Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena telah
mengakibatkan banyak korban baik unggas maupun manusia. Pelaporan kasus
pertama yang menginfeksi manusia terjadi di Hongkong pada tahun 1997, yang
kemudian menyebar ke Cina (seluruh Asia) hingga Eropa dan Afrika. Secara
global terdapat sekitar 15 negara yang melaporkan kasus flu burung (H5N1) pada
manusia (WHO, 2013).

Pada awal kasus AI yakni sebelum tahun 1997 para ahli berpendapat
bahwa ada host-spesific barrier yang mencegah virus AI untuk menginfeksi
manusia. Pendapat tersebut karena sebenarnya inang alami dan reservoir virus AI
adalah unggas air liar. Namun, fakta di Indonesia serta laporan dari berbagai
negara di dunia menunjukkan bahwa virus AI subtipe H5N1 telah dapat
menginfeksi dan menimbulkan penyakit pada berbagai jenis unggas dan penularan
yang terbatas pada manusia (WHO., 2005; Smith et al., 2006). Peristiwa tersebut
menunjukkan bahwa virus AI subtipe H5N1 telah mampu untuk menembus barier
antar spesies hewan unggas, mamalia, dan manusia (De Jong dan Hien, 2006).

Berdasarkan laporan resmi World Health Organitation(WHO) jumlah


kasus flu burung pada manusia di wilayah Asia Tenggara yang dilaporkan sejak
awal tahun 2004 sampai 31 Desember 2013 adalah sebanyak 228 kasus dengan
181 kematian atau Case Fatallity Rate (CFR) sebesar 79,38% (WHO, 2013). Flu
burung pertama kali masuk ke wilayah ASEAN pada tahun 2003 melalui negara
Vietnam (3 kasus 3 kematian). Kemudian pada tahun 2004 jumlah kasus
meningkat menjadi 46 dengan 32 kematian (CFR = 69,56%) (Kemenkes
RI,2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan patofisiologi dari penyakit flu burung!
2. Apa yang dimaksud dengan flu burung?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit flu burung?
4. Bagaimana etiologi dari penyakit flu burung?
5. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit flu burung?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien dengan penyakit flu burung?
7. Apa saja penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit flu burung?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit flu burung?

1
9. Jelaskan kasus dan penanganan yang telah dilakukan!

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memahami tentang penyakit flu burung dan dapat
mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan flu
burung.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui patofisiologi dari flu burung.
b. Mengetahui definisi flu burung.
c. Mengetahui klasifikasi flu burung.
d. Mengetahui etiologi flu burung.
e. Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit flu burung.
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari flu burung.
g. Mengetahui penatalaksanaan dari flu burung .
h. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit flu burung.
i. Mengetahui kasus dan penanganan yang telah dilakukan.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Patofisiologi Virus Influenza tipe A


{Orthomyxovindae}

Membran mukosa yang


AVIAN INFLUENZA melapisi saluran
pernafasan/alveoli

Terpapar mukoprotein
yang mengandung
asam sialat

Virus akan melekat


pada epitel permukaan
saluran nafas

Replikasi virus terjadi


selama 4-6 jam

Lokasi utama dari


infeksi pada sel
kolumnar yang bersilia

Sel membengkak dan


mengalami piknosis

Demam, batuk, sesak


nafas, sakit tenggorokan,
3
diare, peradangan paru-
paru
2.2 Definisi Avian Influenza

Flu Burung (Avian Influenza - AI) adalah penyakit unggas yang menular
disebabkan virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus ini
paling umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan, Kalkun, Itik,
Puyuh, dan Angsa) juga berbagai jenis burung liar. Beberapa virus flu burung juga
diketahui bisa menyerang mamalia, termasuk manusia (Darel W, 2008).
Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyerang burung/unggas/ayam. Salah satu tipe yang perlu di waspadai adalah
yang disebabkan oleh virus influenza dengan kode genetik H5N1
(H=Haemaglutinin, N=Neuramidas) yang selain dapat menular dari burung ke
burung ternyata dapat pula menular dari burung kemanusia (Iwandarmansjah,
2007).
Flu burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza tipe
A) yang terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia. Namun
beberapa tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya virus
influenza subtipe H5N1 ( Tamher, Noorkasiani, 2008).
Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang
secara alami hanya dapat menginfeksi unggas dan kadang-kadang babi. Pada
keadaan tertentu virus flu burung dapat ditularkan dari unggas ke manusia
Penyebabnya adalah Virus Influenza Tipe A yang dapat menyebabkan wabah
(epidemi) global yang menjalar keseluruh dunia (pandemi) ( Soedarto,2010).

2.3 Klasifikasi
Flu Burung (H5N1) dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya
penyakit :
1. Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
2. Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa
Gagal Nafas
3. Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal
Nafas

4
4. Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF)
(MOPH Thailand, 2006).
2.4 Etiologi
Penyebab flu burung adalah :
1. Virus influenza tipe A, Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae.
Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat
menyebabkan epidemic dan pandemic. Virus influenza tipe A terdiri dari
Hemaglutinin (H) dan Neuramidse (N), kedua huruf ini digunakan sebagai
identifikasi kode subtype flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia
hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7.
Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat
virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtype A H5N1.
Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C
dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Virus akan mati 8 pada pemanasan 600 C
selama 30 menit atau 560 C selama 3 jam dan dengan detergent,
desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine
(Iwandarmansjah, 2007)
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit flu burung dapat dibedakan menjadi dua yaitu tanda
dan gejala pada unggas dan tanta dan gejala pada manusia.
1. Tanda dan gejala pada ungags
a. Pembengkakan pada kepala
b. Ada cairan yang keluar dari hidung dan mata
c. Diare
d. Batuk, bersin, dan ngorok
e. Pendarahan dibawah kulit (sub kutan)
f. Pendarahan titik (ptechie) pada ayam
g. Jengger, dan kulit yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru
keunguan
h. Borok di kaki
i. Kematian mendadak

5
2. Tanda dan gejala pada manusia
a. Demam (suhu badan diatas 380C)
b. Batuk, sesak napas, dan menge luarkan lendir bening dari hidung
c. Sakit tenggorokan
d. Hilang nafsu makan
e. Diare dan muntah-muntah
f. Peradangan di paru-paru (pneumonia)
g. Kematian dengan cepat jika tidak segera diatasi (Atmawinata,
2006).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis flu burung meliputi :
1. Rapid Test
Alat ini berbentuk kotak plastik kecil yang didalamnya terdapat
kertas putih dengan kode C (control) dan T (Test) yang sudah ditetesi
antibodi virus flu burung yang berperanan mendeteksi antigen virus. Jika
unggas terkena flu burung, antigen virus pada unggas terikat dengan
antibodi yang ada dalam kertas, sehingga akan memunculkan dua garis
vertikal pada area C dan T. Keuntungan metode ini adalah kecepatannya
karena kita langsung dapat mengetahui hasilnya.
Rapid test adalah tes diagnostic untuk keperluan medis yang mudah
dilakukan serta memberikan hasil yang cepat.
RDT biasanya dilakukan untuk pemeriksaan atau skreening medis
awal dan dapat digunakan dengan peralatan yang terbatas.
Hasil pemeriksaan bisa diterima pada hari yang sama dalam waktu
kurang dari 2 jam bahkan biasanya hanya membutuhkan waktu kurang
dari 20 menit.
2. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Hemaglutinin(H).Uji ini
lebih sensitif dari pada rapid test dan cukup murah, meskipun
membutuhkan waktu lebih lama (sekitar 3 hari).
Secara bahasa haemagglutination inhibition dapat diartikan sebagai
hambatan haemaglutinasi. Sedangkan haemaglutinasi merupakan

6
penggumpalan dari sel darah merah. Kemampuan mengaglutinasi tidak
dimiliki oleh semua virus atau bakteri yang menyerang ayam tetapi hanya
beberapa virus dan bakteri yang memiliki zat haemaglutinin,
diantaranya paramyxovirus (ND),poxvirus (Pox), adenovirus (EDS), ortho
myxovirus (AI), bakteri Mycoplasma sp., Haemophilus
paragallinarummaupun Salmonella pullorum. Zat haemaglutinin yang
terdapat dalam tubuh virus atau bakteri tersebut bersifat antigenik yang
dapat merangsang terbentuknya antibodi spesifik. Antibodi yang terbentuk
tersebut memiliki kemampuan mengambat terjadinya aglutinasi darah yang
disebabkan oleh haemaglutinin dari virus atau bakteri.
HI test menggunakan reaksi hambatan haemaglutinasi tersebut
untuk membantu menentukan diagnosa penyakit secara laboratorium dan
mengetahui status kekebalan tubuh (titer antibodi, red). Prinsip kerja dari
HI test ialah mereaksikan antigen dan serum dengan pengenceran tertentu
sehingga dapat diketahui sampai pengenceran berapa antibodi yang
terkandung dalam serum dapat menghambat terjadinya aglutinasi eritrosit.
HI test merupakan metode uji serologis yang mudah dilakukan dan
hasilnya dapat diketahui dengan cepat.
Prinsip HI adalah dengan uji ini diharapkan reaksi aglutinasi dari
protein virus dapat dicegah dengan antibodi antigen yang terdapat dalam
serum.
3. AGP (Agar Gel Presipitation)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Neuraminidase
(N).Metode uji serologis ini termasuk metode yang sederhana untuk
mendeteksi antibodi terhadap berbagai virus berdasarkan reaksi positif (+)
atau negatif (-). Namun AGP akan mendeteksi semua strain virus tanpa
memperhatikan serotipenya. Meski relatif belum dikenal oleh peternak,
metode ini seringkali digunakan untuk mendeteksi antibodi dari virus IB
dan fowl adenovirus(FAV) atau inclusion body hepatitis.
4. PCR (Polimerase Chain Reaction )
Alat ini untuk memastikan Adanya virus Influenza A subtipe
H5N1. Metode ini masih jarang digunakan pada hewan. Uji ini sebenarnya

7
11 sensitif dan akurasinya tinggi, tetapi mungkin karena membutuhkan
biaya mahal, sehingga masih jarang dipergunakan.
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk
amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara
enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah
urutan 105-106 kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar
belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total
DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan
menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik
yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides
tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan
intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA
menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq
DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis
(Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih
siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan
PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan
secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida
etidium. Pada manusia, selain pemeriksaan laboratorium diatas, ada pula
pemeriksaan laboratorium yang meliputi:
a. Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan Hb, hitung jenis
leukosit, hitung total leukosit, trombosit, laju endap darah,
albumin, globulin, SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, serta analisa
gas darah.
b. Pasien pemeriksaan mikrobiologi meliputi Rapid test, ELISA, dan
pemeriksaan antigen (HI, IF/FA).
5. Foto Toraks
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu
proyeksi radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang
mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax
menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang

8
digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar
0.06 mSv.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang
melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di
dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran
yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis
oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru
yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan
dimana para pekerja terpapar oleh debu (Yuliarti, 2006)
2.7 Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Medis
Berkat adanya sistem imunitas yang sudah dibentuk untuk
influenza manusia, maka penyakit ini umumnya akan membaik dengan
sendirinya (self limiting diseases). Asupan cairan yang memadai dan
istirahat merupakan unsur penting dalam tatalaksana influenza.
Parasetamol dan ibuprofen dapat diberikan sebagai antipiretik.
Penggunaan asetosal tidak dianjurkan pada anak karena risiko terjadinya
sindrom Reye.
a. Terapi antiviral
Oseltamivir yang hanya tersedia dalam bentuk oral, sampai saat
ini masih merupakan obat antiviral primer pilihan untuk terapi
A/H5N1. Observasi terbatas menunjukan bahwa pemberian
oseltamivir dini berhubungan dengan penurunan mortalitas. Oleh
karena itu dianjurkan untuk memberikan oseltamivir secepatnya pada
pasien yang dicurigai terinfeksi A/H5N1 atas dasar klinis sebelum
konfirmasi etiologi diperoleh. Baku terapi adalah pemberian selama 5
hari, mengacu pada kasus influenza manusia. Dosis baku adalah 75mg
dua kali perhari untuk pasien dewasa. Dosis untuk anak adalah
2mg/kgBB/kali diberikan dua kali perhari. Untuk avian influenza dosis
dan lamanya pemberian yang optimal belum diketahui pasti. Bila tidak
ada perbaikan klinis setelah terapi baku, oseltamivir dapat
diperpanjang hingga 5 hari lagi. Pada kasus infeksi manusia oleh

9
H5N1 efikasi oseltamivir suboptimal agaknya karena kelambatan
pemberian atau karena pasien dalam keadaan sangat berat. Hal ini
menimbulkan pemikiran untuk meningkatkan dosis maupun lamanya
pemberian oseltamivir. Dosis yang lebih tinggi dan pemberian yang
lebih lama (dua kali lipat) cukup rasional mengingat replikasi A/H5N1
yang tinggi, atau bila dilihat setelah pemberian dengan dosis baku
dalam 3 hari awal tidak menunjukan pebaikan klinis.
b. Antibiotik
Sebagian besar pasien yang dirawat karena A/H5N1 secara
radiologis menunjukan gambaran pnemonia pada saat masuk.
Seringkali etiologi pneumonia belum diketahui pada saat masuk,
sementara infeksi sekunder oleh bakteri sering terjadi, dan dalam
keadaan demikian antibiotik perlu diberikan. Infeksi bakteri dipikirkan
bila demam menetap atau turun naik, atau terjadi perburukan keadaan
klinis lain. Influenza manusia tanpa komplikasi akan membaik dalam
48-72 jam.
c. Steroid
Steroid sistemik sering diberikan untuk terapi Acute lung injury
(ALI) atau acute respiratory distress syndrome (ADRS) pada pasien
infeksi A/H5N1 dengan asumsi adanya efek antiinflamasi dan
antifibrosis. Namun dari beberapa pengamatan terakhir, disimpulkan
bahwa tidak ada manfaat nyata pemberian steroid dosis tinggi untuk
virus associated pneumonia maupun ARDS (Rahajoe, 2013).
2.8 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Identitas pasien:
- Pekerjaan: berhubungan dengan unggas, memelihara unggas,
dan kontak ayam mati (Pracoyo, E,N, 2010).
- Jenis kelamin : Flu burung dapat terjadi Pada manusia penyakit
ini dapat menyerang pada semua umur, baik anak-anak,remaja
dan orang tua. Sedangkan pada hewan dapat menyerang
unggas.
- Umur: Penyakit flu burung dapat menyerang semua jenis
kelamin baik laki-laki maupun perempuan.

10
Pengumpulan data indentitas tentang klien yang dilakukan secara
sitematis untuk dokumetai klien.
 Status kesehatan,yang meliputi:
- Keluhan utama :
Panas tinggi > 38ºc lebih dari 3 hari, pilek, batuk, sesak
napas, sakit kepala, nyeri otot, sakit tenggorokan
- Riwayat penyakit sekarang:
1) Suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang,/tidak ada.
2) Infeksi paru.
3) Batuk dan pilek.
4) Infeksi selaput mata.

Penumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses


keperawatan, dari informai yang terkumpul, didapatkan data dasar
tentang masalah-masalah yang dihadapi klien.
 Pemeriksaan fisik,yang meliputi:
1. Kulit : Tidak terjadi infeksi pada sistem integumen.
2. Mata : orang yang terkena flu burung sklera merah, adanya
nyeri tekan, infeksi selaput mata.
3. Mulut dan Lidah : Lidah kotor, mulutnya kurang bersih,
mukosa bibir kering.
4. Auskultasi: bunyi napas di bagian paru, adanya suara
mengi, krekels, ronki.
5. Inspeksi: frekuensi pernapasan.
 Tanda-tanda vital
o Suhu: > 38ºC
o Nadi: ≥ 100 kali/menit
o Frekuensi napas: ≥ 30 kali/menit
 Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnosa
yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula,
pemeriksaan yang perlu dilakukan pada orang yang mengalami avian
flu atau flu berung yaitu pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan
pemeriksaan darah

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental akibat influenza.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan napas oleh sekresi).

11
c. Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispnea dan anorexia.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh.
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan stadium penyakit ditandai
dengan klien tampak lelah,klien tampak tidak bertenaga (Nurarif, 2015).

2.9 Kasus
Masuk 01 Desember 2015 pukul 14.10 WIB ke Anggrek kamar 304.

Tanggal pengkajian 02 Desember 2015 pukul 09.00 WIB.

1. Identitas klien

Klien bernama Tn. R berusia 30 tahun dengan suku bangsa Sunda,


agama Islam, pendidikan terakhir sekolah menengah atas, pekerjaan
penujual ayam dipasar, status perkawinan sudah menikah 1 kali selama 3
tahun dengan Ny. E berusia 29 tahun suku bangsa Sunda, agama Islam,
pendidikan terakhir sekolah menengah atas, pekerjaan Ibu Rumah tangga
dan bertempat tinggal di Jln. Marunda nomor 14 RT 024 RW 07
Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Sumbe biaya klien adalah BPJS,
sumber informasi didapat dari klien dan keluarga

2. Resume

Tn. R (30 tahun) datang ke Rumah Sakit X pada tanggal 01


Desember 2015 pukul 14.10 WIB atas rujukan dari puskesmas Cilincing
dengan riwayat sesak nafas. Saat dibawa ke UGD rumah sakit X Tn. R
mengeluh Panas tinggi tinggi saat dirumah 38˚C lebih dari 3 hari yang
lalu, klien mengatakan pilek, klien mengatakan batuk, klien mengatakan
sesak napas, klien mengatakan sakit kepala, klien mengatakan nyeri otot,
klien mengatakan sakit tenggorokan, klien mengatakan sakit saat menelan,
klien mengatakan jadi tidak nafsu makan, klien mengatakan tidur
malamnya terganggu karena batuk, klien mengatakan dibelakang rumah
nya terdapat kandang ayam, klien terkadang batuk dengan mengeluarkan
sedikit sekret berwarna kuning dengan konsitensi kental. Tanda–tanda
vital: tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 92 x/menit, pernapasan 28
x/menit, suhu 380C. berat badan klien saat iniHasil laboratorium tanggal
01 Desember 2015 jam 16.33 WIB yaitu leukosit 19,60 10ˆ3/µl, klien
mendapatkan obat terapi Antipyretic : ASA 600 mg secara oral 4

12
jam dan Imunisasi aktif : Vaccine, 0,5ml IM, klien terpasang infus ringer
laktat 20 tetes/menit. Setelah dievaluasi 3 masalah keperawatan belum
teratasi.
 Tindakan yang harus dilakukan :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
a. Kaji tanda-tanda vital
Rasional: mengetahui perubahan suhu tubuh
b. Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila,
lipat paha, temporal bila terjadi panas
Rasional: melanccarkan aliran darah dalam pembuluh darah
c. Anjurkan klien untuk menggunakan yang dapat menyerap
keringat seperti katun
Rasional: menjaga kebersihan badan.
2. Ganggguan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
produksi sputum yang berlebihan.

a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal


mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya
bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah
(bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio
inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya
proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman seperti posisi semi
fowler
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun,
pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling
mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja,
bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot
dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
d. Dorong/bantu latihan napas abdomen.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi
dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

3. Resiko Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri

a. Kaji tanda–tanda vital klien selama dan sesudah beraktivitas

13
Rasional:mengetahui keadaan umum klien
b. Kaji respon klien sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional:mengetahui reaksi klien sewaktu melakukan aktivitas
dan tidak
c. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Rasional:mengetahui pembatasan aktivitas pada klien
d. Ajarkan klien nafas dalam
Rasional: mengurangi saras nyeri
e. Bantu aktivitas klien yang diperlukan
Rasional:meminimalkan kelelahan

14
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Flu Burung (Avian Influenza - AI) adalah penyakit unggas yang menular
disebabkan virus influenza tipe A dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus ini
paling umum menjangkiti unggas (misalnya ayam peliharaan, Kalkun, Itik,
Puyuh, dan Angsa) juga berbagai jenis burung liar. Flu burung termasuk jenis
penyakit yang sangat menular, menular dengan sangat cepat dan dapat
menyebabkan kematian. Penanggulangan penyakit ini harus cepat, tepat, dan
cermat karena dapat menyebabkan kematian pada unggas dengan cepat. Selain
pada unggas, penyakit ini juga dapat menyerang pada manusia. Penanggulangan
pada penyakit ini dengan menjaga kebersihan, hindari kontak langsung dengan
hewan yang terinfeksi dan memasak hewan unggas untuk konsumsi secara
matang.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah Penyakit Flu Burung ini masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki. Saya sebagai penulis membuka kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Informasi-informasi seputar
flu burung dalam makalah ini tidak kami sebutkan semua, namun hanya beberapa
yang dapat menunjang penyusunan makalah. Pada akhirnya makalah ini
diharapkan dapat membuat pembaca tahu akan pentingnya pencegahan dan
pemberantasan penyakit flu burung yang terjadi di negara Indonesia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada Flu Burung. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.


WHO, 2013. Avian Influenza A (H5N1) Virus Infection in Humans. Available
from : http:////My Documents/NEJM journal.html. (diakses 10 Mei 2016)
Irianto, K., 2007. Mikrobiologi, Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid
I, Yrama Widya. Jakarta.
Noorkasiani, Tamher. 2008. Penyakit Ayam Dan Penanggulangannya.
Yogyakarta.
Nurarif, Hardi Kusuma & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan DiagnosaMedis Nanda Nic-Noc, Cetakan 1. Yogyakarta:
Mediaction.
Pracoyo, E,N. 2010. Faktor penyebab terjadinya infeksi H5N1 di beberapa daerah
di Indonesia.
Rahardjo Y. 2013. Flu Burung Kajian dan Penanggulangannya. Bandung :
Nuansa Cendekia.
Soedarto. 2010. Highly Pathogenic Avians Influenza. Yogyakarta.
Soejoedono, D. Retno. 2006. Flu Burung. Penerbit Swadaya : Depok.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. UI : Jakarta.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemologi, Penularan, Pencegahan, &
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Yudhastuti R dan Sudarmaji. 2006. Mengenal Flu Burung Dan Bagaimana Kita
Menyikapinya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Volume 2, Nomor 2
Januari 2006 : 183 – 194.
Yuliarti, Nurheti. 2006, Menyingkap Rahasia Penyakit Flu Burung. Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai