Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan, kualitas lingkungan dan pertumbuhan ekonomi merupakan

persoalan krusial yang sulit untuk dipisahkan karena saling mempengaruhi

sehingga kajian ini menjadi topik yang sangat penting untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Secara teori, lingkungan hidup

adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk

hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

kehidupan dan kesejahteraan manusia (Khan, 2019).

Kemiskinan merupakan masalah multidimensi karena berkaitan dengan

ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial budaya, politik dan partisipasi

dalam masyarakat. Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya

kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa

pangan, sandang, maupun papan (Thompson & Dahling, 2019). Kemampuan

pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnya kemampuan

untuk memenuhi standar hidup rata-rata. Penyebab kemiskinan terdiri dari

banyak hal, diantaranya adalah unsur lingkungan hidup karena terbatasnya

sumber daya alam yang ada pada suatu wilayah (Singh & Chudasama, 2020).

Kemiskinan terjadi karena kerusakan lingkungan atau sebaliknya lingkungan

rusak karena adanya kemiskinan pada wilayah sekitar (Dehury & Monanty,

2017). Hubungan sebab akibat tersebut dapat terus menerus berlanjut

membentuk suatu siklus yang tidak berujung. Pada kondisi seperti itu,

kemiskinan akan semakin parah dan lingkungan semakin rusak.

1
Persoalan kemiskinan yang terjadi pada suatu negara diatasi dengan

mengejar pertumbuhan ekonomi, namun kondisi ini akan mengakibatkan

lingkungan akan semakin mengalami degradasi (Awad & Warsame, 2022).

Langkah tersebut dilakukan karena pertumbuhan ekonomi hingga sekarang

masih menjadi acuan utama dalam menilai keberhasilan pembangunan

ekonomi sebuah negara karena percaya akan trickle down effect yang timbul

(Nathanson, 2019). Konsep trickle down effect memberikan kelonggaran

kepada pemilik modal yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan

ekonomi seperti pemotongan pajak, sehingga mereka akan menciptakan lebih

banyak peluang pekerjaan yang akan bedampak kepada masyarakat miskin

(Ling et al., (2016). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi mencerminkan

setidaknya ada tarikan konsumsi dari masyarakat, ekspor yang menggeliat

atau investasi yang melesat. Ketiganya menjadi indikator preferensi utama

oleh pemerintah maupun para pengusaha. Sebagai dampaknya, peranan

pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi kemiskinan melalui penciptaan

lapangan pekerjaan (Wo et al., 2019).

Kebijakan yang terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi akan

menimbulakan suatu ancaman yaitu terjadinya kerusakan lingkungan yang

tidak terpisahkan dari upaya negara-negara berkembang untuk meningkatkan

pendapatan dan kinerja ekonominya melalui eksploitasi sumber daya alam

tanpa perencanaan (Drews et al., 2018). Hasil penelitian di beberapa negara

berkembang mengungkapkan bahwa kerusakan lingkungan erat kaitannya

dengan buruknya kinerja ekonomi suatu negara yang ditunjukkan dengan

pendapatan yang rendah dan kemiskinan yang tinggi (Azam et al., 2019; Tiba

2
& Omri, 2017; Zameer et al., 2020). Pembangunan yang terjadi di negara

berkembang hanya cenderung mengutamakan pembangunan ekonomi yang

mengabaikan aspek sosial dan lingkungan seperti kemiskinan dan kerusakan

lingkungan (Amar et al., 2020).

Kajian empiris mengenai interdependensi antara kemiskinan, kualitas

lingkungan dan pertumbuhan ekonomi telah dilakukan oleh beberapa peneliti

sebelumnya, tetapi kajian yang mereka analisis masih berfokus untuk dua

endogen, seperti kausalitas antara kemiskinan dan kualitas lingkungan oleh

Awad & Warsame (2022) telah menginvestigasi hubungan antara kemiskinan

dan kualitas lingkungan menggunakan jejak ekologi dari sudut pandang

kausalitas, dengan menggunakan sampel 91 negara berkembang antara tahun

1990-2015. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan kausalitas dua arah

antara kemiskinan dan jejak ekologi ditemukan untuk Afrika, sementara

untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia dan Amerika Latin &

Karibia tidak ada kausalitas yang terdeteksi. Selanjutnya, kausalitas antara

kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi oleh Škare & Družeta (2016) telah

meninjau melalui sintesis literatur yang relevan tentang pertumbuhan versus

kemiskinan dan untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara kedua

fenomena tersebut. Hasil penelitian mereka menemukan variasi yang cukup

besar dalam efektivitas pengurangan kemiskinan melalui pertumbuhan

ekonomi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pengentasan

kemiskinan. Kemudian, kausalitas antara kualitas lingkungan dan

pertumbuhan ekonomi Rosales et al. (2021) telah menguji hubungan

kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan untuk G-8

3
dalam kurun waktu 1960 hingga 2011. Hasilnya menunjukkan hubungan

searah dari pertumbuhan ekonomi terhadap degradasi lingkungan.

Indonesia sebagai negara berkembang juga menghadapi persoalan,

kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan yang mana

terdapat fenomena dari data-data yang menggambarkan persoalan yang

terjadi. Adapun kondisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas

lingkungan di Indonesia selama periode 2018-2022 telah dirangkum pada

Gambar 1.1.

10.40 80.00
10.20 70.00
10.00 60.00
(Persen)

9.80 50.00
9.60 40.00

(Indeks)
9.40 30.00
9.20 20.00
9.00 10.00
8.80 0.00
8.60 -10.00
2018 2019 2020 2021 2022
Gambar 1.1: Kondisi Kemiskinan, Kualitas Lingkungan dan Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia. Sumber: BPS dan KLKH.

Fenomena fakta yang terjadi untuk kondisi pertumbuhan kemiskinan di

Indonesia pada tahun 2018 ke tahun 2019 mengalami penurunan, tetapi

kondisi yang kontras terjadi untuk tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami

peningkatan, sedangkan untuk tahun 2021 ke tahun 2022 kembali mengalami

penurunan. Penurunan persentase kemiskinan pada tahun 2019 merupakan

hasil kerja dari upaya pemerintah untuk terus melindungi masyarakat miskin

dan rentan yang terdampak pandemi termasuk melalui berbagai program

bantuan sosial dalam program pemulihan ekonomi nasional. Sementara,

4
peningkatan persentase kemiskinan pada tahun 2020 akibat kebijakan

pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus

corona (Covid-19). Perekonomian menjadi terganggu dan memengaruhi

pendapatan penduduk, sehingga mendorong jumlah orang miskin baru di

Indonesia. Kemudian, penurunan persentase kemiskinan pada tahun 2021 dan

tahun 2022 karena pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan

Pangan Non-Tunai (BPNT), Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD)

dan Bantuan Sosial Tunai (BST) yang bertujuan untuk memudahkan

penghitungan dalam mengukur kecukupan nilai program bantuan terhadap 35

juta atau 50% rumah tangga.

Selain itu, fenomena fakta yang terjadi terhadap Indeks Kualitas

Lingkungan Hidup (IKLH) Indonesia dari tahun 2018 hingga tahun 2022

cenderung mengalami peningkatan, yang mana kondisi IKLH tertinggi terjadi

pada tahun 2022, yang mana mengalami kenaikan sebesar 2.57 poin

dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan IKLH tersebut terjadi karena

naiknya juga nilai indeks kualitas air, udara dan air laut. Namun, nilai indeks

kualitas lahan Indonesia pada tahun ini masih sama dengan tahun lalu, yamg

mana tidak terlalu berpengaruh terhadap agregat nilai IKLH. Kemudian,

peningkatan IKLH setiap tahunnya juga didorong oleh pengembangan Indeks

Respon Kinerja Daerah yang memotret kapasitas daerah dalam menyusun

kebijakan dan peraturan, struktur dan pengembangan kompetensi sumber

daya manusia, alokasi anggaran, implementasi, kolaborasi dengan pemangku

kepentingan, penyebaran informasi, serta inovasi pengendalian pencemaran

dan kerusakan lingkungan.

5
Selanjutnya, fenomena fakta yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi di

Indonesia adalah pada tahun 2018 sampai 2020 cenderung mengalami

perlambatan, sedangkan kondisi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2021 dan

2022 kembali mengalami peningkatan. Meski sempat mencatat pertumbuhan

negatif saat diterpa badai pandemi Covid-19 pada tahun 2020, perekonomian

Indonesia terus menunjukan resiliensi dan beranjak pulih lebih cepat.  Hal

tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh

semakin kuat. Pada tahun 2022, ekonomi Indonesia tumbuh solid sebesar

5.34 persen. Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan Pemerintah

yakni sebesar 5.20 persen, dan kembali mencapai level 5 persen seperti

sebelum pandemi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan

4 2022 bila dibandingkan triwulan 3 2022 atau secara qtq pertumbuhan

ekonomi Indonesia tumbuh 0,36 persen. Apabila dibandingkan dengan

triwulan 4 2021, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan 4 2022

tumbuh 5.34 persen. Berdasarkan penjelasan tersebut, perekonomian

Indonesia telah kembali ke level prapandemi. Hal ini ditopang oleh daya beli

masyarakat pada tahun 2021 yang terjaga dengan baik dan turut ditopang oleh

aktivitas dan mobilitas masyarakat yang telah pulih.

Kajian kualitas lingkungan, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi

berkaitan erat dengan target pada tujuan Sustainable Development Goals

(SDGs), diantaranya adalah; 1) Mengambil aksi segera untuk memerangi

perubahan iklim dan dampaknya melalui penguatan daya tahan dan kapasitas

adaptasi terhadap bahaya hal-hal yang berkaitan dengan iklim dan bencana

alam; 2) Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun melalui

6
penciptaan kerangka kerja kebijakan pada level nasional, regional dan

internasional, yang berdasarkan pada strategi pembangunan yang berpihak

pada yang miskin dan gender sensitive, untuk mempercepat investasi dalam

aksi-aksi pengentasan kemiskinan; 3) Mendukung pertumbuhan ekonomi

yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan

pekerjaan yang layak bagi semua melalui perbaikan secara progresif, sampai

tahun 2030, efisiensi sumberdaya global dalam hal konsumsi dan produksi

dan berupaya untuk memisahkan pertumbuhan ekonomi dari degradasi

lingkungan.

Berdasarkan literatur terdahulu, terdapat beberapa kekosongan utama

dalam penelitian sebelumnya terkait dengan kajian ini. Penelitian sebelumnya

berfokus menganalisis keterkaitan antara kemiskinan dan pertumbuhan

ekonomi dalam kajian ekonomi moneter tanpa mempertimbangkan faktor lain

yang mempengaruhinya. Sedangkan penelitian ini menganalisis kemiskinan

dan pertumbuhan ekonomi dalam kajian lingkungan dan pembangunan.

Selain itu, kajian kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan

adalah persoalan sosial yang kompleks, sehingga perlu mempertimbangkan

determinan yang mempengaruhinya dalam suatu sistem secara simultan agar

kebijakan yang dihasilkan lebih spesifik dan terarah berdasarkan kesepatan di

dalam SDGs. Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat kesenjangan antara

fenomena fakta dan empiris, sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut di dalam

penelitian ini.

Pertama, penelitian yang menggambarkan determinan kemiskinan telah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Kualitas lingkungan memiliki

determinasi terhadap kemiskinan (Dao & Edenhofer, 2018; Pribadi &

7
Kartiasih, 2020; Schleicher et al., 2018; Watmough et al., 2016).

Pertumbuhan ekonomi memiliki determinasi terhadap kemiskinan

(Ebunoluwa & Yusuf, 2018; Kuodio & Gapka, 2021; Škare & Družeta,

2016). Partisipasi tenaga kerja memiliki determinasi terhadap kemiskinan

(Carr-Hill, 2017; Okosun et al., 2012; Wilde et al., 2014). Selain itu, invetasi

memiliki determinasi terhadap kemiskinan (Adams & Cuecuecha, 2013;

Rustiadi & Nasution, 2017; Tsaurai, 2018). Kemudian, pembangunan

manusia memiliki determinasi terhadap kemiskinan (Blustein et al., 2014;

Coley & Baker, 2013; Khan et al., 2018; Rafo et al., 2017).

Berdasarkan informasi dari studi literatur tersebut di atas, dapat diketahui

bahwa determinan kemiskinan adalah kualitas lingkungan, pertumbuhan

ekonomi, partisipasi tenaga kerja, indeks pembangunan manusia dan

investasi. Secara faktual di Indonesia sebagai wilayah pengamatan dalam

penelitian ini, fenomena kemiskinan dan variabel determinannya

sebagaimana yang telah dijelaskan dapat digambarkan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1: Determinan Kemiskinan di Indonesia


Variabel Satuan 2018 2019 2020 2021 2022
Kemiskinan Persentase 9,66 9,22 10,19 9,71 9,57
Kualitas Lingkungan Indeks 65,14 66,55 70,27 72,45 75,02
Pertumbuhan Ekonomi Persentase 5,43 4,98 -2,30 3,71 5,34
Partisipasi Tenaga Kerja Persentase 0,95 0,33 0,21 0,19 1,21
Investasi Indeks 328605 386498 413536 447064 489529
Pembangunan Manusia Milyar Rupiah 71,39 71,92 71,94 72,29 72,91
Sumber: BPS dan KLKH, 2022.

Berdasarkan informasi pada Tabel 1.1, dapat diketahui kemiskinan secara

agregat mengalami penurunan. Hal ini mengikuti agregat peningkatan

kualitas lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, penurunan

kemiskinan secara agregat ini mengikuti peningkatan partisipasi tenaga kerja,

8
investasi dan pembangunan manusia. Dengan demikian, fenomena di atas

memberikan dugaan sementara bahwa variabel-variabel seperti kualitas

lingkungan, pertumbuhan ekonomi, partisipasi tenaga kerja, investasi dan

pembangunan manusia memberikan kontribusi terhadap kemiskinan selama

periode 2018-2022. Asumsinya penurunan kemiskinan ini dideterminasi oleh

variabel-variabel tersebut di Indonesia.

Kedua, penelitian yang menggambarkan determinan kualitas lingkungan

masih sangat sedikit, hal ini disebabkan karena topik ini merupakan suatu

kajian yang baru dalam bidang ilmu ekonomi. Kemiskinan memiliki

determinasi terhadap kualitas lingkungan (Hassan et al., 2015; Shabbir et al.,

2021; Masron & Subramaniam, 2019). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi

memiliki determinasi terhadap kualitas lingkungan (Azam et al., 2019;

Panayotou, 2016; Shahbaz et al., 2013). Pembangunan manusia memiliki

determinasi terhadap kualitas lingkungan (Andrews, 2015; Cebrián &

Junyent, 2015; Kopnina, 2012). Kemudian, ketimpangan pendapatan

memiliki determinasi terhadap kualitas lingkungan (Baek & Gweisah, 2013;

Chen et al., 2020; Hailemariam et al., 2020).

Berdasarkan informasi dari studi literatur tersebut di atas, dapat diketahui

bahwa determinan kualitas lingkungan adalah kemiskinan, pertumbuhan

ekonomi, pembangunan manusia dan ketimpangan pendapatan. Secara faktual

di Indonesia sebagai wilayah pengamatan dalam penelitian ini, fenomena

kualitas lingkungan dan variabel determinannya sebagaimana yang telah

dijelaskan dapat digambarkan dalam Tabel 1.2.

9
Tabel 1.2: Determinan Kualitas Lingkungan di Indonesia
Variabel Satuan 2018 2019 2020 2021 2022
Kualitas Lingkungan Indeks 65,14 66,55 70,27 72,45 75,02
Kemiskinan Persentase 9,66 9,22 10,19 9,71 9,57
Pertumbuhan Ekonomi Persentase 5,43 4,98 -2,30 3,71 5,34
Pembangunan Manusia Indeks 71,39 71,92 71,94 72,29 72,91
Ketimpangan Pendapatan Indeks 0,384 0,38 0,385 0,381 0,381
Sumber: KLKH dan BPS, 2022.

Berdasarkan informasi pada Tabel 1.2, dapat diketahui kualitas

lingkungan secara agregat mengalami peningkatan. Hal ini mengikuti agregat

penurunan kemiskinan. Selain itu, penurunan kualitas lingkungan secara

agregat ini mengikuti peningkatan pertumbuhan ekonomi, pembangunan

manusia dan penurunan ketimpangan pendapatan. Dengan demikian,

fenomena di atas memberikan dugaan sementara bahwa variabel-variabel

seperti kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia dan

ketimpangan pendapatan memberikan kontribusi terhadap kualitas

lingkungan selama periode 2018-2022. Asumsinya penurunan kualitas

lingkungan ini dideterminasi oleh variabel-variabel tersebut di Indonesia.

Ketiga, penelitian yang menggambarkan determinan pertumbuhan

ekonomi telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Kemiskinan memiliki

determinasi terhadap pertumbuhan ekonomi (Amar et al., 2015; Nindi &

Odhiambo, 2015; Nyasha et al., 2017). Selanjutnya, kualitas lingkungan

memiliki determinasi terhadap pertumbuhan ekonomi (Castiglione et al.,

2015; Emara & Chiu, 2016; Panayotiu, 2016; Tiba & Omri, 2017).

Ketimpangan pendapatan memiliki determinasi terhadap pertumbuhan

ekonomi (Brueckner & Lederman, 2018; Delbianco & Caraballo, 2017;

Muinelo-Gallo & Roca-Sagalés, 2013). Selain itu, jumlah penduduk memiliki

determinasi terhadap pertumbuhan ekonomi (Amar et al., 2015; Bakari,

10
2017; Makuyana & Odhiambo, 2016). Kemudian, inflasi memiliki

determinasi terhadap pertumbuhan ekonomi (Barro, 2013; Vinayagathasan,

2013; Wollie, 2018).

Berdasarkan informasi dari studi literatur tersebut di atas, dapat diketahui

bahwa determinan pertumbuhan ekonomi adalah kemiskinan, kualitas

lingkungan, ketimpangan pendapatan, jumlah penduduk dan inflasi. Secara

faktual di Indonesia sebagai wilayah pengamatan dalam penelitian ini,

fenomena pertumbuhan ekonomi dan variabel determinannya sebagaimana

yang telah dijelaskan dapat digambarkan dalam Tabel 1.3.

Tabel 1.3: Determinan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia


Variabel Satuan 2018 2019 2020 2021 2022
Pertumbuhan Ekonomi Persentase 5,43 4,98 -2,30 3,71 5,34
Kemiskinan Persentase 9,66 9,22 10,19 9,71 9,57
Kualitas Lingkungan Indeks 65,14 66,55 70,27 72,45 75,02
Ketimpangan Pendapatan Indeks 0,384 0,38 0,385 0,381 0,381
Jumlah Penduduk Persentase 1,06 1,03 1,21 0,91 1,12
Inflasi Persentase 3,13 2,72 1,68 1,87 5,51
Sumber: BPS dan KLHK, 2022.

Berdasarkan informasi pada Tabel 1.3, dapat diketahui pertumbuhan

ekonomi secara agregat mengalami fluktuasi. Hal ini mengikuti agregat

penurunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Selain itu, peningkatan

pertumbuhan ekonomi secara agregat ini mengikuti peningkatan kualitas

lingkungan, jumlah penduduk dan inflasi. Dengan demikian, fenomena di atas

memberikan dugaan sementara bahwa variabel-variabel seperti kemiskinan,

kualitas lingkungan, ketimpangan pendapatan, jumlah penduduk dan inflasi

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi selama periode 2018-

2022. Asumsinya peningkatan pertumbuhan ekonomi ini dideterminasi oleh

variabel-variabel tersebut di Indonesia.

11
Berdasarkan fenomena-fenomena fakta dan empiris di atas, untuk

mengetahui sejauhmana pengaruh masing-masing variabel terhadap

kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan di Indonesia

maka penulis tertarik mengkajinya dalam bentuk penelitian dengan judul

“Analisis Determinan Kemiskinan, Kualitas Lingkungan dan

Pertumbuhan Eklonomi di Indonesia”. Penyelesaian persoalan

permasalahan sosial yang dikaitkan dengan kualitas lingkungan pada masing-

masing provinsi di Indonesia ini akan berdampak kepada perwujudan

pembangunan berkelanjutan di Indonesia karena pembangunan daerah

merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh dan hubungan antara kemiskinan dan kualitas

lingkungan di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh dan hubungan antara kemiskinan dan pertumbuhan

ekonomi di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh dan hubungan antara kualitas lingkungan dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh kualitas lingkungan, pertumbuhan ekonomi,

partisipasi tenaga kerja, investasi dan pembangunan manusia terhadap

kemiskinan di Indonesia?

12
5. Bagaimana pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan

manusia dan ketimpangan pendapatan terhadap kualitas lingkungan di

Indonesia?

6. Bagaimana pengaruh kemiskinan, kualitas lingkungan, ketimpangan

pendapatan, jumlah penduduk dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi

di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis:

1. Pengaruh dan hubungan antara kemiskinan dan kualitas lingkungan di

Indonesia.

2. Pengaruh dan hubungan antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia.

3. Pengaruh dan hubungan antara kualitas lingkungan dan pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

4. Pengaruh kualitas lingkungan, pertumbuhan ekonomi, partisipasi tenaga

kerja, investasi dan pembangunan manusia terhadap kemiskinan di

Indonesia.

5. Pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia,

dan ketimpangan pendapatan terhadap kualitas lingkungan di Indonesia.

6. Pengaruh kemiskinan, kualitas lingkungan, ketimpangan pendapatan,

jumlah penduduk dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia.

13
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

penulis dalam bidang penulisan ilmiah.

2. Bagi ilmu pengetahuan

Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian pada kajian yang sama

diharapkan tulisan ini dapat dijadikan sebagai referensi ilmu pengetahuan.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi

terhadap ilmu ekonomi terutama yang berkaitan dengan makro ekonomi

berbasis lingkungan.

3. Bagi pihak lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta masukan

bagi pemerintah di Indonesia selaku pihak yang berwenang menentukan

arah kebijakan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, kualitas

lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.

14
BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Teori Triple Bottom Line (TBL)

Konsep TBL ini pertama kali digagas oleh John Elkington dalam

bukunya yang berjudul Cannibal with Forks tahun 1994. Buku ini

menarik perhatian kalangan akademisi maupun pengusaha karena kritik

tajamnya mengenai pembangunan dan industrialisasi yang mengeliminasi

lingkungan hidup secara eksplisit.  Beberapa tahun setelahnya, konsep

TBL merupakan suatu terobosan baru yang menggugah ruang akademis

maupun praktis (bisnis). Sehingga, pada ilmu mengenai development

studies dan economic development, konsep TBL dikaji secara mendalam

dengan analisis yang semakin berkembang. Elkington dalam banyak

tulisannya mengisyaratkan bahwa TBL erat kaitannya dengan tiga

proposisi penting, yaitu economic prosperity, environmental quality dan

social justice, yang mana dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1: Komponen TBL.

15
Berdasarkan Gambar 2.1, 3P digunakan untuk mengukur kesuksesan

perekonomian suatu negara yang dulunya hanya terpaku pada

keuntungan finansial saja, dengan 3P maka suatu negara dapat mengkaji

dampak bisnis terhadap lingkungan. 

a. People

Bagaimana suatu negara mempengaruhi dan membawa keuntungan

bagi pekerja, buruh dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk

menjamin keberlangsungan perekonomian, dimana suatu negara

tidak bisa hanya memperhatikan kepentingan mendapatkan profit

saja, tetapi juga harus menaruh kepedulian terhadap orang-orang

yang berperan penting pada rangakaian aktivitas ekonomi.

b. Planet

Bagaimana suatu negar berusaha menciptakan kegiatan ekonomi

yang selaras dengan alam dan meminimalkan dampak negatif bagi

lingkungan. Dimana tujuannya yaitu untuk menjaga kelestarian

lingkungan dan menghindari dampak buruk yang mungkin bisa

merusak lingkungan.

c. Profit

Bagaimana suatu negar mendapatkan keuntungan secara finansial,

yang sejalan dengan 2P sebelumnya (people dan planet). Pada era

sekarang ini, suatu negar tidak bisa hanya memikirkan profit saja,

karena banyak sekali dampak yang tidak terlihat yang nantinya akan

mengancam keberlangsungan generasi sekarang dan yang akan

datang.

16
Tiga proposisi penting ini diinterpretasikan sebagai landasan

fundamental yang menginspirasi adanya pembangunan berkelanjutan,

yang mana secara praktis diterapkan dalam rangkaian aktivitas ekonomi

sebagai implementasi tanggung jawab sosial produsen atau corporate

social responsibility (CSR).

TBL adalah konseptualisasi dari pengukuran kinerja aktifitas

ekonomi terhadap suatu produsen yang dilihat dari dimensi ekonomi,

sosial, dan lingkungan, sehingga dengan aadanya konsep TBL, maka

produsen harus menyelaraskan dimensi ekonomi, sosial dan

lingkungannya pada kegiatan produksinya dalam mendorong

perekonomian. Dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan sifatnya saling

melengkapi dan interdependensi karena terdapat liniearitas dari tiga

proposisi tersebut dengan visi mewujudkan keberlanjutan atau

keberlangsungan. Bahkan tiga proposisi ini sifatnya mutually

reinforcing bukan mutually exclusive, artinya dapat dimaknai

sebagai triple bottom line sustainability. Substansi utama dari TBL sering

disingkap menjadi 3P, yaitu profit, people dan planet.

a. Profit

Profit atau keuntungan yang tetap menjadi orientasi objektif bagi

suatu negara. Setiap skema bisnis yang dirancang oleh produsen pada

suatu negara memiliki tujuan utama untuk memperoleh keuntungan

sebesar-besarnya. Merujuk pada hal ini, konsep TBL tidak

mereduksi profit sebagai bagian yang penting dalam konteks

pengukuran kinerja ekonomi. Tetapi TBL menekankan pada

17
keuntungan maksimal, yang mana harus memperhatikan aspek

efisiensi biaya.

b. People

People  atau masyarakat sebagai salah satu stakeholder dalam

melaksanakan rangakaian aktifitas perekonomian pada suatu negara.

Pelaksanaan aktifitas ekonomi, khususnya produsen harus

memperhatikan kesejahteraan masyarakat utamanya yang berada di

sekitar lokasi produksi. Produsen sebagai sebuah lembaga harus ikut

berpartisipasi dalam memberikan dampak yang positif terhadap

masyarakat. Terlebih, produsen kerap kali memiliki stigma buruk

kepada masyarakat yang tercermin di beberapa kasus. Untuk itu,

produsen harus peduli kepada masyarakat dengan memberikan

berbagai program akomodatif dengan tujuan meningkatkan

kompetensi dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, sehingga

dapat mengatasi persoalan kemiskinan

c. Planet

Planet yang merujuk pada aspek lingkungan hidup karena jika

lingkungan menjadi harga mahal yang harus digadaikan dari proses

pelaksanaan aktifitas perekonomian pada suatu negara.  Untuk

mencapai pembangunan berkelanjutan, maka saat ini kegiatan

perekonomian harus memperhatikan aspek lingkungan hidup di

tengah kegiatan produksinya. Produsen harus ikut menjaga, mitigasi,

dan menanggulangi dampak-dampak negatif terhadap

lingkungan. Polusi, pencemaran udara, deforestasi dan perubahan

18
iklim adalah beberapa dampak nyata dari kegiatan produsen,

sehingga produsen harus peduli dan ikut serta sebagai aktor terdepan

dalam mengimplementasikan SDGs. 

2. Kemiskinan

Teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua paradigma

besar yang juga berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan

penanggulangan kemiskinan. Dua paradigma yang dimaksud adalah Neo-

Liberal dan Demokrasi-sosial. Dua paradigma ini memiliki perbedaan

yang sangat jelas terutama dalam melihat kemiskinan maupun dalam

memberikan solusi penyelesaian masalah kemiskinan. Paradigma yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Paradigma Neo-Liberal

Pada paradigma ini individu dan mekanisme pasar bebas

menjadi fokus utama dalam melihat kemiskinan. Pendekatan ini

menempatkan kebebasan individu sebagai komponen penting dalam

suatu masyarakat. Oleh karena itu dalam melihat kemiskinan,

pendekatan ini memberikan penjelasan bahwa kemiskinan

merupakan persoalan individu yang merupakan akibat dari pilihan-

pilihan individu. Bagi pendekatan ini kekuatan pasar merupakan

kunci utama untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini

dikarenakan kekuatan pasar yang diperluas dan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi akan menghapuskan kemiskinan (Lybbert &

Wydick, 2018) Bagi pendekatan ini strategi penanggulangan

kemiskinan bersifat sementara dan peran negara sangat minimum.

19
Peran negara baru dilakukan bila institusi-institusi di masyarakat,

seperti keluarga, kelompok-kelompok swadaya, maupun lembaga-

lembaga lainnya tidak mempu lagi menangani kemiskinan.

Paradigma neo-liberal ini digerakan oleh Bank Dunia dan telah

menjadi pendekatan yang digunakan oleh hampir semua kajian

mengenai kemiskinan. Teori-teori modernisasi yang menekankan

pada pertumbuhan ekonomi dan produksi merupakan dasar teori-

teori dari paradigm ini. Salah satu indikatornya adalah pendapatan

nasional, yang sejak tahun 1950-an mulai dijadikan indikator

pembangunan. para ilmuwan sosial selalu merujuk pada pendekatan

ini saat mengkaji masalah kemiskinan suatu Negara. Pengukuran

kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income

poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya

indikator garis kemiskinan (Parolin et al., 2021).

Kelemahan teori ini adalah terlalu memandang kemiskinan

hanya melalui pendapatan dan kurang melibatkan orang miskin

sebagai subyek dalam permasalahan kemiskinan (Rajabov, 2020).

Hal ini mengakibatkan bentuk-bentuk kemiskinan yang muncul

dalam masyarakat kurang mendapatkan perhatian. Bentuk-bentuk

kemiskinan yang tidak dapat ditangkap oleh paradigma ini terutama

bentuk kemiskinan yang disebabkan oleh dimensi sosial dalam

masyarakat atau kelompok masyarakat. Akibatnya akar

permasalahan yang menjadi penyebab kemiskinan juga tidak dapat

ditemukan. Namun memang pendekatan income poverty ini lebih

20
mudah dilihat dan dikaji karena langsung dapat terukur, serta sasaran

pada perbaikan ditingkat individu langsung dirasakan oleh

masyarakat miskin.

b. Paradigma Demokrasi-Sosial

Paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai persoalan

individu, melainkan lebih melihatnya sebagai persoalan struktural.

Ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakatlah yang

mengakibatkan kemiskinan ada dalam masyarakat. Bagi pendekatan

ini tertutupnya akses-akses bagi kelompok tertentu menjadi

penyebab terjadinya kemiskinan. Pendekatan ini sangat mengkritik

sistem pasar bebas, namun tidak memandang sistem kapitalis sebagai

sistem yang harus dihapuskan, karena masih dipandang sebagai

bentuk pengorganisasian ekonomi yang paling efektif (Heriyanto &

Mariyanti, 2022).

Pendekatan ini menekankan pada kesetaraan sebagai prasyarat

penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan (Carter &

Chavas, 2019). Kemandirian dan kebebasan ini akan tercapai jika

setiap orang memiliki atau mampu menjangkau sumber-sumber bagi

potensi dirinya, seperti pendidikan, kesehatan yang baik dan

pendapatan yang cukup. Kebebasan disini bukan sekedar bebas dari

pengaruh luar namun bebas pula dalam menentukan pilihan-pilihan.

Disinilah peran negara diperlukan untuk bisa memberikan jaminan

bagi setiap individu untuk dapat berpartisipasi dalam transaksi-

transaksi kemasyarakatan, dimana mereka dimungkinkan untuk

21
menentukan pilihan-pilihannya dan memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya.

Peran negara dalam pendekatan ini cukup penting terutama

dalam merumuskan strategi untuk menanggulangi kemiskinan. Bagi

pendekatan ini kemiskinan harus ditangani secara institusional,

misalnya melalui program jaminan sosial. Salah satu contohnya

adalah pemberian tunjangan pendapatan atau dana pensiun, akan

dapat meningkatkan kebebasan, hal ini dikarenakan tersedianya

penghasilan dasar sehingga orang akan memiliki kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya dan

sebaliknya ketiadaan penghasilan dasar tersebut dapat menyebabkan

ketergantungan.

Kelemahan teori ini adalah adanya ketergantungan yang tinggi

pada negara dalam membentuk struktur dan institusi untuk

menanggulangi kemiskinan. Padahal pencapaian pembentukan

struktur dan institusi yang tepat dalam menangani kemiskinan itu

sendiri tergantung pada kapabilitas kelompok miskin. Penggunaan

kemiskinan relatif dalam pendekatan ini juga lebih menyulitkan

dalam membentuk kebutuhan standar yang diperlukan oleh

kelompok miskin. Hal ini dikarenakan kemiskinan tidak dilihat dari

kebutuhan minimal yang harus dicapai tapi lebih pada rata-rata

kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun demikian pendekatan ini membuka dimensi lain dari

penyebab kemiskinan yaitu pada struktur dan institusi, yang telah

22
menyebabkan tertutupnya akses bagi kelompok tertentu dalam

masyarakat. Sehingga melalui pendekatan ini dapat dilihat bahwa

akar permasalahan kemiskinan bukan hanya sekedar pada

kemampuan individu tetapi bagaimana struktur dan institusi dalam

masyarakat memberikan jaminan bagi semua kelompok untuk

mendapatkan kesetaraan dalam mencapai kemandirian dan

kebebasan.

Selanjutnya, penelitian ini merangkum hubungan antar variabel

berdasarkan penelitian relevan sebagai acuan dalam mencapai tujuan

penelitian.

a. Pengaruh Kualitas Lingkungan terhadap Kemiskinan

Mayoritas orang yang hidup dalam kemiskinan bergantung pada

pertanian dan sumber daya alam untuk bertahan hidup. Bagi orang-

orang ini, efek perubahan iklim, perubahan cuaca, sumber air yang

terbatas, dan peningkatan persaingan untuk sumber daya adalah

masalah penting (Schleicher et al., 2018). Keterkaitan kualitas

lingkungan dan kemiskinan telah dianalisis oleh berbagai peneliti

sebelumnya, seperti Pribadi & Kartiasih (2020) yang menganalisis

kualitas lingkungan dan kemiskinan di Indonesia, ditemukan bahwa

kualitas lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi kemiskinan

dengan mempengaruhi kondisi kesehatan penduduk, sehingga

mengurangi peluang mereka untuk memperoleh pendapatan.

Kualitas lingkungan yang buruk tercermin dari buruknya akses

terhadap sanitasi yang layak, akses yang buruk terhadap air bersih

23
dan kondisi lingkungan yang buruk. Selanjutnya, Watmough et al.

(2016) yang menginvestigasi hubungan lingkungan dan kemiskinan,

ditemukan bahwa penurunan kualitas lingkungan akan memperburuk

kemiskinan karena berkurangnya manfaat yang akan mereka peroleh

dari lingkungan. Selain itu, Dao & Edenhofer (2018) menyelidiki

hubungan antara kemiskinan, lingkungan dan pembangunan

ekonomi, ditemukan bahwa kualitas lingkungan yang buruk akan

meningkatkan kemiskinan karena masyarakat miskin sangat

bergantung pada lingkungan dalam menunjang kebutuhan mereka.

b. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan

Sudah menjadi konsensus di antara para ekonom bahwa

pertumbuhan ekonomi merupakan syarat minimum untuk

memastikan bahwa program pengentasan kemiskinan dapat berhasil

dicapai. Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan

kemiskinan adalah hubungan yang kompleks dan kontroversional.

Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah prakondisi bagi

pengurangan kemiskinan. Keterkaitan pertumbuhan ekonomi dan

kemiskinan telah dianalisis oleh berbagai peneliti sebelumnya,

seperti Kuodio & Gapka (2021) yang menganalisis dampak

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Afrika Barat,

ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai salah satu

pendorong utama pengentasan kemiskinan. Selanjutnya, Škare &

Družeta (2016) yang melakukan telaah kajian literatur mengenai

keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan pada

24
berbagai negara, ditemukan bahwa variasi yang cukup besar dalam

efektivitas pengurangan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, ketika pertumbuhan ekonomi terjadi maka kemiskinan

berkurang, terlepas dari tingkat ketidaksetaraan. Identik dengan pola

pertumbuhan yang sama memiliki efek yang berbeda pada

pengurangan kemiskinan, sehingga pertumbuhan ekonomi baik

untuk pengentasan kemiskinan. Kemudian, Ebunoluwa & Yusuf

(2018) mengeksplorasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap

pengurangan kemiskinan di Nigeria, ditemukan bahwa koefisien

Produk Domesti Bruto atau proksi untuk pertumbuhan ekonomi

sesuai dengan ekspektasi a-priori, yang menggambarkan hubungan

yang negatif antara pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan.

c. Pengaruh Partisipasi Tenaga Kerja terhadap Kemiskinan

Partisipasi tenaga kerja berkaitan erat dengan jumlah penduduk

karena secara konsep partisipasi tenaga kerja merupakan banyaknya

angkatan kerja terhadap banyaknya penduduk yang berumur sepuluh

tahun ke atas. Keterkaitan partisipasi tenaga kerja dan kemiskinan

telah dianalisis oleh berbagai peneliti sebelumnya, seperti Wilde et

al. (2014) menemukan bahwa partisipasi tenaga kerja yang tinggi

berarti jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah

juga tinggi, yang mana pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali

dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan

ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka

kemiskinan. Selanjutnya, Carr-Hill (2017) menemukan bahwa

25
pertumbuhan partisipasi tenaga kerja yang tidak terkendali dapat

mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi

yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.

Kemudian Okosun et al. (2012) juga menemukan bahwa

pertumbuhan partisipasi tenaga kerja yang pesat di negara

berkembang menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak

mengalami perbaikan yang berarti dan dalam jangka panjang akan

mengalami penurunan kesejahteraan serta meningkatkan jumlah

penduduk miskin.

d. Pengaruh Investasi terhadap Kemiskinan

Dalam sebagian besar studi yang berkaitan dengan investasi dan

kemiskinan, temuan empiris mengungkapkan bahwa investasi

merupakan sektor penting untuk mengatasi persoalan kemiskinan.

Keterkaitan investasi dan kemiskinan telah dianalisis oleh berbagai

peneliti sebelumnya, seperti Adams & Cuecuecha (2013)

menganalisis dampak investasi terhadap kemiskinan di Ghana,

ditemukan bahwa investasi dapat mengurangi kemiskinan karena

terciptanya sektor lapangan pekerjaan bagi rumah tangga miskin.

Selanjutnya, Tsaurai (2018) mengeksplorasi mengenai hubungan

komplementaritas antara investasi dan ketersediaan sumber daya

alam menyebabkan pengurangan kemiskinan di negara-negara

Afrika Selatan dan Barat, ditemukan bahwa interaksi antara investasi

dan sumber daya alam mengurangi tingkat kemiskinan di Afrika,

sehingga negara-negara Afrika Selatan dan Barat didesak untuk

26
menerapkan kebijakan peningkatan investasi yang menarik investor

asing ke sektor ekstraksi sumber daya alam jika mereka ingin

mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan. Kemudian, Rustiadi &

Nasution (2017) yang menganalisis dampak investasi modal sosial

mengurangi kemiskinan di pedesaan Indonesia, ditemukan bahwa

investasi berkontribusi untuk peningkatan lapangan pekerjaan,

sehingga sejumlah besar orang yang menganggur mendapatkan

pekerjaan, mendapatkan penghasilan dan keluar dari zona

kemiskinan

e. Pengaruh Pembangunan Manusia terhadap Kemiskinan

Pembangunan manusia merupakan salah satu elemen

pengurangan risiko kemiskinan yang tinggi, yang dapat mencegah

terjadinya generasi lain yang jauh lebih miskin pada negara-negara

terbelakang dan negara berkembang. Pembangunan manusia sangat

berkaitan erat dengan sektor pendidikan. Orang-orang yang hidup

dalam kemiskinan menyadari fakta bahwa menyekolahkan anak-

anak mereka akan memberi mereka kesempatan yang tidak mereka

miliki (Mihai & Manea, 2015). Keterkaitan pembangunan manusia

dan kemiskinan telah dianalisis oleh berbagai peneliti sebelumnya,

seperti Blustein et al. (2014) menemukan bahwa pembangunan

manusia memainkan peran penting dalam memerangi kemiskinan

karena mempersiapkan orang miskin untuk pasar tenaga kerja yang

kompetitif. Selanjutnya, individu terdidik akan mampu menjalani

kehidupan yang produktif karena pendidikan bertujuan untuk

27
pemerataan kesempatan ekonomi di negara ini dengan menawarkan

jalan keluar dari kemiskinan bagi yang kurang beruntung. Inisiatif

pendidikan, yang berarti menutup kesenjangan pencapaian

kemiskinan (Coley & Baker, 2013; Rafo et al., 2017). Kemudian,

Khan et al. (2018) menganalisis dampak pembangunan manusia

terhadap kemiskinan di Pakistan, ditemukan bahwa peningkatan

peningkatan investasi oleh modal manusia berkontribusi pada

pengurangan kemiskinan.

3. Kualitas Lingkungan

Kualitas lingkungan dapat ditinjau dengan menggunakan Indeks

Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) diintrodusir sejak tahun 2009, yang

merupakan indeks kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara nasional.

Konsep ini merupakan penerapan konsep Environmental Performance

Index (EPI), yang kriterianya meliputi kualitas air sungai, kualitas udara

dan kualitas tutupan lahan (Field & Field, 2016). Penyusunan IKLH

merupakan mandat dari Chapter 40 Agenda 21 yang lebih

menitikberatkan pada manfaat informasi kinerja pengelolaan lingkungan

hidup untuk mendukung kepala pemerintahan pada proses pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas lingkungan hidup.

Penghitungan nilai IKLH didasarkan pada tiga indikator utama yaitu:

(a) kualitas air sungai; (b) kualitas udara ambien; dan (c) kualitas tutupan

lahan. IKLH dimaksudkan sebagai gambaran secara umum atas

pencapaian kinerja program perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup secara nasional. Tujuan IKLH adalah: 1) Sebagai informasi untuk

28
mendukung proses pengambilan keputusan di tingkat Pusat maupun

Daerah yang berkaitan dengan bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup; 2) Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik

tentang pencapaian target kinerja program perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup; 3) Sebagai instrumen keberhasilan pemerintah dalam

melindungi dan mengelola lingkungan hidup (Pearce, 2013).

IKLH dapat digunakan untuk menilai program perbaikan kualitas

lingkungan hidup. IKLH juga dapat digunakan sebagai bahan informasi

dalam mendukung proses pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Nilai IKLH merupakan

indeks kinerja pengelolaan lingkungan hidup secara nasional, yang

merupakan generalisasi dari indeks kualitas lingkungan hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

telah melakukan pengembangan metodologi dengan melakukan

pembobotan untuk menghasilkan keseimbangan dinamis antara isu hijau

(green issues) dan isu coklat (brown issues) pada tahun 2012. Isu hijau

adalah semua aktivitas pengelolaan lingkungan hidup yang bersumber

dari pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Isu coklat

adalah aktivitas pengelolan lingkungan hidup yang berkaitan dengan

pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup (Keese et al,

2015).

Selanjutnya, penelitian ini merangkum hubungan antar variabel

berdasarkan penelitian relevan sebagai acuan dalam mencapai tujuan

penelitian.

29
a. Pengaruh Kemiskinan terhadap Kualitas Lingkungan

Hubungan antara kemiskinan dan lingkungan merupakan isu

yang menarik, karena beberapa alasan. Pertama, hubungannya

multidimensi. Kedua, kajian tentang hubungan kejadian kemiskinan

dengan kondisi lingkungan pada saat yang bersamaan masih jarang

dilakukan. Ketiga, kajian keterkaitan kemiskinan dan kualitas

lingkungan dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan sebagai

arah strategi pencapaian target Sustainable Development Goals

(SDGs). Keterkaitan kemikinan dan kualitas lingkungan telah

dianalisis oleh berbagai peneliti sebelumnya, seperti Masron &

Subramaniam (2019) yang menyelidiki apakah kemiskinan

menyebabkan kerusakan lingkungan pada negaranegara

berkembang, ditemukan bahwa kemiskinan merupakan penyebab

dan korban dari penurunan kualitas lingkungan. Masyarakat miskin

dianggap sangat bergantung pada lingkungan dan sumber daya alam

dalam menopang kehidupannya sehingga lingkungan dan sumber

daya alam tetap dieksploitasi tanpa memperhatikan kelestariannya.

Selanjutnya, kajian yang sama dilakukan oleh Hassan et al. (2015),

ditemukan bahwa masyarakat miskin memiliki ketergantungan yang

tinggi terhadap sumber daya alam untuk kelangsungan hidupnya dan

menyebabkan memburuknya kualitas lingkungan karena pengelolaan

lingkungan tidak memperhatikan kelestarian. Kemudian, kajian yang

sama dilakukan untuk Pakistan oleh Shabbir et al. (2021),

ditemukan bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan

30
merupakan satu-satunya sumber pendapatan yang diketahui oleh

masyarakat miskin.

b. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kualitas


Lingkungan

Pertumbuhan ekonomi berkontribusi dalam peningkatan

lapangan kerja dan kesempatan kerja serta peningkatan pendapatan

dari masyarakat. Namun, pertumbuhan ekonomi mengakibatkan

terjadinya berbagai pencemaran lingkungan. Keterkaitan

pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan telah dianalisis oleh

berbagai peneliti sebelumnya, seperti Panayotou (2016) menemukan

bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak terencana dengan baik

mengakibatkan adanya kerusakan di lingkungan hidup,

industrialisasi yang mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian

dan hilangnya habitat alam, baik hayati atau hewani. Selanjutnya,

hasil yang konsisten juga ditemukan oleh Shahbaz et al. (2013)

bahwa dampak dari pertumbuhan ekonomi mengakibatlan

berkurangnya sumberdaya, peningkatan pencemaran lingkungan dan

redistribusi penduduk. Kemudian, Azam et al. (2019)

merekomendasikan perlunya sinergi antara pertumbuhan ekonomi

dan lingkungan hidup, seperti rencana-rencana pembangunan yang

tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Hal ini dilakukan

karena seringkali kegiatan dalam memicu pertumbuhan ekonomi

tidak terlepas dari kerusakan lingkungan.

31
c. Pengaruh Pembangunan Manusia terhadap Kualitas
Lingkungan

Pembangunan manusia berkaitan dengan sektor pendidikan,

yang mana merupakan institusi penting dalam mendorong kesadaran

masyarakat terhadap kondisi lingkungan (Jandrić, et al., 2021).

Masyarakat yang menempuh sektor pendidikan akan dibekali

pendidikan lingkungan hidup, yaitu proses belajar

mengenai lingkungan hidup dengan tujuan untuk meningkatkan

pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya penting dalam

menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kepekaan atau

kesadaran terhadap lingkungan hidupnya (Brown et al., 2013).

Keterkaitan pembangunan manusia dan kualitas lingkungan

telah dianalisis oleh berbagai peneliti sebelumnya, seperti Kopnina

(2012) yang menganalisis pembangunan manusia untuk

pembangunan berkelanjutan, ditemukan bahwa pembangunan

manusia akan mengarahkan aspek sikap dan perilaku masyarakat

untuk memahami pentingnya lingkungan bagi kehidupan serta

bagaimana mencintai dan menjaga lingkungan menjadi suatu nilai

yang tertanam dalam keseharian masyarakat. Selanjutnya, Cebrián &

Junyent (2015), menginvestigasi peran pembangunan manusia

terhadap kualitas lingkungan, ditemukan bahwa pembangunan

manusia merupakan pembelajaran yang dilakukan untuk membantu

masyarakat dalam memahami lingkungan hidup dengan tujuan akhir

untuk meningkatkan perlindungan dan sikap tanggung jawab

terhadap lingkungan hidup. Kemudian, Andrews (2015), menyelidiki

32
ekonomi sirkular dan pembangunan manusia untuk pembangunan

berkelanjutan, ditemukan bahwa pembangunan manusia akan

membentuk masyarakat untuk memperoleh pengetahuan, kesadaran

dan mempunyai sikap peduli lingkungan untuk menjaga dan

melestarikan alam, karena keberadaan sumber daya alam semakin

terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas.

d. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan terhadap Kualitas


Lingkungan

Ketimpangan pendapatan menyebabkan melebarnya jurang

pendapatan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, sehingga

kemiskinan akan semakin sulit diatasi yang akan menghambat

pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kualitas lingkungan.

Keterkaitan ketimpangan pendapatan dan kualitas lingkungan telah

dianalisis oleh berbagai peneliti sebelumnya, seperti Baek &

Gweisah (2013), menemukan bahwa distribusi pendapatan yang

lebih adil menghasilkan kualitas lingkungan yang lebih baik dalam

jangka pendek dan jangka panjang. Selanjutnya, Chen et al. (2020)

yang menganalisis dampak ketimpangan pendapatan terhadap

kualitas lingkungan pada kelompok negara G-20, ditemukan bahwa

ketimpangan pendapatan menyebabkan akses untuk memanfaatkan

sumber daya alam dan lingkungan terfokus pada penduduk yang

makmur. Kemudian, Hailemariam et al. (2020) juga menemukan

bahwa penduduk kaya yang berpenghasilan tinggi memiliki standar

hidup yang tinggi pula untuk memenuhi segala kebutuhannya.

Standar hidup yang tinggi ditunjukkan oleh tingginya tingkat

33
konsumsi barang mewah seperti mobil, sepeda motor dan

kesengsaraan lainnya yang pada akhirnya menambah kerusakan

lingkungan.

4. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kegiatan

ekonomi masyarakat yang menyebabkan peningkatan jumlah produksi

barang dan jasa di suatu negara pada periode tertentu, sehingga untuk

mengetahui pertumbuhan ekonomi pada suatu tahun, maka akan

membandingkan produksi barang dan jasa atau pendapatan nasional

tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya (Zhang, 2018). Teori

partumbuhan ekonomi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

berdasarkan pendekatan Kuznets (Gill et al., 2018).

Hipotesis Kuznet mengidentifikasi pertumbuhan ekonomi sebagai

faktor yang menentukan perubahan distribusi pendapatan dalam jangka

panjang. Kuznet berpendapat bahwa ketidakmerataan pendapatan naik

seiring dengan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi setelah mencapai titik

maksimum ketidakmerataan itu akan menurun seiring dengan

pembangunan ekonomi yang lebih baik lagi (Özokcu & Özdemir, 2017).

Oleh karena itu, hubungan antara ketidakmerataan pendapatan dan GDP

(Gross Domestic Product) per kapita membentuk kurva U-terbalik yang

dikenal sebagai teori Environmental Kuznets Curve (EKC).

Hipotesis EKC memperlihatkan kontribusi pertumbuhan ekonomi

terhadap emisi yang lebih tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut

kemudian mampu menurunkan degradasi lingkungan (Stren, 2018). Hal

34
ini dikarenakan kemajuan teknologi dan pergeseran ke ekonomi berbasis

jasa. Sebuah studi menemukan bahwa kurva EKC berbentuk U-terbalik

sebagai hasil dari perubahan skala, komposisi, dan teknik yang muncul

pada perdagangan liberal dan pertumbuhan ekonomi. EKC memberikan

bukti bahwa polusi mengikuti pola kurva U-terbalik yang berhubungan

dengan pendapatan negara. Pola ini menjelaskan bahwa kurva

bergantung pada pengembalian yang meningkat dalam hubungan

teknologi dengan konsumsi atas barang yang diinginkan dan mengurangi

barang yang tidak diinginkan. Bukti empiris mempercayai pada bentuk

regresi dari kualitas lingkungan hubungannya dengan pendapatan dan

variabel lainnya. Hubungan empiris ini berpendapat bahwa pertumbuhan

ekonomi dengan sendirinya merupakan solusi untuk degradasi

lingkungan.

Teori EKC menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi awalnya akan

meningkatkan degradasi lingkungan. Hal ini dikarenakan negara akan

berfokus pada peningkatan produksi tanpa memperhatikan aspek

lingkungan. Proses produksi yang dilakukan secara terus menerus

kemudian akan mengakibatkan degradasi lingkungan berupa pencemaran

baik terhadap tanah, air, maupun udara. Pertumbuhan ekonomi pada titik

tertentu kemudian akan menyadarkan masyarakat bahwa kebutuhan akan

kualitas lingkungan yang baik menjadi sangat penting. Titik inilah

disebut sebagai titik balik (turning point) di mana pertumbuhan ekonomi

akan menurunkan degradasi lingkungan (Dogan & Inglesi-Lotz, 2020),

kondisi ini diringkas pada Gambar 2.2.

35
Gambar 2.2: Tahapan dalam Hubungun Pertumbuhan Ekonomi dan
Kualitas Lingkungan. Sumber: Purcel, 2020.
Model EKC pada Gambar 2.2 menjelaskan hubungan perubahan

struktur ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Penjelasan pertama dari

hubungan kurva U-terbalik Kuznet adalah tahapan pertumbuhan ekonomi

melalui transisi dari pertanian ke industri kemudian pascaindustri dengan

sistem berbasis jasa. Kerusakan lingkungan cenderung naik karena

perubahan struktur ekonomi dari pedesaan ke perkotaan dan dari

pertanian ke industri sebagai produksi masal dan pertumbuhan konsumsi.

Hal ini kemudian menurun dengan perubahan struktur ekonomi yang

kedua dari industri berat berbasis energi menjadi industri dan jasa

berbasis teknologi. Pada tahap pertama dari industrialisasi, polusi

bertambah dengan cepat karena orang lebih tertarik dalam pekerjaan dan

pendapatan daripada udara dan air bersih. Masyarakat terlalu miskin

untuk membayar pengendalian dan regulasi lingkungan pun tidak

bertanggungjawab. Pada tingkat pendapatan yang rendah, negara akan

beralih dari pertanian ke industri dan intensitas polusi naik sebagai

limbah dari bertumbuhnya produksi dan konsumsi masal. Hal ini

dikarenakan penggunaan sumber daya alam yang lebih besar, emisi

polusi yang lebih banyak, dan tuntutan kenaikan output. Sedangkan pada

36
tingkat pendapatan yang tinggi, kemajuan pembangunan ekonomi

didominasi pada pasca-industri atau perekonomian jasa. Pada tahap ini

kesadaran lingkungan naik, pengeluaran untuk lingkungan lebih tinggi,

efisiensi teknologi, dan kenaikan permintaan barang/jasa ramah

lingkungan. Pergerakan kurva yang mulai seimbang membawa sektor

industri menjadi lebih bersih, orang menghargai lingkungan lebih tinggi,

dan regulasi menjadi lebih efektif.

Selanjutnya, penelitian ini merangkum hubungan antar variabel

berdasarkan penelitian relevan sebagai acuan dalam mencapai tujuan

penelitian.

a. Pengaruh Kemiskinan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara.

Setiap Negara akan berusaha untuk menurunkan angka kemiskinan

dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal. Keterkaitan

kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi telah dianalisis oleh berbagai

peneliti sebelumnya, seperti Amar et al. (2015) menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia, ditemukan

bahwa kemiskinan yang meluas akan menciptakan kondisi yang

membuat kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman

kredit, tidak mampu membiayai pendidikan anaknya, ketiadaan

peluang investasi fisik dan moneter, yang menyebabkan

pertumbuhan per kapita lebih kecil. Selanjutnya, Nindi & Odhiambo

(2015) mengeksplorasi kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di

37
Swaziland, ditemukan bahwa pendapatan yang rendah dan standar

hidup yang buruk yang dialami oleh golongan miskin, yang

tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah, dapat

menurunkan produktivitas dan memperlambat pertumbuhan

ekonomi. Kemudian, Nyasha et al. (2017) menyelidiki hubungan

kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di Eithopia, ditemukan

bahwa daya beli masyarakat pada negara yang memiliki tingkat

kemiskinan yang cukup tinggi adalah rendah sehingga produsen

tidak meningkatkan produksi output yang berdampak kepada

penurunan pertumbuhan ekonomi.

b. Pengaruh Kualitas Lingkungan terhadap Pertumbuhan


Ekonomi

Lingkungan merupakan faktor penting dalam mendukung

kegiatan ekonomi, karena lingkungan menyediakan berbagai input

yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan produksi dalam

menunjang pertumbuhan ekonomi (Panayotiu, 2016). Keterkaitan

kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi telah dianalisis oleh berbagai

peneliti sebelumnya, seperti Castiglione et al. (2015) menganalisis

lingkungan dan pertumbuhan ekonomi pada negara berpenghasilan

tinggi, ditemukan bahwa aturan hukum yang menjaga daya dukung

lingkungan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya,

Emara & Chiu (2016) menginvestigasi dampak tata kelola

lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi di Negara-Negara Timur

Tengah dan Afrika Utara, ditemukan bahwa prioritas tata kelola

lingkungan yang dilakukan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi

38
yang mengandalkan sumber daya alam mengalami penurunan.

Kemudian, Tiba & Omri (2017) melakukan survei literatur tentang

hubungan antara energi, lingkungan dan pertumbuhan ekonomi,

ditemukan bahwa peningkatan kualitas lingkungan dapat dilakukan

melalui pengurangan emisi polusi, yang mana hal ini akan

mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi karena

dikuranginya kegiatan produksi untuk menghasilkan output.

c. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan terhadap Pertumbuhan


Ekonomi

Peningkatan ketimpangan pendapatan yang meluas telah

menimbulkan kekhawatiran tentang potensi dampaknya terhadap

masyarakat dan ekonomi. Keterkaitan ketimpangan pendapatan dan

pertumbuhan ekonomi telah dianalisis oleh berbagai peneliti

sebelumnya, seperti Brueckner & Lederman (2018) yang

menganalisis dampak ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi,

ditemukan bahwa ketika ketimpangan pendapatan meningkat maka

pertumbuhan ekonomi turun. Salah satu alasannya adalah bahwa

anggota masyarakat yang lebih miskin kurang mampu berinvestasi

dalam pendidikan mereka. Selanjutnya, Muinelo-Gallo & Roca-

Sagalés (2013) yang menganalisis determinan kebijakan fiskal,

ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, ditemukan

bahwa ingkat ketimpangan yang tinggi mengurangi pertumbuhan di

negara-negara yang relatif miskin tetapi mendorong pertumbuhan di

negara-negara kaya. Tingkat ketimpangan yang tinggi mengurangi

pertumbuhan di negara-negara yang relatif miskin tetapi mendorong

39
pertumbuhan di negara-negara kaya. Kemudian, Delbianco &

Caraballo (2017) menganalisis ketimpangan pendapatan dan

pertumbuhan ekonomi di Amerika Latin, ditemukan bahwa

ketimpangan yang tinggi berpotensi merusak pertumbuhan yang

berkelanjutan dalam banyak hal: ketidaksetaraan ini mencegah

ekonomi memanfaatkan sepenuhnya kapasitas manusia secara

produktif, mendorong konflik dan kebijakan sosial yang

menghambat pertumbuhan dan mempersingkat masa pertumbuhan.

d. Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Penduduk merupakan slaah satu sumber daya modal bagi

perekonomian suatu negara. Selanjutnya, jumlah penduduk

merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting, yaitu

tenaga kerja karena industri padat modal maupun padat karya

membutuhkan sumber daya manusia. Keterkaitan jumlah penduduk

dan pertumbuhan ekonomi telah dianalisis oleh berbagai peneliti

sebelumnya, seperti Hashmi & Alam (2019) menemukan bahwa

pertumbuhan penduduk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi

karena bertambahnya jumlah penduduk akan memperluas pasar dan

perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi dalam

perekonomian. Sebagai dampak dari spesialisasi yang terjadi, maka

tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah. Selanjutnya, Maestas et

al. (2023) menemukan bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi

akan mengakibatkan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi,

sehingga akan mendorong penggunaan teknologi baru, pengeloiaan

40
sumberdaya alam yang lebih efisien, meningkatkan tabungan dan

mendorong pertumbuhan ekonomi. Kemudian, Li et al. (2020)

memenukan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan mendorong

kebijakan perluasan kesempatan kerja, yang mana merupakan suatu

kebijakan penting dalam pembanguna karena selain sebagai tolak

ukur keberhasilan pembangunan ekonomi tetapi juga dapat

digunakan berkontribusi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

suatu negara.

e. Pengaruh Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi merupakan faktor fundamental makro dari indikator

makrroekonomi yang menggambarkan kondisi ekonomi yang kurang

sehat karena harga barang-barang secara umum mengalami

peningkatan sehingga melemahkan daya beli masyarakat.

Keterkaitan inflasi dan pertumbuhan ekonomi telah dianalisis oleh

berbagai peneliti sebelumnya, seperti Vinayagathasan (2013)

mengekplorasi inflasi dan pertumbuhan ekonomi untu ekonomi Asia,

ditemukan bahwa inflasi merupakan faktor fundamental makro

ekonomi yang kurang sehat, karena harga-harga barang secara umum

meningkat sehingga melemahkan daya beli masyarakat. Harga

barang-barang akan selalu mengalami suatu perubahan, biasanya

berupa kenaikan. Inflasi dapat mengakibatkan redistribusi

pendapatan diantara anggota masyarakat, dapat menyebabkan

penurunan efisiensi ekonomi dan dapat menyebabkan perubahan

output dan kesempatan kerja dalam masyarakat. Selanjutnya, Barro

41
(2013) yang menganalisi keterkaitan inflasi dan pertumbuhan

ekonomi di Srilanka, ditemukan bahwa akibat inflasi, jumlah uang

yang sama akan membeli lebih sedikit barang daripada sebelumnya.

Inflasi yang tinggi membuat perekonomian terpuruk, sebab harga-

harga barang atau jasa diluar jangkauan masyarakat umum.

Kemudian, Wollie (2018) yang melihat hubungan antara inflasi dan

pertumbuhan ekonomi di Ethiopia, ditemukan bahwa tingkat inflasi

tinggi yang tidak segera ditangani dan dikendalikan bisa

menimbulkan masalah yang lebih besar dalam perekonomian negara.

Harga tinggi dapat memicu produsen untuk menimbun faktor

produksi atau barang yang dibutuhkan, sehingga harga barang akan

semakin tinggi lagi. Dampak inflasi akan menurunkan kesejahteraan

masyarakat terutama yang memiliki penghasilan tetap. Karena

inflasi, harga barang di pasar akan naik, sedangkan

penghasilan masyarakat tidak berubah. Hal ini menurunkan

kesejahteraan  masyarakat  karena rendahnya daya beli masyarakat.

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori dan penelitian relevan di atas dapat diketahui

kerangka berfikir untuk hubungan antar variabel pada persamaan kemiskinan,

kualitas lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.

Keterkaitan antara kemiskinan (Y1) dan kualitas lingkungan (Y2) adalah

apabila kemiskinan mengalami peningkatan maka kualitas lingkungan akan

mengalami penurunan dan apabila kualitas lingkungan mengalami

peningkatan maka kemiskinan akan mengalami penurunan. Hubungan antara

42
kemiskinan terhadap kualitas lingkungan adalah masyarakat miskin sangat

bergantung pada lingkungan dalam menopang kehidupannya yang

menyebabkan lingkungan dan sumber daya alam tereksploitasi tanpa

memperhatikan kelestariannya, yang mana kondisi ini mengakibatkan

penurunan daya dukung lingkungan. Sehingga peningkatan kemiskinan akan

berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Selanjutnya, hubungan

antara kualitas lingkungan terhadap kemiskinan adalah kualitas lingkungan

yang baik menjadi bagian paling penting untuk kehidupan masyarakat miskin

untuk memenuhi kebutuhan dalam menopang kehidupannya karena mereka

menjadikan lingkungan sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai

penunjang kehidupan sehari-hari. Sehingga peningkatan kualitas lingkungan

akan berdampak pada penurunan kemiskinan.

Keterkaitan antara kemiskinan (Y1) dan pertumbuhan ekonomi (Y3)

adalah apabila kemiskinan mengalami peningkatan maka pertumbuhan

ekonomi akan mengalami penurunan dan apabila pertumbuhan ekonomi

mengalami peningkatan maka kemiskinan akan mengalami penurunan.

Hubungan antara kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah jika

tingkat kemiskinan suatu negara cukup tinggi, maka daya beli masyarakat

akan kurang. Akibatnya, produsen atau produsen tidak dapat menjual banyak

barang dan jasa dalam negeri. Maka dari itu produsen di negara yang

memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi akan memproduksi sedikit barang

sehingga mereka tidak mengalami kerugian. Dengan begitu, jumlah produksi

barang tidak akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sehingga dapat

dikatakan bahwa perekonomian negara tersebut tidak mengalami

43
pertumbuhan. Selanjutnya, hubungan antara pertumbuhan ekonomi terhadap

kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi merupakan instrumen yang

digunakan untuk program pengentasan kemiskinan berupa pemberian

modal, sehingga para penduduk miskin dapat melakukan usaha mikro kecil

dan menengah yang nantinya akan meningkatkan pendapatan mereka dan

mendorong pertumbuhan ekonomi melalui permintaan agregat.

Keterkaitan antara kualitas lingkungan (Y2) dan pertumbuhan ekonomi

(Y3) adalah apabila pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka

kualitas lingkungan akan mengalami penurunan dan apabila kualitas

lingkungan mengalami peningkatan maka pertumbuhan ekonomi akan

mengalami penurunan. Hubungan antara kualitas lingkungan terhadap

pertumbuhan ekonomi adalah kualitas lingkungan yang mengalami

peningkatan mengindikasi bahwa dijaganya daya dukung lingkungan melalui

penurunan penggunaan input yang bersumber dari alam untuk mencegah

tejadinya kegiatan ekosploitasi sumber daya alam. Kondisi ini akan

mengakibatkan menurunnya kegiatan produksi karena keterbatasan

penggunaan input yang digunakan, sehingga akan berdampak terhadap

penurunan output dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, hubungan antara

pertumbuhan ekonomi terhadap kualitas lingkungan adalah pertumbuhan

ekonomi berkaitan dengan kegiatan untuk menghasilkan output dalam proses

produksi yang membutuhkan input dari alam. Apabila produksi output

ditingkatkan, maka akan membutuhkan berbagai sumber daya alam yang

akan memicu terjadinya kegiatan eksploitasi lingkungan, sehingga akan

berdampak kepada penurunan kualitas lingkungan hidup.

44
Pengaruh partisipasi tenaga kerja (X1) terhadap kemiskinan (Y1) adalah

apabila partisipasi tenaga kerja mengalami peningkatan maka kemiskinan

akan mengalami peningkatan. Partisipasi tenaga kerja yang tinggi

mengindikasi bahwa jumlah penawaran tenaga kerja sangat banyak, sehingga

pasar tenaga kerja tidak mampu menyerap seluruh penawaran tenaga kerja

yang mana hal ini akan mengakibatkan peningkatan kemiskinan.

Pengaruh investasi (X2) terhadap kemiskinan (Y1) adalah apabila

investasi mengalami peningkatan maka kemiskinan akan mengalami

penurunan. Meningkatnya investasi akan menjamin keberlanjutan

pembangunan ekonomi, menyerap tenaga kerja, sehingga terdapat perbaikan

tingkat kesejahteraan rakyat secara keseluruhan dan merata yang akan

menekan kemiskinan.

Pengaruh pembangunan manusia (X3) terhadap kemiskinan (Y1) adalah

apabila indeks pembangunan manusia mengalami peningkatan maka

kemiskinan akan mengalami penurunan. Indeks pembangunan manusia

melalui sektor  pendidikan  merupakan solusi untuk pengurangan

angka kemiskinan. Pembangunan indeks pembangunan manusia melalui

bidang pendidikan adalah aspek penting yang perlu dilakukan pemerintah

untuk mengurangi kemiskinan.

Pengaruh pembangunan manusia (X3) terhadap kualitas lingkungan (Y2)

adalah apabila indeks pembangunan manusia mengalami peningkatan maka

kualitas lingkungan juga akan mengalami peningkatan. Indeks pembangunan

manusia yang dibangun melalui sektor pendidikan merupakan institusi

penting dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat

45
termasuk kondisi lingkungan karena melalui pendidikan bisa mengajarkan

masyarakat mengenai implementasi nilai-nilai kesadaran lingkungan.

Kesadaran lingkungan yang tinggi  akan mendorong seseorang berperilaku

positif yang mendukung kelestarian lingkungan hidup, sehingga kualitas

lingkungan hidup mengalami peningkatan.

Pengaruh ketimpangan pendapatan (X4) terhadap kualitas lingkungan

(Y2) adalah apabila ketimpangan pendapatan mengalami peningkatan maka

kualitas lingkungan akan mengalami penurunan. Ketimpangan pendapatan

akan mendorong degradasi lingkungan. Kelompok kaya dan berkuasa akan

berusaha untuk mengejar keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan

lingkungan, sehingga akan berdampak kepada penurunan kualitas

lingkungan.

Pengaruh ketimpangan pendapatan (X4) terhadap pertumbuhan ekonomi

(Y3) adalah apabila ketimpangan pendapatan mengalami peningkatan maka

pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan. Ketimpangan yang tinggi

akan menurunkan pertumbuhan karena mayoritas rakyat miskin akan

cenderung memilih kebijakan yang bersifat redistribusi daripada kebijakan

yang meningkatkan pertumbuhan. Kebijakan redistribusi seperti pajak dan

transfer dapat dipilih oleh pemilih median, yang mana dalam masyarakat

yang timpang kondisi yang terjadi adalah pemilih median lebih miskin

daripada rata-rata pemilih. Pajak yang dikenakan terhadap margin bersifat

merusak keseimbangan dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Pengaruh jumlah penduduk (X5) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y3)

adalah apabila jumlah penduduk mengalami peningkatan maka pertumbuhan

46
ekonomi juga akan mengalami peningkatan. Jumlah penduduk yang

diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan

lapangan pekerjaan yang akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Selain itu, penduduk merupakan bagian dari sumber

daya yang sangat berpengaruh terhadap tingkat penawaran dan permintaan

terhadap output pada suatu negara, sehingga peningakat jumlah penduduk

akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pengaruh inflasi (X4) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y2) adalah apabila

inflasi mengalami peningkatan maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami

penurunan. Inflasi yang tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan

akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil

keputusan sehingga akan berdampak kepada penurunan pertumbuhan

ekonomi.

Kerangka berfikir di atas, juga dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3: Kerangka Berfikir

47
C. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperluas dan mengisi kekosongan

penelitian sebelumnya yang mengkaji topik kemiskinan, pertumbuhan

ekonomi dan kualitas lingkungan.

Pertama, Dubey & Tiwari (2018) menganalisis kajian pertumbuhan

ekonomi dan kemiskinan perkotaan di India selama periode 1983–2012

dengan menerapkan metode kuadratik umum. Hasil penelitian menemukan

bahwa pertumbuhan ekonomi secara umum telah mengurangi kemiskinan,

tetapi pengaruhnya dalam mengurangi kemiskinan pada domain geografis

yang berbeda belum seragam. Selanjutnya, meningkatnya ketidaksetaraan

memainkan peran penting dalam pengurangan diferensial kemiskinan

perkotaan di India dan di negara bagiannya. Kajian yang dilakukan secara

empiris menilai tingkat kemiskinan perkotaan di India dan mengkaji

bagaimana peran pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kemiskinan.

Kedua, Cheng et al. (2018) melakukan kajian literatur mengenai

pemodelan topik dari hubungan ekologi, lingkungan dan kemiskinan dalam

kerangka kerja terintegrasi dari 4335 publikasi yang mencakup tahun

publikasi 1981–2017. Hasil penelitian menemukan bahwa degradasi ekologi

dan lingkungan serta kemiskinan saling terkait dan harus ditangani bersama.

Strategi pada tingkat lokal dan nasional yang baik dapat memulihkan

lingkungan, meningkatkan pendapatan dan memastikan mata pencaharian

yang berkelanjutan. Temuan mereka memberikan dasar teoretis untuk

penelitian lebih lanjut dan pengambilan keputusan serta berkontribusi pada

pembangunan berkelanjutan.

48
Ketiga, Erlando et al. (2020) menginvestigasi keterkaitan antara inklusi

keuangan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Indonesia

bagian timur selama periode 2010–2016 dengan menerapkan metode

kausalitas bivariat Vector Autoregression (VAR) Toda-Yamamoto dan

Dynamic Panel Vector Autoregression (PVAR). Hasil model kausalitas

bivariat menunjukkan tingkat hubungan yang tinggi antara inklusi keuangan,

pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan distribusi pendapatan di Indonesia

Timur. Pertumbuhan sosial ekonomi berdampak positif pada tingkat inklusi

keuangan dan dengan dampak negatif terhadap kemiskinan. Sementara itu,

inklusi keuangan berpengaruh positif terhadap ketimpangan yang berujung

pada meluasnya ketimpangan pendapatan di Indonesia Timur. Perlunya

pemahaman yang baik tentang hubungan antara inklusi keuangan dan

pertumbuhan ekonomi telah menjadi perhatian yang signifikan dalam

pembangunan nasional. Kedua sektor ini memainkan peran penting dalam

merumuskan kebijakan distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan di

Indonesia Timur.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kebaharuan dalam penelitian ini

adalah mengisi kekosongan dan memperluas temuan penelitian sebelumnya.

Penelitian sebelumnya baru megkaji hubungan yang diantaranya adalah;

1) Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan; 2) Lingkungan dan kemiskinan;

3) Inklusi keuangan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.

Berlatar belakang dari fokus penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya, ternyata belum ada kajian yang membahas keterkaitan

antara kualitas lingkungan, kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi dalam

49
suatu sistem secara simultan. Kebaruan penelitian ini merupakan

pengembangan dari kajian yang dilakukan oleh Erlando et al. (2020), yang

mana mereka menganalisis keterkaitan kemiskinan dan pertumbuhan

ekonomi dalam perspektif kajian ekonomi moneter. Sedangkan, penelitian ini

menganalisis keterkaitan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi dalam

perspektif kajian lingkungan dan pembangunan. Selanjutnya, kebaruan

penelitian ini juga terdapat pada bagian metodologi penelitian, yaitu

menganalisis keterkaitan antara kualitas lingkungan, kemiskinan dan

pertumbuhan ekonomi dalam sebuah sistem persamaan simultan dengan

mempertimbangkan pengaruh variabel eksogen untuk masing-masing

endogen. Kondisi ini penting dilakukan agar dapat diketahui faktor penyebab

dan pendorong untuk kemiskinan, kualitas lingkungan dan pertumbuhan

ekonomi secara lebih komprehensif serta menentukan arah kebijakan untuk

mengatasi persoalan tersebut secara lebih spesifik.

D. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh signifikan dan hubungan kausalitas antara kemiskinan

dan kualitas lingkungan di Indonesia.

H0: α1 = α2 = 0

Ha: α1 ≠ α2 ≠ 0

2. Terdapat pengaruh signifikan dan hubungan kausalitas antara kemiskinan

dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

H0: β1 = β2 = 0

Ha: β1 ≠ β2 ≠ 0

50
3. Terdapat pengaruh signifikan dan hubungan kausalitas antara kualitas

lingkungan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

H0: γ1 = γ2 = 0

Ha: γ1 ≠ γ2 ≠ 0

4. Kualitas lingkungan, pertumbuhan ekonomi, partisipasi tenaga kerja,

investasi dan pembangunan manusia berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan di Indonesia.

H0: δ1 = δ2 = δ3 = δ4 = δ5 = 0

Ha: δ1 ≠ δ2 ≠ δ3 ≠ δ4 ≠ δ5 ≠ 0

5. Kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, pembangunan manusia dan

ketimpangan pendapatan berpengaruh signifikan terhadap kualitas

lingkungan di Indonesia.

H0: ω1 = ω2 = ω3 = ω4 = ω5 = 0

Ha: ω1 ≠ ω2 ≠ ω3 ≠ ω4 ≠ ω5 ≠ 0

6. Kemiskinan, kualitas lingkungan hidup, ketimpangan pendapatan, jumlah

penduduk dan inflasi berpengarih signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

H0: ϴ1 = ϴ2 = ϴ3 = ϴ4 = ϴ5 = 0

Ha: ϴ1 ≠ ϴ2 ≠ ϴ3 ≠ ϴ4 ≠ ϴ5 ≠ 0

51
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian kuantitatif karena sasaran

penelitiannya luas dengan menggunakan penekanan analisis pada data-data

numerik untuk menguji suatu teori dengan metode statistika. Selanjutnya,

penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi, penjelasan dan validasi

terhadap suatu fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini akan dilihat

seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui

uji hipotesis serta melakukan interpretasi terhadap masing-masing variabel

penelitian dengan menggunakan analisis statistik (Sekaran, 2011).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif. Metode

deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai variabel secara mandiri, baik

satu variabel atau lebih, tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan

antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Sedangkan metode

verifikatif digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara dua

variabel atau lebih (Sugiyono, 2017).

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah disampaikan pada bab

sebelumnya maka jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode

deskriptif dan verifikatif, untuk mengetahui nilai hubungan antara variabel

yang satu dan lainnya dan juga mengetahui nilai hubungan sebab-akibat antar

variabel untuk pemecahan masalah yang diteliti.

52
B. Jenis dan Sumber Data

Menurut Sekaran (2011) jenis data berdasarkan dimensi waktunya terdiri

dari 1) data cross section; 2) data berkala (time series data) dan 3) data panel

data gabungan yang terdiri dari time series dan cross section. Sedangkan jenis

data menurut cara memperolehnya yaitu 1) data primer dan 2) data sekunder.

Untuk menjawab hipotesis yang telah disampaikan dalam penelitian ini

maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan

dimensi waktu yaitu data panel dan berdasarkan cara memperolehnya yaitu

data sekunder. Dengan demikian jenis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data panel yaitu data pada periode 2018-2022 pada 34 provinsi di

Indonesia, sehingga jumlah observasi yang dianalisis adalah 170. Selanjutnya,

data sekunder yang digunakan yaitu bersumber dari laporan-laporan dan

dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang. Sumber

dari data sekunder tersebut yaitu dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Indonesia. Hal

ini berdasarkan kepada pertimbangan tentang gambaran fenomena variabel-

variabel penelitian yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dan juga

rentang waktu perubahan variabel tersebut setiap tahunnya.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk

memperoleh data penelitian. Berdasarkan keterangan di atas, data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi,

dengan cara mengumpulkan laporan, dokumen, atau catatan yang dikeluarkan

53
oleh instansi yang terkait. Selanjutnya, data diperoleh dengan cara tidak

langsung yaitu melalui pengumpulan laporan, dokumen atau catatan penting

yang diterbitkan oleh instansi-instansi tersebut.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Endogen

Variabel endogen di dalam penelitian ini terdiri dari kemiskinan,

kualitas lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.

2. Variabel Eksogen

Variabel eksogen di dalam penelitian ini terdiri dari partisipasi

tenaga kerja, investasi, pembangunan manusia, ketimpangan pendapatan,

jumlah penduduk dan inflasi.

E. Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahan konsep antara penulis dan pembaca serta

untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang penelitian ini, maka penulis

mengemukakan konsep dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Kemiskinan (Y1)

Indikator kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Head

Count Index (HCI-P0) yang merupakan persentase penduduk yang

berada di bawah Garis Kemiskinan (GK) dengan rentang nilai 0-100

yang diukur dalam persen pada 34 provinsi di Indonesia selama periode

2018 sampai 2022. Sumber data untuk kemiskinan diperoleh dari BPS.

2. Kualitas Lingkungan (Y2)

54
Indikator kualitas lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gabungan dari indeks kualitas udara, air dan tutupan lahan dengan

rentang nilai 0-100 yang diukur dalam imdeks pada 34 provinsi di

Indonesia selama periode 2018 sampai 2022. Sumber data untuk kualitas

lingkungan diperoleh dari KLKH.

3. Pertumbuhan Ekonomi (Y3)

Indikator pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto per kapita

atas dasar harga konstan 2010 dengan rentang nilai 0-100 yang diukur

dalam persen pada 34 provinsi di Indonesia selama periode 2018 sampai

2022. Sumber data untuk pertumbuhan ekonomi diperoleh dari BPS.

4. Partisipasi Tenaga Kerja (X1)

Indikator partisipasi tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pertumbuhan angkatan kerja terhadap banyaknya penduduk usia

kerja yang diukur dalam persen pada 34 provinsi di Indonesia selama

periode 2018 sampai 2022. Sumber data untuk partisipasi tenaga kerja

diperoleh dari BPS.

5. Investasi (X2)

Indikator investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah realisasi

investasi penanaman modal dalam negeri yang diukur dalam milyar

rupiah pada 34 provinsi di Indonesia selama periode 2018 sampai 2022.

Sumber data untuk investasi diperoleh dari BPS.

55
6. Pembangunan Manusia (X3)

Indikator indeks pembangunan manusia yang digunakan di dalam

penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia dengan rentang nilai

0-100 yang diukur dalam indeks pada 34 provinsi di Indonesia selama

periode 2018 sampai 2022. Sumber data untuk indeks pembangunan

manusia diperoleh dari BPS.

7. Ketimpangan Pendapatan (X4)

Indikator ketimpangan pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah gini rasio dengan rentang nilai 0-1 yang diukur dalam indeks pada

34 provinsi di Indonesia selama periode 2018 sampai 2022. Sumber data

untuk ketimpangan pendapatan diperoleh dari BPS.

8. Jumlah Penduduk (X4)

Indikator jumlah penduduk yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pertumbuhan penduduk yang diukur dalam persen pada 34 provinsi di

Indonesia selama periode 2018 sampai 2022. Sumber data untuk jumlah

penduduk diperoleh dari BPS.

9. Inflasi (X6)

Indikator inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi

tahunan dengan rentang nilai 0-100 yang diukur dalam persen pada 34

provinsi di Indonesia selama periode 2018 sampai 2022. Sumber data

untuk inflasi diperoleh dari BPS.

56
F. Teknik Analisi Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan masing-masing

variabel yaitu dalam bentuk penyajian data ke dalam tabel kemudian

dilakukan analisis diantaranya mean untuk melihat kondisi rata-rata

terhadap variabel yang digunakan, standar deviasi untuk melihat dispersi

positif dan dispersi negatif terhadap variabel yang digunakan dan

koefisien variasi untuk melihat tingkat keragaman kondisi variabel yang

digunakan. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara memberikan

interprestasi terhadap kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas

lingkungan di Indonesia.

2. Analisis Induktif

Analisis induktif yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

beberapa pendekatan ekonometrik untuk mencapai tujuan penelitian yang

telah ditetapkan, yaitu analisis panel, persamaan simultan dan kausalitas.

a. Uji Asumsi Klasik: Uji Heteroskedastisitas

Tujuan uji heterokedastisitas adalah untuk menguji apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas.

Menurut Ghozali (2013), model regresi yang baik adalah

homokedastisitas atau tidak terjadi Heterokedastisitas. Untuk

mengetahui ada atau tidaknya masalah heterokedastisitas, dalam

57
penelitian ini menggunakan metode Glejser yang didasarkan pada

perbandingan nilai probability masing-masing variabel dengan taraf

signifikansi α=5%, dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1) Apabila nilai probability < 0.05 maka Ho tidak dapat diterima,

artinya model regresi bersifat heterokedastisitas.

2) Apabila nilai probability > 0.05 maka Ho diterima, artinya

residual bersifat homokedastisitas atau model regresi tidak

mengandung masalah heterokedastisitas

b. Uji Kausalitas Granger

Uji Kausalitas Granger digunakan untuk melihat hubungan antar

variabel endogen yang terdapat dalam model penelitian yang

digunakan. Model persamaan untuk uji Kausalitas Granger dalam

penelitian ini adalah:

Y
...............................(3.1)
m m
1¿= ∑ α j Y 1−j +∑ βk Y 2−k +U 1¿ ¿¿
j=1 k=1

Y
...............................(3.2)
m m
2¿=∑ γ jY 1−j + ∑ δ k Y 2−k +U 2¿ ¿¿
j=1 k=1

Y
...............................(3.3)
m m
1¿= ∑ α j Y 1−j +∑ βk Y 3−k +U 3¿ ¿¿
j=1 k=1

Y
...............................(3.4)
m m
3¿=∑ γ jY 1−j + ∑ δ k Y 3−k +U 4¿ ¿¿
j=1 k=1

Y
...............................(3.5)
m m
2¿=∑ α j Y 2−j + ∑ βk Y 3−k +U 5¿ ¿¿
j=1 k=1

Y
...............................(3.6)
m m
3¿=∑ γ jY 2−j + ∑ δ k Y 3−k +U 6¿ ¿ ¿
j=1 k=1

Untuk mengetahui apakah H0 ditolak atau diterima maka

dilakukan pengujian probabilitas. Apabila nilai probabilitas kecil

dari α = 0,05 maka H0 ditolak atau Ha diterima yang artinya X

58
mempengaruhi Y. Begitu sebaliknya. Cara yang sama juga dapat

dilakukan untuk melihat apakah Y mempunyai pengaruh terhadap X.

c. Persamaan Simultan

1) Model Analisis

Persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki

lebih dari satu persamaan yang saling terkait dan memiliki

hubungan sebab akibat antara variabel endogen dan variabel

eksogennya (Gujarati, 2012). Penelitian ini memiliki 3 model

persamaan simultan yang diantaranya adalah kemiskinan,

pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan.

Y 1¿=α 1.0 +α 1.1 log ⁡¿¿


+ α 1.5 log ⁡¿ ¿...............................................(3.7)

log ⁡¿
+ α 2.4 log ⁡¿ ¿ ........................................(3.8)

Y 3¿=α +α 3.1^
Y 1¿ +α3.2 log¿ ¿¿¿
3.0

+ α 3.4 X 5¿+α 3.5 X 6¿+ ε ¿ ¿


3¿ ¿
.......................................(3.9)

Keterangan:

Y1 : Kemiskinan

Y2 : Kualitas Lingkungan

Y3 : Pertumbuhan Ekonomi

X1 : Partisipasi Tenaga Kerja

X2 : Investasi

X3 : Pembangunan Manusia

X4 : Ketimpangan Pendapatan

X5 : Jumlah Penduduk

59
X6 : Inflasi

α : Parameter

i : Cross Section (34 Provinsi di Indonesia)

t : Time Series (2018 – 2022)

ε : Error Term

2) Uji Identifikasi Persamaan Simultan

Apabila dalam suatu sistem dari persamaan simultan yang

berisi dua atau lebih persamaan tidaklah mungkin untuk

mendapatkan nilai angka dari setiap parameter dalam setiap

permsamaan karena persamaan-persamaan tersebut tersebut

tidak bisa dibedakan secara observasi atau nampaknya sangat

serupa satu dengan yang lain, sehingga perlu dilakukan masalah

identifikasi.

Uji identifikasi timbul karena kumpulan koefisien struktural

yang berbeda mungkin cocok dengan sekumpulan data yang

sama. Uji identifikasi sering dijumlai pada model ekonometrik

yang lebih dari satu persamaan. Untuk memecahkan masalah ini

harus dilakukan pengujian atau persyaratan agar diketahui

koefisien persamaan mana yang ditaksir. Salah satu jenis dalil

pengujian identifikasi, yaitu order condition. Notasi yang

dipergunakan adalah:

M = jumlah variabel endogen dalam model

m = jumlah variabel endogen dalam persamaan

K = jumlah variabel predetermined dalam model

60
k = jumlah variabel predetermined dalam persamaan.

Pada persamaan simultan sejumlah M persamaan yang tidak

mempunyai predetermined variabel, maka berlaku aturan

sebagai berikut:

M–1≥1

Jika M – 1 = 1, maka persamaan tersebut identified

Jika M – 1 > 1, maka persamaan tersebut overidentified

Jika M – 1 < 1, maka persamaan tersebut unidentified

Pada persamaan simultan sejumlah M persamaan yang

mempunyai predetermined variabel, maka berlaku aturan

sebagai berikut:

K–k≥m–1

Jika K – k = m – 1, maka persamaan tersebut identified

Jika K – k > m – 1, maka persamaan tersebut overidentified

Jika K – k < m – 1, maka persamaan tersebut unidentified

Persamaan yang dapat diselesaikan dengan sistem

persamaan simultan adalah persamaan hasil order condition

yang identified dan overidentified.

Persamaan Kemiskinan (Y1)

K – k .... m – 1

6–3>3–1

3 > 2 overidentified

61
Persamaan Kualitas Lingkungan (Y3)

K – k .... m – 1

6–2>3–1

4 > 2  overidentified

Persamaan Pertumbuhan Ekonomi (Y2)

K – k .... m – 1

6–3>3–1

3 > 2  overidentified

Berdasarkan uji identifikasi dengan menggunakan

pendekatan order condition, maka model persamaan simultan

yang digunakan dalam penelitian ini diestimasi dengan

menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS)

dikarenakan seluruh persamaan adalah overidentified.

3) Estimasi Persamaan Simultan

a) Indirect Least Square (ILS)

Metode ILS dilakukan dengan cara menerapkan metode

OLS pada persamaan reduced form. Asumsi yang harus

dipenuhi dalam peggunaan prosedur ILS adalah persamaan

strukturalnya harus exactly identified dan variabel residual

dari persamaan reduced form-nya harus memenuhi semua

asumsi stikastik dari teknik OLS. Jika asumsi ini tidak

terpenuhi, maka akan menyebabkan bias pada penaksiran

koefisennya.

62
b) Two Stage Least Square (TSLS)

Metode TSLS dilakukan dengan cara memenuhi beberapa

asumsi, diantaranya adalah untuk persamaan yang over

identified, penerapan TSLS menghasilkan taksiran tunggal,

sedangkan ILS menghasilkan taksiran ganda. Metode TSLS

tidak memiliki kesulitan untuk menaksir standar error

karena koefisien strukturan ditaksir secara langsung dari

regresi OLS pada langkah kedua, sedangkan pada ILS

mengalami kesulitan dalam menaksir standar error.

d. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui kelayakan

model dan apakah koefisien yang diestimasi sesuai dengan teori atau

hipotesis penelitian, yaitu:

1) Uji-t

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan,

maka langkah selanjutnya adalah menguji koefisien regresi

secara parsial (individu) dengan menggunakan uji-t. Hipotesis

pada uji-t adalah :

H0 : α = 0

Ha : α ≠ 0

Keputusan dalam pengujian ini dilakukan dengan

membandingkan nilai t-statistic dengan t-tabel atau dengan

melihat nilai probabilitas dari t-statistic. Jika nilai t-statistic > t-

tabel atau jika nilai probabilitas t-statistic < α = 0.05 maka

63
keputusan adalah tolak H0, sehingga kesimpulannya adalah

variabel eksogen secara parsial signifikan memengaruhi variabel

endogen.

2) Uji-F

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien

(slope) regresi secara menyeluruh/bersamaan. Uji-F

memperlihatkan ada tidaknya pengaruh variabel ekksogen

terhadap variabel endogen secara bersama-sama. Hipotesis

dalam uji-F adalah:

H0 : α1 = α2 = α3 = ... = 0

Ha : α1 ≠ α2 ≠ α3 ≠ ... ≠ 0

Kriteria pengujiannya adalah jika nilai nilai F-observasi >

F-tabel atau probabilitas F-statistic < α=0.05 maka keputusannya

adalah tolak H0. Dengan menolak H0 berarti minimal ada satu

variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel

endogen.

64

Anda mungkin juga menyukai