Anda di halaman 1dari 8

BAB I

Pendahuluan
Islam hadir di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melalui Rasulullah
Muhammad saw banyak sekali mengalami pergejolakan. Akan tetapi untuk
selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke seluruh penjuru
jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh
masa khulafaurrasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya, telah
berhasil membangun peradaban dan kekuatan politik yang menandingi dinasti
besar lainnya pada masa itu, yakni Bizantium dan Persia.
Dalam perkembangan peradaban dunia memang Islam tidak bisa dilepaskan
dari perkembangannya sejak dari zaman rasulluah sampai sekarangpun, Islam
banyak memberi kontribusi terhadap dunia. Dari masa zaman rasulluah Islam
merubah peradaban yang ada di jazirah arab dan sampai sekarang kita masih dapat
merasakan nikmat dari perubahan peradaban yang dibawa Islam.
Perkembangan agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah
peradaban dunia. Bahkan pesatnya perkembangan Islam ke Barat dan Timur
membuat peradaban Islam dianggap sebagai peradaban yang paling besar
pengaruhnya di dunia. Berbagai bukti kemajuan peradaban Islam kala itu dapat
dilihat dari beberapa indikator :
1. Keberadaan perpustakaan Islam dan lembaga-lembaga keilmuannya
seperti Baitul Hikmah, Masjid Al-Azhar, Masjid Qarawiyyin dan
sebagainya, yang merupakan pusat para intelektual muslim berkumpul
untuk melakukan proses pengkajian dan pengembangan ilmu dan sains.
2. Peninggalan karya intelektual muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Haytam,
Imam Syafii, Ar-Razi, Al-Kindy, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dan lain
sebagainya.
3. Penemuan-penemuan Intelektual yang dapat mengubah budaya dan
tradisi umat manusia, seperti penemuan kertas, karpet, kalender islam,
penyebutan hari-hari, seni arsitektur, dan tata perkotaan.
4. Pengarusutamaan nilai-nilai kebudayaan asasi sebagai manifestasi dari
konsep Islam, iman, ihsan, dan taqwa. Islam mendorong budaya yang dibangun atas dasar silm
(lketenangan dan kondusifitas), salam
(kedamaian), salaamah (keselamatan). Sedangkan Iman melahirkan
budaya yang dilandasi amn (aman), dan amaanah (tanggung jawab
terhadap amanah). Akhirnya Ihsan mendorong budaya hasanah
(keindahan) dan husn (kebaikan).
Demikian Islam telah menorehkan tinta emas pada sejarah kehidupan umat
manusia. Dan sebagaimana Islam yang datang sebagai rahmatan lil alamin,
sehingga Islam mampu berdiri tegak pada setiap masa dan kurun waktu. Realitas
spiritual dan metahistorikal yang mentransformasi kehidupan lahir dan batin dari
beragam manusia di dalam situasi temporal maupun ruang yang berbeda. Dan
secara historis, sosiologis, fisolosofis dan teologis Islam telah memainkan peran
yang signifikan dalam perkembangan beberapa aspek pada peradaban dunia
BAB II
Pembahasan

1. Menelusuri Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban Islam.


Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi
berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga
kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem
kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan kata lain peradaban Islam
bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup
di dunia dan di akhirat.
Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat tidak
hanya keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman interpretasi
teologis dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada bidang hukum
Islam. Tidak ada kesalahan yang serius daripada pendapat yang menegaskan
bahwa Islam adalah realitas yang seragam, dan peradaban Islam tidak
mengapresiasi ciptaan atau eksistensi beragam. Meskipun kesan adanya
keseragaman sering mendominasi segala hal yang berkaitan dengan Islam, sisi
keragaman di bidang interpretasi agama itu sendiri selalu ada, sebagaimana juga
terdapat aspek beragam pada pemikiran dan kultur Islam. Akan tetapi, Nabi
Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam, menganggap bahwa keragaman
pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah karunia Tuhan. Namun dengan
segala keberagamannya tersebut, masih saja terlihat kesatuan yang amat
mengagumkan tetap mempengaruhi peradaban Islam, sebagaimana hal tersebut
telah mempengaruhi agama yang melahirkan peradaban itu, dan membimbing alur
sejarahnya selama berabad-abad.
Demikianlah Islam dengan ajaran suci dan universal sebagaimana yang
telah diwahyukan, mengalami perkembangan dari masa ke masa. Adapun
penyebaran Islam dan torehan peradabannya ke penjuru dunia, tak kan lepas dari
metode dan sistem penyebarannya, mulai dari perdagangan, korespondensi
(seperti yang dilakukan Rasulullah dengan mengirim surat kepada para raja Mesir,
Persia, dll.), diplomasi politik, sampai pada peperangan perebutan kekuasaan dan
pendudukan wilayah.

Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai sejak


masa Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-masa
kejayaan peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban dunia. Harun
Nasution membagi sejarah islam menjadi tiga periode, yaitu periode klasik (650-
1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M) dan periode modern (1800 M-
sekarang). Pada masing-masing periode terdapat perbedaan dimensi yang khas
yang tampil dalam setiap perkembangannya.
Periode klasik merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam.
Sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW (632 SM) , seluruh semenanjung
Arabia telah tunduk terhadap kekuasaan Islam. Rasulullah SAW mengajarkan
kepada masyarakat Arab Jahiliyah tentang Islam, bahwa Islamlah merupakan jalan
keluar bagi kerusakan akidah atau tauhid masyarakat Arab, Islam mengajarkan
menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Konsep tauhid inilah yang
kemudian dijadikan cikal-bakal dari lahirnya integrasi umat manusia. Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW selanjutnya dikembangkan oleh para sahabat.
Ekspansi keluar Arabia pertama dilakukan pada masa khalifah pertama Abu Bakar
ash- Shiddiq, hingga berlanjut pada kekhalifaan berikutnya.
Pencapaian kemenangan Islam pada masa ini adalah dapat dikuasainya Irak
pada tahun 634 M, yang kemudian meluas hingga Suria, kemudian pada masa
Umar bin Khattab, Islam mampu menguasai Damaskus (635 M) dan tentara
Bizantium di daerah Syiria pun ditaklukkan pada perang Yarmuk (636 M),
selanjutnya menjatuhkan Alexandria (641 M) dan menguasai Mesir dengan
tembok Babilonnya. Dan kekuasaan Islam pun meluas hingga Palestina, Syiria,
Irak, Persia dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, Tripoli dan Ciprus
pun tertaklukkan. Walaupun setelah itu terjadi keguncangan politik pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hingga wafatnya.
Kekhalifahan berlanjut pada kekuasaan Bani Umayyah, yang pada masa ini
kekuasaan Islam semakin meluas, berawal di Tunis, Khurasan, Afganistan, Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Bulukhistan, Sind, Punjab, dan
Multan. Bukan hanya itu, perluasan dilanjutkan ke Aljazair dan Maroko, bahkan
telah membuka jalan ke kawasan Eropa yaitu Spanyol, dan menjadikan Cordova
sebagai ibu kota Islam Spanyol. Lebih ringkasnya, pada masa dinasti ini
kekuasaan Islam telah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina,

Semenanjung Arabia, Irak, sebagaian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan,


Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah).
Sejak kedinastian Bani Umayyah, peradaban Islam mulai menampakkan
pamor keemasannya. Walaupun Bani Umayyah lebih memusatkan perhatiannya
pada kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru tersebut antara lain
perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke bahasa Arab,
dengan demikian bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang harus dipelajari, hingga
mendorong Imam Sibawaih menyusun Al-Kitab yang menjadi pedoman dalam
tata bahasa Arab.
Pada saat itu pula ( abad ke-7 M), bermunculan sastrawan-sastrawan Islam,
dengan berbagai karya besar antara lain sebuah novel terkenal Laila Majnun yang
ditulis oleh Qais al-Mulawwah. Lain dari pada itu, dengan adanya pusat kegiatan
ilmiah di Kufah dan Basrah, bermunculan ulama bidang tafsir, hadits, fiqh, dan
ilmu kalam. Pada bidang ekonomi dan pembangunan, Bani Umayyah di bawah
pimpinan Abd al-Malik, telah mencetak alat tukar uang berupa dinar dan dirham.
Sedangkan pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan masjid-masjid di
Damaskus, Cordova, dan perluasan masjid Makkah serta Madinah, termasuk al-
Aqsa di al-Quds (Yerussalem), juga pembangunan Monumen Qubbah as-sakhr,
juga pembangunan istana-istana untuk tempat peristirahatan di padang pasir,
seperti Qusayr dan al-Mushatta.
Setelah kekuasaan Bani Umayyah menurun, dan ditumbangkan oleh Bani
Abbasiyah pada tahun 750 H, kembali Islam dengan perkembangan peradabannya
terus menerus bergerak pada kemajuan. Di masa al-Mahdi, perekonomian
mengalami peningkatan dengan konsep perbaikan sistem pertanian dengan irigasi,
dan juga pertambangan emas, perak, tembaga dan lainnya yang juga meningkat
pesat. Bahkan perekonomian menjadi lebih baik setelah dibukanya jalur
perdagangan dengan transit antara timur dan barat, dengan Basrah sebagai
pelabuhannya.

Masa selanjutnya pada masa Harun al-Rasyid, kehidupan sosial pun menjadi
lebih mapan dengan dibangunnya rumah sakit, pendidikan dokter, dan farmasi.
Hingga Baghdad pada masa itu mempunyai 800 orang dokter. Dilanjutkan pada
masa al-Makmun yang lebih berkonsenrasi pada pengembangan ilmu
pengetahuan, dengan menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani dan
Sansekerta, dan berdirinya Baitu-l-hikmah sebagai pusat kegiatan ilmiahnya. Yang
disusul kemudian dengan berdirinya Universitas Al-Azhar di Mesir. Juga
dibangunnya sekolah-sekolah, hingga Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan
ilmu pengetahuan. Maka, tak dapat dipungkiri lagi bahwa masa-masa ini
dikatakan sebagai the golden age.
Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di masa
ini. Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah mewarnai
penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan
dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan tetapi
menambahkan ke dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam
lapangan sains dan filsafat. Tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal adalah
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi sebagai metematikawan yang telah
menelurkan aljabar dan algoritma, al-Fazari dan al-Farghani sebagai ahli
astronomi (abad ke VIII), Abu Ali al-Hasan ibnu al-Haytam dengan teori optika
(abad X), Jabir ibnu Hayyan dan Abu Bakar Zakaria ar-Razi sebagai tokoh kimia
yang disegani (abad IX), Abu Raihan Muhammad al-Baituni sebagai ahli fisika
(abad IX), Abu al-Hasan Ali Masud sebagai tokoh geografi (abad X), Ibnu Sina
sebagai seorang dokter sekaligus seorang filsuf yang sangat berpengaruh (akhir
abad IX), Ibnu Rusyd sebagai seorang filsuf ternama dan terkenal di dunia filsafat
Barat dengan Averroisme, dan juga al-Farabi yang juga seorang filsuf Muslim.
Selain sains dan filsafat pada masa ini juga bermunculan ulama besar
tentang keagamaan dalam Islam, seperti Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam
Malik, Imam Syafii, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, serta mufassir terkenal
ath-Thabari, sejarawan Ibnu Hisyam dan Ibnu Saad. Masih adalagi yang bergerak
dalam ilmu kalam dan teologi, seperti Washil bin Atha, Ibnu al-Huzail, al-Allaf,
Abu al-Hasan al-Asyari, al-Maturidi, bahkan tokoh tasawuf dan mistisisme
seperti, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain bin Mansur al-Hallaj, dan sebagainya. Di
dunia sastra pun mengenalkan Abu al-Farraj al-Asfahani, dan al-
Jasyiari yang terkenal melalui karyanya 1001 malam, yang telah diterjemahkan ke
berbagai bahasa di dunia.
Periode pertengahan, pada periode ini, terdapat periode kemunduran Islam
pada sekitar 1250-1500 M. Yang mana satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke
tangan Mongol, dan kerajaan Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan oleh raja-
raja Kristen yang bersatu, hingga orang-orang Islam Spanyol berpindah ke kota-
kota di pantai utara Afrika.
Namun dengan demikian, terdapat kebangkitan kembali kedinastian Islam
pada masa 1500-1800 M. Di sana terdapat 3 kerajaan besar, yang menjadi tonggak
berjayanya peradaban Islam yang ke-2. Kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan
Turki Usmani, Kerajaan Safawi Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
Karajaan Turki Usmani berhasil mengambil alih Bizantium dan menduduki
Konstantinopel (Istambul). Hingga akhirnya kekuasaan Turki Usmani mampu
menguasai Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunis,
Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.
Sedangkan di tempat lain, Persia Islam bangkit dengan dengan Kerajaan
Safawi (1252 M), dengan dinasti yang berasal dari Azerbaijan Syaikh Saifuddin
yang beraliran Syiah. Kekuasaannya menyeluruh hingga seluruh Persia. Dan
berbatasan dengan kekuasaan Usmani di barat dan kerajaan Mughal di kawasan
timur.
Kerajaan Mughal di India, yang berdiri pada tahun 1482 M dengan
pendirinya Zahirudin Babur. Kekuasaannya mencakup Afganistan, Lahore, India
Tengah, Malwa dan Gujarat. Di India, bahasa Urdu akhirnya menjadi bahasa
kerajaan menggantikan bahasa Persia. Dan kemajuannya telah membuat beberapa
bukti peninggalan sejarah antara lain, Taj Mahal, Benteng Merah, masjid-masjid,
istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Akan tetapi pada masa kemajuan ini, ilmu pengetahuan tidak banyak
diberikan perhatian, namun perhatiannya terhadap seni dalam berbagai bentuk adalah sangat
besar, sehingga kerajaan Usmani mendapatkan julukan the patron
of art. Ketiga kerajaan besar tersebut lebih banyak memperhatikan bidang politik
dan ekonomi. Sedangkan di Barat, mulai menuai kebangkitan dengan melihat
jalur yang terbuka ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah dari daerah
Timur Jauh melaui Afrika Selatan.
Hingga pada Abad ke-17, di Eropa mulai muncul negara-negara kuat,
bahkan Rusia mulai maju di bawah kepemimpinan Peter Yang Agung. Dan
melalui peperangan, Usmani mengalami kekalahan. Dan Safawi Persia pun
ditaklukkan oleh Raja Afghan yang mempunyai perbedaan paham. Dan kerajaan
Mughal India pecah dikarenakan terjadi pemberontakan dari kaum Hindu, bahkan
Inggris pun berperan menguasainya pada tahun 1857 M.
Periode modern, periode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan Islam,
yang mana dengan berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah membuka mata
umat Islam akan kemunduruan dan kelemahannya di samping kemajuan dan
kekuasaan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir mencari jalan
keluar untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan, yang telah pincang dan
membahayakan umat Islam. Sebab Islam yang pernah berjaya pada masa klasik,
kini berbalik menjadi gelap. Bangsa Barat menjadi lebih maju dengan ilmu
pengetahuan, teknologi dan peradabannya.
Dengan demikian, timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam Islam yang
disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam telah
mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju
sebagaimana pada periode klasik. Para tokoh tersebut antara lain, Muhammad bin
Abdul Wahab di Arab, Muhammad Abduh, Jamaludin al-Afghani, Muhammad
Rasyid Ridha di Mesir, Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah, dan Muhammad
Iqbal di India, Sultan Mahmud II dan Musthafa Kamal di Turki, dan masih banyak
lagi yang lainnya.
2. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis dan Teologis Kontribusi Islam
bagi Peradaban Dunia.
1. Menggali Sumber Historis.
Banyak peradaban yang hancur (mati) karena bunuh diri bukan
karena benturan dengan kekuatan luar. Peradaban hancur karena
peradaban di atas nilai-nilai spiritualitas yang kokoh.

Berbeda dengan peradaban lainnya, peradaban saat itu tumbuh


berkembang dan dapat tersebar dengan cepat dikarenakan peradaban
Islam memiliki kekuatan spiritualitas. Umat Islam kala itu bekerja keras
untuk melahirkan peradaban baru dengan semangat spiritual tinggi
untuk membangun reruntuhan peradaban lama. Oleh karena itu, aspek
spiritual memainkan peran sentral dalam mempertahankan eksistensi
peradaban Islam.
Apabila kita menengok pemerintahan Islam secara umum, para
khalifah dari Bani Umayyah seperti Abu Hasyim Khalid ibn Yazid
merintis penerjemah karya-karya Yunani di Syiria. Juga ketika masa
Bani Abbasiyah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kegiatan
intelektual bergerak cepat. Khalifah Al-Mamun mendirikan pusat riset
dan penerjemah di Baghdad, yang ia beri nama Bait al-Hikmah pada
tahun 830 M. Banyak penerjemah handal yang ahli menerjemahkan dan
banyak dari mereka adalah non-muslim, seperti Tsabit ibn Qurrah Al-
Harrani ang berasal dari Sabean di Harran. Menurut Margaret Smith
adanya kepercayaan (agama) yang berada ternyata tidak menghalangi
mereka untuk bekerja sama, karena para penguasa Islam memiliki visi
yang maju ke depan dan lebih mengutamakan profesionalisme.
Gerakan penerjemahan ini menghasilkan banyak sarjana, seperti,
sarjana kimia Jabir ibn Hayyan Al-Azdi Ath-Thusi Ash-Shuff (721-815)
yang mengharumkan istana Khalifah Harun Al Rasyid; sarjana yang
memiliki prestasi Islam dan Barat yang mendaoat julukan Galennya
Arab, filsuf muslim pertama yang menguasai filsafat Yunani, Al-Kindi
(801-866) dan masih banyak lagi tokoh Islam yang memiliki prestasi
gemilang dari berbagai bidang ilmu.
2. Menggali Sumber Sosiologis.
Sebelum peradaban Islam, ilmu pengetahuan memang telah ada,
namun sifat dan semangatnya sangat nasionalistis dan parokialistis,
dengan ketertutupan masing-masing bangsa dari pengaruh luar karena
masing-masing bangsa dari pengaruh luar karen merasa paling benar.
Para peneliti modern tentang sejarah ilmu pengetahuan berselisih
pendapat tentang nilai orisinalitas konstribusi dan peranan orang-orang
muslim. Betrand Russel, misalnya, cenderung meremehkan tingkat orisinalitas konstribusi Islam
di bidang filsafat, namun tetap
mengisyaratkan adanya tingkat orisinalitas yang tinggi di bidang
matematika dan ilmu kimia. Menurutnya, meskipun kemampuan filsafat
orang-orang Islam tidak dapat diremehkan tetapi kemampuan orang-
orang Islam itu hanyalah pemindah (transmitter) dari Yunani Kuno ke
Eropa Barat.
Teradapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang hingga
saat ini. Pendapat pertama mengatakan, Bahwa orang Eropa belajar
filsafat dari filsuf Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang
disalin oleh St. Agustine (354-430 M), yang kemudian diteruskan oleh
Anicius Manlius Boethius (480-524 M) dan John Scotus. Pendapat
kedua menyatakan , Bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang
Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh filsuf Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi.
Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya.
Alasan yang dikemukakan Hoesin salinan buku filsafat Aristoteles
seperti Isagoge, Catageroies, dan Porphyry telah dimusnahkan oleh
pemerintah Romawi bersamaan dengana eksekusi mati terhadap
Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh
negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan
Boethius menjadi su,ber perkembangan ilmu filsafat dan pengetahuan di
Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas
Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles
dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh
filsuf Islam. Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat generasi
penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi
banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles.
Oleh Raja Al-Mamun dan Raja Harun Al-Rasyid pada zaman
Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan
Aristoteles tersebut ke dalam bahasa Arab.

3. Menelusuri Sumber Filosofis dan Teologis.

Semangat para filsuf dan ilmuwan Islam untuk mengembangkan


ilmu pengetahuan tidak lepas dari semangat ajaran Islam, yang
menganjurkan para pemeluknya belajar segala hal, sebagaimana perintah
Allah SWT. Dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad. Ini menjadi
dasar teologis yakni dengan melakukan pengkajian yang lebih sistematis
akan sumber-sumber ajaran agama dan pengahargaan yang lebih baik,
namun tetap kritis kepada warisan kultural umat, dan pemahaman yang
lebih tepat akan tuntutan zaman yang semakin berkembang secara cepat.
Secara filosofis, Islam memiliki semangat membangun peradaban yang
oleh Nabi Muhammad diterjemahkan dalam bentuk Masyarakat
Madani atau Masyarakat Medinah sebagai civil society kala rasul
hidup dan terus membangun kerjasama dengan masyarakat Medinah
yang majemuk, dan berhasil membentuk common platform atau
kalimat pemersatu (kalimatun sawa).

Anda mungkin juga menyukai