PENGERTIAN
Arthritis atau peradangan sendi adalah suatu reaksi tubuh terhadap proses
berbagai penyakit termasuk trauma pada sendi, infeksi virus dan bakteri, gangguan sendi
oleh reaksi tubuh, gabungan bendungan dan gesekan pada sendi (Yatim, 2006).
Artritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem
organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang
diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. (Price,Sylvia A, 2006)
Artritis Reumatoid (AR) ditandai oleh proses autoimun kronis yang
mengakibatkan sinovitis inflamatoris sendi diatrodial. Inflamasi kronis menyebabkan
bertambahnya hypertrophy synovial yang disebut sebagai pannus pada tulang dan
kartilago, sehingga terjadi erosi pada sendi yang terkena. (Tao,L, 2014)
C. ETIOLOGI
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa hipotesa
menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh factor-faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor
Rematroid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)
D. PATOFISIOLOGI
Pada RA, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancukan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. (Lukman,2009)
Sejumlah besar kerusakan patologis yang menandai artritis reumatoid berpusat
disekitar lapisan sinovium sendi. Sinovium normal terdiri atas lapisan tipis sel(ketebalan
1-3 lapisan) dan interstisium dibawahnya, yang mengandung pembuluh darah tetapi
dengan sedikit sel. Sinivium dalam keadaan normal menyediakan nutrien dan pelumas
bagi tulang rawan sendi. Sinovium artritis reumatoid, sebalikanya sangat abnormal,
dengan lapisan dalam yang sangat menebal (ketebalan 8-10 sel) yang terdiri atas sel sel
aktif dan interstisium yang sangat inflamatorik dan dipenuhi sel B , sel T, dan makrofag
serta perubahan vaskular (termasuk trombosis dan neuvaskularisasi). Ditempat tempat
persambuungan sinovium dan tulang rawan senndi jaringan sinovium pada artritis
reumatoid (pannus) menginvasi dan merusak tulang rawan dan tulang sekitar. Meskipun
penyebab reumatoid artritis masih belum jelas, telah teridentifikasi beberapa komponen
penting dalam patogenesisnya. Seperti telah dibahas sebelumnya, fase inisiasi perlu
dibedakan dari fase propagasi penyakit serta perlu disadari bahwa fenotipe artritis
reumatoid mencerminkan fenotipeyang bersifat self-sustaining.
1. Faktor genetic
Concordance rate pada kembar bervariasi antara 15% dan 35%, yang menunjukan
peran faktor genetik dalam patogenesis artritis reumatoid. Yang paling menonjol pada
faktor genetik ini adalah keterlibatan satu subset spesifik alel MHC kelas II yang
keberadaannya tampak menentukan keparahan penyakit (pasien homozigot untuk alel
alel terkait penyakit mengidap penyakit yang paling parah). Molekul molekul MHC
ini berfungsi sebagai tempat untuk menyajikan antigen (peptida) ke sel T CD4. Alel
alel terkait penyakit (termasuk dalam serotipe HLA-DR4/DR1) memiliki kesamaan
dalam satu sekuens disepanjang alur penyaji antigen yang dinamai “shared epitope” .
terdapat postula bahwa alel alel ini menyajikan antigen penting ke sel T, yang
berperan dalam memicu dan memperparah penyakit. Namun, belum terdapat antigen
spesifik yang berhasil diidentifikasi.
2. Faktor non-genetik
a. Faktor lingkungan dan infeksi
Meskipun banyak patogen bakteri dan virus yang telah ditetliti sebagai
kemungkinan pemicu artritis reumatoid, peran infeksi spesifik sebagai
penyebabnya tidak terbukti. Hal yang dapat diterima adalah bahwa berbagai
patogen infeksi mungkin menimbulkan perubahab perubahan non spesifik –
patogen di sendi yang beraitan dengan inisiasi penyakit pada orang yang rentan.
b. Autoimunitas
Walaupun terdapat cukup banyak bukti tentang peran suportif
autoimunitas dalam menimbulkan fenotipe artritis reumatoid (mis, adanya
autoantibodi seperti faktor reumatoid imunoglobin G dan manfaat terapi yang
ditujukan pada sel T aktif), antigen antigen penting yang memacu respons tersebut
serta mekanisme pelepasanya belum jelas.
Pengeluaran sitokin pada artritis reumatoid sangat condong ke pengaruh
Th 1, meskipun profil sitokin pada sinovium artritis reumatoid sangat kompleks,
dengan banyak sitokin pro- dan anti inflamasiyang diekspresikan secara
bersammaan (mis, TNF –α, IL-1, IL-6 granulocyte- macrophage colony
stimulating factor[GM-CSF]), studi-studi secara persuasif membuktikan bahwa
TNF-α adalah suatu sitokin yang penting dalam propagasi lesi inflamatorik artritis
reumatoid. Karna itu , jika jalur jalur disebelah hilir dari TNF-α dihambat dengan
reseptor TNF larut atau antibodi monoklonal terhadap TNF-α, banyak pasien yang
mengalami perbaikan signifikan pada sinovitis inflamatorik maupun rasa nyaman
secara keseluruhan. Hal yang menarik, efek terapi anti-TNF terbatas selama
pengobatan, dan gejala serta tanda peradangan cepat kambuh setelah terapi
dihentikan. (Stephen J McPhee,2011).
Peran NO pada berbagai penyakit rematik telah banyak diteliti, setelah
ekspresi NO dan produksi NO dapat dideteksi pada penyakit dengan inflamasi
dan penyakit autoimun pada manusia. Peningkatan NO pada sinovium dan kadar
NO dalam cairan sendi terjadi pada pasien AR. Salah satu mekanisme efek toksik
pada AR adalah melalui apoptosis kondrosit bersama dengan adanya spesies
oksigen reaktif. Ekspresi NO juga menginduksi apoptosis osteoblast
menyebabkan osteoporosis. Peran NO pada osteoartritis ditunjukan dengan
adanya bukti bahwa NO diproduksi oleh kondrosit. Produksi NO oleh kondrosit
tergantung stimulasi oleh faktor imun. NO juga menghambat produksi matriks
akibat dari peningkatan produksi metalloproteinase. NO secara langsung
meningkatkan degradasi matriks protein dan menginduksi apoptosis kondrosit,
yang menjadi gambaran utama osteoartritis. (Aru W Sudoyo,2009).
E. MANIFESTASI KLINIS
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
1. Nyeri persendian
2. Bengkak (Rheumatoid nodule)
3. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4. Terbatasnya pergerakan
5. Sendi-sendi terasa panas
6. Demam (pireksia)
7. Anemia
8. Berat badan menurun
9. Kekuatan berkurang
10. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
12. Pasien tampak anemic
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
1. Gerakan menjadi terbatas
2. Adanya nyeri tekan
3. Deformitas bertambah pembengkakan
4. Kelemahan
5. Depresi
Organ Manifestasi
1. Kulit Nodula subkutan, vaskulitis
(menyebabkan bercak-bercak coklat),
lesi-lesi ekimotik.
2. Jantung Perikarditis, tamponade perikardium
(jarang), lesi peradangan pada
miokardium dan katup jantung.
3. Paru-paru Pleurutis dengan atau tanpa efusi,
peradangan pada paru-paru.
4. Mata Skleritis.
5. System saraf Neuropati perifer, sindrom kompresi
perifer, termasuk sindrom carpal
tunner, neuropati saraf ulnaris.
6. Sistemik Anemia, osteoporosis generalisata,
sindrom felty, sindrom sjongren
(keratokonjungtivitis sika), amyloidosis
(jarang).
F. TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Pemeriksaan Hb
2. Pemeriksaan Leukosit
3. Rheumatoid faktor positif
4. Sediment eritrosit meningkat
5. Analisis darah sinovial : Volume meningkat, Viscositas menurun
Pemeriksaan Radiologi
1. CT Scan
2. Rontgen : Osteoporosis, terjadi erosi, deformitas, kerusakan kartilago.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari pengobatan adalah menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan
fungsi sndi dan kemampuan maksimal dari klien,serta mencgah dan atau memperbaiki
deformitas yang terjadi pada sendi.
1. Medikamentosa
Pengobatan dapat dimulai secara dini. Pada keadaan akut kadang diperlukan steroid
atau imunosupresan. Obat-obatan dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan
peradangan, dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Obat utama pada RA
adalah obat-obatan antiinflamasi nonsterois (NSAID).
2. Medis
Pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila ada destruksi sendi yang
luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan
tindakan arthrodesis atau artoplastik.
3. Keperawatan
Memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit RA kepada klien,
keluarga, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Istirahat adalah penting
karena RA biasanya disertai dengan rasa lelah yang hebat. Disamping itu latihan-
latihan spesifik dapat bermanfaat untuk memprtahankan fungsi sendi. Latihan ini
mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya
dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu
diberikan sebelum latihan, dan mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur antara
suhu panas dan dingin dapat dilakukan.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi sebagai berikut :
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses granulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
4. Terjadi spenomegali
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit masa lalu
4. Keluhan utama (biasanya klien mengeluh nyeri pada area persendian, da nada
kekauan pada sendi saat bangun tidur)
5. Pemeriksaan fisik :
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan
stres pada sendi; kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral
dan simetris, keletihan dan kelelahan yang hebat.
Tanda ; malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot.
b. Kardiovaskular
Gejala : fenomena raynaud jari tangan/kaki.
c. Integritas ego
Gejala : keputusasaan dan ketidak berdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra
tubuh, identitas diri misalnya tergantung kepada orang lain.
d. Makanan dan cairan
Gejala : ketidak mampuan untuk menghasilkan/ mnegkonsumsi makan/cairan
adekuat, mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
b. Higiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi
secara mandiri.
c. Neurosensori
Gejala : kebas/kesmutan pada tangan dan kaki, kehilangannya sensasi pada jari
tangan.
Tanda : pmbengkakan sendi simetris.
d. Nyeri/keamanan
Gejala : fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jarigan lunak
pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sendi-sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan tubuh
3. Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan menurunya kekuatan otot dan sendi
4. Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan citra tubuh
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DK 1: Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan peradangan pada sendi-sendi.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan perawatan
3 x 24 jam
Sasaran :
- Nyeri berkurang sampai dengan hilang
- Pasien tampak rileks
Intervensi:
1. Kaji keadaan umum pasien
R : Indikator awal dalam melakukan intervensi berikutnya
2. Kaji TTV pasien
R : Indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3. Beri kompres hangat pada daerah yang nyeri
R : untuk meminimalkan rasa nyeri
4. Beri waktu istirahat pada pasien (sesuai dengan kondisi)
R : Untuk memulihkan tenaga pasien
5. Bantu pasien dalam perawatan kulit
R : Agar kulit di sekitar persendian tidak lecet
6. Menganjurkan pasien untuk banyak istirahat
R : istirahat yang cukup dapat mengembalikan stamana pasien
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan analgetik, antipiretik, anti
inflamasi
R : Membantu dalam penyembuhan pasien
DK 3 : Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan menurunya kekuatan otot dan
sendi.
Tujuan : Pasien terhindar dari cidera setelah dilakukan tindakan perawatan 3 x 24 jam.
Sasaran :
- Otot-otot dan sendi pasien tidak lemah
- Pasien terhindar dari cidera
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien
R : Membantu dalam penyembuhan pasien
2. Kaji kekuatan tonus otot (skala 0-4)
R : untuk mengetahui kemampuan dan kekuatan otot
3. Beri lingkungan yang aman dengan menutup pagar tempat tidur
R : mencegah terjadinya cidera pada pasien
4. Bantu pasien dalam mobilisasi
R : aktivitas berlebihan dapat memperparah keadaan
5. Beri posisi pasien yang dapat menghindari cidera
R : mencegah terjadinya cidera pada pasien
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit
Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2020. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Arifin, Moch Zainal. 2015. Efektivitas Therapeutic Touch Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri
Pada Penderita Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumberpucung. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang