Anda di halaman 1dari 9

Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan disuatu wilayah atau

daerah. Ketidakmerataan distribusi pendapatan juga bisa disebabkan berbagai hal, salahsatunya
dapat disebabkan oleh sistem ekonomi yang di anut oleh suatu wilayah, atau negara. Suatu
negara yang menganut sistem kapitalis murni, berkemungkinan besar akan bisa mengalami
ketimpangan pendapatan. Ketimpangan dan Kemerataan

Ketimpangan distribusi pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan


penduduk dari kelompok yang berpendapatan rendah 40% terendah dibandingkan dengan total
pendapatan seluruh penduduk.
ketidakmerataan (ketimpangan pendapatan) dapat disebabkan
oleh keberagaman faktor faktor produksi yang dimiliki oleh setiap orang
dalam suatu daerah/wilayah. Semakin banyak faktor produksi yang
dimiliki oleh seseorang, maka berkemungkinan besar ia akan memiliki
pendapatan yang juga semakin besar. Apabila suatu daerah memiliki
ketidakmerataan pendapatan atau ketimpangan yang besar, maka akan
menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas , kesenjangan sosial.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengukur atau melihat tingkat distribusi
pendapatan, salah satunya adalah dengan mengguanakan kurva lorenz. Kurva lorenz
adalah kurva yang menunjukkan tingkat distribusi pendapatan.

Gambar 1. Kurva lorenz

Semakin dekat garis lorenz (garis 45 o) ke garis Diagonal, berarti semakin


merata pendapatan. Sebaliknya semain menjauhi garis lorenz, berarti semakin tidak
merata pendapatan. Apabila semakin jauh dari garis lorenz, berarti semakin tidak
merata pendapatan dan berarti semakin banyak orang miskin.
Distribusi pendapatan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan
kemiskinan karena cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang
berada dibawah garis kemiskinan. Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang
mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi,
dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah
dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.

. Masalah utama dalam distribusi pendapatan sebuah


d a e r a h a d a l a h k e t i d a k m e r a t a a n pendapatan antar kelompok
masyarakat dalam daerah tersebut, oleh karenanya sering j u g a d i s e b u t
tingkat ketidakmerataan atau kesenjangan.

Ketidakmerataandistribusi pendapatan tersebut diakibatkan banyak hal


terutama:

1.Perbedaan dalam hal kepemilikan faktor -faktor produksi


t e r u t a m a s t o k m o d a l antar kelompok masyarakat. Teori Neo-Klasik
menjelaskan bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan yang diakibatkan oleh
kepemilikan faktor c a p i t a l s t o c k i n i s e c a r a o t o m a t i s d a p a t
d i p e r b a i k i o l e h u p a y a p e l i m p a h a n d a r i pendapatan pemilik modal
yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Bilamekanisme otomatis
tidak dapat berjalan maka teori Keynesian meng andalkan peranan
pemerintah dalam melakukan subsidi pada pihak yang kekurangan
dantentunya mutlak diperlukan pula kebijakan pemerintah dalam upaya
redistribusi pendapatan

2 . K e t i d a k s e m p u r n a a n M e k a n i s m e P a s a r ( Market Failure) yang


menyebabkan tidak t e r j a d i n y a m e k a n i s m e p e r s a i n g a n s e m p u r n a .
T i d a k b e r j a l a n n ya m e k a n i s m e persaingan ini karena:

(i) perbedaan kepemilikan faktor produksi (sebagaimanatelah


dijelaskan);

(ii) timpangnya akses informasi;

(iii) intervensi pemerintah;s e r t a


(iv) keterkaitan antara pelaku e konomi dengan pihak
p e m e r i n t a h ya n g kemudian mendistorsi pasar (biasanya kebijakan pemerintah
dalam satu kebijakantentang perlindungan industri tertentu misalnya).

Ada dua indikator yang dapat digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan
suatu negara yaitu :
1. Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien gini adalah analisis yang digunakan untuk mengukur distribusi
pendapatan masyarakat pada suatu daerah atau negara pada suatu periode. Atau
juga bisa diartikan sebagai rasio(perbandingan) antara luas bidang yang diarsir
dengan luas segitiga OPE. Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang
disebut Kurva Lorenz,seperti yang diperlihatkan kurva di bawah ini.

Dengan keterangan:
1.Sumbu horizontal melambangkan presentase komulatif penduduk.
2. Sumbu fertikal melambangkan presentase pendapatan yang
diterima oleh masing-masing persentase penduduk.
3. Garis diagonal ditengah kurva adalah garis kemerataan sempurna, karena
semua titik pada garis tersebut adalah posisi dimana pendapatan di distribusikan
secara merata dengan sempurna, yaitu persentase penduduk yang sama dengan
persentase penerimaan pendapatan.
4. Daerah yang diarsir menggambarkan besarnya ketimpangan distribusi
pendapatan yang terjadi.

NILAI KOEFISIEN GINI INDONESIA TAHUN 1984-1998


Semakin jauh jarak garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan sempurna,
semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya. Pada kasus ekstrim,
jika pendapatan didistribusikan secara merata, semua titik akan terletak pada garis
diagonal dan daerah A akan bernilai nol. Sebaliknya pada ekstrem lain, bila hanya
satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan, luas A akan sama dengan luas
segitiga sehingga angka koefisien Gininya adalah satu (1). Jadi suatu distribusi
pendapatan makin merata jika nilai koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya,
suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai koefisien
Gininya mendekati satu.
Tabel berikut ini memperlihatkan patokan yang mengatagorikan
ketimpangan distribusi berdasarkan nilai koefisien Gini.
Nilai Koefisien Gini Distribusi Pendapatan
.... < 0,4 Tingkat ketimpangan rendah
0,4 < 0,5 Tingkat ketimpangan sedang
.... > 0,5 Tingkat ketimpangan tinggi
Koefisien gini juga dapat dihitung menggunakan rumus.Yaitu sebagai berikut:

Dan standart nilai koefisien gini dapat diperlihatkan dengan tabel


Nilai Koefisien Gini Distribusi Pendapatan

.... < 0,4 Tingkat ketimpangan rendah


0,4 < 0,5 Tingkat ketimpangan sedang
.... > 0,5 Tingkat ketimpangan tinggi

Disisi lain untuk mengukur distribusi pendapatan yang antar daerah (dalam
wilayah) dapat menggunakan indeks Williamson. Dengan rumus:

Dengan keterangan :
WI = Indeks Williamson.
yi = Pendapatan per kapita daerah dalam kesatuan wilayah/daerah.
Yi = Pendapatan per kapita wilayah.
fi = Jumlah penduduk daerah dalam kesatuan wilayah/negara.
2. Kriteria Bank Dunia
Selain koefisien gini, dalam menilai pendapatan nasional dapat
menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Bank Dunia mengukur
ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya
kontribusi 40% penduduk termiskin terhadap pendapatan atau pengeluaran
nasional. Kriterianya dapat dilihat pada tabel berikut.

Distribusi Pendapatan Tingkat Ketimpangan


Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
Tinggi
< 12% dari keseluruhan pengeluaran
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
Sedang
12%–17% dari keseluruhan pengeluaran
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya Rendah
> 17% dari keseluruhan pengeluaran
Tabel Gini Ratio Menurut Provinsi tahun 2002, 2005, 2007-2013

Provinsi 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1
Aceh 0,299 (2 0.268 0.27 0.29 0.30 0.33 0.32 0.341
Sumatera Utara 0.288 0.327 0.307 0.31 0.32 0.35 0.35 0.33 0.354
Sumatera Barat 0.268 0.303 0.305 0.29 0.30 0.33 0.35 0.36 0.363
Riau 0.292 0.283 0.323 0.31 0.33 0.33 0.36 0.40 0.374
Jambi 0.260 0.311 0.306 0.28 0.27 0.30 0.34 0.34 0.348
Sumatera Selatan 0.291 0.311 0.316 0.30 0.31 0.34 0.34 0.40 0.383
Bengkulu 0.253 0.353 0.338 0.33 0.30 0.37 0.36 0.35 0.386
Lampung 0.254 0.375 0.390 0.35 0.35 0.36 0.37 0.36 0.356
Bangka Belitung 0.247 0.281 0.259 0.26 0.29 0.30 0.30 0.29 0.313
Kepulauan Riau n.a 0.274 0.302 0.30 0.29 0.29 0.32 0.35 0.362
DKI Jakarta 0.322 0.269 0.336 0.33 0.36 0.36 0.44 0.42 0.433
Jawa Barat 0.289 0.336 0.344 0.35 0.36 0.36 0.41 0.41 0.411
Jawa Tengah 0.284 0.306 0.326 0.31 0.32 0.34 0.38 0.38 0.387
DI Yogyakarta 0.367 0.415 0.366 0.36 0.38 0.41 0.40 0.43 0.439
Jawa Timur 0.311 0.356 0.337 0.33 0.33 0.34 0.37 0.36 0.364
Banten 0.330 0.356 0.365 0.34 0.37 0.42 0.40 0.39 0.399
Bali 0.298 0.330 0.333 0.30 0.31 0.37 0.41 0.43 0.403
Nusa Tenggara Barat 0.266 0.318 0.328 0.33 0.35 0.40 0.36 0.35 0.364
Nusa Tenggara Timur 0.292 0.351 0.353 0.34 0.36 0.38 0.36 0.36 0.352
Kalimantan Barat 0.301 0.310 0.309 0.31 0.32 0.37 0.40 0.38 0.396
Kalimantan Tengah 0.245 0.283 0.297 0.29 0.29 0.30 0.34 0.33 0.350
Kalimantan Selatan 0.292 0.279 0.341 0.33 0.35 0.37 0.37 0.38 0.359
Kalimantan Timur 0.304 0.318 0.334 0.34 0.38 0.37 0.38 0.36 0.371
Sulawesi Utara 0.270 0.323 0.324 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43 0.422
Sulawesi Tengah 0.283 0.301 0.320 0.33 0.34 0.37 0.38 0.40 0.407
Sulawesi Selatan 0.301 0.353 0.370 0.36 0.39 0.40 0.41 0.41 0.429
Sulawesi Tenggara 0.270 0.364 0.353 0.33 0.36 0.42 0.41 0.40 0.426
Gorontalo 0.241 0.355 0.388 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44 0.437
Sulawesi Barat n.a n.a 0.310 0.31 0.30 0.36 0.34 0.31 0.349
(1
Maluku 0.258 0.328 0.31 0.31 0.33 0.41 0.38 0.370
Maluku Utara n.a 0.261 0.332 0.33 0.33 0.34 0.33 0.34 0.318
Papua Barat n.a n.a 0.299 0.31 0.35 0.38 0.40 0.43 0.431
(1
Papua 0.389 0.412 0.40 0.38 0.41 0.42 0.44 0.442
INDONESIA 0.329 0.363 0.364 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.413

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat , BPS


Catatan : Berdasarkan Susena Maret
(1 Hanya dilakukan pengumpulan data KOR di Ibukota Provinsi
(2 Tidak digunakan untuk angka estimasi Indonesia
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1493
http://block-blockblog.blogspot.co.id/2012/03/distribusi-pendapatan-ketimpangan.html
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eep/article/viewFile/20695/14220

Tabel Gini Ratio Menurut Provinsi Tahun 2010-2014


Tahun
Provinsi
2010 2011 2012 2013 2014
Aceh 0,30 0,33 0,32 0,34 0,32
Sumatera Utara 0,35 0,35 0,33 0,35 0,32
Sumatera Barat 0,33 0,35 0,36 0,36 0,33
Riau 0,33 0,36 0,40 0,37 0,35
Jambi 0,30 0,34 0,34 0,35 0,33
Sumatera Selatan 0,34 0,34 0,40 0,38 0,40
Bengkulu 0,37 0,36 0,35 0,39 0,36
Lampung 0,36 0,37 0,36 0,36 0,35
Kep. Bangka Belitung 0,30 0,30 0,29 0,31 0,30
Kep. Riau 0,29 0,32 0,35 0,36 0,40
Dki Jakarta 0,36 0,44 0,42 0,43 0,43
Jawa Barat 0,36 0,41 0,41 0,41 0,41
Jawa Tengah 0,34 0,38 0,38 0,39 0,38
DI Yogyakarta 0,41 0,40 0,43 0,44 0,42
Jawa Timur 0,34 0,37 0,36 0,36 0,37
Banten 0,42 0,40 0,39 0,40 0,40
Bali 0,37 0,41 0,43 0,40 0,42
Nusa Tenggara Barat 0,40 0,36 0,35 0,36 0,38
Nusa Tenggara Timur 0,38 0,36 0,36 0,35 0,36
Kalimantan Barat 0,37 0,40 0,38 0,40 0,39
Kalimantan Tengah 0,30 0,34 0,33 0,35 0,35
Kalimantan Selatan 0,37 0,37 0,38 0,36 0,36
Kalimantan Timur 0,37 0,38 0,36 0,37 0,35
Kalimantan Utara - - - - -
Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42 0,42
Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41 0,37
Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43 0,42
Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43 0,41
Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44 0,41
Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35 0,35
Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37 0,35
Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32 0,32
Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43 0,44
Papua 0,41 0,42 0,44 0,44 0,41
INDONESIA 0,38 0,41 0,41 0,41 0,41
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015
Rasio gini (Gini Rasio)
Merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan luas antara
diagonal dan kurva lorenz (daerah A) dibagi dengan luas segitiga di bawah diagonal.
Kegunaan: Untuk mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Keterangan :
Rasio Gini bernilai antara 0 dan 1. Nilai 1 menunjukkan complete inequality atau perfectly
inequal, di mana seluruh penduduk menempati satu lokasi di suatu negara dan tidak ada
penduduk di lokasi lainnya. Nilai 0 menunjukkan perfectly equal, yaitu penduduk
terdistribusikan sempurna di seluruh wilayah suatu negara. Jadi, semakin besar nilai
rasio konsentrasi Gini, semakin besar ketidakmerataan antara distribusi penduduk dan
jumlah lokasi.

https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=istilah/view&id=1461

Gini Ratio (Teori)



Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat
(secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu
(ketimpangan yang sempurna). Koefisien Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang
yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana
kurva Lorenz itu berada. Perhatikan gambar berikut:

Dari gambar di atas, sumbu horisontal menggambarkan prosentase kumulatif penduduk,


sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-
masing prosentase penduduk tersebut. Sedangkan garis diagonal di tengah disebut “garis
kemerataan sempurna”. Karena setiap titik pada garis diagonal merupakan tempat kedudukan
prosentase penduduk yang sama dengan prosentase penerimaan pendapatan.
Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat
ketidakmerataannya. Sebaliknya semakin dekat jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin
tinggi tingkat pemerataan distribusi pendapatannya. Pada gambar di atas, besarnya ketimpangan
digambarkan sebagai daerah yang diarsir.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu distribusi pendapatan makin merata jika
nilai Koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin
tidak merata jika nilai Koefisien Gininya makin mendekati satu. Perhatikan tabel 1.5.

Rumus Gini Ratio:

GR = 1 - ∑fi [Yi + Yi-1]

Ket : fi = jumlah persen (%) penerima pendapatan kelas ke i.

Yi = jumlah kumulatif (%) pendapatan pada kelas ke i.

Nilai GR terletak antara nol sampai dengan satu.

Bila GR = 0, ketimpangan pendapatan merata sempurna, artinya setiap orang menerima


pendapatan yang sama dengan yang lainnya.

Bila GR = 1 artinya ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan itu hanya
diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.

http://lesprivate-statistik.com/index.php/berita/295-gini-ratio-teori

Anda mungkin juga menyukai