnya semua minuman yang dikonsumsi manusia adalah halal namun dapat menjadi
haram hukumnya disebabkan oleh kondisi tertentu. Minuman haram adalah minuman yang
dilarang diminum oleh umat islam karena mudharatnya lebih besar dari manfaatnya. Minuman
yang diharamkan dalam islam dapat dikarenakan sifatnya maupun dzatnya. Seseorang yang
minum minumam haram tentunya berdosa dan dapat menyebabkan berbagai masalah. Minuman
tersebut haram dikarenakan beberapa sebab diantaranya adalah :

1. Dikonsumsi secara berlebihan dan Allah SWt tidak menyukai hal-hal yang melampaui
batas
2. Memabukkan dan dapat menghilangkan akal atau kesadaran seseorang.
3. Termasuk zat najis atau kotoran yang diharamkan.
4. Merupakan hak orang lain yang tidak boleh diminum sembarangan tanpa izin orang yang
memilikinya.
5. Menjijikkan dan tidak sepantasnya dikonsumsi oleh manusia.
6. Membahayakan kesehatan maupun nyawa manusia jika dikonsumsi
Jenis Minuman Haram

Berikut ini adalah minuman-minuman yang diharamkan dalam islam :

1. Minuman yang berasal dari darah

Darah adalah salah satu jenis makanan atau minuman yang diharamkan untuk diminum. Seperti
halnya beberapa orang yang gemar minum darah binatang seperti ular dan sebagainya dengan
alasan kesehatan atau untuk menyembuhkan suatu penyakit. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam ayat berikut ini :

‫س أَ ْو فِ ْسقًا‬
ٌ ْ‫ير فَإِنَّهُ ِرج‬ ْ َ‫طا ِع ٍم ي‬
ٍ ‫ط َع ُمهُ إِ َّال أ َ ْن َي ُكونَ َم ْيتَةً أ َ ْو دَ ًما َم ْسفُو ًحا أ َ ْو لَحْ َم ِخ ْن ِز‬ َ ‫ي ُم َح َّر ًما َعلَ َٰى‬
َّ َ‫ي إِل‬ ِ ُ ‫قُ ْل َال أَ ِجد ُ فِي َما أ‬
َ ‫وح‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ ُ ‫ض‬
ٌ ُ‫ط َّر َغي َْر بَاغٍ َو َال َعا ٍد فَإ ِ َّن َربَّكَ َغف‬ َّ ‫أ ُ ِه َّل ِلغَي ِْر‬
ْ ‫َّللاِ بِ ِه ۚ فَ َم ِن ا‬

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang
yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” ( QS Al an’am 145)

2. Minuman keras atau khamr

Minuman keras yang dimaksud dalam jenis minuman ini adalah minuman yang mengandung
alkohol dan diharamkan dalam islam segala minuman yang memabukkan. Sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat berikut ini

“Semua yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram.” (HR. Muslim)

3. Minuman yang diminum dalam bejana emas

Umat islam dilarang meminum minuman yang diletakkan dalam bejana emas karena ini adalah
satu bentuk hal yang berlebih-lebihan dan perilaku orang kafir sehingga Allah tidak menyukai
hal tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini

Janganlah kalian minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak dan jangan pula
kalian makan dengan piring yang terbuat dari keduanya. Karena barang-barang tersebut adalah
untuk mereka (orang-orang kafir) ketika di dunia.” (HR Bukhari)

4. Minuman yang membahayakan diri

Minuman yang membahayakan diri adalah minuman yang dicampur racun atau zat yang dapat
membahayakan nyawa misalnya saat seseorang meminum racun dan mencoba menyakiti dirinya
sendiri atau melakukan usaha untuk bunuh diri sementara perbuatan tersebut dikutuk Allah SWT.
Seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini
“Tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain“

5. Minuman yang diambil dari orang lain tanpa izin

Minuman yang diperoleh dari mencuri atau menipu atau minuman yang dibeli dengan harta yang
tidak halal seperti harta korupsi atau riba adalah haram diminum meskipun minuman tersebut
dzat asalnya adalah halal. Seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian
dengan cara yang batil.” (An nisa 29)

6. Minuman yang mengandung zat yang diharamkan

Yand dimaksud dengan minuman yang mengandung zat diharamkan seperti darah, air liur anjing
dan sebagainya misalnya saja minuman kesehatan atau jamu yang dicampur dengan darah
binatang atau minuman yang dicampur dengan alkohol.

7. Minuman yang tercampur najis

Najis adalah kotoran dan minuman yang mengandung najis haram hukumnya untuk dikonsumsi
oleh umat islam. Semua hal yang najis haram hukumnya seperti darah dan bangkai namun segala
yang haram belun tentu najis misalnya ganja atau obat-obatan terlarang.

8. Minuman dengan efek psikotropika

Minuman dengan zat psikotropika atau minuman yang dicampur dengan obat bius dan lainnya,
haram hukumnya untuk dikonsumsi karena dapat menghilangkan akal dan kesadaran dan efeknya
sama seperti minuman keras yang menyebabkan kecanduan.

9. Minuman yang dianggap memiliki kekuatan

Minuman yang dianggap memiliki kekuatan misalnya minuman yang telah diberi jampi-jampi
atau mantra dari seseorang yang dianggap orang pintar atau paranormal. Minuman tersebut
haram hukumnya karena termasuk dalam perbuatan syirik dan mempercayai hal-hal yang
sifatnya musyrik meskipun minuman tersebut ditujukan untuk menyembuhkan suatu penyakit.

NAZA MENURUT PANDANGAN ISLAM


Hukum penggunaan narkoba dalam pandangan islam sebenarnya telah dijelaskan sejak lama.
Tepatnya pada 10 Februari 1976, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa
penyalahgunaan dan peredaran narkoba hukumnya bersifat haram. Keputusan tersebut tentu
didasari atas dalil-dalil agama yang bersumber dari Al-quaran dan hadist.
Menurut ulama, narkoba adalah sesuatu yang bersifat mukhoddirot (mematikan rasa) dan
mufattirot (membuat lemah). Selain itu, narkoba juga merusak kesehatan jasmani, mengganggu
mental bahkan mengancam nyawa. Maka itu, hukum penggunaan narkoba diharamkan dalam
islam.
Terdapat banyak sekali dalil, baik ayat Al-quran, hadist ataupun pendapat ulama yang
menjelaskan keharaman penyalahgunaan narkoba. Diantaranya yaitu:
1. Hadist dari Umar bin Khattab R.A
Dari Umar bin Khattab radiallahu ‘anh, “Khamar adalah segala sesuatu yang menutup akal.”
(HR Bukhari Muslim).
2. Hadist dari Ummu Salamah
Dari Ummu Salamah mengatakan, “Rasulullah SAW melarang segala sesuatu yang memabukkan
dan melemahkan (menjadikan lemah).” (HR Abu Daud).
3. Pendapat Ibnu Taimiyah Rahimahullah
“Memakan (mengisap) ganja yang keras ini terhukum haram, ia termasuk seburuk-buruk benda
kotor yang diharamkan. Sama saja hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi mengisap dalam jumlah
banyak dan memabukkan adalah haram menurut kesepakatan kaum Muslim. Barangsiapa yang
menganggap bahwa ganja halal maka dia termasuk kafir dan diharuskan bertobat. Jika ia bertobat
maka urusannya dianggap selesai. Tetapi jika ia tidak mau bertobat maka dia harus dibunuh
sebagai orang murtad yang tidak perlu dimandikan jenazahnya, tidak perlu dishalati dan tidak
boleh dikubur di permakaman kaum Muslim”.
Dalam kitab al-fatawa al-kubra, ibnu taimiyah juga mengatakan bahwa segala sesuatu yang bisa
menghilangkan keasadaran akal itu adalah haram, meskipun tidak sampai memberi efek
memabukkan. Mengonsumsi sesuatu yang menghilangkan akal adalah haram berdasarkan ijma’
kaum muslimin.
4. Pendapat Ash-shan’ani
Ash-shan’ani menjelaskan dalam kitab subulussalam, bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang
memabukan adalah haram, apapun jenis dan bentuknya. Tidak harus alkohol. Meskipun bukan
berbentuk minuman, seperti ganja tetap saja haram.
5. Hadist dari Abu Hurairah R.A
Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anh, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka
Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal selama
lamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap
ditangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama
lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada
ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama
lamanya” (HR Bukhari dan Muslim).
Narkoba termasuk dianggap racun karena dapat merusak organ tubuh dan menganggu jiwa.
Pada dasarnya, islam melarang kita mengonsumsi atau menggunakan sesuatu yang
membahayakan diri. Misalnya alkohol, rokok dan berbagai jenis narkoba (ganja, heroin, morfin,
kokain dan sebagainya). Sebagai umat muslim kita harus patuh terhadap perintah agama. Dengan
begitu, hidup kita bisa selamat dunia dan akhirat.

KKN (KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME) DALAM ISLAM


Pengertian KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)

a) Pengertian korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa inggris , yaitu corruption, yang artinya penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya, untuk kepentingan pribadi atau orang
lain.[3]
b) Pengertian kolusi

Kata kolusi berasal dari bahasa inggris , yaitu collution, artinya : kerja sama rahasia untuk
maksud tidak terpuji.[4]

c) Pengertian nepotisme

Kata nepotisme berasal dari bahasa inggris, yaitu nepotism, artinya : kecenderungan untuk
mengutamakan ( menguntungkan ) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan , pangkat di
lingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk
memegang pemerintahan.[5]

Dengan pengertian menurut bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi, kolusi,
nepotisme dan suap adalah tingkah laku, baik dilakukan sendiri atau bersama-sama yang
berhubungan dengan dunia pemerintahan yang merugikan rakyat, bangsa dan negara.

Pandangan Al-Quran Terhadap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Adapun ayat –ayat yang berkenaan dengan masalah KKN antara lain:
Surah Al-Baqarah/ 2 : 188
‫وال تاكلوااموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها الى الحكام لتاكلوا فريقا من اموال الناس با ألثم وانتم تعلمون‬

"Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah)
kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan
sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. ( Al-Baqarah/2 :
188)

Surah Ali Imran / 3: 161


‫وما كان لنبي ان يغل ومن يغلل يات بما غل يوم القيامة ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم ال يظلمون‬
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat ( dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa berkhianat , niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang
dikhianatkanya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan
apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi ( Ali Imran/ 3 : 161)

Dalam hadits-hadits Nabi SAW banyak pula menyebutkan larangan berkhianat (korupsi)
dan suap, antara lain :
Sabda Rasulullah SAW :
‫اعظم الغلول عندهللا ذراع من األرضو تجدون الرجلين جارين في األرضو او في الدار فيقطع احدهما من حظ صاحبه ذراعاو‬
) ‫ ( رواه احمد عن ابى مالك األشجعى‬.‫فاذا قطعه طوقه من سبع ارضين يوم القيامة‬

“Korupsi yang paling besar menurut pandangan Allah ialah sejengkal tanah. Kamu melihat dua
orang yang tanahnya atau rumahnya berbatasan. Kemudian salah seorang dari keduanya
mengambil sejengkal dari milik saudaranya itu. Maka jika dia mengambilnya , akan dikalungkan
kepadanya dari tujuh lapis bumi pada hari Kiamat”. (HR. Ahmad Dari Abu Malik Al-Asyja’)
Sabda Rasulullah SAW :
) ‫لعن هللا الراشى والمرتشي في الحكم ( رواه احمد والترمذي والحاكم عن ابى هريرة‬
“Allah mengutuk orang yang menyogok dan orang yang disogok dalam memutuskan perkara
(HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah)

D. Dampak Negatif Korupsi , Kolusi dan Nepotisme.


KKN sebagai fenomena sosial , dapat membahayakan kehidupan masyarakat, karena
dampak negatifnya sangat luas dan gterasa sekali dalam kehidupan mereka.
Adapun dampak negatif dari KKN antara lain sebagai berikut :
1) Menghancurkan wibawa hukum. Orang yang salah dapat lolos dari hukuman , sedangkan yang
belum jelas kesalahannya dapat meringkuk dalam tahanan . Pencuri ayam lebih berat
hukumannya daripada pencuri uang rakyat ( koruptor ) yang merugikan negara dan masyarakat,
karena dia memiliki uang yang banyak untuk menyuap.
2) Menurunnya etos kerja . Para pemimpin dan pejabat yang mangkal di pemerintahan adalah
mereka yang tidak mempunyai etos kerja yang baik sehingga mengakibatkan menurunnya etos
kerja. Bagi mereka uang segala-galanya.
3) Menurunnya kualitas . Seorang yang pandai dapat tersingkirkan oleh orang yang bodoh tetapi
berkantong tebal ( berduit ). Seorang Profesional dapat terdepak oleh mereka yang belum
berpengalaman tetapi ber-backing kuat, karena nepotsme da banyak duit.
4) Kesenjangan sosial dan ekonomi . Karena uang negara hanya beredar dikalangan kelas elit dari
para konglomerat , yang berakibat tidak terdistribusikannya uang secara merata, maka lahirlah
fenomena diatas. Pemimpin dan pejabat yang naik kursi karena ulah KKN berlaku congkak dan
secara kontinyu memeras uang rakyat, sehingga membuat kesenjangan sosial dan ekonomi makin
melemah.

E. Kedudukan Hukum Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan Suap Menurut Hukum Islam.

Dari uraian dan penjelasan diatas, dapat dilihat dengan jelas bahwa KKN merupakan
praktik yang berhubungan dengan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dan
kerjasama dalam perbuatan tercela serta penggunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi,
keluarga , atau kelompok. Oleh karena itu, praktik KKN hukumnya haram.
Keharaman KKN dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain sebagai berikut :
Perbuatan KKN merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan
keuangan negara dan masyarakat. Allah memberi peringatan menghindari kecurangan dan
penipuan sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 161.
Nabi Muhammad SAW telah menetapkan suatu peraturan, bahwa setiap kembali dari
peperangan , semua harta rampasan baik yang kecil maupun yang besar harus dilaporkan dan
dikumpulkan dihadapan panglima perang, kemudian Rasulullah SAW membaginya sesuai
dengan ketentuan bahwa 1/5 dari harta rampasan perang itu untuk Allah , Rasul, dan kerabatnya ,
anak yatim, orang miskin , dan ibnu sabil. Sedangkan sisanya 4/5 diberikan kepada mereka yang
ikut perang.
Nabi Muhammad SAW tidak pernah menggunakan jabatan sebagai panglima perang
untuk mengambil harta rampasan diluar dari ketentuan itu.
KKN diharamkan karena KKN merupakan suatu perbuatan penyalahgunaan jabatan
untuk memperkaya diri sendiri , keluarga , atau kelompok. Hal ini merupakan perbuatan yang
mengkhianati amanat yang diberikan negara dan masyarakat kepadanya. Berkhianat terhadap
amanat adalah perbuatan terlarang dan mendatangkan dosa, sebagaimana firman Allah SWT
dalam Surah Al-Anfal ayat 27 :
‫ياايهاالذين امنوا ألتخونوهللا واارسول وتخونواامنتكم وانتم تعلمون‬
“Wahai orang-orang yang beriman , janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (jga)
janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui”. (Al-Anfal/8:27)
Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa mengkhianati amanat seperti perbuatan KKN
bagi para pejabat adalah dilarang. Oleh sebab itu, hukumnya haram.
Sebagaimana dengan hukum KKN tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah
memfatwakan , sebagai berikut[14] :
1. Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram ;
2. Melakukan korupsi hukumnya adalah haram ;
3. Memberikan hadiah kepada pejabat ;
4. Jika pemberian itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan , maka
pemberian seperti itu hukumnya adalah halal, demikian juga menerimanya.
5. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan,
maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan :
a. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan apa-apa, maka
memberikan dan menerima hadiah itu tidak haram.
b. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan , maka bagi pejabat haram menerima
hadiah tersebut, sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya apabila pemberian dimaksud
bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang bathil.
c. Jika diantara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan , baik sebelum maupun sesudah
pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang bathil, maka halal
bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi pejabat haram menerimanya.
APLIKASI SYARIAH PERNIKAHAN DALAM ISLAM

(MUNAKAHAT)

1. Pengertian pernikahan dalam islam (munakahat)

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan
pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga
dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah
diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad
nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan
membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun
perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada
disekeliling kedua insan tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak dibina dengan sarana
pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu, keturunannya dan
masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan membawa
mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi
hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga
kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang
juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :

” Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An - Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan
nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada
istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga
menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.

2. Hukum dan dalilnya


Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum
nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.

a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat
memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti dipenuhi.

b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan
terjerumus dalam perzinaan.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :
“Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah
menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu enghalangi pandangan (terhadap yang dilarang
oleh agama.) dan memlihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka
hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).

c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak
mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
Firman Allah SWT :
“Hendaklah menahan diri orang - orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga
Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)

d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia
- nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja
kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.

e. Mubah, bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya.

3. Syarat Dan Rukun Munakahat

Rukun nikah ada lima macam, yaitu :

a. Calon suami

Calon suami harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :


1) Beragama Islam
2) Benar - benar pria
3) Tidak dipaksa
4) Bukan mahram calon istri
5) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
6) Usia sekurang - kurangnya 19 Tahun

b. Calon istri

Calon istri harus memiliki syarat - syarat sebagai berikut :


1) Beragama Islam
2) Benar - benar perempuan
3) Tidak dipaksa,
4) Halal bagi calon suami
5) Bukan mahram calon suami
6) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7) Usia sekurang - kurangnya 16 Tahun

c. Wali

Wali harus memenuhi syarat - syarat sebagi berikut :


1) Beragama Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mempunyai hak untuk menjadi wali
7) Laki - laki

d. Dua orang saksi

Dua orang saksi harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :


1) Islam

2) Baligh (dewasa)

3) Berakal Sehat

4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh

5) Adil (tidak fasik)

6) Mengerti maksud akad nikah

7) Laki - laki

Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)

e. Ijab dan Qabul

ZZ Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat Allah”. (HR. Muslim).
Pengertian Talak

Yang dimaksud dengan talak adalah pemutusan tali perkawinan. Talak merupakan sesuatu
yang disyar’iatkan. Dan yang menjadi dasarnya adalah Al-Qur’an dan al-Hadits serta ijma’.

Hikmah Talak

Dari uraian bab-bab sebelumnya kita mengetahui beberapa perhatian Islam terhadap usrah
muslimah (keluarga muslimah) dan keselamatanya serta terhadap damainya kehidupan di
dalamnya dan kita juga melihat metode-metode terapi yang Islam syari’atkan untuk
mengatasi segala perpecahan yang muncul di tengah usrah muslimah, baik disebabkan oleh
salah satu suami isteri atau oleh keduanya.

Hanya saja, terkadang ’ilaj (terapi dan upaya penyelesaian) tidak bisa efektif lagi karena
perpecahannya sudah parah dan persengketaanya sudah memuncak, sehingga pada saat itu
mesti di tempuh ’ilaj yang lebih, yaitu talak.

Orang yang mencermati hukum-hukum yang terkandung dalam masalah talak akan kian kuat,
menurutnya perhatian Islam terhadap institusi rumah tangga dan keinginan Islam demi
kekalnya hubungan baik antara suami isteri. Karena itu, tatkala Islam membolehkan talak, ia
tidak menjadikan kesempatan menjatuhkan talak hanya sekali yang kemudian hubugan kedua
suami isteri terputus begitu saja selama-lamanya, tidak demikian, namun memberlakukannya
sampai beberapa kali.

Allah SWT berfirman, ”Talak (yang dapat di rujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan orang yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

Apabila seorang laki-laki mentalak isterinya, talak pertama atau talak kedua, maka ia tidak
berhak baginya untuk mengusir isterinya dari rumahnya sebelum berakhir masa idahnya,
bahkan sang isteri tidak boleh keluar dari rumah tanpa izin dari suaminya. Hal itu disebabkan
Islam sangat menginginkan segera hilangnya amarah yang menyulut api perceraian.
Kemudian Islam menganjurkan agar kehidupan harmonis rumah tangga, bisa segera pulih
kembali seperti semula, dan inilah yang disebutkan Rabb kita dalam firman-Nya, ”Hai Nabi
jika kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka
dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau melakukan perbuatan keji yang
terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah,
maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak
mengetahui barang kali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.” (Ath-Thalaq:
1)

Yaitu barang kali pihak suami menyesal atas keputusan mentalak isterinya, dan Allah Ta’ala
menjadikan di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk (kembali) kepadanya sehingga
yang demikian lebih mudah dan lebih gampang untuk proses rujuk.

Klasifikasi Talak

1. Talak dilihat dari Segi Lafadz


Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan secara tegas)
dan talak kinayah (dengan sindiran).

Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika diharapkan, dan tidak
mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya, ”Engkau telah tertalak dan dijatuhi
talak. Dan semua kalimat yang berasal dari lafazh thalaq.

Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat.
Kesimpulan ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau
bersabda, ”Ada tiga hal yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius
(juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328
no:1195).

Talak kinayah, ialah redaksi talak yang mengandung arti talak dan lainnya. Misalnya
”Hendaklah engkau kembali kepada keluargamu”, dan semisalnya.

Dengan redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi
apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak
maka tidak terjadi talak.

Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah saw. dan beliau
(kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi minka (aku berlindung kepada
Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda kepadanya, ”Sungguh engkau telah
berlindung kepada Dzat Yang Maha Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan
keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356 no:5254, Nasa’i VI:150).

Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan dua rekannya tidak bicara oleh Nabi saw, karena
mereka tidak ikut bersama beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah
mengirim utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya), ’Hendaklah
engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya harus mentalaknya, ataukah
apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau, ”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali
engkau mendekatinya.” Kemudian Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau
kepada keluargamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III: 113 no:4418, Muslim IV:1120
no:2769, ’Aunul Ma’bud VI:285 no:2187 dan Nasa’i VI:152).

2. Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz

Redaksi talak adakalanya berbentuk Munajazah dan adakalanya berbentuk mu’allaqah.

Redaksi talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan
tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak.
Misalnya: ia berkata kepada isterinya : ’Engkau tertalak’.

Hukum talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang
bersangkutan dan tepat sasarannya.

Adapun talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada
syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke tempat, maka engkau
ditalak.
Hukum talak mu’allaq ini apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika
terpenuhinya syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.

Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah untuk
menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu atau yang
semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah. Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak
terjadi, maka sang suami tidak terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib
membayar kafarah sumpah.

3. Talak Dilihat dari Segi Argumentasi

Ditilik dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i

Adapun yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah
pernah dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah haidh yang mana
pada saat tersebut ia belum mencampurinya.

Allah SWT berfirman, ”Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan do’a yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

”Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya yang wajar.” (At-Thalaq:1).

Nabi saw menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut :

Ketika Ibnu Umar menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin
Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau menjawab, ”Perintahkan
anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya itu kemudian teruskanlah pernikahan
tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu haidh kembali dan kemudian suci dari haidh yang
kedua. Lalu jika berkehendak ia boleh menceraikannya sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun
’alaih: Fathul Bari IX:482 no:5332, Muslim IOI:1093 no:1471, ’Aunul Ma’bud VI:227
no:2165 dan lafazh ini adalah riwayat Imam Abu Daud, dan Nasa’i VI:138).

Adapun talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan syari’at. Misalnya seorang
suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci namun ia telah
mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali ucap, atau dalam satu majlis.
Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau ditalak, engkau ditalak, engkau ditalak.

Hukum talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa. Jadi, jika seorang suami mentalak
isterinya yang sedang haidh, maka tetap jatuh satu talaknya. Namun jika itu adalah talak raj’i,
maka ia diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya kemudian meneruskan perkawinannya
hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci kedua kalinya. Dan kemudian kalau ia mau
teruskanlah ikatan pernikahannya, dan jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum
mencampurinya. Sebagaimana yang Nabi saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..

Adapun dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:

Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia (isteriku) terhitung untukku satu
talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128 dan Fathul Bari IX no:5253).
Al-hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari IX:353 menulis sebagai berikut :

”Sesungguhnya Nabi saw. yang memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada isterinya dan
beliau pulalah yang membimbingnya mengenai apa yang hendak ia lakukan bila ia ingin
mentalak isterinya setelah suci dari haidh yang kedua. Dan manakala Ibnu Umar
menginformasikan, bahwa ia telah menjatuhkan talak satu pada isterinya itu maka
kemungkinan, bahwa pihak yang menganggap jatuh talak satu dari Ibnu Umar itu, selain
Nabi adalah kemungkinan yang amat sangat jauh, karena dalam kisah ini banyak perintah
isyarat yang menunjuka kepada, jatuhnya talak satu itu. Bagaimana mungkin bisea
dikhayalkan bahwa Abdullah bin Umar dalam kasus ini mengerjakan sesuatu berdasar
rasional semata, padahal di yang meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah marah atas
perbuatannya itu?

Bagaimana mungkin ia tidak mengajak beliau musyawarah mengenai apa yang ia lakukan
dalam kisah itu?”

Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Dalam Musnadnya, Ibnu Wahib meriwayatkan:

Dari Ibnu Abi Dzi’b bahwa Naf’i pernah menginformasikan kepadanya bahwa Ibnu Umar r.a.
pernah mencerai isterinya yang sedang haidh. Kemudian Umar menanyakan hal itu kepada
Rasulullah saw, maka jawab Beliau, ”Perintahkanlah dia supaya ruju’ kepada isterinya,
kemudian teruskanlah pernikahannya hingga isterinya suci.” Kemudian Ibnu Abi Dzi’b
dalam hadits ini meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau bersabda, ”Itu talak satu.” Ibnu Abi
Dzi’b meriwayatkan (lagi) dari Hanzhalah bin Abi Sufyan bahwa ia pernah mendengar Salim
meriwayatkan dari bapaknya, dari Nabi saw tentang pernyataan itu.

Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Daruquthni meriwayatkan dari jalu Yazid bin Harun
dari Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Abi Ishaq keduanya dari Naf’i:

Dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw., Beliau saw. bersabda, ”Itu talak satu” (sanadnya Shahih
Irwa-ul Ghalil VII:134 dan Daruquthani IV:9 no:24).

Dan ini adalah (yang sudah jelas) dalam permasalahan yang diperselisihkan, maka (bagi kita)
untuk mengikuti nash ini.

Talak Tiga

Adapun seorang suami yang mencerai isterinya dengan talak tiga dengan satu kalimat, atau
dalam satu majelis, maka jatuh satu berdasar riwayat Imam Muslim:

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ”Talak pada periode Rasulullah saw, Abu Bakar dan beberapa
tahun pada masa khalifah Umar talak tiga, (sekaligus) jatuh satu. Kemudian Umar bin
Khattab ra berkata, ”Sesungguhnya orang-orang benar terburu-buru dalam memutuskan
urusan (thalak) ini, yang dahululnya mereka sangat hati-hati. Maka kalau kami berlakukan
mereka, lalu diberlakukanlah hal itu atas mereka.” (Muslom II: 1099 no:1472).

Pendapat Umar ini adalah ijtihad dia sendiri yang tujuannya demi terwujudnya kemaslahatan
menurut pandangannya, namun tidak boleh meninggalkan fatwa Rasulullah saw. dan yang
menjadi pegangan para sahabat beliau pada masa Beliau dan pada masa khalifah Beliau.
Selesai.

4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk

Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak bain (tak ada
lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya). Talak bain terbagi dua, yakni bainunah shughra
dan bainunah kubra.

Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa menerima pengembalian
mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau talak kedua.

Allah SWT befirman, ”Talak (yang dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia berstatus sebagai isteri
yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi suami berhak untuk rujuk kepadanya pada
waktu kapan saja selama dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha
dari pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT berfirman, ”Wanita-wanita yang
ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan
apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa
iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228).

Rujuk Dalam Islam


A. Pengertian Rujuk
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum
diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud
rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi
talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya
dengan ucapan tertentu.
menurut bahasa Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’ u-rujk’an yang berarti
kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju’ artinya kembalinya
seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’I, tanpa melalui perkawinan dalam masa
‘iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju’ itu adalah menarik
kembali wanita yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya,
menurut kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh. Menurut para ulama mazhab ruju’
juga tidak membutuhkan wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak.
Firman Allah SWT Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Baqarah :228)
Dapat di rumuskan bahwa ruju’ ialah mengembalikan setatus hokum perkawinan secara
penuh setelah terjadinya talak raj’I yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas istrinya
dalam masa idddah, dengan ucapan tertentu.
Dengan terjadinya talak raj’I. maka kekuasaan bekas suami terhadap istri menjadi berkurang,
namun masih ada pertalian hak dan kewajiban antara keduanya selama istri dalam masa
iddahnya, yaitu kewajiban menyediakan tempat tinggal serta jaminan nafkah, dan sebagai
imbangannya bekas suami memiliki hak prioritas untuk meruju’ bekas istrinya itu dalam arti
mengembalikannya kepada kedudukannya sebagai istri secara penuh, dan pernyataan ruju’ itu
menjadi halal bekas suami mencampuri bekas istri yang dimaksud, sebab dengan demikain
setatus perkawinan mereka kembali sebagai sedia kala.
Perceraian ada tiga cara, yaitu :
1. talaq bain qubra (talaq tiga). Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan tidak sah menikah lagi
dengan bekas istrinya itu, keculi apbila si istri sudah menukah dengan orang lain, sudah
campur, sudah diceraikan, sudah habis pula masa iddah, barulah suami pertama boleh
menikahinya lagi.
2. Talaq bain sughra (talaq tebus) dalam hal ini sumai tidak sah rujuk lagi, tetapi bileh
menikah lagi, baik dalam pada masa iddah maupun sesuadah habis iddah.
3. Talaq satu atau talaq dua, dinamakan talaq raj’i. artinya si suami boleh rujuk kembali
kepada istrinya selama msih dalam masa iddah.
B. Hukum Rujuk
a. Wajib khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika salah seorang ditalak
sebelum gilirannya disempurnakannya.
b. Haram apabila rujuk itu, istri akan lebih menderita.
c. Makruh kalau diteruskan bercerai akan lebih baik bagi suami istri
d. Jaiz, hukum asal Rujuk.
e. Sunah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami istri

1. hukum ruju’ terhadap talak raj’I


kaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju; istrinya selama istrinya
itu dalam masa iddah, dan tidak atau tanpa pertimbangan seorang istri ataupun persetujuan
seorang istri. Sesuai dengan pengertian surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi ”Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu.”
2. hukum ruju’ terhadap talak ba’in
talak ba’in kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada
istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi, dan pada istri
yang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah
talak tersebut sama dengan nikah baru.
Mazhab empat sepakat bahwa hukum wanita seperti itu sama dengan wanita lain (bukan istri)
yang untuk mengawinkannya kembali disyaratkan adanya akad. Hanya saja dalam hal ini
selesainya ‘iddah tidak dianggap sebagai syarat.
a. talak ba’in karena talak tiga kali.
Mengenai istri yang ditalak tiga kali, para ulama mengatakan bahwa ia tidak halal lagi bagi
suaminya, kecuali si istri menikah dengan orang lain, dengan syarat si istri sudah di tiduri
oleh suami tersebut. Dan pasangan suami istri tersebut bercerai. Kemudian sang suami
pertama merujuknya kembali dengan acara akad nikah baru.
Sa’id Al-Musyyab berbeda sendiri pendapatnya dengan mengatakan bahwa istri yang ditalak
tiga kali boleh kembali kepada suaminya yang pertama dengan akad nikah yang sama, ia
berpendapat bahwa nikah yang dimaksudkan adalah untuk semua akad nikah.
b. nikah muhallil
dalam hal ini Fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah muhallil. Yakni jika seorang laki-
laki mengawini seorang perempuan dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi
suami yang pertama.
Menurut Imam Malik nikah tersebut sudah rusak, sedangkan menurut imam Syafi’I dan Abu
Hanifah perpendapat bahwa nikah muhallil dibolehkan, dan niat untuk menikah itu tidak
mempengaruhi syahnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Daud dan segolongan fuqaha.
Mereka berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkan kehalalan istri yang di
ceraikan tiga kali.
3. perbedaan pendapat para ulama mazhab tentang terjadinya ruju’ melalui perbuatan.

a. Imam Syafi’i
Rujuk harus dilakukan dengan ucapan atau tulisan. Karena itu, ruju’ tidak sah bila dilakukan
dengan mencampurinya sesungguhpun hal itu diniatkan sebagai ruju’. Suami haram
mencampurinya dalam ‘iddah. Kalau dia melakukan itu, ia harus membayar mahar mitsil,
sebab percampuran tersebut tergolong pencampuran syubhat.
b. Imam Malik
Ruju’ boleh dilakukan melalui perbuatan yang di sertai dengan niat untuk ruju’. Akan tetapi
bila suami mencampuri istrinya tersebut tanpa niat ruju’, maka wqnita tersebut tidak akan
bias kembali kepadanya. Namun percampuran tersebut tidak mengakibatkan adanya hadd
(hukuman) maupun keharusan membayar mahar. Anak yang lahir dari perempuan dikaitkan
nasabnya kepada laki-laki yang mencampurinya itu. Wanita tersebut harus menyucikan
dirinya dengan haidh manakala dia tidak hamil.
c. Imam Hambali
Ruju’ hanya terjadi melalui percampuran begitu terjadinya percampuran, maka ruju’ pun
terjadi, sekalipun laki-laki tersebut tidak berniat ruju’. Sedangkan bila tindakan itu bukan
percampuran, misalnya sentuhan ataupun ciuman yang disertai birahi dan lain sebagainya,
sama sekali tidak mengakibatkan terjadinya ruju’
d. Imam Hanafi
Ruju’ bias terjadi melalui percampuran, sentuhan dan ciuman, dan hal-hal sejenis itu, yang
dilakukan oleh laki-laki yang menalak dan wanita yang ditalaknya, dengan syarat semuanya
itu disertai dengan birahi. Ruju’ juga bisa terjadi melalui tindakan (perbuatan) yang dilakukan
oleh orang tidur, lupa, dipaksa, dan gila. Misalnya seorang laki-laki menalak istrinya,
kemudian dia terserang penyakit gila, lalu istrinya itu dicampurinya sebelum ia habis masa
iddahnya.

e. Imamiyah
Rujuk bisa terjadi melalui percampuran, berciuman dan bersentuhan, yang disertai syahwat
atau tidak dan lain sebagainya yang tidak halal dilakukan kecuali oleh suami. Ruju’ tidak
membutuhkan pendahuluan berupa ucapan. Sebab, wanita tersebut adalah istrinya, sepanjang
dia masih dalam masa iddah. Dan bahkan perbuatan tersebut tidak perlu disertai niat ruju’.
Penyusun kitab Al-Jawahir mengatakan, “barangkali tujuan pemutlakan nash dan fakta
tentang ruju’ adalah itu, bahkan ruju’ bisa terjadi melalui perbuatan sekalipun disertai
maksud tidak ruju;.” Sayyid Abu Al-Hasan mengatakan dalam Al-Wasilahnya,”perbuatan
tersebut mengandung kemungkinan kuat sebagai ruju’, sekalipun dimaksudkan bukan ruju;.”
Tetapi. Bagi Imamiyah, tindakan tersebut tidak dipandang berpengaruh manakala dilakukan
oleh orang yang tidur, lupa, dan mengalami syubhat, misalnya bila dia mencampuri wanita
tersebut karena menduga bahwa wanita tersebut bukan istrinya yang dia talak.
C. Rukun Rujuk
1. Istri, syaratnya pernah dicampuri, talak raj’i, dan masih dalam masa iddah, isteri yang
tertentu yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya kemudian ia rujuk dengan salah seorang
dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukan-maka rujuknya itu tidak sah.
2. Suami, syaratnya atas kehendak sendiri tidak dipaksa
3. Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil.
4. Sighat (lafal) rujuk ada dua, yaitu
1) terang-terangan , misalnya “Saya rujuk kepadamu”2) perkataan sindiran, misalnya “Saya
pegang engkau” atau “saya kawin engkau” dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh
dipakai untuk rujuk atau yng lainnya.

Rujuk dengan perbuatan (campur) Perbedaan pendapat juga terjadi pada hokum rujuk dengan
perbuatan. Syafi’I berpendapat tidak sah, karena dalam ayat alqur’an Allah menyuruh supaya
rujuk dipersaksikan, sedangkan yang dapat dipersaksikan hanya sigat (perkataan). Perbuatan
seperti itu sidah tentu tidak dapat dipersaksikan oleh orang lain. Akan tetapi, menurut
pendapat kebanyakan ulama, rujuk dengan perbuatan itu sah. Mereka beralasan kepada
firman Allah dalam surat Al-baqarah : 228 yang artinya : “ dan suami-suami berhak
merujuknya”
Dalam ayat tersebut tudak ditentukan apakah dngan perkataan atau perbuatan. Hokum
mempersaksikan dalam ayat diatas hanyalh sunat, bukan wajib. Qarinahnya adalah
kesepakatan ulama (ijma’) bahwa mempersaksikan talaq-ketika menalaq-tidak wajib:
demikian pula hendaknya ketika rujuk, apalgi beratri rujuk itu meneruskan pernikahan yang
lama, sehingga tidak perlu wali dan tidak perlu ridho orang yang dirujuki. Mencampuri istri
yang sedang dalam iddah raj’iyah itu halal bagi suai yang menceraikannya, menurut pendapat
abu hanifah. Dasarnya krena dalam ayat itu ia masih disebut suami.

Rujuk itu sah juga meskipun tidak dengan ridho si perempuan dan atas sepengetahuannya
karena rujuk itu berate mengekalkan pernikahan yang telah lalu. Kalau seorang perempuan
dirujuk oleh suaminya sedangkan ia tidak tahu, kemudian setelah lepas iddahnya perempuan
itu menikah dengan laki-laki lain karena dia tidak mengetahui bahwa suaminya rujuk
kepadanya, maka nikah yang kedua ini tidak sah dan batal dengan sendirinya dan perempuan
tersebut harus dikembalikan kepada suaminya.

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT SYARI’AT ISLAM


YANG MULIA
oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kaum muda untuk
menyegerakan me-nikah sehingga mereka tidak berkubang dalam kemak-siatan, menuruti
hawa nafsu dan syahwatnya. Karena, banyak sekali keburukan akibat menunda pernikahan.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi
farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa)
karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya.”[1]
Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk segera menikah mengandung
berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, di antaranya:

[1]. Melaksanakan Perintah Allah Ta’ala.


[2]. Melaksanakan Dan Menghidupkan Sunnah Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam.
[3]. Dapat Menundukkan Pandangan.
[4]. Menjaga Kehormatan Laki-Laki Dan Perempuan.
[5]. Terpelihara Kemaluan Dari Beragam Maksiat.

Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan jelek dan hina, seperti zina,
kumpul kebo, dan lainnya. Dengan terpelihara diri dari berbagai macam perbuatan keji, maka
hal ini adalah salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam Surga.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di
antara dua paha (ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam Surga.” [2]

[6]. Ia Juga Akan Termasuk Di Antara Orang-Orang Yang Ditolong Oleh Allah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang ditolong oleh
Allah, yaitu orang yang menikah untuk memelihara dirinya dan pandangannya, orang yang
berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang ingin melunasi hutangnya (menebus dirinya)
agar merdeka (tidak menjadi budak lagi). Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: (1) mujahid
fi sabilillah, (2) budak yang menebus dirinya agar merdeka, dan (3) orang yang menikah
karena ingin memelihara kehor-matannya.” [3]

[7]. Dengan Menikah, Seseorang Akan Menuai Ganjaran Yang Banyak.


Bahkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa seseorang yang
bersetubuh dengan isterinya akan mendapatkan ganjaran. Beliau bersabda,

“Artinya : … dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah…” [4]

[8]. Mendatangkan Ketenangan Dalam Hidupnya


Yaitu dengan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sebagaimana
firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
[Ar-Ruum : 21]

Seseorang yang berlimpah harta belum tentu merasa tenang dan bahagia dalam
kehidupannya, terlebih jika ia belum menikah atau justru melakukan pergaulan di luar
pernikahan yang sah. Kehidupannya akan dihantui oleh kegelisahan. Dia juga tidak akan
mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Tidak pernah terlihat dua orang yang saling mencintai seperti (yang terlihat dalam)
pernikahan.” [5]

Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka,
bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak
akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan laknat Allah.
Terlebih lagi jika mereka hidup berduaan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan
terjerumus dalam lembah perzinaan yang menghinakan mereka di dunia dan akhirat.

Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis merupakan perbuatan yang terlarang dan
hukumnya haram dalam Islam, kecuali antara suami dengan isteri atau dengan mahramnya.
Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Artinya : angan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si
wanita itu bersama mahramnya.” [6]

Mahram bagi laki-laki di antaranya adalah bapaknya, pamannya, kakaknya, dan seterusnya.
Berduaan dengan didampingi mahramnya pun harus ditilik dari kepen-tingan yang ada. Jika
tujuannya adalah untuk ber-pacaran, maka hukumnya tetap terlarang dan haram karena
pacaran hanya akan mendatangkan kegelisahan dan menjerumuskan dirinya pada perbuatan-
perbuatan terlaknat. Dalam agama Islam yang sudah sempurna ini, tidak ada istilah pacaran
meski dengan dalih untuk dapat saling mengenal dan memahami di antara kedua calon suami
isteri.

Sedangkan berduaan dengan didampingi mahramnya dengan tujuan meminang (khitbah),


untuk kemudian dia menikah, maka hal ini diperbolehkan dalam syari’at Islam, dengan
ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan pula oleh syari’at.

[9]. Memiliki Keturunan Yang Shalih


Setiap orang yang menikah pasti ingin memiliki anak. Dengan menikah –dengan izin Allah—
ia akan mendapatkan keturunan yang shalih, sehingga menjadi aset yang sangat berharga
karena anak yang shalih akan senantiasa mendo’akan kedua orang tuanya, serta dapat
menjadikan amal bani Adam terus mengalir meskipun jasadnya sudah berkalang tanah di
dalam kubur.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.” [7]

[10]. Menikah Dapat Menjadi Sebab Semakin Banyaknya Jumlah Ummat Nabi Muhammad
Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam
Termasuk anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah menikahi wanita-wanita
yang subur, supaya ia memiliki keturunan yang banyak.

Seorang yang beriman tidak akan merasa takut dengan sempitnya rizki dari Allah sehingga ia
tidak membatasi jumlah kelahiran. Di dalam Islam, pembatasan jumlah kelahiran atau dengan
istilah lain yang menarik (seperti “Keluarga Berencana”) hukumnya haram dalam Islam.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam justru pernah mendo’akan seorang Shahabat beliau,
yaitu Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, yang telah membantu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam selama sepuluh tahun dengan do’a:

“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya dari apa-apa yang
Engkau anugerahkan padanya.” [8]

Dengan kehendak Allah, dia menjadi orang yang paling banyak anaknya dan paling banyak
hartanya pada waktu itu di Madinah. Kata Anas, “Anakku, Umainah, menceritakan kepadaku
bahwa anak-anakku yang sudah meninggal dunia ada 120 orang pada waktu Hajjaj bin Yusuf
memasuki kota Bashrah.” [9]

Semestinya seorang muslim tidak merasa khawatir dan takut dengan banyaknya anak, justru
dia merasa bersyukur karena telah mengikuti Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam yang mulia. Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan baginya dalam mendidik anak-
anaknya, sekiranya ia bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi
Allah ‘Azza wa Jalla tidak ada yang mustahil.

Di antara manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan adalah:


1. Mendapatkan karunia yang sangat besar yang lebih tinggi nilainya dari harta.
2. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan.
3. Sarana untuk mendapatkan ganjaran dan pahala dari sisi Allah.
4. Di dunia mereka akan saling menolong dalam ke-bajikan.
5. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
6. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi
beramal (telah meninggal dunia).
7. Jika ditakdirkan anaknya meninggal ketika masih kecil/belum baligh -insya Allah- ia akan
menjadi syafa’at (penghalang masuknya seseorang ke dalam Neraka) bagi orang tuanya di
akhirat kelak.
8. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api Neraka, manakala orang tuanya
mampu men-jadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih atau shalihah.
9. Dengan banyaknya anak, akan menjadi salah satu sebab kemenangan kaum muslimin
ketika jihad fi sabilillah dikumandangkan karena jumlahnya yang sangat banyak.
10. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangga akan jumlah ummatnya yang banyak.

Anjuran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini tentu tidak bertentangan dengan
manfaat dan hikmah yang dapat dipetik di dalamnya. Meskipun kaum kafir tiada henti-
hentinya menakut-nakuti kaum muslimin sepuaya mereka tidak memiliki banyak anak
dengan alasan rizki, waktu, dan tenaga yang terbatas untuk mengurus dan memperhatikan
mereka. Padahal, bisa jadi dengan adanya anak-anak yang menyambutnya ketika pulang dari
bekerja, justru akan membuat rasa letih dan lelahnya hilang seketika. Apalagi jika ia dapat
bermain dan bersenda gurau dengan anak-anaknya. Masih banyak lagi keutamaan memiliki
banyak anak, dan hal ini tidak bisa dinilai dengan harta.

Bagi seorang muslim yang beriman, ia harus yakin dan mengimani bahwa Allah-lah yang
memberikan rizki dan mengatur seluruh rizki bagi hamba-Nya. Tidak ada yang luput dari
pemberian rizki Allah ‘Azza wa Jalla, meski ia hanya seekor ikan yang hidup di lautan yang
sangat dalam atau burung yang terbang menjulang ke langit. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya
dijamin Allah rizkinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya.
Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Huud : 6]

Pada hakikatnya, perusahaan tempat bekerja hanyalah sebagai sarana datangnya rizki, bukan
yang memberikan rizki. Sehingga, setiap hamba Allah ‘Azza wa Jalla diperintahkan untuk
berusaha dan bekerja, sebagai sebab datangnya rizki itu dengan tetap tidak berbuat maksiat
kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam usahanya mencari rizki. Firman Allah ‘Azza wa Jalla:

Artinya : “Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan
baginya dalam urusannya.” [Ath-Thalaq : 4]

Jadi, pada dasarnya tidak ada alasan apa pun yang membenarkan seseorang membatasi dalam
memiliki jumlah anak, misalnya dengan menggunakan alat kontrasepsi, yang justru akan
membahayakan dirinya dan suaminya, secara medis maupun psikologis
APABILA BELUM DIKARUNIAI ANAK

Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan
Mahabijaksana meng-anugerahkan anak kepada pasangan suami isteri, dan ada pula yang
tidak diberikan anak. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Artinya : Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan
anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki
dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui,
Mahakuasa.” [Asy-Syuuraa : 49-50]

Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun ditakdirkan oleh Allah
belum memiliki anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.
Hendaklah ia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dan Zakariya ‘alaihis
salaam telah berdo’a kepada Allah sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan do’a mereka.

Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu:

“Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
shalih.” [Ash-Shaaffaat : 100]

“…Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”
[Al-Furqaan : 74]

“…Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan
Engkau-lah ahli waris yang terbaik.” [Al-Anbiyaa' : 89]

“…Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar do’a.” [Ali ‘Imran : 38]

Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat secara medis
yang dibenarkan menurut syari’at, juga menkonsumsi obat-obat, makanan dan minuman yang
menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan ruqyah yang diajarkan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan terus menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah
atas segala dosa. Serta senantiasa berdo’a kepada Allah di tempat dan waktu yang
dikabulkan. Seperti ketika thawaf di Ka’bah, ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu
sa’i, ketik awuquf di Arafah, berdo’a di sepertiga malam yang akhir, ketika sedang berpuasa,
ketika safar, dan lainnya.[10]

Apabila sudah berdo’a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua itu ada
hikmahnya. Do’a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan menjadi simpanannya
di akhirat kelak.

Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada Allah! Hendaknya ia


senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Apa yang Allah takdirkan baginya, maka itulah yang
terbaik. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyayang kepada hamba-hambaNya,
Mahabijaksana dan Mahaadil.

1. Pengertian Zakat
Pertama, zakat menurut bahasa artinya bersih, tambah dan terpuji. Sedangkan menurut istilah
zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada para mustahiq (yang berhak) menerimanya
dengan beberapa syarat
Kedua, zakat yaitu pemberian sebagian harta kepada fakir miskin dan orang-orang yang berhak
menerimanya dan hukumnya wajib
Ketiga, zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban Islam, ia adalah salah satu dari
rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang terpenting setelah syahadat dan sholat
Dalam bahasa Arab, kata zakah secara harfiah berarti berkembang atau tumbuh. Kadang
diartikan bersih atau suci. Adapun dalam pembahasan fikih, istilah zakat diartikan sebagai sejumlah
harta tertentu yang wajib dikeluarkan dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya.
Pengertian yang lain, zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun
Islam. Dan secara arti kata zakat berasal dari bahasa Arab dari akar kata zakamengandung beberapa
arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Dalam terminologi hukum (syara’) zakat diartikan:
“pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan”.

2. Macam-macam Zakat
2.1 Zakat Fitrah
2.1.1 Pengertian
Beberapa pengertian zakat fitrah adalah sebagai berikut :
1. Zakat fitrah adalah zakat diri yang dikeluarkan oleh setiap umat Islam yang hidup sebagian
bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal.
2. Zakat fitrah adalah tindakan untuk mensucikan jiwa.

2.1.2 Jenis untuk Membayar dan Jumlah yang Harus Dibayar


Yang dikeluarkan dalam zakat fitrah adalah makanan pokok (yang mengenyangkan)
menurut tiap-tiap tempat (negeri) sebanyak 3,1 liter atau 2,5 kg. Atau bisa diganti dengan uang senilai
3,1 liter atau 2,5 kg makanan pokok yang harus dibayarkan.
2.1.3 Syarat Wajib
Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut :
a. Beragama Islam.
b. Lahir dan hidup sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan.
c. Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan wajib dinafkahi,
baik manusia atau binatang, pada malam hari raya dan siang harinya. Yang tidak mempunyai
kelebihan seperti itu, maka boleh menerima dari orang lain sehingga dia dapat membayar zakat dan
mempunyai persediaan makanan.

2.1.4 Waktu-waktu Zakat


Waktu wajib membayar zakat fitrah adalah ketika terbenam matahari pada malam Idul Fitri.
Adapun beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah pada waktu itu adalah :
a. Waktu mubah, awal bulan Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan.
b. Waktu wajib, mulai terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan.
c. Waktu sunah, sesudah sholat subuh sebelum sholat Idul Fitri.
d. Waktu makruh, sesudah sholat Idul Fitri tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya Idul
Fitri.
e. Waktu haram, sesudah terbenam matahari pada hari raya Idul Fitri.
Apabila terlambat membayar zakat sesudah sampai tahunnya dan harta itu sudah di
tangannya, yang menerima zakat pun sudah ada. Maka jika benda itu hilang, ia wajib mengganti
zakatnya itu karena kelalaiannya.

2.2 Zakat Mal


2.2.1 Pengertian
Dalam bahasa Arab, mal berarti harta. Jadi, zakat mal adalah zakat yang berhubungan
dengan harta atau zakat yang diwajibkan atas suatu harta tertentu. Zakat mal adalah zakat harta
yang dimiliki oleh seseorang karena sudah sampai nisab (batas seseorang harus mengeluarkan
zakat).
Zakat mal adalah zakat harta yang dimiliki oleh seseorang karena sudah sampai nisab
(batas seseorang harus mengeluarkan zakat)

2.2.2 Harta Benda yang Wajib Dizakati dan Nisabnya


1. Binatang Ternak
‘Illat terhadap binatang ternak adalah nisab dan yang berkembang. Dengan demikian, segala
ternak yang dipelihara untuk diperkembangbiakkan dan telah sampai nisab diwajibkan membayar
zakatnya. Abu Hanifah menggunakan qiyas ini, karena itu bukan saja terhadap unta, kambing dan
biri-biri tetapi juga mewajibkan zakat terhadap kuda. Dan si pemilik kuda boleh memilih antara
membayar satu dinar untuk tiap seekor kuda atau menghargakan kuda itu dan membayar 5 (lima)
dirham dari harta kuda itu.
Ulama-ulama lain tidak mewajibkan zakat kuda ini, karena atas dasar Sabda Nabi
Muhammad,” Muslim tidak wajib menzakati hamba dan kudanya.”(HR. Abu Dawud). Pendapat ini
disanggah bahwa hadis tersebut untuk kuda yang digunakan tenaganya, bukan diternakkan, seperti
halnya sapi yang dipekerjakan tidak dikenakan zakat. “ Tidak ada zakat pada sapi yang
dikerjakan.”(HR. Abu Dawud).
Yang wajib dizakati hanya unta, sapi, kerbau dan kambing.
 Unta
Kewajiban zakat unta dijelaskan Nabi dalam haditsnya dari Anas ra. Menurut riwayat al-Bukhari
yang menyampaikan sabda Nabi yang artinya,” Setiap 24 ekor unta atau kurang, maka zakatnya
seekor kambing betina. Untuk setiap 5 ekor unta, jika jumlahnya 25 sampai 35 ekor, maka zakatnya
satu ekor anak unta betina berumur 1-2 tahun atau satu ekor anak unta jantan berumur 3-4 tahun;jika
jumlahnya 36 ekor sampai 45 ekor, zakatnya 46 sampai 60 ekor unta, zakatnya adalah seekor unta
betina berumur 3-4 tahun”
Nizab zakat binatang ternak di Indonesia :
a. Nisab Zakat Sapi dan Kerbau
Zakatnya
Nisab
Bilangan dan jenis zakat Umur
1 ekor anak sapi atau seekor kerbau
30-39 1 tahun lebih
1 ekor anak sapi atau seekor kerbau
40-59 2 tahun lebih
2 ekor anak sapi atau seekor kerbau
60-69 1 tahun lebih
1 ekor anak sapi atau seekor kerbau dan
70- ... 2 tahun lebih
1 ekor anak sapi atau seekor kerbau
Selanjutnya tiap-tiap 30 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 1 tahun
lebih. Dan tiap-tiap 40 ekor sapi atau kerbau, zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau berumur 2 tahun
lebih.

b. Zakat Kambing
Zakatnya
Nisab
Bilangan dan jenis zakat Umur
40-120 1 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
1 ekor domba betina
121-200 2 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
2 ekor domba betina
201-399 3 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
3 ekor domba betina
400- ... 4 ekor kambing betina atau 2 tahun lebih, 1 tahun lebih
4 ekor domba betina
Mulai 400 ekor kambing dihitung tiap-tiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing atau domba
umurnya seperti tersebut di atas

2. Emas dan Perak


Barang permata apabila diperjualbelikan dikenakan zakat tijarahnya. Menurut Abu Zahrah
harus dizakati dan dinilai dengan uang.
Harta yang dalam keadaan yang digadaikan zakatnya dipungut atas pemilik harta, karena
barang-barang yang digadaikan tetap menjadi milik yang menggadaikan.
Barang-barang yang dalam sengketa atau dalam gugatan, maka putusan hakimlah yang
menentukannya, yaitu yang diwajibkan zakat adalah yang dimenangkan oleh hakim dalam
gugatannya. Demikian pula rumah yang disewakan, maka sewa rumah itu merupakan usaha untuk
mendapatkan hasil, yang wajib pula dikenakan zakatnya.
Zakat emas dan perak yaitu jika waktunya telah cukup setahun dan telah sampai ukuran emas
yang dimilikinya sebanyak 96 gram sedangkan perak 672 gram keatas, dan masing-masing zakatnya
2,5 %.

3. Biji dan Buah-buahan


Adapun zakat makanan telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang menyuruh kaum Muslimin
untuk mengeluarkan zakat terhadap segala hasil yang dikeluarkan dari bumi seperti buah-buahan
dan tumbuh-tumbuhan.

”Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila
dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”. (Q.S. Al-An’am : 141)
Ayat ini mempertegas adanya zakat untuk semua hasil bumi, kemudian dikeluarkan sebanyak
10% jika dialiri dengan air hujan atau sungai dengan cara yang mudah. Tetapi zakatnya hanyalah 5%
jika dialiri dengan air yang dibeli atau mempergunakan upah.
Pendapat ulama tentang harta yang wajib di zakati :
1. Abu Hanifah, mewajibkan zakat pada segala hasil tanaman/buah-buahan baik berupa kurma
ataupun buah-buahan lainnya.
2. Abu Yusuf dan Muhammad Ibnu Al-Hasan, zakat hanya wajib pada buah-buahan yang dapat
tahan satu tahun.
3. Asy Syafi’i, zakat hanya wajib pada buah-buahan kurma dan anggur.
4. Hanabilah berpendapat bahwa zakat itu hanya diwajibkan atas tumbuh-tumbuhan yang asa
takarannya, yang ditentukan kadarnya, kering dan dapat disimpan lama baik makanan pokok atau
bukan.
Abu Hanifah memegang umumnya hadis,” Pada tanaman-tanaman yang dialiri dengan air
hujan dan mata air atau yang mengisap dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh dan yang dialiri
dengan kincir zakatnya seperduapuluh.” Sedangkan Asy-Syafi’i, Muhammad bin Hasan dan Abu
Yusuf berhujjah dengan hadis,” Tidak ada zakat dalam sayur-mayur.”
Abu Hanifah tidak mewajibkan zakat terhadap rumput, tetapi apabila rumput itu sengaja
ditanam dan menghasilkan wajib pula dibayar zakatnya.
Apabila sayur-mayur itu diperdagangkan, maka wajib zakat dari perdagangan sayur tersebut.
Dalam hal ini sesungguhnya dapat dilihat dari segi lain yaitu dari segi subjek hukumnya apakah
sebagai produser atau sebagai pedagang atau sebagai produser dan pedagang.
Dengan kemajuan teknologi dan science syarat-syarat kering dan tahan lama dapat dipenuhi.

4. Rikaz (harta terpendam)


Rikaz adalah emas dan perak yang ditanam di dalam tanah.
Menurut sebagian ulama, rikaz, yaitu harta karun yang diketemukan setelah terpendam
dimasa lampau. Dan, rikaz yaitu semua benda-benda tambang yang baru diketemukan baik di darat
atau di laut.
Kita wajib mengeluarkan zakat sebesar 20% dari rikas yang kita temukan, pada saat kita
menemukannya.

5. Hasil Tambang
Hasil tambang apabila sampai satu nisab, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga
sebesar 2,5%.

2.2.3 Syarat Wajib


Secara umum seseorang berkewajiban mengeluarkan zakat mal apabila sudah memiliki
syarat sebagai berikut :
a. Islam
b. Merdeka (bukan budak)
c. Hak milik yang sempurna
d. Telah mencapai nisab
e. Masa memiliki sudah sampai satu tahun (selain tanaman dan buah-buahan)

2.2.4 Waktu-waktu Zakat


Zakat mal dapat dilakukan kapan saja (tak tentu).

3. Hukum Zakat
Mengeluarkan zakat itu hukumnya wajib sebagai salah satu rukun Islam. Namun demikian, tidak
semua orang yang memiliki harta terkena kewajiban zakat mal. Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, baik terkait dengan pemilik harta maupun harta itu sendiri.

4. Orang-orang yang Berhak Menerima Zakat

” Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,


pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-
orang yang berhutang, orang-orang yang berjuang untuk Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”. (Q.S. At Taubah : 60)
1. Orang fakir : tidak mempunyai mata pencaharian tetap dan tidak ada yang
menanggung kebutuhan hidup sehari-harinya.
2. Orang miskin : mempunyai mata pencaharian tetapi penghasilannya tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Amil : yang mengurusi zakat, mulai dari pengumpulan sampai dengan
pembagian kepada yang berhak.
4. Hamba Sahaya : orang yang menjadi budak dan dapat diperjualbelikan.
5. Fi Sabilillah : yang memperjuangkan agama Islam.
6. Muallaf : 1. Orang yang baru masuk Islam dan imannya belum teguh.
2. Orang Islam yang berpengaruh dalam kaumnya.
3. Orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir.
4. Orang yang menolak atau menangani kejahatan orang yang anti
zakat.
7. Orang yang berhutang : 1. Orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang
berselisih.
2. Orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya yang dibolehkan.
3. Orang yang berhutang karena menjamin utang orang lain,
sedangkan dia dan orang yang dijamin tidak mampu membayar.
8. Ibnu Sabil atau musafir : orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat.
5. Orang-orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat

1. Orang kafir (hanya berhak diberi sedekah)


2. Orang atheis
3. Keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib
4. Ayah, anak, kakek, nenek, ibu, cucu, dan isteri yang menjadi tanggungan orang yang berzakat.

6. Manfaat Zakat dalam Kehidupan

Beberapa manfaat berzakat antara lain :


1. Menolong orang yang lemah dan menderita, agar dia dapat menunaikan kewajibannya
terhadap Allah dan terhadap makhluk-Nya.
2. Membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tercela serta mendidik diri agar memiliki
sifat mulia dan pemurah.
3. Ungkapan rasa syukur kepada Allah atas rizki yang telah diberikan kepada kita.
4. Menjaga kejahatan-kejahatan yang dimungkinkan timbul dari si miskin.
5. Mendekatkan hubungan kasih sayang dan saling mencintai antara si kaya dan si miskin.
6. Menggapai berkah, tambahan dan ganti dari Allah SWT, sebagaimana Dia berfirman:
”Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa
saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-
baiknya.” (QS: Saba': 39).[31]
1.1 Pengertian
Kata jenazah diambil dari bahasa arab ‫ جن ذ ح‬yang berarti tubuh mayat dan kata ‫جن‬
‫ذ‬yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang
tertutup.
Setiap orang pasti akan mengalami kematian. Mengingat mati harus sering
dilakukan agar setiap diri manusia menyadari bahwa dirinya tidaklah hidup kekal
selamanya didunia sehingga senantiasa mempersiapkan diri dengan beramal shaleh dan
segera bertaubat dari kesalahan dan dosa yang telah diperbuat. Kita harus mempersiapkan
diri dengan bekal yang baik dan diridhai Allah agar dapat menuju akhirat dengan khusnul
khatimah atau akhir hayat yang sebaik-baiknya. Allah berfirman.

Artinya : Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak
lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS Ali Imran : 185)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepadanya dan janganlah sekali-kali kamu mati, melainkan kamu dalam keadaan
muslim.” (QS Ali Imran : 102). lihat al-Qur’an)
SHALAT JENAZAH
2.2 Kewajiban Penyelenggaraan Jenazah
Kewajiban orang yang hidup kepada orang yang meninggal ada dua hal, yaitu
kewajiban terhadap jenazahnya dan kewajiban terhadap harta peninggalannya.
Adapun kewajiban terhadap jenazahnya ada empat macam, yaitu
1.Segera Memejamkan Mata Mayit dan Mendo’akan
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendatangi Abu Salamah yang telah menghembuskan nafasnya yang terakhir
dengan kedua mata terbelalak, kemudian beliau memejamkan kedua mata Abu Salamah
dan berkata, ‘Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka ia diikuti oleh pandangan
mata.’ Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari sebagian keluarga Abu Salamah, maka
beliau pun bersabda, ‘Janganlah kalian berdo’a atas diri kalian kecuali dengan
kebaikan, karena sesungguhnya Malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.’
Kemudian beliau mendo’akan Abu Salamah seraya berkata:
, َ‫اْربَّ ْال ََعالَ ِميْن‬َ َ‫ َوا ْغ ِْف ْرلَنا َ َولَهُ ي‬, َ‫ف فِ ْي َع ِقبِ ِه فِي ْالغَا ِب ِريْن‬ ْ ‫ َو‬, َ‫اْرفَ ْع ُدَ َْر َجتَهُ فِي ْال َم ُْه ِد ِييْن‬
ْ ُ‫اخل‬ َ ‫ا َللَّ ُُه َّم ا ْغ ِْف ْر َِأل َ ِبي‬
ْ ‫ َو‬,َ‫سلَ َمة‬
‫ َونَ ِو ْْر َلهُ ِف ْي ِه‬,ِ‫س ْح لَهُ ِف ْي قَب ِْرُه‬ َ ‫وا ْف‬.
َ
Ya Allah, ampunilah dosa dan kesalahan Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya di
kalangan orang-orang yang diberi petunjuk, dan jagalah keturunan sesudahnya (4)agar
termasuk dalam orang-orang yang selamat (5). Ampunilah kami dan ia, lapangkanlah
kuburnya serta berilah cahaya di dalamnya.’11
2.Menutup Seluruh Badan Mayit dengan Pakaian (Kain)
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam wafat, seluruh jasadnya ditutupi dengan kain lurik (sejenis kain buatan
Yaman).” 12
3. Menyegerakan Persiapan Pemakamannya dan Membawanya Keluar
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
َ ‫ فَإ ِ ْن ت َ ُك ْن‬,ِ‫أَس ِْرع ُْوا بِ ْال َجنَازَ ة‬.
َ َ‫ َوإِ ْن ت ُك ْن َغي َْرذَلِكَ فَش ٌَّر ت‬,‫صا ِل َحةً فَ َخي ٌْر تُقَ ِد ُم ْونَ َُها َعلَ ْي ِه‬
‫ضَعُونَهُ َع ْن ِْرقَابِك ْم‬

11
Al-Ghaabiriin: Yang tersisa (selamat
12
Muttafaq ‘alaihi: Shahiih Muslim (II/651, no. 942) secara ringkas, Shahiih al-Bukhari (Fat-
hul Baari (III/113, no. 1241)), secara panjang.
“Segerakanlah pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang berbuat
kebaikan, maka kalian telah menyerahkan kebaikan itu kepadanya. Dan jika ia bukan
termasuk orang yang berbuat kebaikan, maka kalian telah melepaskan kejelekan dari
pundak-p8undak kalian.” 13
4.Ahli mayat yang mampu hendaklah segera membayar utang si mayat jika ia beutang,
baik di bayar dari harta peninggalan ataupun dari penolongan keluarga sendiri
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seseorang telah meninggal,
lalu kami segera memandikannya, mengkafaninya, dan memberinya wewangian,
kemudian kami meletakkannya di tempat yang biasa digunakan untuk meletakkan
jenazah, yaitu di maqam Jibril. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan
kami untuk menshalatinya, lalu beliau bersama kami mendekati jenazah tersebut
beberapa langkah dan bersabda, ‘Barangkali Sahabat kalian ini masih mempunyai
hutang?’ Orang-orang yang hadir menjawab, ‘Ya ada, sebanyak dua dinar.’ Maka
beliau pun mundur (enggan menshalatinya). Seseorang di antara kami yang bernama
Abu Qatadah berkata, ‘Ya Rasulullah, hutangnya menjadi tanggunganku.’ Maka
beliau bersabda, ‘Dua dinar hutangnya menjadi tanggunganmu dan murni dibayar dari
hartamu, sedangkan mayit ini terbebas dari hutang itu?’ Orang itu berkata, ‘Ya,
benar.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian menshalatinya, dan
setiap beliau bertemu dengan Abu Qatadah beliau selalu bertanya, ‘Apa yang telah
engkau perbuat dengan dua dinar hutangnya?’ Akhirnya ia menjawab, ‘Aku telah
melunasinya, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Sekarang barulah
kulitnya merasa dingin karena bebas dari siksaan.14
Sedangkan harta peninggalan jenazah itu diprioritaskan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan jenazah, yaitu:
1- Biaya mengurus jenazahnya.
2- Membayar hutangnya, baik hutang kepada sesama manusia atau kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala seperti nadzar, kifarat, kewajiban hají yang belum dilaksanakan
dan sebagainya. Bila jenazah itu tidak memilki tinggalan harta untuk membayar
hutangnya, maka menjadi tanggungan ahli warisnya dan bila ahli waris juga tidak ada,
maka menjadi tanggungan orang Islam yang mampu yang ada di sekitarnya.
Hutang ini penting untuk diperhatikan, sehingga sebelum menshalatkan jenazah,

13
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari (III/182, no. 1315)), Shahiih Muslim
(II/651, no. 944), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (VIII/469, no. 3125), Sunan at-
Tirmidzi (II/1020) dan Sunan an-Nasa-i (IV/42).
14
Shahih: [Ahkaamul Janaa-iz (no. 16)], Mustadrak al-Hakim (II/58), al-Baihaqi (VI/74).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terlebih dahulu selalu bertanya, apakah
jenazah tersebut masih memiliki hutang. Jika jenazah tersebut memiliki hutang, beliau
tidak menshalatinya, hanya menyuruh sahabat-sahabatnya saja yang
menshalatkannya. Jika hutang itu ada sahabat yang menanggungbaru beliau
maumenshalatinya.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Allah
akan mengampunkan semua dosa orang mati syahid kecuali hutang.”
(Hadits Riwayat Abu Dawud)
3- Membayar wasiat, asal tidak lebih dari sepertiganya. 4-
Pembagian waris, setelah semua kewajiban di atas dipenuhi, maka harta itu dibagi
kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Dalam kenyataannya, praktek pembagian waris menurut syariat Islam tidak banyak
dilaksanakan oleh Umat Islam. Dan orang yang mempelajari ilmu inipun sangatlah
sedikit.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam 14 abad yang lalu sudah mensinyalir keadaan
yang demikian, sehingga beliau sangat menekankan kaum muslimin untuk
mempelajari Faraidh atau Ilmu Mawaris, karena ilmu ini lama-lama akan lenyap,
yakni orang-orang menjadi malas untuk melaksanakan pembagian pusaka menurut
semestinya, yang diatur oleh hukum Islam.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Pelajarilah Faraidh (pembagian harta warisan) itu dan ajarkanlah kepada orang lain.
Sesungguhnya aku adalah seorang manusia yang bakal dicabut nyawa.
Dan sesungguhnya ilmu itupun akan ikut tercabut pula.
Juga akan lahir fitnah-fitnah sehingga terjadilah perselisihan antara dua orang karena
hal warisan. Kemudian mereka berdua itu tidak mendapatkan orang yang akan
memberi keputusan (terhadap masalah yang diperselisihkan itu) di antara mereka
berdua.”
(Hadits Riwayat Al-Hakim).
Peringatan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam ini benar-benar menjadi
kenyataan sekarang. Banyak ‘alim (ulama) yang mengerti berbagai ilmu, tapi sedikit
sekali yang menguasai Ilmu Faraidh. Oleh karena itu, Faraidh memiliki kedudukan
yang tinggi dan penting untuk dipelajari, seperti diperintahkan Rasulullah Shallalahu
‘alaihi wa Sallam :
“Pelajarilah Faraidh dan ajarkanlah ia karena ia (Faraidh) seperdua ilmu
dan ia akan dilupakan dan dialah yang pertama akan dicabut dari umatku.”
(Hadits Riwayat Ibnu Majah dan Dara Qutni)
Petunjuk Al-Qur’an tentang pembagian waris itu diterangkan dalam ayat-ayat
mawaris, antara lain : Surah Annisa ayat 7-14 dan ayat 176.
Ada beberapa riwayat yang menceritakan sebab-sebab turunnya ayat waris, di
antaranya riwayat yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, yaitu bahwa
seorang perempuan (isteri Sa’ad bin Rabi’) datang menghadap Rasulullah Shallalahu
‘alaihi wa Sallam dengan membawa dua orang anak perempuan puteri Sa’ad.
Perempuan itu berkata: “Wahai Rasulullah ! Dua orang anak ini adalah puteri Sa’ad
bin Rabi’, ayah mereka gugur sebagai syuhada dalam pertempuran Uhud. Paman
mereka telah mengambil semua harta peninggalannya, sehingga mereka berdua tidak
kebagian apa-apa, padahal mereka tidak dapat menikah tanpa harta.”

Maka Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Allah akan memutuskan


kasus tersebut.” Kemudian turunlah ayat waris Surah An-Nisa’ ayat 11-12.

Setelah itu lalu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam mengirimkan utusan untuk
memberitahukan kepada paman kedua puteri Sa’ad. Hendaklah kedua puteri Sa’ad itu
diberi bagian dua sepertiga, ibunya diberi seperdelapan dan sisanya untuk pamannya.
Adapun pada ayat 176 Surah An-Nisa’ menjelaskan tentang masalah “Kalalah”, yaitu
seorang yang meninggal dunia dan tidak punya anak, tetapi ada saudaranya. -.-

2.3 Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah


A. Tata Cara Memandikan Jenazah
Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum memandikan jenazah, yaitu
sebagai berikut.
1. Siapkan tempat yang layak. Ruang tempat memandikan hendaknya terjaga
dari penglihatan orang yang lalu lalang dan merupakan tempat yang
memberikan kehormatan bagi jenazah.
2. Siapkan peralatan atau perlengkapannya antara tempat atau alas
memandikan jenazah, wadah dan air secukupnya, sabun atau pembersih,
kapur barus, air mawar atau daun bidara agar wangi dan tidak bau.
3. Orang yang berhak memandikan adalah muhrim dari si mayit seperti orang
tua, suami atau isteri, anak, kerabat dekat, atau orang lain yang sejenis.
4. Dalam memandikan jenazah hendaknya mendahulukan anggota-anggota
wudhu dan anggota badan yang sebelah kanan pada waktu mulai
menyiramkan air. Memandikan jenazah disunahkan tiga kali atau lebih.
Ketentuan aurat tetap berlaku pada pemandian jenazah.
5. Syarat-syarat jenazah yang harus dimandikan yaitu sebagai berikut.
a. Jenazah itu orang muslim atau muslimat
b. Jenazah itu bukan karena mati syahid (mati dalam peperangan membela
agama). Hadis rasulullah SAW menyatakan artinya sebagai
berikut: “Dari Jabir, sesungguhnya nabi Muhammad SAW telah
memerintahkan terhadap orang-orang yang gugur dalam perang uhud
supaya dikuburkan dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak
dishalatkan.” (HR Bukhari)
c. Badan atau anggota badannya masih ada walaupun hanya sebagian yang
tinggal(apabila karena kecelakaan atau hilang)
1. Cara memandikan jenazah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Jenazah ditempatkan di tempat yang terlindung dari panas matahari, hujan atau
pandangan orang banyak. Jenazah ditempatkan pada tempat yang lebih tinggi
seperti dipan atau balai-balai
b. Memulainya dengan membaca basmalah
c. Jenazah diberi pakaian mandi (pakaian basahan) agar auratnyatetap tertutup seperti
sarung atau kain dan supaya mudah memandikannya
d. Membersihkan kotoran dan najis yang melekat pada anggota badan jenazah dengan
sopan dan lemah lembut
e. Jenazah diangkat (agak didudukkan), kemudian perutnya diurut supaya kotoran
yang mungkin masih ada di perutnya dapat keluar serta bersihkan mulut, hidung,
dan telinganya
f. Kotoran yang ada pada kuku-kuku jari tangan dan kaki dibersihkan, termasuk
kotoran yang ada di mulut atau gigi
g. Menyiramkan air ke seluruh badan sampai merata dari atas kepala hingga sampai
ke kaki. Setelah seluruh badan disiram air, kemudian dibersihkan dengan sabun
dan disiram kembali sampai bersih
Hadis nabi Muhammad SAW yang artinya : “Dari Ummu Atiyah r.a. nabi
SAW datang kepada kami sewaktu kami memandikan putri beliau, kemudian
beliau bersabda, mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih, kalau kamu
pandang lebih baik dari itu, dengan air serta daun bidara dan basuhlah yang
terakhir dengan dicampur kapur barus.”(HR Bukhari dan Muslim).Pada riwayat
lain, mulailah dengan bagian badannya yang kanan dan anggota wudhu dari
jenazah tersebut).
h. Setelah diwudukan dan terakhir disiram dengan air yang dicampur kapur barus,
daun bidara, wewangian yang lainnya agar berbau harum. Air untuk memandikan
jenazah hendaknya air biasa yang suci dan menyucikan kecuali dalam keadaan
darurat.
i. Dikeringkan dengan kain atau handuk

B. Tata Cara mengafani Jenazah


Siapkan perlengkapan untuk mengafani yaitu sebagai berikut :
 Kain kafan 3 helai untuk laki-laki dan sesuai dengan ukuran panjang
badannya. Kain kafan 5 helai untuk perempuan dan sesuai ukuran panjang
badannya
 Kapas secukupnya
 Bubuk cendana
 Minyak wangi
a. Kain kafan untuk mengafani jenazah paling sedikit satu lembar yang dapat
dipergunakan untuk menutupi seluruh tubuh jenazah, baik laki-laki ataupun
wanita. Akan tetapi, jika mampu disunahkan bagi jenazah laki-laki dikafani
dengan tiga lapis atau helai kain tanpa baju dan sorban. Masing-masing lapis
menutupi seluruh tubh jenazah laki-laki. Sebagian ulama berpendapat bahwa tiga
lapis itu terdiri dari izar (kain untuk alas mandi) dan dua lapis yang menutupi
seluruh tubuhnya
b. Cara memakaikan kain kafan untuk jenazah tersebut ialah kain kafan itu
dihamparkan sehelai-sehelai dan ditaburkan harum-haruman seperti kapur barus
dan sebagainya diatas tiap-tiap lapis itu. Jenazah kemudian diletakkan diatas
hamparan kain tersebut. Kedua tangannya diletakkan diatas dadanya dan tangan
kanan berada diatas tangan kiri. Hadis nabi Muhammad SAW yang artinya
: “Dari Aisyah r.a bahwa rasulullah SAW dikafani dengan tiga kain putih bersih
yang terbuat dari kapas dan tidak ada didalamnya baju maupun sorban.” (HR
Bukhari dan Muslim)
c. Adapun untuk jenazah wanita disunahkan untukdikafani dengan lima lembar kain
kafan, yakni kain basahan (kain alas), baju, tutup kepala, cadar dan kain yang
menutupi seluruh tubuhnya. Di antara beberapa helai atau lapisan kain diberi
harum-haruman. Cara memakaikannya yaitu mula-mula dihamparkan kain untuk
membungkus jenazah. Setelah itu, jenazah diletakkan diatasnya setelah kain
tersebut diberi harum-haruman. Kemudian, jenazah dipakaikan kain basahan
(kain alas), baju, tutup kepala, dan cadar yang masing-masing diberi harum-
haruman. Selanjutnya jenazah dibungkus seluruh tubuhnya dengan kain
pembungkus. Hadis nabi Muhammad SAW yang artinya : “Dari Laila binti Qanif
ia berkata saya adalah salah seorang yang ikut memandikan ummu kulsum binti
rasulullah SAW ketika meninggalnya. Yang mula-mula diberikan oleh rasulullah
kepada kami ialah kain basahan (alas), baju, tutup kepala, cadar dan sesudah itu
dimasukkan kedalam kain yang lain (yang menutupi seluruh tubuhnya).
Selanjutnya Laila berkata, sedang waktu itu rasulullah SAW ditengah pintu
membawa kafannya, dan memberikan kepada kami sehelai-sehelai.”(HR Ahmad
dan Abu Daud).
Catatan :
Jika seorang meninggal dunia dalam keadaan sedang ihram, baik ihram haji atau
ihram umrah tidak boleh ditaburi atau diberi wangi-wangian dan tutup kepala
1. Lubang-lubang seperti lubang hidung danlubang telinga disumpal dengan
kapas
2. Lapisi bagian-bagian tertentu dengan kapas

C. Menyalatkan Jenazah
Salat jenazah ialah salat yang dikerjakan sebanyak empat kali takbir dalam
rangka mendoakan orang muslim yang sudah meninggal. Jenazah yang disalatkan ini
ialah yang telah dimandikan dan dikafani. Hadis nabi Muhammad SAW
‫قال رسول اهللا صلى عليه وسلم صلوا على موتا كم‬
Artinya : “Rasulullah SAW bersabda salatkanlah olehmu orang-orang yang
meninggal!.” (HR Ibnu Majjah)
Adapun mengenai tatacara menyalatkan jenazah adalah sebagai berikut.
1. Posisi kepala jenazah berada di sebelah kanan, imam menghadap ke arah
kepala jenazah bila jenazah tersebut laki-laki dan menghadap ke arah perut
bagi jenazah perempuan. Makmum akan lebih baik bila dapat diusahakan
lebih dari satu saf. Saf bagi makmum perempuan berada di belakang saf laki-
laki.
2. Syarat orang yang dapat melaksanakan salat jenazah adalah menutup aurat,
suci dari hadas besar dan hadas kecil, bersih badan pakaian dan tempat dari
najis, serta mneghadap kiblat
3. Jenazah telah dimandikan dan dikafani
4. Letak jenazah berada di depan orang yang menyalatkan, kecuali pada salat
gaib
5. Rukun salat jenazah adalah sebagai berikut :
a. Niat
b. Berdiri bagi yang mampu
c. Takbir empat kali
d. Membaca surah Al Fatihah
e. Membaca salawat nabi
f. Mendoakan jenazah
g. Memberi salam
Tata cara pelaksanaan salat jenazah adalah sebagai berikut :
1. Mula-mula seluruh jamaah berdiri dengan berniat melakukan salat jenazah
dengan empat takbir.
Niat tersebut sebagai berikut:
‫اصلىعلىُهذا الميت﴿ُهذُهالميتة﴾اربع تكبيرت ْفرﺾ كفاية مﺄموما هللا تَعالى‬
Artinya : Aku berniat salat atas jenazah ini empat takbir fardu kifayah
sebagai imam/makmum karena Allah SWT
2. Kemudian tahbiratul ihram yang pertama dan setelah takbir pertama itu
selanjutnya membaca surat Al Fatihah
3. Takbir yang kedua dan setelah takbir yang kedua membaca salawat atas nabi
Muhammad SAW
4. Takbir yang ketiga dan setelah takbir yang ketiga membaca doa jenazah.
Bacaan doa bagi jenazah adalah sebagai berikut
‫لُهﻡ اغفرلهو ارحمه و عافه واعف عنه واكرﻡ نزولهو وسع مدخله واغسله بالمﺂﺀ و الﺜلﺞ و البراُد و ال‬
‫نقه من الجطايا كما ينقى الثوب االبيَض من الدنﺱ و ابُدله ُدارا خيرامن ُدارُهو اُهال خيرا من اُهلهواقه‬
‫فتنة القبْر و عذاب النار‬
Artinya : “YA Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia, sejahterakanlah ia,
maafkanlah kesalahannya, hormatilah kedalam tangannya, luaskan lah
tempat tinggalnya, bersihkanlah ia dengan air es dan embum, bersihkanlah ia
dari dosasebagai mana kain putih yang dibersihkan dari kotoran, gantilah
rumahnya dengan rumahnya yang dulu, dan gantilah keluarganya dengan
yang lebih baik daripada keluarganya yang dahulu, dan perihalalah dia dari
huru-hara kubur dan siksa api neraka.”
Catatan :
Do’a yang dibaca setelah takbir ketiga dan keempat disesuaikna dengan jenis
jenazahnya yaitu :
a. apabila jenazahnya wanita, maka damir (‫ )ُه‬hu diganti dengan kata ha(‫)ها‬
b. apabila jenazahnya dua orang, maka setiap damir kata hu(‫ )ُه‬diganti
dengan huma (‫) امه‬
c. apabilla jenazahnya banyak, maka setiap damir kata hu diganti
dengan(‫)مه‬atau(‫)ُهن‬
5. Takbir yang keempat, setelah takbir keempat membaca doa sebagai berikut
‫لُهﻡ ال تحرمنا أجرُه و ال تْفتنا بَعدُه و اغْف رلنا و لهال‬
Artinya : Ya Allah, janganlah engkau rugikan kami dari mendapatkan
pahalanya dan janganlah engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan
ampunilah kami dan dia (HR Hakim)
6. Membaca salam kekanan dan kekiri
Artinya : Dari Malik bin Hurairah ia berkata,rasulullah SAW bersabda, Tidak
seorang mukmin pun yang meninggal kemudian disalatkan oleh umat Islam
yang mencapai jumlah tiga saf, kecuali akan diampuni dosanya.” (HR Lima
ahli hadis kecuali Nasai)
Memperbanyak saf, jika jumnlah jemaah yang menyalatkan jenazah itu
sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga saf. Apabila jemaah salat jenazah itu
terdiri dari empat orang, lebih baik dijadikan dua saf, masing-masing saf dua
orang dan makruh juika dijadikan tiga saf karena ada saf yang hanya terdiri
dari satu orang
D. Menguburkan Jenazah
Setelah selesai menyalatkan, hal terakhir yang harus dilakukan adalah
menguburkan atau memakamkan jenazah. Tata cara pemakaman atau penguburan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tanah yang telah ditentukan sebagai kuburan digali dan dibuatkan liang lahat
sepanjang badan jenazah. Dalamnya tanah dibuat kira-kira setinggi orang
ditambah setengah lengan dan lebarnya kira kira satu meter, didasar lubangya
dibuat miring lebih dalam kearah kiblat. Maksudnya adalah agar jasad tersebut
tidak mudah dibongkar binatang
2. Setelah sampai di tempat pemakaman, jenazah dimasukkan kedalam liang
lahat dengan posisi miring dan menghadap kiblat. Pada saat meletakkan
jenazah, hendaknya dibacakan lafaz-lafaz sebagai berikut
‫بسماهللاوعلىملةرسولاهللارواُهترمذوابوداود‬
Artinya : “Dengan nama Allah danatas agama rasulullah.” (HR Turmuzi dan
abu daud
3. Tali-tali pengikat kain kafan dilepas, pipikanan dan ujung kakiditempelkan
pada tanah. Setelah itu jenazah ditutup dengan papan kayu atau bambu.
Diatasnya ditimbun dengan tanah sampai galian liang kubur itu rata.
Tinggikan kubur itu dari tanah biasa sekitar satu jengkal dan diatas kepala
diberi tanda batu nisan
4. Setelah selesai menguburkan, dianjurkan berdoa, mendoakan dan
memohonkan ampunan untuk jenazah. Hadis nabi Muhammad SAW berbunyi
yang artinya : “Dari Usman menceritakan bahwa nabi Muhammad SAW
apabila telah selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri diatasnya dan
bersabda mohonkanlah ampun untuk saudaramu dan mintakanlah untuknya
supaya diberi ketabahan karena sesungguhnya sekarang ia sedang
ditanya.” (HR Abu Daud dan Hakim)
Tata krama yang sebaiknya dilakukan ketika akan menguburkan jenazah
antara lain mengiringi jenazah dengan diam sambil berdoa, tidak turut
mengiringi, kecuali juka memungkinkan bagi perempuan, membaca salam
ketika masuk pemakaman. Tidak duduk hingga jenazah diletakkan, membuat
lubang kubur yang baik dan dalam, orang yang turun ke dalam kubur bukan
orang yang berhadas besar, tidak mengubur pada waktu yang terlarang, tidak
meninggikan tanah kuburan terlalu tinggi, tidak duduk diatas kuburan, dan
tidak berjalan jalan diantara kuburan

E. Turut Bela Sungkawa (Takziah)


Sebagai kerabat, teman dekat, keluarga, apalagi sebagai sesama muslim,
hendaknya kita membiasakan bertakziah kepada keluarga yang sedang berduka cita.
Takziah menurut bahasa artinya menghibur. Takziah menurut istilah ialah
mengunjungi keluarga yang meninggal dunia dengan maksud agar keluarga yang
mendapat musibah dapat terhibur, diberi keteguhan iman, Islam, dan sabar
menghadapi musibah serta berdoa untuk orang yang meninggal dunia supaya
diampuni segala dosa-dosa semasa hidupnya. Bertakziah hukumnya hukumnya sunah
dan merupakan salahsatu hak muslim satu dengan yang lain.
Hal-hal yang perlu dilakukan ketika seseorang bertakziah antara lain
1. Memberi bantuan kepada keluarga yang terkena musibah, baik bantuan moral
maupun materiil untuk mengurangi bebankesulitan dan kesedihannya.
2. Jika orang yang mendapat musibah termasuk orang yang dekat dengan kita,
hendaknya kita menghibur mereka agar tidak berlarut-larut dalam duka dan
menganjurka kesabaran karena semua manusia pasti akan mengalaminya.
3. Mengikuti salat jenazah dan mendoakannya agar mendapat ampunan dari
Allah SWT dari segala dosanya
4. Ikut mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman untuk menyaksikan
penguburannya
5. Tidak bicara keras, bercanda, tertawa terbahak-bahak, atau sikap-sikap lain
yang tidak terpuji.
Bersabda Rasulullah SAW yang artinya : “Dari Abdullah bin Ja’far r.a ia
berkata, ketika datang berita atau kabar meninggalnya ja’far karena terbunuh nabi
SAW telah bersabda, buatkanlah makam untuk keluarga ja’far karena sesungguhnya
mereka sedang mengalami kesusahan (kekalutan).” (HR Lima ahli hadis kecuali
Nasai)

F. Ziarah Kubur
Ziarah ku bur bertujuan mengingat kematian serta hari akhirat tempat menusia
akan mendapat balasan yang sesuai amal perbuatannya di dunia. Ziarah kubur sangat
dianjurkan. Akan tetapi, apabila ziarah kubur ditujukan untuk mendapat berkah, minta
doa restu, atau wangsit maka hal tersebut tidak dibolehkan (diharamkan)
Ziarah kubur juga memiliki tata krama sebagaimana petunjuk yang diajarkan
rasulullah yakni sebagai berikut.
1. Pada waktu masuk pintu gerbang pemakaman, hendaknya mengucapkan salam
karena kuburan sebagai tempat pemakaman jenazah manusia harus tetap
dihormati dan dimuliakan secara wajar. Hal tersebut memiliki arti bahwa kuburan
merupakan tempat kita mengingat akhirat dan tidak boleh disia-siakan, tetapi juga
tidak boleh dipuja-puja. Bacaan salam tersebut adalah sebagai berikut
Rasul Bersabda,yang artinya : “Selamat sejahtera pada mukminin dan muslimin
yang ada disini. Kami insya Allah akan menyusul kamu. Kami mohon kepada
Allah semoga kami dan kamu mendapat keselamatan.” (HR Muslim dan Ahmad)
2. Tidak boleh bernazar dengan niat tertentu yang berkaitan dengan takziah karena
nazar hanya ditujukan kepada Allah
3. Tidak boleh mencium atau menyapu dengan tangan untuk minta berkah karena
hal itu menjurus ke arah kemusyrikan
4. Membangun taman-taman atau bangunan di sekitar kuburan hukumnya makruh,
baik didalam maupun diluar kuburan
5. Hendaknya menyampaikan doa-doa kepada Allah yang berisi mohonkan
ampunan, rahmat dan keselamatannya

Empat hal yang harus dilakukan terhadap mayit atau jenazah oleh orang yang
hidup,yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menyolatkan
4. Menguburkan
Empat hal diatas hanya berlaku pada mayit atau jenazah muslim.adapun mayit
atau jenazah kafir,tidak dishalatkan baik kafir harbi maupun dzimmi.boleh
memandikan orang kafir,namun cuma dalam dua keadaan.dan wajib
mengkafani kafir dzimmi dan menguburkannya,tetapi hal ini tidak berlaku bagi
kafir harbi dan orang yang murtad.adapun orang yang mati dalam keadaan
ihram(sedang berhaji atau berumroh),jika dikafani,maka kepalanya tidak
ditutup.
Bagi orang-orang yang mengantarkan jenazah seorang muslim karena iman dan
mengharap ridho serta pahala dari allah swt.sampai menyolatkan dan selesai
menguburkannya maka dia pulang dengan membawa pahala dua qirat.dimana
setiap qiratnya sama dengan gunung uhud.namun,barangsiapa yang
menyolatinya lalu pulang sebelum dimakamkan,maka dia pulang dengan
membawa pahala satu qirat.

Anda mungkin juga menyukai