PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Kalau kita merenungkan kembali krisis ekonomi yang kita alami 10 tahun
lalu, tampaknya kita mempunyai cukup alasan untuk mengatakan bahwa krisis
tersebut telah menimbulkan dampak sosial-ekonomi-politik yang luar biasa bagi
Indonesia. Kendati kinerja ekonomi pascakrisis cenderung membaik, indikator
ketimpangan dan kemiskinan menunjukkan bukti adanya eksklusi sosial-ekonomi
bagi kebanyakan manusia Indonesia. Eksklusi tersebut timbul karena redistribusi
pendapatan dan tentunya juga redistribusi kekuatan ekonomi-politik yang
berlangsung secara tiba-tiba dalam perekonomian kita, ketika krisis itu
menghantam (Abdullah, 2007; Kuncoro, 2012). Eksklusi bagi mereka yang sudah
miskin dan mereka yang menjadi miskin karena krisis, tidaklah teatrikal, tapi amat
kasat mata dan nyata. Hasil akhir dari redistribusi tersebut masih terasa sangat
menyesakkan bagi mereka yang berada di bagian bawah dari piramida sosial-
ekonomi.
Berikut ini akan diuraikan beberapa indikator yang sering digunakan oleh
para peneliti untuk mengukur ketimpangan di suatau negara atau daerah.
20.00 0.45
18.00 0.40
Kemiskinan dan GDP (%)
16.00 0.35
14.00 0.30
Rasio Gini
12.00
0.25
10.00
0.20
8.00
6.00 0.15
4.00 0.10
2.00 0.05
0.00 0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Dapat dilihat dari grafik dibawah ini seperti kasus di Indonesia tingkat
kemiskinan di pedesaan masih tergolong banyak dibandingkan tingkat kemiskinan
di perkotaan terutama pada indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur
yang memiliki ketimpangan yang sangat besar terutama di propinsi Papua dan
Nusa Tenggara. Berbeda dengan propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
yogyakarta, dan Banten memiliki jumlah kemiskinan di pedesaan yang relatif
lebih sedikit daripada di perkotaan.
200000
150000
jumlah
100000
50000
0
propinsi
Grafik 01
Sumber: BPS Diolah
Jumlah
300000
200000 Kota
100000
Desa
0
Kota+Desa
Propinsi
Grafik 02
Sumber: BPS Diolah
120000
100000
80000
Jumlah
60000
40000
20000
0
Propinsi
Grafik 03
Sumber: BPS Diolah
Yang menarik walaupun sebagian besar penduduk dengan kemiskinan
absolut tinggal di daerah pedesaan, bagian terbesar dari pengeluaran sebagian
besar pemerintahan negara berkembang selama seperempat abad terakhir justru
lebih tercurah ke daerah-daerah perkotaan dan berbagai sektor ekonominya yakni
3000
Jumlah
2000
1000
0
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64
Kelompok Umur
Perempuan Laki-laki
Grafik 04
Sumber: BPS Diolah
Kemudian akan disajikan grafik Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi,
Jenis Kelamin KRT yang Bekerja, dan Daerah Perkotaan Tempat Tinggal, 2010
sebagai berikut:
100
90
80
70
Persentase
60
50
40
30
20
10
0
Propinsi
Perempuan Laki-Laki
Grafik 05
120.00
100.00
80.00
Persentase
60.00
40.00
20.00
0.00
Propinsi
Perempuan Laki-Laki
Grafik 06
Sumber: BPS Diolah
Berbeda dengan di perkotaan, tenaga kerja yang bekerja di pedeaan antara
laki-laki dan perempuan cenderung perbedaan persentasenya tidak begitu
signifikan di beberapa daerah seperti di propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku
Utara, Sumatera Barat, dan lain sebagainya. Hal tersebut mangindikasikan bahwa
peluang kerja di pedesaan untuk perempuan besar sekali, oleh karena itu kaum
perempuan tidak mempunyai kesempatan yang besar untuk bekerja di perkotaan
yang kemudian mengalami kemiskinan.
Bidang-bidang intervensi
Tim Sosiologi SMA, 2004. Sosiologi 1 Untuk SMA Kelas XII, Jakarta :
https://www.scribd.com/doc/97769933/Makalah-Globalisasi-Kemiskinan-Dan-
Ketimpangan