Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317176186

TINJAUAN TEORITIS PENGARUH VIBRASI TERHADAP PERMUKIMAN


PENDUDUK KOTA PONTIANAK AKIBAT KEBERADAAN KERETA API TRANS
KALIMANTAN

Conference Paper · October 2016

CITATIONS READS

0 551

1 author:

Herry Prabowo
Politeknik Negeri Pontianak
9 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Ductile Cementitious Materials View project

Durability of Structures View project

All content following this page was uploaded by Herry Prabowo on 27 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TINJAUAN TEORITIS PENGARUH VIBRASI TERHADAP
PERMUKIMAN PENDUDUK KOTA PONTIANAK
AKIBAT KEBERADAAN KERETA API TRANS KALIMANTAN
1)
Herry Prabowo
1)
Program Studi D-4 Arsitektur Bangunan Gedung, Jurusan Teknik Arsitektur,
Politeknik Negeri Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Kode Pos 78124, Indonesia

e-mail: prabowoherry@yahoo.com

Abstrak
Keberadaan kereta api trans kalimantan telah lama diidam-idamkan oleh
penduduk Pulau Kalimantan. Salah satu aspek teknis yang seringkali menjadi
kendala terealisasinya infrastruktur ini adalah kondisi tanah kalimantan yang
memiliki daya dukung yang buruk bagi fondasi jalan kereta api, sehingga
biaya konstruksi fondasi menjadi sangat mahal. Terlepas dari hal tersebut,
aspek teknis lainnya yang perlu memperoleh perhatian adalah vibrasi
(getaran) yang dihasilkan baik pada masa konstruksi maupun masa
operasional kereta api. Pengaruh vibrasi ini semakin penting untuk ditinjau
mengingat salah satu trase kereta api tersebut melewati wilayah Kota
Pontianak yang padat permukiman. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan formulasi teoritis dengan memakai persamaan empiris
kecepatan partikel puncak. Hasil kalukulasi menunjukkan bahwa besaran
PPV berkisar antara 3700 mm/s hingga 9900 mm/s dengan kisaran frekuensi
antara 6,5 Hz hingga 22 Hz. Hasil ini selanjutnya dibandingkan dengan
standar getaran yang dikeluarkan oleh Departemen Lingkungan Hidup No.
KEP-48/MENLH//11/96. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa vibrasi yang
ditimbulkan akibat keberadaan kereta api menimbulkan beberapa dampak
negatif bagi permukiman antara lain kebisingan dan penurunan fondasi
bangunan yang sebagian besar dibangun diatas tanah lunak Kota Pontianak.

Katakunci: vibrasi, kereta api trans kalimantan, tanah lunak Kota Pontianak

Abstract
The existence of Trans Kalimantan Railways has been long time expected by
the people of Kalimantan. One of the technical aspect that hamper this
infrastructure to be realized is kalimantan soil’s condition that has a low
bearing capacity for the foundation of a railways, so that the construction of
the foundation become very expensive. Beyond this, there is also another
technical aspect that should be taken into acccount namely vibration.
Vibration should be considered either at the construcion stage or at the
operational stage. The effect of vibration is signifacantly have to be observed
considering that the railways will cross through the City of Pontianak that is
dense with dwellings. The research is conducted using theoretical formulation
with the help of emperical equation of Peak Particle Velocity (PPV). The
results show that the PPV is ranging between 3700 mm/s until 9900 mm/s
with frequency between 6,5 Hz until 22 Hz. Furthermore, the results are
compared to the vibration standards issued by Department of Living
Environment No. KEP-48/MENLH//11/96. The results show that the vibrations
cause negative effect on the dwelings among other noise and foundation
settlement due to most of the dwellings are built on Pontianak soft soil.

Keywords: vibration, trans Kalimantan railways, Pontianak soft soil


PENDAHULUAN
Pulau Kalimantan merupakan pulau terluas ketiga di dunia setelah Pulau Greenland dan Pulau
Papua. Pulau seribu sungai ini merupakan bagian wilayah dari tiga negara yaitu Indonesia (73%),
2
Malaysia (26%), dan Brunei (1%). Dengan luas total wilayah 615.326,79 km , penduduk Pulau
Kalimantan sudah barang tentu membutuhkan infrastruktur yang baik demi terciptanya kemudahan
aksesibilitas kebutuhan dasar, baik berupa kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial. Hal ini juga
disadari oleh pemerintah dengan adanya rencana pembangunan kereta api trans kalimantan. Rel
kereta api trans kalimantan ini nantinya akan menghubungkan kelima provinsi yang ada di Pulau
Kalimantan. Harapannya jalur kereta api ini akan dapat dimanfaatkan sebagai sarana angkutan untuk
komoditas sumberdaya alam di wilayah kalimantan contohnya antara lain kelapa sawit dan batubara.
Pada tahap selanjutnya, jalur kereta api ini juga akan dikembangkan untuk melayani angkutan
penumpang.
Keberadaan jalur kereta api trans kalimantan sudah barang tentu merupakan langkah maju
dalam upaya penambahan dan pengembangan infrastruktur yang ada di Pulau Kalimantan. Menurut
kalsifikasinya, jalur rel kereta api merupakan salah satu fasilitas fisik infrastruktur yang penting dalam
ranah transportasi (Grigg, 1988). Disisi lain, menurut berbagai penelitian, adanya jalur kereta api
dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain kebisingan dan kerusakan bangunan sekitar.
Apalagi menurut rencana, salah satu trase kereta api trans kalimantan melewati Kota Pontianak yang
telah padat dengan permukiman penduduk. Berbagai penelitian telah diupayakan untuk mengurangi
efek vibrasi ini termasuk mengenal lebih baik karakteristik vibrasi yang dihasilkan. Penelitian tersebut
antara lain dalam bidang mitigasi vibrasi (Kim and Lee, 2000), (Bahrekazami et al, 2004), (Bei Su,
2005), (Erkal, 2010), (Dijckmans et al, 2012), (Motazedian et al, 2012), dan (Jiang, 2014). Dalam
bidang simulasi numerik vibrasi antara lain (Holm, 2002), (Kogut, 2003), (XueCheng et al, 2008) dan
(Zhang et al, 2016).
Penelitian ini akan membahas berbagai permasalahan yang mungkin timbul akibat adanya
kereta api trans kalimantan, baik pada masa konstruksi maupun saat kereta api dioperasikan nantinya.
Pada masa konstruksi, permasalahan yang mungkin timbul adalah timbulnya vibrasi akibatnya proses
pemancangan fondasi tiang. Sebagaimana diketahui, tanah di Kota Pontianak memiliki jenis tanah
yang tergolong lunak dan dengan demikian memiliki daya dukung tanah yang rendah. Pemancangan
fondasi tiang di tanah ini seringkali menimbulkan berbagai masalah seperti kebisingan, kerusakan
barang-barang pada bangunan, dan penurunan fondasi pada bangunan sekitar. Selain itu vibrasi yang
timbul akibat dioperasikannya kereta api juga menimbulkan akibat yang kurang lebih serupa dengan
permasalahan yang timbul pada saat konstruksi.
Vibrasi yang merugikan sebagai efek dari aktivitas konstruksi seringkali terjadi. Hal ini semakin
mendapatkan perhatian akhir-akhir ini. Berbagai penelitian telah dilakukan. Salah satu lembaga yang
paling intensif melakukan penelitian adalah USBM (U.S. Bureau of Mines). USBM membuat suatu
klasifikasi kerusakan akibat vibrasi dengan deskripsi terhadap kerusakan yang terjadi.
Secara umum, vibrasi tanah dari lokasi konstruksi akan mempengaruhi struktur yang dekat dan
struktur yang jauh dalam tiga perilaku berbeda sebagai berikut.
Vibrasi struktur: Vibrasi dapat menghasilkan kerusakan secara langsung terhadap struktur
ketika frekuensi eksitasi vibrasi tidak sama dengan frekuensi natural struktur. Kerusakan seperti ini
biasanya terjadi pada struktur sekitar yang jaraknya sejauh panjang satu buah tiang dari tiang yang
sedang dipancang dan kira-kira sejauh 100 m dari sumber ledakan. Intensitas vibrasi struktur
tergantung pada interaksi antara tanah dan struktur yang menentukan respon struktur terhadap
eksitasi vibrasi. Vibrasi gedung yang memiliki frekuensi rendah biasanya dipicu oleh gelombang
Rayleigh sementara frekuensi tinggi dipicu oleh gelombang tekan (P-wave).
Respon resonansi struktur: Kedekatan antara frekuensi vibrasi tanah dan frekuensi natural
gedung akan menimbulkan suatu kondisi resonansi. PPV dari vibrasi struktur meningkat 2,7 kali dan
vibrasi struktur mulai meningkat setelah siklus pertama vibrasi tanah. Dalam kondisi resonansi,
amplifikasi dinamik maksimum dapat bernilai lebih tinggi. Misalnya, dari hasil pengukuran terhadap
dinding eksterior dan di sudut dinding eksterior diperoleh bahwa faktor amplifikasi 4 kali hingga 9 kali
lebih besar dari vibrasi tanah.
Gambar 1: Vibrasi tanah yang dipicu oleh ledakan dan ringkasan kerusakan struktural
(garis tebal menunjukkan nilai rata-rata data, garis putus-putus merupakan batas aman
menurut U.S. Bureau of Mines)

Pada Gambar 1 kerusakan struktur terlihat pada PPV vibrasi tanah sekitar 13 hingga 51 mm/s
(0,5 – 2 in./s) dengan frekuensi antara 2 hingga 30 Hz. Resonansi gedung horizontal diperkirakan
antara 2 hingga 12 Hz, vibrasi dinding 12 hingga 20 Hz, dan vibrasi lantai vertikal 8 hingga 30 Hz.
Penurunan Dinamis (Dynamic Settlements): Penurunan tanah dan fondasi sebagai hasil dari
vibrasi tanah yang relatif kecil pada tanah lepas dapat terjadi pada jarak yang bervariasi dari sumber
vibrasi. Densifikasi dan liquifaksi tanah dapat terjadi akibat efek vibrasi dari aktivitas konstruksi, pada
jarak yang dekat dengan sumber vibrasi. Pada jarak yang agak jauh dari sumber vibrasi (beberapa
km) gelombang permukaan dengan frekuensi rendah dan durasi yang panjang dapat memicu vibrasi
struktur yang cukup besar yang menyebabkan penurunan permukaan (Svinkin, 2004)

METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah kuantitatif dengan melakukan
estimasi parameter PPV dan frekuensi vibrasi. Parameter input antara lain merupakan parameter
yang berkaitan dengan karakteristik tiang yaitu material dan dimensi. Material tiang yang digunakan
adalah beton dengan variasi mutu K-300, K-350, dan K-400. Penampang tiang berupa penampang
bulat (spun pile) dengan variasi dimensi diameter D300, D350, D400, D500 dan D600. Panjang tiang
bervariasi dari 6m, 12m, 18m, 24m, 30m, 36m, dan 42m. Efisiensi energi yang ditransfer ke tiang
diperkirakan dari hasil test PDA (PT. UE, 2010).
Hasil perhitungan kemudian diplot dalam grafik “fw” vs “PPV”. Hasil perhitungan kemudian
dibandingkan dengan standar getaran yang telah dikeluarkan oleh Departemen Lingkungan Hidup No.
KEP – 48/MENLH/11/96 (Departemen Lingkungan Hidup, 1996) terhadap kerusakan fisik bangunan
untuk memperoleh gambaran potensi dan tingkat kerusakan yang mungkin terjadi untuk selanjutnya
disarankan solusi yang mungkin dilakukan untuk meminimalkan akibat negatif bagi konstruksi sekitar.
Proses perhitungan dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter sebagai berikut:
a. Kecepatan Partikel Puncak (PPV)
Pendekatan jarak skalatis yang menghubungkan antara parameter kecepatan tanah, jarak dan energi,
yang digunakan untuk menghitung kecepatan tanah puncak pada jarak permukaan D dari sumber
vibrasi dinyatakan dalam:

v  k D / Wr 
1
(Pers. 1)

Dimana k = nilai kecepatan pada satuan jarak dan Wr = energi sumber, energi rata-rata palu
penumbuk.
Dengan dasar kisaran aktual energi yang ditransfer ke tiang dan kisaran PPV terukur pada
kepala tiang baja, beton dan kayu, (svinkin, 1999) mengadaptasi (Pers. 1) untuk memperhitungkan
PPV sebelum tiang dipancang. Sehingga PPV pada tiang dapat dihitung langsung dengan rumus:
c
v 2 Wt (Pers. 2)
ZL
Dimana: Z=ES/c= impedansi tiang, E =modulus elastisitas material tiang, S=luas penampang tiang,
c=kecepatan propagasi gelombang pada tiang, Wt=energi yang ditransfer pada tiang.
b. Frekuensi Vibrasi
Frekuensi dan PPV adalah parameter dasar untuk menilai vibrasi tanah. Frekuensi penting karena
respon struktur tergantung pada frekuensi vibrasi tanah. Frekuensi dominan dari tiang yang ditumbuk
dan vibrasi tanah harapan dihitung dengan:
 c
fw  k (Pers. 3)
2L
Dimana: ξ = faktor penyesuaian (Tabel 1); η = rasio bobot tiang terhadap bobot palu pancang; c =
kecepatan rambat gelombang pada tiang, L = panjang tiang, k = koefisien pada kondisi pemancangan
(k = 0,4 untuk tiang beton pada akhir awal pertama penumbukan, k = 0,5 untuk tiang beton pada awal
penumbukan kembali, k = 0,95 untuk tiang baja pada akhir awal pertama penumbukan, k = 1,15 untuk
tiang baja pada awal penumbukan kembali, k = 0,7 untuk tiang kayu pada awal penumbukan kembali.

Tabel 1: Faktor ξ untuk perhitungan fw

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil perhitungan akan diperoleh grafik hubungan antara fw dan PPV untuk variasi mutu beton,
dimensi tiang dan panjang tiang seperti terlihat pada Grafik 1 dan Grafik 2.
4500.0

K-300
4000.0 K-350 D300
K-400

D350
3500.0
PPV, mm/s

D400

3000.0 D450

2500.0 D500

D600
2000.0
6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 9.0 9.5 10.0
Frekuensi (Fw), Hz

Grafik 1: Vibrasi Tanah (Parameter PPV & fw) dengan variasi


Mutu Beton dan Dimensi Tiang

12000.0

10000.0
PPV, mm/s

8000.0

6000.0

4000.0

2000.0

0.0
5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
Frekuensi (Fw), Hz

Grafik 2: Vibrasi Tanah (Parameter PPV & fw) dengan variasi


Panjang Tiang (6m hingga 42m)
Pada grafik 1 terlihat bahwa kenaikan mutu beton tidak terlalu berpengaruh terhadap
parameter frekuensi. Pengaruh terlihat pada turunnya nilai PPV seiring kenaikan mutu beton.
Besarnya fw berkisar 7,2 Hz dan PPV berada pada rentang 4200 hingga 3900 mm/s. Masih pada
Grafik 1, variasi dimensi penampang tiang yang makin besar berpengaruh terhadap bertambahnya
nilai fw, sebaliknya intensitas kecepatan mengalami penurunan. Rentang frekuensi antara 7,2 hingga
9,4 Hz, sedang kecepatan 2100 hingga 4000 mm/s.
Untuk grafik 2 variasi pertambahan panjang tiang berpengaruh terhadap meningkatnya
frekuensi yang berkisar antara 6,5 hingga 22 Hz. Selain itu, kecepatan juga mengalami peningkatan
dengan kisaran 3700 hingga 9900 mm/s.
Selanjutnya hasil yang didapat dianalisis dengan menggunakan standar getaran yang telah
dikeluarkan oleh Departemen Lingkungan Hidup No. KEP – 48/MENLH/11/96 terhadap kerusakan
fisik bangunan. Dampak getaran terhadap kerusakan fisik bangunan dibagi menjadi empat kategori
berdasarkan besaran frekuensi dan cepat rambat gelombang seperti terlihat pada tabel standar
berikut ini :

Tabel 2: Standar getaran terhadap kerusakan bangunan


Frek. (Hz) Kecepatan dalam mm/det

Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D


4 <2 2 – 27 27 – 140 > 140
5 < 7.5 7.5 – 25 25 – 130 > 130
6.3 <7 7 – 21 21 – 110 > 110
8 <6 6 – 19 19 – 100 > 100
10 < 5.2 5.2 – 16 16 – 90 > 90
12.5 < 4.8 4.8 – 15 15 – 80 > 80
16 <4 4 – 14 14 – 70 > 70
20 < 3.8 3.8 – 12 12 – 67 > 67
25 < 3.2 3.2 – 10 10 – 60 > 60
31.5 <3 3–9 9 – 53 > 53
40 <2 2–8 8 – 50 > 50
50 <1 1–7 7 – 42 > 42

Keterangan :
Kategori A = tidak menimbulkan kerusakan.
Kategori B = kemungkinan kerusakan pada plesteran dinding bangunan.
Kategori C = kemungkinan kerusakan pada bagian struktur dan dinding pemikul beban,
Kategori D = kerusakan pada dinding pemikul beban.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh frekuensi (fw) dalam kisaran 6,5 hingga 22 Hz. Diantara
parameter lainnya parameter panjang tiang sangat menentukan bandwidth frekuensi yang cukup lebar
tersebut. Untuk parameter PPV kisarannya antara 3700 hingga 9900 mm/s dan dipengaruhi oleh
kombinasi variasi dimensi dan panjang tiang. Dengan membandingkan hasil tersebut dengan tabel 2
maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas pemancangan tiang sangat berpotensi pada kerusakan
struktural (Kategori D). Karena keseluruhan nilai kecepatan untuk berbagai variasi parameter telah
melampaui ambang batas yang dapat ditolerir bangunan.

KESIMPULAN
Dari hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan dan disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Paramater yang sangat mempengaruhi lebarnya bandwidth parameter PPV dan kecepatan
adalah panjang tiang. Parameter dimensi dan mutu beton memberikan kontribusi minimal
hingga konstan.
2. Palu yang digunakan adalah palu dengan berat 2.5 ton. Palu ini menimbulkan dampak yang
lebih besar dibanding palu diesel dengan berat 3.5 ton. Hal ini terjadi akibat frekuensi dan
kecepatan yang ditimbulkannya sangat tinggi walaupun amplitudonya lebih kecil.
3. Proses pemasangan pondasi tiang pancang secara garis besar menimbulkan dampak
terhadap kerusakan fisik bangunan. Untuk itu perlu dicarikan solusi yang tepat baik yang
berkaitan dengan aktivitas pemancangan maupun teknik peredaman getaran.
4. Rumus yang digunakan bersifat empiris dan ada kecenderungan berlaku untuk lokasi tertentu.
Selain itu dibutuhkan sampel data yang lumayan besar dan tinjauan terhadap berbagai
parameter yang mempengaruhi antara lain : jenis mesin dan dimensi palu yang digunakan,
dimensi tiang pancang, jenis tanah, dan jarak dari sumber getar demi perbaikan penelitian ini
dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Bei Su. 2005. Effects of railroad track structural components and subgrade on damping and
dissipation of train induced Vibration. Doctoral Dissertation, University of Kentucky.

Bian XueCheng. 2008. Numerical simulation of high-speed train induced ground vibrations using 2.5D
finite element approach. Science in China Series G: Physics, Mechanics & Astronomy, Springer-
Verlag.

Departemen Lingkungan Hidup. 1996. No. KEP – 48/MENLH/11/96.

D. Motazedian. Railway train induced ground vibrations in a low VS soil layer overlying a high VS
bedrock in eastern Canada. Soil Dynamics and Earthquake Engineering, Elsevier.

Dijckmans, A. et al. 2012. Transmission path mitigation measures for railway induced vibrations.
RIVAS Mid Term Conference: "Vibrations - The way ahead"Venice, 26 October 2012.

Dong-Soo Kim, Jin-Sun Lee. 2000. Propagation and attenuation characteristics of various ground
vibrations. Soil Dynamics and Earthquake Engineering 19 (2000) 115–126, Elsevier.

Erkal, Aykut. 2010. Investigation of the Rail-Induced Vibrations on a Masonry Historical Building.
Advanced Materials Research, 133-134 : 569-574. Trans Tech Publications.

Göran Holm et al. 2002. Mitigation of Track and Ground Vibrations by High Speed Trains at Ledsgård,
Sweden. Swedish Deep Stabilization Research Centre.

Janusz P. Kogut et al. 2003. High speed train induced vibrations: in situ Measurements and numerical
modelling. Tenth International Congress on Sound and Vibration.

Jian Jiang. 2014. The influence of soil conditions on railway induced ground-borne vibration and
relevant Mitigation measures. The 21st International Congress on Sound and Vibration.

Mehdi Bahrekazemi. 2004. Mitigation of Train-Induced Ground Vibrations; Lessons from the Ledsgård
Project. Fifth International Conference on Case Histories in Geotechnical Engineering.

PT. UE. 2010. “Laporan Pelaksanaan Pengujian Dinamis Pondasi Tiang dengan PDA Test pada salah
satu gedung pemerintahan Kota Pontianak”.
th
Svinkin, R. Mark. 1999. “Prediction and Calculation of Construction Vibration”. DFI 24 Annual
Meeting.

Svinkin, R. Mark. 2004. “Minimizing Construction Vibration Effects”, ASCE.

Zhang, Yunshi et al. 2016. “A Prediction Model and its validation of railway-induced building
vibrations”. Advances in Mechanical Engineering, Sage journals.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai