TINJAUAN TEORI
3. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui, namun di duga kelainan
kongenital laring pada laringomalasia kemungkinan merupakan akibat
dari kelainan genetik atau kelainan embriologik.
Selama perkembangan janin, struktur di laring mungkin tidak
sepenuhnya berkembang. Akibatnya, ada kelemahan dalam struktur
saat lahir, menyebabkan stuktur tersebut colaps atau runtuh saat
bernafas.
Selain itu terdapat juga hipotesis yang dibuat berdasarkan
embriologi yaitu epiglotis yang biasanya dibentuk oleh lengkung
brankial ketiga dan keempat, pada laringomalasia terjadi pertumbuhan
lengkung ketiga yang lebih cepat dibanding yang keempat sehingga
epiglotis melengkung ke dalam.
Meskipun laryngomalacia tidak terkait langsung dengan gen
tertentu, ada bukti bahwa beberapa kasus dapat diwariskan dan sering
di jumpai pada penderita Down Syndrome.
Selain itu ada juga dua teori besar yang diduga mengenai
penyebab kelainan ini adalah bahwa kartilago imatur kekurangan
struktur kaku dari kartilago matur, sedangkan yang kedua mengajukan
teori inervasi saraf imatur yang menyebabkan hipotoni. Sindrom ini
banyak terjadi pada golongan sosio ekonomi rendah, sehingga
kekurangan gizi mungkin merupakan salah satu faktor etiologinya.
Peneliti lain berpendapat bahwa penyakit refluks
gastroesofageal (naiknya asam lambung keesofagus dan laring) yang
ditemukan pada 63% bayi dengan laringomalasia, mungkin berperan,
karena menyebabkan edema supraglotis dan mengubah resistensi
aliran udara, sehingga menimbulkan obstruksi nafas
4. Patofisiologi
Laringomalasia dapat terjadi di epiglotis, kartilago aritenoid,
maupun pada keduanya. Jika mengenai epiglotis, biasanya terjadi
elongasi dan bagian dindingnya terlipat. Epiglotis yang bersilangan
membentuk omega, dan lesi ini dikenal sebagai epiglotis omega
(omega-shaped epiglottis). Jika mengenai kartilago aritenoid, tampak
terjadi pembesaran. Pada kedua kasus, kartilago tampak terkulai dan
pada pemeriksaan endoskopi tampak terjadi prolaps di atas laring
selama inspirasi. Obstruksi inspiratoris ini menyebabkan stridor
inspiratoris, yang terdengar sebagai suara dengan nada yang tinggi.
Matriks tulang rawan terdiri atas dua fase, yaitu fase cair dan
fase padat dari jaringan fibrosa dan proteoglikan yang dibentuk dari
rangkaian mukopolisakarida. Penelitian terhadap perkembangan
tulang rawan laring menunjukkan perubahan yang konsisten pada isi
proteoglikan dengan pematangan. Tulang rawan neonatus terdiri dari
kondroitin-4-sulfat dengan sedikit kondroitin-6-sulfat dan hampir
tanpa keratin sulfat. Tulang rawan orang dewasa sebagian besar
terdiri dari keratin sulfat dan kondroitin-6-sulfat. Dengan
bertambahnya pematangan, matriks tulang rawan bertambah, akan
menjadi kurang air, lebih fibrosis dan kaku. Bentuk omega dari
epiglotis yang berlebihan, plika ariepiglotik yang besar, dan
perlunakan jaringan yang hebat mungkin ada dalam berbagai tahap
pada masing-masing kasus.
Supraglotis yang terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis dan
kartilago aritenoid ditemukan mengalami prolaps ke dalam jalan
napas selama inspirasi. Laringomalasia umumnya dikategorikan ke
dalam tiga tipe besar berdasarkan bagian anatomis supraglotis yang
mengalami prolaps walaupun kombinasi apapun dapat terjadi. Tipe
pertama melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis. Yang kedua
melipatnya tepi lateral epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang
ketiga prolapsnya mukosa aritenoid yang berlebihan ke dalam jalan
napas selama periode inspirasi.
Laringomalasia merupakan penyebab tersering dari stridor
inspiratoris kronik pada bayi. Bayi dengan laringomalasia memiliki
insidens untuk terkena refluk
gastroesophageal, diperkirakan sebagai akibat dari tekanan
intratorakal yang lebih negatif yang dibutuhkan untuk mengatasi
obstruksi inspiratoris. Dengan demikian, anak-anak dengan masalah
refluks seperti ini dapat memiliki perubahan patologis yang sama
dengan laringomalasia, terutama pada pembesaran dan pembengkakan
dari kartilago aritenoid
7. Komplikasi
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna
atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau
reflex batuk hilang.
b. Abses paru adalah pengumpulan sputum dalam jaringan paru
yang meradang
c. Episema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
d. Infeksi sistemik.
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokaridal.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
8. Tes Diagnostik
a. Flexible Laryngoscopy : Melalui pemeriksaan ini dinilai pasase
hidung, nasofaring dan supraglotis. Dengan cara ini bentuk
kelainan yang menjadi penyebab dapat terlihat dari atas. Pada
pemeriksaan ini akan nampak visualisasi langsung jalan napas
menunjukkan bentuk omega epiglotis yang prolaps menutupi
laring saat inspirasi. Selain itu juga di temukan ada pembesaran
kartilago aritenoid yang prolaps menutupi laring selama inspirasi
juga bisa ditemukan pada pasien laringomalasi
b. Microlaryngoscopy dan Bronkoskopi : Tes ini dilakukan di ruang
operasi di bawah anestesi umum oleh dokter bedah THT. Dokter
melihat kotak suara dan tenggorokan dengan teleskop. Dokter
mungkin merekomendasikan tes ini jika tes X-ray menunjukkan
sesuatu yang abnormal atau jika dokter Anda memiliki kecurigaan
masalah saluran napas tambahan
c. CT scan dan MRI bermanfaat untuk melihat saluran nafas dan
struktur jaringan lunak di sekitarnya, termasuk bukti adanya
kompresi vaskule
d. Radiologi : Pemeriksaan radiologi leher posisi anteroposterior dan
lateral bermanfaat untuk menentukan ukuran adenoidal dan
tonsillar, ukuran dan ketajaman epiglotik, profil retropharyngeal
dan subglottic dan anatomi.
9. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan pada klien anak dengan laringomalaise
adalah sebagai berikut:
a. Pada keadaan ringan, bayi diposisikan tidur telungkup, tetapi
hindari tempat tidur yang terlalu lunak, bantal dan selimut. Jika
secara klinis terjadi hipoksemia (saturasi oksigen kurang dari
90%), harus diberikan oksigenasi.
b. Pada keadaan yang berat adalah membuat jalan pintas berupa
trakeostomi sampai masalah teratasi. Namun pada anak-anak,
resiko morbiditas dan mortalitas trakeostomi berisiko tinggi
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita akan mengeluh batuk berdahak,
nyeri dada, sesak napas.
c. Riwayat penyakit
gejala nyeri dada, batuk berdahak , dan disertai sesak napas dan
adanya edema pada laring.
d. Riwayat penyakit dahulu
pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan pasien pernah
menderita penyakit sebelumnya seperti: adanya riwayat merokok,
penggunaan alcohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral
e. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, keletihan, napas pendek.
Tanda : Frekuensi pernapasan meningkat. Perubahan irama
pernapasan. Takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya hipertensi.
Tanda : Kenaikan tekanan darah meningkat. Penampilan
kemerahan, atau pucat.
3. Integritas ego
Gejala : Perasaan takut akan kehilangan suara, mati,
terjadinya / berulangnya kanker.
Kuatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan
keluarga, kemampuan kerja dan keuangan.
Tanda : Ansietas, depresi, marah dan menolak, Menyangkal.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan saat ini atau yang lalu / obstruksi riwayat
penyakit paru
5. Makanan/cairan
Gejala : Kesulitan menelan.
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak.
Bengkak, luka.
(malnutrisi)
6. Neurosensori
Gejala : Diplopia (penglihatan ganda), Ketulian.
Tanda : Parau menetap atau kehilangan suara.
Kesulitan menelan.
Ketulian konduksi.
Kerusakan membranmukosa.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk) .
Tanda : Melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
8. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat merokok/mengunyah tembakau.
Bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik/serbuk,
logam berat. Riwayat penggunaan berlebihan suara. Riwayat
penyakit paru kronis. Batuk dengan/tanpa sputum. Drainase
darah pada nasal.
Tanda : Sputum dengan darah, hemoptisis, Dispnea.
9. Keamanan
Gejala :
Terpajan sinar matahari berlebihan selama periode bertahun-
tahun atau radiasi. Perubahan penglihatan/pendengaran.
Tanda : Massa/pembesaran nodul.
10. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alcohol berulang/riwayat
penyalahgunaan alkohol.
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat :7,4 hari.
11. Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan luka,
pengobatan, pengiriman :transpormasi, belanja, penyiapan
makanan, perawatan diri, perawatan / pemeliharaan rumah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian.
b. pola napas tidak efektif berhubungan dengan terdapatnya benda
asing dalam saluran pernapasan yang menyebabkan sumbatan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan pengangkatan
laring dan terhadap edema.
d. Berisiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan (serebral,
cardial, dan pulmoner) yang berhubungan dengan menurunnya
suplai oksigen sekunder terhadap obstruksi saluran napas
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Ansietas Setelah Melaporkan Mandiri: 1. Pemahaman bahwa
berhubungan dilakukan takut atau 1. Catat derajat perasaan (dimana
dengan adanya intervensi ansietas hilang ansietas dan berdasarkan situasi
ancaman kematian. selama 3x24 atau menurun takut. sters ditambah
jam sampai tingkat Imformasikan ketidak seimbangan
diharapkan yang dapat pasien/orang oksigen yang
tidak ada lagi ditangani. terdekat bahwa mengancam) normal
perasaan Penampilan perasaannya dapat membantu
cemas rileks dan normal dan pasien meningkatkan
istirahat atau dorong beberapa perasaan
tidur dengan mengekspresikan control emosi.
tepat. perasaan. 2. Menghilangkan
2. Jelaskan proses ansietas karena
penyakit dan ketidaktahuan dan
prosedur dalam menurunkan takut
tingkat tentang keamanan
kemampuan pribadi. Pada fase
pasien untuk dini penjelasan perlu
memahami dan diulang dengan
menangani sering dan singkat
informasi. Kaji karena pasien
situasi saat ini mengalami
dan tindakan penurunan lingkup
yang diambil perhatian.
untuk mengatasi 3. Membantu dalam
masalah. menurunkan ansietas
3. Tinggal dengan yang berhubungan
pasien atau dengan penolakkan
membuat adanya dispnea
perjanjian berat/ perasaan mau
dengan pingsan
seseorang untuk 4. Alat untuk
menunggu menurunkan stress
selama serangan dan perhatian tak
akut. langsung untuk
4. Berikan tindakan meningkatkan
kenyamanan mis. relaksasi dan
Pijatan kemampuan koping.
punggung, 5. Memberikan pasien
perubahan posisi tindakan mengontrol
5. Bantu pasien untukmenurunkan
untuk ansietas dan
mengidentifikasi ketegangan otot.
perilaku 6. Mekanisme koping
membantu, mis. dan partisipasi dalam
Posisi yang program pengobatan
nyaman, focus mungkin
bernapas, teknik meningkatkan
relaksasi. belajar pasien untuk
6. Dukung pasien menerima hasil yang
atau orang diharapkan dari
3.
4. Implementasi
Tindakan keperawatan dilakukan Sesuai dengan intervensi yang telah
ditetapkan dan disesuaikan pula dengan situasi dan kondisi yang ada
pada klien
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai masalah sudah terasi, teratasi
sebagian atau belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA