Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemiskinan, Ketimpangan Sosial tampaknya telah menjadi bagian
dari kehidupan Masyarakat. Kondisi masyarakat yang berbagai macam
dari yang miskin sampai yang kaya dan terlebih lagi dengan perbedaan
sikap dan moral masyarakat berbeda-beda pula, kita harus mempunyai
penyaring (filter) untuk menghadapinya agar kita tidak terlindas oleh
kondisi ketimpangan. Kita harus tetap menjadi manusia yang berjiwa
manusiawi. Beberapa penyebab kemiskinan dan ketimpangan sosial adalah
adanya tingkat pendidikan, tingkat status social dan tingkat moral .Dimana
kedua hal tersebut saling berkaitan.
Disini saya akan membuat mencoba membahas tentang
Kemiskinan dan ketimpangan sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dan berapa tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial?
2. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya Kemiskinan dan Ketimpangan
Sosial?
C. Tujuan
1. Mengetahui tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial
2. Mengetahui fakto-faktor penyebab terjadinya Kemiskinan dan
Ketimpangan Sosial

1 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


BAB II

PEMBAHASAN

A. MENGUKUR KETIMPANGAN DAN KEMISKINAN

Kalau kita merenungkan kembali krisis ekonomi yang kita alami 10 tahun
lalu, tampaknya kita mempunyai cukup alasan untuk mengatakan bahwa krisis
tersebut telah menimbulkan dampak sosial-ekonomi-politik yang luar biasa bagi
Indonesia. Kendati kinerja ekonomi pascakrisis cenderung membaik, indikator
ketimpangan dan kemiskinan menunjukkan bukti adanya eksklusi sosial-ekonomi
bagi kebanyakan manusia Indonesia. Eksklusi tersebut timbul karena redistribusi
pendapatan dan tentunya juga redistribusi kekuatan ekonomi-politik yang
berlangsung secara tiba-tiba dalam perekonomian kita, ketika krisis itu
menghantam (Abdullah, 2007; Kuncoro, 2012). Eksklusi bagi mereka yang sudah
miskin dan mereka yang menjadi miskin karena krisis, tidaklah teatrikal, tapi amat
kasat mata dan nyata. Hasil akhir dari redistribusi tersebut masih terasa sangat
menyesakkan bagi mereka yang berada di bagian bawah dari piramida sosial-
ekonomi.

Berikut ini akan diuraikan beberapa indikator yang sering digunakan oleh
para peneliti untuk mengukur ketimpangan di suatau negara atau daerah.

1. Size distributions (quintiles, deciles)


Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima
oleh setiap individu atau rumah tangga. Cara mendapatkan penghasilan itu
tidak dipermasalahkan. Oleh karena itu para ekonom cenderung
mengurutkan semua individu berdasarkan pendapatan yang diterimanya,
lantas membagi total populasi kedalam beberapa nkelompok atau ukuran.
Biasanya populasi dibagi menjadi 5 kelompok atau kuantil dan 10
kelompok atau desil.

2 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


2. Lorenz curves
Indeks gini seringkali ditampilkan bersamaan dengan kurva Lorenz, yang
menggambarkan hubungan antara pangsa kumulatif pendapatan dan
penduduk. G adalah indeks gini yang diturunkan dari kurva Lorenz dengan
cara membagi daerah yang dibatasi oleh garis diagonal dan kurva Lorenz
dengan total daerah pada segitiga yang lebih rendah

3 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


3. Gini coefficients and aggregate measures of inequality
Dari semua pengukur ketimpangan, indeks gini adalah yang paling sering
dipakai sebagai indikator ketimpangan. Salah satu yang menarik dari
indeks gini ialah pendekatannya yang sangat langsung terhadap ukuran
ketidakmerataan, memuat perbedaan di antara setiap pasangan pendapatan,
yang sejauh ini merupakan ukuran ketidakmerataan ekonomi yang paling
populer. Pada kenyataannya, pasangan-pasangan yang diobservasi yang
dipakai dalam penghitungan Indeks gini digunakan untuk menghasilkan
Kurva Lorenz. Hal ini dilakukan dengan mem-plot pasangan pangsa
(kumulatif) pendapatan dan penduduk dalam sebuah kotak.

Nilai dari indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan


bahwa seluruh pendapatan terbagi secara merata terhadap seluruh unit
masyarakat (perfect equality), sedang nilai 1 berarti seluruh pendapatan
hanya dimiliki oleh satu orang atau satu unit saja pada keseluruhan
distribusi (perfect inequality). Ketimpangan yang rendah mempunyai nilai
indeks gini sebesar 0,4 atau di bawahnya. Ketimpangan yang tinggi
apabila mempunyai indeks gini di atas 0,4 dalam distribusinya.
4. Functional distributions

4 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima
oleh masing-masing faktor produksi. Relevansi teori fungsional kurang
tajam, karena tidak memperhitungkan peranan dan pengaruh kekuatan
diluar pasar.

B. KEMISKINAN, KETIMPANGAN DAN KESEJAHTERAAN


SOSIAL

Wacana tentang ketimpangan dan kemiskinan sering dicampuradukkan


meskipun kedua istilah ini bukan sesuatu yang sama. Kemiskinan umumnya
menunjukkan tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan tertentu. Penduduk
disebut miskin bila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah
garis kemiskinan. Ketimpangan (inequality) mendeskripsikan mengenai jurang
antara mereka yang kaya (baca: pendapatan tinggi) dan miskin (baca: pendapatan
rendah) (Taylor, 2012). Bisa jadi kemiskinan turun namun tingkat ketimpangan
dalam suatu masyarakat meningkat. Ini terjadi ketika suatu perekonomian
membaik sehingga mampu membantu si miskin sedikit lebih kaya namun
membuat si kaya semakin kaya. Sebaliknya ketika perekonomian baru menurun,
ketika pasar modal turun drastis, bisa saja si miskin membaik tingkat
pendapatannya, namun banyak pemodal kaya yang mengalami kerugian dari
transaksi di pasar modal, sehingga ketimpangan malah membaik.

Gambar 6.1 menunjukkan bagaimana perkembangan pertumbuhan


ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan kemiskinan di Indonesia sejak tahun
2002. Masalah klasik growth versus equity nampaknya terjadi. Ketika
pertumbuhan ekonomi meningkat ternyata ketimpangan pendapatan, yang diukur
dengan indeks gini, juga meningkat, namun kemiskinan cenderung menurun.
Dengan kata lain, makin tinggi pertumbuhan memang jumlah dan tingkat
kemiskinan cenderung menurun, namun ketimpangan antar si kaya dan miskin
cenderung semakin lebar saat pertumbuhan ekonomi semakin meningkat.

5 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


Masalah ketimpangan ini dalam praktik sering memicu kecemburuan
sosial dan kekerasan yang sering terjadi berbagai daerah di Indonesia. Sumber
daya alam yang melimpah di Indonesia seyogyanya mampu memberikan
kesejahteraan masyarakat jika regulasi berpihak kepada rakyatnya. Namun, yang
terjadi sebaliknya kesenjangan terjadi di mana-mana. Misalnya, di daerah yang
miskin dan APBD-nya rendah, para pejabat dan kepala dinasnya mengendarai
mobil-mobil mewah. Tak ketinggalan para kontraktor sebagai mitra kerja Pemda
juga ikut menampilkan gaya hidup mewah di tengah kesulitan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya. Belum lagi perusahaan-perusahaan yang
mengeksploitasi alam secara besar-besaran di daerah, masyarakat di sekitarnya
hanya bisa menjadi penonton, mendorong mulculnya kecemburuan sosial, dan
terus memicu kesenjangan. Akibatnya masyarakat mengalami frustrasi sosial yang
berujung pada perbuatan kriminal atau kekerasan lainnya (Sismosoemarto, 2012:
478-484).

Gambar 6.1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Indeks Gini, 2002-2011

20.00 0.45
18.00 0.40
Kemiskinan dan GDP (%)

16.00 0.35
14.00 0.30
Rasio Gini

12.00
0.25
10.00
0.20
8.00
6.00 0.15
4.00 0.10
2.00 0.05
0.00 0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

tingkat kemiskinan pertumbuhan GDP rasio gini

Sumber: BPS (2012)

6 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


Selain ketimpangan dan kecemburuan sosial, kekerasan pada hakekatnya
merupakan persoalan pemenuhan kebutuhan dasar. Studi beberapa ekonom dan
sosiolog dunia tentang kekerasan lebih sering terjadi di negara-negara Afrika dan
negara berkembang. Mereka melakukan kekerasan karena frustrasi akibat akses
lapangan kerja yang sangat minim. Akibatnya, mereka tidak bisa mendapatkan
pemenuhan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari. Pada gilirannya kekerasan
muncul ketika masyarakat tidak tahu lagi ke mana dan bagaimana caranya
memenuhi kebutuhan hidup bahkan untuk yang paling mendasar sekalipun. Oleh
karena itu, pemerintah harus melihat kekerasan sebagai persoalan yang berdiri
sendiri dan sesegera mungkin mengatasinya. Bukan tidak mungkin ketimpangan
dan kemiskinan yang akan dibahas dalam makalah ini merupakan faktor utama
pemicu kekerasan dan tindak kriminal lainnya.

Kemiskinan Absolut: Cakupan dan Ukuran

Sebagian besar proyeksi menyatakan bahwa jumlah orang yang hidup


dalam kemiskinan akan meningkat selama dekade berjalan sebelum menurun
selama sisa abad, dengan harapan akan hilang selamanya dengan bergantinya
abad. Hasil ini sangat tergantung pada dua faktor: pertama, tingkat pertumbuhan
ekonomi—dengan syarat bahwa hal ini berjalan secara berkesinambungan—dan
kedua, jumlah sumber daya yang dialokasikan untuk program-program
pengentasan kemiskinan dan kualitas dari program-program tersebut.
Pertumbuhan yang cepat dan berkesinambungan, serta pengentasan kemiskinan
yang terancang baik dan dilaksanakan tepat waktu benar-benar dapat mengurangi
kemiskinan absolut dengan lebih cepat; namun tanpa kedua faktor ini, tujuan
tersebut tidak akan tercapai sama sekali.

Pertumbuhan dan Kemiskinan

Ada beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dan kemiskinan. Biasanya


banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada
kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan

7 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


struktural pertumbuhan modern. Disamping itu, terdapat pendapat yang santer
terdengar di kalangan pembuat kebijakan bahwa pengeluaran publik yang
digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat
digunakan untuk mempercepat pertumbuhan. Pendapat yang mengatakan bahwa
konsentrasi penuh untuk mengurangi kemiskinan akan memperlambat tingkat
pertumbuhan sebanding dengan argumen yang menyatakan bahwa derajat
ketimpangan yang rendah akan mengalami tingkat pertumbuhan yang juga
lambat.

Hubungan yang dekat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan


yang terjadi diantara golongan miskin tidak begitu saja mengindikasikan
hubungan sebab akibat. Sebagian dari kemajuan yang dinikmati golongan miskin
dapat saja berasal dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik
diantara golongan miskin untuk mempercepat pertumbuhan secara menyeluruh.
Lebih lanjut, pengurangan kemiskinan mungkin tanpa pertumbuhan yang tinggi.
Namun apapun sebabnya, yang jelas pertumbuhan dan pengangguran kemiskinan
merupakan dua tujuan yang bisa dicapai secara bersamaan.

Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin

Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi


pendapatan yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang
parah. Jelas bahwa pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi
pendapatan perkapita yang ada, akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut.
Akan tetapi, tingginya tingkat pendapatan perkapita tidak menjamin lebih
randahnya tingkat kemiskinan absolut. Namun penggambaran kemiskinan absolut
secara garis besar saja tidaklah cukup. Sebelum kita memuaskan program dan
kebijakan-kebijakan yang efektif untuk memerangi sumber-sumber kemiskinan,
perlu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai siapa yang termasuk dalam
kelompok miskin itu, dan apa saja karakteristik ekonomi mereka.

8 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


Kemiskinan dan Pedesaan

Biasanya penduduk miskin bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan,


dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional, mereka
kebanyakan wanita dan anka-anak daripada laki-laki dewasa, dan mereka sering
terkonsentrasi diantara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.

Dapat dilihat dari grafik dibawah ini seperti kasus di Indonesia tingkat
kemiskinan di pedesaan masih tergolong banyak dibandingkan tingkat kemiskinan
di perkotaan terutama pada indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur
yang memiliki ketimpangan yang sangat besar terutama di propinsi Papua dan
Nusa Tenggara. Berbeda dengan propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
yogyakarta, dan Banten memiliki jumlah kemiskinan di pedesaan yang relatif
lebih sedikit daripada di perkotaan.

200000
150000
jumlah

100000
50000
0

propinsi

Kota Desa Kota+Desa

Grafik 01
Sumber: BPS Diolah

9 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


600000
500000
400000

Jumlah
300000
200000 Kota
100000
Desa
0
Kota+Desa

Propinsi

Grafik 02
Sumber: BPS Diolah
120000
100000
80000
Jumlah

60000
40000
20000
0

Propinsi

Kota Desa Kota+Desa

Grafik 03
Sumber: BPS Diolah
Yang menarik walaupun sebagian besar penduduk dengan kemiskinan
absolut tinggal di daerah pedesaan, bagian terbesar dari pengeluaran sebagian
besar pemerintahan negara berkembang selama seperempat abad terakhir justru
lebih tercurah ke daerah-daerah perkotaan dan berbagai sektor ekonominya yakni

10 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


sektor-sektor manufaktur modern dan komersial. Pengeluaran pemerintah yang
berupa investasi langsung kedalam sektor ekonomi yang produktif atau
pengeluaran di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan
masyarakat, tercurah berat sebelah ke sektor modern di perkotaan.

Kaum Wanita dan Kemiskinan

Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Yang paling


menderita dalam kemiskinan serta kekurangan adalah kaum wanita dan anak-
anak, mereka juga kekurangan gizi, dan mereka pula yang paling sedikit
memerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa
sosial lainnya. Banyaknya wanita yang menjadi kepala rumah tangga, randahnya
kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal,
berbagai tunjangan sosial, dan program-program penciptaan lapangan kerja yang
dilancarkan oleh pemerintah. Kenyataan ini turut mempersempit sumber-sumber
keuangan bagi mereka, sehingga posisi mereka secara finansial kurang stabil
apabila dibandingkan dengan pria.

Dibawah ini disajikan grafik tingkat pengangguran terbuka menurut


kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2012 yang ada di Indonesia, dilihat dari
keseluruhan grafik dapat disimpulkan bahwa pengangguran terbanyak di rata-rata
kelompok umur masih di dominasi oleh wanita, namun perbedaan tersebut tidak
terlalu signifikan dan jumlah pengangguran laki-laki pun lebih dari separuh dari
jumlah pengangguran wanita.

11 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


Tingkat pengangguran terbuka menurut kelompok umur dan
jenis kelamin, tahun 2010
4000

3000
Jumlah

2000

1000

0
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64
Kelompok Umur

Perempuan Laki-laki

Grafik 04
Sumber: BPS Diolah
Kemudian akan disajikan grafik Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi,
Jenis Kelamin KRT yang Bekerja, dan Daerah Perkotaan Tempat Tinggal, 2010
sebagai berikut:

100
90
80
70
Persentase

60
50
40
30
20
10
0

Propinsi

Perempuan Laki-Laki

Grafik 05

12 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


Sumber: BPS Diolah
Dari keseluruhan propinsi persentase terbanyak yang bekerja di perkotaan
rata-rata semuanya masih didominasi oleh laki-laki yang bekerja, hal tersebut
mangindikasikan bahwa kesempatan kerja bagi wanita masih relatif kurang. Mari
kita bandingkan dengan persentase pekerja rumah tangga yang berada di
pedesaan.

120.00

100.00

80.00
Persentase

60.00

40.00

20.00

0.00

Propinsi

Perempuan Laki-Laki

Grafik 06
Sumber: BPS Diolah
Berbeda dengan di perkotaan, tenaga kerja yang bekerja di pedeaan antara
laki-laki dan perempuan cenderung perbedaan persentasenya tidak begitu
signifikan di beberapa daerah seperti di propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku
Utara, Sumatera Barat, dan lain sebagainya. Hal tersebut mangindikasikan bahwa
peluang kerja di pedesaan untuk perempuan besar sekali, oleh karena itu kaum
perempuan tidak mempunyai kesempatan yang besar untuk bekerja di perkotaan
yang kemudian mengalami kemiskinan.

13 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan

Dari berbagai penelitian, sebagian besar penduduk pribumi itu sangat


miskin dan mengalami malnutrisi, buta huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan
yang buruk, serta menganggur.

Cakupan Pilihan Kebijakan: Beberapa Pertimbangan dan Pilihan Kebijakan

Negara-negara berkembang yang berkeinginan untuk mengentaskan


kemiskinan serta menanggulangi ketimpangan distribusi pendapatan haruslah
mengetahui segenap pilihan cara yang tersedia, dan memilih yang terbaik
diantaranya, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Bidang-bidang intervensi

Dapat diidentifikasi empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi


kebijakan pemerintah yang memungkinkan, yang masing-masingnya berkaitan
erat dengan keempat elemen pokok yang merupakan faktor penentu utama atas
baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di negara-negara berkembang.
Adapun keempat elemen tersebut adalah:

1. Mengubah distribusi fungsional—tingkat hasil yang diterima dari faktor-


faktor produksi tenaga kerja, tanah, dan modal yang sangat dipengaruhi
oleh harga dari masing-masing faktor produksitersebut, tingkat
pendayagunaannya, dan bagian atau persentase dan pendapatan nasional
yang diperoleh oleh para pemilik masing-masing faktor produksi.
2. Memeratakan distribusi ukuran—distribusi pendapatan fungsional dari
suatu perekonomian yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang
disandarkan pada kepemilikan dan penguasaan atas aset produktif serta
keterampilan sumber daya manusia yang terpusat dan tersebar ke segenap
lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan keterampilan tersebut
pada akhirnya akan menentukan merata atau tidaknya distribusi
pendapatan secara perorangan.

14 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


3. Meratakan (mengurangi) distribusi ukuran golongan penduduk
berpenghasilan tinggi melalui pemberlakuan pajak progresif terhadap
pendapatan dan kekayaan pribadi mereka.
4. Meratakan (meningkatkan) distribusi ukuran golongan penduduk
berpenghasilan rendah, melalui pengeluaran publik yang dananya
bersumber dari pajak untuk meningkatkan pendapatan kaum miskin secara
langsung maupun tidak langsung

15 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan masalah yang


sangat penting untuk dicermati dalam tatanan masyarakat yang beradab. Secara
normatif hal tentang penghapusan ihwal kemiskinan dan kesenjangan adalah
termasuk hal yang harus dicermati dalam perencanaan pembangunan Ekonomi.
Sebelum mengambil kebijakan, terlebih dahulu pengambil kebijakan harus
mengetahui bagaimana kondisi kemiskinan dan kesenjangan terjadi di dalam
wilayahnya. Salah satunya yaitu dengan cara mengidentifikasi kedua hal tersebut
dengan metode statistik pengukur kesenjangan; yakni menggunakan metode
statistik kuantil, desil, kurva lorenz, gini, dan lainnya. Juga dalam mengukur
kemiskinan, terdapat metode berupa penghitungan pendapatan, kemiskinan
absolut, dan yang lain.
Metode penghitungan kemiskinan dalam perkembangannya juga
mengalami banyak penyempurnaan dalam teorinya. Hal ini karena masalah
tentang kemiskinan juga ternyata melibatkan banyak aspek yang
multidimensional.
Selain itu juga masalah kemiskinan dihadapkan dengan karakteristiknya
yang spesifik pada berbagai jenis masyarakat, seperti masyarakat desa, kota,
ataupun golongan gender wanita. Dalam jenis-jenis masyarakat yang berbeda,
kemiskinan dapat ditafsirkan sesuai konteks sosial yang dihadapi.
Dalam strategi pembangunan, diperlukan strategi pertumbuhan yang
inklusif. Inklusif berarti bahwa "trickle down effect" dari pertumbuhan juga harus
dapat dinikmati oleh mereka yang berada dalam golongan income rendah. Dengan
strategi itu diharapkan kemiskinan dan kesenjangan bisa dihilangkan.

16 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA


DAFTAR PUSTAKA

Tim Sosiologi SMA, 2004. Sosiologi 1 Untuk SMA Kelas XII, Jakarta :

PT. Galaxy Puspa Mega.

https://www.scribd.com/doc/97769933/Makalah-Globalisasi-Kemiskinan-Dan-
Ketimpangan

17 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA

Anda mungkin juga menyukai