PENDAHULUAN
IV. INTERVENSI
Diagnosa 1
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot, tirah baring, atau nyeri Tujuan /
Kriteria Hasil :
Pasien dapat terbebas dari komplikasi imobilitas yang dapat di cegah mis; ( kontraktur,
kerusakan kulit, atelektasis, dropfoot, TVD.
Intervensi:
1. Pertahankan ROM sendi.
2. Baringkan dengan posisi yang baik di tempat tidur.
3. Dapatkan konsultasi rehabilitas, terapi fisik dan okupasi.
4. Ubah posisi sedikitnya setiap 2 jam.
5. Pertimbangkan pengunaan tempat tidur kinetik.
6. Hindari melatih otot-otot paasien selama terjadi nyeri, karena mungkin dapat menigkatkan
demielinasi.
7. Berikan analgesia sebelum sesi terapi atau sesuai advis dokter.
8. Mulai ajarkan pada keluarga latihan untuk ROM.
Diagnosa 2
Resiko terhadap inefektif pola pernapasan; yang berhubungan dengan kelelahan/peralisis otot
skeletal dan diafragma.
Tujuan / Kriteria Hasil :
Pertukaran gas yang adekuat akan di pertahankan.
Intervensi:
1. Auskultasi bunya napas dengan teratur.
2. Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri.
3. Laporkan keluhan subyektif dari kelemahan otot atau kesulitan bernapas.
4. Tetaplah bersama pasien yang mengeluh sesak.
5. sukstion sesuai kebutuhan untuk menjaga patensi jalan napas.
6. Baringka pasien untuk memudahkan pertukaran gas.
7. Cata parimeter pernapasan ( frekwensi, volume, upaya bernapas )
8. Catat AGD dan perhatikan kecenderungan.
9. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang intubasi dan ventilator jika hal tersebut akan
diperlukan.
10. Pasang alrm ventilator.
Diagnosa 3
Resiko tinggi perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Disfungsi saraf autonomik,
Hipovolemia., Berhentinya aliran darah ( Trombosis )
Tujuan / Kriteria Hasil :
Mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, disritmia jantung terkontrol/takada.
Intervensi:
1. Ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi. Observasi adanya hipotensi postural, Berikan
latihan ketika sedang melakukan perubahan posisi pasien.
2. Pantau frekwensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan adanya disritmia.
3. Pantau suhu tubuh berikan lingkungan suhu yang nyaman.
4. Catat masukan dan haluaran.
5. Tinggikan kaki sedikit dari tempat tidur.
6. kolaborasi pemberian cairan IV dengan hati-hati sesuai indikasi.
7. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti JDL Hb/Ht, elektrolit serum.
8. Pakailah stiking antiemboli atau pemijat kontinue; lepaskan sesuai jadwal dengan interval
tertentu.
Diagnosa 4
Perubahan Persepsi – Sensori berhubungan dengan perubahan status organ indra, Ketidak
mampuan berkomunikasi, bicara atau berespon.
Tujuan / Kriteria Hasil :
Mengungkapkan kesadaran tentang defisit sensori
Mempertahankan mental/orientasi umum.
Mengidentifilkasi intervensi untuk meminimalkan kerusakan komplikasi sensori.
Intervensi:
1. Pantau status neurologis secara periodik
2. Berikan alternatif cara untuk berkomunikasi jika pasien tidak dapat berbicara.
3. Berikan lingkungan yang aman ( penghalang tempat tidur, proteksi terhadap trauma termal )
4. Berikan kesempatan untuk istirahat pada daerah yang tidak mengalami gangguan, dan
berikan aktivitas lain sesuai dengan kemampuan.
5. Berikan stimulasi sensori yang sesua, meliputi suara misik yang lembut; televisi
( berita/pertujukkan ) bercakap-cakap santai.
6. Sarankan orang terdekat untuk berbicara dan memberikan sentuhan pada pasien untuk
memlihara keterikatan.
Diagnosa 5
Resiko terhadap konstipasi yang berhubungan dengan perubahan diit, tirah baring, imobilitas.
Tujuan / Kriteria Hasil :
Rutinitas BAB pasien dipertahankan sama seperti sebelum dirawat, dan konstipasi tidak terjadi
Intervensi:
1. Pastikan hidrasi adekuat; catat masukan dan haluaran.
2. Berikan pelunak feses atau suppositoria sesuai indikasi.
3. Waktu melakukan gragam usus untuk menghasilkan penggunaan refleks gastrokolik setelah
makanan.
4. Baringkan pasien dalam posisi tegak untuk melakukan eliminasi.
Diagnosa 6
Ganguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ( parastesia,
disestesia )
Tujuan / Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri berkurang /terkontrol
Mengungkapkan metode untuk meredakan nyeri.
Mendemostrasikan pengguanaan ketrampilan relaksasi sesuai indikasi untuk situasi individu.
Intervensi:
1. Ukur derajat nyeri/ rasa tidak nyaman dengan mengunakan skala nyeri 0-10
2. Observasi tanda-tanda nonverbal dari nyeri mis ( wajah tampak menahan skit, menarik
diri/menangis.
3. Anjurkan kilen untuk mengungkapkan perasaan mengenai nyeri yang dirasakan.
4. Berikan kompres hangat atau dingin, mandi dengan air hangat, berikan masase atau sentuhn
sesuai toleransi pasien.
5. Lakukan perubahan posisi secara teratur, berikan sokongan dengan bantal, busa atrau
selimut.
6. Berikan latihan rentang gerak pasif
7. Instruksikan/anjurkan untuk mengunakan teknik relaksasi, imajinasi terbimbing.
8. kolaborasi obat analgesik sesuai kebutuhan.
Diagnosa 7
Resiko tinggi retensi urine berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan / Kriteria Hasil :
Mendemontrasikan pengosongan kendung kemih adekuat/tepat waktu tanpa retensi atau infeksi
urinarius.
Intervensi:
1. Ctat frekuensi dan jumlah berkemih.
2. Lakukan palpasi abdomen ( di atas supra pubik ) untuk mengetahui adanya distensi kandung
kemih.
3. Anjurkan pasien intuk minum paling tidak 2000ml/dalam batas toleransi jantung.
4. Lakukan menuver Crede.
5. Kolaborasi kateterisasi pada residu urine sesuai kebutuhan.
6. Pasang/pertahankan kateter indweling sesuai kebutuhan.
Diagnosa 8
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, menurunnya refleks batuk, menelan dan fungsi GI.
Tujuan / Kriteria Hasil :
Mendemontrasikan berat badan stabil, normalisasi nilai-nilai laboratorium, dan tak ada tanda
malnutrisi.
Intervensi:
1. Kaji kemmpuan untuk mengunyah, menlan, batuk, pada keadaan teratur.
2. Auskultasi bising usus evaluasi adanya distensi abdoman.
3. Cata masukan kalori setiap hari.
4. Berikan makan setengah padat/cair usahakan yang disukai pasien.
5. Anjurkan untuk makan sendiri jika memungkinkan, dan berikan bantuan bila pasien
membutuhkan
6. Anjurkan orang terdekat untuk ikut berpartisipasi
7. Timbang berat badan setiap hari.
8. Kolaborasi pemberian diet TKTP
9. Pasang/pertahankan selan NGT berikan makanan enteral/parenteral.
Diagnosa 9
Resiko terhadap katakutan dan ansietas; yang berhubungan dengan penyakit kritis, paralisis,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan ketidak pastian masa depan.
Tujuan / Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga akan mengungkapkan pengetahuan yang sesuai dengan keadaannya.
Menerima dan mendiskusikan rasa takut.
Mendemostrasikan rentang perasaan yang tepat dan berkurangnya rasa takut.
Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi.
Intervensi:
1. Biarkan pasien untuk mengungkapkan perasaan dan ketakutannya.
2. Dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan dan bersiaplah untuk memberikan penjelasan.
3. Buat jadwal sehinnga pasien mengetahui perawat akan memeriksanya secara teratur sesuai
kebutuhan.
4. Kurangi gangguan sensori dengan berbicara pada pasien dan melibatkan keluarga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Guillain Bare’ Syndrom ( SGB/GBS) Adalah syndrom klinis yang ditunjukkan oleh awutan akut dari
gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup demielinasi dan
degenasi selaput myelin dari saratf perifer dan kranial. Etiologinya tidak diketahui, tetapi respon
alergi atau respon auto imun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa
syindrom tersebut menpunyai asal virus, tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sampai sejauh
ini. Guillain Bare’ tyerjadi dengan frekwensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan pada semua
ras. Puncak yang agak tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin bisa
berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyalit febris
ringan 2 sampai 3 minggu sebelum awitan, infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau
gastrointestinal.
Insiden
Sindrom ini menyerang semua kelompok umur , ras, dan kedua jenis kelamin; telah terjadi pada
semua negara; dan dianggap sindrom-bukan musiman. Statistik menujukkan bahwa 5% pasien
akan meninggal karena komplikasi pernapasan-kardiovaskuler., 20% akan menderita parastesia
distal takdapat pulih ( anastesia tangan dan kaki ) dan 75% akan membaik tanpa defisit residual.
Manifestasi Klinis
Flasid, simetris, paralisis asending dengan cepat berkembang. Otot pernapasan dapat saja
terkena, mengakibatkan insufisiensi pernapasan. Gangguan otonomi seperti retensi urine dan
hipotensi postural kadang terjadi. Rekleks-refleks superfisial dan tendon dalam dapat hilang.
Biasanya tidak terjadi kehilangan massa otot karena paralisis yang flasid terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan dan Diagnostik
1. Anamnesa : - adanya faktor pencetus 6. Foto ronsen
2. Pemeriksaan Neurologis 7. Pemeriksaan fungsi paru
3. Pada Lumbal Pungsi :
4. Pemeriksaan EMNG (Elekto Myo Neuro Grafi)
5. Darah Lengkap
Komplikasi
- Gagal pernapasan - Komplikasi Plasmafaresis
- Penyimpangan Kardiovaskuler
Penatalaksanaan Medis
- Dukungan Pernapasan
- Dukungan Kardiovaskuler
- Plasmafaresis
- IVIg
- CSFF
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mepertahankan/menyokong fungsi pernapasan.
2. Meminimalkan/mencegah komplikasi.
3. Memberikan dukungan emosional terhadap pasien dan orang terdekat/keluarganya.
4. Mengendalikan/menghilangkan nyeri.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot, tirah baring, atau nyeri.
2. Resiko terhadap inefektif pola pernapasan; yang berhubungan dengan kelelahan/peralisis
otot skeletal dan diafragma.
3. Resiko tinggi perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Disfungsi saraf autonomik,
Hipovolemia., Berhentinya aliran darah ( Trombosis )
4. Perubahan Persepsi – Sensori berhubungan dengan perubahan status organ indra, Ketidak
mampuan berkomunikasi, bicara atau berespon.
5. Resiko terhadap konstipasi yang berhubungan dengan perubahan diit, tirah baring,
imobilitas.
6. Ganguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
( parastesia, disestisia )
7. Resiko tinggi retensi urine berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
8. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, menurunnya refleks batuk, menelan dan fungsi GI.
9. Resiko terhadap katakutan dan ansietas; yang berhubungan dengan penyakit kritis,
paralisis, ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan ketidak pastian masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hudak, Carolyn M, Barbara M, Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Ed,VI. Vol
1. Jakarta: EGC
2. Doenges, Marlyn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pedokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta: EGC
3. Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana & Dokumentasi Keperawatan. Ed 2. Jakarta: EGC
5. Http//www.Perawatpsikiatri.blogspot.com